Kepada YthLAPORAN KASUSSelasa, 17 Maret 2015Jam : 12.00 WIB
KETOASIDOSIS DIABETICUM + PAROTITIS SUPURATIF
Oleh:
dr. Arismunanto Kurniawan
Pembimbing:
dr. Aditiawati, SpA(K)
Moderator:
dr. Rismarini, SpA (K)
Penilai:
dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2015
1
PENDAHULUAN
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan komplikasi akut yang paling sering
terjadi pada anak-anak dengan diabetes melitus (DM) tipe 1 dan merupakan kondisi
gawat darurat yang sering menimbulkan morbiditas dan mortalitas. KAD timbul akibat
gangguan metabolik glukosa karena defisiensi insulin baik secara absolut atau relatif
yang ditandai dengan hiperglikemia ( > 250 mg/dl ); ketosis ( keton +2 ); dan acidemia
(serum HCO3 < 15 mEq/L dan pH darah < 7.30).1,2,3
Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000
penderita diabetes, dengan mortalitas < 5% atau sekitar 2-5%. Insiden KAD di Amerika
Utara dan Eropa berkisar 15-67% dari KAD tipe 1.2
Beberapa faktor pencetus KAD antara lain: penghentian pemakaian insulin pada
IDDM, berkurangnya sirkulasi insulin yang dihubungkan dengan adanya peningkatan
hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan.1,2,4 Selain faktor-faktor tersebut, salah satu faktor pencetus KAD yaitu
adanya infeksi sebelumnya. Dari penelitian yang dilakukan Zaynab, dkk terdapat 48%
penderita KAD dicetuskan oleh adanya infeksi sebelumnya.4
Penatalaksanaan KAD meliputi resusitasi, terapi cairan, koreksi elektrolit, terapi
insulin, perawatan paska hiperglikemia, tatalaksana diet dan nutrisi, serta penanganan
terhadap komplikasi yang muncul.1,2,3 Bila terdapat infeksi sebagai salah satu pencetus
KAD, maka diperlukan tatalaksana yang tepat dan cermat untuk infeksi tersebut, karena
infeksi dapat memperberat KAD.5,6
Berdasarkan hal tersebut maka pelaporan kasus KAD dengan adanya faktor
infeksi sebagai pencetusnya diperlukan, guna memberikan gambaran klinis serta
tatalaksana mengenai ketoasidosis diabetikum dengan parotitis supuratif sebagai infeksi
yang ikut memperberat KAD tersebut.
2
LAPORAN KASUS
I. DATA DASAR
IDENTIFIKASI
Seorang anak laki-laki, etnis Melayu, usia 11 tahun, berat badan 35 kg, panjang
badan 155 cm, beralamat di Jl. Talang Jawa Selatan Rt 17 rw 05 kelurahan Talang
Jawa Selatan Kec. Lahat Kab. Lahat, datang ke IGD RSMH tanggal 12 Desember
2014, pukul 13.30 WIB.
II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu kandung)
Keluhan utama : penurunan kesadaran
Keluhan tambahan : sesak nafas, benjolan di leher
Riwayat perjalanan penyakit:
Satu hari SMRS penderita tampak mulai mengantuk dan gelisah, tidak ada
kejang, tidak ada demam, tidak ada keluhan sakit perut, tidak ada muntah, tidak
ada sakit kepala, BAB dan BAK normal. Anak tampak sesak nafas dengan
nafas cepat dan dalam, sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca dan aktifitas, nafas
berbau seperti aseton (-). Penderita di bawa ke RSUD Lahat, dilakukan cek
darah dengan hasil : high ( > 400). Penderita didiagnosa KAD + mumps,
dilakukan rehidrasi dengan NaCl 0,9% 1000ml selama 6 jam , pemberian
ranitidine, dexametason, dan ceftriaxon. Karena keterbatasan alat penderita di
rujuk ke RSMH. . Saat di perjalanan menuju RSMH (di dalam ambulans) anak
menjadi tidak sadar, tidak ada respon saat dipanggil, tidak ada kejang, tidak ada
demam, tidak ada muntah, tidak ada sakit kepala saat di perjalanan. Di ambulans
anak hanya terpasang infus dan diberi oksigen, tidak ada monitor terpasang. Saat
anak tidak sadar, tidak ada tindakan yang dilakukan oleh perawat yang
mengantar.
