LAPORAN PENDAHULUAN
TREPANASI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Surgikal
di Ruang 13 RSSA Malang
Oleh:
DYAHAYUNING WARDANI
NIM. 0910720004
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
KONSEP TREPANASI
Pengertian
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan
maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah
suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapa i otak untuk tindakan
pembedahan definitif.
Indikasi
a. Pengangkatan jaringan abnormal
b. Mengurangi tekanan intracranial
c. Mengevaluasi bekuan darah
d. Mengontrol bekuan darah
e. Pembenahan organ-organ intracranial
f. Tumor otak
g. Perdarahan
h. Peradangan dalam otak
i. Trauma pada tengkorak
Teknik Operasi
a. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup
kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring
kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi)
misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
b. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi
betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah
kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.
c. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik,
sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma –
sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus
sampai dengan canthus lateralis orbita).
d. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
e. Operasi
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) :
Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,
tanda-tanda papil edema.
Perubahan bicara, msalnya: aphasia
Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
Perubahan dalam seksual
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).
Sakit kepala
Nausea atau muntah proyektil
Pusing
Perubahan mental
Kejang
Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian
dilakukan.
a. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas
tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
b. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor
didalam batang otak dan daerah hipofisis.
c. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk
mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar
pengobatan dan informasi prognosis.
d. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan
letak tumor serebral.
e. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor
dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
Komplikasi Post Operasi
a. Edema cerebral.
b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
c. Hypovolemik syok.
d. Hydrocephalus.
e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).
f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
b. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.
c. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini
d. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
Penatalaksanaan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
Perawatan Pasca Pembedahan
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,
d. jangan sampai drain tercabut.
e. Perawatan luka operasi secara steril.
f. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang
dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika:
- Perut tidak kembung
- Peristaltik usus normal
- Flatus positif
- Bowel movement positif
g. Mobilisasi
Pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Posisi awal
adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi
dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk
melakukan ambulasi dini.
h. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
- Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
· Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusia abdomen bawah (distensi bulibuli).
· Dower catheter a kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam a
i. Sistem Gastrointestinal :
- Mual muntah a 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher
serta TIO meningkat.
· Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
· Kaji paralitic ileus a suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
· Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung.
· Meningkatkan istirahat.
· Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
· Memonitor perdarahan.
· Mencegah obstruksi usus.
· Irigasi atau pemberian obat.
Kriteria Evaluasi
a. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
b. Luka insisi normal tanpa infeksi.
Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening
digunakan sebagai kerangka.
Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel
timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka :
Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
Pencegahan infeksi.
Pengembalian Fungsi fisik.
c. Tidak timbul komplikasi.
d. Pola eliminasi lancar.
e. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
f. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
g. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
· Pengobatan lanjutan.
· Jenis obat yang diberikan.
· Diet.
· Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah
·
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST TREPANASI
1. Pengkajian
Primary Survey
a. Airway
- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
- Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
- Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit à
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovasculair atau rata-rata
metabolisme yang meningkat.
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating:
- Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
- Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-
tanda vital.
- Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan
atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
a. Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan
pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan
pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB =
9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
c. Blader
Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
f. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
g. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
h. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
i. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
3. Rencana Intervensi Keperawatan
a. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat teratasi atau
tertangani dengan baik.
Kriteria hasil:
Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol.
Mengungkapkan metode pemberian menghilang rasa nyeri.
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi
penghilang rasa nyeri.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala
(0-10). Selidiki dan laporkan perubahan
nyeri dengan tepat.
Berguna dalam pengawasan keefektifan
obat, kemajuan penyembuhan. perubahan
pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses.
Pertahankan posisi istirahat semi fowler. Mengurangi tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang.
Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi organ,
contoh merangsang peristaltic dan
kelancaran flatus, dan menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.
Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri
melelui penghilangan ujung saraf.
catatan:jangan lakukan kompres panas
karena dapat menyebabkan kongesti
jaringan
Berikan analesik sesuai indikasi. Menghilangkan nyeri mempermudah kerja
sama dengan intervensi terapi lain.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil:
Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu. pasien menukjukkan
Pasien menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah
komplikasi.
Intervensi Rasional
Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan
luka, dan kondisi sekitar luka.
Mengidentifikasi terjadinya komplikasi
lakukan kompres basah dan sejuk atau
terapi rendaman.
merupakan tindakan protektif yang dapat
mengurangi nyeri.
lakukan perawatan luka dan hygiene
sesudah mandi, lalu keringkan kulit
dengan hati hati.
Memungkinkan pasien lebih bebas
bergerak dan meningkatkan kenyamanan
pasien
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Tidak menunjukkan adanya tanda infeksi.
Tidak terjadi infeksi.
Intervensi Rasional
awasi tanda-tanda vital, perhatikan
demam, menggigil, berkeringat dan
perubahan mental dan peningkatan nyeri
abdomen.
Deteksi dini adanya infeksi.
Lihat lika insisi dan balutan. catat
karakteristik, drainase luka.
Memberikan deteksi dini terjadinya proses
infeksi.
Lakukan cuci tangan yang baik dan
lakukan perawatan luka aseptik.
Menurunkan penyebaran bakteri
Berikan antibiotik sesuai indikasi. diberikan secara profilaktif untuk
menurunkan jumlah organisme, dan untuk
menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital stabil.
Kulit klien hangat dan kering
Nadi perifer ada dan kuat.
Masukan atau haluaran seimbang
Intervensi Rasional
Observasi ekstermitas terhadap
pembengkakan, dan eritema.
Tirah baring lama dapat mencetuskan
statis venadan meningkatkan resiko
pembentukan trombosis.
Evaluasi status mental. perhatikan
terjadinya hemaparalis, afasia, kejang,
muntah dan peningkatan TD
Indikasi yang menunjukkan embolisasi
sistemik pada otak.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan cairan
yang adekuat.
Kriteria Hasil:
Tanda-tanda vital stabil.
Mukosa lembab
Turgor kulit/ pengisian kapiler baik.
Haluaran urine baik
Intervensi Rasional
Observasi intake dan out put cairan. memberikan informasi tentang
penggantian kebutuhan dan fungsi organ
Awasi TTV, kaji membrane mukosa,
turgor kulit, membrane mukosa, nadi
perifer dan pengisian kapile
indicator keadekuatan volume sirkulasi/
perfusi
Observasi hasil pemeriksaan
laboratorium
Memberikan informasi tentang volume
sirkulasi, keseimbangan cairan dan
elektrolit
Berikan cairan IV atau produk darah
sesuai indikasi
Mempertahankan volume sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany, Philadelpia.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta.
Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan