PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) PADA PROGRAM OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL)
(Kasus pada Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika, Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang)
SKRIPSI
Oleh PUPUT DEWI MULASARI
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Juli 2017
Puput Dewi Mulasari
13504010111113
RIWAYAT HIDUP
Puput Dewi Mulasari merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Nasokha
dan Ibu Rumini yang lahir pada 6 November 1994 di Pemalang, Jawa Tengah.
Penulis melakukan studi S-1 di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya. Pendidikan sebelumnya penulis tempuh di
daerah asalnya yaitu Kabupaten Pemalang. Pendidikan Taman Kanak-kanak
ditempuh di TK Handayani XIII. Jenjang Sekolah Dasar ditempuh di SD Negeri 2
Pendowo. Jenjang Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP Negeri 1 Comal
dan jenjang Sekolah Menengah Akhir ditempuh di SMA Negeri 1 Comal. Penulis
juga merupakan penerima Beasiswa Bidikmisi dan Data Print.
Penulis merupakan insan akademis yang tidak hanya berfokus pada kegiatan
akademis, akan tetapi juga aktif dalam kegaitan non akademis. Organisasi yang
pernah diikuti adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FP UB dengan menjadi
Staf muda Kementerian Kebijakan Publik BEM FP UB 2013, Staff Eksternal
Kementerian Kebijakan Publik BEM FP UB 2014 dan Dirjen Kastrat (Kajian dan
Strategi) Kementerian Kebijakan Publik BEM FP UB 2015. Penulis juga aktif
membagi ilmu akademik selama kuliah dengan menjadi asisten praktikum pada
berbagai matakuliah. Beberapa matakuliah yang pernah diasisteni oleh penulis
adalah Sosiologi Pertanian, Pengantar Ekonomi Pertanian, Penulisan Ilmiah,
Pengantar Usaha Tani, Manajemen Keuangan, Pemasaran Hasil Pertanian,
Ekonomi Pembangunan Pertanian dan Dasar Komunikasi. Penulis juga lolos
pendanaan PKM-K Dikti tahun 2015 dan 2016 serta lolos pendanaan PMW tahun
2016.
Bismillahirrohmanirrohim…
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan (Q.S. Al-Insyirah: 5-6)”
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
(Q.S. Ar-Rahman: 16)”
Alhamdulillah… Puji syukur kepada Allah SWT karena telah menghadirkan
mereka yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibu tercinta serta kakak, dan adikku tersayang yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa yang tiada
henti.
Sahabat-sahabatku tersayang yang telah memberikan kenangan indah
dan membuat hari-hari semasa kuliah lebih berarti.
Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan
semangat selama ini.
Teman-teman BEM FP UB dan IMP UB yang telah memberikan
warna di kampus.
Seseorang yang selalu ada di setiap cerita, yang selalu mendampingi di
kala susah dan senang, yang selalu menjadi alasan untuk selalu
tersenyum, terus berusaha dan pantang menyerah.
Terimakasih tak terhingga karena telah membantu sampai terselesaikannya
skripsi ini. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih dan memberikan
kemudahan dalam segala hal. Amin
i
RINGKASAN
PUPUT DEWI MULASARI. 135040101111131. Partisipasi Anggota Kelompok
Wanita Tani (KWT) Pada Program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) (Kasus pada Kelompok
Wanita Tani Dewi Sartika, Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang). Di bawah bimbingan Mas Ayu Ambayoen, SP.,M.Si. selaku dosen
pembimbing utama dan Ir. Edi Dwi Cahyono, M.Agr.Sc., MS.,Ph.D selaku dosen
pembimbing pendamping.
Program KRPL bertujuan untuk meningkatkan partisipasi kelompok wanita
tani dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi
pemanfaatan lahan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein,
vitamin dan mineral. Pelaksanaan program tersebut membutuhkan partisipasi dari
anggota KWT untuk mencapai keberhasilan program. Tujuan dari penelitian ini
yaitu: 1. Mendeskripsikan implementasi program Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Pekarangan Melalui Konsep KRPL 2. Menganalisis partisipasi anggota
KWT pada program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Melalui
Konsep KRPL 3. Menganalisis faktor internal dan eksternal yang ikut berperan
dalam partisipasi anggota KWT pada program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Pekarangan Melalui Konsep KRPL. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok
Wanita Tani Dewi Sartika Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur pada bulan Maret-April 2017.
Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Metode penentuan responden dilakukan dengan metode
sensus sebanyak 27 orang anggota KWT dan purposive sampling terdiri atas
penyuluh pertanian dan pengurus KWT Dewi Sartika. Pengumpulan data primer
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner dan observasi yang
didukung dengan dokumentasi. Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui
berbagai pustaka, literatur, selain itu dari arsip dokumen maupun dokumentasi
yang dimiliki oleh KWT Dewi Sartika dan Penyuluh Pertanian desa Petungsewu.
Teknik analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif model interaktif
yang dikemukakan oleh Miles, Huberman dan Saldana digunakan untuk
menjawab tujuan nomor satu. Teknik analisis data dengan statistik deskriptif
menggunakan analisis skala likert untuk menjawab tujuan nomor dua dan tiga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Implementasi program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
Melalui Konsep KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika, Desa
Petungsewu meliputi empat tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pemanfaatan hasil.
2. Partisipasi anggota KWT pada program KRPL tergolong sedang persentase
76,06%. Partisipasi anggota KWT pada tahap perencanaan tergolong sedang
dengan persentase 66,78%, tahap pelaksanaan tergolong tinggi dengan
persentase 80,56%, tahap evaluasi tergolong sedang dengan persentase
71,60% dan tahap pemanfaatan hasil tergolong tinggi dengan persentase
85,30%.
3. Faktor internal yang paling berperan dalam partisipasi anggota KWT adalah
luas lahan pekarangan dan tingkat pendidikan. Faktor eksternal yang paling
ii
berperan dalam partisipasi anggota KWT adalah peranan dari ketua KWT
dan penyuluh pertanian.
Saran yang dapat peneliti berikan:
1. Saran bagi penyuluh :
Melibatkan anggota KWT pada tahap perencanaan program KRPL.
2. Saran bagi anggota Kelompok Wanita Tani:
Agrokompleks diupayakan untuk dilakukan, sehingga tidak hanya fokus
pada sektor pertanian dan anggota KWT perlu meningkatkan partisipasinya
dalam tahap evaluasi khususnya evaluasi anggaran.
3. Saran bagi pemerintah setempat khususnya kepala desa:
Kepala desa diharapkan untuk ikut dalam kegiatan penting KWT seperti saat
ada pelatihan dan monev dari BKP3 serta dapat memberikan bantuan
tambahan dana untuk pengembangan produk olahan KWT.
iii
SUMMARY
PUPUT DEWI MULASARI. 135040101111131. Participation of Women
Farmer Group (KWT) Members in the Optimization of Land Use Yard Program
through the Concept of the Sustainable Food House (KRPL) (Case of Woman
Farmer Group “Dewi Sartika”, Petungsewu Village, Dau District, Malang
Regency). Under the Supervision of Mas Ayu Ambayoen, SP., M.Si as the Main
Supervisor And Ir. Edi Dwi Cahyono, M.Agr.Sc., Ms., Ph.D as the Associate
Supervisor
KRPL program aims to increase the participation of women farmers in
providing a source of food and nutrition through the optimization of yard land
usage as a producer of carbohydrates, protein, vitamins and minerals. The
implementation of the program requires the participation of KWT members to
achieve program success. The purposes of this study are: 1. Describing the
program implementation Optimization of Yard Land Usage Through KRPL 2.
Analyzing the concept of KWT members participation in the program of
Optimization of Yard Land Usage Through KRPL Concept 3. Analyzing the
internal and external factors that contribute to the participation of KWT members
on optimization program of Land Usage through the Concept KRPL. The research
was conducted at Dewi Sartika Farmer Group of Petungsewu Village, Dau
District, Malang, East Java from March to April 2017.
The approach of this research was qualitative approach with type of
research was descriptive. The method of determining the respondents used census
method as many as 27 members KWT and purposive sampling consisting of
agricultural extension and administrators KWT Dewi Sartika. Primary data
collection was obtained through interviews using questionnaires and observations
supported by documentation. The collection of secondary data obtained through
various libraries, literature, besides of archive documents and documentation are
owned by KWT Dewi Sartika and Agricultural Counselor at Petungsewu village.
Data analysis technique was done by descriptive analysis of interactive
model proposed by Miles, Huberman and Saldana used to answer first goal. Data
analysis technique with descriptive statistics used likert scale analysis to answer
the second and third goals.
The results showed that:
1. The implementation of optimization program of Yard Land Use through
KRPL Concepts in Women Farmer Group of Dewi Sartika, Petungsewu
Village includes four phases: planning, implementation, evaluation and
utilization of results.
2. The participation of KWT members in the KRPL program was in moderate
percentage of 76.06%. KWT member participation in the planning stages was
classified as moderate by percentage of 66.78%, the implementation phase
was high with the percentage of 80.56%, and the evaluation stage was
classified as moderate by percentage of 71.60% and a relatively high
utilization phase with the percentage of 85.30%.
3. The internal factors the most involved in the participation of KWT members
were the area of yard and level of education. External factors that played a role
iv
in the participation of KWT members were the role of the head of KWT and
agricultural counselor.
Suggestions that researchers can provide:
1. Suggestion for agricultural counselor:
Involving KWT members at the planning stage of the KRPL program.
2. Suggestion for woman farmer group member:
Agro complex is strived to do. So it does not only focus on the agricultural
sector and KWT members need to increase their participation in the evaluation
phase, especially budget evaluation.
3. Suggestion for local government especially village head:
The village head is expected to participate in important KWT activities such
as training and monev from BKP3 and can provide additional funding for the
development of superior products of KWT.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Partisipasi Anggota Kelompok
Wanita Tani (KWT) pada Program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)” sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan studi di program Strata 1 Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang. Program KRPL bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga
melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan sebagai penghasil sumber
karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Pelaksanaan program tersebut
membutuhkan partisipasi dari anggota KWT untuk mencapai keberhasilan
program. Melalui partisipasi dalam program KRPL maka akan dapat mencapai
tujuan dari program KRPL yaitu terwujudnya pola konsumsi pangan yang
Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui optimalisasi pemanfaatan
lahan pekarangan.
Penelitian ini membahas secara spesifik implementasi dari program KRPL
yang dilaksanakan oleh KWT Dewi Sartika, tingkatan partisipasi anggota KWT
Dewi Sartika dan faktor yang berperan dalam partisipasi anggota KWT pada
program KRPL. Faktor tersebut mencakup faktor internal dan faktor eksternal.
Penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan partisipasi kurang membahas
secara detail tingkatan partisipasi mulai dari pengambilan keputusan dalam
perencanaan. Sumbangan pemikiran, sumbangan materi dan bentuk tindakan pada
tahap pelaksanaan. Umpan balik berupa kendala/masalah yang dihadapi, umpan
balik masukan dan infomasi perkembangan kegiatan demi perbaikan pelaksanaan
program KRPL pada tahap evaluasi. Manfaat yang didapatkan anggota dengan
mengikuti program KPRL pada tahap pemanfaatan hasil. Pada penelitian ini,
tingkatan partisipasi dibahas mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pemanfaatan hasil. Akan tetapi, dengan segala kekurangan yang ada,
skripsi ini diharapkan dapat mengisi kekosongan pembahasan mengenai
partisipasi pada suatu program pembangunan pertanian.
vi
Pada proses penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
atas segala dukungan dan bantuan yang terutama kepada:
1. Kedua Orang Tua dan Keluarga yang selalu memberikan semangat dan
do’a.
2. Ibu Mas Ayu Ambayoen, SP.,M.Si dan Bapak Ir. Edi Dwi Cahyono,
M.Agr.Sc.MS.,Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Vi’in Ayu Pertiwi, SP.,MP selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan berarti untuk skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakannya. Sehingga, skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Malang, Juli 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................ i
SUMMARY ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Batasan Masalah ..................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................... 6
1.5 Kegunaan Penelitian ............................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 8
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu ................................................... 8
2.2 Tinjuan tentang Partisipasi ..................................................... 10
2.3 Tinjauan tentang Program P2KP ............................................ 27
2.4 Tinjauan tentang Program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Pekarangan melalui Konsep KRPL ........................................ 30
III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 32
3.1 Kerangka Teoritis ................................................................... 32
3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ..................... 36
IV. METODE PENELITIAN ............................................................ 50
4.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................. 50
4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ................................ 50
4.3 Teknik Penentuan Responden ................................................ 50
4.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 51
4.5 Teknik Analisis Data .............................................................. 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 58
5.1 Gambaran Umum ................................................................... 58
5.2 Hasil dan Pembahasan ............................................................ 66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 126
6.1 Kesimpulan ............................................................................. 126
6.2 Saran ....................................................................................... 128
viii
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 129
LAMPIRAN ........................................................................................... 133
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1 Tipologi Partisipasi ..................................................................... 25
2 Pengukuran Variabel Partisipasi Anggota KWT dalam
Program KRPL ............................................................................ 39
3 Pengukuran Variabel, Indikator Faktor Eksternal dalam
Program KRPL…………………………………………………. 47
4 Penentuan Skoring ....................................................................... 56
5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terakhir ....................................................................................... 61
6 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur…………………… 62
7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………….. 63
8 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan….. 63
9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga ...................................................................................... 64
10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan….. 65
11 Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Pekarangan . 66
12 Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Perencanaan
Program KRPL ............................................................................ 81
13 Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap
Perencanaan Program KRPL ....................................................... 82
14 Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pelaksanaan
Program KRPL ............................................................................ 89
15 Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap
Pelaksanaan Program KRPL ....................................................... 90
16 Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Evaluasi Program
KRPL ........................................................................................... 98
17 Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Evaluasi
Program KRPL ............................................................................ 98
18 Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pemanfaatan Hasil
Program KRPL ............................................................................ 102
19 Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pemanfaatan
Hasil Program KRPL…………………………………………… 103
20 Partisipasi Anggota KWT pada Semua Tahapan Program
KRPL ........................................................................................... 107
x
21 Faktor Internal Berdasarkan Umur .............................................. 110
22 Faktor Internal Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................ 112
23 Faktor Internal Berdasarkan Jenis Pekerjaan .............................. 113
24 Faktor Internal Berdasarkan Pendapatan Keluarga ..................... 115
25 Faktor Internal Berdasarkan Luas Lahan Pekarangan ................. 117
26 Faktor Internal yang Berperan dalam Partisipasi ........................ 118
27 Hasil Skor dan Persentase Faktor Eksternal yang
Berperan dalam Partisipasi Anggota KWT ................................. 119
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1 Kerangka Pemikiran Partisipasi Anggota KWT pada
program KRPL ............................................................................ 35
2 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
Miles, Huberman dan Saldana (2014) ......................................... 53
3 Struktur Organisasi Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika ......... 59
4 Wawancara dengan Pak Ady (Penyuluh) .................................... 67
5 Pembibitan menggunkaan bedengan ........................................... 74
6 Pembibitan menggunkaan pot try ................................................ 74
7 Penanaman benih kangkung ........................................................ 75
8 Perawatan .................................................................................... 75
9 Pengendalian Hama dan Penyakit ............................................... 75
10 Panen dan Pasca Panen ............................................................... 76
11 Tingkat Partisipasi Anggota KWT pada Semua Tahapan
Program ....................................................................................... 108
12 Partisipasi anggota KWT pada program KRPL .......................... 109
13 Wawancara dengan Ibu Yuli ....................................................... 114
14 Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Winariasih; b. Wawancara
dengan Ibu Sumarlikah ................................................................ 120
15 Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Rini; b. Wawancara
dengan Ibu Putri Prawati ............................................................. 121
16 Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Khoiramah; b. Wawancara
dengan Ibu Umi ........................................................................... 122
17 Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Pranti; b. Wawancara
dengan Ibu Sujiati ........................................................................ 124
18 Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Rumayani; b. Wawancara
dengan Ibu Siti Mariyam………………………………………... 125
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1 Kuisioner Anggota KWT ............................................................ 133
2 Kuisioner Penyuluh Pertanian ..................................................... 149
3 Peta Lokasi Desa Petungsewu, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang ...................................................................... 153
4 Identitas Anggota KWT Responden............................................ 154
5 Partisipasi Anggota KWT pada Tahap Perencanaan Program
KRPL ........................................................................................... 156
6 Partisipasi Anggota KWT pada Tahap Pelaksanaan Program
KRPL ........................................................................................... 159
7 Partisipasi Anggota KWT pada Tahap Evaluasi Program
KRPL ........................................................................................... 162
8 Partisipasi Anggota KWT pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Program KRPL ............................................................................ 164
9 Total Partisipasi Anggota KWT pada Program KRPL ............... 167
10 Faktor Eksternal yang Berperan dalam Partisipasi Anggota ....... 169
11 Dokumentasi ................................................................................ 171
1
1
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat dunia menghadapi banyak tantangan dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Salah satu tantangannya adalah akses secara fisik dan ekonomi
terhadap pangan yang cukup agar hidup sehat dan aktif. Menurut Serikat Petani
Indonesia (2014) pada laporan Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada 17
September 2014, angka kelaparan tahun 2014 mencapai 805 juta jiwa. Laporan
FAO tersebut juga menyampaikan bahwa angka kelaparan negara dunia
berkembang masih pada angka 790,7 juta jiwa. Satu dari sembilan orang di dunia
atau satu dari delapan orang di dunia berkembang tidak mempunyai pangan cukup
untuk aktif dan hidup sehat.
Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan telah mengamanatkan
dalam beberapa pasal antara lain Pasal 60. Pasal tersebut berisi bahwa Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi
pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan potensi dan
kearifan lokal untuk mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif.
Penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Melihat
kondisi tersebut pemerintah mencanangkan program Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Secara umum tujuan program
P2KP berdasarkan Juknis P2KP (2016) adalah untuk memfasilitasi dan
mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang Beragam,
Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) yang diindikasikan dengan meningkatnya
skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur (2014) bahwa skor
PPH ideal adalah 100 yang diproyeksikan akan tercapai pada Tahun 2025.
Perkembangan skor PPH pada periode 2010–2014 menunjukkan peningkatan skor
PPH sebesar 1,42 per tahun, dengan capaian skor PPH pada tahun 2013 sebesar
81,4. Data tersebut menunjukkan bahwa capaian diversifikasi konsumsi pangan
masyarakat belum mencapai sasaran yang diharapkan karena sasaran PPH tahun
2
2
2013 adalah 91,5 (Kementerian Pertanian, 2015). Belum tercapainya sasaran
tersebut diduga akibat tingginya konsumsi padi-padian, minyak, dan lemak. Selain
itu juga disebabkan masih rendahnya konsumsi sayur-buah, umbi-umbian, pangan
hewani, dan kacang-kacangan (Kementerian Pertanian, 2015). Tidak tercapainya
PPH tidak hanya terjadi pada tingkat nasional, namun pada tingkat provinsi juga.
Sebagai contoh di tingkat provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur. Walaupun skor
PPH tiap tahun meningkat, akan tetapi belum mencapai target skor PPH yang
ditetapkan. Pada tahun 2014 target skor PPH Jawa Timur adalah 82,2 akan tetapi
pada realisasinya baru mencapai 81,6 (BKP Jatim, 2014). Berdasarkan data
tersebut, maka ketahanan pangan di Indonesia perlu diperbaiki agar tercipta
kualitas konsumsi pangan yang baik.
Acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta International
Convention Center (JICC) pada bulan Oktober 2010, Mantan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan
nasional dengan upaya diversifikasi pangan harus dimulai dari rumah tangga
(Nurjannah, Yulida dan Sayamar, 2015). Mewujudkan hal tersebut yaitu dengan
cara menerapkan salah satu dari tiga program yang diturunkan oleh program
P2KP. Salah satu program yang dimaksud adalah Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangam Lestari. Tahun 2017,
Badan Ketahanan Pangan fokus pada dua kegiatan prioritas, yakni Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat
(PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) (BKP, 2017).
Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan melalui konsep KRPL
dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu tahap penumbuhan dan tahap pengembangan.
Program KRPL bertujuan untuk meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam
penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan
lahan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan
mineral. Desa Petungsewu Kecamatan Dau Kabupaten Malang merupakan salah
satu desa yang telah melaksanakan program KRPL. Program tersebut
dilaksanakan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Dewi Sartika. KWT Dewi
Sartika telah selesai melaksanakan tahap penumbuhan dan tahap pengembangan.
Pelaksanaan program tersebut membutuhkan partisipasi dari anggota KWT.
3
3
Penelitian-penelitian tentang partisipasi selama ini banyak mengupas
berbagai sisi. Dewi, Sudarta dan Putra (2015) melakukan penelitian untuk
mengukur tingkat partisipasi dilihat dari partisipasi finansial, partisipasi material,
partisipasi jasa, partisipasi moral dan kendala yang dihadapi. Sementara itu
Irwansyah, Muhdar dan Jamaludin (2015) menggunakan indikator partisipasi
yaitu partisipasi tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rizal dan Rahayu
(2015) melakukan penelitian tentang partisipasi menggunakan indikator
partisipasi yaitu kesadaran menjadi anggota, keterlibatan dalam kegiatan
kelompok dan manfaat yang diperoleh setelah menjadi anggota kelompok.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan, penelitian
ini penting untuk dilakukan karena partisipasi pada program pembangunan
dianalisis menggunakan indikator tingkat partisipasi pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil. Hal tersebut dikarenakan pada tahap
perencanaan perlu dianalisis mengenai keterlibatan anggota dalam proses
pengambilan keputusan. Pada tahap pelaksanaan perlu dianalisis sumbangan
pemikiran, sumbangan materi dan bentuk tindakan sebagai anggota program
KRPL. Pada tahap evaluasi akan dianalisis umpan balik berupa kendala/masalah
yang dihadapi, umpan balik masukan dan infomasi perkembangan kegiatan demi
perbaikan pelaksanaan program KRPL. Pada tahap pemanfaatan hasil perlu
dinalisis manfaat yang didapatkan anggota dengan mengikuti program KPRL.
Penelitian ini juga akan menganalisis faktor internal dan eksternal yang berperan
dalam partisipasi anggota KWT pada program KRPL. Hal ini perlu dilakukan
karena partisipasi anggota ditentukan melalui adanya peranan faktor internal dan
eksternal.
Melalui partisipasi aktif anggota KWT Dewi Sartika di Desa Petungewu,
maka dapat mewujudkan keberhasilan program KRPL yaitu terwujudnya pola
konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui
optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan sehingga dapat meningkatkan skor
Pola Pangan Harapan (PPH). Partisipasi aktif anggota KWT dalam program
KRPL juga ditentukan oleh peran dari faktor internal dan eksternal. Dari uraian
tersebut diperlukan penelitian untuk dapat mengetahui tingkat partisipasi anggota
KWT Dewi Sartika pada program KRPL di Desa Petungsewu, Kecamatan Dau,
4
4
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Selain itu, melalui penelitian ini juga akan
menjelaskan peranan faktor internal dan faktor eksternal dalam keikutsertaan
anggota KWT pada program KRPL.
1.2 Rumusan Masalah
Terwujudnya pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang, dan
Aman (B2SA) adalah salah satu indikasi tercapainya ketahanan pangan.
Ketahanan pangan yang dicapai dengan upaya diversifikasi pangan harus dimulai
dari tingkat rumah tangga. Melihat pentinganya pencapaian diversifikasi pangan
di tingkat rumah tangga, pemerintah telah mewujudkan suatu program yaitu
program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Program ini diharapkan dapat mewujudkan amanah dari Undang-undang No 18
Tahun 2012 tentang Pangan. Pelaksanaan program Gerakan P2KP didukung
dengan berbagai program salah satunya adalah program Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Program KRPL dilakukan dengan memberdayakan anggota KWT melalui
penanaman berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga seperti
aneka umbi, sayuran, buah, serta ternak dan ikan sebagai tambahan untuk
ketersediaan pangan sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein bagi
keluarga.
Anggota pada KWT Dewi Sartika belum sepenuhnya berperan aktif dalam
melaksanakan program KRPL. Hal ini terlihat dari kegiatan masing-masing
anggota yang sehari-hari sebagian mata pencahariannya tidak hanya menjadi ibu
rumah tangga akan tetapi menjadi petani, buruh pabrik dan pembantu rumah
tangga. Adanya pekerjaan di luar ibu rumah tangga menyebabkan asumsi mereka
kurang berpartisipasi terhadap program seperti kehadiran anggota dalam rapat
yang diadakan belum sesuai yang diharapkan, kehadiran dalam kegiatan gotong
royong/kerja bakti yang diadakan di demplot dan kebun bibit desa masih rendah,
serta anggota kurang memberikan masukan berupa saran-saran/ide-ide dalam
pelaksanaan program KRPL
Partisipasi dari anggota sangat penting dan salah satu faktor dari berhasil
atau tidaknya pelaksanaan program KRPL tersebut. Menurut Kurniawan,
5
5
Soemarno dan Purnomo (2015) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat
penting karena, pertama, merupakan metode untuk mendapatkan informasi
tentang keadaan, kebutuhan dan sikap masyarakat terhadap sebuah program;
kedua, masyarakat akan merasa memiliki dan menjamin keberlanjutannya apabila
dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dan
evaluasinya; ketiga partisipasi merupakan hak setiap warga Negara yang
dilindungi oleh undang-undang. Hal tersebut juga didukung berdasarkan Juknis
P2KP (2016) yang menyatakan bahwa sesuai dengan semangat dan paradigma
baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan P2KP harus
dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Keterbatasan
dan permasalahan setiap anggota untuk berpartisipasi menjadikan adanya
perbedaan antara harapan dari program dengan kenyataan tentang partisipasi
anggota terhadap program KRPL.
Program KRPL di Desa Petungsewu, Kecamatan Dau memerlukan
partisipasi aktif dari anggota KWT. Partisipasi aktif anggota KWT dapat dilihat
pada rangkaian kegiatan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
hingga pemanfaatan hasil. Program KRPL di Desa Petungsewu, Kecamatan Dau
merupakan program baru bagi KWT Dewi Sartika yang memerlukan evaluasi dan
penelitian tentang partisipasi aktif anggota. Sesuai dengan uraian tersebut maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:
1. Bagaimanakah implementasi program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Pekarangan Melalui Konsep KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika,
Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang?
2. Bagaimanakah partisipasi anggota KWT pada program Optimalisasi
Pemanfaatan Lahan Pekarangan Melalui Konsep KRPL di Kelompok
Wanita Tani Dewi Sartika, Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang?
3. Bagaimanakah faktor internal dan eksternal ikut berperan dalam partisipasi
anggota KWT pada program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
Melalui Konsep KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika, Desa
Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang?
6
6
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat terfokus. Adapun
batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini mendeskripsikan kegiatan yang terdapat dalam tahapan
program KRPL dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan
hasil.
2. Penelitian ini membahas partisipasi anggota KWT pada program KRPL
dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil.
3. Penelitian ini melihat faktor yang ikut berperan dalam partisipasi pada
program KRPL, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang tersebut diatas, maka tujuan dari adanya
penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan implementasi program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Pekarangan Melalui Konsep KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika,
Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
2. Menganalisis partisipasi anggota KWT pada program Optimalisasi
Pemanfaatan Lahan Pekarangan Melalui Konsep KRPL di Kelompok
Wanita Tani Dewi Sartika, Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang.
3. Menganalisis faktor internal dan eksternal yang ikut berperan dalam
partisipasi anggota KWT pada program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Pekarangan Melalui Konsep KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika,
Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
1.5 Kegunaan Penelitian
Penelitian mengenai partisipasi anggota KWT dalam program optimalisasi
pemanfaatan lahan pekarangan melalui konsep KRPL ini diharapkan dapat
berguna untuk:
a. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan dan
pengalaman tentang partisipasi anggota KWT dalam program KRPL, di
7
7
samping itu untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
b. Bagi anggota kelompok wanita tani dapat menjadi bahan masukan bagi
anggota KWT untuk lebih berpartisipasi aktif dalam Kelompok Wanita Tani
Dewi Sartika.
c. Bagi pemerintah setempat dan instansi terkait, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan masukan, pertimbangan dan informasi dalam menentukan
kebijakan selanjutnya.
d. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
dan dapat dijadikan pembanding untuk menentukan penelitian sejenis.
8
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa permasalahan yang akan dikaji peneliti berkaitan dengan
penelitian partisipasi anggota KWT Dewi Sartika pada program KRPL sebagai
kelompok wanita tani yang ada di Desa Petungsewu diantaranya bagaimana
implementasi program KRPL, bagaimana tingkat partisipasi pada program KRPL,
dan faktor-faktor yang ikut berperan dalam keikutsertaan anggota untuk
berpartisipasi pada program KRPL dalam KWT Dewi Sartika.
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan partisipasi, kelompok
wanita tani dan program KRPL dapat menjadi bahan acuan dan pembanding.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah, Yulida dan Sayamar (2015)
yang berjudul “Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Wanita Tani dalam
Program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari” menggunakan metode analisis
deskriptif dan skala ordinal yang berpedoman pada skala likert. Metode
pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Tingkat partisipasi
dilihat dari partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan
evaluasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi anggota KWT
berada pada semua tahapan masuk katagori penilaian partisipasi tinggi. Terdapat
beberapa permasalahan yaitu permasalahan sarana produksi, kurangnya sumber
air dan ketiadaannya keterbukaan, permasalahan partisipasi anggota KWT dalam
perencanaan program dan pelaksanaan program. Persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Persamaannya yaitu menganalisis tingkat partisipasi
perempuan pada program KRPL dan menggunakan analisis data skala likert.
Perbedaannya pada tujuan penelitian, pada penelitian ini menganalisis faktor
internal dan eksternal yang berperan dalam partisipasi. Selain itu terdapat
perbedaan metode penentuan sampel, pada penelitian ini menggunakan metode
sensus.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi, Sudarta dan Putra (2015)
yang berjudul “Partisipasi anggota Kelompok Wanita Tani Pangan Sari pada
Program Kawasan Rumah Pangan Lestari” dengan metode analisis deskriptif
kualitatif yang menggunakan skala ordinal (Likert) dan penentuan responden
9
9
dengan metode sensus. Tingkat partisipasi dilihat dari partisipasi finansial,
partisipasi material, partisipasi jasa dan partisipasi moral. Hasil penelitian ini
menunjukkan tingkat partisipasi tergolong tinggi. Kendala yang dihadapi yaitu
aspek teknis (ketersediaan lahan tetap), aspek ekonomi (kekurangan modal), aspek
sosial (tidak terdapat masalah). Persamaan penelitian yaitu metode yang
digunakan yaitu sensus. Perbedaannya pada indikator partisipasi, menganalisis
faktor internal dan eksternal yang berperan dalam partisipasi.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Irwansyah, Muhdar dan Jamaludin
(2015) yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Corporate Social
Responsibility PT. Arutmin Nort Pulau Laut Coal Terminal Kota Baru” dengan
metode analisis data kualitatif Miles & Huber. Penentuan informan dan responden
dengan teknik purposive. Tingkat partisipasi dilihat pada tahap perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan partisipasi pada tahap
perencanaan diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat pada rapat-rapat, pada
tahap pelaksanaan diwujudkan dengan memberikan sumbangan pemikiran, modal
awal, dan pengelolaan program. Tahap evaluasi diwujudkan dengan keikutsertaan
sebagian peserta dalam posisi pengawas koperasi. Persamaan penelitian ini adalah
pada metode analisis data kualitatif Miles & Huber. Perbedaannya pada indikator
partisipasi pemanfaatan hasil, menganalisis faktor internal dan eksternal yang
berperan dalam partisipasi serta penentuan responden pada penelitian ini juga
menggunkan metode sensus.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizal dan Rahayu (2015) berjudul
“Tingkat partisipasi petani dalam Kelompok Tani Padi Sawah untuk mendukung
Program M-P3MI di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur dengan metode analisis
kualitatif dan skoring. Metode penentuan sampel dengan simple random
sampling. Tingkat partisipasi yang diukur adalah kesadaran menjadi anggota,
keterlibatan dalam kegiatan kelompok dan manfaat yang diperoleh setelah
menjadi anggota kelompok. Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi
tinggi pada semua indikator, hal ini disebabkan selain adanya kesadaran sendiri
tanpa ada paksaan dan memiliki banyak waktu juga merasakan banyaknya
manfaat yang diperoleh. Persamaan penelitian adalah metode analisis dengan
skoring. Perbedaannya pada indikator partisipasi yaittu menganalisis faktor
10
10
internal dan eksternal yang berperan dalam partisipasi serta metode penentuan
sampel dengan metode sensus.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anggita (2016) berjudul
“Partisipasi Petani dan Strategi Komunikasi dalam Kegiatan GP-PTT (Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman terpadu) pada Program Upaya Khusus (UPSUS)
Peningkatan Produksi Kedelai”. Pengambilan sampel dilakukan dengan
pendekatan probability sampling secara simple random sampling dan
nonprobability sampling secara purposive. Metode analisis data menggunakan
analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian
ini adalah implementasi kegiatan GP-PTT pada program UPSUS terdiri dari 4
tahap yaitu tahap persiapan, tahap sosialisasi, tahap pelaksanaan, dan evaluasi.
