5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
1/22
MAKALAH FARMASI
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT:
RHINITIS AKUT
Oleh :
Isna Noor Rakhmawati
G99141089
Pembimbing:
Dyah Poerwohastuti, S.Farm., Apt
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
2/22
2
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada saluran napas akut merupakan penyakit yang umum terjadi
pada masyarakat, yang juga merupakan salah satu penyakit penyebab kematian
tertinggi pada balita dan penyebab kematian bayi kedua setelah gangguan
perinatal (WHO, 2008). Salah satu infeksi saluran napas akut yang paling sering
terjadi adalah rhinitis akut.
Rhinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-
gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan
suhu tubuh naik (Adams dkk, 2007). Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut
selain istirahat dan pemberian obat-obat simptomatis seperti analgetika, antipiretik
dan dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh
bakteri (Soepardi dkk, 2007).
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
3/22
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
1. Definisi
Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah
ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut.
Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agen infeksi pada jaringan
tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel atau jaringan yang
patologis. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut
akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak lebih dari 14
hari (WHO, 2008).
2. Klasifikasi
i. Klasifikasi Berdasar Lokasi Anatomis
Berdasarkan lokasi anatomis (WHO, 2008);
1)Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya
rhinitis akut, faringitis akut, sinusitus akut dan sebagainya.
2)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPbA).Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernafasan mulai
dari bagian bawah epiglotis sampai alveoli paru misalnya trakhetis,
bronkhitis akut, pneumoni dan sebagainya.
Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA)
dikelompokkan dalam dua kelompok umur yaitu (1) pneumonia
pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun dan (2) pneumonia pada
bayi muda yang berumur kurang dari dua bulan.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
4/22
4
a)Pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun
Klasifikasi pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5
tahun dengan gejala klinisnya terdiri dari:
a.1.
Pneumonia sangat berat, batuk atau kesulitan bernapas yang
disertai dengan sinusitis sental, tidak dapat minum, adanya
tarikan dinding dada.
a.2. Pneumonia berat, batuk atau kesulitan bernapas, tarikan
dinding dada tanpa disertai sianosis dan dapat minum.
a.3.
Pneumonia, batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan
cepat tanpa penarikan dinding dada.
a.4.
Bukan pneumonia, batuk atau kesulitan bernapas tanpa
pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
b)Pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan
Klasifikasi pneumonia pada bayi muda yang berumur
kurang dari 2 bulan terdiri dari:
b.1. Pneumonia berat. Pada kelompok umur ini gambaran klinis
pneumonia, sepsis dan meningitis dapat disertai gejala
klinis pernapasan yang tidak spesifik untuk masing-masing
infeksi,maka gejala klinis yang tampak dapat saja diduga
salah satu dari tiga infeksi serius tersebut, yaitu: berhenti
menyusu, kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit
bangun, stidor pada anak yang tenang, mengi (wheezing),
demam (380C) atau suhu tubuh yang rendah (dibawah
35,50 C), pernapasan cepat, penarikan dinding dada,
sianosis sentral, serangan apnea, distensi abdomen danabdomen tegang.
b.2. Bukan pneumonia. Jika bernapas dengan frekuensi kurang
dari 60 kali permenit dan tidak terdapat tanda pneumonia.
ii. Klasifikasi ISPA pada Batita
1)Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai
dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan
dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
5/22
5
2)Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan
dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3)
Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat
tanpa penarikan dinding dada. Pernafasan cepat adalah 40 kali per
menit atau lebih pada usia 12 bulan hingga 5 tahun.
4)
Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan
bernafas) tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
3. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus,
Stafilococcus, Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain grupMixovirus (virus influenza, parainfluenza,
respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus),
Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus Epstein-Barr.
Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia albicans,
Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,
Cryptococcus neoformans.
Selain itu juga ISPA dapat disebabkan oleh karena inspirasi asap
kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak/BBM biasanya minyak tanah
dan, cairan amonium pada saat lahir.
4. Gejala
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (faring),
trakhea, bronkus dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anakdapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk,
kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga.
Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Namun sebagian anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila
infeksi paru ini tidak diobati dengan anti biotik akan menyebabkan
kematian.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
6/22
6
i. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1)
Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis)
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C
ii. Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
1) Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun :
frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 - < 12 bulan dan
40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan -
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
7/22
7
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
6) Tenggorokan berwarna merah
5.
Cara Penularan
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh
karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golonganAir Borne Disease.
Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang
terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda
terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula
menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang
sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni
suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit
penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari
penyebab penyakit tersebut ada dua, yakni droplet nuclei dan dust.
Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet
yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain
dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersinkan
ke udara. Droplet nuclei juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi
penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat
kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama
dan dapat diisap pada waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan.
Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasildari resuspensi partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta yang
tertiup angin bersama debu lantai/tanah.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
8/22
8
B. RHINITIS AKUT
1. Definisi
Rhinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan
gejala-gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala
umum malaise dan suhu tubuh naik (Adams et al, 2007).
2. Etiologi
Rhinitis disebabkan oleh infeksi virus (Rhinovirus, Myxovirus, virus
Coxsakie dan virus ECHO) atau infeksi bakteri terutama Haemophylus
Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya (Adams, 2007;
Sobol, 2007; Soepardi, 2007).
Di samping virulensi, faktor predisposisi memegang peranan penting
yaitu faktor eksternal atau lingkungan yang terpenting adalah faktor dingin
atau perubahan temperatur dari panas ke dingin yang mendadak, dan
faktor internal meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan daya tahan
lokal cavum nasi (Moore, 2003).
3. Patofisiologi
Pada rhinitis terjadi perubahan pada mukosa nasi meliputi stadium
permulaan yang diikuti stadium resolusi. Pada stadium permulaan terjadi
vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya
aktifitas kelenjar seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi
leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula-mula encer, jernih kemudian
berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung
nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk
terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada
stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosamenjadi normal kembali (Adams, 2007; Dhingran, 2007; Rolla, 2009).
4. Stadium dan Gejala
Stadium rhinitis akut adalah sebagai berikut :
a.
Stadium prodormal / iskemik
Berlangsung beberapa jam sesudah masa inkubasi 1-3 hari, dengan
gejala panas, kering, gatal pada hidung serta bersinbersin
b.
Stadium hiperemi / katharal
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
9/22
9
Ditandai dengan hidung tersumbat, ingus encer, demam dan nyeri
kepala.
c.
Stadium infeksi sekunder
Dalam stadium ini, sumbatan hidung semakin memberat, sekret
menjadi kuning dan lebih kental.
d.
Stadium resolusi/convalescence
Akan terjadi kesembuhan setelah 510 hari (Adams, 2007).
Gejala awal rhinitis akut pada stadium prodromal memang mirip
dengan rhinitis alergika tetapi yang memebedakannya antara lain adanya
gejala umum pada rhinitis akut dan sekret yang kemudian berubah menjadi
kental pada rhinits akut (Dhigran, 2007; Soepardi, 2007).
5. Tatalaksana
Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut selain istirahat dan
pemberian obat-obat simptomatis seperti analgetika, antipiretik dan
dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder
oleh bakteri (Soepardi dkk, 2007)
6. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functional : bonam
Ad sanam : bonam.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
10/22
10
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A.
ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
a.
Nama : Nn. AR
b. Umur : 20 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d.
Agama : Islam
e. Alamat : Manahan, Surakarta
f.
Pekerjaan : Mahasiswa
g. Suku/ras : Jawa
h. No. RM : 012538xx
i. Tanggal Pemeriksaan : 15 Juli 2014
2. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan hidung buntu.
3.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan hidung buntu di kedua sisi sejak 2 hari
sebelum diperiksa. Keluhan hidung buntu makin lama makin memberat
dan membuat pasien kesulitan bernafas melalui hidung ketika posisi badan
sedang terlentang/saat akan tidur. Untuk bernafas melalui hidung pasien
harus merubah posisi menjadi duduk tegak terlebih dahulu. Pasien belum
pernah memeriksakan maupun memberikan penanganan ataupun
pengobatan terhadap keluhan hidung buntu.Keluhan hidung buntu pada pasien disertai dengan keluar cairan /
ingus berwarna putih bening, tidak berbau dan konsistensinya cair. Ingus
keluar terus menerus dari kedua lubang hidung dan makin lama makin
banyak. Pasien juga mengeluhkan sering bersin-bersin sejak 4 hari
sebelum diperiksa. Selain itu pasien juga merasa penciumannya terganggu.