Di IGD RSMH anak tampak penurunan kesadaran, tidak ada respon saat
dipanggil, membuka mata saat diberikan rangsang nyeri. Anak juga tampak sesak
3
nafas, nafas cepat dan dalam, nafas tidak berbau aseton. BAK terakhir 4 jam
SMRS. Diberikan oksigen sungkup 5 liter permenit, lalu diantar ke PICU RSMH
Riwayat sakit sebelumnya penderita mengalami demam yang tidak terlalu tinggi,
tidak batuk, pilek, tidak ada mual dan muntah, Teraba benjolan di leher bagian
kanan dan kiri, terasa nyeri. Penderita dibawa ke dokter umum, dikatakan sakit
gondongan dan diberi obat amoxicillin, parasetamol, vitamin, ada perubahan,
demam mulai turun tapi benjolan di leher tampak semakin membesar.
Riwayat penyakit terdahulu:
Penderita telah terdiagnosa DM tipe I sejak tahun 2013, namun tidak rutin
kontrol. Anak terakhir injeksi insulin 2 hari yang lalu SMRS dengan Novorapid®
4-4-4 iu dan Levemir ® 13 iu (malam). Penderita tidak melakukan penyuntikan
insulin karena penderita tidak mau makan karena nyeri di bagian leher, penderita
mengkhawatirkan bila dilakukan penyuntikan insulin maka gula darah akan
sangat turun.
Riwayat kontak dengan penderita mumps disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat orang tua atau keluarga dengan Diabetes Mielitus disangkal
Riwayat kehamilan ibu dan kelahiran: Kehamilan adalah kehamilan yang
diinginkan. Selama hamil ibu hanya memeriksakan kehamilan sebanyak 2 kali di
bidan. Lahir dari ibu G2P1A0 hamil aterm, secara spontan, ditolong oleh bidan,
lahir langsung menangis, BBL: 2500 gram, panjang badan: 45 cm, A/S? Riwayat
ibu demam tidak ada, riwayat KPSW (-), riwayat ketuban kental, hijau, bau tidak
ada.
Kesan: riwayat kehamilan dan persalinan tidak ada kelainan
Riwayat makanan:
ASI : sejak lahir sampai usia 1 tahun
Susu Formula : sejak usia 1 bulan sampai 3 tahun
4
Bubur biasa : usia 6 bulan sampai dengan 1 tahun
Nasi biasa : usia 1 tahun sampai sekarang
Kesan: kuantitas dan kualitas cukup
Riwayat perkembangan:
Motorik kasar
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 9 bulan
Merangkak : 10 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 14 bulan
Kesan: perkembangan dalam batas normal.
Riwayat Imunisasi: BCG (+) (skar(+) dilengan kanan), hepatitis B 3x, DPT 3x, polio 4x,
campak (+) saat usia 9 bulan. Penderita belum pernah diberikan imunisasi booster
lainnya.
Kesan: imunisasi dasar lengkap, imunisasi lanjutan tidak dilakukan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
Kesadaran: E2V2M4 = 8. Tekanan darah : 120/80mmHg, frekuensi nadi 140
kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 37oC, frekuensi pernafasan 68
kali/menit ( cepat dan dalam) CRT < 3”, SpO2 : 97% dengan O2.
Berat badan 35 kg, panjang badan 155 cm BB/U : 35 /40 x110% = 87,5% TB/U :
155/146 x 100% = 106% BB/TB =35/46 x 100% =76%
Status gizi: kurang.
