MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Hukum
Dosen : Herdy Mulyana,SH,.MH
Zainal Abidin
430.200.12.2868
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
tak lupa sholawat serta salam terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya serta kita selaku umatnya yang taat
kepada ajarannya sampai akhir zaman, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu untuk memenuhi salah satu tugas Etika Profesi Hukum.
Makalah ini berisikan tentang Etika Profesi Advokat, saya berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan rekan Sekolah Tinggi Hukum
Galunggung Tasikmalaya pada khususnya.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu
dalam proses penyusunan makalah ini, sehingga saya dapat menyelesaikannya dengan tepat
waktu. Saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan
penulisan makalah ini.
Tasikmalaya, 20 Januari 2015
Penyusun
Daftar isi
Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................... 18
B. Saran......................................................................................................................... 19
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 20
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan secara tegas
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut adanya
jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh
karena itu, Undang-undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum. Dalam usaha mewujudkan prinsip tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri,
dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting disamping lembaga peradilan dan
instansi penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Secara historis, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam
perjalanannya, profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia. Penamaan itu
terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa, klien) yang dijalankannya
untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan.
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan kita, pertama ditemukan
dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat itu
merupakan padanan dari kata Advocaat (Belanda) yakni seseorang yang telah resmi diangkat
untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Lebih
jauh lagi, sesungguhnya akar kata itu berasal dari kata latin “advocare, advocator”. Oleh
karena itu, tidak mengherankan kalau hampir di setiap bahasa di dunia kata (istilah) itu
dikenal.
Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat harus diikuti oleh
adanya tanggung jawab dari masing-masing advokat dan organisasi profesi yang
menaunginya. Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-undang No. 18 Tahun
2003 tentang Advokat, bahwa organisasi advokat wajib menyusun kode etik advokat untuk
menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat sebagai profesi yang terhormat dan mulia
(officium mobile), sehingga setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik tersebut.
Dalam pembukaannya, Kode Etik Advokat Indonesia menyatakan bahwa kode etik
tersebut sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi advokat, yang menjamin dan
melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap advokat untuk jujur dan
bertanggun jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara, atau
masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri. Dan untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kode etik tersebut, maka organisasi advokat membentuk suatu dewan
kehormatan yang juga berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh advokat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan Advokat dalam penegakan hukum di indonesia?
2. Apa saja hak dan kewajiban dari Advokat?
3. Sejauh mana batas-batas kewenangan dari Advokat?
4. Apa saja yang dimaksud pengacara, advokat dan LBH ?
5. Apa saja kode etik untuk menjadi advokat ?
BAB II PEMBAHASAN
Peranan Advokat Sebagai Penegak Hukum
Menurut Undang-undang no.18 tahun 2003 tentang Advokat yang dimaksud Advokat
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan
dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Advokat.
Secara normatif, Undang-undang Advokat juga menegaskan bahwa peran advokat adalah
penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim,
jaksa, dan polisi). Namun, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi
para penegak hukum ini berbeda satu sama lain. Dalam konsep trias politica tentang
pemisahan kekuasaan negara yang terdiri dari kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Penegak hukum yang terdiri dari hakim, jaksa, dan polisi memiliki kekuasaan yudikatif dan
eksekutif. Dalam hal ini hakim sebagai penegak hukum yang menjalankan kekuasaan
yudikatif mewakili kepentingan negara dan jaksa serta polisi yang menjalankan kekuasaan
eksekutif mewakili kepentingan pemerintah. Bagaimana dengan Advokat?
Advokat dalam hal ini tidak termasuk dalam lingkup ketiga kekuasaan tersebut
(eksekutif, legislative, dan yudikatif). Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran
dan fungsinya secara mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak
terpengaruh oleh kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif). Dalam mewakili kepentingan
klien dan membela hak-hak hukum tersebut, cara berpikir advokat harus objektif menilainya
berdasarkan keahlian yang dimiliki dan kode etik profesi. Untuk itu, dalam kode etik
ditentukan adanya ketentuan advokat boleh menolak menangani perkara yang menurut
keahliannya tidak ada dasar hukumnya, dilarang memberikan informasi yang menyesatkan
dan menjanjikan kemenangan kepada klien.1
Profesi Advokat yang bebas mempunyai arti bahwa dalam menjalankan profesinya
membela masyarakat dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran hukum tidak
mendapatkan tekanan darimana pun juga. Kebebasan inilah yang harus dijamin dan
dilindungi oleh UU yaitu UU no.18 tahun 2003 tentang Advokat agar jelas status dan
kedudukannya dalam masyarakat, sehingga bisa berfungsi secara maksimal.
