PASAR BISNIS DAN PELAKU PEMBELIAN BISNIS, PRODUK, JASA DAN
STRATEGI PENENTUAN MEREK
MAKALAH
TATA NIAGA HASIL PERIKANAN
Oleh
Hadri Djon
NIM. 632411060
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
seminar yang berjudul “Pasar Bisnis dan Pelaku Pembelian Bisnis, Produk, Jasa dan
Strategi Penentuan Merek”
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak menemui kesulitan, namun
berkat ketekunan, kesabaran, dan semangat serta bantuan dari semua pihak sehingga
segala kesulitan yang ditemui dapat diselesaikan. Tak lupa pula ucapan terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan yang telah membantu sehingga makalah seminar
ini dapat terselesaikan.
Tak ada ilmu yang sempurna selain milik ALLAH SWT, sehingga manfaat
apapun yang terdapat dalam makalah ini, penyusun yakin semuanya dari ALLAH
SWT, yang melalui perantara manusia dan semua kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, itu karena keterbatasan penyusun dalam kapasitas sebagai manusia yang
tidak sempurna. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
khususnya bagi teman-teman mahasiswa lainnya.
Gorontalo, April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan ............................................................................................................2
1.3 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II PASAR BISNIS DAN PELAKU PEMBELIAN BISNIS.........................3
2.1 Pasar Bisnis.....................................................................................................3
2.2 Perilaku Pembelian Bisnis..............................................................................6
BAB III PRODUK, JASA DAN STRATEGI PENENTUAN MEREK.............14
3.1 Produk...........................................................................................................14
3.1.1 Jenis-Jenis Produk................................................................................14
3.1.2 Klasifikasi Produk................................................................................15
3.2 Jasa................................................................................................................17
3.2.1 Karakteristik Jasa.................................................................................18
3.2.2 Klasifikasi Jasa.....................................................................................18
3.3 Strategi Penentuan Merek.............................................................................25
BAB IV PENUTUP.................................................................................................32
4.1 Kesimpulan...................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan informasi yang semakin berkembang membuat
perusahaan-perusahaan berusaha meningkatkan kualitas produknya menjadi lebih
baik. Semua ini dilakukan agar perusahaan lebih kometitif dari perusahaan lainnya.
Pada saat ini perusahaan lebih fleksibel di zaman yang selalu berubah, ini akan
menjadi suatu dorongan bagi perusahaa-perusahaan untuk selalu meningkatkan
produk yang dihasilkan baik dari segi kualitas maupun ragam produknya. Upaya yang
dilakukan perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan adalah dengan melakukan strategi
pemasaran yang tepat dan terarah, seperti meningkatkan atribut produk, kebijakan
harga dan memilih saluran distribusi yang tepat untuk dapat menghadapi persaingan
yang ketat pada saat ini (Assauri, 2004).
Kotler (2005) mengatakan bahwa “tujuan pemasaran adalah membuat
penjualan tidak terlalu penting lagi”. Tujuan pemsaran adalah mengetahui dan
memahami pelanggan dengan baik sehingga produk atau jasa itu cocok dengan
pelanggan dan selanjutnya mampu menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran
harus menghasilkan pelanggan yang siap membeli. Dalam kata lain, penjualan
bukanlah target utama perusahaan. Target utama perusahaan adalah untuk
mengetahui produk apa yang diperlukan oleh pasar saat ini, dan menemukan
konsumen yang membutuhkannya.
Usaha yang dilakukan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
sekaligus memenangkan persaingan, perusahaan harus mempersiapkan strategi
pemasaran yang tepat untuk produknya. Produk yang ditawarkan ke pasar harus
mendapatkan perhatian untuk dibeli, digunakan, atau dikonsumsi agar memenuhi
kebutuhannya dan mencari manfaat tertentu dari suatu produk, dan konsumen akan
mempertimbangkan produk mana yang akan dipilih untuk memenuhi kebutuhan dan
memberikan manfaat yang diperlukan (Kotler, 2005).
Menurut Kotler dan Amstrong (2008) dalam memilih produk, konsumen tentu
saja akan dipengaruhi oleh atribut dari produk. Atribut produk merupakan segala
sesuatu yang melekat dan menyertai produk tersebut, seperti merk, desain, warna,
kualitas dan sebagainya. Atribut merupakan salah satu unsure penting yang dapat
mendorong konsumen untuk membeli produk, semakin baik atribut produk maka
konsumen akan semakin tertarik untuk membeli produk tersebut
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
pasar bisnis dan pelaku pembelian bisnis, produk, jasa serta strategi penentuan merk.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Menambah kecakapan penyusun dalam menyusun sebuah karya ilmiah.
2. Memberikan wawasan kepada para pembaca tentang pasar bisnis dan pelaku
pembelian bisnis, produk, jasa serta strategi penentuan merk.
BAB II
PASAR BISNIS DAN PELAKU PEMBELIAN BISNIS
2.1 Pasar Bisnis
Pasar bisnis adalah pasar yang terdiri dari individu-individu atau organisasi
yang membeli barang untuk diproses lagi menjadi barang lain dan kemudian dijual
(Saladin, 2006). Berdasarkan pengertian tersebut, sebagai contoh maka industri
pengolahan hasil perikanan dapat digolongkan ke dalam pasar bisnis, sebab mereka
membeli ikan digunakan untuk diproses lebih lanjut menjadi produk hasil olahan
perikanan.
Menurut Kotler dan Keller (2009) Pasar Bisnis (Business Market) adalah
semua organisasi yang membeli barang dan jasa untuk dipergunakan dalam
memproduksi produk, atau dengan tujuan dijual lagi atau disewakan kepada pihak
lain dengan mengambil untung. Perilaku pembelian bisnis (business buying
behaviour) mengacu pada perilaku pembelian organisasi yang membeli barang dan
jasa untuk digunakan dalam produksi produk dan jasa lain yang dijual, disewakan
atau dipasok kepada pihak lain, sedangkan Proses pembelian bisnis adalah proses
pengambilan keputusan dengan pembeli bisnis, menetapkan kebutuhan akan produk
dan jasa yang dibeli, dan mengidentifikasi, mengevaluasi, serta memilih diantara
merek-merek dan pemasok-pemasok alternative (Oentoro, 2010). Perusahaan yang
menjual kepada organisasi bisnis lain harus memahami perilaku pasar bisnis dan
pembelian bisnis dengan baik.
2.1.1 Karakteristik Pasar Bisnis
Menurut Simmamora (2001) dalam Tjiptono (2008) pasar bisnis (Bussiness
Market) memiliki beberapa karakteristik yaitu :
1. Pasar industri mengandung pembeli yang lebih sedikit tetapi lebih besar
dibandingkan pemasar konsumen.
2. Pembeliannya lebih besar. Beberapa perusahaan besar melakukan hampir seluruh
pembelian dalam industri-industri seperti mesin pesawat terbang dan alat
pertahanan.