Tingkat partisipasi petani pada tahap persiapan memiliki presentase sebesar 80%.
Partisipasi petani pada tahap sosialisasi memiliki presentase sebesar 99,5%.
Partisipasi petani pada tahap pelaksanaan memiliki presentase sebesar 79,7%.
Partisipasi pada tahap evaluasi memiliki presentase sebesar 61,6%. Faktor internal
sebagai penentu partisipasi petani paling tinggi yaitu usia dan jenis pekerjaan,
tergolong sedang dengan presentase sebesar 68%. Faktor eksternal yang menjadi
faktor penentu partisipasi yang paling tinggi adalah peran ketua kelompok tani,
tergolong sedang dengan presentase 65,5%. Strategi komunikasi yang dilakukan
melalui metode SMCR (Source, Message, Channel dan Receiver). Persamaan
penelitian ini yaitu metode analisis yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Perbedaannya adalah pada penelitian ini dilakukan pada Kelompok
Wanita Tani sedangkan pada penelitian sebelumnya dilakukan pada Kelompok
Tani yang anggotanya petani laki-laki, indikator tingkat partisipasi. Selain itu,
terdapat perbedaan dalam penentuan sampel. Pada penelitian ini penentuan
sampelnya menggunakan metode sensus.
2.2 Tinjauan tentang Partisipasi
2.2.1 Teori Partisipasi
Partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan secara sadar dan sukarela
untuk berkontribusi secara fisik maupun non fisik dalam suatu kegiatan
pengambilan keputusan dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan
11
11
hasil pembangunan (Solekhan, 2014). Partisipasi perempuan adalah kesediaan
perempuan secara sukarela dalam menunjang program-program baik atas inisiatif
masyarakat lokal maupun pemerintahan yang tercermin dari pikiran, sikap dan
tindakan mereka baik sifatnya individual maupun kolektif dalam model kerangka
partisipasi yang dikembangkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan maupun tahap pengambilan manfaat dari program-program yang
terdapat di lingkungan tempat tinggal mereka tersebut (Remiswal, 2013).
Kata kunci dari pengertian partisipasi masyarakat dalam pembangunan
adalah adanya kesukarelaan (anggota) masyarakat untuk terlibat dan atau
melibatkan diri dalam kegiatan pembangunan. Berkaitan dengan tingkat
kesukarelaan masyarakat untuk berpartisipasi, Dusseldorp, 1981 (dalam
Mardikanto, 2009) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan:
1. Partisipasi spontan yaitu peran serta yang tumbuh karena motivasi intrinsik
berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri.
2. Partisipasi terinduksi yaitu peran serta yang tumbuh karena terinduksi oleh
adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar,
meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk
berpartisipasi.
3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan yaitu peran serta yang tumbuh karena
adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat
pada umumnya, atau peran serta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan,
nilai-nilai atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak
berperan serta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
4. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi yaitu peran serta yang
dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita
kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan
5. Partisipasi tertekan oleh peraturan yaitu peran serta yang dilakukan karena
takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah
diberlakukan.
Participation strengthens people’s capacity to make decisions and their
ability to create an environment for change (He, Ho and Xu, 2015). As farmers
and communities know their needs and local site conditions best (Roshetko et al,
12
12
2008; Suarez et al, 2012 in He, Ho and Xu, 2015), a participatory approach
involves farmers in processes that generate economically and environmentally
sound technologies and manage natural resources more sustainably and more
equitably (He, Ho and Xu, 2015).
Partisipasi memperkuat kapasitas masyarakat dalam membuat keputusan
dan kemampuan mereka menciptakan lingkungan untuk perubahan. Sebagai
petani dan masyarakat mengetahui kebutuhan mereka dan kondisi lokasi setempat
dengan baik. Pendekatan partisipatif melibatkan petani dalam proses yang
menghasilkan ekonomi dan lingkungan teknologi dan mengelola sumber daya
alam yang lebih berkelanjutan dan lebih adil (He, Ho and Xu, 2015).
Partisipasi masyarakat sangat penting karena, pertama, merupakan metode
untuk mendapatkan informasi tentang keadaan, kebutuhan dan sikap masyarakat
terhadap sebuah program; kedua, masyarakat akan merasa memiliki dan
menjamin keberlanjutannya apabila dilibatkan dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring dan evaluasinya; ketiga partisipasi merupakan hak
setiap warga Negara yang dilindungi oleh undang-undang (Kurniawan, Soemarno
dan Purnomo, 2015).
Pentingnya partisipasi masyarakat juga dikemukakan oleh Firmanyah, 2007
(dalam Wulansari, 2015) sebagai berikut: 1. Partisipasi masyarakat merupakan
suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap
masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta
proyek-proyek akan gagal. 2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek
atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. 3. Bahwa
merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan
masyarakat mereka sendiri
Partisipasi dalam kelompok akan memperkuat kohesi sosial, meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya, dan memungkinkan
untuk merespon pada perubahan (Alexander, 1995 dalam Hastuti, 2009).
Partisipasi yang baik dari anggota jika sebagian besar anggota KRPL sudah
13
13
menjalankan kewajiban dan melaksanakan hak keanggotaannya secara
bertanggung jawab (Nurjannah, Yulida dan Sayamar, 2015).
Program pembangunan dapat diterapkan secara berkelanjutan bila terjadi
partisipasi dan kesepakatan para stakeholder (Solihin, 2006 dalam Setiani dan
Prasetyo, 2014). Terdapat tujuh pilar yang dipandang penting dan menjadi
pendorong bagi keberlanjutan implementasi KRPL di masyarakat, yaitu
partisipasi aktif masyarakat, peran tokoh masyarakat (local champion),
infrastruktur, ketersediaan bibit/pengelolaan KBD, pilihan komoditas yang tepat
dan rotasi tanaman, kelembagaan pasar, dan dukungan pemerintah (Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2014).
2.2.2 Tujuan Partisipasi
Taliziduhu, 1990 (dalam Remiwal, 2013) mengemukakan bahwa ada 4
tujuan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu:
1. Menumbuhkan kemampuan untuk mengusahakan, memelihara atau untuk
merawat segenap sumber, aset, dan sarana yang ada, baik fisik maupun non
fisik
2. Menumbuhkan kemampuan untuk bangkit kembali dari keterpurukan atau
kemunduran sebagai akibat kekeliruan yang pernah ditempuh
3. Menumbuhkan kemampuan untuk mengembangkan serta meningkatkan
sumber, aset atau peralatan yang ada
4. Menumbuhkan kemampuan untuk memberikan respon yang positif terhadap
setiap perubahan yang tengah berlangsung.
Salah satu tujuan terpenting partisipasi masyarakat yang tidak bisa
terlepaskan dalam setiap kegiatan yaitu dalam proses pengambilan keputusan dan
untuk menjamin adanya keterlibatakan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan tersebut, maka pelaksanaannya harus didasarkan pada konteks sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat setempat (Solekhan, 2014). Hal ini diperkuat
dengan pendapat dari Adiyoso, 2009 (dalam Solekhan, 2014) tujuan utama
partisipasi adalah melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
memberikan hak suara masyarakat dalam prosess pengambilan keputusan,
mendorong dan melibatkan masyarakat serta menyatukan tujuan.
14
14
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan program merupakan salah satu
modal sosial yang dikembangkan secara integratif dalam rangka mengoptimalkan
sumber daya alam yang ada, meningkatkan kehidupan di pedesaan lebih
produktif, mampu mempertahankan nilai-nilai budaya yang baik, mendukung
sistem penguasaan dan tata guna lahan yang jelas, meningkatkan pendapatan
masyarakat yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat (Suwardane dkk., 2015).
2.2.3 Tahapan Partisipasi
Partisipasi adalah suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif
dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar
(ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang
mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
(pemantauan, evaluasi, pengawasan) serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang
dicapai (Mardikanto, 2009).
Bentuk partisipasi diatas juga didukung oleh pendapat Solekhan (2014)
yang mengemukakan bahwa pada intinya ada 4 bentuk partisipasi masyrakat
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation in decision making)
2. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation)
3. Partisipasi dalam menerima manfaat (participation in benefit)
4. Partisipasi dalam evaluasi (participation in evaluation)
Participation in decision making, participation in implementation,
participation in benefits, and participation in evaluation (Cohen, 1992 dalam
Remiswal, 2013). Partisipasi adalah proses pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan memiliki pengertian yang luas, yaitu meliputi proses perencanaan,
pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi serta menikmati hasil
pembangunan itu sendiri (Levis, 1996 dalam Sriati, Hakim dan Arby, 2015).
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil program pembangunan sangat penting karena
akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk berperan serta
dalam setiap program pembangunan (Kurniawan, Soemarno dan Purnomo, 2015).
Yadav, 1973 (dalam Mardikanto, 2009) mengemukakan tentang adanya
empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat di dalam
kegiatan pembangunan yaitu
15
15
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
Pada setiap program pembangunan masyarakat termasuk di dalamnya
pemanfaatan sumberdaya lokal dan alokasi anggarannya selalu ditetapkan sendiri
oleh pemerintah pusat yang dalam banyak hal lebih mencerminkan sifat
kebutuhan kelompok-kelompok kecil elit berkuasa dan kurang mencerminkan
keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak. Perlu adanya penumbuhan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui dibukanya forum yang
memungkinkan banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan
keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di
tingkat lokal.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan harus diartikan
sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga, uang tunai atau
beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan
diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan. Pada
pelaksanaan pembangunan juga diperlukan partisipasi masyarakat dalam
pemeliharaan proyek-proyek pembangunan kemasyarakatan yang telah berhasil
diselesaikan. Perlu adanya kegiatan khusus untuk dapat mengorganisir warga
masyarakat guna memelihara hasil-hasil pembangunan agar manfaatnya dapat
terus dinikmati (tanpa penurunan kualitas) dalam jangka panjang.
3. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan
Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan
sangat perlu dilakukan. Agar tujuan dapat tercapai seperti yang diharapkan, selain
itu juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan
kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.
Partisipasi masyarakat dalam hal ini untuk mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan
sangat diperlukan.
4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan
Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil pembangunan adalah unsur
yang terpenting sering dilupakan. Tujuan pembangunan adalah memperbaiki mutu
hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan adalah tujuan
16
16
utama. Pemanfaatan hasil pembangunan juga akan merangsang kemauan dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam program pembangunan
yang akan datang.
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan sering kurang
mendapatkan perhatian dari pemerintah dan administrasi pembangunan.
Seringkali dianggap bahwa dengan selesainya pelaksanaan pembangunan itu
otomatis manfaatnya akan pasti dapat dirasakan oleh masyarakat sasarannya.
Padahal, seringkali masyarakat sasaran justru tidak memahami manfaat dari setiap
program pembangunan secara langsung sehingga hasil pembangunan yang
dilaksanakan menjadi sia-sia.
Menurut Cohen dan Uphoff, 1979 (dalam Irwansyah, Muhdar dan
Jamaludin, 2014) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai
berikut:
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan yang diwujudkan dengan
keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan
yang dimaksud di sini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu
program.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud
nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi
dalam bentuk sumbangan pemikiran, sumbangan materi dan bentuk
tindakan sebagai anggota program.
3. Tahap Evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini merupakan umpan balik yang dapat memberikan masukan demi
perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
4. Tahap menikmati hasil yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat program tersebut berhasil, berarti program
tersebut berhasil mengenai sasaran.
17
17
2.2.4 Bentuk-bentuk Partisipasi
Menurut Oakley, 1991 (dalam Remiswal, 2013) partisipasi dapat
diinterpretasikan ke dalam bentuk: a. partisipasi sebagai bentuk kontribusi, berupa
keterlibatan dan kontribusi lainnya masyarakat secara sukarela terhadap program
pembangunan, b. partisipasi sebagai organisasi merupakan sarana bagi masyarakat
untuk melibatkan diri dalam pembangunan c. partisipasi sebagai pemberdayaan
adalah upaya mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat guna
memutuskan keterlibatannya dalam pembangunan.
Bentuk-bentuk partisipasi apabila dilihat dari proses pembangunan suatu
program pembangunan mulai dari gagasan sampai bentuknya sebagai bangunan
maka partisipasi itu menurut Rusidi, 2001 (dalam Solekhan, 2014) menyatakan
ada empat dimensi dalam berpartisipasi yang terdiri dari
1. Sumbangan pemikiran (ide gagasan)
2. Sumbangan materi (dana, barang dan alat)
3. Sumbangan tenaga (bekerja)
4. Memanfaatkan dan melaksanakan pelayanan pembangunan.
Bentuk partisipasi yang ditunjukkan masyarakat, juga berkaitan dengan
kemauan politik (political will) penguasa untuk memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi. Raharjo, 1983 (dalam Mardikanto, 2009)
mengemukakan adanya tiga variasi bentuk partisipasi yaitu
1. Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk kegiatan-
kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan, tetapi untuk
kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi stabilitas
nasional dan kalangan pembangunan, diatasi.
2. Partisipasi penuh (full cale pasrtcipation) artinya partisipasi seluas-luasnya
dalam segala aspek kegiatan pembangunan.
3. Mobilisasi tanpa partisipasi artinya partisipasi yang dibangkitkan
pemerintah (penguasa), tetapi masyarakat sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk mempertimbangkan kepentingan pribadi dan tidak diberi
kesempatan untuk turut mengajukan tuntutan maupun mempengaruhi
jalannya kebijaksanaan pemerintah.
18
18
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
2.2.5.1 Faktor Internal
Partisipasi seseorang terhadap suatu kegiatan atau program, terdapat faktor
yang mempengaruhinya Menurut Solekhan (2014) faktor internal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah motivasi, pengetahuan, pengalaman
individu, dan sebagainya. The respondents’ individual characteristics; age,
marital status, level of education and income had a statistically significant
relationship with the level of participation in the project (Kiseto, 2014).
Karakteristik responden individu; usia, status perkawinan, tingkat pendidikan dan
pendapatan memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan tingkat
partisipasi dalam program (Kiseto, 2014).
Faktor internal petani dibentuk secara nyata oleh variabel umur, pendidikan,
luas pemilikan hutan rakyat, dan pengalaman petani (Sudrajat, Hardjanto dan
Sundawati, 2016). Keberlangsungan petani dalam mengikuti program PUAP
sedikit banyak dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani, terdapat
perbedaan tingkat partisipasi petani dalam program PUAP di Kabupaten OKU
berdasarkan status sosial petani, dan kegiatan pendampingan yang pernah diikuti
petani. Sedangkan tingkat partisipasi petani tidak berbeda berdasarkan pendidikan
petani, pelatihan yang pernah diikuti, dan sosialisasi program (Lastinawati, 2011).
Motivasi masyarakat untuk terlibat sebagian besar karena faktor internal
individu yaitu harapan dan keinginan untuk hidup di lingkungan desa yang indah,
bersih dan nyaman (Kurniawan, Soemarno dan Purnomo, 2015). Sedangkan
alasan untuk tidak terlibat, sebagian karena alasan hambatan internal individu
masing-masing antara lain waktunya tersita untuk mencari nafkah dan persepsi
bahwa lingkungan desa sudah baik (Kurniawan, Soemarno dan Purnomo, 2015).
Pada penelitian ini menggunakan faktor internal umur, tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, pendapatan keluarga dan luas lahan pekarangan. Menurut
Nasution (2009) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat sebagai berikut :
1. Komunikasi
Masyarakat sering melakukan interaksi dan berkomunikasi dengan orang
lain dapat menambah informasi baru yang belum mereka ketahui terkait dengan
19
19
pelaksanaan program pembangunan. Komunikasi yang intens juga akan
mengakrabkan masyarakat serta membuat mereka merasakan manfaat dari
program pembangunan tersebut. Manfaat program yang mereka peroleh karena
terjalinnya komunikasi yang baik dapat mendorong mereka untuk meningkatkan
partisipasi.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat menjadi salah satu faktor penting
yang mendasari masyarakat untuk berpartisipasi. Semakin tinggi pendidikan
masyarakat maka semakin tinggi pula kesadaran masyarakat dalam pembangunan.
Para pakar pembangunan menyatakan bahwa tingkat pendidikan berhubungan erat
dengan tingkat partisipasi.
3. Pekerjaan (Mata Pencaharian)
Pekerjaan dapat dilihat berdasarkan jenis pekerjaan dan pendapatan yang
diperolehnya. Besarnya pendapatan memberi peluang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi, karena penghasilan mempengaruhi kemampuan finansial
masyarakat. Masyarakat yang memiliki kemampuan finansial baik akan bersedia
untuk berpartisipasi dalam mensukseskan pembangunan.
4. Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap
seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari
kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan
norma masyarakat yang lebih mantap cenderung lebih banyak berpartisipasi dari
pada yang dari kelompok sebaliknya.
5. Lama Tinggal
Lamanya tinggal seseorang dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi
seseorang. Semakin lama seseorang tinggal di lingkungannya, maka rasa memiliki
terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar
dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk ikut
berpartisipasi menurut Pangestu, 1995 (dalam Anggita, 2016), yaitu
20
20
1. Faktor Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia
menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat
yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka
yang dari kelompok usia lainnya.
2. Jenis Kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa
pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam
banyak masyarakat peranan perempuan yang utama adalah mengurus rumah
tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser
dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin
baik.
3. Pendidikan
Pendidikan dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap
lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan
seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan Penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan
menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan
pengahasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong
seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung
oleh suasana yang mapan dari segi perekonomiannya.
5. Lamanya Tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi
seseorang. Semakin lama tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki
terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat partisipasinya yang besar dalam
setiap kegiatan lingkungan tersebut.
21
21
1. Umur
Menurut Yasin, 2003 (dalam Nurjannah, Yulida dan Sayamar, 2015)
menyatakan bahwa penduduk yang memiliki umur berada pada kisaran 15-54
tahun termasuk ke dalam golongan umur produktif, sedangkan umur 0-14 tahun
dan >54 tahun termasuk kedalam golongan umur tidak produktif. Umur petani
yang masih tergolong produktif memungkinkan untuk mengadopsi suatu inovasi
baru sehingga kelompok bisa berkembang dan dinamis (Lestari, Yulida dan
Kausar, 2015). Toha dan Asmoro, 2009 (dalam Yani, 2013) bahwa usia 30–60
tahun termasuk masa pertengahan kedewasaan (middle age), pada rentang usia ini
manusia mencapai puncak interaksi dalam masyarakat.
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan formal dan pengetahuan anggota kelompok tani yang rendah
dapat mempengaruhi pola pikir, kemampuan dan wawasan petani serta
memungkinkan kelompok tani yang ada sulit untuk berkembang (Lestari, Yulida
dan Kausar, 2015). Umumnya orang yang berpendidikan tinggi di pedesaan
cenderung berperan dalam kehidupan sosial, sehingga sering terlibat dalam urusan
kemasyarakatan ( Yani, 2013).
3. Penerimaan
Penerimaan petani merupakan gambaran umum mengenai keadaan
perekonomian suatu rumah tangga. Luas lahan dan pekerjaan sampingan
mempengaruhi penerimaan anggota kelompok tani (Lestari, Yulida dan Kausar,
2015). Partisipasi masyarakat terutama golongan kurang mampu cukup tinggi,
baik dalam keikutsertaannya di dalam kelembagaan maupun dalam pengambilan
keputusan, hal ini disebabkan karena didapatkan manfaat baik secara ekonomi
maupun sosial (Hastuti, 2009).
4. Luas Lahan
Luas lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi
petani. Besar kecilnya lahan mempengaruhi penerimaan yang diperoleh dari
produk yang dihasilkan (Lestari, Yulida dan Kausar, 2015). Luasan lahan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Menurut Mardikanto
(2009), semakin luas lahan biasanya semakin cepat mengadopsi inovasi, karena
memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. Luas pemilikan lahan erat
22
22
hubungannnya dengan kesediaan petani untuk menerapkan teknologi (Faqih,
2011).
2.2.5.2 Faktor Eksternal
Partisipasi seseorang terhadap suatu kegiatan atau program, terdapat faktor
yang mempengaruhinya. Menurut Solekhan (2014) faktor eksternal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah peran stakeholders, kondisi sosial,
politik dan budaya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kurniantara dan
Pratikno, 2005 (dalam Anggita, 2016) yang menyatakan faktor eksternal dapat
dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti:
1. Kepemimpinan kepala desa, tipe kepemimpinan dan pola kepemimpinan
akan berpengaruh terhadap keikutsertaan petani dalam suatu program
2. Peranan organisasi lokal akan berpengaruh dalam pembangunan desa. Salah
satu lembaga organisasi desa adalah Lembaga Kemasyarakatan Desa
(LKMD) yang memiliki fungsi sebagai lembaga korporatis dan lembaga
untuk penyaluran aspirasi masyarakat.
3. Peranan pemerintah desa. Peranan pemerintah desa mengalami perubahan
pada masa sentralistik dan masa desentralistik. Pada masa otonomi desa,
pemerintah lebih mengembangkan pola hubungan yang fasilitatif dengan
memberikan ruang publik bagi masyarakat untuk berpartisipasi
Para local campion (orang/warga yang mempunyai atensi besar terhadap
program misalnya Kepala Desa, Ketua Kelompok Tani, Ketua Wanita Tani
(KWT), dan ketua PKK) di wilayah KRPL merupakan sinyal positif yang harus
sambut dan diperdayakan dengan baik (BPTP Jatim, 2012). Faktor eksternal
petani (penyuluhan, kelompok tani, dan akses informasi) memberikan pengaruh
nyata terhadap rendahnya partisipasi pengelolaan hutan rakyat. Penyuluhan dan
pertemuan kelompok kendati masih berlangsung relatif jarang, telah menjadi
sarana transfer pengetahuan bagi petani (Sudrajat, Hardjanto dan Sundawati,
2016).
Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh program pembangunan,
kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kondisi fisik geografis lingkungan.
Kondisi sosial ekonomi antara lain meliputi tingkat pendidikan, pendapatan,
kultur dan strata sosial dalam sistem kemasyarakatan. Program pembangunan
23
23
ialah kegiatan yang disusun dan direncanakan oleh pemerintah, berupa organisasi
masyarakat dan strategi kebijaksanaan. Kondisi fisik geografis lingkungan
misalnya waktu dan jarah tempuh, akses transportasi dan lain-lain. Tokoh
masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pimpinan desa/kelurahan merupakan
komponen yang sangat berpengaruh dalam menggerakkan partisipasi masyarakat
(Saptorini, 2003 dalam Kurniawan, Soemarno dan Purnomo, 2015).
2.2.6 Syarat Tumbuh Partisipasi
Partisipasi dapat terwujud jika struktur kelembagaan memungkinkan warga
untuk berpartisipasi dan memutuskan persoalan mereka sendiri, dan adanya
keterwakilan masyarakat secara proporsional di dalam setiap proses pengambilan
kebijakan atas nama kepentingan bersama. Oleh karena itu partisipasi masyarakat
harus didasarkan pada 1. Pembuatan keputusan 2. Penerapan keputusan 3.
Menikmati hasil dan 4. Evaluasi hasil (Solekhan, 2014).
Slamet, 1985 (dalam Mardikanto, 2009) menyatakan bahwa tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan
oleh 3 unsur pokok yaitu
1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Sedangakan Remiswal (2013) mengemukakan persyaratan bagi model
partisipasi yang menggairahkan masyarakat adalah
1. Pemikiran kreatif di kalangan pelaku pembangunan (pemerintah dan
masyarakat
2. Bertoleransi dan berfikir positif di kalangan para pelaksana atas kritikan
masyarakat bawah
3. Membudayakan sikap dan perilaku mengakui kesalahan dalam
merencanakan pembangunan daerah
4. Bekerja atas rancangan dasar skenario
5. Menciptakan sistem evaluasi pembangunan atas dasar kemampuan rakyat
untuk mandiri terhadap permasalahan dan solusinya.
24
24
2.2.7 Masalah-masalah Partisipasi
Soetrisno, 1995 (dalam Mardikanto, 2009) mengidentifikasi beberapa
masalah kaitannya dengan pengembangan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan yaitu
1. Masalah pertama dan terutama dalam pengembangan partisipasi masyarakat
adalah belum dipahaminya makna sebenarnya tentang partisipasi oleh pihak
perencana dan pelaksana pembangunan.
2. Masalah kedua adalah dengan dikembangkannya pembangunan sebagai
ideologi baru yang harus diamankan dengan dijaga ketat, mendorong aparat
pemerintah bersifat otoriter. Kondisi seperti itu dapat menimbulkan reaksi
balik berupa “budaya diam” yang pada gilirannya menumbuhkan
keengganan masyarakat untuk berpartisipasi karena dianggap “asal beda”
atau “waton suluyo”.
3. Masalah ketiga adalah banyaknya peraturan yang meredam keinginan
masyarakat untuk berpartisipasi.
Hal ini didukung oleh pendapat dari Remiswal (2013) yang mengemukakan
bahwa pelaksanaan partisipasi sering terkendala oleh hambatan struktural,
hambatan administratif dan hambatan sosial. Hambatan struktural dapat berbentuk
situasi politik negara seperti masalah ideologi yang tertutup, sistem politik yang
terpusat bukan desentralistik, tekanan di antara kebijakan yang diputuskan pusat
dan daerah, tekanan terhadap kebijakan ekonomi dan politik dan hukum yang
banyak aturan. Hambatan administratif terkait dengan sistem pemerintahan yang
sentralistik, maka sistem administrasinya pun terpusat. Akibatnya pengendalian
pengambilan keputusan, alokasi sumber dan informasi dan pengetahuan terpusat,
pencegah terjadinya keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam melakukan asisteni
administrasi. Termasuk pula perencanaan terpusat dapat melemahkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Hambatan sosial berkaitan dengan sikap mental
yang terjajah selama ini, terutama pada masyarakat di negara-negara berkembang.
Yang mana elit politik mendominasi wilayah pedesaan serta kurangnya partisipasi
perempuan dalam pembangunan
Apabila dikelompokkan paling tidak ada lima kendala dalam pelaksanaan
KRPL yakni sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, akses
25
25
teknologi, dan stake holders (BPTP Jatim, 2012). Berdasarkan data perkembangan
KRPL di masing-masing Kabupaten/Kota, telah dapat diidentifikasi atau direkam
kendala-kendala yang muncul terkait dengan SDM. Paling tidak ada empat
kendala antara lain: waktunya tidak cukup karena mempunyai lahan yang luas
selain di pekarangan, kekurangan tenaga kerja untuk memelihara tanaman/ternak,
motivasi menurun/jenuh, dan pengetahuan terbatas terhadap teknologi pertanian
tertentu (BPTP Jatim, 2012). Sejumlah kendala terkait masalah sosial, budaya dan
ekonomi masih dijumpai dalam program pemanfaatan lahan pekarangan,
diantaranya belum membudayanya budidaya pekarangan secara intensif, masih
bersifat sambilan dan belum berorientasi pasar, kurang tersedianya teknologi
budidaya spesifik pekarangan, serta proses pendampingan dari petugas yang
belum memadai (Ashari, Saptana dan Purwantini, 2012).
Mengatasi hambatan partisipasi, menurut Soetrisno, 1995 (dalam Remiswal,
2013) maka langkah awalnya adalah
1. Adanya dasar-dasar desentralisasi yang memperbesar peranan budaya lokal
dalam pembangunan
2. Adanya kerelaan-kerelaan berkorban bagi pembangunan.
2.2.8 Tipologi Partisipasi
Mardikanto (2009) mengemukakan ada 7 tipologi partisipasi yaitu
partisipasi pasif, informatif, konsultatif, insentif, fungsional, interaktif dan
mobilization. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tipologi
partisipasi tersebut.
Tabel 1. Tipologi Partisipasi
No Tipologi Karakteristik
1. Partisipasi
Pasif/Manipulatif
a. Masyarakat diberitahu apa yang sedang atau
telah terjadi
b. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek
tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat
c. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada
kalangan profesional di luar kelompok
sasaran
2. Partisipasi Informatif a. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan
26
26
penelitian
b. Masyarakat tidak diberi kesempatan untuk
terlibat dan mempengaruhi proses penelitian
c. Akurasi hasil penelitian tidak dibahas
bersama masyarakat
3. Partisipasi
Konsultatif
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara
berkonsultasi
b. Orang luar mendengarkan, menganalisis
masalah dan pemecahannya
c. Tidak ada peluang untuk pembuatan
keputusan bersama
d. Para profesional tidak berkewajiban untuk
mengajukan pandangan
e. Masyarakat (sebagai masukan) untuk
ditindaklanjuti
4. Partisipasi Insentif a. Masyarakat memberikan korbanan/jasanya
untuk memperoleh imbalan berupa
insentif/upah
b. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses
pembelajaran atau eksperimen-eksperimen
yang dilakukan
c. Masyarakat tidak memiliki andil untuk
melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah
insentif dihentikan
5. Partisipasi
Fungsional
a. Masyarakat membentuk kelompok untuk
mencapai tujuan proyek
b. Pembentukan kelompok (biasanya) setelah
ada keputusan-keputusan utama yang
disepakati
c. Pada tahap awal, masyarakat tergantung
kepada pihak luar, tetapi secara bertahap
menunjukkan kemandiriannya
27
27
6. Partisipasi Interaktif a. Masyarakat berperan dalam analisis untuk
perencanaan kegiatan dan pembentukkan atau
penguatan kelembagaan
b. Cenderung melibatkan metode interdisipliner
yang mencari keragaman perspektif dalam
proses belajar yang terstruktur dan sistemik
c. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol
atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan
mereka, sehingga memiliki andil dalam
keseluruhan proses kegiatan
7. Self Mobilization
(Mandiri)
a. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri
secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak
luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai
ynag mereka miliki
b. Masyarakat mengembangkan kontak dengan
lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan
bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang
diperlukan
c. Masyarakat memegang kendali atas
pemanfaatan sumberdaya yang ada atau
digunakan
2.3 Tinjauan tentang Program P2KP
Sejak tahun 2010 Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan
sesungguhnya telah melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) yang juga merupakan perwujudan dari Peraturan
Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang
ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya
Lokal. Peraturan tersebut merupakan acuan untuk mendorong upaya
penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal
28
28
serta kerja sama terintegrasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui
surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota
ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota
(Perbup/Perwalikota) (Juknis P2KP, 2016).