Keadaan Spesifik:
Kepala : Mata: Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm , refleks cahaya +/+ normal,
5
conjunctiva anemis -/-, nafas cuping hidung (+), kelopak mata cekung
(+), faring hiperemis (-), tidak ada sekret dari hidung, tidak ada
sekret yang keluar dari telinga. Funduscopi : papil edema (-)
Regio sub mandibula dextra : Terdapat benjolan ukuran 4x 5 cm , merah (+) fluktuasi (+), nyeri tekan (+) Regio sub mandibula sinistra : terdapat benjolan uk 3 x 4cm, tampak luka (+) pus (+) nyeri tekan (+)
Toraks : Simetris, retraksi (-)
Paru : vesikuler kanan dan kiri normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar tidak teraba lien tak teraba,
cubitan kulit perut kembali lambat
Ekstremitas: akral hangat (+), CRT< 2 detik
Genitalia : dalam batas normal
Status pubertas : P2G2
Status Neurologi:
MotorikLengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis N N N N
Refleks patologis - - - -
IV. RINGKASAN DATA DASAR
Seorang anak laki-laki, etnis Melayu, usia 11 tahun, berat badan 35 kg, panjang badan
155 cm, beralamat di Jl.Talang jawa Selatan kec. Lahat Kab . Lahat datang ke IGD
6
RSMH dengan keluhan penurunan kesadaran dan keluhan tambahan sesak nafas dan
timbul benjolan di leher.
Satu hari SMRS penderita tampak mulai mengantuk dan gelisah, tidak ada
kejang, tidak ada demam, tidak ada muntah, tidak ada sakit kepala, BAB dan BAK
normal. Anak tampak sesak nafas, nafas cepat dan dalam sesak tidak dipengaruhi posisi,
cuaca dan aktifitas, nafas berbau seperti aseton (-).penderita di bawa ke RSUD Lahat,
penderita didiagnosis KAD + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder, dilakukan
rehidrasi dengan NaCl 0,9% 1000ml , pemberian ranitidine, dexametason, dan ceftriaxon.
Penderita di rujuk ke RSMH. Dalam perjalanan anak hanya terpasang infus dan diberi
oksigen.
Sejak 7 hari SMRS penderita mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, tidak
batuk,pilek, tidak ada mual dan muntah. Teraba benjolan di leher bagian kanan dan kiri,
terasa nyeri. Dibawa ke dokter umum, dikatakan sakit gondongan dan diberi obat
amoxicillin, parasetamol, vitamin, ada perubahan, demam mulai turun tapi benjolan di
leher tampak semakin membesar.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesadaran: Kesadaran:
GCS :E2V2M4 = 8. Tekanan darah : 120/80mmHg, frekuensi nadi 158 kali/menit
(reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 37oC, frekuensi pernafasan 68 kali/menit (nafas
cepat dan dalam), CRT < 3”, SpO2 : 97% dengan O2. Status gizi : baik
Pada keadaan spesifik didapatkan Mata: Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm , refleks
cahaya normal, conjunctiva tidak anemis , ada nafas cuping hidung , kelopak mata
cekung teraba massa di regio sub mandibula kanan- kiri, ukuran 4 x 5 cm, terasa nyeri ,
faring tidak hiperemis , tidak ada sekret dari hidung, tidak ada sekret yang keluar dari
telinga.Pada pemeriksaan toraks tampak simetris, tidak ada retraksi, Paru vesikuler
kanan dan kiri normal, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing, pada pemeriksaaan
jantung didapatkan bunyi jantung I dan II normal, tidak ada bising jantung. Pada
pemeriksaan abdomen: datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar tidak teraba lien tak
teraba, cubitan kulit perut kembali lambat. Pada pemeriksaan ekstremitas: akral hangat,
CRT< 2 detik, . Pada pemeriksaan genitalia: dalam batas normal
7
V. ANALISA AWAL
Dari data dasar didapatkan seorang anak laki-laki, usia 11 tahun, status gizi
kurang, datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran dengan adanya riwayat DM
tipe 1 dan tidak mendapat injeksi insulin dalam 2 hari terakhir. Di RSUD Lahat anak
telah mendapat rehidrasi cairan sebanyak 1000 cc. Penurunan kesadaran pada penderita
ini dapat dipikirkan suatu ensefalopati metabolik dengan diagnosis banding edema
cerebri. Edema cerebri dapat terjadi karena tatalaksana pemberian cairan atau dalam
