BAHAN AJAR
KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan)
IRWAN ARIBOWO
SUSI ZULVINA
JURUSAN PAJAK
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat_Nya sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Penyusunan
bahan ajar ini merujuk pada Keputusan Direktur Politeknik Keuangan Negara
STAN Nomor KEP-68/PKN/2017 tanggal 21 April 2017 tentang Pembentukan
Tim Penyusunan Bahan Ajar Di Lingkungan Politeknik Keuangan Negara STAN
yang menugaskan kami untuk menyusun bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan).
Kami menyadari sepenuhnya bahwa bahan ajar ini jauh dari sempurna.
Tiada gading yang tak retak, sehingga sumbang saran selalu diharapkan untuk
perbaikan bahan ajar ini.
Terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
membantu terselesaikannya bahan ajar ini. Besar harapan kami, semoga bahan
ajar ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada
umumnya.
Jakarta, Agustus 2017
Penyusun
Irwan Aribowo
Susi Zulvina
ii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
II. PENDAFTARAN DAN PELAPORAN..........................................................12
III. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN..........................................................21
IV. PEMBAYARAN PAJAK................................................................................25
V. PELAPORAN PAJAK....................................................................................33
VI. PEMERIKSAAN PAJAK...............................................................................43
VII. KETETAPAN PAJAK...................................................................................49
VIII. PENAGIHAN PAJAK..................................................................................63
IX. SENGKETA PAJAK.....................................................................................75
X. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA.......................................................88
XI. KETENTUAN PIDANA...............................................................................90
XII. PENYIDIKAN.............................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................105
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Error! No text of specified style in document..1. Fase Kewajiban
Perpajakan
Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP
Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP
Gambar 3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak
Gambar 6.1. Tujuan Pemeriksaan
Gambar 7.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Gambar 7.2. SKPKBT
Gambar 7.3. kema SKPN
Gambar 7.4. Skema SKPLB
Gambar 7.5. Alasan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak
Terutang
Gambar 7.6. Skema STP
Gambar 7.7. Skema STP Bunga Penagihan
Gambar 8.1. Alur dan Jadwal Penagihan Pajak
Gambar 9.1. Mekanisme Melakukan Permohonan dan Pencabutan Permohonan
Gambar 9.2. Skema Batasan Melakukan Permohonan
Gambar 9.3. Skema Bentuk Keputusan Permohonan Pengurangan, Penghapusan
atau Pembatalan
iv
DAFTARTABEL
Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu
Pembayaran atau Penyetoran Pajak
Tabel 5-1 Batas Waktu Penyampaian SPT
v
PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR
Bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan) untuk para
mahasiswa Jurusan Pajak ini, direncanakan akan diberikan dalam jangka waktu
perkuliahan selama satu semester. Untuk membantu mempermudah pemahaman,
sebaiknya para mahasiswa dapat membaca bahan ajar ini terlebih dahulu sebelum
mengikuti pembelajaran di kelas. Selanjutnya petunjuk berikut ini diharapkan
dapat membantu mahasiswa memperoleh hasil pembelajaran yang efektif dan
optimal, yaitu :
1. Pembelajaran menggunakan metode pembelajaran untuk orang dewasa,
dengan variasi metode seperti ceramah, diskusi, presentasi dan lain-lain.
2. Peserta perlu memahami dan mempraktikkan ketentuan yang terdapat
dalam bahan ajar KUP ini.
3. Peralatan yang dipergunakan di kelas meliputi pensil, ballpoint, kalkulator,
kertas, penghapus, LCD Projector, laptop, pointer, spidol, papan tulis, post
it, tack it, flip chart, dan lain-lain.
4. Mahasiswa diminta melakukan diskusi dengan mahasiswa lainnya minimal
dalam suatu kelompok agar memperoleh pemahaman secara lebih
mendalam.
Apabila diperlukan, para pengajar siap untuk berdiskusi dan membantu
para mahasiswa baik di dalam maupun luar kelas dalam rangka memahami
materi-materi yang tersaji dalam bahan ajar ini.
vi
PETAKONSEP BAHAN AJAR
KUP
Pendahuluan Pendaftaran
dan Pelaporan
Pembukuan dan
Pencatatan
Pembayaran Pajak
Pelaporan Pajak
Pemeriksaan Pajak
Ketetapan Pajak
Penagihan Pajak
Sengketa Pajak
Restitusi dan Imbalan Bunga
Ketentuan Pidana
Penyidikan
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal
Tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang lebih
sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, yang
selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah hukum pajak formal bagi
Undang-Undang Pajak yang lainnya.Hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu
hukum pajak formal dan hukum material. Demikian juga dengan Hukum
pajak, terbagi menjadi hukum pajak formal dan hukum pajak material.
Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang mengatur tentang bagaimana
caranya hukum pajak material bisa dijalankan dan menjadi nyata. Dengan
kata lain hukum pajak formal mengatur bagaimana tata cara dalam
melaksanakan hukum pajak material (misalnya PPh atau PPN). Dengan
demikian UU KUP akan lebih banyak “berbicara” bagaimana hukum pajak
material seperti PPh atau PPN dilakukan.
Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan
tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP). Kewajiban Wajib Pajak
antara lain seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP,
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan,
penyetoran pajak, melaporkan SPT dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Sedangkan hak Wajib Pajak antara lain seperti pengajuan keberatan,
pengajuan banding, pengajuan restitusi dan hak-hak lainnya. UU KUP juga
sedikit mengatur tentang fiskus, antara lain seperti kewajiban untuk menjaga
rahasia wajib pajak. Undang-Undang pajak yang termasuk hukum pajak
formal adalah sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami sistematika undang-undang KUP
2
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana teah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pengadilan Pajak.
Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat antara lain
norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan
dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa
yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, kapan timbulnya
pajak, berapa besarnya tarif dan pajak yang harus dibayar, hapusnya utang
pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Undang-
Undang pajak yang termasuk dalam hukum pajak material antara lain
sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
diundangkan Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1983, Tambahan
Lembaran Negara 3263, yang telah berkali-kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa
dan PPnBM diundangkan Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1983,
Tambahan Lembaran Negara nomor 3264, yang telah berkali-kali
diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 68 Tahun
1985, Tambahan Lembaran Negara nomor 3312, yang telah berkali-
kali diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
diundangkan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1983, Tambahan
Lembaran Negara nomor 3313.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah diundangkan Lembaran Negara Nomor 41 Tahun
1998.
3
1.2. Reformasi Perpajakan Tahun 1983
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila menjadi dasar
negara Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai sumber hukum tertinggi dalam kehidupan bernegara. Negara
Indonesia menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara dan
menempatkan pajak sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan
bagi para warganya. Dengan demikian, pajak merupakan sarana bagi
masyarakat untuk berperan serta dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Sejak tahun 1983, Indonesia melakukan perubahan sistem perpajakan.
Sistem perpajakan yang baru ini memberikan kepercayaan kepada subyek
pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang
perpajakan. Dengan perubahan sistem perpajakan yang baru ini diharapkan
dapat segera mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban
perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat. Ciri dan corak
tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:1
a. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai
pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat
perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem
menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang
1Penjelasan Umum UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP
4
terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan
administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih
rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota
masyarakat Wajib Pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak
diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah
pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya
pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu
Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang
terhutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan
pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis
akan dihilangkan. Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang
ditentukan menurut Undang-Undang ini, memberi kepercayaan lebih besar
kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat
menggugah peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di
masyarakat. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi
pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakan meletakkan
kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua SPT guna
menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang
seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-undang ini
administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian
administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan,
penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan
masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara
lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media
masa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.
Perubahan tersebut diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju
pembangunan dan mempercepat terwujudnya pemerataan pendapatan
masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran kewajiban
5
perpajakan, pemerataan dan perluasan tingkat kesadaran kewajiban
perpajakan, pemerataan dan perluasan obyek kena pajak dan peningkatan
penerimaan negara sejalan dengan perkembangan Pembangunan Nasional
sehingga mempercepat terwujudnya cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
1.3. Ketentuan Umum
Dalam Undang-Undang KUP, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
6
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib
Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali
bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun
Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian
Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
7
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang
dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi
dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari
pajak yang terutang.
8
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi
yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh
penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa
keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk
adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak
pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba
rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-
lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
9
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu da!am peraturan perundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan
terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung
atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oteh Wajib Pajak
atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau
Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan
kepada Wajib Pajak.
10
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal
faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal
faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
1.4. Fase Dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Untuk memudahkan dalam mempelajari Undang-Undang KUP,
diperkenalkan beberapa fase yang mungkin dilalui oleh Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Fase-fase tersebut antara lain:
a) Fase timbulnya hak dan kewajiban di bidang perpajakan
Fase ini dimulai dengan berlakunya Undang-Undang. “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang” (Pasal 23A UUD 1945).
b) Fase self assessment
Fase ini dimulai ketika suatu pihak berdasarkan UU PPh ditentukan
sebagai WP mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kemudian
kepadanya diberikan NPWP. Termasuk dalam fase ini antara lain;
melakukan pembukuan atau pencatatan, menghitung pajak terutang,
melakukan pembayaran dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
c) Fase pengawasan
Fase ini dimulai pada saat SPT yang disampaikan WP dilakukan
pemeriksaan pajak.
d) Fase sengketa
Fase ini dimulai pada saat WP merasa tidak puas dengan keputusan yang
diterbitkan oleh DJP. Termasuk dalam fase ini adalah proses pengajuan
keberatan atas suatu ketetapan pajak.
e) Fase penyelesaian sengketa
Fase ini bermuara ke lembaga yang menangani banding atau gugatan
yaitu Pengadilan Pajak.
11
Gambar Error! No text of specified style in document..1.Fase Kewajiban
Perpajakan
12
RANGKUMAN
1. Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak
material.
2. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self
assessment.
3. Fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi fase timbulnya hak
dan kewajiban perpajakan, fase self assessment, fase pengawasan, fase
sengketa dan penyelesaian sengketa.
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian hukum pajak formal dan hukum pajak material!
2. Apakah yang dimaksud dengan self assessment?
3. Sebut dan jelaskan fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan!
13
II. PENDAFTARAN DAN PELAPORAN
2.1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (PKP)
Dalam Pasal 1 angka 6 UU KUP disebutkan bahwa Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (Pasal 2 ayat (1) UU KUP). Saat mulai menjadi Wajib Pajak
dalam literatur sering disebut dengan istilah taatbestand yaitu pada saat syarat
subjektif bertemu dengan syarat objektif sehingga memenuhi syarat sebagai
Wajib Pajak. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan pula
bahwa semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus
untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan
ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi
subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan
untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Kewajiban mendaftarkan
diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami kewajiban mendaftarkan diri dan
melaporkan usaha
14
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita
kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Nomor
Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu
Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga
dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan
dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok
Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dan kepada Wajib Pajak diberikan NPWP. NPWP terdiri dari 15 (lima belas)
digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode WP dan 6 (enam) digit
berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
01 . 234 . 567 . 8 - 999 . 000
Kode WP Kode KPP (pertama kali terdaftar) Kode cabang
Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan diri tersebut meliputi:
a. Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak;
b. Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai
pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
15
d. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
e. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang wajib mendaftarkan diri
adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena:
a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta; atau
c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau
tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut
pada suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata
mulai dilakukan.
Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian.
Bendahara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada:
a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak; atau
16
b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu selain mendaftarkan diri
ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Sedangkan setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain
dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang
sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta
untuk pengawasan administrasi perpajakan.Wajib Pajak sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU KUP tersebut, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada:
a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak;
atau
b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengajukan
permohonan secara elektronik atau tertulis dilampiri dengan dokumen yang
disyaratkan.2 Permohonan secara tertulis tersebut disampaikan:
3
2 Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/20015 3 Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 182/PMK.03/20015
17
a. secara langsung;
b. melalui pos; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka Kepala Kantor Pelayanan
Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
melakukan:4
a) penerbitan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah
permohonan diterima secara lengkap; dan
b) pengukuhan PKP paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah
permohonan diterima secara lengkap.
Pengukuhan PKP dilakukan setelah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau
Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan meneliti
dan memastikan keberadaan tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat
diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena 4 Pasal 5 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/20015
18
Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang
diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi
atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
2.2. Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.Penghapusan NPWP
dilakukan antara lain dalam hal:
1) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan;
2) Wajib Pajak badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau
penggabungan usaha;
3) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan
usahanya di Indonesia;
4) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi
melakukan pembayaran;
5) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya;
6) Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk
menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif
dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
7) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris,
pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP
melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya
tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;
8) warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak
sudah selesai dibagi;
9) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin
19
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah
dari suaminya;
10) wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya
digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan suami; atau
11) anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP.
Penghapusan NPWP tersebut dapat dilakukan melalui:
a. permohonan Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
Pengajuan permohonan Wajib Pajak dalam rangka penghapusan NPWP
dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang
disyaratkan. Permohonan secara tertulis disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan
dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penghapusan NPWP dalam hal
Wajib Pajak tidak sedang mengajukan upaya hukum dan memenuhi
ketentuan:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. mempunyai utang pajak namun penagihannya sudah daluwarsa;
c. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak orang pribadi
meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan
tidak mempunyai ahli waris, pelaksana wasiat, pengurus harta
peninggalan, atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
d. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak tidak mempunyai harta
kekayaan.
Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan
Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan
atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan
20
untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima
secara lengkap.
2.3. Pencabutan Pengukuhan PKP
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima
secara lengkap. Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan terhadap PKP yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pencabutan
pengukuhan PKP dilakukan dalam hal:
a. PKP dengan status Wajib Pajak non efektif;
b. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
c. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;
d. PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;
e. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP; atau
f. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di
tempat lain.
Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan melalui:
a. permohonan Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan
pencabutan pengukuhan PKP meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa
Wajib Pajak secara subjektif dan/atau objektif sudah tidak lagi memenuhi
persyaratan sebagai PKP. Dalam hal pencabutan pengukuhan PKP dilakukan
berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima
secara lengkap. Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut terlampaui dan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan, maka
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan
21
Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 (enam) bulan
berakhir.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan dalam hal
berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh
Direktur Jenderal Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif. Pencabutan pengukuhan PKP atas
permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan.
Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP
22
RANGKUMAN
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk
melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
3. Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
4. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
LATIHAN
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan tertentu wajib
mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak. Sebut dan jelaskan
persyaratan tertentu tersebut.
2. Jelaskan mekanisme penghapusan NPWP!
3. Jelaskan mekanisme pencabutan PKP!
23
III. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
3.1. Pengertian Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut (Pasal 1 angka 29 UU KUP).
3.2. Yang Wajib Melakukan Pembukuan
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin
Menteri Keuangan.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akrual dan stelsel kas. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun
buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
3.3. Yang Tidak Wajib Melakukan Pembukuan Tetapi Wajib Melakukan
Pencatatan
Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan kewajiban pembukuan atau pencatatan
bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak
24
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang
bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan
memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.4. Jangka Waktu Penyimpanan Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan
atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan
Wajib Pajak badan.
3.5. Sanksi Tidak Terpenuhinya Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan
1) Sanksi Administrasi
Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak
memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga
Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang
seharusnya, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan
pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
25
sebesar:
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
PajakPenjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan
secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak.
Sebagai contoh:
1) pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap
sehingga penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas;
2) dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka
dalam pembukuan tidak dapat diuji; atau
3) dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar
dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu
tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah
tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya
pemeriksaan.
2) Sanksi Pidana
Tidak terpenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan oleh Wajib
Pajak sebagaimana terdapat dalam UU KUP Pasal 39 ayat 1 huruf g (tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain)
dan huruf h (tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11)) sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
26
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
(dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana
dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat (2) UU KUP).
Gambar3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak
27
RANGKUMAN
1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan.
3. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
4. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia.
5. Tidak dipenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan dapat berakibat
dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian pembukuan dan pencatatan!
2. Jelaskan Wajib Pajak yang harus menyelenggarakan pembukuan!
3. Jelaskan Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan tetapi wajib
melakukan pencatatan!
28
IV. PEMBAYARAN PAJAK
4.1. Tempat dan Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan ke Kas Negara melalui:
a. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau
b. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya, pada Bank
Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang
Asing.
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan SSP. Pembayaran dan penyetoran pajak meliputi pembayaran dan
penyetoran PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai, dan PBB. Surat Setoran Pajak
berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Sarana administrasi lain dalam pembayaran dan penyetoran pajak dapat
berupa:
1) BPN (Bukti Penerimaan Negara) atas pembayaran dan penyetoran
pajak melalui system pembayaran pajak secara elektronik atau dengan
datang langsung ke Bank Persepsi
2) SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN
impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam
Negeri;
3) Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui
Pemindahbukuan; atau
4) Bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai pembayaran pajak
29
SSP atau sarana administrasi lain dinyatakan sah dalam hal telah
divalidasi dengan NTPN. Dikecualikan dari ketentuan bukti pembayaran
tersebut, untuk bukti Pbk dinyatakan sah dalam hal telah ditandatangani oleh
Pejabat yang berwenang untuk menerbitkanbukti Pbk. Terkait dengan
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diakui sebagai pelunasan
kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN atau tanggal
bayar berdasarkan validasi MPN pada SSP atau sarana administrasi lain.
4.2. Jangka Waktu Pembayaran/Penyetoran Pajak
Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu
Pembayaran atau Penyetoran Pajak
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang
dipotong oleh Pemotong
Pajak Penghasilan
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.
2 PPh Pasal 4 ayat (2) yang
harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan
3 PPh Pasal 15 yang dipotong
oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
4 PPh Pasal 15 yang harus
dibayar sendiri
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
5 PPh Pasal 21 yang dipotong
oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
6 PPh Pasal 23 dan PPh Pasal
26 yang dipotong oleh
Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh)bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
7 PPh Pasal 25 Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
30
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
8 PPh Pasal 22, PPN atau PPN
dan PPnBM atas impor
Bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk dan dalam hal Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh
Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM
atas impor harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor
9 PPh Pasal 22, PPN atau PPN
dan PPnBM atas impor yang
dipungut oleh DJBC
Dalam jangka waktu 1 (satu) hari
kerja setelah dilakukan pemungutan
pajak
10 PPh Pasal 22 yang dipungut
oleh bendahara
Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang yang dibiayai
dari APBN/D, dengan menggunakan
SSP atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara
11 PPh Pasal 22 atas penyerahan
bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas kepada
penyalur/agen atau industri
yang dipungut oleh Wajib
Pajak badan yang bergerak
dalam bidang produksi bahan
bakar minyak, gas, dan
pelumas
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
12 PPh pasal 22 yang
pemungutannya dilakukan
oleh Wajib Pajak badan
tertentu sebagai Pemungut
Pajak
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
13 PPN atau PPn dan PPnBM
yng terutang dalam satu
Masa Pajak
Akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa PPN
disampaikan
14 PPN yang terutang atas
pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean
harus disetor oleh orang
pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena
Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah saat terutangnya
pajak
31
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
15 PPN atau PPN dan PPnBM
yang pemungutannya
dilakukan oleh Bendahara
Pemerintah atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk
Tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
16 PPN atau PPN dan PPnBM
yang pemungutannya
dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat
Perintah Membayar sebagai
Pemungut PPN, harus disetor
Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada
PKP Rekanan Pemerintah melalui
Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara
17 PPN atau PPN dan PPnBM
yang pemungutannya
dilakukan oleh Pemungut
PPN selain Bendahara
Pemerintah atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
18 PPh Pasal 25 bagi Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3b)
Undang-Undang KUP yang
melaporkan beberapa Masa
Pajak dalam satu SPT Masa
Pada akhir Masa Pajak terakhir
19 Pembayaran masa selain PPh
Pasal 25 bagi Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3b)
Undang-Undang KUP yang
melaporkan beberapa masa
pajak dalam satu SPT Masa
Sesuai dengan batas waktu untuk
masing-masing jenis pajak
Selain itu, terdapat beberapa ketentuan terkait pembayaran antara lain:
a. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi
tidak melebihi batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan.
b. Bea Meterai harus dilunasi pada saat terutang Bea Meterai.
c. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
harus dilunasi paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh Wajib Pajak.