Nyeri pada daerah sekitar hidung, pipi, nyeri di belakang mata dan dahi
tidak dirasakan. Pasien mengalami demam dan sakit kepala sejak 4 hari
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
11/22
11
sebelum diperiksa. Demam dirasakan terus menerus, sedangkan sakit
kepala dirasakan hilang timbul. Batuk (-), nyeri tenggorok (-), nyeri ketika
menelan (-), keluhan di telinga (-), terasa ada cairan di tenggorok (-).
4.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit lain (hipertensi, DM) : disangkal
Riwayat trauma di bagian kepala : disangkal
Riwayat operasi di bagian THT-KL : disangkal
5. Lingkungan
Saat ini di keluarga dan lingkungan tidak ada yang menderita gejala
yang sama. Namun beberapa teman di kampus pasien juga mengalami
gejala yang sama.
6. Gaya Hidup
Diet : rutin, 3 kali sehari
Olah raga : jarang, 1-3 kali per bulan
Istirahat : tidur < 6 jam sehari
Merokok : disangkal
Konsumsi alkohol : disangkal
Konsumsi NAPZA : disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Kesadaran : GSC E4 V5 M6, composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tanda vitalTekanan darah : 110 / 70 mmHg
Frekuensi nadi : 72 kali/menit
Frekuensi napas : 16 kali/menit
Suhu : 37,6oC
Thoraks : Pengembangan dinding dada simetris kanan-kiri,
retraksi dinding dada (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
12/22
12
Paru : Suara dasar vesikuler (+/+), sonor/sonor, suara
tambahan (-)
Abdomen : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, bising
usus dalam batas normal.
C. PEMERIKSAAN THTKL
1. Telinga
Dextra Sinistra
Daun telinga
Canalis auricularis
Membrane timpani
Tragus pain
Hearing loss
Discharge
Normotia
Lapang
Intak
-
-
-
Normotia
Lapang
Intak
-
-
-
Tes Pendengaran:
Pemeriksaan Rinne
Pemeriksaan Weber
Pemeriksaan
Swabach
+ / +
Tidak ada lateralisasi
Kanan dan kiri sama dengan pemeriksa
2. Hidung
Dextra Sinistra
Cavum nasi
Discharge
Concha inferior
Meatus nasi medius
Meatus nasi inferior
Septum nasi
Provokasi lesi
Sempit
+, serous
Hipertrofi
Sde
Sde
Deviasi (-)
-
Sempit
+, serous
Hipertrofi
Sde
Sde
Deviasi (-)
-
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
13/22
13
Nyeri pada daerah
Sinus frontalis
Sinus maksilaris
Sinus sfenoidalis
Sinus ethmoidalis
Os nasal
-
-
-
-
Krepitasi (-)
-
-
-
-
Krepitasi (-)
3. Mulut
a. Bibir : kelembaban cukup, sianosis (-), nodul (-)
b. Ginggiva : udem (-), anemis (-), perdarahan (-)
c. Gigi : gigi karies (-), gigi tanggal (-)
d. Lidah : papil lidah atrofi (-),geographic tongue(-)
e. KGB : pembesaran (-), nyeri tekan (-).
4. Tenggorok
Dextra Sinistra
Tonsil
Faring
Adenoid
Lain-lain
T1, hiperemis (-)
DPP tenang
Hipertrofi (-)
Uvula di tengah
T1, hiperemis (-)
DPP tenang
Hipertrofi (-)
Uvula di tengah
D. DIAGNOSIS BANDING
Rhinitis akut
Rhinitis vasomotorik
Rhinitis alergi
E. DIAGNOSIS
Rhinitis akut
F. RENCANA PENANGANAN
Skin prick testsetelah 5 hari bebas obat untuk mengetahui alergi.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
14/22
14
G. TATA LAKSANA
Non Medikamentosa
Edukasi pasien untuk merubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan
perbanyak istirahat.