3. Pelanggan dipasar industri lebih berorientasi secara geografis. Konsentrasi
geografis produsen itu membantu menurunkan biaya penjualan. Pada saat yang
sama, para pemasar bisnis perlu memantau perpindahan industri-industri tertentu
ke wilayah lain.
4. Permintaan turunan. Permintaan atas barang bisnis benar-benar berasal dari
permintaan atas barang konsumsi. Para pemasar bisnis harus secara dekat
memantau pola pembelian konsumen akhir.
5. Pembelian professional. Barang bisnis dibeli oleh agen (petugas) pembelian yang
terlatih, yang harus mengikuti kebijakan, batasan, dan persyaratan pembelian
organisasi. Banyak instrumen pembelian, contohnya: permintaan harga atas
produk yang akan dipesan, proposal pembelian, dan kontrak pembelian tidak
ditemukan dalam pembelian konsumen.
6. Permintaaannya berfluktuasi. Permintaan atas barang dan jasa bisnis cenderung
lebih mudah beruba-ubah dibandingkan dengan permintaan atas barang dan jasa
konsumsi. Presentase tertentu peningkatan permintaan konsumen dapat
menyebabkan presentase peningkatan permintaan yang jauh lebih besar atas
pabrik dan peralatan yang diperlukan untuk memproduksi output tambahan.
Dampak tersebut sebagai dampak percepatan. Kadang-kadang peningkatan 10%
permintaan konsumen dapat menyebabkan kenaikan 200% permintaan bisnis
akan produksi bersangkutan pada periode berikutnya : 10% penurunan permintaan
konsumen dapat menyebabkan kehancuran total permintaan bisnis.
7. Permintaan dibanyak pasar industri lebih tidak elastis atau tidak terpengaruh oleh
perubahan harga dalam jangka pendek.
8. Dalam pembelian dipasar industri, pembeli dan penjual bekerja lebih erat dan
membangun hubungan erat dalam jangka panjang.
9. Pembeli di pasar industri seringkali langsung dari produsen, bukan lewat
pedagang eceran atau pedagang besar.
10. Pembeli dipasar industri seringkali menyewa peralatan, bukannya membeli
langsung.
2.1.2 Target Pasar Bisnis
Dalam menetapkan sasaran pasar (target pasar), perusahaan terlebih dulu
harus melakukan segmentasi pasar, dengan cara mengelompokkan konsumen
(pembeli) ke dalam kelompok dengan ciri-ciri yang hampir sama. Setiap kelompok
konsumen dapat dipilih sebagai target pasar yang akan dicapai. Segmentasi pasar
dimaksudkan untuk mengkaji dan mencari kesempatan segmen pasar yang dihadapi
perusahaan, menilai segmen pasar, dan memutuskan berapa banyak dari segmen
pasar yang ada tersebut yang akan dilayani oleh perusahaan. Penentuan target pasar
sangat penting karena perusahaan tidak dapat melayani seluruh konsumen atau
pembeli yang ada di pasar (Dharmesta, 2005)
Kegiatan pemasaran akan lebih berhasil jika hanya diarahkan kepada
konsumen tertentu sebagai target pasar yang dituju. Target pasar adalah kelompok
konsumen yang agak homogen, yang akan dijadikan sasaran pemasaran perusahaan.
Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan jenis kebutuhan dan keinginan
konsumen. Selain itu perlu diperhatikan pula kebutuhan dan keinginan kelompok
konsumen manakah yang akan dipenuhi. Perusahaan perlu menentukan batas pasar
yang akan dilayani atau yang menjadi target pasar, melalui pengelompokkan
konsumen berdasarkan ciri-ciri atau sifatnya dikaitkan dengan kebutuhan dan
keinginan mereka (Ismaya, 2006).
Adapun yang dimaksud dengan target pasar adalah kelompok konsumen yang
mempunyai ciri-ciri atau sifat hampir sama (homogen) yang dipilih perusahaan dan
yang akan dicapai dengan strategi bauran pemasaran (marketing mix), dengan
ditetapkannya target pasar, perusahaan dapat mengembangkan posisi produknya dan
strategi bauran pemasaran untuk setiap target pasar tersebut. Target pasar perlu
ditetapkan, karena bermanfaat dalam:
1. Mengembangkan posisi produk dan strategi bauran pemasaran.
2. Memudahkan penyesuaian produk yang dipasarkan dan strategi bauran
pemasaran yang dijalankan (harga yang tepat, saluran distribusi yang efektif,
promosi yang tepat) dengan target pasar.
3. Membidik peluang pasar lebih luas, hal ini penting saat memasarkan produk
baru.
4. Memanfaatkan sumber daya perusahaan yang terbatas seefisien dan seefektif
mungkin
5. Mengantisipasi persaingan.
Dengan mengidentifikasikan bagian pasar yang dapat dilayani secara efektif,
perusahaan akan berada pada posisi lebih baik dengan melayani konsumen
tertentu dari pasar tersebut.
2.2 Perilaku Pembelian Bisnis
Schiffman dan Kanuk (2008) mendefenisikan proses pembelian bisnis adalah
proses pengambilan keputusan dengan pembeli bisnis, menetapkan kebutuhan akan
produk dan jasa yang dibeli dan mengidentifikasi, mengevaluasi, serta memilih
diantara merek-merek dan pemasok-pemasok alternative. Perusahaan yang menjual
kepada organisasi bisnis lain harus memahami perilaku pasar bisnis dan pembelian
bisnis.
1. Peserta dalam Proses Pembelian Bisnis
a. Pusat Pembelian
Pusat Pembelian terdiri dari semua anggota yang memainkan salah satu dari
tujuh peran dalam proses keputusan pembelian (Kotler dan Amstrong, 2012):
- Pencetus (initiators): Mereka yang meminta untuk membeli sesuatu. Mereka
bisa saja merupakan pemakai atau pihak lain dalam organisasi.
- Pemakai (users): Mereka yang akan memakai barang atau jasa tertentu. Dalam
banyak kasus, pemakai mengajukan proposal pembelian dan membantu
menetapkan persyaratan produk.
- Pemberi pengaruh (influencers): Orang-orang yang mempengaruhi keputusan
pembelian Mereka sering membantu merumuskan spesifikasi dan juga
memberikan informasi untuk mengevaluasi alternatif. Orang-orang teknik
merupakan pemberi pengaruh yang penting.
- Pengambil keputusan (deciders): Orang yang memutuskan persyaratan produk
dan pemasok.
- Pemberi persetujuan (approvers): Orang yang mengotorisasi/menyetujui
tindakan yang diusulkan oleh pengambil keputusan atau pembeli.
- Pembeli (buyers): Orang yang memiliki wewenang formal untuk memilih
pemasok dan menyusun syarat pembelian. Para pembeli dapat membantu
menyusun spesifikasi produk, namun peran utama mereka adalah memilih
pemasok dan bernegosiasi. Dalam pembelian yang lebih rumit, para pembeli
mungkin mencakup manajer tingkat tinggi.