Sebagai bentuk keberlanjutan Gerakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal diimplementasikan
melalui kegiatan: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan
Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Sebelum tahun
2016 kegiatan ini dibiaya dari dana Bantuan Sosial, namun untuk tahun 2016
dibiayai dengan dana bantuan pemerintah. Melalui tiga kegiatan besar ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat untuk
membentuk pola konsumsi pangan yang baik (Juknis P2KP, 2016).
Secara umum tujuan program P2KP berdasarkan Juknis P2KP (2016),
adalah untuk menfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan
masyarakat yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) yang
diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH). Tujuan
Khusus Kegiatan P2KP antara lain
1. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber
pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan
sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.
2. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu
yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
3. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan pola konsumsi pangan B2SA serta mengurangi ketergantungan
terhadap bahan pangan pokok beras. Melalui program P2KP dimaksudkan
dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan nasional masyarakat
dikarenakan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang belum mencapai target
yaitu 95.
29
29
Mengacu pada tujuan di atas, menurut Juknis P2KP (2016) sasaran kegiatan
P2KP ialah:
1. Peningkatan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
2. Perkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber
karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan
lokal.
3. Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan pola
konsumsi pangan B2SA serta menurunnya tingkat ketergantungan
masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan pemanfaatan pangan
lokal.
Kegiatan P2KP tahun 2016 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai
berikut:
1. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Melalui Konsep KRPL di
dilaksanakan di 34 provinsi yang terdiri dari:
a. 2.873 desa lanjutan tahun 2015 di 256 kabupaten/kota
b. 2.012 desa baru tahun 2016 di 139 kabupaten/kota
2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan di 16
provinsi yang terdiri dari :
a. 26 kabupaten lanjutan tahun 2015
b. 3 kabupaten baru tahun 2016
3. Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan di 34 provinsi (Juknis P2KP,
2016).
Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator berikut:
1. Jumlah kelompok wanita yang berpartisipasi dalam pemanfaatan
pekarangan untuk penyediaan pangan keluarga yang B2SA
2. Jumlah usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan dan
penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal yang
dikembangkan
3. Jumlah provinsi yang berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan promosi
P2KP.
30
30
2.4 Tinjauan tentang Program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
melalui Konsep KRPL
2.4.1 Pengertian KRPL
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan
perumahan penduduk yang secara berama-sama mengusahakan pekarangannya
secara intensif untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan
dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga
setempat (Juknis P2KP, 2016).
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya
pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai
sumber pangan dan gizi keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan
berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga seperti aneka umbi,
sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk
ketersediaan pangan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein bagi
keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling berdekatan
sehingga akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan
yang diproduksi sendiri dari hasil optimalisasi pekarangan. Pendekatan
pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan
mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal
(local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Implementasi kegiatan
ini disebut Kawasan rumah Pangan Lestari (Juknis P2KP, 2016).
2.4.2 Tahapan KRPL
Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan dengan konsep
KRPL dilaksanakan dalam 2 (dua) tahapan yaitu
1. Tahap Penumbuhan
Tahap I (penumbuhan) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan dengan
konsep KRPL minimal beranggotakan 15 rumah tangga dengan kegiatan meliputi:
a. Sosialisasi pemanfaatan pekarangan melalui pendampingan dan pelatihan
b. Pembuatan demplot kelompok sebagai laboratorium lapangan
c. Pembuatan kebun bibit
d. Pengembangan pekarangan anggota
31
31
e. Pendampingan dan Penyuluhan pangan B2SA
2. Tahap Pengembangan
Tahap II (pengembangan) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
dengan konsep KRPL jumlah anggota telah bertambah atau lebih dari 15 rumah
tangga yang kegiatannya meliputi
a. Pengembangan demplot kelompok
b. Pengembangan kebun bibit desa
c. Pengembangan pekarangan anggota
d. Praktek/demonstrasi penyediaan menu B2SA
e. Pengolahan hasil KRPL
2.4.3 Kebun Bibit Desa
Kebun bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/difungsikan
sebagai tempat untuk pembibitan bagi kelompok. Kegiatan pembibitan
dimaksudkan untuk penyulaman atau penanaman kembali demplot kelompok
maupun pekarangan milik anggota dan masyarakat desa. Di setiap desa di bangun
kebun bibit untuk memasok kebutuhan bibit tanaman, ternak, atau ikan bagi
anggota kelompok dan masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan
(Juknis P2KP, 2016). Kebun bibit desa adalah jantung KRPL, menjadi tempat
produksi benih dan bibit untuk RPL dan kawasan (Kementerian Pertanian, 2012).
Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan
bibit terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk
ternak, unggas, ikan dan lainnya (Purwantini, Saptana dan Suharyono, 2012).
Keberadaan Kebun Bibit Desa (KBD) penting untuk keberlanjutan KPRL karena
pengadaan bibit tersebut sangat membantu dalam kelanggengan usaha tani di
pekarangan (Purwantini, Saptana dan Suharyono, 2012). Keberadaan KBD
dimaksudkan untuk menyediakan dan memasok kebutuhan benih ynag diperlukan
oleh masyarakat sekitar, mengembangkan sumber bibit/benih untuk menjaga
keberlanjutan pengelolaan pekarangan dan melestarikan tanaman lokal bagi
keperluan masa datang (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2014).
32
32
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
Ketahanan pangan adalah salah satu isu yang sering menjadi bahan kajian.
Demi mencapai ketahanan pangan nasional maka hal tersebut dapat dilakukan
dengan upaya diversifikasi pangan yang dimulai dari rumah tangga. Pemerintah
membuat program untuk dapat menanggulangi masalah pangan melalui Menteri
Pertanian yaitu program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP).
P2KP merupakan program pemerintah berlandaskan Peraturan Presiden
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Ditindaklanjuti oleh Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Program
P2KP terdiri dari 3 program di bawahnya yaitu (1) Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2)
Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan
Promosi P2KP.
Salah satu program P2KP yang dilaksanakan adalah Optimalisasi
Pemanfaatan Lahan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL). KRPL merupakan tindakan strategis dalam mengoptimalkan
pemanfaatan lahan pekarangan dan program pemberdayaan anggota KWT untuk
dapat memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga.
Salah satu pelaksana program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah KWT Dewi
Sartika di Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
KWT Dewi Sartika baru pertama kali mendapatkan program pertanian seperti
KRPL. KWT tersebut telah selesai melaksanakan tahapan penumbuhan dan
pengembangan. Keberhasilan program KRPL tidak lepas dari partisipasi anggota
KWT, maka penelitian di KWT Dewi Sartika Desa Petungsewu dilakukan untuk
mengetahui tingkat partisipasi KWT pada program KRPL.
33
33
Partisipasi adalah suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif
dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar
(ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang
mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
(pemantauan, evaluasi, pengawasan) serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang
dicapai (Mardikanto, 2009). Berdasarkan teori tersebut, maka di KWT Dewi
Sartika Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dilakukan untuk
mengetahui partisipasi anggota KWT pada setiap tahapan yang terdapat pada
program KRPL. Pada penelitian ini mengkaji mengenai partisipasi anggota KWT
dalam empat tahapan kegiatan yang ada pada program KRPL yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil.
Keikutsertaan anggota di berbagai kegiatan yang terdapat dalam suatu
program memiliki faktor yang berperan. Terdapat beberapa macam faktor yang
berperan dalam keikutsertaan anggota pada suatu kegiatan baik dari dalam
maupun luar diri anggota. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat adalah tingkat pendidikan, pekerjaan (mata pencaharian), usia, dan
lamanya tinggal (Nasution, 2009). Karakteristik responden individu; usia, status
perkawinan, tingkat pendidikan dan pendapatan memiliki hubungan yang
signifikan secara statistik dengan tingkat partisipasi dalam program (Kiseto,
2014). Faktor internal petani dibentuk secara nyata oleh variabel umur,
pendidikan, luas pemilikan hutan rakyat, dan pengalaman petani (Sudrajat,
Hardjanto dan Sundawati, 2016). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka untuk
mengetahui faktor internal yang berperan dalam partisipasi anggota KWT di Desa
Petungsewu adalah umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan
keluarga dan luas lahan pekarangan. Pemilihan faktor internal tersebut didasarkan
oleh kebutuhan penelitian serta didasarkan pada analisis kondisi lapang. Faktor
internal tersebut merupakan faktor yang dapat ikut berperan dalam partisipasi
anggota pada program KRPL.
Faktor eksternal merupakan faktor dari luar yang dapat berperan dalam
partisipasi seseorang. Faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat adalah peran stakeholders, kondisi sosial, politik dan budaya
(Solekhan, 2014). Para local campion (orang/warga yang mempunyai atensi besar
34
34
terhadap program misalnya Kepala Desa, ketua kelompok tani, ketua wanita tani
(KWT), dan ketua PKK) di wilayah KRPL merupakan sinyal positif yang harus
sambut dan diperdayakan dengan baik (BPTP Jatim, 2012). Berdasarkan teori dan
hasil penelitian tersebut, maka penelitian di KWT Dewi Sartika Desa Petungsewu
menggunakan faktor eksternal berupa peranan ketua kelompok wanita tani,
penyuluh pertanian, kepala desa, harga produk sayuran organik dan penggunaan
media komunikasi untuk mengetahui partisipasi anggota pada program. Faktor
eksternal tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan dan analisis kondisi lapang.
Penambahan media komunikasi bisa berupa alat komunikasi dan media sosial
yang dirasa perlu seiring dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan alur teori di atas dapat disimpulkan bahwa jika anggota KWT
tersebut mempunyai tingkat partisipasi yang tinggi dalam program KRPL maka
akan dapat mencapai tujuan dari program KRPL yaitu terwujudnya pola konsumsi
pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui optimalisasi
pemanfaatan lahan pekarangan. Secara skematis dapat dirumuskan kerangka
pemikiran partisipasi anggota KWT dalam program KRPL yang tersaji pada
Gambar 1.
35
35
Program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan melalui
konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal
Partisipasi
Anggota KWT
Implementasi KRPL
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Evaluasi
4. Pemanfaatan Hasil
Faktor Internal
1. Umur
2. Pendidikan
3. Jenis Pekerjaan
4. Pendapatan
keluarga
5. Luas Lahan
Pekarangan
Faktor Eksternal
1. Ketua KWT
2. Penyuluh Pertanian
3. Kepala Desa
4. Harga Produk
Sayuran Organik
5. Ketersediaan
Media komunikasi
(Hand Phone,
Telepon, SMS,
WA, BBM)
Keberhasilan program KRPL dengan terwujudnya pola konsumsi
pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Partisipasi Anggota KWT pada program KRPL
36
3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.2.1 Definisi Operasional
No Konsep Variabel Definisi Operasional
1.
Partisipasi anggota KWT
pada program KRPL
Partisipasi dalam perencanaan Partisipasi dalam perencanaan adalah keikutsertaan anggota
kelompok wanita tani pada tahap awal program KRPL.
Partisipasi pada tahap perencanaan meliputi
keikutsertaan/kehadiran dalam sosialisasi program,
persiapan pelatihan, penentuan lokasi kebun bibit desa dan
demplot, musyawarah kelompok wanita tani untuk membuat
Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA)
kelompok, penentuan jenis tanaman, penentuan sistem
pemupukan, penentuan sistem pengendalian hama dan
penyakit.
Partisipasi dalam pelaksanaan Partisipasi dalam pelaksanaan adalah keikutsertaan anggota
kelompok wanita tani pada pelaksanaan program KRPL
meliputi keikutsertaan rapat, pelatihan, pembuatan kebun
bibit desa, penerapan media tanam, penerapan jenis
tanaman, pembibitan, penanaman, pengambilan bibit,
perawatan, penerapan sistem pemupukan, penerapan sistem
pengendalian hama dan penyakit, panen di demplot,
37
pemasaran dan panen di pekarangan.
Partisipasi dalam Evaluasi Partisipasi dalam evaluasi adalah keikutsertaan anggota
dalam memberikan kritik dan saran, mengidentifikasi
masalah, evaluasi anggaran, evaluasi jenis tanaman dan
pelaporan kegiatan saat monev.
Partisipasi dalam pemanfaatan
hasil
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil adalah keikutsertaan
anggota dalam memanfaatan hasil berupa pemanfaatan
sarana, prasarana produksi dan pemanfaatan hasil panen
serta kepuasan rohani.
2. Faktor Internal Umur Umur adalah lamanya hidup anggota KWT yang terhitung
sejak lahir sampai dilakukannya penelitian yang dinyatakan
dalam tahun.
Pendidikan Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah
ditempuh anggota KWT responden dan merupakan
pendidikan terakhir yang dilalui anggota KWT.
Jenis pekerjaan Jenis pekerjaan adalah macam pekerjaan yang dimiliki
anggota KWT sebagai pekerjaan utama atau sampingan.
Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga merupakan tingkat pendapatan yang
diterima keluarga anggota (suami dan istri) KWT yang
dinyatakan dalam rupiah.
38
Luas lahan pekarangan Luas lahan pekarangan adalah jumlah luasan lahan
pekarangan yang dimiliki oleh anggota KWT dalam
program KRPL.
3. Faktor Eksternal Ketua KWT (Kelompok Wanita
Tani)
Ketua KWT (Kelompok Wanita Tani) merupakan pemimpin
yang berperan dalam program KRPL dilihat dari
keikutsertaan dan motivasi kepada anggota setiap adanya
kegiatan.
Penyuluh Pertanian Penyuluh pertanian adalah penyuluh dari UPT BP Dau yang
bertugas untuk memberikan pengarahan, pembinaan, dan
penyuluhan dalam program KRPL di Desa Petungsewu,
Dau, Malang.
Kepala desa Kepala desa adalah pimpinan tertinggi dalam pemerintahan
Desa Petungsewu, Dau, Malang.
Harga produk sayuran organik Harga produk sayuran organik adalah sejumlah uang yang
harus dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan produk
sayuran organik hasil program KRPL.
Ketersediaan media komunikasi Ketersediaan media komunikasi adalah penggunaan alat
komunikasi handphone untuk telepon, SMS, WA
(WhatssApp) atau BBM pada program KRPL.
39
39
3.2.2 Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan skala likert untuk mengukur tanggapan anggota
KWT, yaitu dengan memberikan jawaban untuk satu pertanyaan. Skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Ardial, 2013). Variabel yang diukur
untuk mengetahui partisipasi anggota terdiri dari 4 variabel yang diperoleh dari
tahapan dalam program KRPL. Tahapan tersebut adalah tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Masing-masing variabel
memiliki indikator yang berupa kegiatan real di lapang. Dari setiap indikator
terdapat beberapa macam jawaban yang masing-masing jawaban memiliki skor.
Untuk dapat mengetahui partisipasi anggota, peneliti perlu mengukur keterlibatan
anggota dalam setiap kegiatan. Jawaban dari pertanyaan tersebut diberikan skor
(skoring). Skor tersebut bernilai satu sampai tiga. Sistem skor dengan skala Likert
adalah:
1. Apabila jawaban responden (A) diberi skor 3 yang menunjukkan nilai
tertinggi.
2. Apabila jawaban responden (B) diberi skor 2 yang menunjukkan nilai sedang.
3. Apabila jawaban responden (C) diberi skor 1 yang menunjukkan nilai rendah.
Tabel 2. Pengukuran Variabel Partisipasi Anggota KWT dalam Program KRPL
No Indikator Skor
I. Perencanaan Kegiatan
1. Keikutsertaan anggota dalam sosialisasi dari BKP3 untuk
membahas program KRPL
a. Hadir dan aktif bertanya dalam kegiatan sosialisasi
b. Hadir namun tidak aktif bertanya dalam kegiatan
sosialisasi
c. Tidak hadir dalam kegiatan sosialisasi
3
2
1
2. Keikutsertaan anggota dalam pertemuan KWT bersama BKP3
untuk persiapan KRPL
a. Hadir dan aktif bertanya dalam pertemuan
b. Hadir namun tidak aktif bertanya dalam pertemuan
3
2
40
40
c. Tidak hadir dalam pertemuan 1
3. Keikutsertaan anggota dalam persiapan pelatihan pembuatan
pupuk cair
a. Hadir dan ikut mencari bahan untuk pelatihan
pembuatan pupuk cair
b. Hadir dan tidak ikut mencari bahan untuk pelatihan
pembuatan pupuk cair
c. Tidak hadir
3
2
1
4. Keikutsertaan anggota dalam persiapan pelatihan pembuatan
pestisida nabati
a. Hadir dan ikut mencari bahan untuk pelatihan
pembuatan pestisida nabati
b. Hadir dan tidak ikut mencari bahan untuk pelatihan
pembuatan pestisida nabati
c. Tidak hadir
3
2
1
5. Keikutsertaan dalam pengambilan keputusan penentuan lokasi
kebun bibit desa
a. Terlibat dan memberikan ide penentuan lokasi kebun
bibit desa
b. Terlibat namun tidak memberikan ide penentuan
lokasi kebun bibit desa
c. Tidak terlibat
3
2
1
6 Keikutsertaan dalam pengambilan keputusan penentuan lokasi
demplot
a. Terlibat dan memberikan ide penentuan lokasi
demplot
b. Terlibat namun tidak memberikan ide penentuan
lokasi demplot
c. Tidak terlibat
3
2
1
7. Keikutsertaan dalam pengambilan keputusan pembuatan
Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA)
program KRPL (pembuatan kebun bibit, demplot dan
41
41
pemanfaatan pekarangan kelompok seperti bambu, benih, pot
try, polybag, paku, kawat, terpal, dll)
a. Terlibat dan memberikan ide macam kebutuhan
program KRPL
b. Terlibat namun tidak memberikan ide macam
kebutuhan program KRPL
c. Tidak terlibat
3
2
1
8. Keikutsertaan anggota dalam penentuan media tanam yang
digunakan
a. Berdasarkan ide dari anggota
b. Berdasarkan kesepakatan anggota dan penyuluh
c. Berdasarkan anjuran penyuluh
3
2
1
9. Keikutsertaan anggota dalam penentuan jenis tanaman yang
akan ditanam
a. Berdasarkan ide dari anggota
b. Berdasarkan kesepakatan anggota dan penyuluh
c. Berdasarkan anjuran penyuluh
3
2
1
10. Keikutsertaan dalam penentuan sistem pemupukan pada
tanaman
a. Berdasarkan ide dari anggota
b. Berdasarkan kesepakatan anggota dan penyuluh
c. Berdasarkan anjuran penyuluh
3
2
1
11. Keikutsertaan dalam penentuan sistem pengendalian hama
dan penyakit pada tanaman
a. Berdasarkan ide dari anggota
b. Berdasarkan kesepakatan anggota dan penyuluh
c. Berdasarkan anjuran penyuluh
3
2
1
42
42
II. Pelaksanaan Kegiatan Skor
1. Keikutsertaan anggota dalam rapat KWT membahas program
KRPL
a. Sering (>2 kali selama program berjalan)
b. Jarang ( 1-2 kali selama program berjalan)
c. Tidak pernah mengikuti
3
2
1
2. Keikutsertaan anggota dalam pelatihan teknik budidaya
agrokompleks (ikan lele)
a. Hadir dan aktif bertanya
b. Hadir dan tidak aktif bertanya
a. Tidak hadir
3
2
1
3. Keikutsertaan anggota dalam pelatihan pembuatan pupuk cair
a. Hadir dan ikut mencoba membuat pupuk cair
b. Hadir dan tidak ikut mencoba membuat pupuk cair
c. Tidak hadir
3
2
1
4. Keikutsertaan anggota dalam pelatihan pembuatan pestisida
nabati
a. Hadir dan ikut mencoba membuat pestisida nabati
b. Hadir dan tidak ikut mencoba membuat pestisida
nabati
c. Tidak hadir
3
2
1
5. Keikutsertaan anggota dalam membuat Kebun Bibit Desa
(KBD)
a. Hadir dan ikut membuat Kebun Bibit Desa (KBD)
b. Hadir namun tidak ikut serta membuat Kebun Bibit
Desa (KBD)
c. Tidak hadir
3
2
1
6. Keikutsertaan anggota dalam penerapan media tanam yang
digunakan
a. Sesuai kesepakatan pada perencanaan program
b. Sebagian dari kesepakatan pada perencanaan program
c. Tidak sesuai dari kesepakatan pada perencanaan
3
2
1
43
43
program
7. Keikutsertaan anggota dalam penerapan jenis tanaman yang
akan ditanam
a. Sesuai rencana di awal program dan inisiatif
menambah jenis tanaman sendiri
b. Sebagian dari rencana di awal program dan inisiatif
menambah jenis tanaman sendiri
c. Sebagian dari rencana di awal program dan tidak ada
inisiatif menambah jenis tanaman sendiri
3
2
1
8. Keikutsertaan anggota dalam pembibitan tanaman di KBD
a. Sering (>2 kali)
b. Jarang (1-2 kali)
c. Tidak pernah
3
2
1
9. Keikutsertaan anggota dalam menanam bibit di KBD
a. Sering (>2 kali)
b. Jarang (1-2 kali)
c. Tidak pernah
3
2
1
10. Keikutsertakan anggota dalam pengambilan bibit di KBD
a. Hadir dan ikut mengambil bibit (>2 kali)
b. Hadir dan ikut mengambil bibit (1-2 kali)
c. Tidak hadir
3
2
1
11. Keikutsertaan dalam melaksanakan perawatan di Kebun Bibit
Desa (KBD) dan demplot
a. Sering (>3 kali)
b. Jarang (1-3 kali)
c. Tidak Pernah
3
2
1
12. Keikutsertaan dalam penerapan sistem pemupukan pada
tanaman
a. Sesuai anjuran menggunakan organik
b. Sebagian dari anjuran menggunakan organik
c. Tidak sesuai anjuran menggunakan organik
3
2
1
13. Keikutsertaan dalam penerapan sistem pengendalian hama
44
44
dan penyakit pada tanaman
a. Sesuai anjuran menggunakan organik
b. Sebagian dari anjuran menggunakan organik
c. Tidak sesuai anjuran menggunakan organik
3
2
1
14. Keikutsertaan dalam melaksanakan pemanenan tanaman di
demplot
a. Sering (>3 kali)
b. Jarang (1-3 kali)
c. Tidak Pernah
3
2
1
15. Keikutsertaan dalam melaksanakan pemasaran sayuran
organik hasil tanaman di demplot
a. Sering (>3 kali)
b. Jarang (1-3 kali)
c. Tidak Pernah
3
2
1
16. Keikutsertaan dalam melaksanakan pemanenan tanaman di
pekarangan
a. Aktif melaksanakan pemanenan untuk dikonsumsi dan
dijual
b. Aktif melaksankan pemanenan untuk dikonsumsi dan
tidak untuk dijual
c. Tidak aktif melaksanakan pemanenan
3
2
1
III. Evaluasi Kegiatan Skor
1. Terlibat dalam pemberian kritik dan saran
a. Terlibat dan ikut memberikan kritik dan saran
b. Terlibat dan ikut memberikan kritik namun tidak
memberikan saran
c. Tidak terlibat
3
2
1
2. Terlibat dalam mengidentifikasi masalah
a. Terlibat dan ikut aktif dalam mengidentifikasi masalah
b. Terlibat namun tidak ikut aktif dalam mengidentifikasi
masalah
c. Tidak terlibat
3
2
1
45
45
3. Terlibat dalam evaluasi anggaran yang sudah digunakan
a. Terlibat dan ikut aktif mengevaluasi anggaran yang
sudah digunakan
b. Terlibat namun tidak ikut aktif mengevaluasi anggaran
yang sudah digunakan
c. Tidak terlibat
3
2
1
4. Terlibat dalam evaluasi jenis tanaman yang ditanam
a. Terlibat dan ikut aktif mengevaluasi jenis tanaman
yang sudah ditanam
b. Terlibat namun tidak ikut aktif dalam mengevaluasi
jenis tanaman yang sudah ditanam
c. Tidak terlibat
3
2
1
5. Terlibat dalam pertemuan pelaporan kegiatan saat monev dari
BKP3
a. Terlibat dan ikut aktif menjawab pertanyaan dalam
pelaporan kegiatan
b. Terlibat namun tidak aktif menjawab pertanyaan
dalam pelaporan kegiatan
c. Tidak terlibat
3
2
1
IV Pemanfaatan Hasil
1. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa polybag
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan polybag
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan
polybag
c. Tidak mendapatkan polybag
3
2
1
2. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa benih
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan benih
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan benih
c. Tidak mendapatkan benih
3
2
1
3. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
46
46
produksi berupa bibit
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan bibit dari
KBD
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan bibit
dari KBD
c. Tidak mendapatkan bibit dari KBD
3
2
1
4. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa media tanam
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan media
tanam
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan media
tanam
c. Tidak mendapatkan media tanam
3
2
1
5. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa agens hayati
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan agens
hayati
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan agens
hayati
c. Tidak mendapatkan agens hayati
3
2
1
6. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa pupuk cair
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan pupuk cair
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan pupuk
cair
c. Tidak mendapatkan pupuk cair
3
2
1
7. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa pupuk bokashi
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan pupuk
bokashi
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan pupuk
bokashi
3
2
47
47
c. Tidak mendapatkan pupuk bokashi 1
8. Keikutsertaan dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi berupa sprayer
a. Mendapatkan dan ikut serta menggunakan sprayer
b. Mendapatkan tapi tidak ikut serta mengunakan sprayer
c. Tidak mendapatkan sprayer
3
2
1
9. Keikutsertaan dalam menikmati hasil panen yang didapat dari
tanaman yang dibudidayakan
a. Ikut serta dan puas dengan hasil panen yang didapat
b. Ikut serta namun kurang puas dengan hasil panen yang
didapat
c. Tidak ikut serta menikmati hasil panen
3
2
1
10. Keikutsertaan merasakan kepuasan rohani melalui keindahan
tanaman
a. Ikut serta dan puas secara rohani dari keindahan
tanaman yang ditanam
b. Ikut serta namun kurang puas secara rohani dari
keindahan tanaman yang ditanam
c. Tidak ikut serta merasakan kepuasan rohani dari
keindahan tanaman yang ditanam
3
2
1
Skor Maksimal 126
Skor Minimal 42
Tabel 3. Pengukuran Variabel Indikator Faktor Eksternal terhadap Partisipasi
dalam Program KRPL
No Indikator Skor
Faktor Eksternal
1. Peranan ketua Kelompok Wanita Tani dalam program
KRPL (ikut aktif dalam setiap kegiatan, mengajak
anggota ikut rapat, mengajak perawatan di KBD dan
demplot)
48
48
a. Sangat berperan (3 indikator)
b. Berperan (hanya 2 dari indikator di atas)
c. Kurang berperan ( hanya 1 dari indikator di atas)
3
2
1
2. Peranan penyuluh pertanian dalam program KRPL
(Membimbing dalam teknis budidaya, membimbing
kelengkapan administratif dalam program, melakukan
kunjungan rutin, memberikan informasi dan inovasi
teknologi kepada anggota serta memberikan solusi
terhadap masalah yang dihadapi KWT)
a. Sangat berperan (>3 indikator)
b. Berperan (Hanya 2 -3 dari indikator di atas)
c. Kurang berperan (Hanya 1 dari indikator di atas)
3
2
1
3. Jenis Pekerjaan yang ditekuni anggota KWT (berkaitan
dengan banyak waktu yang dimiliki untuk dapat
berpartisipasi dalam program)
a. Ibu rumah tangga (cukup banyak waktu yang
diluangkan pada kegiatan KRPL)
b. Ibu rumah tangga dan 1 pekerjaan sampingan
(waktu tidak hanya dicurahkan pada kegiatan
KRPL)
c. Ibu rumah tangga dan 2 pekerjaan sampingan
(waktu dicurahkan pada tugas di tempat kerja)
3
2
1
4. Peranan harga produk sayuran organik hasil program
KRPL
a. Sangat berperan (Mampu menutupi biaya
produksi dan mendapatkan keuntungan)
b. Berperan (Mampu menutupi biaya produksi
namun tidak mendapatkan keuntungan)
c. Kurang berperan (tidak mampu menutupi biaya
produksi)
3
2
1
5. Peranan Media komunikasi (penggunaan Handphone)
dalam setiap kegiatan pada program KRPL (telpon, sms,
49
49
WA, dan BBM)
a. Memiliki dan menggunkan Handphone dalam
kegiatan KRPL ( >2 dari 4 indikator di atas)
b. Memiliki dan menggunkan Handphone dalam
kegiatan KRPL (1-2 dari 4 indikator di atas)
c. Tidak memiliki Handphone
3
2
1
Skor Maksimal 81
Skor Minimal 27
50
50
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan pada penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah
(2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Jenis penelitian yang ada pada penelitian ini
adalah penelitian deskriptif. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989)
menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian untuk mengukur dengan
cermat terhadap fenomena sosial tertentu, peneliti mengembangkan konsep dan
menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian. Menurut Ardial (2013)
menyatakan bahwa penelitian dekriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan
jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit
yang diteliti.
4.2 Penentuan lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika Desa
Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan:
1. Rekomendasi dari penyuluh bahwa di Desa Petungsewu adalah salah satu
desa yang ditunjuk untuk menyukseskan program KRPL.
2. Desa Petungsewu terdapat Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika yang aktif
dan sudah menjalankan Program KRPL sampai tahap pengembangan.
Pelaksanaan Program KRPL sudah dilakukan mulai bulan Juli tahun 2015.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2017.
1.3 Teknik Penentuan Responden
Metode penentuan responden dilakukan dengan metode sensus dan
purposive sampling.
1. Anggota KWT yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika
yang mengikuti program KRPL berjumlah 27 orang berdasarkan data yang
51
51
diperoleh dari ketua KWT Dewi Sartika. Metode penentuan responden
menggunakan metode sensus.
Sensus adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan meneliti terhadap
setiap anggota populasi satu persatu (Subagyo, 2012). Sensus dilakukan
untuk meneliti seluruh unsur populasi dan mudah dilakukan jika jumlah
populasi terbatas (Ardial, 2013). Informasi pada sensus dikumpulkan dari
seluruh populasi (Singarimbun dan Effendi, 1989).
2. Key Informan yang terdiri atas penyuluh pertanian dan pengurus KWT
Dewi Sartika yang lebih mengerti terkait pelaksanaan program KRPL.
Pengurus KWT Dewi Sartika terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
Metode penentuan key informan yaitu menggunakan Purposive sampling.
Purposive sampling adalah penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja
(Ardial, 2013). Purposive sampling adalah pemilihan sekelompok subjek
didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut
yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya, dengan kata lain unit
sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang
diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Zuriah, 2007).
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan
di lokasi penelitian atau objek penelitian (Ardial, 2013). Data sekunder adalah
data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah
tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2010).