Peran Advokat tersebut tidak akan pernah lepas dari masalah penegakan hukum di
Indonesia. Pola penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan masyarakat,
tempat hukum tersebut berlaku atau diberlakukan. Dalam masyarakat sederhana, pola
penegakan hukumnya dilaksanakan melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana pula.
Namun dalam masyarakat modern yang bersifat rasional dan memiliki tingkat spesialisasi
dan diferensiasi yang begitu tinggi, pengorganisasian penegakan hukumnya menjadi begitu
kompleks dan sangat birokratis. Semakin modern suatu masyarakat, maka akan semakin
kompleks dan semakin birokratis proses penegakan hukumnya. Sebagai akibatnya yang
memegang peranan penting dalam suatu proses penegakan hukum bukan hanya manusia yang
menjadi aparat penegak hukum, namun juga organisasi yang mengatur dan mengelola
operasionalisasi proses penegakan hukum.2
Secara sosiologis, ada suatu jenis hukum yang mempunyai daya laku lebih kuat
dibanding hukum yang lain. Didapati hukum sebagai produk kekuasaan ternyata tidak sesuai
dengan hukum yang nyata hidup dalam masyarakat. Berdasar fenomena tersebut, maka peran
advokat dalam menegakkan hukum akan berwujud, yaitu:
Mendorong penerapan hukum yang tepat untuk setiap kasus atau perkara.
1 Pasal 3 dan 4 Kode Etik Advokat Indonesia. 2 Ika Wahyuni sherlyana. Peranan dan tanggung jawab profesi hukum Advokat indonesia . Di
http://ika260691.blogspot.com/2013/01/peranan-dan-tanggung-jawab-profesi.html
Mendorong penerapan hukum tidak bertentangan dengan tuntutan kesusilaan, ketertiban
umum dan rasa keadilan individual dan sosial.
Mendorong agar hakim tetap netral dalam memeriksa dan memutus perkara, bukan
sebaliknya menempuh segala cara agar hakim tidak netral dalam menerapkan hukum. Karena
itu salah satu asas penting dalam pembelaan, apabila berkeyakinan seorang klien bersalah,
maka advokat sebagai penegak hukum akan menyodorkan asas “clemency” atau sekedar
memohon keadilan.
Selain peran diatas, Advokat juga memiliki peran dalam pengawasan penegakan hukum,
penjaga kekuasaan kehakiman dan sebagai pekerja sosial. peran tersebut akan di jabarkan
sebagai berikut:
1. Peran Advokat sebagai pengawas penegakan hukum
Fungsi pengawasan penegakan hukum terutama dijalankan oleh perhimpunan advokat.
Pengawasan ini mencakup dua hal yaitu:
Internal, secara internal peran himpunan advokat harus dapat menjadi sarana efektif
mengawasi tingkah laku advokat dalam profesi penegakan hukum atau penerapan hukum.
Harus ada cara- cara yang efektif untuk mengendalikan advokat yang tidak mengindahkan
etika profesi dan aturan-aturan untuk menjalankan tugas advokat secara baik dan benar.
Eksternal, secara eksternal baik himpunan advokat maupun advokat secara individual harus
menjadi pengawas agar peradilan dapat berjalan secara benar dan tepat. Bukan justru
sebaliknya, advokat menjadi bagian dari upaya menghalangi suatu proses peradilan.
