MAKALAH
P E R P A J A K A N
“KETENTUAN KHUSUS PPN DAN PPnBM”
Disusun Oleh:
1. Himmah Bandariy2. Joko Surono3. Klaudia Xary
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
KETENTUAN KHUSUS PPN DAN PPnBM
1. FASILITAS KHUSUS DIBIDANG PPN/PPnBM
Fasilitas khusus dalam bidang PPN dan PPnBM yang diberikan oleh pemerintah antara
lain adanya fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut dan dibebaskan. Latar belakang
diberikannya fasilitas tersebut antara lain :
- sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional,
- mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing,
- mendukung pertahanan nasional, serta
- memperlancar pembangunan nasional.
Selain non objek, juga masih diberikan fasilitas PPN dengan tujuan tertentu, hanya perlu
dijaga agar penerapannya tidak menyimpang dari tujuan. diberlakukan dan diterapkannya
perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang
perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemberian fasilitas hanya terbatas untuk :
1. Mendorong ekspor (TPB)
2. Mengakomodir perjanjian dengan negara lain (konvensi internasional)
3. Meningkatkan kesehatan masyarat (pengadaan vaksin)
4. Melindungi wilayah RI (pengadaan peralatan TNI/Polri)
5. Mendukung pertahanan nasional (penyediaan data batas wilayah RI)
6. Meningkatkan kecerdasan bangsa (penyediaan buku)
7. Pembangunan tempat ibadah
8. Menyediakan perumahan rakyat
9. Pengembangan armada transportasi nasional
10. Penyediaan barang strategis (bahan baku kerajinan perak)
11. Proyek pemerintah yang dibiayai utang luar negeri
12. Mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi BKP tertentu
13. Penanganan bencana alam nasional
14. Menyediakan air bersih dan listrik
15. Penyediaan angkutan umum udara di daerah tertentu
Berdasarkan ketentuan Pasal 16B Ayat (2) & (3) UU PPN Pajak Masukan Atas
Penyerahan Yang Mendapatkan Fasilitas PPN maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
• Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas
penyerahannya tidak dipungut PPN dapat dikreditkan
• Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.
PPN/PPnBM Tidak Dipungut dalam Kawasan Berikat dan Kawasan Bebas
Berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) PMK 147/PMK.04/2011 jo PMK 44/PMK.04/2012
tentang Kawasan Berikat, diatur mengenai fasilitas PPN dan PPnBM Impor Tidak Dipungut.
Barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa :
• Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean untuk diolah lebih lanjut;
• Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain
yang dipergunakan di Kawasan Berikat;
• peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yang dipergunakan oleh Pengusaha
Kawasan Berikat dan/atau PDKB;
• barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau dijadikan
Barang Modal untuk proses produksi;
• barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari luar daerah
pabean ke Kawasan Berikat;
• barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat;
• barang jadi asal luar daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk
digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang semata-mata untuk
diekspor; dan/atau
• pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat
lainnya yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan
barang Hasil Produksi Kawasan Berikat.
Sedangkan berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) PMK 147/PMK.04/2011 jo PMK
44/PMK.04/2012 tentang Kawasan Berikat, diatur mengenai fasilitas PPN dan PPnBM
Tidak Dipungut, berupa :
• pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk
diolah lebih lanjut;
• pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka
subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam
daerah pabean ke Kawasan Berikat;
• pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari
Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan
Berikat;
• pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam
daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat
lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat;
• pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di
tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi
tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata akan
digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor; atau
• pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke
Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai
Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea
masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Berdasarkan Pasal 14 Ayat (4 ) dan (5) PMK 147/PMK.04/2011 diatur bahwa Barang Dari
Kawasan Bebas :
• Pembebasan PPN atau PPN dan PPnBM diberikan atas pemasukan barang dari Kawasan
Bebas yang akan diolah lebih lanjut dan/atau digabungkan dengan hasil produksi di
Kawasan Berikat
• Untuk mendapatkan fasilitas, pengusaha di Kawasan Bebas harus mendapat izin dari
Badan Pengusahaan Kawasan Bebas.
• PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut diberikan atas pengeluaran barang dari
Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan Berikat kepada pengusaha di
Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas
Fasilitas lain mengenai PPN/PPnBM tidak dipungut dalam Pasal 16 Ayat (1) PMK
147/PMK.04/2011, antara lain :
• pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil
produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, ke Kawasan Berikat lainnya;
• pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin,
dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kepada Kawasan Berikat lainnya atau
perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean;
• pengeluaran barang yang rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah
pabean yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean, sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang; dan
• pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman ke perusahaan
industri di tempat lain dalam daerah pabean dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang
mesin dan/atau cetakan (moulding) tersebut digunakan untuk memproduksi barang hasil
produksi yang akan diserahkan kepada pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal.
Fasilitas PPN/PPnBM Tidak Dipungut Atas Proyek Yang dibiayai Hutang /Hibah LN
Fasilitas ini diatur dalam Pasal 2 PP 42 Tahun 1995 s.t.td PP No 42 Tahun 2001,
bahwa PPN dan PPnBM yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta
penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut.
Perlakuan PPN Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) 239/KMK.01/1996 :
- PPN dan PPnBM atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean,
pemanfaatan BKPTW dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh
Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh
dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut
- PPN dan PPnBM atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean,
pemanfaatan BKPTW dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh
Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian
dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya
atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau
pinjaman luar negeri tersebut.
Fasilitas PPN/PPnBM Dibebaskan Atas BKP/JKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP/JKP Tertentu antara lain diatur dalam PP 146 Tahun 2000
s.t.td PP 38 Tahun 2003 antara lain mengatur bahwa PPN/PPn Di Bebaskan atas :
Impor BKP Tertentu
• Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara,
alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan
khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau
oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk
melakukan impor tsb, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri,
yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata
dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;
• Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
• Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
• Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai
dengan kegiatan usahanya;
• Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta
peralatan uhtuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak
yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam
rangka pemberian jasa rawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Udara
Niaga Nasional;
• Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan
komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO)
Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
• Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI
untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen
Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.
Penyerahan BKP Tertentu
• Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro,
asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana
Wilayah;
• Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara,
alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patoli dan kendaraan angkutan
khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan,
TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata
dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan,
TNI atau POLRI;
• Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
• Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
• Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, Kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan
kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau
Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional
sesuai dengan kegiatan usahanya;
• Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan
kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku
cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh
oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
• Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api,
suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
• Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan
photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional
yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.
Penyerahan JKP Tertentu
• Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang
meliputi:
- Jasa persewaan kapal;
- Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh;
- Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;
• Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi :
- Jasa persewaan pesawat udara;
- Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
• Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia;
• Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk
keperluan ibadah;
• Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana;
• Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam
rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk
mendukung pertahanan nasional."
Fasilitas PPN/PPnBM Dibebaskan Atas BKP Yang Bersifat Strategis
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis PP 12 Tahun 2001 s.t.t.d
PP 31 Tahun 2007, antara lain :
Impor BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis
• barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP, oleh
PKP yang menghasilkan BKP tersebut;
• makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan;
• bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
• barang hasil pertanian.
Penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis
• Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP, oleh
PKP yang menghasilkan BKP tersebut;
• makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan;
• barang hasil pertanian
• bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
• air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
• listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt;
• RUSUNAMI.
2. PPN / PPnBM ATAS PENYERAHAN KEPADA PEMUNGUT
PAJAK
Pemungut PPN dan PPnBM adalah:
1. Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sesuai KMK No:563/KMK.03/2003 sejak Sejak 1 Januari 2004
2. Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Migas & Kontraktor atau
Pemegang Kuasa Pabum sesuai PMK No: 73/PMK.03/2010 sejak Sejak 1 April 2010
3. BUMN sesuai PMK No:85/PMK.03/2012 stdtd 136 /PMK.03/2012 sejak Sejak 1 Juli
2012
Bendaharawan Pemerintah Sebagai Pemungut PPN dan PPnBM
a) Direktorat Jenderal Anggaran (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara) yang sekarang
menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara)
b) Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai Bendahara / Bendahara
proyek sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 34
ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1984;
c) Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kewajiban Bendahara sebagai Pemungut PPN dan PPnBM :
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. KPP Pratama/KPPN atau Bendahara
sebagai Pemungut PPN ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 sehingga tidak perlu lagi ada Surat
Keputusan Khusus Penunjukan sebagai Pemungut Pajak, namun tetap wajib
mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang oleh PKP atas
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada instansi Pemerintah.
