Latar Belakang
Industri farmasi mempunyai peranan yang penting
dalam penyediaan obat, maka industri farmasi berperan
sebagai sarana penunjang kesehatan dan menyediakan obat
yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menjamin
tercapainya pemenuhan obat yang bermutu, pemerintah
melalui Departemen Kesehatan telah berupaya memberikan
suatu pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB
ini mutlak harus diterapkan oleh industri farmasi baik
PMA atau PMDN agar dihasilkan obat yang bermutu dan
berkualitas bagi masyarakat.
Sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang
memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personel berkualitas dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan
pekerjaan.
1 | H a l
Pendahuluan
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai
dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati
atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu,
aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap
industri farmasi untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB).
Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan manusia sehingga senantiasa menjadi
prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah
satu komponen kesehatan yang sangat strategis adalah
tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
2 | H a l
kepada masyarakat. Industri farmasi sebagai industri
penghasil obat, memiliki peran strategis dalam usaha
pelayanan kesehatan kepada masyarakat tersebut. Seiring
dengan meningkatnya pendidikan dan tingkat kesadaran
masyarakat akan arti pentingnya kesehatan, maka industri
farmasi dituntut untuk dapat menyediakan obat dalam
jenis, jumlah, dan kualitas yang memadai. Selain itu,
industri farmasi, sebagai industri penghasil obat juga
dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus
memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety),
dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan
pengobatan. Karena menyangkut nyawa manusia maka industri
farmasi dan produk industri farmasi diatur secara ketat.
Peraturan-peraturan yang mengatur industri farmasi di
Indonesia tertuang dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik
(CPOB) (Priyambodo, 2007).
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman
pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang
bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu
suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan
produk akhir saja, melainkan harus dibentuk kedalam
produk selama keseluruhan proses pembuatan. CPOB mencakup
3 | H a l
seluruh aspek produksi mulai dari personalia,
dokumentasi, bangunan, peralatan, manajemen mutu,
produksi, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu,
penanganan keluhan, penarikan obat dan obat kembalian,
analisis kontrak serta validasi dan kualifikasi.
Salah satu aspek CPOB adalah personalia. Istilah
personalia, personel atau kepegawaiaan mengandung arti
keseluruhan orang-orang yang berkerja pada suatu
organisasi. yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Apoteker sebagai personalia profesional harus
memahami aspek-aspek teknik dan non teknik penerapan CPOB
disamping adanya pengetahuan dan keterampilan baik yang
berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan.
Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang
dituangkan dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), yaitu apoteker berperan sebagai penanggung jawab
produksi dan pengendali mutu. Untuk menghasilkan sediaan
obat jadi yang tetap memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaanya, maka setiap
industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh
aspek dan rangkaian kegiatan produksi (Anonim, 2006).
Personalia menjadi salah satu aspek dalam CPOB
karena secara prinsip sumber daya manusia sangat penting4 | H a l
dalam pembentukan dan penerapan system pemastian mutu
yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab
itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaan. Dalam menjalankan tugasnya, tiap personil
tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindari risiko terhadap mutu obat. Maka dari itu,
perlu adanya suatu struktur organisasi untuk memperjelas
tugas tiap personal (Anonim, 2006).
5 | H a l
Pembahasan
A. Aspek CPOB personalia
Jumlah personil pada tiap tingkatan harus memadai
dan memiliki pengetahuan, keterampilan serta kemampuan
sesuai dengan tugasnya. Personil juga harus memiliki
kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu
6 | H a l
melakukan tugasnya secara profesional, memiliki sifat dan
kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.
B. PRINSIP
Sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang
memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personel berkualitas dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing–masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan
pekerjaan.
C. UMUM
7 | H a l
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang
berkualitas dan berpengalaman dalam jumlah yang memadai.
Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi
tugas spesifikasi dan kewenangan dari personil pada
posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam
uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan
kepaa wakil yang mereka tunjuk serta mempunyai tingkatan
kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB
tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam
tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
D. PERSONIL KUNCI
Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian
rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu
dipimpin oleh orang yang berlainan yang tidak saling
bertanggung jawab satu terhadap yang lain.
Personil Kunci pada indutri farmasi mencakup Kepala
Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala
Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu ) posisi utama
tersebut di jabat oleh personalia purna waktu. Kepala8 | H a l
Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu
( Pemastian Mutu ) Kepala Bagian Pengawasan Mutu harus
independen satu terhadap yang lain.
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah
sedemikian rupa sehingga Bagian Produksi, Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) / Pengawasan Mutu dipimpin oleh orang
berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu
terhadap lain. Masing–masing personil diberi wewenang
penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif. Hendaklah personil
tersebut tidak mempunyai kepentingan di lain organisasi
yang dapat menghambat atau membatasi kewajiban dalam
melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan pribadi atau finansial.
1. Kepala Bagian Produksi
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan
untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan
benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi
kebutuhan.
Kepala Bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker
yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan
9 | H a l
yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai
dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan managerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara
profesional.
Kepala Bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh dalam produksi obat termasuk:
Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai
prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan.
Memberikan persetujuan kerja yang terkait dengan
produksi dan memastikan bahwa petunjuk karja
diterapkan secara tepat.
Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi
dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi
sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu )
Memeriksa pemeliharaan bangunan fasilitas serta
peralatan dibagian produksi
Memastikan bahwa Validasi yang sesuai telah
dilaksananakan dan
10 | H a l
Memastikan bahwa pelatihan awal dan
berkesinambungan bagi personil di departemennya
dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Disamping itu, Kepala Bagian Produksi bersama dengan
Kepala Bagian Pengawaasan Mutu dan penanggung jawab
teknik hendaklah memiliki tanggung jawab bersama terhadap
aspek yang berkaitan dengan Mutu.
2. Kepala Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control /QC)
Pengertian Quality Control
Quality Control adalah aktivitas pengendalian
proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk,
membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan
mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada
perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang
standar (Purnomo, 2004). Tujuan dari Quality Control
adalah mengendalikan kualitas produk atau jasa yang dapat
memuaskan konsumen. Pengendalian kualitas statistik
merupakan suatu alat tangguh yang dapat digunakan
mengurangi biaya, menurunkan cacat dan meningkatkan
kualitas pada proses manufakturing. Quality Control
memerlukan pengertian dan perlu dilaksanakan oleh
11 | H a l
perancang, bagian inspeksi, bagian produksi sampai
pendistribusian produk ke konsumen. Pengertian kualitas
itu sendiri, yaitu dapat diartikan sebagai derajat atau
tingkatan di mana produk atau jasa tersebut mampu
memuaskan keinginan dari konsumen (Purnomo, 2004).
Menurut Reza Nasrullah (1996), Quality Control
merupakan suatu kegiatan untuk memastikan apakah
kebijakan dalam hal mutu atau ukuran seberapa dekat
sebuah barang atau jasa memiliki kesesuaian dengan
standar-standar yang dicantumkan yang dapat tercermin
dalam hasil akhir atau pengendalian kualitas dapat
dikatakan juga sebagai usaha untuk mempertahankan mutu
dan kualitas dari barang yang dihasilkan agar sesuai
dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan
berdasarkan kebijakan-kebijakan perusahaan. Aktivitas
Quality Control pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan
seperti berikut ini (Purnomo, 2004):
1. Pengamatan terhadap performansi produk atau proses.
2. Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan
standar yang berlaku.
3. Mengambil tindakan-tindakan bila terdapat
penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan, dan
12 | H a l
jika perlu dibuat tindakan-tindakan untuk
mengoreksinya.
Suatu perusahaan bila dengan efektif menggunakan
kualitas sebagai strategi bisnisnya akan mendapatkan
kenaikan keuntungan dari strategi tersebut. Konsumen akan
memutuskan untuk membeli suatu produk dari perusahaan
tertentu yang lebih berkualitas daripada saingan-
saingannya sehingga kualitas menjadi faktor dasar
keputusan konsumen untuk mendapatkan suatu produk.
Alasan-alasan mendasar pentingnya kualitas sebagai
strategi bisnis adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):
1. Meningkatnya kesadaran konsumen akan kualitas dan
orientasi konsumen yang kuat akan penampilan
kualitas.
2. Kemampuan produk.
3. Peningkatan tekanan biaya pada tenaga kerja, energi
dan bahan baku.
4. Persaingan yang semakin intensif.
5. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui
program keteknikan kualitas yang efektif.
13 | H a l
Tujuan Quality Control
Pengendalian kualitas memiliki beberapa tujuan. Adapun
tujuan-tujuan dari Quality Control adalah sebagai berikut
(Purnomo, 2004):
1. Pengendalian kualitas terhadap suatu bahan atau
produk sehingga bahan atau produk tersedia memenuhi
spesifikasi.
2. Agar dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
3. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan dengan
rencana melalui instruksi-instruksi serta prinsip-
prinsip yang telah ditetapkan.
4. Mengetahui apakah kelemahan dan kesulitan serta
menjaga jangan sampai terjadi kesalahn lagi.
5. Mengetahui apakah segala sesuatunya berjalan dengan
efisien dan apakah mungkin dapat diadakan perbaikan.
Kepala Bagian Pengawasan Mutu
14 | H a l
Kepala Bagian Pengawasan Mutu Industri Farmasi
hendaklah seorang berkualifikasi dan lebih di utamakan
seorang apoteker memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan ketrampil
menejerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas
secara profesional. Kepala Bagian Mutu hendaklah diberi
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan
mutu termasuk :
Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan
pengemasan, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi
Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan
telah dilaksanakan
Memberikan persetujuan kerja pengambilan contoh,
metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain
Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak
analisis
Memeriksa bangunan dan fasilitas serta peralatan di
Bagian Pengawasan Mutu
Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah
dilaksanakan
15 | H a l
Memastikan bahwa pelatihan awal berkesinambungan
bagi personil di departemennya dilaksanakan dan
diterapkan sesuai kebutuhan.
3. Kepala Bagian Manajemen Mutu ( Pemastian Mutu /
Quality Assurance / QA).
Pengertian Pemastian Mutu / Quality Assurance (QA)
QA adalah seluruh perencanaan dan kegiatan
sistematis yang diperlukan untuk memberikan suatu jaminan
yang memadai bahwa suatu produk akan memenuhi suatu
persyaratan tertentu. Dan agar pelaksanaannya dapat
berjalan efektif diperlukan proses kontrol pada setiap
tahap produksi yang tujuannya adalah menjamin kualitas
produk melalui Quality Control (QC) sebagai pelaksana
operasional dari QA.
QA diperlukan untuk menjamin mutu manajemen perusahaan
dari pandangan owner bahwa produk yang dihasilkan dapat
berfungsi secara penuh sesuai dengan yang diinginkan dan
dapat digunakan selama kurun waktu yang telah ditetapkan
sehingga tercapai kepuasan konsumen (owner).
Tanggung Jawab Pemastian Mutu / Quality Assurance
(QA)
16 | H a l
QA merupakan departemen yang memilik tanggung jawab
antara lain :
1) Audit internal
QA melakukan evaluasi kerja kesemua
bagian/departemen yang ada. Saat ini audit internal
masih terbatas pada departemen yang berada dibawah
plant manager.
2) Audit eksternal
Dilakukan terhadap supplier / pemasok baik bahan
baku obat maupun bahan kemas. Saat ini departemen QA
belum melakukan vendor audit karena terbatasnya SDM
yang ada. Untuk memilih supplier yang dapat dipakai
maka QA membuat Protap Kriteria Pemasok.
3) Inspeksi diri
Merupakan penilaian secara jujur terhadap kinerja
perusahaan khususnya departemen yang berada dibawah
plant manager. Dari hasil penilaian yang diperoleh
maka dilakukan evaluasi dan disusun langkah-langkah
untuk perbaikan. Inspeksi diri secara umum dilakukan
setiap 6 bulan sekali dan juga diwaktu-waktu
tertentu sesuai kebijakan perusahaan. 17 | H a l
4) Pelatihan karyawan dan staf
Dalam hal ini QA bekerja sama dengan manajer yang
bersangkutan. Sebelum pelatihan, QA melakukan
evaluasi terhadap materi yang akan diberikan. Untuk
mengukur tingkat keberhasilan pelatihan dilakukan
pos test dan pengawasan kerja.
5) Pemantauan terhadap penyimpangan
Apabila terjadi penyimpangan pada proses produksi
maka QA turut serta dalam mengatasi permasalahan
yang ada.
6) Pelatihan tim penanganan penyimpangan
Pelatihan kepada tim penanganan penyimpangan
dilakukan bersana-sama dengan manajer yang
bersangkutan.
7) Tren analisis terhadap produk bermasalah
Setiap tahun dilakukan analisis terhadap produk-
produk yang sering bermasalah kemudian dilakukan
evaluasi. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk
dilakukan penanganan sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi.
8) Pembuatan prosedur tetap
Bersama departemen terkait QA membuat prosedur tetap
sebagai petunjuk operasional. Protap bersifat
singkat, jelas dan mudah dimengerti oleh operator
dari berbagai latar belakang pendidikan, tidak perlu18 | H a l
menggunakan pendekatan ilmiah yang terlalu rumit,
serta gaya penulisan dan tata bahasa yang digunakan
mudah dimengerti oleh operator. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan protap diantaranya
sistem penomoran dokumen, kode-kode dokumen
berdasarkan pengelompokan dokumen serta
pendistribusian dan penyimpanan protap.
9) Validasi
QA Manager menjadi ketua komite validasi dengan
anggota berasal dari bagian Produksi, QC/IPC,
Teknik, R&D, dan bagian lain yang terkait, sesuai
dengan jenis pelaksanaan validasi/kualifikasi yang
dilakukan.Komite validasi merupakan sebuah team
(kelompok) yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program validasi/ kualifikasi dalam
industri farmasi yang bersangkutan.
Komite validasi bertanggung jawab untuk melaksanakan
seluruh program validasi sesuai dengan jadwal
seperti yang telah tertera pada rencana induk
validasi (RIV). Komite validasi ini selanjutnya
terbagi menjadi beberapa kelompok kerja (task force)
sesuai dengan ruang lingkup dan pelaksananaan
validasi. Misalnya dalam pelaksanaan kualifikasi
mesin/peralatan penunjang, maka kelompok kerja
terdiri dari departemen QA dan departemen teknik19 | H a l
(kadang-kadang juga departemen produksi dan R&D),
sedangkan untuk validasi metode analisa, maka
kelompok kerja terdiri dari departemen QA,
departemen QC (kadang-kadang juga depertemen R&D).
Namun demikian secara umum, departemen QA merupakan
penanggung jawab dari keseluruhan pelaksanaan
program validasi pada industri farmasi tersebut.
Kepala Bagian Manjemen Mutu ( Pemastian Mutu)
Kepala Bagian Manjemen Mutu ( Pemastian Mutu)
hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dan ketrampilan
menejerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas
secara profesional. Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu ) hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang
berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu, termasuk :
Memastikan penerapan( dan bila diperlukan, membentuk
) sistem mutu
Ikut serta dalam atau memprakasrsai pembentukan
acuan mutu perusahaan
Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau
inspeksi diri berkala20 | H a l
Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian
Pengawasaan Mutu
Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan
audit eksternal (audit terhadap pemasok )
Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program
Validasi
Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau
peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang
berkaitan dengan mutu produk jadi
Mengevaluai /mengkaji catatan bets dan
Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan
dengan mempertimbangkan semau faktor terkait.
Masing-masing Kepala Bagian Produksi, Pengawasan
Mutu dan Manajemen Mutu (pemastian Mutu ) memiliki
tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang
berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan OPO
mencakup :
Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain,
termasuk amademen
Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan
obat21 | H a l
Hygiene pabrik
Validasi proses
Pelatihan
Persetujuan dan pemantauan pemasok bahan
Persetujuan dan pemantauan pembuatan obat atas
dasar kontrak
Penetapan dan pemantuan kondisi penyimpanan bahan
dan produk
Penyimpanan catatan
Pemantauan pemenuhan terhadap Persyaratan
Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel
Pemantauan faktor yang memungkinkan berdampak
terhadap mutu produk
E. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi
seluruh personil yang tugasnya harus berada didalam
produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk22 | H a l
personil teknik perawatan dan petugas kebersihan), dan
bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada
mutu produk.
Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik
CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatih sesuai
dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan
hendaklah juga diberikan, dan efektifitas juga dinilai
secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan
yang masing masing catatan pelatih hendaklah disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada
personil yang berkerja di area dimana pencemaran
merupakan bahaya, misal area bersih atau area penanganan
bahaya berpotensi tinggi toksik atau bersifat sensitif.
Pengunjungan atau personil yang tidak mendapat
pelatihan sebaiknya tidak masuk area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat
dihindarkan hendaklah mereka diberi penjelasan terlebih
dahulu, teruatama mengenai hygiene perorangan dan
pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta diawasi
dengan ketat.
Konsep pemastian mutu dan semua tindakan yang tepat
untuk meningkatkan pemahaman dan penerapannya hendaklah
23 | H a l
dibahas secara mendalam selama pelatihan. Pelatihan
hendaklah diberikan oleh orang yang berkualifikasi.
F. Perhitungan kebutuhan karyawan
Menurut Moekijat (2008) jumlah tenaga kerja yang
diperlukan untukmenyelesaikan suatu jabatan dapat
ditentukan yaitu pertama-tama denganmenentukan jumlah
waktu yang sunguh-sungguh diperlukan untuk
menyelesaikanjabatan. Waktu tersebut diperoleh
berdasarkan studi waktu dan gerak. Kemudianlangkah
berikutnya dengan menentukan persentase dari waktu yang
dipergunakanuntuk kegiatan-kegiatan yang tidak langsung
berhubungan tetapi bermanfaat bagiorganisasi, waktu untuk
menghilangkan kelelahan, dan waktu untuk
keperluanpribadi. Masing-masing waktu tersebut kemudian
dijumlahkan sehingga diperolehjumlah waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan jabatan. Selanjutnya,
jumlahwaktu yang diperlukan untuk menyelesaikan jabatan
dibagi jumlah waktu yangdisediakan untuk menyelesaikan
jabatan tersebut. Hasil pembagian dikalikandengan satu
orang sehingga diperoleh jumlah tenaga kerja yang
diperlukan.
24 | H a l
Penentuan jumlah tenaga kerja yang lebih tepat dapat
dilakukan denganmenambahkan jumlah tenaga kerja yang
telah dihitung dengan persentase tertentuatau persentase
kelonggaran. Persentase ini menunjukkan besarnya
kelonggaranyang dapat diterima akibat ketidakhadiran
pegawai karena alasan sakit,meninggal, dan alasan-alasan
lainnya.
Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan tenagakerja yaitu melalui perhitungan kebutuhan
pegawai berdasarkan beban kerjaseperti yang terdapat
dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
NegaraNomor : KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman
Perhitungan KebutuhanPegawai berdasarkan Beban Kerja
dalam rangka Penyusunan Formasi PegawaiNegeri Sipil.
Perhitungan dapat dilakukan melalui metoda umum
yaituperhitungan untuk jabatan fungsional umum dan
jabatan fungsional tertentu yangbelum ditetapkan standar
kebutuhannya oleh instansi Pembina. Perhitungankebutuhan
pegawai dalam jabatan tersebut menggunakan acuan dasar
datapegawai yang ada serta peta dan uraian jabatan. Oleh
karena itu, alat pokok yangdipergunakan dalam menghitung
kebutuhan pegawai adalah uraian jabatan yangtersusun
rapi. Jumlah kebutuhan pegawai dihitung dengan
mengidentifikasi bebankerja melalui beberapa pendekatan
25 | H a l
yaitu hasil kerja, objek kerja, peralatan kerja,tugas per
tugas jabatan.
a) Pendekatan Hasil Kerja
Hasil kerja adalah produk atau output jabatan.
Metoda dengan pendekatanhasil kerja adalah
menghitung formasi dengan mengidentifikasi beban
kerja darihasil kerja jabatan. Metoda ini
dipergunakan untuk jabatan yang hasil kerjanyafisik
atau bersifat kebendaan, atau hasil kerja non fisik
tetapi dapat dikuantifisir.
Perlu diperhatikan, bahwa metoda ini efektif dan
mudah digunakan untuk jabatanyang hasil kerjanya
hanya satu jenis. Informasi yang diperlukan
dalammenggunakan metode ini adalah wujud hasil kerja
dan satuannya, jumlah bebankerja yang tercermin dari
target hasil kerja yang harus dicapai, dan
standarkemampuan rata-rata untuk memperoleh hasil
kerja.
b) Pendekatan Objek Kerja
Objek kerja yang dimaksud disini adalah objek yang
dilayani dalampelaksanaan pekerjaan. Metoda ini
dipergunakan untuk jabatan yang bebankerjanya
26 | H a l
bergantung dari jumlah objek yang harus dilayani.