- Penjaga gerbang (gatekeepers): Orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk
mengahalangi penjual dan informasi sehingga tidak dapat menjangkau
anggota pusat pembelian. Contohnya, agen/petugas pembelian, penerima
tamu, dan penerima telepon mungkin menghalangi wiraniaga untuk
menghubungi pemakai atau pengambil keputusan.
b. Pengaruh Utama
Para pembeli bisnis menanggapi banyak pengaruh saat mereka mengambil
keputusan pembelian. Jika tawaran pemasok sama, para pembeli bisnis dapat
memenuhi tuntutan pembeliannya dari pemasok mana pun, dan mereka lebih
mengutamakan pemasok yang memberikan perlakuan pribadi kepada mereka. Jika
tawaran pemasok berbeda secara substansial, para pembeli bisnis bertanggung jawab
atas pilihan mereka dan memberi perhatian yang lebih besar pada faktor-faktor
ekonomi.
Para pembeli bisnis menanggapi empat pengaruh utama, yaitu: faktor
lingkungan, faktor organisasi, faktor antar pribadi, dan faktor pribadi. Berikut ini
akan diuraikan tentang empat pengaruh utama yang mempengaruhi keputusan
pembelian organisasi:
- Faktor Lingkungan
Para pembeli bisnis memberi perhatian yang besar pada faktor-faktor ekonomi
yang sedang berlangsung atau yang diperkirakan, seperti level produksi, investasi,
pengeluaran konsumen, dan tingkat suku bunga. Pada masa resesi, pembeli bisnis
mengurangi investasi untuk pabrik, peralatan, dan persediaan. Para pemasar bisnis
hampir tidak dapat melakukan apa-apa untuk merangsang permintaan total di dalam
lingkungan itu. Mereka hanya dapat berjuang keras untuk meningkatkan atau
mempertahankan pangsa permintaan mereka. Para pembeli bisnis secara aktif
memantau perkembangan teknologi, peraturan pemerintah, dan persaingan.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi faktor lingkungan dalam proses pembelian
organisasi antara lain:
1. Tingkat permintaan
2. Ramalan ekonomi
3. Tingkat bunga
4. Tingkat perubahan teknologi
5. Perkembangan politik dan peraturan
6. Perkembangan persaingan
7. Perhatian pada tanggung jawab sosial masyarakat.
- Faktor Organisasi
Setiap organisasi memiliki tujuan, kebijakan, prosedur, struktur organisasi,
dan sistem yang spesifik. Dalam faktor organisasi terdapat beberapa hal yang dapat
mempengaruhi proses pembelian antara lain :
1. Peningkatan kelas departemen pembelian.
Organisasi atau departemen pembelian baru yang strategis lebih berorientasi
pada pembelian yang telah berubah dari gaya lama “departemen pembelian
(purchasing departements)” dengan penekanan pada pembelian dengan biaya
terendah menjadi “departemen perbekalan (procurements departements)” dengan
misi mencari nilai terbaik dari pemasok yang lebih sedikit namun mempunyai
kualitas yang lebih baik.
2. Peran lintas fungsi
Para pemasar bisni yang melakukan pembelian dengan tidak memandang
jabatan atau struktur tugas mereka dalam melakukan proses pengambilan keputusan
untuk melakukan pembelian barang maupun jasa.
3. Pembelian terpusat
Dalam perusahaan besar dan berskala nasional maupun internasional
melakukan pembelian barang dan jasa dengan proses pembelian dan pengadaan
barang atau jasa yang dibutuhkan oleh satu unit kecil maka akan dilakukan oleh satu
unit yang levelnya lebih tinggi dari pada unit yang membutuhkan. Terkadang ada
beberapa perusahaan hanya melakukan droping dana ke perusahaan yang
membutuhkan barang maupun jasa kemudian unit yang membutuhkan dapat memakai
anggaran tersebut untuk memperoleh barang maupun jasa yang dibutuhkan.
4. Pembelian terdesentralisai atas barang yang nilainya kecil
Biasanya terdapat perusahaan mengurangi pemusatan beberapa operasi
pembelian dengan memberdayakan para pegawai untuk membeli barang-barang yang
bernilai kecil seperti alat penjepit, pembuat kopi, dan lain-lain.
5. Pembelian melalui internet
Seiring dengan perkembangan teknologi sekarang ini, banyak perusahaan-
perusahaan yang melakukan proses pembelian lewat fasilitas yang dinamakan
‘internet’ yang menyediakan banyak kemudahan dan kelebihan dengan proses yang
lebih praktis dan cepat sehingga proses pembelian dapat dilakukan sendiri melalui
dunia internet atau biasa juga disebut dunia “maya” yang berbasis teknologi.
Faktor-faktor organisasi lain yang dapat mempengaruhi proses pembelian
sebagai berikut :
1. Kontrak jangka panjang
2. Evaluasi kinerja pembelian dan perkembangan profesi pembeli
3. Membaiknya manajemen rantai pasokan
4. Produksi yang ramping
- Faktor antar-pribadi dan pribadi
Pusat pembelian biasanya terdiri dari beberapa peserta dengan minat,
wewenang, status, empati, dan daya bujuk yang berbeda-beda. Para pemasar bisnis
cenderung tidak mengetahui dinamika kelompok seperti apa yang muncul selama
proses keputusan pembelian, walaupun semua informasi yang dapat ditemukannya
tentang faktor kepribadian dan antar-pribadi akan bermanfaat.
Tiap-tiap pembeli memiliki motivasi, persepsi, dan preferensi pribadi yang
dipengaruhi oleh umur, penghasilan, pendidikan, jabatan, kepribadian, sikap terhadap
resiko, dan budaya pembeli tersebut. Para pembeli dengan pasti menunjukkan gaya
yang ahli, pembeli ingin yang terbaik, dan pembeli yang ingin semuanya beres.
2. Proses Pembelian Bisnis
Proses pembelian bisnis adalah proses pengambilan keputusan dengan mana
pembeli bisnis menetapkan kebutuhan akan produk dan jasa yang dibeli dan
mengidentifikasi, mengevaluasi, serta memilih diantara merek-merek dan pemasok-
pemasok alternative (Kotler dan Keller, 2007).
Menurut Kotler dan Keller (20070 beberapa tahapan proses pembelian bisnis,
sebagai berikut:
1. Pengenalan Masalah. Tahap pertama proses pembelian bisnis dimana seseorang di
dalam perusahaan mengenali masalah atau kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan
memperoleh barang atau jasa.
2. Deskripsi Kebutuhan Umum. Tahap dalam proses pembelian bisnis di mana
perusahaan menggambarkan karakteristik umum dan kuantitas produk yang
diperlukan.
3. Spesifikasi Produk. Tahap paroses pembelian bisnis di mana organisasi pembelian
memutuskan dan menetapkan spesifikasi karakteristik teknis produk terbaik untuk
produk yang diperlukan.