2. Peran Advokat sebagai penjaga Kekuasaan Kehakiman
Perlindungan atau jaminan kehakiman yang merdeka tidak boleh hanya diartikan sebagai
bebas dari pengaruh atau tekanan dari kekuasaan Negara atau pemerintahan. Kekuasaan
kehakiman yang merdeka harus juga diartikan sebagai lepas dari pengaruh atau tekanan
publik, baik yang terorganisasi dalam infra struktur maupun yang insidental. Tekanan itu
dapat dalam bentuk melancarkan tekanan nyata, membentuk pendapat umum yang tidak
benar, ancaman dan pengrusakan prasarana dan sarana peradilan. Tekanan tersebut dapat pula
bersifat individual dalam bentuk menyuap penegak hukum agar berpihak. Advokat sebagai
penegak hukum, terutama yang terlibat dalam penyelenggaraan kehakiman semestinya ikut
menjaga agar kekuasaan kehakiman yang merdeka dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Peran Advokat sebagai pekerja sosial
Pekerja sosial dalam hal ini adalah pekerja sosial di bidang hukum. Sebagaimana diketahui,
betapa banyak rakyat yang menghadapi persoalan hukum, tetapi tidak berdaya. Mereka bukan
saja tidak berdaya secara ekonomis tetapi mungkin juga tidak berdaya menghadapi
kekuasaan. Berdasar hal tersebut, maka persoalan- persoalan hukum yang yang dihadapi
rakyat kecil dan lemah yang memerlukan bantuan, termasuk dari para advokat. UU Advokat
pasal 21 dalam hal ini memaparkan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Dari Berbagai peran advokat tersebut memberikan pemahaman bahwa advokat adalah
seorang ahli hukum yang memberikan jasa atau bantuan hukum kepada kliennya. Bantuan
hukum tersebut bisa berupa nasehat hukum, pembelaan atau mewakili (mendampingi)
kliennya dalam beracara dan menyelesaikan perkara yang diajukan ke pengadilan.
Hak dan Kewajiban Advokat
Hak dan Kewajiban serta larangan Bagi Advokat Telah Diatur dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, sebagai berikut:
Pasal 14
“Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode
etik profesi dan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 15
“Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan”. Pasal 16
“Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang
pengadilan”.
Pasal 17
“Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen
lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
Pasal 18
1. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar
belakang sosial dan budaya. 2. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien
oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
1. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
2. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan
terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat. Pasal 20
1. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
2. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa
sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
3. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat
selama memangku jabatan tersebut. Pasal 21
1. Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada
Kliennya. 2. Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
Batas Kewenangan Advokat
Problematika secara sosiologis keberadaan advokat di tengah-tengah masyarakat seperti
buah simalakama. Fakta yang tidak terbantahkan adalah keberaaan advokat sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum. Tetapi
ada juga sebagian masyarakat menilai bahwa keberadan advokat dalam sistem penegakan
hukum tidak diperlukan, penelitian negatif ini tidak terlepas dari sepak terjang dari advokat
sendiri yang kadang kala menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum
tidak sesuai dengan harapan dan yang paling disayangkan adalah sebagian kecil advokat
menjadi bagian dari mafia peradilan.
Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi
terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh
kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan hakim.
Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna
menjaga keindependensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari
adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain.
Aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi dalam menjalankan tugas dan
fungsinya diberikan kewenangan tetapi Advokat dalam menjalankan profesinya tidak
diberikan kewenangan. Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan pemberian kewenangan
kepada advokat. Kewenangan tersebut diperlukan selain untuk menciptakan kesejajaran
diantara aparat penegak hukum juga untuk menghindari adanya multi tafsir diantara aparat
penegak hukum yang lain dan kalangan advokat itu sendiri terkait dengan kewenangan.
Sementara UU No. 18/2003 tentang Advokat tidak mengatur tentang kewenangan Advokat di
dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Dengan demikian
maka terjadi kekosongan norma hukum terkait dengan kewenangan Advokat tersebut. Perlu
diketahui bahwa profesi advokat adalah merupakan organ negara yang menjalankan fungsi
negara. Dengan demikian maka profesi Advokat sama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan
Kehakiman sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara. Bedanya adalah kalau
Advokat adalah lembaga privat yang berfungsi publik sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan
Kehakiman adalah lembaga publik. Jika Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
diberikan kewenangan dalam statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya
sejajar dengan aparat penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta
keseimbangan dalam rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik.
Kewenagan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan
yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Sedangkan hakim, jaksa, dan
polisi ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada posisi seperti ini kedudukan,
fungsi dan peran advokat sangat penting, terutama di dalam menjaga keseimbangan diantara
kepentingan negara dan masyarakat. Ada dua fungsi Advokat terhadap keadilan yang perlu
mendapat perhatian. Yaitu pertama kepentingan, mewakili klien untuk menegakkan keadilan,
dan peran advokat penting bagi klien yang diwakilinya. Kedua, membantu klien, seseorang
Advokat mempertahankan legitimasi sistem peradilan dan fungsi Advokat. Selain kedua
fungsi Advokat tersebut yang tidak kalah pentingnya, yaitu bagaimana Advokat dapat
memberikan pencerahan di bidang hukum di masyarakat. Pencerahan tersebut bisa dilakukan
dengan cara memberikan penyuluhan hukum, sosialisasi berbagai peraturan perundang-
undangan, konsultasi hukum kepada masyarakat baik melalui media cetak, elektronik
maupun secara langsung. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa keberadaan Advokat sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum, untuk
menunjang eksistensi Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem
penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan yang harus diberikan kepada Advokat.
Kewenangan Advokat tersebut diperlukan dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-
wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang lain (Hakim, Jaksa, Polisi) dan
juga dapat memberikan batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam menjalankan
profesinya. Dalam praktik seringkali keberadaan Advokat dalam menjalankan profesinya
seringkali dinigasikan (diabaikan) oleh aparat penegak hukum. Hal ini mengakibatkan
kedudukan advokat “tidak sejajar” dengan aparat penegak hukum yang lain.
Dari kondisi itu tampak urgensi adanya kewenangan advokat didalam menjalankan
fungsi dan tugasnya dalam sistem penegak hukum. Kewenangan advokat tersebut diberikan
untuk mendukung terlaksananya penegakan hukum secara baik.
Pengacara / Advokat
Pengacara sering digandengkan dengan penyebutanya dengan advokat. Dua
istilah ini memang sama-sama bergerak dalam lapangan bantuan hukum. Perbedaan istilah di
antara mereka lebih berkaitan dengan kompetensi saja. Untuk pengacara, wilayah bantuan
hukum yang ditanganinya adalah satu wilayah pengadilan tinggi, sedangkan advokat meliputi
wilayah seluruh Indonesia. Pengacara diangkat dengan keputusan ketua pengadilan tinggi
tempat pengacara itu berpraktik. Untuk advokat pengangkatanya dilakukan oleh mentari
kehakiman.3
Beberapa organisasi profesi pengacara/advokat yang tersebar di Indonesia,
diantara lain adalah4 :
· Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), berdiri tahun 1985
· Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), berdiri tahun 1987
· Asosiasi Advvokat Indonesia (AAI)
· Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), berdiri tahun 1988
Dalam praktik, apapun istilah untuk profesi ini (pengacara/advokat, penasihat
hukum, konsultan hukum), bidang yang digeluti memang sama, yakni memberikan jasa
bantuan hukum. Banyaknya istilah yang seringkali membingungkan ini juga tercermin dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1985 dan Undang-
Undang No. 2 Tahun 1986 tentang peradilan umum, istilah yang digunakan adalah penasihat
hukum. Sementara itu dalam rangka pengangkatan seseorang menjadi advokat, istilah yang
dicantumkan dalam keputusan menteri kehakiman adalah advokat.
Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang mengatur bantuan hukum di Indonesia.
Demikian juga dengan organisasi advokat/pengacara yang ada, tidak ada satupun yang dapat
disebut sebagai bar association sebagaimana dikenal di negara-negara lain. Padahal dengan
3 armodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka hlm.279 4 Ibid hlm 280
memiliki suatu lembaga bar association para advokad atau pengacara dapat bekerja lebih
profesional. Lembaga inilah yang menjadi wadah tempat bernaung semua advokad atau
pengacara. Lembaga ini pula yang berwenang menetapkan kode etik bagi para anggotanya.5
B. Pengangkatan, Sumpah, Status, Penindakan, Dan Pemberhentian Advokat
Untuk diangkat sebagai advokat, haruslah berlatar belakang pendidikan ilmu hukum.
Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2003, dinyatakan sebagai
berikut:6
Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan
tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan
oleh organisasi Advokat. Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. Salinan
surat pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan Mahkamah
Agung dan Menteri.
Selain pengangkatan Advokat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 diatas, maka
untuk dapat diangkat menjadi Advokat, harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut:7
a) Warga negara Republik Indonesia
b) Bertempat tinggal di Indonesia
c) Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara
d) Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima)tahun
e) Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
f) Lulus ujian yang diadakan Organisasi Advokat
g) Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor advokat
h) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
5 Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka hlm.281 6 Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia . Jakarta :sinar grafika.hlm.58 7 Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia . Jakarta :sinar grafika.hlm.59
i) Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Adanya ketentuan keharusan seorang advokat yang muda untuk melakukan magang
selama dua tahun, dengan ini mampunyai maksud bahwa seorang advokat yang baru perlu
persiapan diri sebelum terjun menjadi seorang advokat yang profesional.
