I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penurunan kualitas air sungai dan tanah tentunya disebabkan oleh
pembuangan limbah cair yang langsung ke perairan. Apabila limbah cair terus
mengalir kesungai maka sepanjang aliran terjadi penyerapan oksigen terlarut dalam
air oleh bahan organik yang terkandung dalam limbah sehingga kondisi aerobik
menjadi anaerobik dan akan mematikan biota dalam air (Fardiaz, 2006).
Meningkatnya jumlah pembuangan limbah baik organik maupun anorganik ke
dalam perairan menimbulkan masalah pencemaran sehingga perlu suatu cara agar
kualitas perairan tersebut tidak menurun salah satu upaya yang dilakukan yaitu
dengan menggunakan kitosan sebagai pereduksi limbah organik dan anorganik.
Kitosan dipergunakan sebagai koagulan pada pengolah air limbah dan air bersih.
Proses koagulasi pada pengolahan air limbah dapat menurunkan kadar COD dan
BOD air limbah (Fardiaz, 2006).
Penggunaan kitosan tersebut diharapkan air limbah yang dibuang ke badan air
memenuhi standar air limbah yang telah ditetapkan oleh menteri negara
kependudukan dan lingkungan hidup (pemerintah). Berdasarkan uraian di atas maka
aplikasi kitosan terhadap reduksi beban pencemaran limbah cair organik sangat
penting untuk diterapkan secara nyata.
B. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari kemampuan kitosan dalam mereduksi beban pencemaran limbah
cair organik dan anorganik.
C. Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengetahuan serta memperluas wawasan mengenai pemanfaatan
kitosan dalam bidang penanganan pencemaran limbah cair.
2. Dapat mengaplikasikan kitosan sebagai bahan pereduksi beban pencemaran
limbah cair organik
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kitin-Kitosan
1. Kitin
Kitin berasal dari bahasa yunani chitin, yang berarti kulit kuku. Kitin merupakan
komponen utama dari eksoskeleton invertebrata, crustacea, insecta, dan juga dinding sel
dari fungi dan yeast dimana komponen ini berfungsi sebagai komponen penyokong dan
pelindung. Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4)-2-
asetamido-2-deoksi-D-glucopyranosa, dari struktur kitin terlihat bahwa kitin murni
mengandung gugus asetamido (NH-COCH3). Adapun struktur kitin dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kitin (Anonim, 2007)
2. Kitosan
Kitosan dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari
deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Kitosan
merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan. Kelarutan kitosan yang
paling baik ialah dalam larutan asam asetat 2%. Adapun struktur kitosan dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kitosan (Anonim, 2007)
B. Mekanisme Perubahan Kitin Menjadi Kitosan
Selain kitin, di dalam eksoskeleton crustacea juga terdapat protein, material
anorganik terutama kalsium karbonat, pigmen dan sebagian kecil lemak. Secara umum
pemurnian kitin secara kimiawi terdiri dari empat tahap yaitu (Fitriasti, 2010) :
1. Deproteinisasi
Tahap awal dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa, yang disebut
dengan tahap deproteinasi. Deproteinasi bertujuan untuk memisahkan protein pada
bahan dasar cangkang. Efektifitas prosesnya tergantung pada konsentrasi NaOH yang
digunakan. Reaksi deproteinase dapat dilihat dari Gambar 3 :
Gambar 3. Reaksi deproteinase (Baxter et al., 2005)
2. Demineralisasi
Tahap kedua yaitu demineralisasi. Tahap demineralisasi bertujuan untuk
memisahkan mineral organik yang terikat pada bahan dasar, yaitu CaCO3 sebagai
mineral utama dan Ca(PO4)2 dalam jumlah minor. Dalam proses demineralisasi
menggunakan larutan asam klorida encer. Gambar 4. proses penghilangan mineral
menurut:
CaCO3 (s) + 2HCl(aq) CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Ca3(PO4)2 (s) + 6HCl(aq) 3CaCl2 (aq) + 2H3PO4 (aq)
Gambar 4. Reaksi demineralisasi (Baxter et al., 2005)
3. Depigmentasi
Penghilangan zat-zat warna dilakukan pada waktu pencucian residu setelah
proses deproteinasi dan proses demineralisasi. Pada proses ini hasil dari proses
demineralisasi direaksikan lebih lanjut dengan menggunakan agensia pemutih berupa
natrium hipoklorit (NaOCl) atau peroksida. Proses decolorisasi bertujuan untuk
menghasilkan warna putih pada kitin.
4. Deasetilasi
Tranformasi kitin menjadi kitosan disebut tahap deasetilasi, yaitu dengan
memberikan perlakuan dengan basa berkonsentrasi tinggi. Reaksi deasetilasi bertujuan
untuk memutuskan gugus asetil yang terikat pada nitrogen dalam struktur senyawa kitin
untuk memperbesar persentase gugus amina pada kitosan.
Proses deasetilasi dengan menggunakan alkali pada suhu tinggi akan
menyebabkan terlepasnya gugus asetil (CH3CHO-) dari molekul khitin. Gugus amida
pada khitin akan berikatan dengan gugus hidrogen yang bermuatan positif sehingga
membentuk gugus amina bebas –NH2. Transformasi kitin dan kitosan dapat dilihat pada
Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Transformasi kitin menjadi kitosan (Baxter et al., 2005)
Gambar 6. Transformasi kitin menjadi kitosan (Baxter et al., 2005)
Deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun ezimatik.
Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan
dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi
menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga
sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses
kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan
melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik
dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik
bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan
kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang
aplikasinya (Tolaimate et al., 2003).
C. Mekanisme Kitosan Sebagai Pereduksi Limbah Organik
Limbah cair mengandung bahan-bahan organik dan berpotensi untuk
menimbulkan efek negatif. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik
yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat
tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Beberapa dampak
yang diakibatkan oleh limbah industri pengolahan perikanan, menurtut Sugiharto (1987),
antara lain :
a. Tingginya material limbah yang tidak dapat dikelola dengan baik dapat
menyebabkan penumpukan material yang berdampak adanya gangguan secara
estetika, seperti bau menyengat, timbulnya belatung karena adanya limbah yang
busuk serta lingkungan menjadi kotor.
b. Kualitas air di tempat - tempat pembuangan limbah cair menjadi menurun. Kadar
Total Suspenden Solid , BOD5 serta COD menjadi tinggi, selain itu terbentuk
endapan - endapan dari hasil pembusukan bahan organik.
c. Dampak estetika yang ditimbulkan dari limbah cair adalah pantai menjadi kotor dan
berwarna hitam. Hal tersebut dapat mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung,
sehingga dapat mengurangi pendapatan daerah dari segi pariwisata.
d. Penurunan kualitas air dapat mempengaruhi biota laut, karena kadar oksigen
menurun sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup serta pekembangan biota air
yang membutuhkan oksigen. Tingginya endapan dapat mengurangi intensitas
cahaya matahari kedalam air. Dampak secara nyata yang ditimbulkan adalah adanya
ikan - ikan yang mati dan tumbuhan air menjadi rusak.
e. Minyak dan lemak ikan dipermukaan air akan menghambat proses biologis dalam
air dan menimbulkan gas.
Menurut Harini (2003), molekul chitosan bersifat lebih kompak dibandingkan
dengan polisakarida lainnya apabila berada dalam larutan asam encer dengan kekuatan
ionik rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi. Di dalam
larutan berionik tinggi ikatan hidrogen dan gaya elektrostatik pada molekul chitosan
terganggu, konformasinya menjadi bentuk acak (random coil). Sifat fleksibel molekul
ini menjadikannya dapat membentuk baik konformasi kompak maupun memanjang
(polisakarida lain umumnya berbentuk memanjang). Adanya gugus fungsi hidroksil
primer dan sekunder mengakibatkan chitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi.
Gambar 6. Reaksi kitosan dengan asam asetat glasial (Harini, 2003)
Gambar 7. Pengikatan Protein dengan Larutan Kitosan (Harini, 2003).
D. Mekanisme Kitosan Sebagai Pereduksi Limbah Cair Anorganik
Pada penanganan limbah cair, kitosan sebagai chelating agent yang dapat
menyerap logam beracun seperti mercuri, timah, tembaga, pluranium dan uranium dalam
perairan dan untuk mengikat zat warna tekstil dalam air limbah. Kitosan juga
mengandung gugus polar dan nonpolar sehingga reaktivitasnya tinggi, yang
menyebabkan dapat mengikat air dan minyak. Melihat kitosan mernpunyai gugus amin
NH yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak serta kemampuannya membentuk gel
maka kitosan dapat berperan sebagai komponen reaktif; pengkelat, pengikat,
pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan, koagulan (Shahidi et al.
1999).
D. Pemanfaatan dan Perkembangan Kitosan
Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Dibidang
industri, kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai kogulan polielektrolit pengolahan
limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, pewarna, residu
peptisida, lemak, mineral dan asam organik, gel dan pertukaran ion, pembentuk film dan
membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil
(Puspawati dan Simpen, 2010).
Kitin dan kitosan dapat diterapkan di bidang industri maupun bidang kesehatan,
diantaranya : Industri tekstil, bidang fotografi, bidang kedokteran/kesehatan, industri
fungisida, industri kosmetika, industri pengolahan pangan, serta penanganan limbah
(Kaban, 2009).
1. Industri Tekstil
Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspensi kitin dalam
asam format, kemudian ditambahkan triklor asam asetat dan segera dibekukan pada
suhu 20 derajat C selama 24 jam. Jika larutan ini dipintal dan dimasukkan dalam etil
asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada
kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan ''malam'' (wax) sebagai media
pembatikan.
2. Bidang Fotografi
Jika kitin dilarutkan dalam larutan dimetilasetamida LICI, maka dari larutan ini
dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi,
penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu untuk
meningkatkan fotosensitivitasnya.
3. Bidang Kedokteran/Kesehatan
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin) dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini
mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak toksik,
dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama.
Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan luka
bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai bahan
pembuatan garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang
kedokteran. Misalnya untuk menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit tulang.
Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin
sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar
kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam
pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan
pembuangan sisa-sisa pencernaan.
4. Industri Fungisida
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari Kitin. Jika
Kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia
mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu Kitosan juga dapat disemprotkan
langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada
tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik.
5. Industri Kosmetika
Kini telah dikembangkan produk baru shampoo kering mengandung kitin yang
disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan lotion dan shampoo cair yang
mengandung 0,5 - 6,0 % garam kitosan. Shampoo ini mempunyai kelebihan dapat
meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara
polimer tersebut dengan protein rambut.
6. Industri Pengolahan Pangan
Sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka keduanya dapat
digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin jika ditambahkan
pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti tawar yang
dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi lebih baik dari
pada mikrokristalin sellulosa. Pada pemanasan tinggi kitin akan menghasilkan
pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.
Sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan
sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak
kopi. Bahkan terakhir diketahui dapat sebagai penjernih jus apel lebih baik dari pada
penggunaan bentonite dan gelatin. Kitin dan Kitosan tidak beracun sehingga tidak
berbahaya bagi kesehatan manusia.
7. Penanganan Limbah
Karena sifat polikationiknya, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia
penggumpal dalam penanganan limbah terutama limbah berprotein yang kemudian
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada penanganan limbah cair, kitosan
sebagai chelating agent yang dapat menyerap logam beracun seperti mercuri, timah,
tembaga, pluranium dan uranium dalam perairan dan untuk mengikat zat warna
tekstil dalam air limbah (Ibrahim et al., 2009).
III. HIPOTESIS
Hipotesis yang dapat diambil dari praktikum ini adalah adanya kemampuan
kitosan dalam mereduksi beban pencemaran limbah cair organik dan anorganik pada
industri pengolahan perikanan. Optimasi kemampuan terbaik kitosan dengan
menggunakan perlakuan pelarut asam asetat glasial 1%, 2%, dan 3%.
.
IV. METODE PENELITIAN
Limbah organik perlakuan bioremediasi terkeruh
Analisis TSS, pH, kekeruhan
+100 ml kitosan 1% dalam asam asetat glacial (1%, 2%, 3%), stirrer 10 menit
Ukur pH larutan
Dimasukkan ke dalam 400 ml limbah
Diaduk 10 menit (9 menit flash, 1 menit slow)
Endapkan 60 menit
Analisis TSS, pH, Kekeruhan Akhir
A. Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: botol O2, pipet ukur, bulb, blender, ph
meter, pipet tetes, kertas saring, timbangan analitik, erlenmeyer, oven, toples kaca,
AAS(Abtomic Absorbation Spectofotometry), stopwatch dan corong.
B. Bahan
Sampel (limbah udang), kitosan, larutan asam asetat 99%, reagen (amilum,
MnSO4, H2SO4 pekat, 1/80 Na2S2O3, kalium permanganat 0,1 N; amonium oksalat
0,1 N)
C. Tata Laksana
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. merupakan hasil praktikum aplikasi kitosan terhadap reduksi beban
pencemaran limbah organik dan anorganik.
Tabel 1. Hasil Praktikum Aplikasi Kitosan Terhadap Reduksi Beban Pencemaran
Limbah Organik dan Anorganik.
Kitosan Sebelum Sesudah
1%
Sesudah
2%
Sesudah
3%
Standar*
pH larutan 2,5 4 3,5 3 -
TSS 12600 mg/ l 49300 mg / l 38500 mg/ l 19900 mg/ l 400 ppm
Kekeruhan ++++ +++ +++ ++ -
pH limbah 8 6 5 4 5-9
Kekeruhan : + = Bening
: ++ = Agak Bening
: +++ = Keruh
: ++++ = Sangat Keruh
: +++++ = Sangat keruh Sekali
B. Pembahasan
Praktikum manajemen limbah industri perikanan acara aplikasi kitosan terhadap
reduksi beban pencemaran limbah cair organik dan anorganik menggunakan limbah
organik yang berasal dari perlakuan bioremediasi. Limbah tersebut berasal dari limbah
bandeng yang langsung didapatkan dari pengolahan bandeng tanpa mengalami
perlakuan.
Cara kerja penjernihan limbah dengan kitosan yaitu pertama kali menganalisa
TSS, BOD5, pH dan kekeruhan sampel limbah sebelum mengalami perlakuan dengan
kitosan. Selanjutnya proses penjernihan limbah dengan kitosan yaitu dengan
memasukkan 100 ml kitosan 1% dalam asam asetat glasial dengan perlakuan kelompok
I 1%, kelompok II 2%, dan kelompok III 3%. Penambahan kitosan ke dalam limbah cair
dimaksudkan untuk menjernihkan air limbah dan mengurangi muatan negatif pada
partikel-partikel protein hingga mencapai suatu titik dimana partikel tersebut tidak
saling tolak menolak. Menurut Hammer (1986), faktor penentu keberhasilan proses ini
adalah pengadukan secara cepat dan kontinu supaya dosis koagulan yang diberikan akan
efektif dalam berikatan. Penambahan asam asetat glacial tersebut berfungsi melarutkan
kitosan dalam limbah cair karena kitosan tidak larut dalam air sehingga membutuhkan
asam untuk melarutkanya. Menurut Puspawati (2010), kitosan dapat dengan cepat larut
dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat yaitu dengan
mengaduknya selama 10 menit supaya homogen dan bercampur rata dan selanjutnya
diukur pH nya lagi, limbah organik disiapkan 400ml dalam toples kaca yang kemudian
ditambahkan larutan kitosan yang sudah dibuat supaya dapat mereduksi limbah beban
pencemaran dan didapatkan hasil uji. Semua campuran larutan tersebut diaduk dengan
konstan selama 10 menit, namun 9 menit cepat, 1 menit lambat supaya mempercepat
proses koagulasi dan flokulasi supaya partikel-partikel koloid dapat menggumpal, gaya
tolak menolak elektrostatis antara partikelnya harus dikurangi dan trasportasi partikel
harus menghasilkan kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi. Setelah
partikel koloid mengalami destabilisasi maka partikel-partikel terbawa kedalam satu
kotak antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat mengalami penggumpalan dan
membentuk partikel yang lebih besar yang disebut dengan flok. Proses kontak ini
disebut dengan flokulasi dan biasanya dilakukan dengan pengadukan lambat (Slow mix)
secara hati-hati. Flokulasi merupakan factor paling penting yang mempengaruhi efisiensi
penghilangan partikel. Kemudian, campuran limbah dengan kitosan dan asam asetat
diendapkan selama 60 menit menunggu proses pengendapan terjadi. Air limbah yang
telah diendapkan kemudian dianalisis kadar DO, BOD, TSS, TDS, pH dan kekeruhan.
Data kemudian dicatat dalam suatu tabel dan semua data dibandingan antara data
seluruh kelompok (Yuliusman, 2007).
Kitosan tidak memiliki sifat polar yang menyebabkan senyawa tersebut sukar
larut dalam air. Oleh karena itu, kitosan harus dilarutkan dalam asam lemah sebelum
diaplikasikan dalam berbagi produk.
Kitosan merupakan polielektrolit kationik dan polimer berantai panajang,
mempunyai berat molekul besar dan aktif karena adanya gugus amina dan hidroksil
yang bertindak sebagi donor elektron. Karena sifat-sifat itu, kitosan bisa berinteraksi
dengan partikel-partikel koloid yang terdapat di dalam air limbah melalui proses
jembatan antar partikel flok (koagulasi) mampu menurunkan kekeruhan limbah organik
dengan menambahkan kitosan sebagai koagulan. Dalam suasana asam, gugus amina
bebas dari kitosan (NH3) akan terprotonasi membentuk gugus amino kationik (NH3).
Kationik dalam kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan membentuk
komplek elektrolit pada limbah organik. Kitosan dapat mengikat substansi protein yang
bermuatan negatif, karena kitosan mempunyai gugus amino dengan muatan ion positif
karena bersifat polielektronik kationik maka kitosan mampu mengkoagulasikan protein
dalam limbah cair.
Parameter yang dianalisa pada praktikum ini yaitu TSS, kekeruhan, pH limbah
dan pH larutan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kitosan
dalam mereduksi limbah cair organik. Hasil praktikum dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil praktikum
1. pH
Hasil pengamatan pH larutan sebelum dimasukkan kitosan sebesar 2,5, namun
setelah penambahan kitosan dan asam asetat glasial 1% menjadi 4, kitosan dan asam
asetst glasial 2% pH berubah menjadi 3,5, sedangkan setelah dimasukkan kitosan dan
asam asetat glasial 3% pH larutan menjadi 3. Terlihat bahwa pH larutan semakin bersifat
asam. Hal ini terjadi karena banyaknya gugus amin yang berikatan dengan proton yang
berasal dari limbah organik. Sehingga banyak meninggalkan gugus asam yang
menyebabkan sampel bersifat asam.
Hasil pengamatan pH limbah sebelum penambahan kitosan dan asam asetat
glasial adalah 8. Sedangkan pH limbah setelah penambahan kitosan dan asam asetat
glasial 1% adalah 6, pH limbah setelah penambahan asam asetat glasial 2% adalah 5, pH
limbah setelah penambahan asam asetat glasial 3% adalah 4. Nilai pH mengalami
penurunan dari 8 (awal) menjadi 6 (asam asetat glasial 1%), 5 dan 4 (asam asetat glasial
2% dan 3%). Nilai pH jelas turun karena selama perlakuaan kitosan ditambahkan asam
asetat glasial dalam jumlah yang banyak sehingga pH limbah turun sangat drastis
menjadi 4. Nilai pH yang terlalu rendah dan terlalu tinggi mengakibatkan limbah cair
yang telah diberi perlakuan kitosan tidak layak dibuang ke lingkungan karena dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan.
2. TSS
Hasil pengamatan TSS awal (sebelum ditambah kitosan) adalah 12600 mg/l, TSS
setelah penambahan kitosan dan asam asetat glasial 1% adalah 49300 mg/l, TSS setelah
penambahan kitosan dan asam asetat glasial 2% adalah 38500 mg/l, dan TSS setelah
penambahan kitosan dan asam asetat glasial 3% adalah 19900 mg/l. Tampak bahwa nilai
TSS menurun dari penambahan kitosan dan asam asetat glasial 1% sampai 3%,. Nilai
TSS menurun akibat banyaknya partikel-partikel terlarut yang bereaksi bersama kitosan
sebagai koagulan dan membentuk flok besar yang mengendap. Bila dibandingkan
dengan TSS standar/baku mutu, nilai TSS yang diperloeh berada lebih dari standar/baku
mutu yang ditetapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan kitosan dan asam
asetat glasial (1%, 2%, dan 3%) belum efektif menurunkan nilai TSS limbah cair
organik. TSS berpengaruh terhadap kecerahan dan warna air. Maka dapat dikatakan
kitosan mampu meningkatkan kecerahan badan air.
3. Kekeruhan
Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi (TSS) karena
kekeruhan pada air memang disebabkan adanya zat-zat tersuspensi yang ada dalam air
tersebut. Hasil pengamatan kekeruhan limbah cair organik awalnya adalah sangat keruh
(++++), namun tingkat kekeruhan limbah cair organik semakin menurun setelah
penambahan kitosan dan asam asetat glasial 1% menjadi keruh (+++). Hal yang sama
juga terjadi pada penambahan asam asetat glasial 2% warna limbah cari organik menjadi
keruh (+++) dan pada penambahan asam asetat 3% yaitu menjadi agak bening.
Penurunan tingkat kekeruhan limbah cair organik seiring dengan menurunnya nilai TSS
pada limbah cair organik tersebut. Bila dibandingkan dengan standar/baku mutu
kekeruhan limbah cari organik, hasil pengamatan yang diperoleh dengan perlakuan
penambahan asam asetat glasial 1%, 2%, dan 3% belum efektif meningkatkan kecerahan
limbah cair organik karena seharusnya warna limba cair organik adalah menjadi bening
(Suptijah et al., 1992).
Dari semua hasil parameter awal dan akhir yang diperoleh maka perlakuan
penambahan kitosan yang dapat/mampu mereduksi limbah cair organik paling baik yaitu
penambahan kitosan dan asam asetat glasial 3% karena dapat mengurangi kadar TSS
serta meningkatkan kecerahan limbah. Data secara keseluruhan menunjukkan bahwa
memang terjadi peningkatan mutu limbah menjadi lebih baik namun perubahan yang
terjadi tersebut belum sesuai dengan standar baku mutu industri sehingga penggunaan
kitosan sebagai agen penjernihan limbah cair organik terbukti kurang efektif.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Konsentrasi kitosan yang paling baik adalah perlakuan 1 % untuk limbah organik
dan kitosan untuk limbah anorganik.
2. Kitosan berasal dari limbah udang atau cangkang udang yang biasanya digunakan
sebagai pakan ternak.