menenntukan kecepatan pemberian cairan rehidrasi, pemilihan cairan atau manajemen
elektrolit. Keluhan sesak nafas pada penderita ini tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi
dan cuaca, serta berlangsung akut. Sesak nafas pada pasien ini dapat dipikirkan
merupakan bagian dari ketoasidosis. Pada pasien ini juga telah didiagnosis sebagai DM
tipe 1 dan dilakukan cek gula darah sewaktu dengan hasil high. Dari anamnesa juga
diketahui bahwa penderita sudah tidak disuntik insulin sejak 2 hari SMRS sehingga dapat
dipikirkan penyebab kadar gula darah menjadi meningkat. Jadi penurunan kesadaraan
dan sesak nafas pada pasien ini dapat dipikirkan penyebabnya yaitu ketosasidosis
diabetikum (KAD). Penderita juga mengeluh terdapat benjolan pada daerah leher kanan
dan kiri yang dapat dipikirkan suatu parotitis supuratif dengan infeksi sekunder.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum kesadaran: Kesadaran
menurun: GCS :E2V2M4 = 8. Tekanan darah : 120/80mmHg, frekuensi nadi
memingkat 158 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 37oC, terdapat
takipneu frekuensi pernafasan 68 kali/menit (cepat dan dalam). Pada kondisi spesifik
dijumpai adanya nafas cuping hidung, dengan tipe pernafasan kussmaul, terdapat
benjolan dileher bagian kanan dan kiri, pada pemeriksaan thoraks tampak simetris dan
tidak didapatkan retraksi, pada pemeriksaan abdomen: datar, lemas, bising usus (+)
normal, cubitan kulit perut kembali lambat. Dari data diatas didapatkan masalah pada
penderita ini yaitu adanya penurunan kesadraan disertai nafas kussmaul dan dehidrasi
ringan sedang serta adanya parotitis yang dapat disebabkan suatu infeksi virus atau
bakteri. Diperlukan tatalaksana untuk KAD pada pasien ini dan tatalaksana parotitis
supuratif dengan infeksi sekunder dan apakah parotitis ini memperburuk kondisi klinis
pada pasien ini.
8
VI. MASALAH AWAL
1. Penurunan kesadaran
2. Ketoasidosis diabetikum ec. DM tipe 1
3. Parotitis dengan infeksi sekunder + abses
4. Gizi kurang
VII. DIAGNOSIS BANDING
Penurunan kesadaran ec. Ensefalopati metabolic dd/ edema cerebri ec.
Ketoasidosis derajat sedang ec DM tipe 1 + Parotitis supuratif dengan infeksi
sekunder + abses
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Penurunan kesadaran ec. Ensefalopati metabolic ec. Ketoasidosis derajat sedang
ec DM tipe 1 + Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder dan abses
IX. RENCANA AWAL
1. Penurunan kesadaran ec. Ensefalopati metabolic ec. KAD derajat sedang
Rencana diagnostik: darah rutin, GDS, AGD, pemeriksaan Kalium dan natrium
Rencana pengobatan:
- O2 sungkup rebreathing 5 l/mnt
- Insulin drip 50 IU dalam Nacl 0,9% 500 cc mulai dengan kecepatan
35 cc/jam (0,1 unit /kgBB / jam)
- Rehidrasi dengan IVFD Nacl 0,9% + Kcl 20 meq kec. 70 cc/ jam
- Stop oral sementara
Monitoring
- Tanda vital, kesadaran tiap jam
- Pemasangan kateter untuk memantau diuresis tiap jam serta balance
cairan
- Cek BSS berkala tiap jam
9
Rencana edukasi
Menjelaskan kepada orang tua tentang penyakit yang diderita serta rencana
pemeriksaan yang akan dilakukan. Menjelaskan tentang pemantauan gula darah
secarra berkala, serta cara penyuntikan insulin yang tepat
2. Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder
Rencana diagnosis : darah rutin, pemeriksaan penanda infeksi CRP, kultur darah
Rencana pengobatan :
- Pemberian antibiotik Ampicillin 4 x 1 gr iv,
- Konsul ke divisi infeksi dan bedah onkologi untuk debridement dan drainase
Abses
Monitoring : Pemantauan abses, serta tanda-tanda infeksi
Rencana edukasi : Memberikan edukasi tentang tatalaksana dan pemeriksaan yang
akan dilakukan
3. Gizi kurang
Rencana diagnostik :
Analisis diet
Rencana pengobatan :
Kecukupan kalori yang dianjurkan perhari adalah 1000 + (umur x100) = 2100
kkal. . Pada pasien ini usia 11 tahun jadi kalori yang dibutuhkan adalah 2100 kkal
perhari.