1. Data Primer
Data primer pada penelitian Program KRPL adalah data yang diperoleh
secara langsung dari KWT Dewi Sartika di Desa Petungsewu, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang, Jawa timur dengan cara wawancara dan observasi. Selain itu,
didukung dengan dokumentasi. Dokumentasi digunakan sebagai alat perekam
kegiatan selama menjalankan penelitian. Dokumentasi terwujud dalam bentuk
gambar dan rekaman suara. Teknik dokumentasi digunakan untuk mendukung
52
52
dari hasil wawancara dan observasi. Berikut akan dijelaskan teknik wawancara
dan observasi untuk mendapatkan sumber data primer.
a. Wawancara
Wawancara adalah satu dari sekian teknik pengumpulan data yang
pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung dengan yang diwawancarai dan
dapat juga secara tidak langsung (Ardial, 2013). Wawancara pada penelitian ini
dilakukan secara tatap muka langsung dengan responden. Penggalian informasi
dari 27 responden anggota KWT dan 1 penyuluh pertanian dengan instrumen
penelitian berupa kuisioner. Kuisioner berisi pertanyaan-pertanyaan tertulis dan
alternatif jawabannya, selain itu terdapat pertanyaan terbuka juga. Data primer
melalui wawancara yaitu meliputi karakteristik anggota KWT dan penyuluh
pertanian, implementasi program KRPL, partisipasi anggota pada program KRPL,
faktor internal dan eksternal yang ikut berperan dalam partisipasi anggota pada
program KRPL. Teknik wawancara ini ditujukan kepada seluruh responden yang
diteliti dan penyuluh pertanian. Pelaksanaan teknis wawancara adalah
- Kuisioner yang memegang adalah peneliti agar responden tidak mengalami
kebingungan dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam
kuisioner.
- Pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka agar responden memberikan jawaban
sesuai dengan pengetahuan dan pandangannya.
- Setiap jawaban dari responden diklasifikasi sendiri oleh peneliti masuk dalam
kategori jawaban yang mana.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu
benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku (Faisal, 2001). Observasi adalah
pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean serangkaian perilaku dan
suasana yang berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan
empiris (Ardial, 2013). Observasi berguna untuk menjelaskan, memberikan dan
merinci gejala yang terjadi (Ardial, 2013). Observasi dilakukan untuk
mendapatkan data primer dan memberikan data-data tambahan untuk melengkapi
data-data yang diperoleh dari metode wawancara. Peneliti melakukan observasi
partisipan yaitu dengan mengikuti kegiatan seperti penanaman, perawatan dan
53
53
pemanenan yang ada di demplot dan kebun bibit desa (KBD). Peneliti juga
melakukan observasi non partisipan yaitu dengan melakukan pengamatan
tanaman yang dibudidayakan di demplot, kebun bibit desa dan masing-masing
pekarangan anggota.
2. Data Sekunder
Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer. Data diperoleh dari
berbagai pustaka, literatur, selain itu data sekunder didapatkan dari arsip dokumen
maupun dokumentasi yang dimiliki oleh KWT Dewi Sartika dan Penyuluh
Pertanian Petungsewu.
4.5 Teknik Analisis Data
4.5.1 Analisis Deskriptif
Analisis data kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif model interaktif
yang dikemukakan oleh Miles, Huberman dan Saldana. Analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif sampai jenuh (tidak diperoleh data atau informasi
baru). Analisis data kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan nomor satu. Miles, Huberman dan Saldana (2014) menyatakan bahwa
analisis dilakukan melalui tiga arus aktivitas bersamaan yaitu kondensasi data,
display data (tampilan data) dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif dari Miles,
Huberman dan Saldana (2014)
Sumber : Miles, Huberman dan Saldana (2014)
Pengumpulan
Data
Kondensasi
Data
Display Data
Kesimpulan/
verifikasi
54
54
Berikut akan dijelaskan tahapan analisis data kualitatif
1. Kondensasi Data
Kondensasi data merujuk pada proses memilih, memfokusan,
menyederhanakan, mengabstrakan, dan mentransformasikan data yang mendekati
keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkrip
wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya. Melalui
kondensasi data, membuat data lebih kuat. Kondensasi data terjadi terus menerus
sepanjang penelitian yang berorientasi kualitatif. Kondensasi data adalah bentuk
analisis yang mempertajam, memilah, memfokuskan, membuang, dan mengatur
data sedemikian rupa sehingga kesimpulan "akhir" dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Display Data (Tampilan Data)
Aliran arus aktivitas analisis kedua adalah tampilan data. Secara umum,
tampilan adalah kumpulan informasi yang disusun dan diatur yang
memungkinkan membuat kesimpulan dan tindakan. Melihat tampilan membantu
kita memahami apa yang sedang terjadi dan melakukan sesuatu, baik menganalisis
lebih jauh atau mengambil tindakan berdasarkan pemahaman itu. Tampilan data
pada penelitian ini berupa tabel dan diagram. Semua dirancang untuk
mengumpulkan informasi terorganisir menjadi bentuk yang mudah diakses dan
ringkas sehingga dapat melihat apa yang terjadi dan menarik kesimpulan yang
benar atau beralih ke langkah analisis selanjutnya.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan "Final" mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data selesai,
tergantung pada ukuran kumpulan catatan lapangan, metode pengkodean,
penyimpanan, dan pengambilan yang digunakan, kecanggihan peneliti dan tenggat
waktu yang diperlukan untuk dipenuhi. Kesimpulan juga diverifikasi sebagai hasil
analis dengan melihat kembali catatan lapang secara singkat atau menyeluruh dan
terperinci. Pada penelitian ini analisis yang dilakukan selama pengumpulan data
dan sesudah pengumpulan data digunakan untuk menarik kesimpulan.
4.5.2 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif menggunakan analisis skala likert. Data
kuantitatif bermanfaat bagi pengembangan analisis data kualitatif, dan
55
55
penggunaan data kuantitatif untuk mempertajam serta sekaligus memperkaya
analisis kualitatif (Bungin, 2003). Menurut Sugiyono (2008), statistik deskriptif
adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Statistika deskriptif adalah bagian statistika yang kegiatannya
mengenai pengumpulan data, penyajian, penentuan nilai-nilai statistika,
pembuatan diagram atau gambar mengenai sesuatu hal, di sini data hanya
disajikan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami atau dibaca (Subagyo, 2012).
Skala dan indeks sikap biasanya menghasilkan ukuran yang interval, karena itu
ukuran interval merupakan salah satu ukuran yang paling sering dipakai dalam
penelitian sosial (Singarimbun dan Effendi, 1989). Skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial (Ardial, 2013). Pada penelitian ini skala likert digunakan untuk
mengetahui tingkat partisipasi petani pada program dan faktor yang berperan
dalam partisipasi dengan mendeskripsikan data rata-rata hasil penelitian. Analisis
data kuantitatif pada penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan nomor dua
dan tiga. Penjelasan dan perhitungan dengan menggunakan analisis skala likert.
Skala likert pada penelitian ini dilakukan untuk memberikan skor pada
setiap jawaban responden. Skor yang diberikan dibagi 3 kategori yaitu kategori 1
tinggi mendapat nilai 3, kategori sedang mendapat nilai 2 dan kategori rendah
mendapat nilai 1. Analisis skala likert dilakukan untuk mengukur tingkat
partisipasi anggota KWT dan mengetahui faktor internal, ekternal yang berperan
dalam partisipasi anggota KWT pada program KRPL di Desa Petungsewu,
Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Kumpulan data yang telah didapatkan
kemudian diberi skor atau dinilai. Terdapat tahapan dalam penentuan nilai atau
skoring. Analisis skoring menggunakan pengukuran dengan skala likert yang
meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Menentukan banyaknya selang kelas
Selang kelas yang digunakan dengan membagi populasi menjadi tiga kelas
yaitu tinggi yang diberi nilai tiga, sedang diberi nilai dua dan rendah yang diberi
nilai satu.
56
56
b. Menentukan Kisaran
Kisaran adalah selisih antara pengamatan tertinggi dengan pengamatan
terendah. Kisaran diperoleh melalui rumus:
R = Xt – Xr
Keterangan: R = Kisaran
Xt = Nilai pengamatan tertinggi
Xr = Nilai pengamatan terendah
b. Menentukan Selang Kelas
Selang kelas adalah jarak atau besarnya nilai antara kelas yang telah
ditemukan. Besarnya selang kelas diperoleh dengan rumus sebagai beikut:
I = R/K
Keterangan: I = Selang kelas
R = Kisaran
K = Banyaknya Kelas
Tabel 4. Penentuan Skoring
No Variabel Kisaran Selang
Kelas Kategori
1. Tingkat Partisipasi
a. Perencanaan R = Xt – Xr
= 33 – 11
= 22
I = R/K
= 22/3
= 7,3
Rendah = 11–18,3 ( 33,33%–55,45%)
Sedang = 18,4–25,7 (55,46%–77,58%)
Tinggi = 25,8–33 (77,59%–100%)
b. Pelaksanaan R = Xt – Xr
= 48 – 16
= 32
I = R/K
= 32/3
= 10,67
Rendah = 16–26,67 ( 33,33%–55,55%)
Sedang = 26,68–37,35 (55,56%–77,78%)
Tinggi = 37,36–48 (77,79%–100%)
c. Evaluasi R = Xt – Xr
= 15 – 5
= 10
I = R/K
= 10/3
= 3,3
Rendah = 5–8,3 (33,33%–55,33%)
Sedang = 8,4–11,7 (55,34%-77,34%)
Tinggi = 11,8–15 (77,35%-100%)
d. Pemanfaatan
Hasil
R = Xt – Xr
= 30 – 10
= 20
I = R/K
= 20/3
= 6,67
Rendah = 10–16,67 (33,33%–55,56%)
Sedang = 16,68–23,35(55,57%–77,80%)
Tinggi = 23,36-30 (77,81%–100%)
57
57
e. Keseluruhan R = Xt – Xr
= 126–42
= 84
I = R/K
= 86/3
= 28
Rendah = 42–71 (33,33%–55,55%)
Sedang = 71,01–99,01 (55,56%–77,78%)
Tinggi = 99,02-126 (77,79–100%)
2. Faktor Eksternal R = Xt – Xr
= 81 – 27
= 54
I = R/K
= 54/3
= 18
Rendah = 27–45 (33,33%–55,55%)
Sedang = 45,01–63,01 (55,56%-77,78%)
Tinggi = 63,02–81 (77,79%-100%)
4.6 Keabsahan Data
Menurut Bungin (2003) menyatakan bahwa terdapat kriteria utama guna
menjamin keabsahan hasil penelitian kualitatif yaitu seperti menggunakan
triangulasi baik triangulasi metode maupun triangulasi sumber data. Keabsahan
hasil pada penelitian ini menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber.
1. Triangulasi metode yaitu menggunakan lintas metode pengumpulan data
(Bungin, 2003). Lintas metode pengumpulan data pada penelitian ini
melalui wawancara dan observasi serta didukung dengan dokumentasi.
2. Triangulasi sumber data yaitu memilih berbagai sumber data yang sesuai.
Triangulasi sumber adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui
berbagai sumber untuk memperoleh data (Sukriman, 2015). Berbagai
sumber data mulai dari sumber data primer (semua anggota KWT Dewi
Sartika dan penyuluh pertanian) maupun sumber data sekunder. Triangulasi
sumber dilakukan dengan membandingkan (mengecek ulang) informasi
yang diperoleh melalui sumber yang berbeda.
Melalui penggunaan teknik triangulasi maka diperoleh informasi seluas-
luasnya atau selengkap-lengkapnya.
58
58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum
5.1.1 Deskripsi Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika
Gambaran umum dari Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika sebelum
mendapatkan program KRPL hingga melaksanakan program KRPL akan
dijelaskan sebagai berikut
a. Nama Kelompok Tani : Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika
b. Alamat : RT 12 / RW 03 Desa Petungsewu
c. Dusun : Petungsewu
d. Desa : Petungsewu
e. Kecamatan : Dau
f. Kabupaten : Malang
g. Tahun didirikan : 2014
KWT Dewi Sartika didirikan pada bulan Oktober tahun 2014, awal
berdirinya Kelompok Wanita Tani dari kumpulan ibu-ibu PKK. Kemudian ada
tawaran dari penyuluh Petungsewu yang pada saat itu masih Bapak Suliana untuk
mendirikan Kelompok Wanita Tani. Pada awal berdiri hanya memiliki 8 anggota
yang semuanya juga tergabung dalam kelompok ibu-ibu PKK. Kantor sekretariat
berlokasi di Dusun Petungsewu, Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang. Kantor sekretariat menggunakan rumah dari ketua Kelompok Wanita
Tani yaitu rumah Ibu Umi di RT 12 RW 03 Petungsewu. Saat ini jumlah
anggotanya sebanyak 27 orang termasuk dengan pengurus KWT nya yang resmi
ikut dalam KWT dan mendapatkan program KRPL.
Sebelum mendapatkan program KRPL, KWT Dewi Sartika telah memiliki
bekal seperti pernah melaksanakan pelatihan membuat bokashi, membuat susu
olahan kefir, membuat yogurt dan budidaya sayur di polybag. Anggota KWT
Dewi Sartika juga pernah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan pembuatan
pupuk dari sampah organik dari dosen dan mahasiswa Universitas Malang. Selain
itu, juga mendapatkan pelatihan pemanfaatan sampah anorganik menjadi barang
yang bernilai ekonomis dari mahasiswa Universitas Malang. Kegiatan tersebut
59
59
perlu dilakukan sebagai rintisan dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Dewi
Sartika Desa Petungsewu, Dau.
Sampai saat ini belum ada penambahan jumlah anggota KWT lagi.
Pengurus KWT merasa ingin menerima anggota baru akan tetapi dengan syarat
harus dapat berpartisipasi pada setiap kegiatan KRPL. Anggota baru tidak hanya
menginginkan mendapatkan saprodi untuk menanam di lahan pekarangan karena
melalui adanya partisipasi maka tujuan dari program KRPL dapat tercapai.
Anggota KWT yang tergabung mendapatkan manfaat dari kegiatan yang
dijalankan dalam KWT mulai dari sebelum mendapatkan program KRPL hingga
mendapatkan program KRPL.
5.1.2 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika Desa Petungsewu
Kecamatan Dau, Kabupaten Malang sebagai berikut:
Pembina/Penasehat : 1. Kepala Desa Petungsewu
2. Kepala UPT BP Kecamatan Dau
3. PPL Desa Petungsewu
Gambar 3. Struktur Organisasi Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika
Sumber: Data Sekunder, 2017 (Diolah)
Keterangan tugas secara umum
a. Ketua KWT : bertanggung jawab memimpin KWT.
Ketua
Umi Kalsum
Sekretaris
Yuli Marawati
Bendahara
Khoriamah
Sie Pertanian
Misriati
Sie Olahan Pangan
Winariasih
Sie Perikanan
Pranti
Sie Kemitraan
Ria Susanti
Sie Inventaris
Sujiati
Sie Pemanenan
Eva Nur C.
Anggota
60
60
b. Sekretaris : bertanggung jawab atas kelengkapan administrasi KWT, seperti
buku kegiatan, buku notulen, buku daftar hadir, dan buku daftar tamu.
c. Bendahara : bertanggung jawab mengatur aliran keungan kelompok dan
bertanggung jawab atas kelengkapan buku kas.
d. Sie olahan pangan : bertanggung jawab mengkoordinir pembuatan olahan
pangan.
e. Sie pertanian : bertanggung jawab mengkoordinir kegiatan seperti pembibitan,
penanaman, penyiangan, perawatan, pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman yang ada di KBD dan Demplot.
f. Sie perikanan: bertanggung jawab mengkoordinir budidaya perikanan seperti
budidaya ikan lele.
g. Sie kemitraan : bertanggung jawab menjadi jembatan antara kelompok dengan
pemasaran di luar untuk memasarkan hasil panen maupun hasil olahan dari
KWT.
h. Sie Inventaris: bertanggung jawab atas kelengakapan apapun yang dimiliki
oleh KWT dan mencatat semua kepemilikan dari KWT seperti alat-alat,
saprodi, dll.
i. Sie Pemanenan: bertanggung jawab mengkoordinir kegiatan pemanenan
khususnya yang ada pada demplot.
Struktur organisasi di atas hanya dibuat sebagai prasyarat ketika
mengajukan program KRPL. Pada pelaksanaannya kurang sesuai dengan harapan.
Anggota yang menjabat di beberapa bagian tidak menjalankan tugas sebagai mana
mestinya. Semua menganggap dirinya anggota sehingga pengurus KWT yang
lebih bekerja keras untuk tetap menjalankan program KRPL.
5.1.3 Karakteristik Responden
Anggota KWT Dewi Sartika adalah responden pada penelitian ini.
Karakteristik responden merupakan salah satu hal yang perlu digambarkan untuk
mengetahui kondisi reponden secara umum di tempat penelitian. Responden
memiliki karakteristik yang beragam dan membedakan tipe perilaku anggota
KWT pada situasi tertentu. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah
61
61
pendidikan terakhir, umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga, jenis pekerjaan dan luas lahan pekarangan.
5.1.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Tingkat pendidikan adalah salah satu ukuran untuk mengetahui tingkat daya
serap anggota KWT terhadap program KRPL. Pada penelitian ini pendidikan
terakhir dapat menjadi salah satu faktor yang berperan untuk responden
berpartisipasi pada program KRPL. Berikut akan dijelaskan karakteristik
responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir.
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 0 0,00
2 SD-SMP (Sederajat) 21 77,78%
3 SMA-Lebih 6 22.22%
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa anggota KWT sebagai responden
dalam penelitian sebagian besar pernah menempuh pendidikan formal. Dari total
keseluruhan jumlah anggota KWT sebanyak 27 orang, 21 diantaranya pernah
menempuh pendidikan SD hingga SMP dengan persentase sebesar 77,78%.
Anggota KWT yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 13 orang dan SMP
sebanyak 8 orang. Berikutnya, anggota KWT yang lulus SMA atau lebih
sebanyak 6 orang dengan persentase sebesar 22,22%. Anggota KWT yang
memiliki pendidikan SMA sederajat sebanyak 5 orang dan lulusan S1 sebanyak 1
orang. Melalui pemaparan tersebut diketahui bahwa sebagian besar anggota KWT
telah menempuh pendidikan formal walaupun masih didominasi pada tingkat
sekolah dasar.
Tingkat pendidikan anggota KWT dinilai tergolong kurang baik dan
menunjukkan bahwa kurang adanya kesadaran anggota KWT untuk melanjutkan
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah anggota KWT
yang menyelesaikan pendidikannya hingga tamatan SMA atau lebih masih sedikit
hanya 6 orang. Secara tidak langsung, tingkat pendidikan akan mempengaruhi
pada motivasi mengikuti kegiatan KRPL. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
62
62
akan semakin cepat pula kemampuan anggota KWT dalam menerima suatu
inovasi dan informasi untuk pengembangan kegiatan pemanfaatan lahan
pekarangan.
5.1.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur adalah lamanya hidup responden yang terhitung sejak lahir sampai
dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini umur dapat menjadi salah satu faktor
yang berperan untuk responden berpartisipasi pada program KRPL. Berikut akan
dijelaskan pembagian anggota KWT sesuai karakteristik umur.
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No. Karakteristik Umur Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1. <30 5 18,52%
2. 31-40 12 44,44%
3. >40 10 37,04%
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa jumlah responden didominasi
oleh anggota KWT yang berumur antara 31-40 tahun. Terdapat 12 anggota KWT
yang berumur diantara 31-40 tahun dengan persentase 44,44%. Anggota KWT
yang berusia diatara 31-40 tahun tergolong umur dengan kategori sedang.
Anggota KWT yang memiliki usia kurang dari 30 tahun sebanyak 5 orang dengan
persentase 18,52%. Anggota KWT dengan usia di atas 40 tahun sebanyak 10
orang dengan persentase 37,04%. Data tersebut menunjukkan bahwa masih
minimnya keikutsertaan ibu muda dalam program KRPL.
Berhasil tidaknya suatu program dalam suatu kelompok atau organisasi
dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, karena umur berhubungan dengan
kemauan dan kemampuan secara fisik untuk terlibat atau berperan serta dalam
program KRPL. Semakin tua umur seseorang maka umumnya produktivitas
semakin menurun seiring menurunnya daya ingat dan daya tahan tubuh.
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa sebagian besar anggota KWT
didominasi dengan anggota KWT yang memiliki usia produktif sehingga
memiliki semangat untuk ikut berperan dalam pembangunan.
63
63
5.1.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Anggota KWT yang mengikuti program KRPL seluruhnya (100%) adalah
perempuan dan merupakan ibu rumah tangga. Program KRPL bertujuan untuk
memanfaatkan lahan pekarangan rumah tangga, sehingga peran dari ibu rumah
tangga merupakan sasaran yang tepat pada program ini. Berikut akan dijelaskan
karakteristik responden berdasarkan tingkat jenis kelamin.
Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Karakteristik Jenis
Kelamin Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1. Laki-laki 0 0%
2. Perempuan 27 100%
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
5.1.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan
Status perkawinan anggota KWT pada penelitian ini menunjukkan bahwa
100% atau seluruhnya memiliki status perkawinan yang telah menikah. Anggota
KWT yang memiliki status telah menikah akan berbeda dengan yang lajang atau
telah bercerai. Anggota yang telah menikah mempunyai tanggungan terhadap
keluarganya. Hal ini dapat dimengerti karena konsekuensi partisipasi pada
program KRPL akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga, mulai
dari suami, anak dan anggota keluarga lainnya. Berikut akan dijelaskan
karakteristik responden berdasarkan status perkawinan.
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan
No. Karakteristik Status
Perkawinan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1. Belum Menikah 0 0%
2. Menikah 27 100%
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
5.1.3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga pada program
KRPL sebagian besar memiliki anggota keluarga antara 3-4 orang dengan
persentase 77,78%. Anggota KWT yang memiliki jumlah anggota keluarga <3
64
64
hanya 1 orang dengan persentase 3,70%, sedangkan yang memiliki jumlah
anggota keluarga >4 orang ada 5 anggota dengan persentase 18,52%. Jumlah
anggota keluarga akan mempengaruhi jumlah kebutuhan pangan yang harus
dipenuhi. Melalui partisipasi pada program KRPL maka akan memungkinkan
mengurangi pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga. Berikut akan dijelaskan karakteristik responden berdasarkan jumlah
anggota keluarga.
Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
No.
Karakteristik
Jumlah Anggota
Keluarga
Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1. < 3 orang 1 3,70%
2. 3-4 orang 21 77,78%
3. > 4 5 18,52%
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
5.1.3.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan
Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan lain yang dimiliki oleh anggota
KWT selain profesinya sebagai seorang ibu rumah tangga. Anggota KWT
seluruhnya memiliki pekerjaan utama yaitu sebagai ibu rumah tangga. Keseharian
anggota KWT selain mengurus pekerjaan rumah tangga juga melakukan pekerjaan
lainnya. Pekerjaan lain seperti petani, buruh tani, pedagang, karyawan, guru,
wiraswasta dan pembantu rumah tangga. Pekerjaan sampingan yang dimiliki oleh
anggota KWT berkaitan dengan waktu yang dimiliki anggota tersebut untuk
berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan kelompok artinya jika anggota KWT
memiliki pekerjaan selain ibu rumah tangga maka kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh kelompok akan
berkurang dikarenakan kesibukan di pekerjaan lainnya. Berikut akan dijelaskan
karakteristik responden berdasarkan pekerjaan sampingan.
65
65
Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan
No. Karakteristik Pekerjaan
Sampingan
Jumlah Responden
(Orang) Persentase (%)
1. Tidak memiliki 11 40,74
2. Petani 2 7,41
3. Pembantu rumah tangga 3 11,11
4. Karyawan 2 7,41
5. Pedagang 2 7,41
6. Pembantu rumah tangga + petani 1 3,70
7. Pembantu rumah tangga+ buruh
tani 1 3,70
8. Pedagang+Wiraswasta 1 3,70
9. Karyawan+Petani 2 7,41
10. Karyawan+wiraswasta 1 3,70
11. Guru 1 3,70
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
Anggota KWT yang mengikuti program KRPL hampir secara keseluruhan
tidak hanya menjalankan pekerjaan rumah tangga saja. Hanya ada 40,74%
anggota KWT yang menjadi ibu rumah tangga tanpa memiliki pekerjaan
sampingan lainnya. Sebanyak 7,41% bekerja sebagai petani membantu kepala
keluarga mengerjakan usahatani. Sebanyak 11,11% anggota KWT juga bekerja
sebagai pembantu rumah tangga. Sebanyak 7,41% anggota KWT menjadi
karyawan yaitu karyawan membungkus makanan ringan dan karyawan di sebuah
cafe. Sebanyak 7,41% melakukan usaha dagang seperti membuka warung yang
menjual sembako, dan menjual makanan ringan untuk menambah pemasukan
keluarga. Sebanyak 3,70% bekerja sebagai pembantu di sebuah kos yang
merangkap petani juga. Sebanyak 3,70% bekerja sebagai ibu pembantu rumah
tangga yang merangkap buruh tani juga. Sebanyak 3,70% bekerja sebagai
pedagang dan wiraswasta menjahit. Sebanyak 7,41% bekerja sebagai karyawan
dan petani yaitu karyawan sarang walet dan karyawan pabrik botol aqua bekas.
Sebanyak 3,70% menjadi karyawan untuk sensus toko dan menjadi wiraswasta
dengan membuka usaha laundry. Sebanyak 3,70% menjadi menjadi seorang guru.
Sebanyak 3,70% menjadi pembantu rumah tangga dan buruh tani.
66
66
5.1.3.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Pekarangan
Luas lahan pekarangan adalah jumlah luasan lahan pekarangan yang
dimiliki oleh anggota KWT untuk penerapan program KRPL. Berikut akan
dijelaskan karakteristik responden berdasarkan luas lahan pekarangan.
Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Pekarangan
No. Karakteristik Luas
Lahan Pekarangan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1. < 25 m2 25 92,60%
2. 25-50 m2 1 3,70%
3. > 50 m2 1 3,70%
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data Primer, 2016 (Diolah)
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa luas lahan pekarangan anggota
KWT berada pada kisaran luas lahan <25 m2. Hanya ada 1 anggota KWT yang
memiliki luas lahan antara 25-50 m2 dengan persentase 3,70% dan 1 anggota
KWT yang memiliki luas lahan >50 m2
dengan persentase 3,70%.
5.2 Hasil dan Pembahasan
5.2.1 Implementasi Program Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan
melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Implementasi program KRPL adalah penyelenggaraan program KRPL mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil. Implementasi
program KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika akan diuraikan sebagai
berikut:
5.2.1.1 Tahap Perencanaan
Tahapan perencanaan untuk memulai desa baru yang mendapatkan program
KRPL harus melewati 10 tahapan awal program. 10 tahapan tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Penawaran dari Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh
Pertanian (BKP3) kepada semua Kecamatan
Tim Teknis P2KP kabupaten melakukan identifikasi Calon Penerima
(CP)/Calon Lokasi (CL) berkoordinasi dengan Camat untuk memilih lokasi desa
dan dengan Kepala Desa untuk memilih kelompok yang memenuhi kriteria sesuai
dengan pedoman teknis P2KP. Tim Teknis P2KP Kabupaten Malang melalui
67
67
BKP3 memberikan penawaran kepada semua Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
ada di Kabupaten Malang. Salah satunya yaitu UPT yang ada di Kecamatan Dau.
Melalui penyuluh yang bertugas di Kecamatan Dau memilih KWT yang dapat
diajukan untuk mendapatkan program KRPL. Saat ini BKP3 telah berubah nama
menjadi Dinas Ketahanan Pangan.
2. Pengajuan Proposal kepada Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana
Penyuluh Pertanian (BKP3)
Masing-masing kecamatan melakukan pengajuan proposal kepada BKP3
atas nama KWT. KWT yang boleh diajukan untuk mendapatkan program KRPL
adalah KWT yang telah mempuanyai Surat Keputusan (SK) Bupati. KWT Dewi
Sartika mengajukan sebagai calon penerima bantuan sosial program KRPL karena
sudah mempunyai SK Bupati sejak per januari 2015. Hal tersebut juga didukung
dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady sebagai penyuluh:
“Kelompok yang diperbolehkan mengajukan menjadi calon penerima
bantuan itu kelompok yang sudah punya SK Bupati. Kebetulan KWT Dewi
Sartika berdiri sejak bulan Oktober 2014 dan langsung SK Bupati per 1
Januari 2015 mbak. Jadi, bukan organisasi gelap. Melalui SK ini
menunjukkan kalau kelompoknya itu legal dan diakui oleh pemerintah
daerah. Program-program yang dari dinas-dinas atau pemerintah daerah
harus mempunyai SK penerimanya”.
Gambar 4. Wawancara dengan Pak Ady (Penyuluh)
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Penyuluh sangat berperan pada proses pengajuan proposal milik KWT Dewi
Sartika untuk mendapatkan program KRPL. Sebelumnya penyuluh bekerja di
68
68
BKP3 bidang penganekaragaman tahun 2010-2015. Pengalaman bekerja tersebut
membuat penyuluh mengetahui kriteria KWT yang memungkinkan untuk
mendapatkan program KRPL. Sehingga, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
oleh KWT Dewi Sartika menjadi keunggulan yang dapat disampaikan di dalam
proposal seperti melaksanakan pelatihan membuat bokashi, membuat susu olahan
kefir, membuat yogurt dan budidaya sayur di polybag. Hal ini menunjukkan
bahwa KWT Dewi Sartika adalah KWT yang aktif melakukan kegiatan.
3. Seleksi Proposal Calon Penerima Program KRPL
Seleksi Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) secara umum meliputi
seleksi administrasi dan seleksi aspek teknis dengan tahapan meliputi seleksi
daftar panjang (long-list), daftar sedang (medium-list), dan daftar pendek (short-
list). Adapun tahap seleksi CP/CL adalah seluruh usulan/proposal yang masuk
dalam daftar panjang (long-list) diseleksi secara administratif. Pemilihan KWT
dengan proposal yang paling bagus. Kriteria bagus adalah proposal lengkap mulai
dari latar belakang, susunan kepengurusan dan foto-foto kegiatan kelompok
wanita taninya.
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady
sebagai penyuluh:
“Proposal akan ditampung oleh BKP3. BKP3 akan memilih proposal yang
layak sesuai dengan potensi dan daerahnya. Proposal yang dipilih harus
memenuhi kriteria mbak, yaitu proposal yang dianggap bagus. Nah kriteria
bagus itu ya proposal yang lengkap mulai dari latar belakangnya ada
susunan kepengurusan sama ada foto-foto kegiatan kelompok wanita
taninya. Foto-foto tersebut sebagai bukti kalau kelompoknya itu sudah
berjalan”.
Syarat dan kriteria yang harus dipenuhi Calon Penerima dan Calon Lokasi
(CP/CL) yang diidentifikasi
1. Kelompok wanita yang beranggotakan minimal 15 (lima belas) rumah tangga
dan berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk
kawasan pekarangan dengan konsep KRPL.
2. Bukan kelompok penerima bantuan pemerintah lainnya dari lingkup
kementerian pertanian di tahun berjalan.
69
69
3. Memiliki kelembagaan yang sah dan struktur organisasi/kepengurusan yang
jelas dan diketahui kepala desa/lurah, minimal memiliki struktur kelompok:
ketua, sekretaris, bendahara serta seksi pengelola kebun bibit.
4. Mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan
memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa
lainnya.
5. Setiap anggota wajib mengembangkan pemanfaatan pekarangan dengan
menanam tanaman sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara
ternak kecil dan ikan.
6. Mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara
berkesinambungan.