Edukasi pasien bahwa penyakit yang diderita merupakan self limiting
dissease dan obat yang diberikan hanya mengurangi gejala, bukan
menghilangkan penyebab. Bila keluhan tidak membaik dalam 5 hari,
kontrol ke dokter untuk evaluasi obat dan gejala penyakit dan rencana
penanganan.
Medikamentosa
Resep medikamentosa
Puskesmas Manahan
Manahan, Surakarta
15 Juli 2014
Dokter : dr. Isna Noor R
R/ Parasetamol mg 500
Nalgestan tab I
M.f.l.a pulv da in cap dtd No. XV
prn (1-3) dd cap I p.c
Pro : Nn. AR (20 tahun)
Alamat: Manahan, Surakarta
H. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanam : bonam.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
15/22
15
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
NALGESTAN
1. FENILPROPANOLAMIN
1.Pengertian
Fenilpropanolamin adalah obat golongan adrenergic agonis yang
digunakan sebagai dekongestan karena memiliki efek vasokonstritor
yang dihasilkan dari efek alfa adrenergic. Efek yang ditimbulkan
mirip perangsangan saraf adrenergik. Sebagai obat adrenergic yang
bekerja langsung pada reseptor adrenergic di membrane sel efektor
2.Farmakodinamik
Fenilpropanolamin adalah simpatomimetik kerja tak langsung
yang memiliki mekanisme aksi yang sama dengan efedrin tapi kurang
aktif sebagai stimulant di CNS.
Fenilpropanolamin efektif bila
diberikan secara oral masa kerja panjang, tetapi efek pada
perangsangan di SSP kurang. Fenilpropanolamin berkeja pada
reseptor ,1,dan 2. Efek perifer melalui kerja langsung dan melaluipelepasan NE endogen. Efek kardiovaskular sama pada efek epinefrin.
Tekanan sistolik meningkat dan biasanya tekanan diastolik juga
meningkat.
3.Farmakokinetik
Pada pemberian oral obat ini cepat diabsorbsi dari traktus
gastrointestinal,konsentrasi plasma dicapai sekitar 1 sampai 2 jam
setelah dosis oral. Fenilpropanolamin di metabolisme di hati dalambentuk metabolit aktif hidroxilat dan 80% - 90% diekskresikan tidak
dalam bentuk lain ( tidak berubah) di urin dalam waktu 24 jam.
4.Indikasi
Fenilpropanolamin diberikan untuk meringankan gejala hidung
tersumbat yang disebakan oleh alergi atau flu.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
16/22
16
5.Kontra Indikasi
Dikontraindikasikan untuk pasien yang mengunakan bersamaan
dengan penghambat MAO, aterosklerosis, hipertensi, hipersensitif
pada simpatomimetika.
6.Efek Samping
Kegelisahan, kelelahan, insomnia, kepeningan, mual,
hipertensi,tachycardia, arrhythmias.
7.Posologi
Dosis dewasa adalah 25 mg setiap 6 jam, dosis maksimal adalah
100 mg perhari. Dosis untuk anak 2- 6 tahun 6,25 per 4 jam, jangan
lebih dari 37,5 mg
dalam 24 jam. Dosis anak usia 6-12 tahun adalah
12,5 mg per 4 jam , tidakmelebihi 75 mg per 24 jam
2. CHLORPHENIRAMINE MALEAT
1.Pengertian
CTM (Chlorpheniramin Maleat) merupakan golongan antagonis
reseptor-H1 (H1-blokers atau antihistaminika) generasi pertama yang
bekerja mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor H1di
otot licin dari dinding pembuluh, bonchi, saluran cerna, kandung
kemih, dan rahim. Antihistamin H1 merupakan obat yang dapat
menanggulangi gejala hipersensitivitas secara efektif, terutama bersin
dan gatal-gatal di mata (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.Farmakodinamik
Chlorpheniramine mengikat reseptor H1 dengan cara antagonis
kompetitif reversible pada sel efektor di saluran gastrointestinal,pembuluh darah dan saluran pernapasan (Katzung, 2001).