Diet 2100 kkal, terdiri dari 3 x 1 porsi besar dan snack 3 x sehari. Komposisi
makanan yang disarankan perhari adalah karbohidrat 50-55%, lemak 30-35% dan
protein 10-15%. .
Makanan yang akan diberikan pada pada pasien ini adalah :
- Diberikan 3 kali makan utama yaitu nasi biasa 3 x1 porsi ( dengan
perhitungan 70% dari kebutuhan perhari yaitu 1470 kkal. Komposisi
20% pada porsi makan pagi, 25% pada makan siang dan 25% pada
makan malam.
- Diberikan 3 kali pemberian makanan kecil yaitu : Snack 3 x sehari
dengan komposisi 10% kebutuhan kalori setiap pemberian (210 kkal ).
10
Rencana edukasi :
Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit anaknya dan pentingnya
pengaturan diet pada penderita, jadwal makan dan komposisi makanan.
CATATAN LANJUTAN SELAMA PERAWATAN
TANGGAL CATATAN PERAWATAN12-12-2014
S
O
Masalah1. Penurunan kesadaran2. KAD sedang 3. Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder dan abses4. Gizi kurang
Anak belum sadar, nafas cepat dan dalam
SSP : GCS E2M3V2 =7, mata cekung, pupil bulat isokor 3/3mm Reflek cahaya +/+ normalSKV : TD 120/80 mmHg HR 120x/m N 120x/m (i/t cukup) RR : 60 x /menit CRT <2” Cor : Bunyi jantung I-II normal, Bising (-)SRESP : Nafas spontan (+) tidak adekuat, terpasang Oksigen sungkup Rebreathing 5 L/m, RR 50x/m, cepat dan dalam (kussmaul), nafas hembus(+), SpO2 97%.Thoraks : Bentuk dan gerakan simetris, terdapat retraksi interkostal subcostal Paru : Suara vesikuler normal, tidak ada ronki dan tidak ada wheezing.SGIT :Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal, cubitan perut kembali lambatSINF : T axilla = 36,7 CSURIN : Diuresis (+)Regio sub mandibula dextra : Terdapat benjolan ukuran 4x 5 cm , merah (+) fluktuasi (+), nyeri tekan (+) Regio sub mandibula sinistra : terdapat benjolan uk 3 x 4cm, tampak luka (+) pus (+) nyeri tekan (+)
Hasil laboratorium:
Darah: Hb 13,6 g/dl, eritrosit : 5.180.000 sel/mm3 Ht : 34%, MCV 69,9 MCH 25, MCHC 36, Leukosit 51.500 sel/mm3, DC 0/0/0/80/10/10, retikulosit 0,4%, trombosit 389.000 sel/mm3, LED 16, CRP (-) ureum : 61 krea 0,93mg/dl ca : 10,1 mg/dl na : 141 mg / dl k : 5,6 meq/dl cl : 113 mmol/l. AGD : pH : 7,037 pCO2 : 14,5 pO2 : 165,7 HCO3 13,9 BE : -26,9 BEb -24,2 Urin rutin: warna: kuning keruh, , pH 5,0 (normal: 4,5-8,0), BJ 1,030 (normal: 1,003-1,030), glukosa (++), protein (+), bilirubin (-), urobilinogen (+1), darah (++), nitrit (-), keton (+++),sedimen: eritrosit: penuh (normal (<3/LPB), lekosit: 1-2/LPB (normal: <5/LPB), epitel
11
A
P
(+), silinder (-), kristal (-), bakteri (-), mucus (-) jamur (-)
Ketoasidosis diabeticum ec DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
Hasil laboratorium pada darah menunjukkan adanya leukositosis, hiperglikemia dan dari pemeriksaan AGD didapatkan kesan asidosis metabolik. Pada pemeriksaan urin didapatkan kesan glukosuria, ketonuria, hematuria. Dari pemeriksaan fisik dijumpai adanya distres nafas dan penurunan kesadaran maka pada penderita ini ditegakkan suatu ketoasidosis diabetikum derajat sedang. Leukositosis pada penderit ini dapat terjadi karena KAD dan adanya parotitis yang disebabkan infeksi bakteri karena ditemukan leukosit tinggi > 25.000/mm3)