7. Mempunyai anggota yang dapat berpartisipasi dan memiliki semangat yang
tinggi terhadap kegiatan KRPL. Sejak awal kelompok agar mendapat
pendampingan dari petugas lapang atau penyuluh. Untuk itu, kelompok
sebaiknya memiliki jadwal rutin untuk pertemuan atau aktifitas kelompok,
sehingga petugas lapang atau penyuluh dapat melakukan pembinaan pada saat
pertemuan tersebut.
Kabupaten Malang terdapat 33 kecamatan. 1 kecamatan biasanya terdapat 3
KWT, tapi biasanya yang mengajukan hanya 20 kecamatan dan misal masing-
masing mengajukan 2 KWT. Total akan ada 40 proposal yang masuk ke BKP3.
Setiap tahunnya program KRPL hanya akan menambah 6 desa baru karena
kekuatan anggarannya hanya untuk 6 desa. Sehingga untuk cek lokasi setidaknya
2 kali lipat dari target dan biasanya di ambil 15 proposal. KWT Dewi Sartika telah
memenuhi syarat sebagai calon penerima bantuan program KRPL, selain itu
secara administratif juga telah memenuhi sehingga dapat masuk ke tahap
selanjutnya untuk dilakukan cek lokasi.
4. Cek Lokasi Kelompok Wanita Tani (KWT)
Bagi yang lulus seleksi administratif akan masuk ke dalam daftar sedang
(medium-list) untuk selanjutnya dilakukan seleksi aspek teknis. Proposal yang
terpilih dari semua yang mengajukan akan dilakukan proses pengecekan lokasi.
Pada saat pengecekkan yang perlu dipastikan seperti keberadaan susunan
70
70
pengurusnya, menunjukkan calon lokasi demplot, buku kegiatan kelompok dan
buku tamu kelompok.
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady
sebagai penyuluh:
“15 proposal terbaik yang lolos akan dilakukan cek lokasi. Pada saat cek
lokasi BKP3 memastikan apa yang tertulis di proposal memang benar
adanya seperti adanya kegiatan yang dilakukan oleh kelompok dibuktikan
dengan adanya buku kegiatan dan buku tamu. Biasanya nanti anggota
ditanya dari kapan KWT berdirinya, siapa ketuanya, pengurusmya, apa
saja kegiatannya. Nah jawaban dari ketua dan anggota bisa saja berbeda,
karena kan mereka tahu kalau akan ada kunjungan semua anggota disuruh
datang dan biasanya anggota tidak begitu tahu tentang kegiatan KWT nya”.
5. Pemilihan KWT Penerima Program KRPL oleh Badan Ketahanan Pangan
dan Pelaksana Penyuluh Pertanian (BKP3)
Bagi yang lulus aspek teknis akan masuk ke dalam daftar pendek (shortlist).
Calon yang masuk dalam daftar pendek (short-list) ini kemudian diusulkan untuk
ditetapkan sebagai kelompok penerima manfaat. BKP3 memilih KWT yang akan
menerima bantuan setelah adanya cek lokasi.
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady
sebagai penyuluh:
“Jadi, BKP3 nanti memilih KWT yang layak dapat program. Dari misal 15
proposal tadi yang di cek lokasi di ambil 6 KWT”.
6. Sosialisasi dari Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh
Pertanian (BKP3) kepada KWT
Sosialiasi adalah tahap setelah BKP3 menetapkan KWT yang mendapatkan
program KRPL. Pada tahap sosialisasi penyuluh pertanian beserta BKP3
memberikan informasi tentang program secara keseluruhan dan disampaikan
mengenai juknis KRPL lengkap. Informasi yang diberikan mulai dari pengetahuan
tentang program KRPL, tahapan KRPL, hak KWT, kewajiban KWT, jumlah dana
yang didapatkan dan sistem evaluasi/monev yang akan dilakukan kedepannya.
Melalui kegiatan sosialisasi, anggota KWT dapat mengetahui garis besar program
71
71
KRPL. KRPL adalah bagian dari program P2KP (Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan). Kegiatan KRPL terdiri dari demplot, kebun bibit dan
optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan di masing-masing anggota. Dana pada
tahap penumbuhan sebesar Rp 15.000.000 dengan rincian penggunaan Rp
8.000.000 untuk pengembangan pekarangan anggota, Rp 2.000.000 untuk
pengembangan demplot kelompok dan Rp 5.000.000 untuk kebun bibit. Pencairan
dana harus ada Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA), sehingga
pada saat sosialisasi terdapat arahan untuk membuat membuat RKKA. KWT
Dewi Sartika mendapatkan program KRPL di tahun 2015, maka sebelum
pencairan dana harus membuat RKAA 2015.
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady
sebagai penyuluh:
“Saat sosialisasi kita jelaskan kegiatannya apa, mulai tahapannya apa,
mulai dananya seberapa yang didapatkan. Nah dari situ kita tahu dananya
dan kita suruh bikin RKKA. Jadi sosialiasi itu hanya bentuk kegiatan bukan
teknik. RKKA akan dibuat setelah ada jumlah uang yang akan diberikan
kepada kelompok, kebetulan untuk KWT Dewi Sartika hanya mampu untuk
mengelola pertanian dan perikanan saja, jadi RKKA nya juga dianggarkan
untuk 2 sektor tadi”.
7. Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA) diserahkan kepada
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh Pertanian (BKP3)
Langkah selanjutnya apabila kelompok sudah ditetapkan sebagai penerima
bantuan, maka kelompok perlu membuat identifikasi kebutuhan kelompok sebagai
salah satu langkah persiapan sebelum melakukan pengembangan KRPL.
Identifikasi kebutuhan meliputi: kebutuhan sarana, prasarana dan teknologi, serta
komoditas tanaman dan air misalnya kebutuhan bibit tanaman, kebun bibit,
peralatan dan perlengkapan lainnya. Kebutuhan tersebut dituangkan dalam
Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA). Identifikasi kebutuhan ini
dapat diperoleh melalui diskusi dalam suatu pertemuan kelompok atau
pendalaman kepada beberapa anggota kelompok pada pertemuan terbatas. Setiap
anggota kelompok dapat mengusulkan kebutuhan untuk masing-masing
72
72
pekarangannya dalam musyawarah kelompok yang dituangkan dalam Rencana
Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA). Pada KWT Dewi Sartika yang
membuat RKKA adalah penyuluh pertaniannya.
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady
sebagai penyuluh:
“Iyah saya yang buat tapi harusnya pengurus.”
Apabila RKKA yang telah dibuat oleh KWT masih kurang sesuai maka
akan dikembalikan lagi ke KWT. Setelah RKKA disetujui oleh BKP3 akan
dilaksanakan sosialisasi teknis.
“RKKA yang sudah jadi disetorkan ke BKP3. Peraturannya kalau RKKA
dianggap belum sesuai maka akan dikembalikan lagi ke kelompok untuk
diperbaiki. Hingga RKKA dianggap sudah sesuai dengan yang semestinya.
Tidak sesuai itu misalkan tidak logis seperti cenderung hanya pada 1
komoditas saja, padahal harus bervariasi”.
RKKA yang telah dibuat oleh KWT Dewi Sartika meliputi sektor pertanian
dan perikanan. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan dari KWT. Sektor
perikanan dengan membudidayakan ikan lele. Pemilihan ikan lele untuk
dibudidayakan karena dianggap paling mudah dibandingkan dengan budidaya
ikan yang lain apabila untuk pemula.
8. Sosialisasi Teknis oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh
Pertanian (BKP3)
Setelah RKKA diterima oleh BKP3, maka selanjutnya BKP3 bersama
dengan penyuluh pertanian yang bertanggung jawab atas kelompok penerima
bantuan melakukan sosialisasi teknis untuk persiapan KRPL. Sosialisasi teknis
meliputi penjelasan teknis penggunaan dana, KWT harus memiliki buku-buku
administrasi secara baik untuk pencatatan kegiatan. Administrasi yang dimaksud
seperti buku kegiatan, buku kas, buku notulen, buku daftar hadir dan buku daftar
tamu. Pada saat sosialisasi teknis juga diarahkan untuk pembuatan rekening.
Bantuan dana harus dimanfaatkan dengan benar sesuai dengan RKKA dan adanya
harapan keaktifan anggota agar program dapat berjalan dengan baik.
73
73
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Pak Ady
sebagai penyuluh:
“ Sosialisasi teknis itu pilihan, kalau ada waktu ya sosialisasi teknis , kalau
tidak ada ya tidak dilaksanakan. Tetapi di KWT Dewi Sartika kemaren
dilakukan sosialisasi teknis. Informasinya dari teknis penggunaan data
untuk KBD berapa, untuk demplot berapa dan pekarangan berapa sama
sosialisasi pembuatan rekening”.
9. Pembuatan Rekening Kelompok
Setelah sosialisasi teknis dari BKP3, maka kelompok penerima bantuan
program KRPL harus membuat tekening kelompok untuk penyaluran dana
program. KWT Dewi Sartika membuat rekening kelompok menggunakan
rekening BRI.
10. Transfer Dana dan Pembelanjaan Dana
Transfer dana yang dilakukan merupakan awal dari kelompok untuk
memulai kegiatan program KRPL. Dana yang didapatkan oleh KWT Dewi Sartika
pada program KRPL pada tahap penumbuhan adalah 15 juta dan pada tahap
pengembangan adalah 10 juta. Dana tersebut digunakan untuk pembuatan demplot
dan kebun bibit desa serta pemanfaatan pekarangan anggota agar program dapat
terlaksana dengan baik. Pembelanjaan dana disesuaikan dengan RKKA yang telah
dibuat.
5.2.1.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap teknis melaksanakan apa yang telah
direncanakan dan disepakati bersama. KWT Dewi Sartika melakukan pelaksanaan
budidaya untuk sektor pertanian dan perikanan. Budidaya pertaniannya mulai dari
penyiapan media tanam, pembibitan, penanaman, perawatan, panen dan pasca
panen serta pemasaran hasil. Budidaya perikanan berupa budidaya ikan lele.
Terdapat kegiatan pelatihan seperti pembuatan pupuk cair dan pestisida nabati
serta pertemuan bersama dengan penyuluh yang dilakukan setiap 1 bulan sekali.
Pelaksanaan kegiatan budidaya tanaman pada program KRPL secara umum akan
diuraikan sebagai berikut:
74
74
a. Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan untuk menanam baik di demplot maupun di
pekarangan anggota menggunakan pupuk bokashi berdasarkan anjuran dari
penyuluh. Kemudian anggota merasa kalau hanya menggunakan pupuk bokashi
tanah akan cepat padat lama kelamaan. Sehingga anggota memiliki ide untuk
ditambahkan tanah hutan dan anggota juga berinisitif menggunakan pupuk
kandang berupa kotoran sapi maupun kambing. Perbandingan tanah hutan dengan
pupuk bokashi adalah 2:1.
b. Pembibitan
Tanaman yang ditanam terkadang ada yang harus dibibitkan terlebih dahulu.
Ada beberapa tanaman yang pernah dibibitkan oleh KWT Dewi Sartika yaitu
mulai dari sawi manis, terong, sawi daging, kubis, dan seledri. Pada awal
melaksanakan program KRPL, kegiatan pembibitan dilakukan di tanah langsung
dengan membuat bedengan. Hasil bibit yang dibibitkan pada bedengan ternyata
tidak begitu bagus. Selanjutnya, kegiatan pembibitan dilakukan dengan
menggunkan pot try.
Gambar 5. Pembibitan menggunkaan
bedengan
Gambar 6. Pembibitan menggunkaan
pot try
Sumber: Dokumentasi Penyuluh, 2015 Sumber: Observasi Lapang, 2017
c. Penanaman
Setelah pembibitan dilakukan kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman
ada yang berupa bibit yang sebelumnya sudah disemaikan ada yang langsung
berupa benih. KWT Dewi Sartika juga melakukan penanaman yang langsung
menggunakan benih. Penanaman yang langsung berupa benih seperti benih
kangkung, cabai, tomat, bawang merah dan timun.
75
75
Gambar 7. Penanaman benih kangkung
Sumber: Observasi Lapang, 2017
d. Perawatan
Kegiatan perawatan khususnya perawatan tanaman yang ada di KBD, dan
demplot, serta pada masing-masing tanaman anggota. Kegiatan perawatan pada
KBD dan demplot awalnya dibuat giliran piket, akan tetapi tidak berjalan
sepenuhnya. Jadwal perawatan cukup intensif pada saat musim kemarau karena
tanaman yang ada di polybag membutuhkan air yang lebih dari musim penghujan.
Perawatan yang dilakukan meliputi penyiraman, pencabutan rumpu-rumput
(penyiangan), penyulaman, pengendalian hama dan penyakit serta pemupukan.
(a) (b)
Gambar 8. Perawatan: a. Penyiraman oleh anggota; b. Penyiangan oleh anggota
Sumber: Observasi Lapang, 2017
Gambar 9. Pengendalian Hama dan penyakit
Sumber: Dokumentasi Pengurus KWT, 2016
e. Panen dan Pasca Panen
76
76
Kegiatan panen tidak hanya dilakukan di masing-masing lahan pekarangan
anggota akan tetapi juga di demplot kelompok. Tanaman yang ditanam adalah
sayuran yang sebagian besar tidak hanya sekali panen, akan tetapi ada juga yang
sekali panen seperti sayur sawi. Kegiatan panen juga membutuhkan partisipasi
aktif anggota KWT untuk ikut membantu karena apabila hasil panen yang akan
dijual maka harus dilakukan kegiatan pasca panen seperti membersihkan dan
mengikat sayuran.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 10. Panen dan Pasca Panen: a.dan b. serta c. Panen; d. Pasca Panen
Sumber: Dokumentasi Pengurus, 2016 dan Observasi Lapang, 2017
f. Pemasaran
Kegiatan pemasaran merupakan kegiatan yang juga tak kalah penting dari
kegiatan budidaya. Pemasaran bertujuan agar uang yang didapat digunakan untuk
perputaran kas yang ada di kelompok. Pemasaran masih sangat minim karena
hanya dijual kepada masyarakat sekitar seperti di sekolah TK, atau pedagang
sekitar saja dengan harga yang sama dengan sayuran yang non organik. Penyuluh
telah memberikan rekomendasi tempat pemasaran sayuran organik dengan harga
yang tinggi akan tetapi konsekuensinya KWT harus mampu memenuhi ragam
sayuran dan kontinuitas dari jumlah yang dijual, akan tetapi KWT merasa belum
77
77
mampu memenuhi permintaan tersebut dikarenakan luasan lahan pekarangan yang
digunakan untuk program KRPL masih relatif sempit, sehingga ragam sayuran
dan jumlah yang ditanam pun belum banyak.
Selain kegiatan budidaya pada tahap pelaksanaan juga terdapat beberapa
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anggota dalam
budidaya sayur organik dan lebih memanfaatakan lahan pekarangan. Seperti
pelatihan pembuatan pupuk cair dan pembuatan pestisida nabati serta pelatihan
budidaya lele. Kegiatan tersebut melibatkan anggota KWT dan Penyuluh
Pertanian serta BKP3.
5.2.1.3 Tahap Evaluasi
Evaluasi kegiatan KRPL dilakukan pada demplot dan pengembangan
pekarangan anggota. Seluruh anggota KWT dan Penyuluh pertanian terlibat dalam
kegiatan tersebut. Proses pelaksanaan dilakukan evaluasi langsung dari BKP3 atau
yang sekarang Dinas Ketahanan Pangan. Evaluasi yang telah dilakukan di KWT
Dewi Sartika sebanyak 2 kali dalam 1 tahun yaitu pada 10 Maret 2016 dan 18
Oktober 2016. Pada saat evaluasi dari BKP3 yang dievaluasi mulai dari
kelengkapan administrasi, penggunaan dana, pelaksanaan kegiatan di KWT,
kendala yang dihadapi, keadaan demplot dan keadaan KBD. Kelengkapan
administrasi seperti adanya buku kegiatan, buku kas, buku notulen, buku daftar
hadir dan buku daftar tamu. Tahapan evaluasi ini sebagai salah satu penilaian
untuk kelompok yang masih dalam tahap penumbuhan untuk selanjutnya masuk
dalam tahap pengembangan atau pun tidak. Penentuan kelanjutan tersebut
berdasarkan pada beberapa kriteria. Kriteria evaluasi untuk KWT dapat
melanjutkan kegiatan KRPL ke tahap selanjutnya yaitu
1. Sudah membangun kebun bibit desa
2. Sudah membuat demplot
3. Sudah mengembangkan lahan pekarangan minimal di 15 rumah tangga
4. Terjadi penambahan jumlah kelompok.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap anggota KRPL KWT Dewi Sartika
menunjukkan adanya perubahan pengetahuan dan sikap terhadap kegiatan
pemanfaatan pekarangan, yaitu anggota sudah mau dan mampu untuk
melanjutkan pengembangan pekarangan di rumah tangga. KWT Dewi Sartika
78
78
juga telah beranggotakan lebih dari 15 orang, sudah membangun kebun bibit desa
dan demplot. Sehingga, KWT Dewi Sartika dapat melanjutkan ke tahap
pengembangan. Pada internal KWT Dewi Sartika juga melakukan evaluasi,
anggota yang dianggap memiliki tanaman yang bagus di pekarangannya dan aktif
mengikuti kegiatan perawatan atau biasa disebut dengan kerja bakti di demplot
diberikan hadiah oleh penyuluh dan pengurus. Hadiah yang diberikan berupa
peralatan rumah tangga untuk dapat memotivasi anggota terus berpatisipasi dan
memotivasi anggota yang belum mendapatkan hadiah agar meningkatkan
partisipasinya dalam program KRPL. Evalusi pada tahap pengembangan adalah
belum adanya olahan hasil yang dibuat oleh KWT akan tetapi, sudah ada rencana
untuk membuat olahan hasil dari jahe.
5.2.1.4 Tahap Pemanfaatan Hasil
Pemanfaatan hasil berupa pemanfaatan sarana dan prasarana produksi
hingga pemanfaatan hasil dari budidaya tanaman yang dilakukan. Pemanfaatan
hasil dari budidaya tanaman yang dilakukan di demplot sebagian besar dibagikan
dan dikonsumsi langsung oleh anggota serta sebagian kecil dijual. Sama halnya
seperti yang ada di demplot, pemanfaatan hasil yang ada di pekarangan kelompok
juga sebagian besar dikonsumsi oleh keluarga dan dibagikan ke tetangga dan
hanya sebagian kecil anggota yang menjual hasil panen di pekarangannya.
Pemanfaatan hasil berupa pengembangan produk olahan sampai saat ini belum
terealisasi, akan tetapi sudah ada rencana untuk membuat olahan minuman berupa
bubuk dari jahe.
Implementasi program pemanfaatan lahan pekarangan di KWT Dewi
Sartika masih belum berorietasi pasar, karena luas lahan pekarangan yang sempit
sehingga hasil panen yang didapat hanya cukup untuk dikonsumsi keluarga dan
sebagian diberikan kepada tetangga. Hal ini membuat implementasinya program
KRPL masih belum optimal. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian dari
Ashari, Saptana dan Purwantini (2012) yang menyatakan bahwa sejumlah kendala
terkait masalah sosial, budaya dan ekonomi masih dijumpai dalam program
pemanfaatan lahan pekarangan, diantaranya belum membudayanya budidaya
pekarangan secara intensif, masih bersifat sambilan dan belum berorientasi pasar.
79
79
Kelembagaan pemasaran yang belum ada membuat keberlanjutan
implementasi program KRPL di KWT Dewi Sartika terancam tidak berlanjut
setelah bantuan dana dari program sudah habis. Hal ini disebabkan untuk dapat
mencapai keberlanjutan implementasi KRPL terdapat tujuh pilar yang penting
salah satunya adalah kelembagaan pasar. Terdapat tujuh pilar yang dipandang
penting dan menjadi pendorong bagi keberlanjutan implementasi KRPL di
masyarakat, yaitu partisipasi aktif masyarakat, peran tokoh masyarakat (local
champion), infrastruktur, ketersediaan bibit/pengelolaan KBD, pilihan komoditas
yang tepat dan rotasi tanaman, kelembagaan pasar, dan dukungan pemerintah
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2014).
5.2.1.5 Kendala dalam Implementasi Program KRPL
Pada tahap perencanaan pembuatan RKKA hanya dilakukan oleh penyuluh
pertanian, anggota KWT tidak dilibatkan didalamnya hal ini akan mengakibatkan
kurangnya rasa memiliki terhadap program karena anggota tidak mengetahui
seluk beluk program KRPL secara dalam. Kendala selanjutnya adalah pencapaian
dari tujuan program KRPL. Pada tahap 2 program KRPL yaitu tahap
pengembangan, KWT seharusnya sudah mampu membuat olahan hasil berupa
produk unggulan dari KWT. Akan tetapi, KWT Dewi Sartika belum memiliki
produk unggulan dikarenakan anggaran yang diberikan pemerintah lebih banyak
untuk kebutuhan pemenuhan untuk demplot, kebun bibit desa dan pekarangan
anggota. Sehingga, anggaran untuk pembuatan produk unggulan tidak ada. Belum
tercapainya tujuan dari tahap pengembangan akan mengakibatkan kendala dalam
melanjutkan program KRPL menuju kemandirian.
Tujuan dari adanya program KRPL adalah terwujudnya pola konsumsi
pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui optimalisasi
pemanfaatan lahan pekarangan. Upaya ini dapat dilakukan dengan
membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga
seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai
tambahan untuk ketersediaan pangan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan
protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling
80
80
berdekatan sehingga akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan
sumber pangan yang diproduksi sendiri dari hasil optimalisasi lahan pekarangan.
Pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA)
melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan tersebut juga belum tercapai
dengan maksimal karena KWT Dewi Sartika hanya lebih berfokus pada sektor
pertanian sehingga lahan pekarangan anggota hanya menerapkan budidaya pada
sektor pertanian, sedangkan sektor yang lainnya belum difokuskan seperti sektor
perikanan yang telah dipilih di awal pelaksanaan program. Sektor perikanan
dengan budidaya ikan lele tidak mendapatkan hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Aplikasi budidaya lele hanya diterapkan di lahan pekarangan milik
ketua KWT yaitu Ibu Umi Kalsum karena lahan pekarangan yang luas. Pada
perawatan budidaya ikan lele hanya dilakukan oleh ketua KWT sedangkan
anggota yang lainnya tidak ikut berpartisipasi. Kurangnya pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman untuk melakukan budidaya lele mengakibatkan ikan
yang dibudidayakan banyak yang mati sehingga tidak didapatkan hasil yang
sesuai harapan dan tidak berhasil.
5.2.2 Partisipasi Anggota KWT pada Program Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Partisipasi anggota adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
suatu program. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang pada
suatu kegiatan. Program KRPL juga membutuhkan partisipasi dari semua anggota
KWT, tanpa adanya partisipasi anggota maka program tidak akan berjalan dengan
baik sebagaimana yang diharapkan. Partisipasi anggota KWT pada program
KRPL merupakan keikutsertaan anggota mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil. Pada setiap tahapan tersebut
terdapat beberapa kegiatan yang dijadikan indikator tingkat partisipasi. Indikator
tersebut disusun sesuai dengan keadaan real di lapang.
Keikutsertaan anggota KWT diukur melalui skor, kemudian hasilnya dibagi
ke dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah sesuai dengan hasil
perhitungan. Skor yang didapat berupa persentase dan diperoleh dari akumulasi
jawaban reponden per indikator. Perolehan skor yang didapatkan oleh anggota
81
81
KWT tersebut adalah tingkat partisipasi. Indikator-indikator tingkat pastisipasi
anggota KWT pada program KRPL pada setiap tahapan program dapat dijelaskan
sebagai berikut:
5.2.2.1 Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan adalah tahap pengambilan keputusan awal program
untuk menyiapkan pelaksanaan program KRPL. Partisipasi pada tahap
perencanaan meliputi keikutsertaan/kehadiran dalam sosialisasi program,
persiapan pelatihan pembuatan pupuk cair dan pestisida nabati, musyawarah
kelompok wanita tani untuk membuat Rencana Kegiatan dan Kebutuhan
Anggaran (RKKA) kelompok. Pengambilan keputusan penentuan lokasi Kebun
Bibit Desa (KBD) dan demplot, pengambilan keputusan penentuan media tanam,
jenis tanaman, sistem pemupukan, sistem pengendalian hama dan penyakit. Skor
dan hasil beserta indikator yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Perencanaan Program KRPL
No. Indikator Skor yang
dicapai Persentase Kategori
1. Sosialisasi 1,96 65,43 Sedang
2. Pertemuan BKP3 1,93 64,19 Sedang
3. Persiapan pelatihan
pembuatan pupuk cair 2,11 70,37 Sedang
4. Persiapan pelatihan
pembuatan petisida nabati 1,89 62,96 Sedang
5. Penentuan lokasi KBD 1,92 64,19 Sedang
6. Penentuan Lokasi Demplot 1,92 64,19 Sedang
7. Pembuatan RKKA 1,48 49,38 Rendah
8. Penentuan media tanam 2,26 75,31 Sedang
9. Penentuan jenis tanaman 2,26 75,31 Sedang
10 Penentuan sistem
pemupukan 2,15 71,60 Sedang
11 Penentuan sistem
pengendalian HPT 2,15 71,60 Sedang
Jumlah 22,04 66,78 Sedang
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Keterangan:
Tingkat partisipasi rendah : 11–18,3 ( 33,33%–55,45%)
Tingkat partisipasi sedang : 18,4–25,7 (55,46%–77,58%)
Tingkat partisipasi tinggi : 25,8–33 (77,59%–100%)
Tabel 13. Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Perencanaan
Program KRPL
82
82
No. Indikator Partisipasi Tingkat Partisipasi (%)
Rendah Sedang Tinggi
1. Sosialisasi 33,33 37,04 29,63
2. Pertemuan BKP3 37,04 33,33 29,63
3. Persiapan pelatihan
pembuatan pupuk cair 44,44 0 55,56
4. Persiapan pelatihan
pembuatan petisida nabati 48,15 14,81 37,04
5. Penentuan Lokasi KBD 51,85 3,71 44,44
6. Penentuan Lokasi
Demplot 51,85 0 48,15
7. Pembuatan RKKA 66,67 18,52 14,81
8. Penentuan media tanam 18,52 37,04 44,44
9. Penentuan jenis tanaman 14,81 44,44 40,75
10 Penentuan sistem
pemupukan 22,22 40,74 37,04
11 Penentuan sistem
pengendalian HPT 11,11 62,96 25,93
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan data pada tabel 12. di atas dapat dilihat bahwa partisipasi
anggota dalam tahap perencanaan termasuk kategori sedang dengan perolehan
skor rata-rata sebesar 22,04 atau dengan persentase 66,78%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT belum sepenuhnya ikut
berpartisipasi dalam perencanaan program tersebut, terutama dalam pembuatan
Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA). Berikut akan dijelaskan
secara rinci pada masing-masing indikator dalam tahap perencanaan:
1. Sosialisasi
Partisipasi angggota KWT dalam sosialisasi program termasuk dalam
kategori sedang dengan persentase sebesar 65,43%. Sebaran data dari indikator
sosialisasi terbanyak pada kategori sedang yaitu sebesar 37,04. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT ikut aktif hadir dalam
sosialisasi program KRPL namun tidak aktif bertanya pada saat sosialisasi. Hal
tersebut juga didukung dari hasil wawancara dengan anggota KWT sebagai
berikut.
“Perlu ada sosialisasi biar mengerti, nambah pengetahuan, biar lebih tau.
Saya ikut hadir aja nggak pernah tanya mbak, jarang kok yang tanya-
tanya”.(Ibu Rumayani)
83
83
“Hadir, nggak pernah saya bertanya. Meskipun saya ikut PKK, Lansia, tapi
saya nggak pernah tanya-tanya. Ikuti sajalah, saya dengarkan saya pakai”.
(Ibu Pranti)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT yang hadir dalam kegiatan sosialisasi masih kurang aktif dalam bertanya.
Alasan anggota KWT mengikuti sosialisasi adalah untuk lebih mengetahui dan
mengerti gambaran dari program KRPL. Alasan anggota tidak aktif bertanya
dalam sosialisasi adalah hanya ingin mendengarkan saja tanpa aktif bertanya.
2. Pertemuan BKP3
Partisipasi anggota KWT pada indikator pertemuan dengan BKP3
membahas persiapan teknis pelaksanaan program KRPL termasuk dalam kategori
sedang dengan persentase sebesar 64,19%. Sebaran data dari indikator pertemuan
dengan BKP3 terbanyak pada kategori rendah yaitu sebesar 37,04. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT tidak ikut hadir dalam
pertemuan dengan BKP3 persiapan program KRPL. Hal tersebut juga didukung
dari hasil wawancara dengan anggota KWT sebagai berikut. .
“Jarang ikut mbak, kadang ikut kadang nggak, kalau yang pertemuan
dengan BKP3 nggak ikut mbak karena kerja, waktunya nggak bisa”. (Ibu
Sri Winarti)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT yang tidak ikut hadir dalam kegiatan pertemuan dengan BKP3 untuk
persiapan KRPL salah satunya karena harus bekerja.
3. Persiapan pelatihan pembuatan pupuk cair
Partisipasi anggota KWT pada indikator persiapan pelatihan pembuatan
pupuk cair termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 70,37%.
Sebaran data dari indikator persiapan pelatihan pembuatan pupuk cair terbanyak
pada kategori tinggi yaitu sebesar 55,56%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar anggota KWT ikut aktif mencari dan membawa bahan yang akan digunakan
untuk pembuatan pupuk cair pada saat pelatihan. Hal tersebut juga didukung dari
hasil wawancara dengan anggota KWT sebagai berikut. .
“Persiapan cari bahan kan dibagi kebetulan saya kebagian bawa apa gitu
air leri (air cucian beras)”. (Ibu Putri Prawati)
84
84
“Ikut kan dibagi-bagi mbak tapi lupa bawa apa. Ada sisa-sisa sayur,
tomat”. (Ibu Ria Susanti)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT sebagian besar yang ikut pelatihan membawa bahan yang akan digunakan
untuk pembuatan pupuk cair seperti air cucian beras dan sisa sayur dari rumah
tangga.
4. Persiapan pelatihan pembuatan pestisida nabati
Partisipasi anggota KWT pada indikator persiapan pelatihan pembuatan
pestisida nabati termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar
62,96%. Sebaran data dari indikator persiapan pelatihan pembuatan pestisida
nabati terbanyak pada kategori rendah yaitu sebesar 48,15%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT yang ikut hadir dalam pelatihan tidak serta
mencari bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pelatihan pembuatan
pestisida nabati. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara dengan anggota
KWT sebagai berikut.
“Ikut mba, ikut hadir aja karena mendadak, bahan-bahannya udah
dipersiapkan sendiri sama ketuanya”. (Ibu Rumayani)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT sebagian besar yang ikut pelatihan pembuatan pestisida nabati tidak ikut
membawa bahan yang akan digunakan untuk pembuatan pestisida nabati karena
sudah dipersiapkan oleh ketua KWT.
5. Penentuan Lokasi Kebun Bibit Desa (KBD)
Partisipasi anggota KWT pada indikator penentuan lokasi Kebun Bibit Desa
(KBD) termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 64,19%.
Sebaran data dari indikator indikator penentuan lokasi Kebun Bibit Desa (KBD)
terbanyak pada kategori rendah yaitu sebesar 51,85%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT tidak dilibatkan dalam penentuan lokasi
Kebun Bibit Desa (KBD). Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara
dengan anggota KWT sebagai berikut. .