3.Farmakokinetik
Chlorpeniramine maleat diabsorpsi baik melalui pemakaian oral,
walaupun obat ini mengalami metabolisme substansial pada mukosa
gastrointestinal sebelum diabsorpsi dan mengalami reaksi first pass
metabolisme di hati. Data menunjukkan sebesar 25 45% dan 35
60% dosis tunggal peroral Chlorpeniramine maleat tablet dan sediaan
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
17/22
17
cair berturut turut melewati sirkulasi sistemik sebagai obat tak
berubah (parent drug). Bioavaibilitas sediaan lepas lambat dari obat
ini dikurangi dengan membandingkan bioavaibilitas pada sediaan
tablet dan cair Chlorpeniramine maleat (Mc Evoy, 2002).
Chlorpeniramine maleat diabsorpsi relatif lambat dari saluaran
pencernaan, konsentrasi puncak plasma diketahui sekitar 2,5 sampai 6
jam setelah dosis per oral (Sweetman, 2002).
Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hati yang normal,
waktu paruh eliminasi chlorpeniramine maleat yaitu 1243 jam, pada
anak anak dengan fungsi hati dan ginjal yang normal, waktu paruh
eliminasinya antara 9,6 13,1 jam. Pada pasien dengan kerusakan
ginjal kronis dengan hemodialisis, waktu paruh chlorpeniramine
maleat antara 280330 jam (McEvoy, 2002).
Chlorpeniramine maleat terdistribusi pada saliva dan sejumlah
kecil obat maupun metabolitnya terdistribusi ke empedu. Secara
invitro, chlorpeniramine maleat kirakira terikat pada protein plasma
sebesar 6972% (McEvoy, 2002).
Chlorpeniramine dan metabolitmetabolitnya diekskresi secaralengkap melalui urin. Ekskresi melalui urin dari chlorpeniramine dan
metabolit metabolitnya yang merupakan hasil dari N-dealkilasi
bervariasi terhadap pH urin dan aliran urin. Penelitian menunjukkan
pada orang sehat dengan fungsi ginjal dan hati yang normal
menunjukkan 20% dari dosis tunggal peroral diekskresikan melalui
urin dalam bentuk tak berubah, 20% sebagai
monodesmetilchlorpeniramine, dan 5% sebagaididesmetilchlorpeniramin (McEvoy, 2002).
4.Indikasi
Pengobatan pada gejala-gejala alergis, seperti: bersin, rinorrhea,
urticaria, pruritis, dll.
5.Kontra Indikasi
a. Pada pasien dengan hipersensitif terhadap antihistamin.
b.
Pada pasien dengan glaukoma sudut sempit.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
18/22
18
c. Pada pasien dengan riwayat asma .
d. Pada pasien dengan terapi obat golongan MAOIs.
e.
Pada neonatal dan ibu menyusui (McEvoy, 2002)
6.Efek Samping
Pada sistem pencernaan dapat menyebabkan mual, muntah,
diare, anoreksia. Pada sistem pernapasan, obat ini dapat menekan
sistem pernapasan dan mengentalkan sekresi bronkial.. Pada saluran
kencing, menimbulkan penurunan sekresi urin. Pada ginjal dapat
menyebabkan poliuria dan pada sistem sirkulasi sitemik dapat
mengakibatkan bradikardia (Katzung, 2001). Menyebabkan sedatif
ringan yang disebabkan oleh depresi SSP dan daya anti kolinergis
(Tjay dan Rahardja, 2007).
B. PARASETAMOL
1. Pengertian
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik
dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem
Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara
baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun
kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter
atau yang dijual bebas. (Darsono, 2002)
2. Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. (Gunawan,
2007). Secara sentral diduga Parasetamol bekerja pada hipotalamussedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin di
tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap
rangsang mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu
demam. Pada keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu
sehingga suhu badan lebih tinggi.