Diagnosis : Ketoasidosis diabetikum ec. DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
TerapiO2 rebreathing 5 liter/menitIVFD NACl 0,9% + KCL 20 meq kec. 70 cc / jamIVFD NaCL 0,9% + insulin 50 IU kec 35 cc / jam (0,1 U / kg BB / jam drip)Ampicillin 3 x 1 gr
Monitoring : Kadar gula darah tiap jam, kesadaran, tanda vital, diuresis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranialEdukasi : Menjelaskan kepada orang tua tentang keadaan penurunan kesadaran, rencana pemeriksaan yang akan dilakukan, serta tentang perawatan intensif di PICU
Follow up
Pemantauan BSS dan balance cairan (12-12-2014)
JAM BSS Diuresis Drip
insulin
Cairan Keterangan
15.00 High - 35cc/jam NS0.9%+Kcl
20 meq
Cek BSS/jam, Bila BSS <
250 mg/dl ganti D5
1/2NS+20 meq KCl 7,46%
16.00 431 6,3
cc/kg/jam
35cc/jam NS0.9%+Kcl
20 meq
Cek BSS/jam, Bila BSS <
250 mg/dl ganti D5
1/2NS+20 meq KCl 7,46%
12
23.00 164 5.4cc/kg/jam 35cc/jam D51/2NS+ 10
meq Kcl 7.46%
Infus diganti
D51/2NS+10meq Kcl 7.46%
kec. 70 cc per jam
Pantau BSS, jika cenderung
turun ganti dengan D7,5
1/2NS+10meq Kcl 7.46%
24.00 187 5.1cc/kg/jam 35cc/jam D51/2NS+Kcl
10 meq
-
01.00 170 - 35cc/jam D51/2NS+Kcl Insulin pertahankan
35cc/jam
Jika BSS cenderung turun
ganti D10 1/2NS+10meq
Kcl 7.46%
02.00 180 6.7cc/kg/jam 35cc/jam D7.51/2NS+Kcl -
04.00 192 5.5cc/kg/jam 35cc/jam D101/2NS+Kcl Anak mulai sadar
06.00 187 - 35cc/jam D101/2NS+Kcl Boleh minum karena anak
sudah sadar
13-12-2014
13
S
O
A
P
Masalah1. KAD sedang sudah mulai teratasi2. Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder3. Gizi kurang
Anak sudah sadar dan mulai di coba minum / makan
SSP : GCS E4M5V4 =14, pupil bulat isokor 3/3mm Reflek cahaya +/+ normalSKV : TD 120/80 mmHg HR 100x/m N 100x/m (i/t cukup) CRT <2” Cor : Bunyi jantung I-II normal, Bising (-)SRESP : Nafas spontan (+) adekuat, nafas cepat dan dalam (-), nafas hembus (-) terpasang Oksigen nasal 2 L/m, RR 30 x/m, SpO2 97%.Thoraks : Bentuk dan gerakan simetris, terdapat retraksi interkostal subcostal Paru : Suara vesikuler normal, tidak ada ronki dan tidak ada wheezing.SGIT :Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal, cubitan perut kembali cepatSINF : T axilla = 36,7 CSURIN : Diuresis (+) 6 cc /kg BB jam
Regio sub mandibula dextra : Terdapat benjolan ukuran 4x 5 cm , merah (+) fluktuasi (+), nyeri tekan (+) Regio sub mandibula sinistra : terdapat benjolan uk 3 x 4cm, tampak luka (+) pus (+) nyeri tekan (+)
Ketoasidosis diabeticum ec. Diabetes tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