Persiapan yang dimaksud:8
a) Persiapan mental. Mental yang dimaksud disiniadalah mental yang berkaitan dengan
penyesuaian dengan kondisi penegak hukum lain, misalnya polisi, jaksa, dan hakim.
b) Persiapan pengalaman. Pekerjaan advokat merupakan pekerjaan keterampilan, sehingga
membutuhkan pengalaman.
Adapun ketentuan dan prosedur organisasi mengenai pelaksanaan magang tersebut
sebagai berikut:9
a) Kualifikasi serta cakupan tempat magang serta tindakan yang mengantisipasi munculnya
komersialisasi dan pelaksanaan magang
b) Penetapan ketentuan jangka waktu dua tahun
c) Sejauh mana peran organisasi advokat dalam manangani hal ini
d) Parameter hasil magang. Penilaian atau resume dari perkembangan magang tersebut
dilakukan oleh pihak dari tempat magang atau pengawas dari advokat senior.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2003 di atas, setelah
seorang advokat dinyatakan lulus dalam suatu saringan yang dilakukan oleh Organisasi
Advokat tersebut, maka sebelum menjalankan profesinya, wajib mengangkat sumpah. Sesuai
dengan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa sebelum menjalankan
profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Sejalan dengan
ketentuan dalam Pasal 3, Pasal 4 di atas, seorang advokat yang telah resmi manjadi advokat,
8. Ibid hlm 60 9 Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia . Jakarta :sinar grafika.hlm.60-61
karena telah melakukan suatu proses pelantikan dan pengangkatan sumpah dan janji, harus
memiliki status. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003,
dinyatakan bahwa : Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang
dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian wilayah kerja
advokat meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.
C. Tinjauan Kode Etik Advokat Indonesia
Kode Etik Advokat Indonesia yang dimaksud terdiri dari :10
1. Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan dalam melakukan tugasnya menjunjung tinggi hukum berdasarkan kepribadian
pancasila dan UUD 1945 serta sumpah jabatanya.
2. Advokat harus bersedia memberikan bantuan hukum kepada siapa sajayang memelurkan,
tanpa memangdang agama, suku, ras, keturunan,kedudukan social dan keyakinan politiknya,
juga tidak semata-mata untuk mencari imbalan materi.
3. Advokat harus bekerja bebas dan mandiri serta wajib memperjuangkan hak asasi manusia ;
4. Advokat wajib memegang teguh solidaritas sesama rekan advokat
5. Advokat wajib menjujung profesi advokat sebagai profesi terhormat,
6. Advokat harus bersifat teliti dan sopan kepada para pejabat penegak hukum.
Selain mengatur kepribadian advokat, dalam kode etik ini juga diatur mengenai
hubungana advokat dengan klien secara lebih rinci, demikian jugadengan sesame profesi.
Kemudiann terdapat pula pengaturan tentang cara bertindak dalam menangani perkara.
Didalamnya tampak jelas bahwa seorangadvokat harus benar-benar menegakan nilai
10 Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka hlm.319
kejujuran, dalam berpekara. Sebagai contoh seorang advokat tidak boleh menghubungi saksi-
saksi pihak lawan jaga tidak boleh menghubungi hakim kecuali sama-sama dengan advokat
pihak lawan. Dalam keentuan-ketentuan lain disebutkan misalnya advokat tidak boleh
mengiklankan diri untuk promosi, termasuk melalui perkara. Untuk menjaga agar tidak
terjadi benturan kepentingan, seorang advokat yang sebelumnya menjadi hakim atau panitera
disuatu pengadilan, tidak dibenarkan memegang perkara di pengadilan yang bersangkutan,
paling tidak selama tiga tahun sejak ia berhenti dari pengadilan tersebut.11
D. Penindakan Dan Pemberhentian Advokat
Advokat sebagai sebuah lembaga atau intuisi yang memberikan pelayanan hukum
kepada klien, dapat saja diberikan tindakan apabila tidak sungguh-sungguh menjalankan
profesinya tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2003,
dinyatakan bahwa advokat dapat dikenakan tindakan dengan alasan:12
a) Megabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya
b) Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya
c) Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengluarkan pernyataan yang menunjukkan
sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan
d) Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat
profesinya
e) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang undangan dan atau perbuatan tercela
f) Melanggar sumpah atau janji advokat dan/atau kode etik profesi advokad
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 6 di atas, seorang advokat yang telah melakukan
tindakan atau perbuatan yang tidak baik, dapat saja dikenakan tindakan sebagai sanksi. Hal