4. Pencarian Pemasok. Tahap proses pembelian bisnis di mana pembeli berusaha
menemukan vendor terbaik.
5. Pengumpulan Proposal. Tahap proses pembelian bisnis di mana pembeli
mengundang pemasok bermutu untuk mengumpulkan proposal.
6. Pemilihan Pemasok. Tahap proses pembelian bisnis di mana pembeli meninjau
ulang proposal dan memilih satu atau beberapa pemasok.
7. Spesifikasi Pesanan Rutin. Tahap proses pembelian bisnis di mana pembeli
menulis pesanan akhir dengan pemasok terpilih, menyebutkan spesifikasi teknis,
kuantitas yang diperlukan, waktu pengiriman yang diharapkan, kebijakan
pengembalian dan jaminan.
8. Tinjauan Ulang Kinerja, Tahap proses pembelian bisnis di mana pembeli menilai
kinerja pemasok dan memutuskan untuk melanjutkan, memodifikasi atau
meninggalkan suatu kesepakatan.
3. Mengelola Hubungan Pelanggan Bisnis ke Bisnis
Kredibilitas perusahaan adalah tingkat dimana pelanggan yakin perusahaan
dapat merancang dan mengirimkan produk dan jasa yang memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka (Payne, 2000). Kredibilitas perusahaan bergantung pada tiga faktor
:
1. Keahlian Perusahaan
Tingkat dimana perusahaan dipandang mampu membuat dan menjual produk atau
menjalankan jasa.
2. Kepercayaan Perusahaan
Tingkat dimana perusahaan di pandang termotivasi untuk jujur, dapat diandalkan,
dan sensitive dengan kebutuhan pelanggan.
3. Keramahan Perusahaan
Tingkat dimana perusahaan di pandang ramah, menarik, bergengsi,dinamis dan
seterusnya. Perusahaan yang kredibel dijalankan dengan baik; perusahaan selalu
mengingat kepentingan terbaik pelanggan dan mudah untuk bekerja sama.
4. Manfaat Koordinasi Vertikal
Sebagian besar riset koordinasi vertical yang lebih besar antara mitra
pembelian dan penjualan. Membangun kepercayaan adalah salah satu syarat
hubungan jangka panjang yang sehat. Hubungan antara agen periklanan dan klien
mengilustrasikan penemuan-penemuan ini:
1. Dalam tahap pembentukan, salah satu mitra mengalami pertumbuhan pasar yang
substansial. Perusahaan manufaktur yang memanfaatkan teknik produksi misal
mengembangkan merek nasional, yang meningkatkan arti penting dan jumlah
iklan media massa.
2. Ketidaksimetrisan informasi antara mitra menyiratkan bahwa kemitraan akan
menghasilkan lebih banyak laba dibandingkan jika mitra berusaha menginvasi
wilayah perusahaan lainnya. Agen periklanan mempunyai pengetahuan khusus
yang tidak dapat dimiliki dengan mudah oleh klien mereka.
3. Setidaknya salah satu mitra menempatkan penghalang yang tinggi di pintu masuk
sehingga mencegah mitra lain memasuki bisnis.
Agen periklanan tidak dapat dapat menjadi produsen nasional dengan mudah, dan
selama bertahun-tahun, perusahaan manufaktur tidak diperkanankan untuk
menerima komisi media.
4. Adanya ketidakseimbangan ketergantungan sehingga satu mitra dapat
mengendalikan atau mempengaruhi mitra lain. Agen periklanan mengendalikan
seluruh akses media.
5. Salah satu mitra mengambil keuntungan dari ekonomi-ekonomi skala berkaitan
dengan hubungan ini. Agen periklanan mendapat keuntungan dengan
menyediakan informasi pasar yang sama kepada banyak klien.
Riset menemukan bahwa hubungan pembeli-pemasok dibedakan oleh empat
faktor: ketersediaan alternatif, pentingnya pasokan, kompleksitas pasokan, dan
dinamisme pasar pasokan. Berdasarkan empat faktor ini, hubungan pembeli-pemasok
digolongkan menjadi delapan kategori berbeda :
1) Pembelian dan penjualan pasar. Kategori ini merupakan pertukaran sederhana
dan rutin dengan tingkat pertukaran kerja sama dan informasi moderat.
2) Pembelian per elemen. Hubungan ini memerlukan lebih banyak adaptasi oleh
penjual serta pertukaran kerjasama dan informasi yang lebih sedikit.
3) Transaksi kontraktual. Pertukaran ini didefinisikan berdasarkan kontak resmi
dan biasanya mempunyai tingkat kepercayaan, kerjasama dan interaksi yang
rendah.
4) Pasokan pelanggan. Dalam situasi pasokan umum tradisional, persaingan dan
bukan kerjasama merupakan bentuk tata kelola yang dominan.
5) Sistem kerjasama. Mitra dalam sistem kerjasama memiliki cara-cara
operasional yang seragam, tetapi tidak satupun dari mereka yang
menunjukkan komitmen struktural melalui sarana atau adaptasi hokum.
6) Kolaboratif. Dalam pertukaran kolaboratif, sebagian besar kepercayaan dan
komitmen menimbulkan kemitraan sejati.
7) Adaptif di kedua pihak. Pembeli dan penjual melakukan banyak adaptasi
hubungan khusus, tetapi tanpa harus mencapai kepercayaan atau kerjasama
yang kuat.
8) Pelanggan adalah raja. Dalam hubungan yang erat dan kooperatif ini, penjual
menyesuaikan diri untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tanpa
mengharapkan banyak adaptasi atau perubahan sebagaimana bayarannya.
Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, peran dan sifat hubungan bisnis
dapat berubah dan diaktifkan, tergantung pada berbagai keadaan. Hubungan
pelanggan dan pemasok akan sangat erat ketika pasokan dipandang penting oleh
pelanggan dan adanya halangan pembelian, seperti syarat pembelian yang kompleks
dan sedikitnya pemasok alternative (Sugiyono, 2006)
BAB III
PRODUK, JASA DAN STRATEGI PENENTUAN MERK
3.1 Produk
Produk menurut Kotler dan Amstrong (2008) “A product as anything that can
be offered to a market for attention, acquisition, use or consumption and that might
satisfy a want or need”. Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke
pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan
keinginan atau kebutuhan konsumen.
Menurut Stanton, (1996) dalam Kotler dan Keller (2007) “A product is asset
of tangible and intangible attributes, including packaging, color, price quality and
brand plus the services and reputation of the seller”. Artinya suatu produk adalah
kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya
kemasan, warna, harga, kualitas dan merek ditambah dengan jasa dan reputasi
penjualannya.
Sedangkan Menurut Tjiptono (2008) secara konseptual produk adalah
pemahaman subyektif dari produsen atas “sesuatu” yang bisa ditawarkan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli.
3.1.1 Jenis-jenis produk
Lima Tingkatan Produk, Menurut Kotler (2005) ada lima tingkatan produk, yaitu
core benefit, basic product, expected product, augmented product dan potential
product. Penjelasan tentang kelima tingkatan produk adalah :
a) Core benefit (namely the fundamental service of benefit that costumer really
buying) yaitu manfaat dasar dari suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen.
b) Basic product (namely a basic version of the product) yaitu bentuk dasar dari
suatu produk yang dapat dirasakan oleh panca indra.
c) Expected product (namely a set of attributes and conditions that the buyers
normally expect and agree to when they purchase this product) yaitu serangkaian
atribut-atribut produk dan kondisi-kondisi yang diharapkan oleh pembeli pada
saat membeli suatu produk.
d) Augmented product (namely that one includes additional service and benefit that
distinguish the company’s offer from competitor’s offer) yaitu sesuatu yang
membedakan antara produk yang ditawarkan oleh badan usaha dengan produk
yang ditawarkan oleh pesaing.
e) Potential product (namely all of the argumentations and transformations that this
product that ultimately undergo in the future) yaitu semua argumentasi dan
perubahan bentuk yang dialami oleh suatu produk dimasa datang.
3.1.2 Klasifikasi Produk
Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran,
diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Kotler (2002), produk dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
utama, yaitu :
a) Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau
disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.
b) Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual
(dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan
sebagainya. Kotler (2002) juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “Jasa adalah
setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa
pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
2) Berdasarkan aspek daya tahannya produk dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
a) Barang tidak tahan lama (nondurable goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi
dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya
dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya: sabun, pasta
gigi, minuman kaleng dan sebagainya.
b) Barang tahan lama (durable goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama
dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu
tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain.
3) Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu :
Didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi,
maka produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a) Barang konsumsi (consumer’s goods)
Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa
melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.
b) Barang industri (industrial’s goods)
Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan
pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil
pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008), ”barang konsumen adalah barang yang
dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga),
bukan untuk tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi
empat jenis :
Convenience goods
Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi
(sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha
yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya.
Contohnya antara lain produk tembakau, sabun, surat kabar, dan sebagainya.
Shopping goods
Barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan
oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat
rumah tangga, pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya.
Specialty goods
Barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang
unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk
membelinya. Misalnya mobil Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal,
kamera Nikon dan sebagainya.
Unsought goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun
sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya.
Contohnya asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya.
3.2 Jasa
Jasa/layanan (service), didifinisikan semua tindakan atau kinerja yang dapat
ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak
menghasilkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat atau tidak terkait dengan
produk fisik. Meskipun demikian, semakin banyak produsen, distribudtor dan
pengecer yang menyediakan jasa bernilai tambah, atau layanan pelanggan yang
sangat baik, untuk mendiferensiasikan diri mereka.
Rangkuti (2002) dalam Sari (2007) menyebutkan bahwa jasa merupakan
pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain.
Sedangkan menurut Tjiptono (2006) mendefisikan jasa sebagai setiap tindakan atau
kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, pada dasarnya bersifat
intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Jadi
dapat disimpulkan bahwa jasa bukanlah barang, tetapi suatu aktifitas yang tidak dapat
dirasakan secara fisik dan membutuhkan interaksi antara satu pihak ke pihak lain.
3.2.1 Karakteristik Jasa
Kotler dan Amstrong (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat
karakteristik jasa, antara lain:
1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi,
dirasakan, dan didengar sebelum membeli.
2. Inseparability (tidak dipisahkan) Jasa tidak dapat dipisahkan dari pembeli jasa
itu, baik pembeli jasa itu adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat
dijejerkan pada rak-rak penjualan dan dapat dibeli oleh konsumen kapan saja
dibutuhkan.
3. Variability (keanekarupaan) Jasa sangat beraneka rupa karena tergantung siapa
yang menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan. Seringkali pembeli
jasa menyadari akan keanekarupaan yang besar ini akan membicarakan dengan
yang lain sebelum, memilih satu penyedia jasa.
4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak dapat tahan lama, karenanya tidak
dapat disimpan untuk penjualan atau penggunaan dikemudian hari. Sifat jasa
yang tidak tahan lama ini bukanlah masalah kalau permintaan tetap atau teratur,
karena jasa-jasa sebelumnya dapat dengan mudah disusun terlebih dahulu, kalau
permintaan berfluktuasi, permintaan jasa akan dihadapkan pada berbagai
masalah sulit.
3.2.2 Klasifikasi Jasa
Menurut Tjiptono (2006) jasa diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Barang berwujud murni
Terdiri dari barang berwujud, tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.
b. Barang berwujud yang disertai jasa
Di sini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa
untuk mempertinggi daya tarik pelanggan.
c. Campuran
Di sini terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan
Di sini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan dan satu barang pelengkap.
e. Jasa murni
Di sini hanya terdiri dari jasa.
Menurut Lovelock (1996) dalam Tjiptono (2008), jasa dapat diklasifikasikan
berdasarkan 7 kriteria, yaitu :
a. Segmen pasar, yaitu jasa dapat dibedakan menjadi jasa konsumen dan jasa
konsumen organisasional.
b. Tingkat keberwujudan, yaitu keterlibatan produk fisik dengan konsumen.
c. Keterampilan penyedia jasa, yaitu tingkat penyedia jasa. Dalam hal ini
penyediaan jasa yang berkualitas.
d. Tujuan perusahaan jasa, yaitu menyediakan pelayanan yang baik untuk
mencapai kepuasan konsumen.
e. Regulasi, yaitu regulasi yang berupa servis dan non servis.
f. Tingkat intensitas karyawan, yaitu terdiri dari equitment basic service dan
people basic service.
g. Tingkat kontak penyedia jasa, yaitu meliputi suatu kritik dan saran.
Berdasarkan klasifikasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization), ruang lingkup klasifikasi bisnis jasa meliputi (Lupiyoadi, 2006) :
1. Jasa bisnis
2. Jasa komunikasi
3. Jasa konstruksi dan jasa teknik
4. Jasa distribusi
5. Jasa pendidikan
6. Jasa lingkungan hidup
7. Jasa keuangan
8. Jasa kesehatan dan jasa social
9. Jasa kepariwisataan dan jasa perjalanan
10. Jasa rekreasi, budaya, dan olahraga
11. Jasa transportasi
12. Jasa lain-lain
Produk yang ditawarkan dalam bisnis jasa tidak berupa barang, seperti pada
perusahaan manufactur. Dalam bisnis jasa konsumen tidak membeli fisik dari produk
tetapi manfaat dan nilai dari produk yang disebut “the offer”. Keunggulan produk jasa
terletak pada kualitasnya, yang mencakup kehandalan, ketanggapan, kepastian, dan
kepedulian.
3.2.3 Kualitas Pelayanan Jasa
Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan yang
sangat ketat untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan. Kualitas pelayanan
menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya mampu bertahan
dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup pelanggan
menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan
perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan
pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh (Berry dan Zeithaml, 1999
dalam Lupiyoadi, 2006).
Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan kenyataan
para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benar-benar
mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas
pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan, yang
melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Definisi mutu jasa berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Menurut Wyckof (1998) dalam Alma,( 2007) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan,
maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima
melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal. Sebaliknya
jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa
dianggap buruk (Tjiptono, 2007). Mengacu pada pengertian kualitas layanan tersebut
maka konsep kualitas layanan adalah suatu daya tanggap dan realitas dari jasa yang
diberikan perusahaan. Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan
dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 1991 dalam Ferdinand, 2006). Hal ini
berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi penyediaan jasa,
melainkan berdasarkan persepsi pelanggan.
Kualitas layanan mengacu pada penilaian-penilaian pelanggan tentang inti
pelayanan, yaitu si pemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi
pelayanan, sebagian besar masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan
terhadap pelayanan prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang
bermutu tetapi mereka lebih senang menikmati kenyamanan pelayanan (Roesanto,
2000) dalam Ferdinand, 2006). Oleh karena itu dalam merumuskan strategi dan
program pelayanan, organisasi harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dan
sangat memperhatikan dimensi kualitasnya (Tjiptono, 2007).
3.2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan Jasa
Kotler dan Amstrong (2012) mengidentifikasikan tujuh dimensi dasar dari
kualitas pelayanan jasa, yaitu:
a. Kinerja, yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang
diidentifikasi para pelanggan.
b. Interaksi Pegawai, seperti keramahan, sikap hormat, dan kepedulian ditunjukkan
oleh pegawai yang memberikan jasa atau barang.
c. Kehandalan, yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko.
d. Daya Tahan Yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum.
e. Ketepatan waktu dan kenyaman, seberapa cepat produk diserahkan atau
diperbaiki, seberapa cepat produk infomasi atau jasa diberikan.
f. Estetika, lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik penyajian
jasa.
g. Kesadaran akan merek, dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang
tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi pelanggan.
Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Giltinan dan Gordon
(1987) dalam Lupiyoadi (2006), yaitu:
a. Tangible, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan.
b. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas.
d. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kompetensi dan sopan santun.
e. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan pelanggan. Sebagai contoh perusahaan harus mengetahui keinginan
pelanggan secara spesifik dari bentuk fisik produk atau jasa sampai
pendistribusian yang tepat.
Griffin (2003) dalam Tjiptono dan Chandra (2006) mengembangkan delapan
dimensi kualitas pelayanan, yaitu:
a. Kinerja (performance) yaitu mengenai karakteristik operasi pokok dari produk
inti. Misalnya bentuk dan kemasan yang bagus akan lebih menarik pelanggan.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap.
c. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan
atau gagal dipakai.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications). Yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Seperti halnya produk atau jasa yang diterima pelanggan
harus sesuai bentuk sampai jenisnya dengan kesepakatan bersama.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan. Biasanya pelanggan akan merasa puas bila produk yang dibeli tidak
pernah rusak.
f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi,
penanganan keluhan yang memuaskan.
g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya kemasan
produk dengan warna-warna cerah, kondisi gedung dan lain sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Sebagai contoh merek yang lebih
dikenal masyarakat (brand image) akan lebih dipercaya dari pada merek yang
masih baru dan belum dikenal.
Gronroos (1996) dalam Kottler dan Amstrong (2008) berpendapat bahwa
kualitas jasa total terdiri dari tiga dimensi atau komponen utama, yaitu :
a. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output yang
diterima oleh pelanggan. Selanjutnya oleh Parasuraman diperinci lagi menjadi :
1. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya : harga dan barang.
2. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan
setelah membeli atau mengkonsumsi jasa atau produk. Contohnya ketepatan
waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapihan hasil.
3. Credence quality, yaitu sesuatu yang sukar dievaluasi pelanggan, meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa.
b. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
c. Corporate image, yaitu profit, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu
perusahaan.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan, dapat
disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu memenuhi syarat agar sebuah
pelayanan memungkinkan untuk menumbuhkan kepuasan pelanggan. Adapun
dimensi-dimensi tersebut, yaitu a) Tangible atau bukti fisik, b) Reliability atau
kehandalan, c) Responsiveness atau daya tanggap, d) Assurance atau
jaminan/kepastian dan e) Empathy atau kepedulian.
3.2.5 Faktor-faktor Kualitas Jasa
Menurut Nirwana, (2004) Faktor yang menjadi penentu kualitas jasa antara lain:
a. Akses Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai.
b. Komunikasi Jasa harus dapat dengan mudah diuraikan dalam bahasa yang
dimengerti konsumen
c. Kompetensi Pegawai harus mengerti dan memiliki keterampilan dan
pemahaman tentang jasa yang diperlukan konsumen.
d. Kesopanan Pegawai harus bersikap ramah dan sopan terhadap konsumen.
e. Kredibilitas Perusahaan dan pegawainya harus dapat dipercaya dan
memahami keinginan konsumen.
f. Reliabilitas Perusahaan harus dapat menyediakan jasanya dengan konsisten
dan cermat.
g. Cepat tanggap Pegawai harus dapat memberikan tanggapan dari setiap
keluhan konsumen dengan cepat.
h. Kepastian Jasa harus bebas dari bahaya dan resiko yang akan ditanggung
konsumennya.
3.3 Strategi Penentuan Merek
Kesuksesan suatu produk di pasaran adalah dilihat dari kemampuan mereka
dalam menarget pasar yang dapat membedakan produk mereka dengan produk lainya.
Merek merupakan alat yang digunakan oleh para produsen dan pemasar untuk
membedakan produk mereka dengan produk pesaingnya. Merek merupakan suatu
atribut yang penting dari sebuah produk yang kini penggunaannya telah semakin luas.
Memberikan merek kepada sebuah produk maka itu berarti kita memberikan nilai
tambah bagi produk tersebut.
Merek menurut American Marketing Association seperti yang dikutip oleh
Kotler dan Keller (2009) merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain,
atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa
dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari
para pesaing. Maka merek adalah produk atau jasa yang dimensinya
mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainya
yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa
fungsional, rasional atau nyata berhubungan dengan kinerja produk dari merek.
Menurut Alma (2003) merek adalah suatu nama, istilah, simbol, desain atau
gabungan keempatnya, yang mengidentifikasikan produk para penjual dan
membedakanya dari produk pesaing. Sedangkan nama merek yaitu bagian dari merek
yang dapat disebutkan, diucapkan termasuk huruf-huruf, kata-kata dan angka-angka.