Diagnosa : Ketoasidosis diabeticum ec. Diabetes tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses Terapi : O2 nasal 2 liter / menit IVFD NACl 0,9% + KCL 20 meq kec. 40 cc / jam IVFD NaCL 0,9% + insulin 50 IU kec 35 cc / jam Ampicillin 3 x 1 gr Konsul ke divisi infeksi untuk tata laksana parotitis Konsul ke bagian bedah untuk tata laksana parotitisDiet : Bila pasien sudah sadar penuh, dapat diberikan makan nasi biasa 3 x 1 porsi dan snack 3 x 1Monitoring : tanda vital, kesadaran, Gula darah tiap 6 jam, diuresisEdukasi : Memberitahukan keluarga tentang keadaan pasien. Memberi edukasi tentang cara pemeriksaan gula darah secara mandiri dan penyuntikan insulin secara subkutan
Insulin drip di stop setelah diberikan insulin sub kutan 1 jam sebelumnya dan anak
14
sudah bisa makan bila sadar penuh. Follow up BSSPukul 12.00 : 246Pukul 18.00 443Pukul 00.00 : 365
Hasil laboratorium:
Darah: ca : 9,9 mg/dl na : 140 mg / dl k : 4,5 meq/dl cl : 118 mmol/l. AGD : pH : 7,294 p CO2 : 32,5 pO2 : 110,2 HCO3 15,6 BE :10,9 BEb 9 Urin rutin: warna: kuning keruh, , pH 5,0 (normal: 4,5-8,0), BJ 1,025 (normal: 1,003-1,030), glukosa (++), protein (+), bilirubin (-), urobilinogen (+1), darah (-), nitrit (-), keton (-),sedimen: eritrosit: - (normal (<3/LPB), lekosit: 1-2/LPB (normal: <5/LPB), epitel (+), silinder (-), Kristal tripel fosfat (+++), bakteri (-), mucus (-) jamur (-)
Hasil laboratorium AGD dan didukung dengan klinis penderita yang perbaikan dilihat dari anak yang sadar dan tenang, nafas hembus dan nafas cepat dalam yang menghilang dapat ditarik kesimpulan suatu ketoasidosis diabetikum teratasi
Penderita pindah bangsal pukul 18.00 WIB, insulin drip dilepas pukul 12.00 WIB
Pemberian insulin subcutan pada pasien ini yaitu dengan cara dengan basal bolus. Pemberian insulin dengan menggunakan insulin kerja cepat / pendek diberikan sebelum makan utama 3 kali sehari, dengan insulin kerja panjang satu kali pada malam hari. Regimen ini biasa digunakan pada anak remaja ataupun dewasa. Komponen basal biasanya berkisar 40-60% dari kebutuhan total insulin, yang dapat diberikan menjelang tidur malam yang bertujuan untuk menekan produksi glukosa selama malam hari.Insulin bolus diberikan selama atau setelah makan. Diberikan 3 kali sehari sesuai dengan frekuensi makan. Tujuannya adalah menekan hiperglikemia setelah makan 1,2,7
Pada pasien ini pemberian insulin subkutan secara basal bolus yaitu dengana. Insulin kerja cepat yaitu : Novorapid yang diberikan tiga kali sehari (7 IU) setengah jam sebelum makan. Dosis disesuaikan dengan pemantauan profil gula darah pasienb. Insulin kerja panjang yaitu : levemir 14 IU pada malam hari dengan mempunyai masa kerja lebih dari 24 jam
14-12-2014
15
S
O
A
P
Masalah : 1. KAD ec DM tipe 1 teratasi 2. Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses 3. Gizi kurang
Demam (-), Nyeri didaerah parotitis (+), keluar pus dari parotitis sebelah kiri (+)
KU: sens CM, frekuensi nadi 100 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 36,8 oC, frekuensi pernafasan 24 kali/menit (reguler)