11 Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka hlm.281-282 12 Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia . Jakarta :sinar grafika.hlm.63
ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1), dinyatakan bahwa jenis tindakan dikenakan terhadap
advokat dapat berupa :13
a) Teguran lisan
b) Teguran tertulis
c) Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan
d) Pemberhentian tetap dari profesinya
Dalam pasal 10 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa advokat
berhenti atau diberhentikan dari profesinyan secara tetap karena alasan :14
a) Permohonan sendiri
b) Dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih
c) Berdasarkan keputusan Organisasi Advokat
Advokat sebagai sebuah lembaga yang menjalankan profesi sebagai pelayan hukum
dan sekaligus penegak hukum yang independen dan utama, dalam menjalankan profesinya
tersebut perlu diberikan pengawasan. Dalam Pasal 12 UU Nomor 18 Tahun 2003 dinyatakan
bahwa:
Pengawasan terhadap advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
Pengawasan bertujuan agar advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung
tinggi kode etik profesi advokat dan peraturan perundang-undangan (ayat(1) dan ayat(2)).
Berkaitan dengan pengawasan terhadap advokat dalam manjalankan profesinya
tersebut, maka pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang
dibentu oleh Organisasi Advokat (Pasal 13 ayat (1)). Keanggotaan Komisi Pengawas terdiri
atas unsur advokat senior, para ahli/akademisi,dan masyarakat ayat (2).
13 Ibid hlm 64 14 Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia . Jakarta :sinar grafika.hlm.65
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar pengadilan dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Advokat.
Advokat memiliki peranan dalam penegakan hukum, sebagai pengawas penegakan
hukum, sebagai penjaga Kekuasaan Kehakiman dan sebagai pekerja sosial.
2. Selain memiliki peranan, Advokat juga memiliki Hak dan Kewajiban serta Larangan.
Kesemua itu diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat,
yang termuat dalam pasal 14 sampai pasal 21 Undang-undang tersebut.
3. Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan
profesi terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya
dilengkapi oleh kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti
polisi, jaksa dan hakim.
4. Kewenagan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan
yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Kewenangan advokat
dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga
keindependensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari
adanya
Advokat adalah orang yang mendampingi pihak yang berperkara. Tugas utama
advokat adalah memastikan klien yang didampingi mendapatkan hak-hak yang semestinya
dalam melakukan tindakan hukum. Setiap orang yang telah lulus sarjana hukum bisa menjadi
advokat, asalkan dia mengikuti pendidikan profesi advokat dan lulus ujian profesi advokat
yang diadakan oleh organisasi profesi advokat. Untuk masyarakat yang tidak mampu, akan
tetapi butuh didampingi advokat, maka dapat meminta bantuan kepada lembaga yang
menyediakan bantuan hukum, misalnya saja kepada Lembaga Bantuan hukum (LBH).
Sedangkan bagi mereka yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih maka negara akan menyediakan
advokat bagi mereka. Begitu juga bagi orang yang tidak mampu yang diancam dengan pidana
5 tahun atau lebih, yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk
penasihathukum bagi mereka.
B. Saran
Jika kita nantinya sebagai Advokat, jadilah seorang Advokat yang jujur dan membela
Orang yg tidak mampu untuk melawan hukum. Karena sesungguhnya Kita harus saling
membantu pada orang yg membutuhkan pada profesi kita.
DAFTAR PUSTAKA
- Pasal 3 dan 4 Kode Etik Advokat Indonesia
- Ika Wahyuni sherlyana. Peranan dan tanggung jawab profesi hukum Advokat indonesia. Di
http://ika260691.blogspot.com/2013/01/peranan-dan-tanggung-jawab-profesi.html
- Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka
hlm.279
- Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka
hlm.281
- Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar
grafika.hlm.58
- Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar
grafika.hlm.59
- Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar
grafika.hlm.60-61
- Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka
hlm.319
- Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka
hlm.281-282
- Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar
grafika.hlm.66-67
- Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar
grafika.hlm.63
- Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar
grafika.hlm.65