TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statment on Febrile Seizures kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu.1
Definisi kejang demam menurut International League Against Epilepsy
(ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan
demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa
riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria
tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.2,3
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului dengan demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
susunan saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1,4
Anak yang pernah kejang tanpa demam kemudian mengalami kejang
demam kembali dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk
dalam definisi kejang demam. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup
untuk diagnosis kejang demam ialah 38 oC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya
saat kejang berlangsung sering tidak diketahui.1,4
Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15
menit, fokal atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam)
sedangkan kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam sederhana yaitu 80%
di antara seluruh kejang demam. 1,4
1
Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik
satu kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka
diklasifikasikan sebagai status epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian
ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang yang disertai demam.3
Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik,
prenatal dan perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan
atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, terkadang kejang
terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi. Bila hal ini terjadi maka anak
tersebut memiliki resiko tinggi untuk berulangnya kejang. 1
Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana. Banyak
pasien kejang demam yang orangtua atau saudara kandungnya menderita
penyakit yang sama. Faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam
kejang demam. 1
B. EPIDEMIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit
yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau
setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak
kejang demam lagi, namun beberapa pasien masih dapat mengalami kejang
demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun.1
Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada
anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam
dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah
kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-
10%.5
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang
demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi
sebanyak 2-7%. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan
2
tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat
akademik.6
Kejang demam dibagi dua yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure), yaitu kejang demam
yang berlangsung singkat, < 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri, kejang berupa kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan
fokal serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang jenis ini merupakan
80% dari seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure), yaitu kejang
dengan salah satu ciri kejang lama > 15 menit, kejang fokal atau parsial
salah satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.
C. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar embali tanpa
defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis
sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari.1,7
Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat
dilihat pada tabel berikut 6:
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
3
D. FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM
Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam,
yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil,
riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan
toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan,
partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma
kepala).5,6
1. Faktor demam.
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau
di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab,
tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus
merupakan penyebab terbanyak. Demam merupakan faktor utama
timbulnya bangkitan kejang.6
Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang
dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada
kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan
suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme
karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa
dan oksigen.6,8
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk
jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi
sehingga menggangu fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas membran
sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga menurunkan nilai ambang
4
kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang. Demam juga dapat
merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.6,8
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh
berkisar 38,9°C-39,9°C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu
tubuh 37°C-38,9°C sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam
terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC.6
2. Faktor usia
Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu6:
1. Neurulasi
2. Perkembangan prosensefali
3. Proliferasi neuron
4. Migrasi neural
5. Organisasi
6. Mielinisasi.
Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai
migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih
berlanjut sampai tahun-tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi
pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase
perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami
bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.6
Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor
untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,
sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak
belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi.6,8
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid
eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang
kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan
kejang apabila terpicu oleh demam.6,8
Anak pada masa developmental window merupakan masa
perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2
5
tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi berupa
demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang.6,8
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus
terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan
kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.6
3. Riwayat keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan
kejang demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak
ditemukan sekitar 60-80%.
Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka
anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai
riwayat pernah menderita kejang demam maka resikonya meningkat
menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai
riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu
27% berbanding 7%.6
4. Faktor Prenatal dan Perinatal
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.
Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan
gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan. Hipertensi pada
ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga
berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan
BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia
dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus,
rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuroneksitasi,
sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai
seperti demam.6
6
5. Faktor Paskanatal
Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila
serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf
pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi
lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya
kejang. Di negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah virus
Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis.6
Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian
kejang demam pada anak sebesar 20,6%.
E. PATOGENESIS KEJANG DEMAM
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada
neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel
syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel.
Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan
istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial
membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu 6 :
- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan
pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi
hipoksemia.
- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat
akan menimbulkan kejang.
7
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan
bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan
demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen
akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang
memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat
yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan
sel saraf meningkat. 6
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan
hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak. 6
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut4:
- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur.
- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel.
- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat
dan CO2 yang akan merusak neuron.
- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta
meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan
gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.
8
Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain
dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,
ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari
beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang
yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang
disertai demam yaitu 2-5%.3
Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi
pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.
Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun
berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).3
Hal – hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu 9 :
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
9
- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
pasca kejang
- Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran
napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain9:
- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran
- Suhu tubuh: apakah terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernig
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
- Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran
pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain
sebagainya yang merupakan penyebab demam
- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis11
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat
untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika
terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan
keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi
saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk
mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat
ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus
infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium,
fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang
10
tanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan
pada pasien kejang demam sederhana.10
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG
(elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral.
Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari
kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari
setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai
nilai prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau
perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana karena
hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan
pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur
>18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke
meningitis.1,3,4,8
Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi
kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada
kejang demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada
tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab
kejang masih belum diketahui.
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini7:
11
Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam
Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
baik berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena
kejang demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis.7 Diagnosis kejang
demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu jika
memenuhi kriteria sebagai berikut 4:
- Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun
- Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit
- Kejang umumnya berhenti sendiri
- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
- Kejang tidak berulang dalam 24 jam
G. TATA LAKSANA
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1:
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus
dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan
apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar
12
oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan
terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 1
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air
hangat dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan
antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam
(> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam
darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara
intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal
20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam
rektal dengan dosis 1,4:
- 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg
- 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg
Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih
efektif daripada diazepam per rektal pada anak.11
Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam11
Algoritma penanganan kejang:
13
Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada
bagan berikut ini 12:
Gambar 2. Tatalaksana kejang demam12
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita
kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita
15
demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit
dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat yang kini
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang
demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada
waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
Anti-piretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah demam meningkat. Pemberian obat
penurun panas paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kaliatau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4
kali.Penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan karena dapat
menimbulkan syndrome Reye.
Anti-kejang
- Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam.
- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam bila demam diatas 38°C.
- Dapat juga diazepam per rectal5 mg untuk anak dengan BB <10
kg (tiap 8 jam) dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg (tiap 8
jam), efek sampingnya ataksia, mengantuk dan hipotonia.
- Klonazepam (0,03 mg/kgBB per dosis tiap 8 jam). Efek
sampingnya mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah
laku, depresi dan hipersalivasi.
- Kloralhidrat supposituria250 mg (untuk BB <15 kg), 500 mg
(untuk BB >15 kg). Kontraindikasi pada pasien dengan kerusakan
ginjal, hepar, penyakit jantung dan gastritis.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sederhana sangat
kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
16
b. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya
dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk
mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Pengobatan jangka panjang kejang demam diberikan bila ada >1
keadaan berikut:
1) Kejang demam lebih dari 15 menit.
2) Adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah
kejang (misalkan palsi cerebral, retardasi mental atau mikrosefal).
3) Kejang demam fokal.
4) Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga.
Dipertimbangkan apabila:
a) Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.
b) Kejang berulang dalam 24 jam.
c) Kejang demam berulang (≥ 4 kali per tahun).
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1) Fenobarbital
Dosis 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Efek samping
dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat
anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang
gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2) Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3
dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan
dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan
hepar, pancreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan
gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.
Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan
17
pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-
kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan
pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan
mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
H. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal
atau kejang umum.2,4
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat
kejang pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40°C) dan
timbulnya kejang yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebut
terpenuhi maka resiko berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
paling besar pada tahun pertama.2,4
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan
18
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo, T.S. 1998. Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi.
Jakarta: IDAI.
2. Jones T., Jacobsen S.J. 2007.Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implications. Int. J. Med. Sci. 4(2):110-114.
3. Wolf. P. Shinnar S. 2005. Febrile Seizures in Current Management in Child
Neurology, Third Edition. BC Decker Inc.
4. Pusponegoro H.D., Widodo D.P., Ismael, S. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Kusuma D, Yuana I. 2010. Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan
Bangkitan Kejang Demam (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
6. Fuadi F.. 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak (Tesis),
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
7. SchefferIE, Sadleir L.G. 2007. Febrile Seizures, BMJ. 334;307-311.
8. Bahtera T. 2006. Pengelolaan Kejang Demam dalam Neurologi Anak. FK
UNDIP Jawa Tengah.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter anak Indonesia Jilid 1.
10. Mangunatmadja I, Widodo DP. 2011. Simposium dan Workshop Tata
Laksana Terkini Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia Cabang Kalimantan Barat.
11. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi Ed.2. Yogyakarta : Gadjah Mada
university Press.
12. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
19