32
d. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak PBB harus
dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat
Ketetapan Pajak PBB oleh Wajib Pajak.
e. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak PBB harus dilunasi
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak
PBB oleh Wajib Pajak.
f. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan
atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya,
jangka waktu untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
g. Untuk jumlah pajak yang tidak disetujui dalam hasil pembahasan akhir
hasil pemeriksaan baik sebagian atau seluruhnya, namun tidak diajukan
keberatan, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.
h. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan
Keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008
dan sesudahnya, jangka waktu pelunasan jumlah pajak yang belum
dibayar tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding.
i. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka
waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan
sejak tanggal penerbitan.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat
33
dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang dimaksud
adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, atau hari yang diliburkan
untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.
Saat ini Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak
dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Sistem pembayaran pajak
secara elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara
elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan
menerapkan Billing System. Billing System adalah metode pembayaran
elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Pembayaran/penyetoran pajak
meliputi seluruh jenis pajak, kecuali pajak dalam rangka impor yang di-
administrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dan pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Transaksi
pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik dilakukan melalui Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Transaksi
Pembayaran/penyetoran pajak tersebut dapat dilakukan melalui Teller
Bank/Pos Persepsi, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking dan
EDC (Electronic Data Capture yaitu alat yang dipergunakan untuk transaksi
kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan sistem/ jaringan Bank
Persepsi).
Atas pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik maka Wajib Pajak
akan menerima BPN sebagai bukti setoran. BPN diterbitkan dalam bentuk:
a) Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi untuk
pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing
b) Struk bukti transaksi untuk pembayaran melalui ATM dan EDC
c) Dokumen elektronik untuk pembayaran/penyetoran melalui internet
banking
d) Teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
Wajib Pajak dapat memperoleh Kode Billing antar lain dengan cara:
1) Membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui
laman Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan
2) Melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak
34
3) Diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal
terbit ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB
yang mengakibatkan kurang bayar.
4.3. Sanksi Administrasi Karena Terlambat Membayar/Menyetor
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-
masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Kekurangan pembayaran pajak yang
terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus
dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung
mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu,
jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
termasuk kekurangan pembayaran paling lama 12 (dua belas) bulan, yang
35
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk
suatu saat atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas
waktu tidak melampaui 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran
tersebut berakibat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketentuanini mengatur pengenaan
bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya
cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 PT A tahun 2008
sejumlah Rp10.000.000,00 per bulan. Angsuran masa Mei tahun
2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggai 19 Juni
2008. Apabila pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan
Pajak, sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu)
bulan sebagai berikut:
1 x 2% x Rp 10.000.000,00 = Rp 200.000,00
Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan
yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan.
Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua
belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang
mengalami kesulitan likuiditas.
36
RANGKUMAN
1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan
SSP.
2. Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah
disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi.
3. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling
lambat pada hari kerja berikutnya.
4. Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem
Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller
Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System.
5. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
6. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
LATIHAN
1. Jelaskan terkait dengan SSP dinyatakan sebagai bukti pembayaran pajak
yang sah!
2. Jelaskan terkait dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
pajak yang bertepatan dengan hari libur!
3. Apa yang Anda ketahui tentang Billing System!
37
V. PELAPORAN PAJAK
5.1. Surat Pemberitahunan
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan
yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Terdapat 2 (dua) jenis SPT, meliputi:
a. SPT Tahunan PPh, yaitu SPT untuk suatu Tahun Pajak atau
BagianTahun Pajak
b. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu Masa Pajak yang terdiri dari:
1. SPT Masa PPh
2. SPT Masa PPN
3. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
Bentuk SPT dapat berupa:
a. Formulir kertas (hardcopy)
b. Dokumen elektronik.
Di dalam SPT paling sedikit memuat beberapa hal, seperti:
a. Jenis pajak
b. Nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak
c. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang
bersangkutan
d. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai Surat
Pemberitahuan
38
SPT Tahunan PPh juga memuat data mengenai:
a. Jumlah peredaran usaha
b. Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak
c. Jumlah Penghasilan Kena Pajak
d. Jumlah pajak yang terutang
e. Jumlah kredit pajak
f. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
g. Jumlah harta dan kewajiban
h. Tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29
i. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
SPT Masa PPh, juga memuat data mengenai:
a. Jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah
pajak dibayar
b. Tanggal pembayaran atau penyetoran
c. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
SPT Masa PPN, memuat data mengenai:
a. Jumlah penyerahan
b. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak
c. Jumlah Pajak Keluaran
d. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
e. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
f. Tanggal penyetoran
g. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN, memuat data mengenai:
a. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak
b. Jumlah pajak yang dipungut
c. Jumlah pajak yang disetor
d. Tanggal pemungutan
e. Tanggal penyetoran
f. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
SPT terdiri dari SPT induk dan lampiran yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
39
5.2. Kewajiban Wajib Pajak
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan
jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak badan yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat, wajib menyampaikan SPT PPh Wajib Pajak badan beserta
lampirannya dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan
keuangan, dan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
5.3. Tempat dan Cara Pengambilan SPT
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara
langsung di Kantor Pelayanan Pajak dan tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. SPT berbentuk dokumen elektronik dapat diambil
secara langsung oleh Wajib Pajak atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
5.4. Penandatangan SPT
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
kuasa Wajib Pajak.Dalam hal SPT ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak,
SPT harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Penandatanganan SPT
dilakukan dengan cara:
a. tanda tangan biasa
b. tanda tangan stempel
c. tanda tangan elektronik atau digital.
Ketiga tanda tangan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama.
5.5. Tempat dan Cara Penyampaian
Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat
40
lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dapat dilakukan:
a. secara langsung
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat
c. dengan cara lain.
Adapun cara penyampaian SPT dengan cara lain dilakukan melalui:
a. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat
b. saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi.
Terkait dengan penyampaian SPT maka akan diberi bukti penerimaan.
Bukti pengiriman surat untuk penyampaian SPT dianggap sebagai bukti
penerimaan sepanjang SPT tersebut lengkap. Tanggal pengiriman surat yang
tercantum dalam bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanggal
penerimaan sepanjang SPT tersebut lengkap.
5.6. Batas Waktu Penyampaian
Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu
Penyampaian SPT
No Jenis SPT Masa Batas Waktu
SPT Masa
1 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas
impor
tidak dilaporkan/
disampaikan
2 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas
impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
secara mingguan
paling lama pada hari
kerja terakhir minggu
berikutnya
3 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh
Pemotong PPh 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak
berakhir
4 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong
PPh
5 PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong
41
No Jenis SPT Masa Batas Waktu
PPh
6 PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen atau industri yang dipungut
oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam
bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas
7 PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan
oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai
Pemungut Pajak
8 PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong
PPh
9 PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong
PPh
10 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak
11 PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
12 PPh Pasal 25 dibayar
13 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3b) Undang-Undang KUP yang
melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
SPT Masa 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak
berakhir 14 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa
15 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara 14 (empat belas) hari
setelah Masa Pajak
berakhir
16 PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang akhir bulan
42
No Jenis SPT Masa Batas Waktu
dalam satu Masa Pajak berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir 17 PPN yang terutang atas kegiatan membangun
sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri
18 PPN atau PPN dan PPnBM yang
pemungutannya dilakukan oleh Pemungut
PPN selain Bendahara Pemerintah atau
instansi Pemerintah yang ditunjuk
19 PPN atau PPN dan PPnBM yang
pemungutannya dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran sebagai Pemungut PPN
20 PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang
Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor
oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean
21 PPN atau PPN dan PPnBM yang
pemungutannya dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar
sebagai Pemungut PPN
SPT Tahunan
1 SPT PPhTahunan Wajib Pajak Orang Pribadi 3 (tiga) bulan setelah
akhir Tahun Pajak
2 SPT PPhTahunan Wajib Pajak Badan 4 (empat) bulan
setelah akhir Tahun
Pajak
Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan
dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang
43
dimaksud adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang
diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara
nasional.
5.7. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT
Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT
Tahunan. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan dalam
bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk dokumen elektronik.
Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan ke Kantor Pelayanan
Pajak sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan
dilampiri:
a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak
yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang
b. Laporan keuangan sementara
c. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya
disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang, dalam hal terdapat
kekurangan pembayaran pajak.
Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh
Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. Dalam hal pemberitahuan perpanjangan
SPT Tahunan ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak, pemberitahuan
perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
5.8. Sanksi Administrasi atas Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu penyampaian
atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang KUP. Pengenaan sanksi administrasi berupa
denda tidak dilakukan terhadap:
44
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan
5.9. Wajib Pajak Penghasilan Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban
SPT PPh
Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan SPT. Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu merupakan
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau
memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang
PPh
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau
tidak melakukan pekerjaan bebas.
5.10. SPT Dianggap Tidak Disampaikan
SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a. SPT tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
b. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
c. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga)
tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis
45
d. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan
pemeriksaan, melakukan pemeriksaan bukti permulaan secara
terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
5.11. Pembetulan SPT
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang
telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil Verifikasi dalam rangka
menerbitkan surat ketetapan pajak
b. penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak,
wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari
Wajib Pajak; atau penyampaian pemberitahuan Pemeriksaan Bukti
Permulaan.
Pernyataan tertulis dalam pembetulan SPT dilakukan dengan cara memberi
tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa
Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan SPT. Dalam hal pembetulan
SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan
paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun
Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi
fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan
tersebut, Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah
pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir
sampai dengantanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
46
(satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang
kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
47
RANGKUMAN
1. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa
Wajib Pajak.
LATIHAN
1. Apa yang Anda ketahui tentang SPT? Sebutkan jenis SPT!
2. Jelaskan terkait dengan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan!
3. Apakah yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan?
48
VI. PEMERIKSAAN PAJAK
6.1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan
merupakan hak yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal
Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(Pasal 29 ayat (1) UU KUP).
Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
dan/atau
b. tujuan lain dalam rangka mslaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Gambar 6.1. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami ketentuan mengenai pemeriksaan pajak
49
Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di
tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup
pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau
seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun
berjalan. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk
terhadap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau
pemotong pajak.
6.2. Kriteria Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat
Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban
perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha
sebenarnya dari Wajib Pajak.
Selain itu, pemeriksaan dapat juga dilakukan untuk tujuan lain,
diantaranya:
a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan
b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan
e. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
f. pencocokan data dan/atau alat keterangan
g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
50
h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
i. pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
j. penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan;
dan/atau pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra
k. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas
identitasnya. Oleh karena itu, petugas pemeriksa harus memiliki tanda
pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta
memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa
harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan
memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan
tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab,
penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari
perbuatan tercela.
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti
yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6.3. Kewajiban WP Pada Saat Diperiksa
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak yang diperiksa
disesuaikan dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan baik dalam rangka
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Apabila Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan atau
pembukuan dengan menggunakan proses pengolahan data secara elektronik
(electronic data processing/EDP), baik yang diselenggarakan sendiri maupun
yang diselenggarakan melalui pihak lain, Wajib Pajak harus memberikan
akses kepada petugas pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data
51
dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak,
atau objek yang terutang pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak yang diperiksa
juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk
memasuki tempat atau ruangan yang merupakan tempat penyimpanan
dokumen, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang
keadaan usaha Wajib Pajak dan melakukan peminjaman dan/atau pemeriksaan
di tempat-tempat tersebut.
Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain buku,
catatan, dan dokumen lain, Wajib Pajak harus memberikan keterangan lain
yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan. Keterangan
tertulis misalnya:
a. surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik
b. keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan
aslinya
c. surat pernyataan tentang kepemilikan harta
d. surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup
Keterangan lisan misalnya:
a. wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak
b. wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak
c. wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat
khusus
6.4. Sanksi Pemeriksaan
Di dalam Pasal 13 UU KUP mengatur, bahwa:
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka
52
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol
persen)
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui
besarnya pajak yang terutang atau
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(4a).
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
(3) Jumlah pajakdalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak
atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak
atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau
kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau
kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
53
tidak atau kurang dibayar.
(4) Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib
Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila
dalam Jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan
surat ketetapan pajak.
(5) Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka
waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
54
RANGKUMAN
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
dan/atau
b. tujuan lain dalam rangka mslaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
3. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat
Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya
dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis
pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
4. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
55
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen)
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang atau apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian dari pemeriksaan!
2. Sebutkan tujuan pemeriksaan!
3. Jelaskan kewajiban Wajib Pajak pada saat dilakukan pemeriksaan pajak!
56
VII. KETETAPAN PAJAK
7.1. Penetapan
Sejak reformasi Undang-Undang perpajakan tahun 1983, sistem
pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah selfasssesment. Dalam
kerangka sistem self-assestment tersebut, Wajib Pajak diberikan kewenangan
penuh untuk mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, menyetor,
dan melaporkan pajak-pajak yang terutang. Dengan demikian, pembayaran
pajak oleh Wajib Pajak tidak tergantung pada adanya penerbitan surat
ketetapan pajak oleh kantor pajak. Seperti yang tercantum dalam Pasal 12 UU
KUP dinyatakan hal sebagai berikut:
1) Setiap Wajib Pajak, wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2) Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang
disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3) Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai penetapan dan
ketetapan serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayar dan sanksi
administrasi dalam surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak
57
(2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang
terutang.
Berdasarakan ketentuan tersebut, sepanjang fiskus tidak mendapatkan
bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT)
tidak benar, maka jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang telah
disampaikan tersebut, dianggap benar. Namun sebaliknya, jika fiskus
mendapatkan bukti kesalahan pada pengisian SPT oleh Wajib Pajak, maka
fiskus akan melakukan penetapan pajak dan harus diikuti oleh Wajib Pajak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
7.2. Fungsi Surat Ketetapan Pajak
a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-
nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban
formal dan atau kewajiban material dalam memenuhi ketentuan
perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
7.3. Fungsi Surat Tagihan Pajak
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib
Pajak.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
c. Sarana untuk menagih pajak.
7.4. Saat Terutangnya Pajak
Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajakyang
dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan
saat terutangnya pajak tersebut adalah:
a. Pada suatu saat, untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga;
58
b. Pada akhir masa, untuk PPh karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja,
atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh
Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan PPN Barang dan Jasa dan PPn
atas Barang Mewah;
c. Pada akhir tahun pajak, untuk Pajak Penghasilan.
7.5. Daluwarsa Penetapan Pajak
Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 tahun
sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak atau tahun pajak. Penentuan masa 5 tahun ini tidak sesuai dengan
ketentuan daluwarsa penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-
dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib Pajak,
sehingga dapat terjadi kondisi dimana Wajib Pajak masih diharuskan untuk
menyimpan buku, padahal tidak dipakai ketika sedang dilakukan
pemeriksaan.
7.6. Produk Hukum
Produk hukum yang diterbitkan oleh fiskus sebagai akibat dari proses
penetapan pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan/atau Surat
Tagihan Pajak (STP). Penerbitan produk hukum tersebut dapat merupakan
hasil penelitian, pemeriksaan, atau penagihan. Adapun jenis-jenis SKP dan
STP akan dijelaskan di bawah ini:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
SKPKB diterbitkan hanya terhadap kondisi-kondisi tertentu, yaitu hanya
terhadap WP yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak
memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Ketentuan
mengenai SKPKB diatur dalam Pasal 13 UU KUP.
59
Gambar 7.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Contoh Soal:
1. PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008
(tahun takwim) pada tanggal 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
60
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tanggal 29 April 2009.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto
seharusnya adalah Rp1.100.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya
adalah Rp312.500.000,00 dan SKPKB terbit tanggal 10 Oktober 2009,
bagaimana sanksi atas hasil pemeriksaan tersebut?
Jumlah Pokok Pajak Rp312.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp282.500.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 30.000.000,00
Sanksi administrasi (bunga 10 bulan) =>
( 2% x 10 x 30JT) Rp 6.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 36.000.000,00
2. PT PQR adalah pabrikan tekstil yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, melaporkan SPT Masa PPN Desember 2008 dengan rincian
sbb:
Pajak Keluaran Rp200.000.000,00
Pajak Masukan Rp230.000.000,00
Kurang/(Lebih) bayar (Rp30.000.000,00)
Atas kelebihan tersebut dikompensasikan ke Masa Januari 2009.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Pajak Keluaran adalah sebesar
Rp220.000.000,00 sehingga terdapat jumlah yang tidak seharusnya
dikompensasi, dan SKPKB terbit tanggal 10 Desember 2009, bagaimana
sanksi atas hasil pemeriksaan tersebut?
Jumlah Pokok Pajak Rp 220.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak (Rp 230.000.000,00)
Jumlah Lebih bayar (Rp 10.000.000,00)
Dikompensasikan ke Masa Jan 2009 Rp 30.000.000,00
Jumlah kekurangan Pokok Pajak Rp 20.000.000,00
61
Sanksi adm. Pasal 13 (3) c (100% x 20 JT) Rp 20.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 40.000.000,00
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah
diterbitkan sebelumnya).
Ketentuan mengenai SKPKBT diatur dalam Pasal 15 UU KUP, yang secara
garis besar menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat pajak terutang,
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila
ditemukan data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
Pengertian Data Baru, dan Data yang Semula Belum Terungkap
Gambar 7.2.SKPKBT
“data baru” adalah data atau keterangan mengenai segala
sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak
yang terutang yang oleh WP belum diberitahukan pada waktu
penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya
62
Contoh Soal:
1. Terhadap SPT PPh Pasal 23 Masa Desember 2013 a.n. PT Anggara telah
dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 1 Oktober 2014
dengan perincian sebagai berikut :
Jumlah Pokok Pajak : Rp 200.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak : Rp 156.000.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak : Rp 44.000.000,00
Sanksi Administrasi bunga pasal 13 ayat (2) : Rp 8.800.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar : Rp 52.800.000,00
Pada Bulan Maret 2015 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 23
yang belum dipotong oleh PT Anggara dan seharusnya dilaporkan dalam
SPT Masa Desember 2013 dengan jumlah pokok pajak Rp30.000.000,00
sehingga seharusnya jumlah pokok pajak pada masa Desember adalah
Rp230.000.000,00.
DJP menerbitkan SKPKBT tanggal 17 Maret 2015 dengan rincian
sebagai berikut :
Jumlah Pajak : Rp 230.000.000,00
Jumlah Pajak yang telah ditetapkan : Rp 200.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak : Rp 30.000.000,00
Sanksi Administrasi (kenaikan 100%) : Rp 30.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar : Rp 60.000.000,00
63
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak.
Gambar 7.3. Skema SKPN
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari
pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diterbitkan
sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan
restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB.
Pemeriksaan
Jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama
dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak
SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL
64
Gambar 7.4. Skema SKPLB
Gambar 7.5. Alasan Permohonan Pengembalian Pajak yang
Seharusnya Tidak Terutang
Penelitian
65
Dalam hal SPT LB diajukan restitusi, Dirjen Pajak harus
menerbitkan surat ketetapan pajak (SKPLB, SKPN atau SKPKB) dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan tersebut belum diterbitkan SKPLB, maka permohonan restitusi
wajib pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 (dua belas) bulan
tersebut terlewati. Atas pajak yang lebih dibayar ini (sama dengan lebih
bayar pada SPT) ditambah imbalan bunga 2% per bulan (Pasal 17B
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ).
e. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
(SKPPKP)
Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut diajukan oleh
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Dirjen Pajak setelah melakukan
penelitian harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan
diterima (untuk PPh) dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan
diterima (untuk PPN).
Setelah menerbitkan SKPPKP tersebut di atas, Dirjen Pajak masih
dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dimaksud dan
menerbitkan surat ketetapan pajak. Apabila hasil pemeriksaan tersebut
berupa SKPKB, jumlah kekurangan pajaknya dikenakan sanksi kenaikan
100%.
f. Wajib Pajak Kriteria dan Persyaratan Tertentu
66
Contoh Soal :
1. Pada Tahun 2010 atas PT “X” telah diterbitkan SKPPKP sebesar Rp
80.000.000,- untuk PPh Badan Tahun Pajak 2009. Di Tahun 2012,
dilakukan pemeriksaan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2009 dengan hasil
sebagai berikut:
PPh terutang sebesar Rp 100.000.000,-
Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22 Rp 20.000.000,-
- PPh Pasal 23 Rp 40.000.000,-
- PPh Pasal 25 Rp 90.000.000,-
Bagaimana ketetapan pajak atas hasil pemeriksaan tersebut?
SKPKB PPh dengan perhitungan sebagai berikut:
PPh yang terutang sebesar (a) Rp 100.000.000,-
Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22 Rp 20.000.000,-
- PPh Pasal 23 Rp 40.000.000,-
- PPh Pasal 25 Rp 90.000.000,-
(b) Rp 150.000.000,-
SKPPKP (c) Rp 80.000.000,-
Jumlah pajak yang dapat dikreditkan (d=b-c) Rp 70.000.000,-
Pajak yang kurang dibayar (a-d) Rp 30.000.000,-
Sanksi administrasi kenaikan 100% Rp 30.000.000,-
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,-
67
2. PT Calvin adalah Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan video game, menyampaikan SPT PPh Badan tahun 2013
pada tanggal 30 April 2014, dengan rincian :
Penghasilan Neto : Rp 25.000.000.000,-
PPh Terutang : Rp 6.250.000.000,-
Kredit Pajak : Rp 5.000.000.000,-
Pajak yang kurang dibayar : Rp 1.250.000.000,-
Kekurangan PPh Pasal 29 tersebut telah dibayar tanggal 27 April 2014
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto
seharusnya adalah Rp16.000.000.000,- sehingga PPh terutang
seharusnya Rp 4.000.000.000,-
DJP menerbitkan SKPLB dengan rincian :
Pajak yang terutang : Rp 4.000.000.000,-
Jumlah Kredit Pajak : Rp 6.250.000.000,-
Jumlah kelebihan pembayaran pajak : Rp 2.250.000.000,-
g. Surat Tagihan Pajak (STP)
STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Gambar 7.6. Skema STP
68
Gambar 7.7. Skema STP Bunga Penagihan
Contoh Soal:
1. Tn. Billy menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa
Februari 2014 dengan kondisi kurang bayar sebesar Rp120.000,- pada
tanggal 20 Maret 2014. Dari hasil penelitian ternyata seharusnya terdapat
kurang bayar sebesar Rp210.000,-. STP diterbitkan pada tanggal 12 Mei
2014.
Penghitungan STP tersebut adalah :
Pokok Pajak yang kurang dibayar : Rp90.000,-
Sanksi administrasi berupa bunga : 90.000 x 2% x 3 Rp 5.400,-
Pajak yang masih harus dibayar Rp95.400,-
Penghitungan 3 bulan adalah sejak tanggal jatuh tempo pembayaran
sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak
69
2. PT. Minahasa Makmur adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
melakukan penjualan BKP dengan harga jual Rp350.000,- pada masa
Maret 2014. Atas penjualan tersebut tidak diterbitkan faktur pajak. Atas
hal tersebut dapat diterbitkan STP dengan sanksi denda sebesar
Rp350.000 x 2% = Rp7.000,-. Selain itu jika dilakukan penelitian atau
pemeriksaan, Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga apabila terdapat kekurangan bayar atas PPN-nya.
3. PT Meong adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan kegiatan
perdagangan hewan peliharaan, menyampaikan SPT PPh Badan tahun
2013 pada tanggal 30 April 2014, dengan rincian sebagai berikut :
Penghasilan Neto : Rp 125.000.000.000,-
PPh Terutang : Rp 31.250.000.000,-
Kredit Pajak : Rp 25.400.000.000,-
PPh yang kurang dibayar : Rp 5.850.000.000,-
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tanggal 28 April 2014
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata penghasilan neto
seharusnya Rp150.000.000.000,- sehingga PPh terutang seharusnya
adalah Rp37.500.000.000,-
DJP menerbitkan SKPKB tanggal 28 Desember 2014 dengan rincian :
Jumlah Pokok Pajak : Rp 37.500.000.000,-
Jumlah Kredit Pajak : Rp 31.250.000.000,-
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak : Rp 6.250.000.000,-
Sanksi Administrasi (bunga 12 bulan) : Rp 1.500.000.000,-
Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar : Rp 7.750.000.000,-
70
RANGKUMAN
1. Pada prinsipnya pembayaran pajak oleh Wajib Pajak tidak tergantung pada
adanya penerbitan surat ketetapan pajak (self assessment).
2. Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
3. Produk hukum yang diterbitkan oleh fiskus sebagai akibat dari proses
penetapan pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan/atau Surat
Tagihan Pajak (STP).
LATIHAN
1. Jelaskan produk hukum apa saja yang dapat diterbitkan oleh DJP
berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan maupun penagihan!
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)!
71
VIII. PENAGIHAN PAJAK
Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan terhadap Penanggung
Pajak karena yang bersangkutan mempunyai utang pajak yang tidak
dibayar atas suatu atau beberapa surat ketetapan pajak yang telah jatuh
tempo (1 bulan sejak tanggal penerbitan). Utang pajak adalah pajak yang
masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda
atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat
sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
8.1. Utang Pajak
Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
Seketika dan Sekaligus dijelaskan bahwa utang pajak adalah pajak yang
masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi sebagaimana ditetapkan
dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB),
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SKBKB), Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Tambahan
(SKBKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami ketentuan mengenai penagihan pajak
72
8.2. Penanggung Pajak
Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban Wajib Pajak atau orang yang nyata-nyata ikut dalam
menjalankan perusahaan walaupun tidak ada dalam susunan pengurus
perusahaan, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tindakan penagihan pajak berupa sita dapat dilakukan terhadap harta
pribadi milik penanggung pajak apabila petugas pajak (jurusita pajak)
tidak dapat menemukan harta yang dapat disita ditempat kedudukan dan
atau tempat usaha Wajib Pajak.
8.3. Mengangsur dan Menunda Pembayaran Pajak
Apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami
keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban
pajaknya (melunasi utang pajaknya) pada waktunya, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk mengangsur atau menunda
pembayaran:
1. Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah;
2. Kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% perbulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari
bulan dihitung penuh satu bulan.
73
Contoh:
Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp 1.120.000,00 yang diterbitkan
pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1
Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur
pembayaran pajak dalam jangka waktu lima bulan dengan jumlah yang
tetap sebesar Rp 224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk
setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
a. Jika Wajib Pajak mengangsur:
Angsuran ke-1 : 2% x Rp 1.120.000,00 = Rp 22.400,00
Angsuran ke-2 : 2% x Rp 896.000,00 = Rp 17.920,00
Angsuran ke-3 : 2% x Rp 672.000,00 = Rp 13.440,00
Angsuran ke-4 : 2% x Rp 448.000,00 = Rp 8.960,00
Angsuran ke-5 : 2% x Rp 224.000,00 = Rp 4.480,00
Total bunga atas angsuran = Rp 67.200,00
b. Jika Wajib Pajak menunda :
Misalnya, Wajib Pajak diperbolehkan menunda sampai tanggal 30
Juni 2009 (5 bulan), maka dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga atas penundaan pembayaran sebesar:
5 x 2% x Rp 1.120.000,00 = Rp 112.000,00
8.4. Dasar Penagihan Pajak
Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak oleh Direktur
Jenderal Pajak adalah:
a. Surat Tagihan Pajak
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
d. Surat Ketetapan Pembetulan
e. Surat Ketetapan Keberatan
f. Putusan Banding
g. Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah,
tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.
74
8.5. Proses Penagihan
Gambar 8.1. Alur dan Jadwal Penagihan Pajak
No.
JENIS TINDAKAN
ALASAN
WAKTU
PELAKSANAAN
1. Penerbitan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis
(Pasal 8 sampai dengan
Pasal 11 Peraturan Menteri
Keuangan
No:24/PMK.03/2008
jo PMK-85/PMK.03/2010)
Penanggung Pajak
tidak melunasi
utang pajaknya
sampai dengan
jatuh tempo
Setelah 7 (tujuh)
hari sejak saat
jatuh tempo
75
2. Penerbitan Surat Paksa
(Pasal 7 UU No.19/2000 dan
Pasal 15 sampai Pasal 23
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor:24/PMK.03/2008 jo
PMK-85/PMK.03/2010)
Penanggung Pajak
tidak melunasi
utang pajaknya
dan kepadanya
telah diterbitkan
Surat Teguran atau
Surat Peringatan
atau surat lain yang
sejenis
Setelah lewat 21
hari sejak di
terbitkannya
Surat Teguran
atau Surat
Peringatan atau
surat lain yang
sejenis
3. Penerbitan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan
(Pasal12UU No.19/2000)
Penanggung Pajak
tidak melunasi
utang pajaknya
dan kepadanya
telah
diberitahukan Surat
Paksa
Setelah lewat
2x24 jam Surat
Paksa
diberitahukan
kepada
Penanggung Pajak
4. Pengumuman Lelang
(Pasal 26 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor:
24/PMK.03/2008 jo PMK-
85/PMK.03/2010)
Setelah
pelaksanaan
penyitaan ternyata
Penanggung Pajak
tidak melunasi
utang pajaknya
Setelah lewat
waktu
14 (empatbelas)
hari sejak tanggal
pelaksanaan
penyitaan
5. Penjualan/Pelelangan
Barang Sitaan
(UU No.19/2000 Pasal 26)
Pasal 28 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor:
24/PMK.03/2008 jo PMK-
85/PMK.03/2010)
Setelah
pengumuman
lelang ternyata
Penangung Pajak
tidak melunasi
utang pajaknya
Setelah lewat
waktu 14 (empat
belas) hari sejak
Pengumuman
Lelang
76
Penjelasan jangka waktu penyampaian Surat Teguran:
1. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya
jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan dan WP tidak mengajukan keberatan
atas SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat
Teguran setelah lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan keberatan
2. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah
pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan WP mengajukan permohonan banding atas
keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau
SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding
3. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah
pajak yang masih dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan mengajukan permohonan banding atas
keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau
SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih
harus dibayar berdasarkan Putusan Banding
4. Dalam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang
masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan
5. Dalam hal WP mencabut pengajuan keberatan atas
SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan
tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk
Hadir oleh WP, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah
7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan
tersebut
6. Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan
Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB,
77
SKBKBT, STB, atau Surat Keputusan Pembetulan, surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari
sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.
Penyampaian Surat teguran dapat dilakukan secara langsung,
melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan
bukti pengiriman surat.
8.6. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak atau Penanggung Pajak selama
Penagihan
Wajib Pajak/Penanggung Pajak berhak:
a. Meminta Jurusita Pajak memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal
Jurusita Pajak.
b. Menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan.
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang
d. Sebelum pelaksanaan lelang, Wajib Pajak/Penanggung Pajak diberi
kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak
termasuk biaya penyitaan, iklan dan biaya pembatalan lelang
dan melaporkan pelunasan tersebut kepada Kepala KPP yang
bersangkutan.
e. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang.
Kewajiban Wajib Pajak/ Penanggung Pajak
a. Membantu Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya;
Memperbolehkan Jurusita Pajak memasuki ruangan, tempat
usaha/tempat tinggal WP/Penanggung Pajak;
Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.
b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau
dipindahkan.
78
8.7. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Adalah Penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada
penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan
Tahun Pajak. Penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan karena;
1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau berniat untuk itu
2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau
yang dikuasai dalam rangka menghentikan/ mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia
3. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan
badan usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha,
atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang
dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya
4. badan usaha akan dibubarkan oleh negara
5. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
8.8. Hak Mendahulu
Maksud dari hak mendahulu adalah memberi kesempatan kepada
Pemerintah (kedudukannya sebagai kreditur preferen) untuk mendapatkan
bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang
milik Penaggung Pajak dimuka umum guna menutupi atau melunasi utang
pajaknya.
a. Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang
Wajib Pajak begitu pula atas barang-barang milik wakil yang menurut
peraturan perpajakan bertanggung jawab secara pribadi dan/atau
secara renteng.
b. Ketentuan tentang hak mendahulu, meliputi pokok pajak, bunga, dan
denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan.
c. Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali terhadap :
79
• Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu
penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun
tidak bergerak.
• Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang
dimaksud
• Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena pelelangan
dan penyelesaian suatu warisan, biaya ini didahulukan daripada
gadai dan hipotek
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka
kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya
sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak
Wajib Pajak tersebut.
Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak
tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut:
a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi
maka jangka waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak pemberitahuan
Surat Paksa; atau
b. dalam diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran
pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung
sejak batas akhir penundaan diberikan.
8.9. Daluwarsa Penagihan
Saat daluwarsa penagihan pajak perlu ditetapkan untuk memberi kepastian
hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.
80
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan,
dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
1. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Teguran dan menyampaikan
Surat Paksa kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan
pembayaran utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak
tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
2. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara:
• Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran dan penundaan
pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran.
Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal
surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang
pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
• Wajib Pajak mengajukan permohonan pengajuan keberatan. Dalam
hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal surat
keberatan Wajib Pajak diterima Direktur Jenderal Pajak.
• Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya.
Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal
pembayaran sebagian utang pajak tersebut.
3. Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal
penerbitan ketetapan pajak tersebut.
8.10. Hapusnya Piutang Pajak
Penghapusan piutang pajak diatur dalam pasal 24 UU KUP, dimana
penghapusan tersebut harus didasari Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
81
Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menetukan
besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi.
Hal-hal yang dapat menyebabkan dihapuskannya piutang pajak, antara
lain:
1. WP telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau
kekayaan
2. WP badan yang telah selesai proses pailitnya
3. WP yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak
4. Hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan, adalah piutang pajak yang tercantum
pada:
1. STP
2. SKPKB
3. SKPKBT
4. SPT Pajak Terhutang PBB
5. Surat Ketetapan Pajak
6. Surat Ketetapan Pajak Tambahan
7. SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah.
8.10. Bunga Penagihan
Apabila atas pajak yang terutang pada SKPKB atau SKPKBT dan
tambahan yang harus dibayar berdasarkan SK Pembetulan, SK
Keberaratan atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa buga sebesar 2 %
sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
sampai dengan pembayaran atau tanggal diterbitkannya STP dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
82
Contoh :
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Badan
Pada tanggal 18 Oktober 2014 diterbitkan SKPKB atas nama PT. Jujur
Setia dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp100.000,-.
Wajib Pajak membayar utang pajak tersebut pada tanggal 20 November
2014 (sudah melewati jatuh tempo). Apabila pada tanggal 21 November
2014 diterbitkan Surat Tagihan Pajak Bunga Penagihan (STP Bunga
Penagihan) maka:
1. Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga yang dihitung satu bulan
= 1 x 2% x Rp 100.000 = Rp 2.000,00. Bunga tersebut ditagih dengan
STP Bunga Penagihan sebesar Rp2.000,00.
2. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, juga dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan, dan
bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.
3. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT
dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari
jumlah pajak sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran
pajak tersebut dikenakan bunga 2 % sebulan yang dihitung dari saat
berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sampai dengan tanggal
dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1(satu) bulan.
83
RANGKUMAN
1. Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat
ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban Wajib Pajak atau orang yang nyata-nyata ikut dalam
menjalankan perusahaan walaupun tidak ada dalam susunan pengurus
perusahaan, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
perbulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan
dihitung penuh satu bulan.
4. Penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak yang dilaksanakan
oleh Jurusita Pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
5. Hak mendahulu adalah hak Pemerintah (dalam kedudukannya sebagai
kreditur preferen) untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain
atas hasil pelelangan barang-barang milik Penaggung Pajak dimuka umum
guna menutupi atau melunasi utang pajaknya.
6. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan,
dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
84
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian Penanggung Pajak!
2. Apakah yang dimaksud dengan penagihan seketika dan sekaligus?
3. Sebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya piutang pajak!
85
IX. SENGKETA PAJAK
Sengketa pajak dapat terjadi antara Wajib Pajak dengan petugas pajak yang
biasanya timbul karena perbedaan persepsi dalam interpretasi atas peraturan
perundang-undangan perpajakan. Persepsi petugas pajak secara yuridis biasanya
diwujudkan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB maupun SKPN. Dalam
menyelesaikan persengketaan antara Wajib Pajak dan petugas pajak, sebenarnya
peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia telah memberikan beberapa
solusi penyelesaiannya, antara lain:
a. Penyelesaian di Direktorat Jenderal Pajak
Pembetulan ketetapan pajak
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
Pengurangan atau pembatalan STP
Pembatalan hasil pemeriksaan dan SKP-nya
Keberatan
b. Penyelesaian di Pengadilan Pajak
Gugatan
Banding
c. Penyelesaian di Mahkamah Agung
Peninjauan Kembali (PK)
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai pembetulan
ketetapan pajak, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi,
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, keberatan, banding, dan
gugatan
86
9.1. Pembetulan Ketetapan Pajak
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, petugas pajak secara
manusiawi bisa saja melakukan kesalahan seperti kesalahan tulis, kesalahan
hitung dan kesalahan penerapan peraturan perpajakan. Sepanjang ditemukan
kesalahan, maka baik secara jabatan maupun permohonan wajib pajak dapat
dilakukan pembetulan. Yang dimaksud dengan salah tulis, salah hitung, dan
salah penerapan adalah :
a. Kesalahan tulis, yaitu antara lain kesalahan penulisan nama , alamat,
NPWP, nomor ketetapan pajak, jenis pajak, masa atau tahun pajak
dan tanggal jatuh tempo
b. Kesalahan hitung, yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan
dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu
bilangan
c. Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam
penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi,
kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), kekeliruan
penghitungan PPh dalam tahun berjalan dan kekeliruan dalam
pengkreditan pajak.
Sebenarnya kesalahan tulis, kesalahan hitung dan kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam perturan perundang-undangan perpajakan
tidak menimbulkan persengketaan pajak karena sudah bersifat pasti.
Misalnya apabila petugas pajak menulis nama Wajib Pajak tidak perlu
dipersengketakan karena kesalahannya tidak perlu diperdebatkan atau
disengketakan.
Yang dapat dilakukan pembetulan adalah ketetapan pajak berupa:
1. Surat Ketetapan Pajak
2. Surat Tagihan Pajak
3. Surat Keputusan Pembetulan
4. Surat Keputusan Keberatan
87
5. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
6. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
7. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak
8. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak
9. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
10.Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
Akibat adanya pembetulan ketetapan ini, mengakibatkan jumlah utang
pajak dari ketetapan-ketetapan pajak diatas menjadi berubah. Adanya
perubahan ini mengakibatkan adanya dasar penagihan pajak yang baru.
Jangka waktu penyelesaian permohonan adalah paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima. Direktorat Jenderal
Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan
Wajib Pajak tersebut. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, tetapi
Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan
pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Apabila permohonan diatas ditolak atau dikabulkan sebagian, maka
Wajib Pajak berhak meminta keterangan dan Direktur Jenderal Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar
untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak
tersebut.
9.2. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, Pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak, Pengurangan atau pembatalan STP,
Pembatalan hasil pemeriksaan dan SKP-nya
Dalam keadaan tertentu, ada pengenaan sanksi atas Surat Tagihan
Pajak, surat ketetapan pajak dan penetapan lainnya dapat dikurangkan atau
bahkan dihapuskan. Selain itu adanya ketetapan pajak yang secara prosedural
ternyata tidak memenuhi persyaratan maka dapat dibatalkan atau dihapuskan.
Pengurangan, penghapusan atau pembatalan ini dapat dilakukan secara
jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak atau melalui permohonan Wajib Pajak,
yang terdiri dari :
88
1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Misalnya Wajib Pajak menyampaikan SPT melalui pos dan menerima
resi atas pengiriman tersebut. Ternyata pihak Kantor Pelayanan Pajak
tidak menerima SPT tersebut sehingga diterbitkan STP dan Wajib Pajak
dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Atas hal tersebut Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dihapuskan sanksinya
dengan memberikan bukti resi bahwa Wajib Pajak telah
menyampaikan SPT tepat waktu.
2. Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak
benar. Misalnya dalam hal ini Wajib Pajak menyampaikan permohonan
keberatan atas surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Pajak tetapi ternyata tidak memenuhi persyaratan formal
sesuai dengan pasal 25 UU KUP, maka atas permohonan Wajib Pajak
dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau
membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
3. Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar. Contoh adanya
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagai akibat
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang
menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
4. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari
hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib
Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak
89
yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan
dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.
Gambar 9.1. Mekanisme Melakukan Permohonan dan Pencabutan
Permohonan
Gambar 9.2. Skema Batasan Melakukan Permohonan
90
Gambar 9.3. Bentuk Keputusan Permohonan Pengurangan,
Penghapusan atau Pembatalan
9.3. Keberatan
Dalam pemeriksaan pajak yang produk hukumnya berupa surat
ketetapan pajak, sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat atas hasil
pemeriksaan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak. Akibatnya, dapat
timbul sengketa pajak antara pihak-pihak tersebut. Wajib Pajak diberi hak
untuk menyampaikan permohonan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak.
Permohonan keberatan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan formal agar
dapat diproses. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan baik menerima, menerima sebagian, menolak dan menambah
jumlah pajak terutang. Selain hal tersebut diatas yang dapat diajukan
permohonan keberatan apabila ada pemotongan dan/atau pemungutan oleh
pihak lain.
Hal – Hal Yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
91
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
5. Pemotongan atau Pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Syarat formal pengajuan permohonan keberatan :
Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud diatas, bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
Format surat permohonan keberatan secara redaksional tidak diatur
khusus, sehingga Wajib Pajak dapat membuat surat permohonan keberatan
secara bebas sepanjang memenuhi persyaratan formal seperti tersebut diatas.
92
Cara Penyampaian Surat Keberatan
Dimungkinkan Wajib Pajak belum mendapat penjelasan yang memadai
atas surat ketapan pajak atau pemotongan dan/atau pemungutan pihak lain.
Jika diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau
pemungutan pajak.
Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang antara lain mengatur tentang
pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau
memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. Apabila Wajib Pajak tidak
menggunakan hak tersebut maka proses keberatan tetap dapat diselesaikan.
93
Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis. Hal ini untuk menguatkan
argumentasi dari Wajib Pajak sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan.
Hasil dan Cara Penyampaian Keputusan Keberatan
94
Sanksi Administrasi atas hasil Pengajuan Keberatan
Contoh :
Untuk tahun pajak 2013, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00
diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib
Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar
Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut
sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi
lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar
Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi
administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 yaitu bunga penagihan atas
keterlambatan pembayaran setelah jatuh tempo, tetapi dikenai sanksi sesuai
penjelasan diatas, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000,00 –
Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00
Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana
dimaksud penjelasan diatas tidak dikenakan.
95
Khusus bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan atas ketetapan
pajak yang ditetapkan secara jabatan (ex officio), yaitu SKPKB yang
diterbitkan karena:
1. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan meskipun telah ditegur
secara tertulis
2. Tidak memenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan
3. Menolak untuk memberikan kesempatan kepada pejabat pemeriksa
memasuki tempat-tempat tertentu yang dipandang perlu, dalam rangka
pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang
Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak
tersebut Apabila Wajib Pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran surat
ketetapan pajak secara jabatan itu, maka keberatannya ditolak.
Proses Penyelesaian di Pengadilan Pajak Gugatan
Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat mengajukan gugatan kepada
hanya badan peradilan pajak terhadap:
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
pengumuman lelang.
2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan
selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 UU KUP,
seperti SKPPKP atau SPMKP
3. Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang
berkaitan dengan STP
4. Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi atau Keputusan
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan dengan STP
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
a. Gugatan terhadap angka 1, diajukan paling lambat 14 hari sejak
pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang
96
b. Gugatan terhadap angka 1, 2 dan 3 diajukan paling lambat 30 hari sejak
tanggal diterima keputusan yang digugat.
Ketentuan Pengajuan Gugatan
1. Gugatan diajukan kepada pengadilan pajak, dengan syarat:
2. Gugatan diajukan secara tertulis kepada pengadilan pajak dalam bahasa
Indonesia
3. Satu gugatan adalah untuk satu keputusan atau satu pelaksanaan penagihan
4. Diajukan oleh Penggugat, ahli waris, pengurus atau kuasa hukumnya
5. Disertai alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal surat keputusan yang
di gugat
6. Dilampirkan surat keputusan yang di gugat.
Pada prinsipnya gugatan tidak menunda kewajiban perpajakan dan tidak
menghalangi pelaksanaan penagihan pajak. Namun penggugat dalam
gugatannya dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan penagihan pajak
tersebut ditunda. Permohonan penggugat tersebut dapat dikabulkan melalui
suatu Putusan Sela sebelum ditetapkannya putusan atas pokok sengketa,
dengan syarat apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang
mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan
penagihan dilaksanakan.
Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Wajib Pajak
Apabila persyaratan formal telah dipenuhi, maka pengadilan pajak akan
memproses pengajuan gugatan WP melalui pemeriksaan acara biasa dan harus
memberi putusan atas permohonan gugatan WP paling lama 6 bulan sejak
surat gugatan diterima.
Hal-hal lain yang berkaitan dengan banding dan gugatan diatur dalam
Undang-Undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
97
9.4. Banding
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang
diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada
pengadilan pajak.
Banding diajukan hanya kepada badan peradilan pajak atas surat
keputusan keberatan, dengan syarat :
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima
Wajib Pajak
c. Alasan yang jelas
d. Dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan
e. Satu Banding adalah untuk satu Surat Keputusan Keberatan
Jika diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar surat keputusan keberatan diterbitkan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25
ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan
Putusan Banding. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
permohonan keberatan sebagaimana dimaksud penjelasan diatas tidak
termasuk sebagai utang pajak sampai dengan adanya putusan banding. Dalam
hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Contoh penghitungan lanjutan dari penghitungan keberatan diatas :
Selanjutnya apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan
hasil Putusan Pengadilan Pajak terkait besarnya pajak yang masih harus
dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00. Dalam hal ini baik sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana
98
diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, sebesar 100% x
(Rp450.000.000,00 – Rp200.000.000,00) = Rp250.000.000,00.
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di
lingkungan peradilan tata usaha negara. Apabila persyaratan formal telah
dipenuhi, maka pengadilan pajak akan memproses pengajuan banding WP
melalui berita cara biasa dan harus memberi putusan atas permohonan
banding WP paling lama 12 bulan sejak surat banding diterima.
Terhadap Gugatan/ Banding dapat diajukan surat pernyataan
pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
Gugatan/ Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
a. penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan
diajukan sebelum sidang;
b. putusan Majelis/ Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal
surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas
persetujuan tergugat.
Gugatan/ Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan
tidak dapat diajukan kembali.
9.5. Proses Penyelesaian di Mahkamah Agung (MA) Peninjauan Kembali
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan
Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan
Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan
hanya dapat diajukan 1 (satu) kali dan bila dicabut sebelum diputus maka
tidak dapat diajukan kembali.
Alasan-Alasan Peninjauan Kembali
1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu
2. Terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan
99
3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut
4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya
5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Jangka Waktu Peninjauan Kembali
a. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat atau diketemukan bukti tertulis baru
b. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud
dengan alasan angka 3, 4 dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak
putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak
Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Wajib Pajak
Mahkamah Agung mengambil putusan atas permohonan Peninjauan
Kembali yang diajukan wajib pajak:
1. dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan Peninjauan
Kembali diterima oleh Mahkamah Agung dalam hal putusan
Pengadilan Pajak diambil diambil melalui pemeriksaan acara biasa
2. dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan Peninjauan
Kembali diterima oleh Mahkamah Agung dalam hal putusan
Pengadilan Pajak diambil melalui pemeriksaan acara cepat.
100
RANGKUMAN
1. Sengketa pajak dapat terjadi antara Wajib Pajak dengan petugas pajak yang
biasanya timbul karena perbedaan persepsi dalam interpretasi atas peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Penyelesaian di Direktorat Jenderal Pajak, melalui:
Pembetulan ketetapan pajak
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
Pengurangan atau pembatalan STP
Pembatalan hasil pemeriksaan dan SKP-nya
Keberatan
3. Penyelesaian di Pengadilan Pajak, melalui proses:
Gugatan
Banding
4. Penyelesaian di Mahkamah Agung, melalui proses:
Peninjauan Kembali (PK)
LATIHAN
1. Sebutkan penyebab dilakukannya pembetulan ketetapan pajak!
2. Sebutkan persyaratan formal pengajuan permohonan keberatan!
3. Sebutkan persyaratan formal pengajuan permohonan banding!
101
X. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA
10.1. Restitusi
Kelebihan pembayaran pajak terjadi apabila dalam berdasarkan
pemeriksaan pajak terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, maka atas hal
tersebut Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak,
setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak
yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran
pajak yang telah ditetapkan.
Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal
17D dikembalikan, dengan ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib Pajak
mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut.
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai restitusi dan Imbalan Bunga
102
a. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan pasal
17B
Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan
penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana
di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada
Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada
Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak
berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
B. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sesuai dengan Pasal
17C
1. Direktorat Jenderal Pajak cukup melakukan penelitian dan produk
hukum yang dikeluarkan bukan SKPLB tetapi Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (karena hasil dari
penelitian tetapi fungsinya sama dengan SKPLB).
2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas SPT Lebih
Bayar dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
103
dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh),
menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak (SKPPKP) paling lambat :
a. 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak
Penghasilan
b. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak
Pertambahan Nilai.
sejak permohonan diterima secara lengkap.
Permohonan disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat
Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri. Apabila setelah jangka
waktu tersebut terlewati SKPPKP belum diterbitkan, maka Kepala
Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan SKPPKP paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Kemudian dalam satu bulan setelah SKPPKP diterbitkan, aparat pajak
harus menerbitkan SPMKP setelah diperhitungkan jumlah utang
pajaknya. Keterlambatan penerbitan SPMKP juga menyebabkan
Wajib Pajak berhak menerima imbalan bunga sebesar 2% sebulan.
3. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak Kriteria Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak (dapat
berupa SKPKB, SKPLB maupun SKPN), setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
4. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak.
Kriteria Wajib Pajak yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Wajib Pajak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dalam hal memenuhi persyaratan/kriteria sebagai
berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua
jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.
104
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali
telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
4. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian
sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Syarat laporan yang diaudit :
* Disusun dalam bentuk panjang (long form report)
* Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Wajib Pajak yang memiliki kriteria-kriteria tersebut diatas disebut sebagai
Wajib Pajak Patuh dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atas
nama Direktur Jenderal Pajak pada setiap bulan Januari.
C. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan pasal 17D
1. Direktorat Jenderal Pajak cukup melakukan penelitian dan produk
hukum yang dikeluarkan bukan SKPLB tetapi Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (karena hasil dari
penelitian tetapi fungsinya sama dengan SKPLB).
2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas SPT Lebih
Bayar dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh),
menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak (SKPPKP) paling lambat :
a. 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak
Penghasilan
b. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak
Pertambahan Nilai.
3. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak Kriteria Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak (dapat
105
berupa SKPKB, SKPLB maupun SKPN), setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
4. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak.
Kriteria Wajib Pajak yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak adalah:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu;
c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah
lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
Alur restitusi pasal 17C dan 17D
106
Jangka Waktu Penerbitan SKPPKP
D. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan pasal 17E
Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan
pembelian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak
dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibayar. Ketentuan mengenai ini
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan
pelaksanaannya.
10.2. Imbalan Bunga
Atas kelebihan pembayaran pajak selain yang dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal
17D juga atas Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, dan Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali, serta Surat Keputusan Pemberian Imbalan
107
Bunga dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata
Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk
melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
108
109
110
111
RANGKUMAN
1. Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal 17D
dikembalikan, dengan ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib Pajak
mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut.
2. Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan
pembelian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak
dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibayar.
LATIHAN
1. Jelaskan jangka waktu penyelesaian kelebihan pembayaran pajak sesuai
dengan pasal 17B!
2. Jelaskan kaitan antara pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan
utang pajak!
112
XI. KETENTUAN PIDANA
Suatu tindakan akan dikatakan sebagai suatu tindak pidana apabila
tindakan tersebut masuk kriteria tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
mengenai pidana. Dalam bidang perpajakan, meskipun masuk ke dalam
ranah tindak pidana umum, namun memiliki udang-undang khusus yang
mengatur tindak pidana tersebut, yaitu UU KUP. Dalam UU KUP, diatur
bagi beberapa pihak yang terkait dengan ketentuan pidana, yaitu :
1. Setiap orang selaku Wajib Pajak (WP)
2. Pejabat Pajak (fiskus)
3. Pihak Ketiga
4. Setiap orang yang menghalangi Penyidikan.
11.1. Ketentuan Pidana untuk Setiap Orang Selaku Wajib Pajak (WP)
A. Alpa (Pasal 38 UU KUP)
Alpa adalah perbuatan tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau tidak
mempedulikan kewajibannya, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa
alpa adalah perbuatan yang oleh pelakunya tidak dimengerti dan tidak
disadari akan akibat dari perbuatan tersebut.
Pasal 38 UU KUP
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan
perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang
pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami tindak pidana di bidang Perpajakan
113
didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga)
bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Jika kita perhatikan kalimat di Pasal 38 diatas, ada pernyataan seperti ini,
“perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama
kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A”
Berikut ini adalah kutipan Pasal 13A UU KUP:
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali
dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah
pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Yang menarik dari Pasal 13A ini adalah “kealpaan tersebut
pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak”, artinya di UU KUP kita dikenal
istilah alpa pertama, alpa kedua, dan seterusnya. Hal ini juga menjadi
pegangan bagi hakim di Pengadilan untuk memutuskan vonis bahwa Pasal
38 UU KUP hanya diterapkan (khususnya untuk tahun pajak 2008 dan
seterusnya) jika seorang Wajib Pajak sudah dikenakan sanksi Pasal 13A
UU KUP.
B. Sengaja
Pasal 39 ayat (1) UU KUP
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak
114
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Kena Pajak
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lain
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11)
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
C.Pengulangan
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan, maka sanksi pidana ditambahkan 1 (satu) kali
menjadi 2 (dua) kali.
115
D.Percobaan
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak
4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan.
11.2. Ketentuan Pidana bagi Pejabat Pajak (Fiskus)
Dalam melakukan tugas perpajakan, fiskus juga harus menaati peraturan
yang telah dibuat dalam KUP pada Pasal 34, dan jika tidak maka fiskus
dapat dikenakan sanksi seperti yang dijelaskan pada Pasal 41 UU KUP.
UU KUP mengatur tugas dari fiskus agar WP merasa aman dalam
melaksanakan tugas perpajakannya, baik dalam hal kerahasiaan data
pribadi nyata maupun data pajaknya.
Sanksi pidana Pasal 41 UU KUP:
1. Dalam hal pelanggaran dilakukan pejabat karena kealpaan maka
diancam pidana berupa pidana kurungan paling lama 1 tahun dan
denda paling banyak 25 juta
2. Dalam hal pelanggaran dilakukan pejabat dengan sengaja maka
diancam pidana berupa pidana penjara paling lama 12 tahun dan
denda paling banyak 50 juta
Sanksi pidana bagi pejabat akan dikenakan jika ada pengaduan dari orang
yang kerahasiaannya dilanggar.
116
11.3. Ketentuan Pidana bagi Pihak Ketiga
Bagi pihak ketiga yang memiliki hubungan dengan WP seperti Bank,
Akuntan Publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi wajib
memberikan keterangan atau bukti yang diminta dalam rangka
pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau tindak pidana dibidang
perpajakan. Apabila kewajiban ini dilanggar maka merupakan tindak
pidana di bidang perpajakan. Tindak pidana ini berupa sengaja:
1. Tidak memberi keterangan atau bukti
2. Memberi keterangan atau bukti yang tidak benar
Sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda
paling banyak Rp25.000.000,00.
11.4. Ketentuan Pidana bagi Setiap orang yang menghalangi Penyidikan
Bagi setiap orang yang menghalangi penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan diancam sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 3
tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00. Sanksi pidana ini
berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau
yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
117
RANGKUMAN
1.. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai suatu tindak pidana apabila tindakan
tersebut masuk kriteria tindak pidana berdasarkan undang-undang mengenai
pidana.
2. Alpa adalah perbuatan tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau tidak
mempedulikan kewajibannya, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa alpa
adalah perbuatan yang oleh pelakunya tidak dimengerti dan tidak disadari
akan akibat dari perbuatan tersebut
LATIHAN
1. Jelaskan kriteria alpa yang terdapat dalam Pasal 38 UU KUP!
2. Jelaskan kriteria sengaja yang terdapat dalam Pasal 39 ayat (1) UU KUP!
118
XII. PENYIDIKAN
12.1. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.
A. Penyidik
Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Wewenang Penyidik
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan
atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih
lengkap dan jelas
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami ketentuan tentang penyidikan
119
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
j. menghentikan penyidikan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.
C. Penghentian Penyidikan
Penyidikan dihentikan dalam hal:
a. Tidak terrdapat cukup bukti
b. Peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang
perpajakan
c. Peristiwanya telah daluwarsa
d. Tersangkanya meninggal dunia
e. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak
tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum
dilimpahkan ke pengadilan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya
dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau
kurang di bayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah
120
dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 kali jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
121
RANGKUMAN
1. Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
2. Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LATIHAN
1. Sebutkan kewenangan yang dimiliki oleh Penyidik (PPNS)!
2. Siapakah yang berhak menghentikan penyidikan karena alasan kepentingan
penerimaan negara?
122
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Sugiharto, Hari. 2011. Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Pusdiklat Pajak.
Suharsono, Agus.2014. Modul KUP, Pusdiklat Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
182/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib
Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.