Menurut Kotler dan Amstrong (2005) ciri-ciri dari nama merek yang efektif yaitu:
1. Mudah diucapkan
2. Mudah dikenali
3. Mudah diingat
4. Pendek
5. Berbeda atau unik
6. Menggambarkan produk
7. Menggambarkan manfaat dari produk
8. Mempunyai konotasi yang positif
9. Memperkuat citra produk yang diinginkan.
3.3.1 Peran Merek
Menurut Aritonang dan Lerbin (2008) peran merek menjadi sangat penting
karena menjadi pembeda suatu produk dari produk lainnya sehingga sangat
bergantung pada merek yang ditampilkan. Penciptaan atau pembangunan merek yang
tepat memerlukan riset pemasaran yang berkaitan dengan kesesuaian antara merek
dengan produk, merek dengan perusahaan, merek dengan nilai-nilai yang ingin
disampaikan oleh perusahaan, baik nilai produk maupun nilai perusahaan sebagai
pemegang merek.
Melalui riset pemasaran kita dapat mengetahui dan mengembangkan produk
tersebut berdasarkan diferensiasi merek, nilai-nilai produk dan merek, serta nilai-nilai
perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Merek dengan
asosiasi merek yang unik dapat dibuat berdasarkan atribut produk yang unik, nama,
logo, simbol, tanda dan kemasan yang unik serta didukung oleh strategi distribusi dan
promosi yang sesuai. Hal itu akan lebih mempercepat keberhasilan merek dalam
menjual produk dipasar dibandingkan dengan merek biasa-biasa saja.
Hal itu juga akan meningkatkan nilai produk dan merek ketingkat yang lebih
tinggi dalam hal nilai dan manfaat nilai yang terkandung didalam produk atau merek
tersebut, yaitu dari nilai produk (product value) dan nilai merek (brand value) yang
kuat sehingga dapat mengurangi ketergantungan produk tersebut pada pengaruh harga
saat pengambilan keputusan pembelian. Membeli suatu produk tidak bisa diartikan
apa adanya karena pada hakikatnya membeli adalah membeli suatu nilai yang
terkandung didalam produk tersebut. Kekuatan merek dan kerja keras manajemen
pemasaran (terutama manajemen merek) untuk memperkenalkan dan mengelola
merek tersebut dapat diukur dari seberapa besar perusahaan lain bersedia membayar
merek yang bersangkutan. Tingginya nilai suatu merek yang sudah terkenal karena
saat ini semakin sulit membangun sebuah merek dibandingkan dengan sepuluh tahun
yang lalu. Penyebabnya adalah biaya iklan, biaya distribusi, biaya promosi, biaya
menjalin hubungan dengan pelanggan (relationship marketing) semakin meningkat,
persaingan yang semakin ketat.
Menurut Kotler dan Keller (2009), ketika hidup konsumen menjadi rumit,
terburu-buru, dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan
pengambilan keputusan dan mengurangi resiko adalah sesuatu yang berharga. Merek
juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan. Merek menyederhanakan
penanganan atau penelusuran produk.
Merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-
fitur atau aspek unik produk. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga
pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk. Loyalitas merek
memberikan tingkat permintaan yang aman dan dapat diperkirakan bagi perusahaan,
dan menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki
pasar. Artinya, penetapan merek dapat menjadi alat yang berguna untuk
mengamankan keunggulan kompetitif
3.3.2 Cara Membangun Merek
Menurut Rangkuti (2008), membangun merek yang kuat tidak berbeda dari
membangun sebuah rumah. Untuk memperoleh bangunan rumah yang kukuh, kita
memerlukan fondasi yang kuat. Begitu juga dengan membangun dan
mengembangkan merek. Ia memerlukan fondasi yang kuat. Caranya adalah :
1. Memiliki positioning yang tepat
Menurut Kotler dan Keller (2009), positioning adalah tindakan merancang
penawaran dan citra perusahaan agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran
sasaran. Tujuannya adalah menempatkan merek alam fikiran konsumen untuk
memaksimalkan manfaat potensial bagi perusahaan. Merek dapat di positioning kan
dengan berbagai cara, misalnya dengan menempatkan posisisnya secara spesifik
dibenak pelanggan. Menjadi nomor satu dibenak pelanggan bukan berarti menjadi
nomor satu untuk semua aspek. Keberhasilan positioning adalah tidak sekedar
menemukan kata kunci atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih jauh
lagi yaitu menjembatani keinginan dan harapan pelanggan sehingga dapat
memuaskan pelanggan.
Untuk lebih jelasnya menurut Surachman (2008), dalam memilih strategi
positioning, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :
Gambar. Step for a choosing positioning strategy (Surachman, 2008)
Langkah pertama mengidentifikasikan kemungkinan untuk memenangkan
pasar. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui kemungkinan yanga akan terjadi
dalam strategi memenangkan pasar. Langkah kedua memilih pasar sasaran yang
atraktif dan mempunyai peluang yang menjanjikan. Hal ini dilakukan agar kita dapat
bersaing dengan baik. Langkah ketiga, mengkomunikasikan dan menyampaikan
posisi pasar yang kita pilih. Ini dilakukan agar pasar dapat mengetahui maksud yang
disampaikan dalam produk kita. Strategi merek dapat dikatakan sebagai suatu proses
dimana penawaran yang dilakukan oleh perusahaan akan sebuah merek yang
diposisikan dalam benak konsumen untuk menghasilkan suatu presepsi dan akan
memberikan keuntungan bagi perusahaan yang menciptakan merek tersebut.
2. Memiliki brand value yang tepat
Semakin tepat merek dipositioning-kan dibenak pelanggan merek tersebut
akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu mengetahui brand
Identifikasi Keunggulan Kompetitif
Pilih Keunggulan Kompetitif yang Tepat
Komunikasikan dan Sampaikan Posisi yang Dikehendaki
value. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning adalah kesesuaian ukuran bagi
pemakainya. Sedangkan brand value adalah keindahan warna serta model pakaian
tersebut. Brand value membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat
berubah dibandingkan brand positioning, karena brand personality mencerminkan
gejolak perubahan selera konsumen.
3. Memiliki konsep yang tepat
Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang
tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan
konsep ini merupakan proses kreatif, karena berbeda dari positioning, karena dapat
terus menerus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep
yang baik adalah mengkomunikasikan elemen-elemen dan positioning yang tepat,
sehingga brand image dapat terus menerus ditingkatkan.
3.3.3 Tujuan Pemberian Merek
Tujuan pemberian merek menurut Alma (2007) ialah :
1. Pengusaha menjamin konsumen bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari
perusahaannya. Ini adalah meyakinkan pihak konsumen membeli suatu barang
dari merek dan perusahaan yang dikehendakinya, yang cocok dengan seleranya,
keinginannya dan juga kemampuannya.
2. Perusahaan menjamin mutu barang. Dengan adanya merek ini perusahaan
menjamin mutu bahwa barang yang dikeluarkan berkualitas baik, sehingga barang
tersebut selain ada merek-merek yang disebutkan peringatanperingatan seperti
apabila dalam jenis ini tidak ada tanda tangan ini maka itu adalah palsu dan lain-
lainnya.
3. Pengusaha memberi nama pada merek barangnya supaya mudah diingat dan
disebut sehingga konsumen dapat menyebutkan mereknya saja.