Sebagai contoh,Dokter melayani pasien, maka objek
kerja jabatan Dokter adalah pasien.
Banyaknya volume pekerjaan Dokter tersebut
dipengaruhi oleh banyaknya pasien.Pendekatan melalui
metode ini memerlukan informasi tentang wujud objek
kerjadan satuan, jumlah beban kerja yang tercemin
dari banyaknya objek yang harusdilayani, standar
kemampuan rata-rata untuk melayani objek kerja.
c) Pendekatan Peralatan Kerja
Peralatan kerja adalah peralatan yang digunakan
dalam bekerja. Metode inidigunakan untuk jabatan
yang beban kerjanya bergantung pada
peralatankerjanya. Sebagai contoh, pengemudi beban
kerjanya bergantung pada kebutuhanoperasional
kendaraan yang harus dikemudikan. Adapun informasi
yangdiperlukan dalam metode ini adalah satuan alat
kerja, jabatan yang diperlukanuntuk pengoperasian
alat kerja, jumlah alat kerja yang dioperasikan, dan
rasiojumlah pegawai per jabatan per alat kerja
(RPK).
d) Pendekatan Tugas per Tugas Jabatan
27 | H a l
Metoda ini adalah metoda untuk menghitung kebutuhan
pegawai padajabatan yang hasil kerjanya abstrak atau
beragam. Hasil beragam artinya hasilkerja dalam
jabatan banyak jenisnya seperti yang terdapat pada
pekerjaanpengadministrasian umum. Informasi yang
diperlukan untuk dapat menghitungdengan metoda ini
adalah uraian tugas beserta jumlah beban untuk
setiap tugas,waktu penyelesaian tugas, dan jumlah
waktu kerja efektif per hari rata-rata.
Penutup
A. Kesimpulan
Personalia menjadi salah satu aspek dalam CPOB
karena secara prinsip sumber daya manusia sangat penting
dalam pembentukan dan penerapan system pemastian mutu
yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab
itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai28 | H a l
untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaan. Dalam menjalankan tugasnya, tiap personil
tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindari risiko terhadap mutu obat. Maka dari itu,
perlu adanya suatu struktur organisasi untuk memperjelas
tugas tiap personal.
B. Daftar Pustaka Anonim. 2008. Cara Pembuatan Obat yang Baik. (online).
(http://ml.scribd.com/doc/94125708/CPOB , diakses
Selasa, 20 May 2014 pukul 21.00 WIB)
GMP Center. 2011. Pedoman CPOB/GMP Pharma . (online )
(http://gmpcenter.com/2011/03/09/pedoman-cpob-gmp-
pharma-personalia/ , diakses Selasa, 20 May 2014
pukul 22.00 WIB)
Badan Pengelola Obat dan Makanan. 2001. Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. (online).
29 | H a l
(http://ml.scribd.com/doc/48093176/CPOB-Edisi-2001,
diakses Rabu, 21 May 2014 pukul 21.00 WIB)
Badan Pengelola Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. (online).
(http://ml.scribd.com/doc/76425285/CPOB, diakses
Rabu, 21 May 2014 pukul 22.00 WIB)
Badan Pengelola Obat dan Makanan. 2009. Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. (online).
(http://ml.scribd.com/doc/94353230/aspek-CPOB,
diakses Rabu, 21 May 2014 pukul 22.30 WIB)
Anonim. 2013. Kebutuhan karyawan (Online).
(http://emiatiby.wordpress.com/2013/06/23/kebutuhan-
karyawan/, diakses Rabu, 21 May 2014 pukul 23.00
WIB)
Anonim. 2011. Tugas dan tanggung jawab Quality (Online).
(http://pharmacy-zone.blogspot.com/2011/08/tugas-
dan-tanggungjawab-quality.html, diakses Rabu, 21 May
2014 pukul 23.20 WIB)
Anonim. 2012. Quality Control (Online).
(http://industrialengineeringworld.wordpress.com/201
30 | H a l
2/07/22/quality-control/, diakses Rabu, 21 May 2014
pukul 23.50 WIB)
31 | H a l