“Ndak mbak, kan sudah dari ketuanya. Soalnya dari bu Winnya
manawarkan. Rumahnya kan strategis mbak ada di tengah-tengah jadi
dekat sama semua anggota, lahannya juga luas mbak”. (Ibu Ruamyani)
85
85
“Dari ketuanya sudah memastikan lokasinya di rumah bu Win karena
pekarangannya luas”. (Ibu Siti Mariyam)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar anggota KWT tidak dilibatkan dalam penentuan lokasi Kebun Bibit Desa
(KBD) karena dari semua anggota, pekarangan yang paling luas adalah miliki Ibu
Winariasih, selain itu lokasinya strategis berada dekat semua anggota untuk
memudahkan apabila ada pertemuan kelompok. Sehingga, oleh ketua KWT di
tetapkan lokasi Kebun Bibit Desa (KBD) di rumah milik Ibu Winariasih.
6. Penentuan Lokasi Demplot
Partisipasi anggota KWT pada indikator penentuan lokasi demplot termasuk
dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 64,19%. Sebaran data dari
indikator indikator penentuan penentuan lokasi demplot terbanyak pada kategori
rendah yaitu sebesar 51,85%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota
KWT tidak dilibatkan dalam penentuan lokasi demplot. Lokasi demplot sama
dengan lokasi Kebun Bibit Desa yaitu di rumah Ibu Winariasih.
7. Pembuatan Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKAA)
Partisipasi anggota KWT pada indikator pembuatan RKAA termasuk dalam
kategori rendah dengan persentase sebesar 49,38%. Sebaran data dari indikator
pembuatan RKAA terbanyak pada kategori rendah yaitu sebesar 66,67%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT tidak dilibatkan dalam
memberikan ide macam kebutuhan program melalui pembuatan RKAA pada
program KRPL seperti anggaran untuk pembuatan kebun bibit, demplot dan
pemanfaatan pekarangan kelompok seperti bambu, benih, pot try, polybag, paku,
kawat, terpal, dll). Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara dengan ketua
dan anggota KWT sebagai berikut..
“Ndak mbak. Saya maunya tahu sudah jadi”. (Ibu Pranti)
“Yang buat RKKA itu Pak Ady mbak”. (Ibu Umi)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT sebagian besar tidak dilibatkan dalam pembuatan RKKA karena yang
membuat adalah Pak Ady sebagai penyuluh pertanian selain itu, dari anggota juga
inginnya hanya tahu sudah jadi tinggal ikut menjalankan KRPL.
8. Penentuan Media Tanam
86
86
Partisipasi anggota KWT pada indikator penentuan media tanam termasuk
dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 75,31%. Sebaran data dari
indikator penentuan media tanam yang digunakan terbanyak pada kategori tinggi
yaitu sebesar 44,44%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT
ikut menentukan media tanam yang akan digunakan dalam kegiatan budidaya dan
merupakan ide dari anggota bukan hanya anjuran dari penyuluh. Pada awalnya
penyuluh hanya menganjurkan menggunakan pupuk bokashi akan tetapi anggota
memiliki usul untuk menggunakan tanah hutan dan tambahan pupuk kandang dari
kotoran sapi maupun kambing. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Dulu kan anjuran dari penyuluh menggunakan bokashi. Kemudian dari
anggota punya ide menggunakan tanah hutan. Biar irit pakai tanah hutan.
Bokashi lebih mahal. Kalau bokashi saja itu kering, kalau nggak dicampur
dengan tanah. Tanah gunugnnya yang di atas. Tanah yang bagus subur”.
(Ibu Yuli)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kesepakatan
penggunaan media tanam menggunakan tanah hutan dan bokashi untuk
mengurangi biaya yang dikeluarkan karena bokashi harganya lebih mahal.
9. Penentuan Jenis Tanaman
Partisipasi anggota KWT pada indikator penentuan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar
75,31%. Sebaran data dari indikator penentuan jenis tanaman yang akan ditanam
terbanyak pada kategori sedang yaitu sebesar 44,44%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT ikut menentukan jenis tanaman yang akan
ditanam dalam kegiatan budidaya dan merupakan hasil dari kesepakatan antara
anggota dengan penyuluh. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Jenis tanamannya dari anggota, kesepakatan anggota dan penyuluh. Misal
penyuluh memberi anjuran jenis tanaman ini seperti di sana cepet tumbuh
Kalau di sini yang cepat ya sayur seperti sawi sama dan kangkung”. (Ibu
Wijianah)
“Dari anggota usul dulu, dari penyuluhnya juga. Kesepakatn bersama
bareng-bareng”. (Ibu Ria Susanti)
87
87
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar anggota KWT ikut memberikan ide dalam penentuan jenis tanaman yang
akan ditanam dan penyuluh juga memberikan ide jenis tanaman yang akan di
tanam. Sehingga, jenis tanaman yang ditanam sudah hasil kesepakatan antara
anggota dengan penyuluh.
10. Penentuan Sistem Pemupukan
Partisipasi anggota KWT pada indikator penentuan sistem pemupukan yang
akan dilakukan termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar
71,60%. Sebaran data dari indikator penentuan jenis tanaman yang akan ditanam
terbanyak pada kategori sedang yaitu sebesar 40,74%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT ikut menentukan sistem pemupukan yang
akan dilakukan dalam kegiatan budidaya dan merupakan hasil dari kesepakatan
antara anggota dengan penyuluh. Awalnya memang anjuran dari penyuluh untuk
menggunakan sistem organik dalam pemupukannya dan anggota pun
menyepakatinya. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Memang semuanya organik. Nggak ada unsur-unsur kimia”. (Ibu Pranti)
“Sistem pemupukannya ya kesepaktan anggota dengan penyuluh. Sistem
organik itu lebih sehat dimakan daripada pakai kimia”. (Ibu Khoriamah)
“Sistem pemupukan dari penyuluh, programnya kan memang organik. Jadi
kesepakatan dengan anggota”. (Ibu Umi)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT sebagian besar ikut menyepakati penentuan sistem pemupukan yang
dianjurkan oleh penyuluh yaitu menggunakan sistem organik.
11. Penentuan Sistem Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Partisipasi anggota KWT pada indikator penentuan sistem pemupukan yang
akan dilakukan termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar
71,60%. Sebaran data dari indikator penentuan jenis tanaman yang akan ditanam
terbanyak pada kategori sedang yaitu sebesar 69,96%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT ikut menentukan sistem pengendalian HPT
yang akan dilakukan dalam kegiatan budidaya dan merupakan hasil dari
kesepakatan antara anggota dengan penyuluh. Awalnya memang anjuran dari
88
88
penyuluh untuk menggunakan sistem organik dalam pengendalian HPT dan
anggotapun menyepakatinya.
Pada tahap perencanaan program KRPL, anggota KWT belum sepenuhnya
terlibat dalam prosesnya. Hal ini terlihat dari hasil partisipasi yang sedang dalam
keikutsertaan/kehadiran dalam sosialisasi program, persiapan pelatihan pembuatan
pupuk cair dan pestisida nabati, pengambilan keputusan penentuan lokasi Kebun
Bibit Desa (KBD) dan demplot, pengambilan keputusan penentuan media tanam,
jenis tanaman, sistem pemupukan, sistem pengendalian hama dan penyakit.
Bahkan hasil partisipasi yang rendah dalam pengambilan keputusan untuk
membuat Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA) kelompok. Hal ini
menyebabkan kurangnya rasa memiliki dalam diri anggota KWT pada program
KRPL. Apabila anggota KWT lebih dilibatkan dalam tahap perencanaan program
akan meningkatkan rasa kepercayaan dan memiliki terhadap program KRPL. Hal
ini sesuai dengan pendapat Firmansyah, 2007 (dalam Wulandari, 2015) yang
menjelaskan bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya,
karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
5.2.2.2 Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Partisipasi dalam pelaksanaan adalah keikutsertaan anggota kelompok
wanita tani pada pelaksanaan program KRPL meliputi keikutsertaan rapat,
pelatihan, pembuatan kebun bibit desa, penerapan media tanam, penerapan jenis
tanaman, pembibitan, penanaman, pengambilan bibit, perawatan, penerapan
sistem pemupukan, penerapan sistem pengendalian hama dan penyakit, panen di
demplot, pemasaran dan panen di pekarangan. Skor dan hasil beserta indikator
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 14.
89
89
Tabel 14. Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pelaksanaan Program KRPL
No. Indikator Skor yang
dicapai Persentase Kategori
1. Rapat 2,89 96,30 Tinggi
2. Pelatihan budidaya lele 1,81 60,50 Sedang
3. Pelatihan pembuatan pupuk
cair 2,26 75,30 Sedang
4. Pelatihan pembuatan petisida
nabati 2,26 75,30 Sedang
5. Hadir membuat KBD 2,56 85,12 Tinggi
6. Menerapkan media tanam 2,81 93,83 Tinggi
7. Menerapkan jenis tanaman 2,63 87,65 Tinggi
8. Pembibitan 2,52 83,95 Tinggi
9. Penanaman 2,52 83,95 Tinggi
10. Pengambilan bibit 2,44 81,48 Tinggi
11. Perawatan 2,70 90,12 Tinggi
12. Penerapan Sistem
Pemupukan 2,93 97,53 Tinggi
13. Penerapan sistem
pengendalian HPT 2,93 97,53 Tinggi
14. Panen demplot 2,07 69,13 Sedang
15. Pemasaran 1,18 39,50 Rendah
16. Panen pekarangan 2,15 71,60 Sedang
Jumlah 38,67 80,56 Tinggi
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Keterangan:
Tingkat Partisipasi Rendah = 16–26,67 ( 33,33%–55,55%)
Tingkat Partisipasi Sedang = 26,68–37,35 (55,56%–77,78%)
Tingkat Partisipasi Tinggi = 37,36–48 (77,79%–100%)
90
90
Tabel 15. Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pelaksanaan
Program KRPL
No. Indikator Partisipasi Tingkat Partisipasi (%)
Rendah Sedang Tinggi
1. Rapat 0 11.11 88,89
2. Pelatihan budidaya lele 48,15 22,22 29,63
3. Pelatihan pembuatan
pupuk cair 37 0 63
4. Pelatihan pembuatan
petisida nabati 37 0 63
5. Hadir membuat KBD 22,22 0 77,78
6. Menerapkan media tanam 0 18,52 81,48
7. Menerapkan jenis tanaman 3,70 29,63 66,67
8. Pembibitan 11,11 25,93 62,96
9. Penanaman 11,11 25,93 62,96
10. Pengambilan bibit 7,40 37,04 55,56
11. Perawatan 0 29,63 70,37
12. Penerapan sistem
pemupukan 0 7,40 92,60
13. Penerapan sistem
pengendalian HPT 0 7,40 92,60
14. Panen demplot 29,63 33,33 37,04
15. Pemasaran 88,89 3,70 7,41
16. Panen pekarangan 0 85,18 14,82
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan data pada tabel 7. di atas dapat dilihat bahwa partisipasi
anggota dalam tahap pelaksanaan termasuk kategori tinggi dengan perolehan skor
rata-rata sebesar 38,67 atau dengan persentase 80,56%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT ikut berpartisipasi dalam
pelaksanaan program tersebut, terutama dalam penerapan sistem pemupukan dan
sistem pengendalian HPT. Berikut akan dijelaskan secara rinci pada masing-
masing indikator dalam tahap pelaksanaan:
1. Rapat
Partisipasi angggota KWT dalam rapat rutin yang dilakukan oleh KWT
program termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 96,30%.
Sebaran data dari indikator sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar
88,89%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT ikut aktif
hadir lebih dari 3 kali selama program berjalan dalam kegiatan rapat rutin yang
diadakan setiap 1 bulan sekali bersama dengan penyuluh. Hal tersebut juga
didukung dari hasil wawancara.
91
91
“Kalau rapat yang rutin 1 bulan sekali ada 5 kali mbak aku ikut”. (Ibu
Wiratsih)
“Karena saya ini pengurus ya selalu ikut rapat, tidak pernah tidak hadir
bareng-bareng sama bu Umi”. (Ibu Yuli)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT sebagian besar ikut aktif hadir lebih dari 3 selama program berjalan dalam
kegiatan rapat rutin.
2. Pelatihan Budidaya Lele
Partisipasi angggota KWT dalam pelatihan budidaya lele termasuk dalam
kategori sedang dengan persentase sebesar 60,50%. Sebaran data dari indikator
sosialisasi terbanyak pada kategori rendah yaitu sebesar 48,15%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT tidak ikut hadir dalam kegiatan
pelatihan budidaya lele akan tetapi sebagian anggota KWT yang ikut hadir sudah
aktif bertanya dalam kegiatan pelatihan. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara.
“Tidak mbak, pas lagi repot mbak”. (Ibu Rini)
“Nggak , nggak tau yang itu. Nggak pernah diundang.” (Ibu Pranti)
“Aku tahunya sudah nanam ih mbak. Sudah beli bibit lelenya, udah ada di
kolam.” (Ibu Siti Mariyam)
“Hadir mbak, ya aktif tanya karena saya punya lele. Tanya jenis makanan
lele kalau pakai daun kates. Tidak saya jual lelenya, saya makan sendiri.
Saya tanya kenapa kok bisa kadang-kadang ada penyakit yang jamuran”.
(Ibu Pranti)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggota
KWT sebagian besar tidak ikut hadir dalam kegiatan pelatihan budidaya lele
karena tidak tahu ada pelatihan dan kesibukan dari maing-masing anggota, akan
tetapi sebagian anggota KWT yang ikut hadir sudah aktif bertanya dalam kegiatan
pelatihan.
3. Pelatihan Pembuatan Pupuk Cair
Partisipasi angggota KWT dalam pelatihan pembuatan pupuk cair termasuk
dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 75,30%. Sebaran data dari
indikator sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 63%. Hal ini
92
92
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT ikut hadir dalam kegiatan
pelatihan pembuatan pestisida nabati dan aktif ikut praktik mencoba membuat
bersama dengan penyuluh pada saat kegiatan pelatihan. Hal tersebut juga
didukung dari hasil wawancara.
“Pelatihan itu penting biar tahu kalau nanem, nggak tau cara mupuknya
gimana. Kasih materi dulu, ngumpul dikasih tahu. Bahannya disiapkan.”
(Ibu Khoriamah)
“Iyah ikut motong-motong apalah itu bahannya ada air cucian beras. Ada
sampah sayur, ada gula, ada terasi, ada air cucian beras, sama rumput-
rumput itu terserah, tomat, macem-macem mbak pokoknya yang udah
busuk-busuk. Bahan-bahan tadi dimasukkan karung. Kaya gula trasi,
cucian beras di rendam. Yang dimasukkan karung bawang yang merah
ditali direndam di air beras sama air biasa Di tambah multidex untuk
nyepetno busuk mbak. Latian buat pupuknya di ajari sama penyuluh Pak
Ady sama Pak Suliana.”(Ibu Rumayani)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa semua anggota
yang hadir pada saat pertemuan ikut aktif mempraktikan secara langsung
pembuatan pupuk cair.
4. Pelatihan Pembuatan Pestisida Nabati
Partisipasi angggota KWT dalam pelatihan pembuatan pestisida nabati
termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 75,30%. Sebaran data
dari indikator sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 63%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT ikut hadir dalam kegiatan
pelatihan pembuatan pestisida nabati dan aktif ikut paraktik mencoba membuat
bersama dengan penyuluh pada saat kegiatan pelatihan. Pelatihan pembuatan
pestisida nabati bersamaan dengan pelatihan pembuatan pupuk cair. Hanya aja
bahan yang digunakan dan cara pembuatannya yang berbeda. Hal tersebut juga
didukung dari hasil wawancara.
“Kita gantian menumbuk, kita motong-motong jahe, laos, sereh. Semuanya
terjun. Team work. Semuanya ikut. Itu kan dibagi ke anggota hasilnya. Jadi
kita nggak berpangku tangan. Ya belajar ya praktik langsung.” (Ibu
Winariasih)
93
93
5. Hadir membuat Kebun Bibit Desa (KBD)
Partisipasi angggota KWT dalam pertama kali membuat KBD termasuk
dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 85,12%. Sebaran data dari
indikator sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 77,78%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT ikut hadir dan ikut membantu
membuat KBD. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Ikut ya yang angkat-angkat tanah hutan.” (Ibu Misriati)
“Kita ngisi polybag bareng-bareng bersama anggota”. (Ibu Winariasih)
6. Menerapkan Media Tanam
Partisipasi angggota KWT dalam menerapkan media tanam termasuk dalam
kategori tinggi dengan persentase sebesar 93,83%. Sebaran data dari indikator
sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 81,48%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT menggunakan media tanam
sesuai dengan kesepakatan pada perencanaan program. Hal tersebut juga
didukung dari hasil wawancara.
“Semua dapat dari kelompok. Dapat dari bu wn itu loh mbak”. (Ibu
Sumarlikah)
“Saya kasih pupuk kandang, yang sudah jadi kaya tanah. 1 tahun mbak
baru jadi kaya tanah gitu mbk. Dipisahkan trus dicampur. Tanah hutan,
bokashi, pupuk kandang. Pakai bokashi karena bokasihi itu sudah diolah
kan lebih baik”. (Ibu Khoriamah)
“2 karung tanah gunung : 1 karung tanah bokashi. Kalau hanya pupuk
bokashi, kalau disiram nggak bisa langsung ke bawah. Kalau nyiram harus
pakai banyak air. (Ibu Yuli)
7. Menerapkan Jenis Tanaman
Partisipasi angggota KWT dalam pertama kali membuat KBD termasuk
dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 87,65%. Sebaran data dari
indikator sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 66,67%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT menanam jenis tanaman sesuai
dengan recana di awal program dan memiliki inisiatif untuk menambah jenis
tanaman sendiri. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang
diungkapkan oleh Ibu Siti Mariyam:
94
94
“Pasti ada mbak. Yang dapat dari kelompok itu kangkung sama sawi manis.
Yang saya tanam sendiri, buncis merah, bawang prei, tomat, cari bibit
sendiri. Pokoknya yang konsumsi setiap hari .”
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa setiap anggota
memliki inisitif untuk menanm jenis tanaman yang tidak hanya didapatkan dari
kelompok sesuai dengan kebutuan masing-masing rumah tangganya.
8. Pembibitan
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan pembibitan termasuk dalam
kategori tinggi dengan persentase sebesar 83,95%. Sebaran data dari indikator
sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 62,96%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sering ikut dalam kegiatan
pembibitan lebih dari 2 kali pembibitan. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Umini:
“Ikut pembibitan 3 kali, yang pertama itu pas tomat. Kedua itu pembibitan
sawi yang ketiga terong.”
9. Penanaman
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan penanaman termasuk dalam
kategori tinggi dengan persentase sebesar 83,95%. Sebaran data dari indikator
sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 62,96%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sering ikut dalam kegiatan
penanaman lebih dari 2 kali penanaman. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Pranti:
“Menanam ikut paling lebih dari 2 kali. Tanam tomat, sawi, cabai, terong
Kalau belum selesai. Tidak semua teman itu datang. Di lanjut hari
selanjutnya. Kalau mau nanam. Tanaman sebelumnya dibongkar karena
sudah padat. Trus dicampur lagi. Kalau nggak dibongkar tanamnnya jelek
nggak subur”.
10. Pengambilan Bibit
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan pembibitan termasuk dalam
kategori tinggi dengan persentase sebesar 81,48%. Sebaran data dari indikator
sosialisasi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 55,56%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sering ikut dalam kegiatan
95
95
pengambilan bibit lebih dari 2 kali pengambilan. Hal tersebut juga didukung dari
hasil wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Umini:
“Mengambil bibitnya 3 kali. ya sawi, cabai ketiga terong.”
11. Perawatan
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan perawatan termasuk dalam
kategori tinggi dengan persentase sebesar 90,16%. Sebaran data dari indikator
perawatan terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 70,37%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sering ikut dalam kegiatan
perawatan lebih dari 3 kali perawatan. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara.
“Iyah ikut ada lebih dari 3 kali. kalau diminta datang yah datang kerja
bakti”. (Ibu Sumarlikah)
“ Kerja bakti itu digilir mbak, dibuat 4 kelompok seminggu sekali di gilir.
Lebih dari 3 kali. Mbak Umi dan mbak Yuli yang lebih sering karena
dekat.” (Ibu Khoriamah)
12. Penerapan Sistem Pemupukan
Partisipasi angggota KWT dalam penerapan sistem pemupukan termasuk
dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 97,53%. Sebaran data dari
indikator sistem pemupukan terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 92,60%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT melakukan penerapan
sistem pemupukan dengan sesuai anjuran menggunakan organik. Hanya terdapat 2
anggota KWT yang masih menggunakan pupuk kimia. Hal tersebut juga didukung
dari hasil wawancara.
“Nggak ada campuran pake pupuk kimia ataupun pestisida mbak.” (Ibu
Parniati)
“Saya organik tok. Baru kali ini setelah ada KRPL. Sawi manis sawi
daging, kangkung itu enak kalau organik, lemes.” (Ibu Sumarlikah)
“Pemupukan saya sendiri, saya tetep organik. Tapi saya campur 1 sendok
untuk 1 liter air dicairkan. Kalau organik saja buahnya cuma dikit. Kalau
sayur organik saja itu bagus gede-gede kaya sawi, tapi kalau menurut saya
terong tidak bisa berbuah, cabai keriting, terong kalau yang berbuah itu
haurs dikasih kimia.” (Ibu Misrtiati)
96
96
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada anggota
yang belum sepenuhnya menerapkan organik
13. Penerapan Sistem Pengendalian HPT
Partisipasi angggota KWT dalam penerapan sistem pengendalian HPT
termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 97,53%. Sebaran data
dari indikator sistem pemupukan terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar
92,60%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT melakukan
penerapan sistem sistem pengendalian HPT dengan sesuai anjuran menggunakan
organik. Hanya terdapat 2 anggota KWT yang masih menggunakan pupuk kimia.
Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara Ibu Rumayani:
“Obatnya dianjurkan semprot dari organik pakai jahe sama serai. Dapat
dari kelompok”.
14. Panen Demplot
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan panen hasil tanaman di demplot
termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 69,13%. Sebaran data
dari indikator panen di demplot terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar
37,04%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sering
melakukan panen di demplot dengan intensitas lebih dari 3 kali kegiatan panen.
Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Ibu
Sumarlikah:
“Ikutnya ya lebih dari 3 kali pas panen timun sawi, kangkung sama tomat.
Dibawa pulang sama anggota. Sebagian dijual di kesekolahan TK mbak.”
15. Pemasaran
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan pemasaran hasil tanaman di
demplot termasuk dalam kategori rendah dengan persentase sebesar 39,50%.
Sebaran data dari indikator panen di demplot terbanyak pada kategori rendah yaitu
sebesar 88,89%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT tidak
pernah mengikuti kegitan pemasaran hasil panen di demplot, yang menjual adalah
Ibu Yuli dan Ibu Umi. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Tidak pernah. Tapi bantu nyiapin, membersihkan kaya kangkung,
mentimun.” (Ibu Winariasih)
97
97
“Ndak pernah. Cuma bantu mengikat yang jual bu yul sama bu umi” (Ibu
Sujiati)
16. Panen Pekarangan
Partisipasi angggota KWT dalam kegiatan panen hasil tanaman di
pekarangan masing-masing anggota termasuk dalam kategori sedang dengan
persentase sebesar 71,60%. Sebaran data dari indikator panen di demplot
terbanyak pada kategori sedang yaitu sebesar 85,18%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT hanya aktif melaksanakan pemanenan untuk
dikonsumsi dan tidak untuk dijual. Yang pernah menjual hasil panen di
pekarangan hanya beberapa anggota saja. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara.
“Nggak ada yang dijual, dibagikan ke tetangga aja nggka cukup, dimakan
sendiri aja juga.” (Ibu Misriati)
“Kalau yang di tanam di pekarangan yah untuk dikonsumsi keluarga
sendiri paling dibagi juga ke tetangga. Tapi kalau yang di demplot kalau
bisa dijual misal dibagikan ke anggota masih lebih untuk perputaran
kasnya mbak.” (Ibu Yuli)
Pada tahap pelaksanaan program KRPL, anggota KWT sudah berpartisipasi
aktif dalam bentuk sumbangan pemikiran dan bentuk tindakan sebagai anggota
KWT pada program KRPL. Sumbangan materi tidak dianalisis karena
pelaksanaan program menggunakan anggaran dari pemerintah. Sumbangan
pemikiran dan bentuk tindakan anggota KWT dapat terlihat dari hasil partisipasi
yang tinggi pada sebagian besar indikator seperti keikutsertaan rapat, pembuatan
kebun bibit desa, penerapan media tanam, penerapan jenis tanaman, pembibitan,
penanaman, pengambilan bibit, perawatan, penerapan sistem pemupukan,
penerapan sistem pengendalian hama dan penyakit. Hal ini sesuai dengan
pendapat Cohen dan Uphoff, 1979 (dalam Irwansyah, Muhdar dan Jamaludin,
2014) yang menyatakan bahwa partisipasi dalam pelaksanaan merupakan tahap
terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah
pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga,
yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, sumbangan materi dan
bentuk tindakan sebagai anggota program.
98
98
5.2.2.3 Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Partisipasi dalam tahap evaluasi adalah keikutsertaan anggota dalam
memberikan kritik dan saran, mengidentifikasi masalah, evaluasi anggaran,
evaluasi jenis tanaman dan pelaporan kegiatan saat monev. Skor dan hasil beserta
indikator yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Evaluasi Program KRPL
No. Indikator Skor yang
dicapai Persentase Kategori
1. Kritik dan saran 1,74 58,02 Sedang
2. Mengidentifikasi masalah 2,78 92,60 Tinggi
3. Evaluasi anggaran 1,52 50,62 Rendah
4. Evaluasi jenis tanaman 2,56 85,18 Tinggi
5. Pertemuan monev 2,15 71,60 Sedang
Jumlah 10,74 71,60 Sedang
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Keterangan:
Tingkat Partisipasi Rendah = 5–8,3 (33,33%–55,33%)
Tingkat Partisipasi Sedang = 8,4–11,7 (55,34%-77,34%)
Tingkat Partisipasi Tinggi = 11,8–15 (77,35%-100%)
Tabel 17. Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Evaluasi Program
KRPL
No. Indikator Partisipasi Tingkat Partisipasi (%)
Rendah Sedang Tinggi
1. Kritik dan saran 62,96 0 37,04
2. Mengidentifikasi masalah 11,11 0 88,89
3. Evaluasi anggaran 74,07 0 25,93
4. Evaluasi jenis tanaman 14,81 14,81 70,38
5. Pertemuan monev 22,22 40,74 37,04
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan data pada tabel 9. di atas dapat dilihat bahwa partisipasi
anggota dalam tahap evaluasi termasuk kategori sedang dengan perolehan skor
rata-rata sebesar 10,74 atau dengan persentase 71,60%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT belum ikut berpartisipasi aktif
dalam evaluasi program tersebut, terutama dalam evaluasi anggaran. Berikut akan
dijelaskan secara rinci pada masing-masing indikator dalam tahap evaluasi:
1. Kritik dan Saran
99
99
Partisipasi angggota KWT dalam pemberian kritik dan saran untuk kegiatan
KRPL termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 58,02%.
Sebaran data dari indikator pemberian kritik dan saran terbanyak pada kategori
rendah yaitu sebesar 62,96%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota
KWT tidak terlibat memberikan kritik dan saran akan tetapi ada juga sebagian
anggota yang memberikan kritik dan saran agar kegiatan KRPL lebih baik dari
sebelumnya. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Nggak mbak karena yang penting hadir. Musyawarahnya setuju ya
sudah”. (Ibu Siti Mariyam)
“Saya pernah memberi saran pembagian jadwal piket. Kadang
terbengkalai. Tidak semua bisa hadir. Kalau rapat kan 1 bulan sekali. Yah
karena kegiatan di desa terhalang sama kegiatan sendiri, ini kan masa-
masa panen di ladang. Minta ada piket, 1 minggu sekali. 1 minggu 3 kali
piket. Dibagi 3 kelompok. 27 dibagi 3 kelompok. Jadi, 3 kali perawatan
dalam 1 minggu. Perkelompok dibagi 3 lagi.” (Ibu Sujiati)
2. Mengidentifikasi Masalah
Partisipasi angggota KWT dalam mengidentifikasi masalah khususnya
terhadap perkembangan tanaman yang ditanam masing-masing anggota di
pekarangan termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 92,60%.
Sebaran data dari indikator mendidentifikasi masalah terbanyak pada kategori
tinggi yaitu sebesar 88,89%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota
KWT terlibat dan aktif mengidentifikasi masalah dan menyampaikan kepada
penyuluh saat ada pertemuan kelompok agar permasalahan tersebut dapat segera
mendapatkan solusi sehingga dapat teratasi. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara.
“Pernah mbak. Masalahnya media tanam terong. Terong kan media
tanamnya harusnya besar, kan kalau di polybag kurang maksimal. Berbuah
besar kan buahnya lebih dari 3. Jadi nggak kuat kalau di polybag. Sama
tanaman yang kena ulat itu tanaman kangkung. Minta diobati sama apa
gitu. Sawi bagus dulu mbak.” (Ibu Sujiati)
“Ulat kangkung mbak. Daunnya lubang-lubang.” (Sri Winarti)
3. Evaluasi Anggaran
100
100
Partisipasi angggota KWT dalam mengevaluasi anggaran kelompok
termasuk dalam kategori rendah dengan persentase sebesar 50,62%. Sebaran data
dari indikator mendidentifikasi masalah terbanyak pada kategori rendah yaitu
sebesar 74,07%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT belum
terlibat dan aktif mengevaluasi anggaran yang ada di kelompok. Hal tersebut juga
didukung dari hasil wawancara.
“Tidak pernah mbak. Nggak berani aja. Tau katanya si dapat segini juta-
segini juta. Tapi juga yang dibeli banyak beli pupuk, beli tanah, beli bibit,
beli multidex kaya tadi. Saat pertemuan ya ada pelaporan cuman nggak
terlalu memperhatikan”. (Ibu Rumayani)
“Nggak pernah tau tentang anggaran mbak.” (Ibu Parniati)
“Nggak pernah mbak. Tapi setiap pertemuan ada laporannya kepada
anggota.” (Ibu Siti Mariyam)
4. Evaluasi Jenis Tanaman
Partisipasi angggota KWT dalam mengevaluasi jenis tanaman yang ditanam
dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 85,18%.
Sebaran data dari indikator mendidentifikasi masalah terbanyak pada kategori
tinggi yaitu sebesar 70,38%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota
KWT terlibat dan aktif mengeavaluasi jenis tanaman yang sudah ditanam
khususnya yang didapat dari KBD. Hal tersebut juga didukung dari hasil
wawancara yang diungkapkan oleh anggota KWT.
“Kangkung banyak ulatnya mau diganti melon tapi kok belum.” (Ibu Ria
Susanti)
“Usulan tanaman: iya, kayak minta seledri, bawang karena yang bisa di
tanam dan mudah tumbuh, lebih mudah. Terong, sawi, cabai, kangkung.