3. Proses pembuatan chitosan biasanya melalui beberapa tahapan yakni pengeringan
bahan baku mentah chitosan (ranjungan), pengilingan, penyaringan, deproteinasi,
pencucian dan penyaringan, demineralisasi (penghilangan mineral Ca), pencucian,
deasilitilisasi, pengeringan dan akhirnya terbentuklah produk akhir berupa
chitosan.
4. Kitosan dapat mereduksi beban pencemaran limbah cair organik dan anorganik
(khususnya logam krom).
5. Penambahan asam dapat meningkatkan kemampuan kitosan dalam mereduksi
beban pencemaran limbah cair organik dan anorganik
B. Saran
Pelaksanaan praktikum terutama pencatatan data perlu lebih hati-hati karena
banyak sekali data yang rancu seperti TSS. Selain itu perlu penambahan alat yang
digunakan dalam praktikum misalnya pipet ukur dan kempot. Tujuannya untuk
mengefisiensikan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penggunaan Kitosan untuk Penghilangan Krom di Dalam Air.
<http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/222073340.pdf>. Diakses pada tanggal
20 April 2012.
Baxter, S., Zivanovic, S. and Weiss, J. 2005. Molecular Weight and Degree of
Acetylation of High Intensity Ultrasonicated Chitosan. Food Hydrocolloids.19,
821-830.
Fardiaz, S. 2006. Polusi air dan Udara. Cetakan ke 6. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fitriasti, D. 2010. Studi Kinetika Penyerapan Ion Khromium dan ion Tembaga
Menggunakan Kitosan Produk dari Cangkang Kepiting. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Hammer, M.J., 1986. Water and Wastewater Technology. Second edition, John Wiley
&Sons. New York, Brisbane, Toronto, Singapore, p.55.
Harini, N .2003. Proses Pembuatan Chitin-Chitosan (Kajian Berdasarkan Bagian-Bagian
Tubuh Kulit Udang (Penaeus vannamei) dan Perlakuan fisik). Laporan
Grand Research Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Ibrahim Bustami, Pipih Suptijah dan Prantommy. 2009. Pemanfaatan Kitosan Pada
Pengolahan Limbah Cair Industri Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Kaban, Jamaran. 2009. Modifikasi Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Puspawati, N. M.dan I. N. Simpen. 2010. Optimasi Deasetilasi Kitin dari Kulit Udang
dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood Menadi Khitosan Melalui
Variasi Konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia 4 1 : 79-90.
Sahubawa, L. 2011. Bahan Ajar Manajemen Limbah Industri Perikanan. Jurusan
Perikanan Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Shahidi F, Janak KVA, Yon JJ. 1999. Food Aplicntions of chitin - chitosan. Dept of
Biochemistry Univ of Newfoundland. Canada.
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Santoso J, Purwaningsih S. 1992. Pengaruh
Berbagai Metode Isolasi Khitin Kulit Udang terhadap Kadar dan Mutunya.
Laporan Akhir Penelitian. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Tolaimate, A., Desbrieres, J., Rhazi, M. and Alagui, A. 2003, Contribution to The
Preparation of Chitins and Chitosan with Controlled Physico-chemical
Properties, Polymer. 44. 7939-7952.
Yuliusman. 2007. Pemanfaatan Kitosan dari Limbah Cangkang Rajungan sebagai
Adsorben pada Adsorpsi Logam Nikel dari Limbah Katalis Proses Pengolahan
Minyak Bumi.DIKTI-Hibah Bersaing.(Abstr.).
LAMPIRAN
Kenampakan kitosan
Kitosan + 1% Asam asetat
glasial
Kitosan + 2% Asam asetat
glasial
Kitosan + 3% Asam asetat
glasial
Proses limbah menggunakan kitosan
Pencampuran limbah Pengadukan Pengukuran TSS
Hasil akhir 1%, 2%, dan 3%