4. Meningkatkan ekuitas merek, yang memungkinkan memperoleh margin lebih
tinggi, member kemudahan dalam mempertahankan kesetiaan konsumen.
5. Memberi motivasi pada saluran distribusi, karena barang dengan merek terkenal
akan cepat laku, dan mudah disalurkan. Serta mudah penanganannya
3.3.4 Strategi Pembangunan Merek
Selain harus memenuhi beberapa kriteria merek yang baik, dalam membangun
sebuah merek produsen perlu melakukan beberapa strategi. Berikut ini adalah delapan
strategi dalam membangun merek yang tangguh (Griffin, 2006):
1. Mulai dengan fakta
Tinjau sejarah merek di masa lalu, kepercayaannya, nilainya dan lain-lain.
Selanjutnya membuat pernyataan kesimpulan mengenai budaya merek tersebut di
masa lalu.
2. Ciptakan visi merek/pernyataan misi
Visi merek ini berisi identifikasi tujuan dari perusahaaan dan hal ini lebih dari
sekedar menciptakan keuntungan. Hal inilah yang menyatakan keluasan dan
kedalaman perusahaan.
3. Tetapkan kepribadian merek
Kepribadian akan menghidupkan merek. Hal ini akan membuat suatu merek
menjadi accesible dan touchable. Membantu membedakan suatu merek dengan
merek lain dan memberikan kedalaman serta dimensi kepada perusahaan
4. Mendirikan karakter merek
Karakter merek adalah segala sesuatu mengenai budaya dari merek tersebut.
Karakter merek merupakan sistem nilai yang menjalankan setiap aspek
perusahaan, prinsip-prinsip, sikap dan karakteristik dari perusahaan. Hal ini juga
merupakan komitmen yang dibuat untuk konsumen, asosiasi dan konsumen.
5. Bangun hubungan antara merek dan konsumen
Dalam menghubungkan merek dengan konsumen, hubungan persepsi konsumen
mengenai merek dan kenyataan yang dihadirkan oleh merek haruslah sesuai.
Sebab apa yang diharapkan konsumen ketika ia menggunakan suatu merek
merupakan suatu hal yang penting.
6. Tetapkan citra merek
Citra merek dapat dilihat melalui aspek bagaimana konsumen melihat dan
mempersepsikan suatu merek. Mata dan otak menciptakan sebuah kaleidoskop
kesan: dulu dan sekarang, real dan perceived, rational dan emosional. Citra merek
adalah apa yang secara fisik ada di hadapan mata dan penginderaan konsumen
dan apa yang dilakukan otak dengan informasi tersebut.
7. Putuskan bagaimana merek akan diposisikan di dalam benak konsumen
Pemasar dapat mempengaruhi bagaimana sebuah merek diposisikan di benak
konsumen, meskipun sebenarnya konsumenlah yang memposisikan merek di
benak mereka. Positioning merek ini adalah semua hal mengenai gabungan
komunikasi periklanan, word-of-mouth, publisitas dan pengalaman in-enterprise.
8. Sampaikan semua yang telah dilakukan
Konsisten 100% dalam menyampaikan brand experience adalah hal yang kritis
untuk meraih sukses jangka panjang. Setiap waktu akan ada perubahan yag
terjadi, untuk itu setiap hari juga perlu membaur pesan untuk konsumen. Dan jika
dalam setiap hari perubahan ini tidak disampaikan maka akan membuktikan
merek tersebut tidak dipercaya.
Merek merupakan investasi jangka panjang perusahaan yang apabila dikelola
dengan maksimal akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan yang
mengelolanya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa merek-merek global yang sudah
bertahan puluhan tahun beberapa diantaranya kini berhasil menjadi merek-merek
termahal karena dikelola oleh perencanaan manajemen merek yang sukses. Seringkali
perusahaan berpikir bahwa berinvestasi pada aset seperti gedung, tanah dan mesin
adalah investasi riil yang memberikan suatu manfaat bagi perusahaan dibandingkan
berinvestasi pada merek. Dalam jangka waktu yang lebih lama sebenarnya dapat
dilihat bahwa berinvestasi pada merek memberikan hasil yang lebih menguntungkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan. Pasar bisnis
(business market) terdiri dari semua organisasi yang mendapatkan barang/jasa untuk
digunakan kembali dalam memproduksi barang/jasa lain kemudian
dijual/disewakan/dipasok ke organisasi lain. Proses pembelian bisnis adalah proses
pengambilan keputusan dengan mana pembeli bisnis menetapkan kebutuhan akan
produk dan jasa yang dibeli dan mengidentifikasi, mengevaluasi, serta memilih
diantara merek-merek dan pemasok-pemasok alternative.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchori. 2000. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Revisi
Cetakan Keempat. Alafabeta. Bandung.
Aritonang R dan Lerbin R. 2007. Riset Pemasaran: Teori dan Praktek. Ghalia. Bogor.
Alma, Buchori. 2003. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi 2.
Alfabeta. Bandung.
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Pemasaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Dharmesta dan Irawan, 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi 2. Liberty.
Yogyakarta.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen: “Pedoman Penelitian
untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertai Ilmu manajemen”. Badan
Penerbit UNDIP. Semarang.
Ismaya, Sujana, 2006. Kamus Akutansi. Cetakan Pertama. Pustaka Grafika. Bandung.
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. PT. Indeks Kelompok
Gramedia. Jakarta.
Kotler, Philip. 2005. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Erlangga. Jakarta..Kotler dan Amstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1 dan 2. Edisi 12
Erlangga. Jakarta.
Kotler dan Amstrong, Yudhi. 2008, “Kualiatas Produk, Merek dan Desain
Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Yamaha
Mio”, Jurnal EMBA. Vol. 1, No. 3, Juni
Kotler dan keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi ke 13. Erlangga.
Jakarta.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Jakarta: PT. Prehallindo.
Kotler, dan Amstrong, Setyo. 2012, “Pengaruh Iklan Televisi dan Harga Terhadap
keputusan Pembelian Sabun Lux”, Jurnal Riset Sains Indonesia.Vol. 3,
No. 1.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. PT. Salemba Empat. Jakarta.Oentoro, Deliyanti. 2010. Manajemen Pemasaran Modern. Laksbang Pressindo.
Yogyakarta.
Payne, Adrian. 2000. The Essence Of Service Marketing Pemasaran Jasa. Edisi
Kedua. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Schiffman dan Kanuk. 2008. Perilaku konsumen. Edisi 7. Indeks. Jakarta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.Surachman .2000. Pemasaran, Konsep dan Strategi, Edisi Bahasa Indonesia. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Saladin, Djaslim, 2006. Manajemen Pemasaran. Edisi Keempat. Linda Karya.
Bandung.
Sari, Kumala. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Restoran Es Teller 77 Cabang Plaza Medan Fair. Skripsi. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, USU.
Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran, Edisi Ketiga. Andi, Yogyakarta
Tjiptono, Fandi. 2006. Manajemen Jasa. Andi. Yogyakarta.