Pertama tanam, merasa bosen. Katanya mau ada buah tapi kok belum di
kasih. Selain bosen, bawang sama bawang merah perawatannya lebih
mudah tinggal di siram sama di kasih pupuk kandang.”( Ibu Rumayani)
“Iyah, usul jangan pakai sawi lagi makanya diganti kubis ini.” (Ibu Siti
Mariyam)
5. Pertemuan Monev
101
101
Partisipasi angggota KWT dalam pertemuan monev dengan BKP3 termasuk
dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 71,60%. Sebaran data dari
indikator mendidentifikasi masalah terbanyak pada kategori sedang yaitu sebesar
40,74%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT yang ikut
hadir dalam pertemuan pelaporan kegiatan saat monev dengan BKP3 belum ikut
aktif menjawab pertanyaan. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Yang penting hadir. Itu malah diam aja.” (Ibu Siti Pranti)
“Pernah mbak, paling yang ditanya-tanya ketua, sekretaris sama
bendahara.” (Ibu Siti Mariyam)
“Saya datang. Perlu peninjauan karena dikasih uang kok. Nanti uangnya
kan buat yang lain. Memang benar ada kelompoknya, ada kegiatannya, ada
tanamannya. Ke demplot juga ke pekarangannya anggota. Kumpul dulu di
rumah bu Win. Bahas sesuatu dulu.” ( Ibu Khoriamah)
Pada tahap evaluasi program KRPL, anggota KWT sudah memberikan
umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam
pelaksanaan program KRPL melalui tingkat partisipasi yang tinggi pada indikator
mengidentifikasi masalah dan evaluasi jenis tanaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yadav 1973 dalam Mardikanto (2009) yang menyatakan bahawa
kegiatan pemantauan dan evaluasi program/proyek pembangunan sangat perlu
dilakukan, agar tujuan dapat tercapai seperti yang diharapkan, selain itu juga
diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala
yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Partisipasi
masyarakat dalam hal ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan
perkembangan kegiatan. Akan tetapi umpan balik yang dapat memberikan
masukan demi perbaikan pelaksanaan program kedepannya masih belum tercapai
dengan partisipasi yang masih sedang pada indikator memberikan kritik dan saran,
pelaporan kegiatan saat monev dan partisipasi yang rendah pada evaluasi
anggaran. Pemberian umpan balik masukan sangat penting dalam tahap evaluasi
sesuai dengan pendapat Cohen dan Uphoff, 1979 (dalam Irwansyah, Muhdar dan
Jamaludin, 2014) yang menyatakan bahwa tahap Evaluasi, dianggap penting
102
102
sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat
memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
5.2.2.4 Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil adalah keikutsertaan anggota dalam
memanfaatan hasil berupa pemanfaatan sarana, prasarana produksi dan
pemanfaatan hasil panen serta kepuasan rohani. Pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi meliputi pemanfaatan polybag, benih, bibit, media tanam, agen hayati,
pupuk cair, pupuk bokashi dan sprayer. Skor dan hasil beserta indikator yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pemanfaatan Hasil Program
KRPL
No. Indikator Skor yang
dicapai Persentase Kategori
1. Memanfaatkan polybag 2,78 92,60 Tinggi
2. Memanfaatkan benih 2,85 95,06 Tinggi
3. Memanfaatkan bibit 2,56 85,20 Tinggi
4. Memanfaatkan media tanam 2,85 95,06 Tinggi
5. Memanfaatkan agen hayati 1,52 50,62 Rendah
6. Memanfaatkan pupuk cair 2,41 80,25 Tinggi
7. Memanfaatkan pupuk bokashi 2,56 85,20 Tinggi
8. Memanfaatkan sprayer 2,70 90,12 Tinggi
9. Menikmati hasil panen 2,56 85,20 Tinggi
10. Kepuasan rohani 2,81 93,82 Tinggi
Jumlah 25,60 85,30 Tinggi
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Keterangan:
Tingkat Partisipasi Rendah = 10–16,67 (33,33%–55,56%)
Tingkat Partisipasi Sedang = 16,68–23,35(55,57%–77,80%)
Tingkat Partisipasi Tinggi = 23,36-30 (77,81%–100%)
103
103
Tabel 19. Sebaran Indikator Partisipasi Anggota KWT Tahap Pemanfaatan Hasil
Program KRPL
No. Indikator Partisipasi Tingkat Partisipasi (%)
Rendah Sedang Tinggi
1. Memanfaatkan polybag 11,11 0 88,89
2. Memanfaatkan benih 7,40 0 92,60
3. Memanfaatkan bibit 22,22 0 77,78
4. Memanfaatkan media
tanam 7,40 0 92,60
5. Memanfaatkan agen hayati 74,07 0 25,93
6. Memanfaatkan pupuk cair 29,63 0 70,37
7. Memanfaatkan pupuk
bokashi 22.22 0 77,78
8. Memanfaatkan sprayer 14,81 0 85,19
9. Menikmati hasil panen 0 44,44 55,56
10. Kepuasan rohani 0 18,52 81,48
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan data pada tabel 18. di atas dapat dilihat bahwa partisipasi
anggota dalam tahap pemanfaatan hasil termasuk kategori tinggi dengan
perolehan skor rata-rata sebesar 25,60 atau dengan persentase 85,30%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sudah aktif ikut
menikmati hasil dengan mengikuti program KRPL dalam KWT Dewi Sartika
akan tetapi masih rendahnya pengetahuan dan pemanfaatan agen hayati oleh
anggota. Berikut akan dijelaskan secara rinci pada masing-masing indikator dalam
tahap pemanfaatan hasil:
1. Memanfaatkan polybag
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan polybag untuk kegiatan
budidaya yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi dengan
persentase sebesar 92,60%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan polybag
terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 88,89%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan sarana dan prasarana
berupa polybag yang didapatkan. akan tetapi terdapat anggota yang memang
sengaja tidak ikut meminta polybag dari kelompok dengan alasan ikut bergabung
menanam di demplot. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara yang
diungkapkan oleh Ibu Sujiati:
104
104
“Dapat mbak 24 polybag yang pertama. Yang kedua yang pengen ambil ya
ambil.”
2. Memanfaatkan benih
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan benih untuk kegiatan
budidaya yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi dengan
persentase sebesar 95,06%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan benih
terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 92,60%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan sarana dan prasarana
berupa benih yang didapatkan, akan tetapi terdapat anggota yang memang sengaja
tidak ikut meminta benih dari kelompok dengan alasan ikut bergabung menanam
di demplot dan menambah membeli bibit sendiri. Hal tersebut juga didukung dari
hasil wawancara dengan anggota KWT sebagai berikut.
“Saya dapatnya benih kangkung mbak”. (Ibu Rini)
“Pernah dapatnya benih kangkung, timun sama kubis”. (Ibu Pranti)
3. Memanfaatkan Bibit
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan bibit untuk kegiatan
budidaya yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi dengan
persentase sebesar 85,20%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan benih
terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 77,78%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan sarana dan prasarana
berupa bibit yang didapatkan, akan tetapi terdapat anggota yang memang sengaja
tidak ikut meminta benih dari kelompok dengan alasan ikut bergabung menanam
di demplot dan menambah membeli bibit sendiri. Hal tersebut juga didukung dari
hasil wawancara.
“Dapat bibit tomat, sawi sama cabai”. (Ibu Sri Winarti)
“Kalau yang bibit dapatnya bibit sawi dan terong”. (Ibu Sumarlikah)
4. Memanfaatkan Media Tanam
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan media tanam untuk
kegiatan budidaya yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi
dengan persentase sebesar 95,06%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan benih
terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 92,60%. Hal ini menunjukkan bahwa
105
105
sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan sarana dan prasarana
berupa tanah hutan yang didapatkan.
5. Memanfaatkan Agen Hayati
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan agen hayati untuk
pengendaliah hama dalam kegiatan budidaya termasuk dalam kategori rendah
dengan persentase sebesar 50,62%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan agen
hayati terbanyak pada kategori rendah yaitu sebesar 74,07%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar anggota KWT tidak mendapatkan agen hayati. Hal tersebut
juga didukung dari hasil wawancara.
“Agen hayati untuk di demplot, dibelikan penyuluh”. (Ibu Umi)
“Kalau untuk agen hayati saya nggak dapat mbak”.(Ibu Sri Winarti)
6. Memanfaatkan Pupuk Cair
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan pupuk cair untuk kegiatan
budidaya yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi dengan
persentase sebesar 80,25%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan pupuk cair
terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 70,37%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan sarana dan prasarana
berupa pupuk cair yang dibuat bersama saat pelatihan pembuatan pupuk cair.
7. Memanfaatkan Pupuk Bokashi
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan pupuk bokashi untuk
kegiatan budidaya yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam kategori tinggi
dengan persentase sebesar 85,20%. Sebaran data dari indikator pemanfaatan
pupuk bokashi terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 77,78%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan
sarana dan prasarana berupa pupuk bokashi yang didapatkan.
8. Memanfaatkan Sprayer
Partisipasi angggota KWT dalam memanfaatkan sprayer untuk kegiatan
budidaya pengendalian HPT yang didapatkan dari kelompok termasuk dalam
kategori tinggi dengan persentase sebesar 90,12%. Sebaran data dari indikator
pemanfaatan benih terbanyak pada kategori tinggi yaitu sebesar 85,19%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT sudah ikut serta memanfaatkan
106
106
sarana dan prasarana berupa sprayer yang didapatkan, akan tetapi terdapat anggota
yang tidak mendapatkan.
9. Menikmati Hasil Panen
Partisipasi angggota KWT dalam menikamti hasil panen di masing-masing
pekarangan anggota dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 85,20%.
Sebaran data dari indikator menikmati hasil panen terbanyak pada kategori tinggi
yaitu sebesar 55,56%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota KWT
sudah merasa puas dengan hasil panen yang didapat karena sebelumnya belum
pernah menanam di pekarangan, akan tetapi sebagian anggota juga masih merasa
kurang puas dengan hasil panen yang di dapat. Hal tersebut juga didukung dari
hasil wawancara.
“Puas mbak, kangkung itu sampai 3-4 bulan soalnya terus tumbuh, subur
jan, meyenangkan. Aku tanya lagi mau minta tapi belum ada lagi.” (Ibu Siti
Mariyam)
“Puas, seneng hasilnya bagus, pertamanya kan belum pengalaman.
Sekarang kan jadi nambah pengalaman nanem di pekarangan”. (Ibu Ria
Susanti)
“Aku ya seneng mbak. Dulunya nggak pernah tanam di pekarangan mbak
karena nggak punya pekarangan. Tapi karena KRPL pakai rak. Jadi bisa
nanem”. (Ibu Sumarlikah)
10. Kepuasan Rohani
Partisipasi angggota KWT dalam merasakan kepuasan rohani melalui
keindahan tanaman yang ditanam termasuk dalam kategori tinggi dengan
persentase sebesar 93,82%. Sebaran data dari indikator kepuasan rohani terbanyak
pada kategori tinggi yaitu sebesar 81,48%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar anggota KWT merasa senang dan puas secara rohaninya melalui keindahan
tanaman. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara.
“Sudah seirng nanem di pekarangan. Rumah saya itu rumah toga. Toga
semua itu di sini ada. Seneng banget. Hijau semua.” (Ibu Pranti)
“Hijau-hijau segar mbak karena menanam. Sebelumnya nanemnya bunga-
bunga aja mbak.”(Ibu Sujiati)
“Rasa seneng lihat tanaman hujau-hijau mbak”. (Ibu Ria Susanti)
107
107
Pada tahap pemanfaatan hasil program KRPL, anggota KWT sudah
menikmati hasil dari mengikuti program KRPL. Hal ini terlihat dari hasil
partisipasi yang tinggi pada sebagian besar pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi dan menikmati hasil panen yang ada di pekarangan masing-masing
anggota KWT, sehingga dengan anggota yang merasakan manfaat program KRPL
maka program KRPL berhasil mengenai sasaran. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Cohen dan Uphoff, 1979 (dalam Irwansyah, Muhdar dan Jamaludin,
2014) yang menyatakan bahwa tahap menikmati hasil dengan melihat posisi
masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat program
tersebut berhasil, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran.
5.2.2.5 Pembahasan Partisipasi pada Semua Tahapan
Hasil partisipasi pada semua tahapan didapatkan dari perhitungan
keseluruhan nilai akhir yang diperoleh dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pemanfaatan hasil. Partisipasi anggota KWT pada program KRPL
pada setiap tahapan dapat diketahui secara jelas melalui tabel 20.
Tabel 20. Partisipasi Anggota KWT pada Semua Tahapan Program KRPL
No. Indikator Skor
Maksimal
Skor
yang
dicapai
Persentase Kategori Ranking
1. Perencanaan 33 22,04 66,78 Sedang IV
2. Pelaksanaan 48 38,67 80,56 Tinggi II
3. Evaluasi 15 10,74 71,60 Sedang III
4. Pemanfaatan
Hasil 30 25,60 85,30 Tinggi I
Kesimpulan 126 97,04 76,06 Sedang
108
108
Gambar 11. Tingkat Partisipasi Anggota KWT pada Semua Tahapan Program
KRPL
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan tabel dan diagram tersebut, maka diketahui bahwa secara
keseluruhan tingkat partisipasi anggota KWT pada program KRPL termasuk
dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa anggora KWT tidak
berpartisipasi penuh dalam program KRPL dan masuk dalam tingkatan partisipasi
terbatas. Menurut Raharjo, 1983 (dalam Mardikanto, 2009) mengemukakan
bahwa partisipasi terbatas adalah partisipasi yang hanya digerakkan untuk
kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan. Hal ini dapat
terlihat dari hasil penelitian bahwa anggota lebih banyak digerakkan untuk
berpartisipasi pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan hasil, sedangkan pada
tahap perencanaan dan evaluasi tidak digerakkan lebih baik dari tahap
pelaksanaan dan pemanfaatan hasil. Penyuluh dengan latar belakang pendidikan
lulusan ilmu tanah lebih banyak berfokus pada kegiatan pembimbingan budidaya.
Pada tahap pemanfaatan hasil memperoleh ranking 1 dan dinilai sudah baik
dengan persentase 85,30%. Hal tersebut dikarenakan hampir semua anggota KWT
Tahapan0
20
40
60
80
100
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi PemanfaatanHasil
Persentase Tingkat Partisipasi Anggota KWT pada Program KRPL
Tahapan
109
109
sudah memanfaatkan sarana dan prasarana yang didapatkan dari kelompok dan
puas dengan hasil yang di tanam di masing-masing pekarangan karena sebagian
besar sebelumnya tidak memanfaatkan lahan pekarangannya. Pada tahap
pelaksanaan mendapatkan ranking 2 dan dinilai sudah baik dengan persentase
80,56% karena hampir seluruh anggota KWT melakukan teknik budidaya
tanaman berdasarkan kesepakatan antara penyuluh dengan anggota, selain itu
hampir semua anggota ikut aktif mengikuti kegiatan rapat maupun perawatan
tanaman yang ada di demplot.
Pada tahap evaluasi diperoleh ranking 3 dan dinilai masih kurang baik
dengan persentase 71,60%. Hal ini dikarenakan masih rendahnya keikutsertaan
anggota dalam ikut aktif melakukan evaluasi anggaran, belum ikut aktif
memberikan kritik dan saran serta belum aktif dalam kegiatan monev yang
dilakukan oleh BKP3. Pada tahap perencanaan diperoleh ranking 4 dan dinilai
masih kurang baik dengan persentase 66,78%. Hal ini dikarenakan sebagian besar
anggota KWT masih belum mengikuti sosialisasi semuanya, tidak ikut membuat
RKKA dan masih belum aktif ikut mempersiapkan kebutuhan bahan pada saat
pelatihan serta tidak ikut terlibat dalam penentuan lokasi KBD dan demplot.
Sehingga, secara keseluruhan tingkat partisipasi anggota KWT pada program
KRPL tergolong kelas sedang terlihat dari rata-rata skor aktual di lapang sebesar
97,04 dengan persentase 76.06%.
(a) (b)
Gambar 12. Partisipasi anggota KWT pada program KRPL: a. Penyiapan Media
Tanam; b. Praktik Pembuatan Pupuk Cair
Sumber: Dokumentasi Penyuluh Pertanian, 2015 dan 2016
5.2.3 Faktor Internal dan Faktor Eksternal yang Ikut Berperan dalam
Partisipasi Anggota KWT pada Program KRPL
110
110
5.2.3.1 Faktor Internal
Faktor internal adalah karakteristik yang dimiliki oleh setiap individu.
Faktor internal dapat menjadi faktor yang berperan dalam berpartisipasi atau
tidaknya anggota KWT dalam program KRPL. Faktor internal dalam penelitian
ini terdiri dari umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga,
dan luas lahan pekarangan. Berikut akan dijelaskan masing-masing faktor internal
yang berperan dalam partisipasi anggota KWT pada program KRPL.
1. Umur
Umur merupakan lamanya hidup anggota KWT yang terhitung sejak lahir
sampai dengan dilakukannya kegiatan penelitian. Umur merupakan faktor internal
yang dapat ikut berperan dalam partisipasi pada suatu program. Umur juga
merupakan salah satu indikator produktif atau tidaknya seseorang dalam
mengelola usahanya. Menurut Yasin, 2003 (dalam Nurjannah, Yulida dan
Sayamar, 2015) menyatakan bahwa penduduk yang memiliki umur berada pada
kisaran 15-54 tahun termasuk ke dalam golongan umur produktif, sedangkan
umur 0-14 tahun dan >54 tahun termasuk kedalam golongan umur tidak produktif.
Sebaran penilaian responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 21.
Tabel 21. Faktor Internal Berdasarkan Umur
No. Umur Jumlah
Orang
Jumlah Skor
Partisipasi
Rata-rata
Skor
Persentase
(%) Kategori
1 <30 5 457 91,4 72,54 Sedang
2 30 - 40 12 1194 99,5 78,97 Tinggi
3 >40 10 969 96,9 76,90 Sedang
Jumlah 27 2620
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan tabel 21 di atas diketahui bahwa persentaase partisipasi
anggota KWT yang berada pada umur <30 tahun adalah 72,54% dengan kategori
partisipasi sedang. Persentaase partisipasi anggota KWT yang berada pada umur
30-40 tahun adalah 78,97% dengan kategori partisipasi tinggi dan pada umur >40
tahun adalah 76,90% dengan kategori partisipasi sedang.
Berdasarkan observasi lapang diketahui bahwa anggota pada umur <30
tahun masih lebih banyak fokus mengurus anak di rumah karena memiliki anak
yang masih berusia 4 tahun dan masih PAUD selain itu, ada anggota yang yang
111
111
sedang hamil, sehingga tidak memungkinkan untuk berpartisipasi tinggi di dalam
program KPRL. Anggota pada umur 30-40 tahun sedang mulai mencoba
mengikuti kegiatan di dalam masyarakat. Umumnya anggota pada umur tersebut
mulai mengikuti kegiatan PKK dan KWT, sehingga memungkinkan untuk
berpartisipasi tinggi di dalam program KPRL. Anggota pada umur >40 tahun
sudah mulai memiliki cucu sehingga menggantikan peran ibu, dan mencari
kemapanan keluarga serta adanya kesibukan di luar organisasi seperti
mencalonkan diri menjadi kepala desa, sehingga waktunya tercurah lebih banyak
untuk kegiatan di dalam keluarga dan luar desa sehingga tidak memungkinkan
untuk berpartisipasi tinggi di dalam program KPRL. Sehingga, faktor internal
umur berperan dalam partisipasi anggota KWT dalam program KRPL
Anggota pada umur 30-40 tahun termasuk masa pertengahan kedewasaan
sehingga anggota dapat berinteraksi dalam masyarakat dengan baik. Hal tersebut
juga sesuai dengan pendapat Toha dan Asmoro, 2009 (dalam Yani, 2013) bahwa
usia 30–60 tahun termasuk masa pertengahan kedewasaan (middle age), pada
rentang usia ini manusia mencapai puncak interaksi dalam masyarakat. Pada umur
tersebut juga masih tergolong produktif sehingga secara fisik prima untuk
mendukung aktivitas dalam pelaksanaan program KRPL, selain itu, umur terebut
juga memungkinkan untuk anggota KWT mengadopsi suatu inovasi baru yaitu
pertanian organik melalui pemanfaatan lahan pekarangan sehingga kelompok bisa
berkembang dan dinamis. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Lestari,
Yulida dan Kausar (2015) bahwa umur petani yang masih tergolong produktif
memungkinkan untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga kelompok bisa
berkembang dan dinamis.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan anggota KWT diukur berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir yang ditempuh sampai penelitian ini dilakukan. Tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor yang dapat ikut berperan dalam partisipasi pada suatu
program. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka diharapkan
pemikiran pun akan semakin maju, sehingga akan lebih mudah melaksanakan
112
112
suatu program baru. Sebaran penilaian responden berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada tabel 22.
Tabel 22. Faktor Internal Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat
Pendidikan
Jumlah
Orang
Jumlah
Skor
Partisipasi
Rata-
rata
Skor
Persentase
(%) Kategori
1 Tidak
Sekolah 0 0
0 0 0
2 SD-SMP
(Sederajat) 21 1971
93,86 74,49 Sedang
3 SMA-Lebih 6 649 108,17 85,47 Tinggi
Jumlah 27 2620
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan tabel 22 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada anggota KWT
yang tidak sekolah. Anggota KWT dengan tingkat pendidiakan SD-SMP memiliki
persentase partisipasi 74,49% dan masuk kategori partisipasi sedang, sedangkan
anggota KWT dengan tingkat pendidikan SMA-lebih memiliki persentase
partisipasi 85,47% dan masuk kategori partisipasi tinggi.
Anggota yang memiliki tingkat pendidikan SMA-lebih memiliki tingkat
partisipasi yang tinggi walaupun jumlahnya sedikit, mereka memiliki sikap yang
lebih kritis, memiliki pengetahuan yang lebih luas dan keinginan untuk membuat
KWT dapat berkembang dibandingkan anggota yang lain. Mereka menempati
posisi sebagai pemimpin seperti ketua dan sekretaris di dalam kelompok.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan akan menimbulkan tingkat partisipasi yang tinggi pula. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat dari Nasution (2009) yang menyatakan bahwa pendidikan
yang dimiliki oleh masyarakat menjadi salah satu faktor penting yang mendasari
masyarakat untuk berpartisipasi, semakin tinggi pendidikan masyarakat maka
semakin tinggi pula kesadaran masyarakat dalam pembangunan. Pendidikan
formal dan pengetahuan anggota kelompok tani yang rendah dapat mempengaruhi
pola pikir, kemampuan dan wawasan petani serta memungkinkan kelompok tani
yang ada sulit untuk berkembang (Lestari, Yulida dan Kausar, 2015). Umumnya
orang yang berpendidikan tinggi di pedesaan cenderung berperan dalam
kehidupan sosial, sehingga sering terlibat dalam urusan kemasyarakatan (Yani,
2013).
113
113
3. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan adalah macam pekerjaan yang dimiliki anggota KWT
sebagai pekerjaan utama atau sampingan. Kriteria jenis pekerjaan meliputi
anggota KWT yang memiliki pekerjaan hanya sebagai ibu rumah tangga, anggota
KWT yang memiliki 1 pekerjaan sampingan dan anggota KWT yang memiliki
lebih dari pekerjaan sampingan. Sebagian besar anggota KWT memiliki 1
pekerjaan sampingan selain menjadi ibu rumah tangga. Memiliki pekerjaan utama
ibu rumah tangga akan membuat anggota KWT lebih leluasa untuk berpartisipasi
dalam program KRPL. Kesempatan untuk mengikuti setiap kegiatan akan
semakin besar karena memiliki waktu luang yang lebih banyak. Selain itu,
pekerjaan sampingan sebagai seorang petani juga dapat mendukung pelaksanaan
program KRPL yang berbasis pertanian organik dengan memanfaatkan lahan
pekarangan. Sebaran penilaian responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat
dilihat pada tabel 23.
Tabel 23. Faktor Internal Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Orang
Jumlah
Skor
Partisipasi
Rata-rata
Skor
Persentase
(%) Kategori
1 Ibu Rumah
Tangga 11 1041 94,64 75,10 Sedang
2
Ibu Rumah
Tangga + 1
Pekerjaan
sampingan
10 951 95,10 75,47 Sedang
3
Ibu Rumah
Tangga + 2
pekerjaan
sampingan
6 628 104,67 83,06 Tinggi
Jumlah 27 2620
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan tabel 23 diatas dapat diketahui bahwa anggota KWT yang
memiliki 2 pekerjaan sampingan memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dengan
persentase 83,06%. Berdasarkan observasi lapang diketahui bahwa anggota yang
memiliki 2 pekerjaan sampingan, salah satu pekerjaan sampingannya adalah
petani, sehingga memungkinkan untuk lebih mengetahui dalam hal pertanian.
114
114
Seperti Ibu Sumarlikah yang memiliki pekerjaan sampingan petani dan karyawan
pabrik. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan Ibu Yuli
“Ibu Sumarlikah kan pinter, suka ngajarin ini cara nanem seperti ini kalau
lagi di demplot, ibunya kan petani asli.”
Gambar 13. Wawancara dengan Ibu Yuli
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Berdasarkan observasi lapang juga diketahui bahwa anggota yang memiliki
2 pekerjaan sampingan, umumnya bekerja di luar desa dan tidak setiap hari.
Seperti bu Aning bekerja sebagai karyawan di sarang walet yang bekerja setiap
hari senin sampai sabtu dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore, sedangkan hari
minggunya digunakan untuk membantu suami di ladang. Ibu Ria Susanti sebagai
sensus toko juga bekerja setiap hari senin sampai sabtu saja mulai dari jam 8
sampai 2 siang, sedangkan untuk wiraswasta laundry nya hanya sewaktu waktu
saja ketika ada pelanggan. Ibu Eva selain berdagang juga menjahit, kegiatan
berdagangnya hanya dilakukan di rumah, selain itu menjahit pun hanya ketika ada
pesanan. Ibu Sumarlikah lebih utama menjadi petani, kalau sedang tidak ada
pekerjaan di ladang menjadi karyawan membuang plastik dan tutup botol
minuman. Ibu Jumakyah hanya bekerja menjadi pembantu di kos 1 minggu 4 kali
yaitu pada hari senin, selasa, kamis dan jumat mulai jam 7 pagi hingga 12 siang,
kalau sedang libur pergi ke ladang mulai jam 7 hingga 12 siang. Ibu Umini
bekerja pada hari senin hingga sabtu mulai jam 6 hingga 10 pagi, setelah itu
menjadi buruh tani ke ladang di lahan milik orang tua bersama kakaknya. Kalau
minggunya bekerja menjadi buruh tani mulai jam 7 hingga 12 siang.
Apabila ada kegiatan KRPL maka anggota tidak pergi ke ladang. Pertemuan
KWT pun biasanya diadakan pada hari sabtu sore ataupun minggu pagi. Pada hari
115
115
minggu umumnya anggota yang bekerja itu libur, sehingga memungkinkan untuk
dapat mengikuti kegiatan KRPL. Berdasarkan uraian dari kegiatan anggota KWT
dalam 1 hari secara umum maka dapat disimpulkan bahwa faktor internal jenis
pekerjaan berperan dalam partisipasi anggota KWT dalam program KRPL.
4. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan tingkat pendapatan yang diterima keluarga
anggota KWT yang dinyatakan dalam rupiah. Terdapat 3 kategori pendapatan
anggota KWT yaitu yang pendapatan keluarganya lebih dari Rp 3.000.000 setiap
bulannya, pendapatan keluarga antara Rp 1.500.000 - Rp3.000.000 setiap
bulannya dan pendapatan kurang dari Rp 1.500.000 setiap bulannya. Sebaran
penilaian responden berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat pada tabel 24.
Tabel 24. Faktor Internal Berdasarkan Pendapatan Keluarga
No. Pendapatan Jumlah
Orang
Jumlah
Skor
Partisipasi
Rata-rata
Skor
Persentase
(%) Kategori
1 <1,5 juta 7 711 101,57 80,61 Tinggi
2 1,5 – 3 juta 16 1507 94,18 74,75 Sedang
3 >3 juta 4 402 100,5 79,76 Tinggi
Jumlah 27 2620
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa anggota KWT yang memiliki
pendapatan kurang dari Rp1.500.000 memiliki persentase partisipasi 80,61% dan
masuk dalam kategori tinggi. Anggota KWT dengan pendapatan antara
Rp1.500.000-Rp3.000.000 memiliki persentase partisipasi 74,75% dan masuk
dalam kategori sedang. Anggota KWT dengan pendapatan lebih dari Rp3.000.000
memiliki persentase partisipasi 79,76% dan masuk dalam kategori tinggi.
Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa faktor internal pendapatan
keluarga berperan dalam partisipasi anggota KWT pada program KRPL.
Tingkat pendapatan keluarga didapatkan dari pendapatan kepala keluarga
dan dari sebagian besar anggota KWT yang tidak hanya berperan sebagai ibu
rumah tangga. Keharusan untuk melakukan pekerjaan lain tersebut mempengaruhi
tingkat partisipasi anggota pada program KRPL. Anggota dengan pendapatan
kurang dari Rp1.500.000 memiliki partisipasi yang tinggi karena dengan ikut aktif
116
116
dalam program KRPL maka dapat merasakan manfaat dari program KRPL.
Pendapatan yang rendah dapat dibantu melalui pemanfaatan lahan pekarangan
untuk memenuhi gizi keluarga dan untuk mengurangi pengeluaran keluarga. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Hastuti (2009) yang menyatakan bahwa
partisipasi masyarakat terutama golongan kurang mampu cukup tinggi, baik
dalam keikutsertaannya di dalam kelembagaan maupun dalam pengambilan
keputusan, hal ini disebabkan karena didapatkan manfaat baik secara ekonomi
maupun sosial.
Anggota dengan pendapatan lebih dari Rp3.000.000 memiliki partisipasi
yang tinggi pula karena memiliki pendapatan yang baik dan mencukupi kebutuhan
sehari-hari sehingga mendorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
KRPL. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Nasution (2009) yang
menyatakan bahwa besarnya pendapatan memberi peluang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi, karena penghasilan mempengaruhi kemampuan finansial
masyarakat. Masyarakat yang memiliki kemampuan finansial baik akan bersedia
untuk berpartisipasi dalam mensukseskan pembangunan. Didukung dengan
pendapat Pangestu, 1995 (dalam Anggita, 2016) bahwa pekerjaan dan penghasilan
yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang
untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa
untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang
mapan dari segi perekonomiannya.
5. Luas Lahan Pekarangan
Luas lahan pekarangan adalah jumlah luasan lahan pekarangan yang
dimiliki oleh anggota KWT dalam program KRPL. Luas lahan pekarangan adalah
salah satu faktor yang dapat berperan dalam partisipasi anggota pada program
KRPL. Semakin luas lahan pekarangan anggota KWT, maka harapannya semakin
tinggi tingkat partisipasinya pada program. Sebaran penilaian responden
berdasarkan luas lahan pekarangan dapat dilihat pada tabel 25.
117
117
Tabel 25. Faktor Internal Berdasarkan Luas Lahan Pekarangan
No.
Luas Lahan
Pekarangan
(m2)
Jumlah
Orang
Jumlah
Skor
Partisipasi
Rata-rata
Skor
Persentase
(%) Kategori
1 <25 25 2392 95,68 75,94 Sedang
2 25-50 1 117 117 92,86 Tinggi
3 >50 1 111 111 88,09 Tinggi
Jumlah 27 2620
Sumber: Analisis Data Primer, 2017 (Diolah)
Berdasarkan tabel 25 di atas dapat dilihat bahwa anggota KWT dengan luas
lahan <25 m2 masuk dalam kategori partisipasi sedang. Sempitnya lahan
pekarangan dibantu dengan pemberian rak dari bambu agar anggota KWT dengan
lahan pekarangan yang sempit tetap dapat ikut berpartisipasi akan tetapi,
partisipasi anggota pada luasan yang sempit masuk dalam kategori sedang.