Obyek Pemungutan PPN DAN PPnBM
1. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN
atas:
a. Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PKP Rekanan;
b. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
c. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
2. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari BKP yang
tergolong mewah.
Pembayaran Yang Tidak Dipungut PPN dan atau PPnBM oleh Bendahara
Pemerintah
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
a. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp 1.000.000 termasuk PPN dan PPnBM;
b. PPN dan PPnBM yang terutang atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp
1.000.000 dipungut dan disetor oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang
berlaku umum.
2. Pembayaran untuk pembebasan tanah.
3. Pembayaran atas Penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut perundang-undangan
yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan
PPN.
a. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan
PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003 tentang Impor dan
atau penyerahan BKP Tertentu dan atau penyerahan JKP Tertentu Yang Dibebaskan
dari Pengenaan PPN
b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan
PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan
atau Penyerahan BKP tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari
Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 31 tahun 2007
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut
berdasarkan PP Nomor 42 tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan,
PPN dan PPnBM dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang
Dibiayai dengan Hibah atau Dana pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah
terakhir dengan PP Nomor 25 Tahun 2001
4. Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh Pertamina.
5. Pembayaran atas rekening telepon.
6. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, tidak dikenakan PPN
Saat Pemungutan
Pemungutan PPN dan/atau PPnBM oleh Bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada
rekanan Pemerintah, dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena
Pajak Rekanan Pemerintah tersebut.
Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang
muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut
PPN kepada PKP Rekanan. Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPN
tersebut di atas termasuk
PPN dan PPnBM yang terutang tanpa memperhatikan apakah dalam kontrakmenyebutkan
ketentuan pemungutan PPN dan atau PPnBM maupun tidak.
Tata Cara Pemungutan
1) PKP rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan
kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam
hal pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan atau
JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima.
2) Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
3) Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga:
a. lembar ke-1 : untuk Bendahara.
b. lembar ke-2 : untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
c. lembar ke-3 : untuk KPP Pratama/KPP melalui Bendahara pemerintah.
4) Surat Setoran Pajak (SSP) dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat dan NPWP
dari PKP Rekanan yang bersangkutan namun ditandatangani oleh Bendahara selaku
pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan.
BUMN Sebagai Pemungut PPN
Untuk tarif dan dasar pemungutan hampir sama dengan yang diuraikan di atas. Namun untuk
BUMN , Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal :
1) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
2) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut
ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
3) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh
PT Pertamina (Persero);
4) pembayaran atas rekening telepon;
5) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
dan/atau
6) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pembuatan Faktur
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara. Faktur Pajak harus dibuat pada saat :
a) penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b) penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c) penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Mekanisme pemungutan
Penyetoran PPN dan PPnBM yang dipungut dilakukan paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Pemungut wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang dipungut dan disetor ke KPP tempat
terdaftar paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
3. KETENTUAN ATAS TRANSASKI/INDUSTRI KHUSUS
Apartemen, Real Estate, Dan Konstruksi
Perlakuan perpajakan khususnya untuk PPN dan PPnBM untuk apartemen, realestate dan
konstruksi pada dasarnya hamper sama dengan obyek pajak yang lain.
DPP PPN Real Estate mangacu pada : Jumlah harga jual yaitu nilai berupa uang termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang
Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang
ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak). Sehingga PPN adalah :
Tarif PPN = 10% X DPP PPN
*DPP PPN adalah jumlah harga jual.
Untuk saat terutang dan saat pembuatan faktur sesuai dengan ketentuan perpajakan yang telah
ditjelaskan sebelumnya.
Fasilitas Dibebaskan diatur dalam PMK 36/PMK.03/2007 s.t.t.d PMK
125/PMK.11/2012
Atas penyerahan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana,
Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
a) Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 adalah rumah yang perolehannya
secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi,
atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
harga jual tidak melebihi:
- Rp88.000.000,00 (delapan puluh delapan juta rupiah) yang meliputi wilayah
Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, tidak termasuk Batam, Bintan, Karimun, Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
- Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah) yang meliputi wilayah
Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat;
- Rp145.000.000,00 (seratus empat puluh lima juta rupiah) yang meliputi wilayah
Papua dan Papua Barat;
- Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah) yang meliputi wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bali, Batam, Bintan dan Karimun;
dan
merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal
dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
b. Rumah Susun Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan
KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan
penggunaan komunal, yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas
kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan:
a) harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta rupiah);
b) luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2 (dua puluh satu meter
persegi);
c) pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur
mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
d) merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat
tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
dimiliki.
c. Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan
sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai
oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan bagi
para buruh tidak tetapatau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan
biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak diperoleh.
d. Asrama Mahasiswa dan Pelajar yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang
dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan atau Pemerintah
Daerah yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang
tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh.
PPnBM atas Rumah Mewah, dll (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004)
Dikenakan PPnBM dengan tarif 20% adalah :
1. Rumah dengan luas bangunan 400 m2 atau lebih atau harga jual bangunan Rp 3jt/m2
atau lebih
2. Apartemen, kondominium, town house dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih atau
dengan harga bangunan Rp 4jt/m2 atau lebih
PPnBM atas Rumah Mewah, dll (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009)
1. Rumah dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih
2. Town house non strata title luas bangunan 350 m2 atau lebih
3. Apartemen, kondominium, town house strata title dan sejenisnya dengan luas bangunan
150 m2 atau lebih
Perdagangan Emas
Diatur dalam keputusan Mneteri Keuangan Nomor 83/KMK.03/2002 tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Emas Perhiasan Oleh Penguasaha Toko Emas Perhiasan. Dari
peraturan tersebut dapat diperoleh beberapa hal antara lain :
a. Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
dibidang penyerahan emas perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan langsung,
baik hasil produksi sendiri maupun pihak lain, yang memiliki karakteristik pedagang
eceran.
b. Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau
seluruhnya dari emas dan atau logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan
batu permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan
tersebut.
c. Pengusaha Toko Emas Perhiasan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
d. Atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan terutang Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10% dari harga jual emas perhiasan.
e. Dalam menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, Pengusaha Toko Emas
Perhiasan dapat menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai dengan cara sebagai berikut:
- Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Emas Perhiasan oleh
Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah sebesar 10% X Harga Jual Emas Perhiasan;
- Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Toko Emas
Perhiasan adalah sebesar 10% X 20% X jumlah seluruh penyerahan Emas Perhiasan.
- Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan Emas Perhiasan yang dilakukan
oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang menggunakan nilai lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dikreditkan.
Transaksi Syariah
Dalam Pasal 1 A ayat (1) huruf h UU PPN : Yang termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak adalah:
penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Berdasarkan Pasal 4 A ayat (3) huruf d UU PPN, Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai, antara lain Jasa keuangan meliputi: jasa pembiayaan, termasuk
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) Sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;
c) usaha kartu kredit; dan/atau
d) pembiayaan konsumen;
Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 121/PJ/2010, Kegiatan usaha Bank Umum
yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN, anatara lain
menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
Diatur dalam bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b angka 5 Undang-
Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2010 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung
Pemerintah Atas Transaksi Murabahah Perbankan yariah Tahun Anggaran 2010Peraturan
Menteri Keuangan Nomor PMK 251/PMK.011/2010
Pedagang Eceran (Retail)
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 24/PJ/2012 s.t.t.d 08/PJ/2013,
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya melakukan :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
1) melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat
konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2) dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang;
3) pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan
secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang
Kena Pajak yang dibelinya; atau
b. penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
1) melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir
lainnya;
2) dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
3) pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara
tunai.
Faktur Pajak Bagi Pedagang Eceran
Sesuai PER - 58/PJ/2010 bahwa PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap
penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak atas penyerahan Barang
Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan :
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
b) jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c) jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
e) kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak yang diterbitkan pedagang eceran dapat berupa :
a) bon kontan,
b) faktur penjualan,
c) segi cash register,
d) karcis,
e) kuitansi, atau
f) tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan kepentingan PKP PE.
Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf e dapat berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE.
Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012, Kode dan
nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan
penomoran Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
24/PJ/2012
Sanksi STP Pedagang Eceran Pasal 4 ayat (1) PMK 184/PMK.03/2012, bahwa Pedagang
eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan
- keterangan mengenai identitas pembeli, dan
- nama dan tanda tangan penjual,
tidak diterbitkan STP Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 UU KUP
Pelaporan :
Bagi PKP yang dalam menghitung Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, pelaporan Faktur Pajak yang diterbitkan oleh
PKP Pedagang Eceran dilaporkan dalam Formulir 1111 DM kolom I huruf A yakni baris
penyerahan barang
PKP Pedagang Eceran melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 Formulir AB
pada butir I huruf B angka 2 yakni baris penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak yang
Digunggung.
Leasing
1) Kegiatan sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran.
2) Dalam kegiatan sewa guna usaha tersebut, pengadaan barang modal dapat juga dilakukan
dengan cara membeli barang penyewa guna usaha (lessee) yang kemudian
disewagunausahakan kembali (sale and leaseback).
3) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1A ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai, diatur bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang
Kena Pajak, antara lain adalah pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian
sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Selanjutnya, dalam
penjelasannya, antara lain dinyatakan bahwa dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan
hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha Kena
Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee).
4) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1A ayat (2) huruf b Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai, diatur bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.
5) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai, diatur jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara
lain adalah jasa keuangan.
6) Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 4A huruf d butir 3 huruf a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dinyatakan bahwa sewa guna usaha dengan hak opsi merupakan jasa
pembiayaan yang termasuk dalam cakupan jasa keuangan yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai.
Transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi
1) Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan
berasal dari pemasok (supplier) :
a. Barang Kena Pajak tersebut dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha
Kena Pajak pemasok (supplier) kepada lessee;
b. Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena dianggap
hanya menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
c. Pengusaha Kena Pajak pemasok wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada lessee
dengan menggunakan identitas lessee sebagai pembeli Barang Kena
Pajak/penerima Jasa Kena Pajak (tidak menggunakan metode qualitate qua
(q.q.)).
d. Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf c) adalah sebesar Harga Jual dari Pengusaha Kena Pajak
pemasok.
2) Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan
berasal dari dari persediaan yang telah dimiliki oleh lessor :
a. Lessor pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu :
1) Penyerahan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 5 di atas; dan
2) penyerahan Barang Kena Pajak, yang merupakan objek Pajak Pertambahan
Nilai.
b. Lessor harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan harus menerbitkan
Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut kepada lessee.
c. Pengukuhan lessor sebagai Pengusaha Kena Pajak ini dilakukan dengan tetap
memperhatikan batasan Pengusaha Kecil menurut ketentuan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai
d. Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf b) adalah Harga Jual, tidak termasuk unsur bunga yang
diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena jasa pembiayaan yang
diserahkannya.
3) Penggunaan qualitate qua (q.q) pada bagian nama dan/atau NPWP pembeli Barang
Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak pada Faktur Pajak yang telah diterbitkan
oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) sebelum diberlakukannya Surat
Edaran ini dapat dibenarkan dan tidak menjadikan Faktur Pajak tersebut cacat.
Transaksi penjualan dan penyewagunausahaan kembali (sale and leaseback)
1) Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha dengan hak
opsi :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk
dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak
Pertambahan Nilai karena :
1) Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee,
yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;
2) lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa
bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek
pembiayaan tersebut;
3) penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada
dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-
piutang;
b. penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi oleh lessor kepada lessee
(leaseback) merupakan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai.
2) Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha tanpa hak
opsi :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) dikenai Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
b. penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor kepada lessee
(leaseback) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana kegiatan usaha sewa
menyewa pada umumnya.
Kegiatan Membangun Sendiri KMS
Diatur dalam Peraturan Menterei Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang
Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri, diatur bahwa atas
kegiatan membangun sendiri oleh orang pribadi atau badan terutang Pajak Pertambahan
Nilai. Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Bangunan dimaksud berupa satu atau lebih
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah
dan/atau perairan dengan kriteria:
a) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
Tarif PPN atas KMS sebagai berikut :
- Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh
persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
- Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
- Sehingga PPN KMS = 2% X Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah
Saat dan Tempat Terutang PPN KMS
- Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada
saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
- Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu
kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih
dari 2 (dua) tahun.
- Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di
tempat bangunan tersebut didirikan.
- Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri
dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh
persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada
setiap bulannya.