Parasetamol bekerja dengan mengembalikan fungsi termostat ke
keadaan normal. Pembentukan panas tidak dihambat tetapi hilangnya
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
19/22
19
panas dipermudah dengan bertambahnya aliran darah ke perifer dan
pengeluaran keringat. Efek penurunan suhu demam diduga terjadi karena
penghambatan terbentuknya prostaglandin (Zubaidi, 1980).
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat
siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang
menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek
pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan
pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.
Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung
prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini
menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa
prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian
prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik. (Gunawan, 2007)
Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta
peradangan lambung. Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat
yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat
lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak
bermakna. (Katzung, 2001)3. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hamper sempurna
dalam saluran cerna. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak
dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.
Indeks terapi parasetamol berada diantara 5-20g/ml. Parasetamol
sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh
enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
20/22
20
asam glukuronat dan sebagian kecillainnya dengan asam sulfat, yang
secara farmakologi tidak aktif (Katzung,2001).
Kurang dari 5% parasetamol diekskresikan dalam bentuk tidak
berubah. Parasetamol mengalami metabolism menghasilkan suatu
metabolit minor tetapi sangat aktif dan penting pada dosis besar yaitu
NAPQI karena toksik terhadap hati dan ginjal. Pada jumlah toksik atau
adanya penyakit hati, waktu paruhnya meningkat menjadi dua kali lipat
atau lebih (Katzung, 2001).
4. Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan
demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan
bagi nyeri yang ringan sampai sedang (Gunawan, 2007).
5. Kontraindikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif
terhadap obat ini. (Gunawan, 2007)
6. Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.
Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat
berupa demam dan lesi pada mukosa.
Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada
pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan
masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi
met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak.Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan
Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal,
hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba
menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal
daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara
menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati
analgetik.
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
21/22
21
7. Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg
atau sirup yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat
sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.
Dosis Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g
per hari, untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum
1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan
maksimum 6 kali sehari (Gunawan, 2007)
C. INTERAKSI OBAT
Pasien diberi terapi medikamentosa Parasetamol 500 mg dan Nalgestan
1 tablet yang dicampur dan dijadikan satu dalam wadah kapsul. Tiap tablet
Nalgestan mengandung fenilpropanolamin hidroklorida 15 mg dan
chlorpheniramine maleat 2 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika
parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida diberikan bersama maka
kadar puncak dalam plasma kedua obat tersebut lebih kecil, sedangkan t1/2
fenilpropanolamin hidroklorida lebih besar dari pada jika diberikan secara
tersendiri (Rusdiana dkk, 2012).
5/21/2018 makalah farmasi rhinitis
22/22
22
DAFTAR PUSTAKA
Adams GL, Boies LR, Higler PH (2007). Buku ajar penyakit THT.Edisi VI.
Jakarta: EGC.
Darsono L (2002). Diagnosis dan terapi intoksikasi salisilat dan parasetamol.
http://cls.maranatha.edu. Diakses tanggal 16 Juli 2014.
Dhingran PL (2007) Disease of ear nose and throat. 4th Ed. New Delhi, India:
Elsevier.
Katzung BG (2001). Farmakologi dasar dan klinik. Buku 1. Jakarta : Salemba
Medika.
McEvoy A dan Gerald K (2002). AHFS Drug Book 4, American Society ofHealth System Pharmacist.
Moore KL, Anne AMR (2003). Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates.
Rolla LT (2009). Acute rhinitis. The eclectic practice of medicine. HenriettesHerbal.
Rusdiana T, Sjuib F, Asyarie S. 2012. Interaksi farmakokinetik kombinasi obat
parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida sebagai komponen obat flu.
Bandung: Unpad.
Sobol SE (2007). Sinusitis acute medical treatment.http://www.emedicine.com/
ent/topic377.htm.Diakses tanggal 16 Juli 2014.
Soepardi EA (2007). Buku ajar ilmu penyakit telinga, hidung, tenggorokkan,
kepala, leher. Edisi VI. Jakarta : FK UI.
Sweetman SC (2002). Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third
Edition. London Chicago: Pharmaceutical Press.
Tjay TH dan Rahardja K (2007). Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan danEfek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Computindo.
WHO (2002). Infeksi saluran pernapasan akut.
http://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htm