Anggota KWT yang memiliki luas lahan pekarangan 25-50 m2
masuk dalam
kategori partisipasi tinggi karena lahan tersebut merupakan milik dari ketua KWT
yaitu Ibu Umi. Ibu Umi cepat mengadopsi inovasi pertanian organik melalui
program KRPL karena memiliki kemampuan ekonomi yang baik. Begitu pula
dengan lahan pekarangan dengan luas >50 m2
masuk dalam kategori partisipasi
tinggi karena lahan tersebut adalah milik dari Bu Winariasih dan merupakan
lokasi KBD dan demplot, sehingga adanya kesediaan Ibu Winariasih menerapkan
teknologi karena pelatihan budidaya di lakukan di lahan pekarangannya.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Mardikanto (2009), bahwa
semakin luas lahan biasanya semakin cepat mengadopsi inovasi, karena memiliki
kemampuan ekonomi yang lebih baik. Luas pemilikan lahan erat hubungannnya
dengan kesediaan petani untuk menerapkan teknologi (Faqih, 2011). Luas Lahan
merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi petani. Besar
kecilnya lahan mempengaruhi penerimaan yang diperoleh dari produk yang
dihasilkan (Lestari, Yulida dan Kausar, 2015).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa luas lahan pekarangan
ikut berperan dalam partisipasi anggota KWT dalam program KRPL. Anggota
dengan luas lahan yang sempit diberikan rak untuk dapat berpartisipasi. Jumlah
anggota dengan luas lahan pekarangan 25-50 m2
dan >50 m2
hanya masing-
118
118
masing 1 orang. Faktor internal yang berperan dalam partisipasi secara
keseluruhan dapat dilihat pada tabel 26.
Tabel. 26. Faktor Internal yang Berperan dalam Partisipasi
No Faktor Internal Persentase Partisipasi Peringkat
1. Umur 78,97% V
2. Tingkat Pendidikan 85,47% II
3. Jenis Pekerjaan 83,06% III
4. Pendapatan Keluarga 80,18% IV
5. Luas lahan pekarangan 90,47% I
Sumber: Data Primer (Diolah), 2017
Faktor internal yang paling berperan dalam partisipasi anggota KWT dalam
program KRPL adalah luas lahan pekarangan dan tingkat pendidikan. Luas lahan
pekarangan memiliki partisipasi tertinggi dengan persentase 90,47% karena
semakin luas lahan semakin cepat mengadopsi inovasi, karena memiliki
kemampuan ekonomi yang lebih baik. Tingkat pendidikan memiliki perentase
partisipasi kedua yaitu 85,47%. Pendidikan yang tinggi membuat anggota
memiliki sikap yang lebih kritis, memiliki pengetahuan yang lebih luas dan
keinginan untuk membuat KWT dapat berkembang dibandingkan anggota yang
lain. Mereka menempati posisi sebagai pemimpin seperti ketua dan sekretaris di
dalam kelompok.
5.2.3.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri suatu individu
anggota KWT. Faktor eksternal dapat menjadi faktor yang berperan dalam
keikutsertaan anggota KWT dalam program KRPL. Faktor eksternal dalam
penelitian ini terdiri dari peranan ketua KWT, peranan penyuluh, peranan kepala
desa, peranan harga sayuran organik dan peranan media komunikasi. Secara
keseluruhan hasil skor dan persentase eksternal yang berperan dalam partisipasi
anggota KWT dapat dilihat pada tabel 27.
119
119
Tabel 27. Hasil Skor dan Persentase Faktor Eksternal yang berperan dalam
Partisipasi Anggota KWT
Faktor Eksternal Skor
Maksimal
Skor yang
dicapai
Persentase
(%) Kategori
Ketua KWT 81 81 100 Tinggi
Penyuluh Pertanian 81 79 97,53 Tinggi
Kepala Desa 81 30 37,04 Rendah
Harga Sayuran Organik 81 27 33,33 Rendah
Media Komunikasi 81 57 70,37 Sedang
Jumlah 405 274 67,65 Sedang
Sumber: Analisis Data Primer (Diolah), 2017
Keterangan:
Kategori Rendah = Rendah = 27–45 (33,33%–55,55%)
Kategori Sedang = Sedang = 45,01–63,01 (55,56%-77,78%)
Kategori Tinggi = Tinggi = 63,02–81 (77,79%-100%)
1. Peranan Ketua KWT
Ketua KWT sangat berperan dalam pencapaian partisipasi pada pelaksanaan
program KRPL. Berdasarkan tabel 26 di atas dapat dilihat bahwa semua anggota
KWT menyatakan ketua KWT sangat berperan dalam program KRPL. Ketua
KWT Dewi Sartika adalah ibu Umi Kalsum. Melalui hasil penelitian didapatkan
bahwa Ibu Umi Kalsum memliki peranan yang sangat besar dalam mengajak
anggota untuk ikut dalam setiap kegiatan. Ibu umi juga selalu ikut aktif di setiap
kegiatan. Semua responden beranggapan bahwa Ibu Umi adalah sosok pemimpin
yang bertanggung jawab, mempunyai ide-ide untuk pengembangan KRPL, jujur,
dan menjadi faktor yang berperan bagi anggota lain ikut serta dalam program
KRPL. Hal tersebut karena ketua KWT adalah bagian dari local campion. Para
local campion adalah orang/warga yang mempunyai atensi besar terhadap
program misalnya Kepala Desa, Ketua Kelompok Tani, Ketua Wanita Tani
(KWT), dan ketua PKK) di wilayah KRPL (BPTP Jatim, 2012). Hal tersebut
didukung dengan hasil wawancara.
“Bu Umi enak mbak, orangnya itu mau ada pertemuan mau ke rumah
anggota semua untuk ngajak pertemuan, ngajak kerja bakti, aktif di setiap
kegiatan, sebagai ketua berperan menjalankan kewajibannya.”(Ibu
Khoiramah)
“Bu Umi yo aktif orangnya, tanggung jawab nemen, punya ide-ide
tertentu.” (Ibu Yuli)
120
120
“Bu Umi itu orangnya enak, jujur, tanggung jawab, sportif. Kalau ada kerja
bakti, memikirkan bagaimana konsumsinya. Entah itu gorengan atau bakso.
Kalau Bu Umi anggota pulang, kalau di sini belum beres, belum
pulang.”(Ibu Winariasih)
“Kalau ketuanya gini yah saya ikut. Kalau diminta datang pertemuan yah
saya datang. Sama bu Yuli bu Uminya”. (Ibu Sumarlikah)
(a) (b)
Gambar 14. Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Winariasih; b. Wawancara
dengan Ibu Sumarlikah
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
2. Peranan dari Penyuluh Pertanian
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa penyuluh pertanian juga sangat
berperan dengan persentase 97,53% dan masuk dalam kategori tinggi. Penyuluh
pertanian yang terlibat dalam program KRPL adalah Bapak Ady dan Bapak
Suliana, namun penyuluh yang bertanggung jawab atas KWT Dewi Sartika pada
program KPRL adalah Bapak Ady. Pelaksanaan pendampingan di lapang antar
penyuluh saling bekerja sama membantu satu sama lain. Pak Ady termasuk
penyuluh yang baru sedangkan sebelumnya KWT Dewi Sartika dipegang oleh
Bapak Suliana. Pak Ady sebelumnya berdinas di BKP3 bagian
penganekaragaman.
Berdasarkan hasil di atas maka dapat disimpukan bahwa penyuluh pertanian
mempunyai peranan dalam partisipasi anggota KWT. Penyuluh pertanian
dianggap sangat berperan karena mampu membimbing dalam teknis budidaya,
membimbing kelengkapan administratif dalam program, melakukan kunjungan
rutin, memberikan informasi dan inovasi teknologi kepada anggota serta
memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi KWT. Hal tersebut juga
121
121
sesuai dengan pendapat dari Sudrajat, Hardjanto dan Sundawati (2016) bahwa
faktor eksternal petani (penyuluhan, kelompok tani, dan akses informasi)
memberikan pengaruh nyata terhadap partisipasi. Penyuluhan dan pertemuan
kelompok telah menjadi sarana transfer pengetahuan bagi petani. Hal tersebut juga
didukung dengan hasil wawancara.
“Penyuluh itu orangnya selalu memberi pengetahuan baru, memberi solusi
kalau anggota ada masalah di tanamannya”. (Ibu Rini)
Penyuluh itu sangat membantu, pokoknya seneng lah ada yang
membimbing. Apalagi kalau mau ada peninjauan, yang administrasi harus
lengkap, Pak Ady selalu membantu”. (Ibu Umi)
“Pak Ady itu aktif, kalau ada pertemuan selalu datang. Selalu memberi
solusi. Kalau nggak bisa bantu ya dibuat pr.” (Ibu Putri Prawati)
“Pak Ady membimbing budidaya, melakukan kunjungan rutin tiap ada
pertemuan pasti datang, kalau ada masalah di anggota memberikan
solusi”. (Ibu Siti Mariyam)
“Penyuluhnya membimbing mbak, setiap pertemuan datang, memberi
informasi tentang tanaman, pupuk-pupuk, cara merawat, memberi solusi
kepada anggota kalau ada masalah”. (Ibu Ria Susanti)
(a) (b)
Gambar 15. Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Rini; b. Wawancara dengan
Ibu Putri Prawati
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
3. Peranan Kepala Desa
Berdasarkan hasil di atas diketahui bahwa persentase peranan kepala desa
adalah 37,04% dan masuk kategori rendah. Kepala desa Petungsewu saat ini
masih dalam masa peralihan dengan dipimpin oleh Kepala Desa Penanggung
Jawab (PJ) yaitu Bapak Hani dari Kecamatan, karena masa jabatan kepala desa
122
122
sebelumnya Bapak Edy sudah habis dan belum dilakukan pemilihan kepala desa
lagi. Sejak kepemimpinan kepala desa sebelumnya maupun kepala desa PJ
peranan kepala desa tidak begitu terasa. Kepala desa hanya ikut andil memberikan
ijin program tanpa ikut hadir dan memberikan bantuan tambahan untuk
pelaksanaan program. Istri dari kepala desa Bapak Edy termasuk dalam anggota
dari KWT sehingga cukup diwakilkan kehadirannya melalui kehadiran ibu kepala
desa. Sedangkan untuk kepala desa PJ (Bapak Hani) tidak pernah hadir juga
dalam kegiatan KRPL hanya sesekali menanyakan perkembangan KRPL kepada
pengurus KWT khususnya ketua (Ibu Umi) dan Sekretarisnya (Ibu Yuli).
Sehingga peranan secara langsung dari kepala desa untuk meningkatkan
partisipasi anggota KWT dalam mengikuti program KRPL masih belum dapat
dirasakan oleh sebagian besar anggota. Hal tersebut didukung dengan hasil
wawancara.
“Kepala desa yang PJ rumahnya jauh, nggak pernah datang di KRPL.
Cuman ngijinin aja, nggak pernah hadir apa lihat-lihat gitu. Kalau satu
desa kan gampang, dekat kalau mau diundang-undang gitu.” (Ibu
Khoriamah)
“Kepala desa tidak pernah turun, cuma ibunya yang ikut karena
anggota.“(Ibu Umi)
“Kepala desa cuma tahu aja kalau ada KRPL. Kalau yang PJ nanya aja
perkembangannya. Kalau yang dulu yang hadir istrinya karena memang
anggota, bantuan dari desa pun belum ada. Nggak pernah nengok sama
sekali.” (Ibu Yuli)
(a) (b)
Gambar 16. Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Khoiramah; b. Wawancara
dengan Ibu Umi
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
123
123
4. Peranan Harga Sayuran Organik
Harga sayuran organik memungkinkan mempunyai peranan dalam anggota
KWT untuk berpartisipasi atau tidak dalam program KRPL. Indikator sangat
berperan apabila harga sayuran organik mampu menutupi biaya produksi dan
mendapatkan keuntungan. Indikator berperan apabila harga sayuran organik
mampu menutupi biaya produksi namun belum mendapatkan keuntungan. Kurang
berperan apabila belum mampu menutupi biaya produksi.
Harga sayuran organik dengan persentase 33,33% masuk kategori rendah.
Program KRPL adalah program yang berusaha memberdayakan ibu rumah tangga
untuk memanfaatkan lahan pekarangannya dan memberikan pengetahuan baru
mengenai budidaya sayuran organik kepada ibu rumah tangga. Harapannya selain
untuk dapat memenuhi gizi keluarga tapi juga untuk dapat dijual sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga anggota KWT. Budidaya dalam
program KRPL berusaha untuk organik, maka hasil yang didapatkan juga sayuran
yang organik. Sebagian besar anggota KWT tidak menjual hasil yang ditanam di
pekarangannya masing-masing, sehingga tinggi atau rendahnya harga sayuran
organiknya tidak dirasakan secara langsung oleh anggota KWT akan tetapi hasil
yang di demplot di jual
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hasil penjualan sayuran
organik khususnya hasil panen yang dari demplot belum mampu memenuhi biaya
produksi sehingga juga belum mendapatkan keuntungan bagi kelompok. Harga
sayuran yang dijual masih sama dengan sayuran yang bukan organik. Masyarakat
sekitar masih belum mampu menyadari perbedaan sayuran organik dan non
organik. Seharusnya harga yang dijual bisa lebih tinggi dari sayuran non organik,
sehingga uang yang didapatkan dari penjualan dapat digunakan untuk perputaran
uang kas yang ada di kelompok agar program KRPL tetap berlanjut walaupun
sudah tidak lagi mendapatkan tambahan bantuan dana dari BKP3. Ketika harga
sayuran organik tinggi akan dapat meningkatkan partisipasi anggota untuk aktif
dalam kegiatan KRPL karena merasakan hasil yang signifikan berbeda
dibandingkan dengan ibu rumah tangga di desa Petungsewu lainnya yang tidak
mengikuti KWT dan khususnya menerapkan program KRPL. Hal tersebut
didukung dengan hasil wawancara.
124
124
“Sayur yang organik sama yang pestisida, orang-orang nggak tahu
bedanya. Bisa renyah, warnaya udah beda. Perbedaan masih belum pada
tahu, jadi harganya masih sama aja. Saya kira masih belum bisa menutupi
biaya produksi cuma bisa untuk pemasukan ajalah.” (Ibu Pranti)
“Tapi kalau di desa itu sama saja karena dilihat sama-sama saja, belum
bisa membedakan. Padahal ada bedanya, bedanya seperti lebih enak. Jadi,
belum nutupin biaya beli kaya bibit, tanah sama yang lainnya”.(Ibu Sujiati)
“Kalau untuk harga belum bisa nutupin, harga sama masyarakat itu
tahunya sayur organik sama yang nggak itu sama. Hasilnya juga dibagikan
ke anggota juga. Yang dijual sedikit”. (Ibu Sujiati)
(a) (b)
Gambar 17. Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Pranti; b. Wawancara dengan
Ibu Sujiati
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
5. Peranan Media Komunikasi
Peranan media komunikasi seiring dengan perkembangan jaman dianggap
sebagai suatu kebutuhan untuk mempermudah proses komunikasi di dalam
kelompok. Anggota KWT yang memiliki dan menggunakan media komunikasi
(penggunaan Handphone) dalam setiap kegiatan pada program KRPL (telpon,
sms, WA, dan BBM) akan dijelaskan kaitannya dengan partisipasi. Berdasarkan
data di atas dapat dilihat bahwa anggota KWT memanfaatkan media komunikasi
Handphone masih dalam kategori sedang dengan persentase 70,37%, jadi
Handphone hanya digunakan sebatas telepon dan sms dalam program KPRL.
Penggunaan media komunikasi untuk mempercepat persebaran informasi kepada
anggota. Misalkan untuk menginformasikan terkait akan diadakan kegiatan rapat
125
125
maupun kumpul untuk perawatan dan sebagainya. Selain penggunaan media
komunikasi untuk menginformasikan apabila ada perkumpulan, biasanya ketua
KWT dan sekretarisnya mendatangi satu-satu rumah anggota. Hal tersebut
didukung dengan hasil wawancara.
“Infonya dari pengurus langsung ke rumah-rumah anggota, kaya ketua.
Kan rumahnya deket. Ada Handphone, pernah lewat sms kadang telpon
juga. Nggak ada grub WA atau BBM.” (Ibu Rumayani)
“Lewat sms, ibu ketuanya. Pernah di telpon. Kalau nggak sempet ke rumah
nanti sms. BBM sama WA nggak mbak. Aku bisane cuma telpon dan sms.
Kayak yang lainne nggak ingin tahu mbak.” (Ibu Siti Mariyam)
(a) (b)
Gambar 18. Wawancara: a. Wawancara dengan Ibu Rumayani; b. Wawancara
dengan Ibu Siti Mariyam
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Faktor eksternal yang paling berperan sebagai pendorong keikutsertaan
anggota KWT dalam program KRPL adalah peran ketua KWT dan penyuluh
pertanian. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan peranan
ketua KWT dan penyuluh pertanian masuk dalam kategori tinggi. Ketua KWT
selalu mengajak anggota untuk ikut dalam setiap kegiatan. Ibu Umi adalah sosok
pemimpin yang bertanggung jawab, mempunyai ide-ide untuk pengembangan
KRPL, jujur, dan menjadi faktor yang berperan bagi anggota lain ikut serta dalam
program KRPL. Bimbingan penyuluh baik dalam hal budidaya maupun
administrasi juga mendorong anggota untuk berpartisipasi aktif dalam program
KRPL.
126
126
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Implementasi program KRPL di Kelompok Wanita Tani Dewi Sartika, Desa
Petungsewu.
a. Tahap perencanaan adalah tahap awal untuk mendapatkan program KRPL
mulai penawaran KRPL dari BKP3 kepada semua kecamatan pengajuan
proposal, seleksi proposal, cek lokasi KWT, pemilihan KWT penerima
program KRPL, sosialisasi dari BKP3, penyerahan RKKA ke BKP3, sosialisasi
teknis dari BKP3, pembuatan rekening kelompok, transfer dana dan
pembelanjaan dana.
b. Tahap pelaksanaan adalah budidaya sayuran mulai dari penyiapan media
tanam, pembibitan, penanaman, perawatan, panen dan pasca panen serta
pemasaran hasil. Selain itu, adanya budidaya lele, pelatihan pembuatan pupuk
cair dan pestisida nabati.
c. Tahap evaluasi adalah kegiatan monev dari BKP3 sebanyak 2 kali pada 10
Maret 2016 dan 18 Oktober 2016 serta pembahasan permasalahan yang ada di
KWT.
d. Tahap pemanfaatan hasil adalah berupa pemanfaatan sarana dan prasarana
produksi hingga pemanfaatan hasil dari budidaya tanaman yang dilakukan.
Kendala dalam implementasi yaitu dalam pembuatan Rencana Kegiatan dan
Kebutuhan Anggaran (RKKA) masih belum melibatkan anggota KWT, KWT
belum memiliki produk unggulan dan budidaya agrokompleks masih belum
dilaksanakan dengan optimal hanya terfokus pada sektor pertanian.
2. Partisipasi anggota KWT pada program KRPL tergolong sedang persentase
76,06%. Partisipasi anggota KWT pada tahap perencanaan tergolong sedang
dengan persentase 66,78% dikarenakan sebagian besar anggota KWT belum
ikut berpartisipasi dalam perencanaan terutama dalam pembuatan Rencana
Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA). Pada tahap pelaksanaan
tergolong tinggi dengan persentase 80,56% dikarenakan sebagian besar
127
127
anggota KWT ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan terutama dalam penerapan
sistem pemupukan dan sistem pengendalian HPT. Pada tahap evaluasi
tergolong sedang dengan persentase 71,60% dikarenakan sebagian besar
anggota KWT belum ikut berpartisipasi aktif dalam evaluasi terutama dalam
evaluasi anggaran. Pada tahap pemanfaatan hasil tergolong tinggi dengan
persentase 85,30% dikarenakan sebagian besar anggota KWT sudah aktif ikut
menikmati hasil dengan mengikuti program KRPL.
3. Faktor yang berperan dalam partisipasi anggota KWT pada program KRPL
adalah faktor internal dan faktor eksternal.
a. Persentase faktor internal berdasarkan umur adalah 78,97%, berdasarkan
tingkat pendidikan adalah 85,47%, berdasarkan jenis pekerjaan adalah 83,06%,
berdasarkan pendapatan keluarga adalah 80,18% dan berdasarkan luas lahan
pekarangan adalah 90,47%. Faktor internal yang paling berperan dalam
partisipasi anggota KWT dalam program KRPL adalah luas lahan pekarangan
dan tingkat pendidikan. Luas lahan pekarangan memiliki partisipasi tertinggi
karena semakin luas lahan semakin cepat mengadopsi inovasi, karena memiliki
kemampuan ekonomi yang lebih baik. Tingkat pendidikan memiliki perentase
partisipasi kedua karena pendidikan yang tinggi membuat anggota memiliki
sikap yang lebih kritis, memiliki pengetahuan yang lebih luas dan keinginan
untuk membuat KWT dapat berkembang dibandingkan anggota yang lain.
Mereka juga menempati posisi sebagai pemimpin seperti ketua dan sekretaris
di dalam kelompok.
b. Persentase faktor eksternal berdasarkan peranan ketua KWT 100%, penyuluh
pertanian 97,53%, kepala desa 37,04%, harga sayuran organik 33,33% dan
media komunikasi 70,37%. Peranan dengan kategori rendah adalah peranan
harga sayuran organik dan kepala desa. Harga sayuran organik memiliki
peranan yang rendah karena hasil penjualan sayuran organik khususnya hasil
panen yang dari demplot belum mampu memenuhi biaya produksi sehingga
juga belum mendapatkan keuntungan bagi kelompok. Kepala desa memiliki
peranan yang rendah karena kepala desa hanya ikut andil memberikan ijin
program tanpa ikut hadir dan memberikan bantuan tambahan untuk
pelaksanaan program KPRL.
128
128
6.2 Saran
Beberapa saran yang diajukan terkait hasil penelitian ini adalah
1. Saran bagi penyuluh :
a. Melibatkan anggota KWT pada perencanaan kegiatan agar ada rasa memiliki
program di dalam diri anggota KWT khususnya dalam proses pembuatan
RKKA.
b. Perlu adanya pengungkapan kembali tujuan yang harus di capai pada tahap
pengembangan yaitu KWT memiliki produk unggulan.
c. Perlu adanya pendekatan dari penyuluh kepada anggota untuk mengungkap
keinginan anggota sehingga dapat dilakukan upaya peningkatkan partisipasi
anggota.
2. Saran bagi anggota Kelompok Wanita Tani:
a. Program KPRL agrokompleks diupayakan untuk dilakukan secara lengkap,
sehingga tidak hanya fokus pada sektor pertanian, tetapi juga memperhatikan
sektor yang lain seperti sektor perikanan. Sektor perikanan yang dijalankan
KWT dengan membudidayakan lele tidak berjalan dengan baik, sehingga
budidaya lele dapat dilaksanakan dengan lebih baik agar hasilnya sesuai
dengan harapan.
b. Membuat produk unggulan KWT
c. Mengingat partisipasi anggota KWT masih tergolong sedang, maka
kedepannya anggota KWT perlu meningkatkan keikutsertaannya dalam
berbagai kegiatan yang ada dalam program khususnya pada tahap evaluasi
yaitu evaluasi anggaran. Evaluasi itu penting agar kegiatan KRPL kedepannya
lebih baik sehingga dapat tercapai keberhasilan dan keberlanjutan program.
3. Saran bagi pemerintah setempat khususnya kepala desa:
Bagi Kepala Desa diharapkan untuk ikut dalam kegiatan penting KWT seperti
saat ada pelatihan dan monev dari BKP3 agar anggota KWT lebih termotivasi
mengikuti setiap kegiatan di KWT. Selain itu, Kepala Desa diharapkan dapat
memberikan bantuan tambahan dana untuk pengembangan produkunggulan
KWT, karena saat ini KWT belum memiliki produk unggulan KWT dan KWT
sudah tidak lagi mendapatkan bantuan dana lagi dari BKP3 untuk
pengembangan produk unggulan.
129
129
DAFTAR PUSTAKA
Anggita, M. W. 2016. Partisipasi Petani dan Strategi Komunikasi dalam Kegiatan
GP-PTT (Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada program
Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Ardial. 2013. Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Ashari, Saptana dan T.B.Purwantini. 2012. Potensi dan Prospek Pemanfaatan
Lahan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Forum Penelitian
Agro Ekonomi. Vol 30 (1): 13-30.
Badan Ketahanan Pangan. 2014. Laporan Kinerja Tahun 2014. Pemerintah
Provinsi Jawa Timur.
Badan Ketahanan Pangan. 2017. Rakor Program dan Kegiatan Pembangunan
Ketahanan Pangan Tahun 2017 (Online). http://bkp.pertanian.go.id/berita-
418-rakor-program-dan-kegiatan-pembangunan-ketahanan-pangan-tahun-
2017.html. Diakses pada 30 Januari 2016.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2014. Kawasan Rumah Pangan
Lestari: Pekarangan untuk Diversifikasi Pangan. IAARD Press. Jakarta.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. 2012. Serba-serbi Kawasan
Rumah Pangan Lestari di Jawa Timur. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementerian Pertanian.
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Dewi, N.L.P.C., W. Sudarta, dan I.G.S.A. Putra. 2015. Partisipasi Anggota
Kelompok Wanita Tani Pangan Sari pada Program Kawasan Rumah Pangan
Lestari. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 4(5). ISSN:2301-6523.
Faisal, S. 2001. Format-format Penelitian Sosial. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Faqih, A. 2011. Hubungan antara Karakteristik Petani dan Dinamika Kelompok
Tani dengan Keberhasilan Program PUAP. Prosiding SnaPP 2011: Sosial,
Ekonomi dan Humaniora. ISSN 2089-3590.
Hastuti, E. L. 2009. Dinamika Kelembagaan Hubungan Ketenagakerjaan di
Masyarakat Pedesaan. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Vol 27
(2): 117-131.
He, J., M.H. Ho dan J. Xu. 2015. Participatory Selection of Tree Species for
Agroforestry on Sloping Land in North Korea. International Mountain
Society. Mountain Research and Development. Vol. 35 (4): 318-327.
130
130
Irwansyah, Muhdar dan Jamaludin. 2015. Partisipasi Masyarakat dalam Program
Corporate Social Responsibility PT. Arutmin Nort Pulau Laut Coal
Terminal Kotabaru. Jurnal Bisnis dan Pembangunan. Vol. 1 (1).
Juknis P2KP (Petunjuk Teknis Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan).
2016. Petunjuk Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan. Menteri Pertanian RI.
Kementerian Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL). Menteri Pertanian RI.
Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun
2015-2019. Menteri Pertanian RI.
Kiseto, H. R. 2014. Participation of Farmers In Irrigation Schemes In Tanzania: A
Case Of Kwamadebe Irrigation Scheme In Kondoa District. A Dissertation
Submitted In Partial Fulfilment of The Requirements For The Degree Of A
Master of Science In Agricultural Education And Extension Of Sokoine
University Of Agriculture. Morogoro, Tanzania
Kurniawan, M.A., Soemarno dan M. Purnomo. 2015. Partisipasi Masyarakat
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Desa Mojokrapak, Kecamatan
Tembelang, Jombang. J-PAL. Vol 6(2). ISSN: 2087-3522. E-ISSN: 2338-
1671.
Lastinawati, E. 2011. Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kab. Oku.
AgronobiS. Vol 3(5). ISSN: 1979-8245X.
Lestari, A. R. Yulida dan Kausar. 2015. Analisis Dinamika Kelompok Tani Karet
(Hevea brasiliensis) di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar.
Jom Faperta. Vol 2(2).
Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga Pengembagan
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS
Press). Surakarta.
Miles, M.B., Huberman, A.M dan Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis: A
Methods Sourcebook. Third Edition. SAGE Publication, Inc. United States
of America.
Nasution, Z. 2009. Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa Transisi.
UMM Press. Malang.
Nurjannah, R., R. Yulida, dan E. Sayamar. 2015. Tingkat Partisipasi Anggota
Kelompok Wanita Tani Dalam Program Model Kawasan Rumah Pangan
Lestari (M-Krpl) Di Desa Tualang Kecamatan Tualang Kabupaten Siak.
Jom Faperta. Vol 2(1).
131
131
Purwantini, T. B., Saptana dan S. Suharyono. 2012. Program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) di Kabupaten Pacitan: Analisis Dampak dan
Antisipasi ke Depan. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 10 (3): 239-256.
Rizal, M. dan S.P. Rahayu. 2015. Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelompok
Tani Padi Sawah untuk mendukung Program M-P3MI di Kabupaten Paser,
Kalimantan Timur. PROS SEM NAS MASY BIODUV INDOV. Vol.1(2):
352-357. ISSN: 2407-8050.
Remiswal. 2013. Menggugah Partisipasi Gender di Lingkungan Komunitas Lokal.
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Serikat Petani Indonesia. 2014. Laporan Terbaru FAO: Paradigma Ketahanan
Pangan Gagal Capai Penurunan Kelaparan Dunia, Kedaulatan Pangan Jadi
Jawaban(Online). http://www.spi.or.id/laporan-terbaru-fao-paradigma
ketahanan-pangan-gagal-capai-penurunan-kelaparan-dunia-kedaulatan
pangan-jadi-jawaban/. Diakses pada 23 Desember 2016.
Setiani, C. dan T. Prasetyo. 2014. Partisipasi Pembangunan Pekarangan dalam
Perspektif Pertanian Berkelanjutan. IAARD Press. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
Silalahi, U. 2010. Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama. Bandung.
Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES.
Jakarta.
Situs Pemerintah Kabupaten Malang. 2016. Batas Wilayah (Online).
http://dau.malangkab.go.id/?page_id=24. Diakses pada 3 Mei 2017.
Solekhan, M. 2014. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis Partisipasi
Mayarakat. Setara Press. Malang.
Sriati, N. Hakim, dan M. Arby. 2015. Partisipasi dan Kinerja Kelompoktani
peserta Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) di Lahan
Suboptimal (Kasus di Desa Rejosari, Kec Muara Sugihan, Kab. Banyuasin.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09
Oktober 2015. ISBN: 979-587-580-9.
Subagyo, P. 2012. Statistika Deskriptif. BPFE. Yogyakarta.
Sudrajat, A., Hardjanto dan L. Sundawati. 2016. Partisipasi Petani dalam
Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari: Kasus di Desa Cikeusal dan Desa
Kananga Kabupaten Kuningan. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol 7S(1). ISSN:
2086-8227.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Sukriman, M. 2015. Struktur, Nilai, dan Fungsi Batata dalam Ritual Lapambai
Pada Masyarakat Tomia Kabupaten Wakatobi. Jurnal Humanika. ISSN
1979-8296. Vol 3(15).
132
132
Suwardane, K.E., I.D.P. Oka, Suardi dan M.TH. Handayani. 2015. Partisipasi
Petani dalam Pengembangan Program Hutan Rakyat di Dusun Talang
Gunung Desa Talang Batu Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji
Provinsi Lampung. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol 4(2). ISSN:
2301-6523.
Undang-undang No. 18. 2012. Pangan. Pasal 60. Undang-undang Republik
Indonesia.
Wulansari, T.A. 2015. Peran Masyarakat Desa Landungsari Kabupaten Malang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Des)
TAHUN 2013 – 2019. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. ISSN. 2442
6962. Vol 4(3).
Yani, D.E. Partisipasi Anggota Kelompok Tani dalam Menganalisis Data
Keadaan Pada Usahatani Sayuran. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi.
Vol 14(1).
Zuriah, N. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. PT Bumi Aksara.
Jakarta.