KS:Kepala : Nafas cuping hidung (-) conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-) Regio sub mandibula dextra : Terdapat benjolan ukuran 4x 5 cm , merah (+) fluktuasi (+), nyeri tekan (+) Regio sub mandibula sinistra : Terdapat benjolan uk 3 x 4cm, tampak luka (+) pus (+) nyeri tekan (+)Thoraks : simetris, retraksi (-) Paru:vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Batas jantung: dalam batas normal Abdomen: Datar lemas hepar lien tak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, BSS06.00 : 312mg/dl 12.00 : 259mg/dl 18.00 : 294 mg/dl 00.00 : 534mg/dl
KAD teratasi ec. DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
Diagnosis : KAD ( teratasi ) ec. DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
Terapi : Inj. Ampicillin 4 x 1 gr Paracetamol 3 x 500 mg diberikan bila terdapat nyeri pada abses Novorapid 7-7-7 unit ( sub cutan) tergantung profil gula darah Levemir 14 unit ( malam) Konsul divisi infeksi untuk tata laksana parotitis dengan infeksi sekunder Rencana konsul bedah untuk tata laksana abses
Diet : Diet 2100 kkal + protein 30 gr ( Nasi biasa 3 x 1 porsi + snack 3 x 1 )
Monitoring : Tanda vital, profil gula darah setiap 6 jam.
Edukasi : Keadaan penderita perbaikan. Edukasi mengenai pemantauan gula darah dan
16
tentang cara penyuntikan insulin sub kutan setengah jam sebelum makan
15-12-2014
S
O
A
P
Masalah : 1. DM tipe 1 2. Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder dan abses 3. Gizi kurang
Demam (-), Nyeri didaerah parotitis (+), keluar pus dari parotitis sebelah kiri (+)
KU: sens CM, frekuensi nadi 100 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 36,8 oC, frekuensi pernafasan 24 kali/menit (reguler) TD : 120/80 mmHg
KS:Kepala : Nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Regio sub mandibula dextra : Bengkak (+), merah (+) uk. 4 x5 cm, fluktuasi (+), nyeri tekan (+)Regio sub mandibula sinistra : bengkak berkurang uk 3 x 4cm, pus (+) nyeri tekan (+)Thoraks : simetris, retraksi (-) Paru:vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Batas jantung: dalam batas normal Abdomen: Datar lemas hepar lien tak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, Hasil GDS06.00 : 437 mg/dl 12.00 : 397 mg/dl 18.00 : 559mg/dl 24.00 : high
DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan abses
Diagnosis : DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
Terapi : Inj. Ampicillin 4 x 1 gr (4) Paracetamol 3 x 500 mg diberikan bila terdapat nyeri pada abses Novorapid 7-7-7 unit ( sub cutan) tergantung profil gula darah Levemir 14 unit ( malam) Diet : Diet 2100 kkal + protein 30 gr ( Nasi biasa 3 x 1 porsi + snack 3 x 1 )
Monitoring : Tanda vital, profil gula darah setiap 6 jam.
Edukasi : Memberikan edukasi mengenai rencana tindakan pembedahan dan
17
debridement. Edukasi mengenai pemantauan gula darah dan tentang cara penyuntikan insulin sub kutan setengah jam sebelum makan
Jawaban konsul bedah onkologiKesan : Abses sub mandibula sinistraSaran : Debridement bila tidak ada kontra indikasi di bagian anak Regulasi DM
Jawaban konsul infeksiKesan : parotitis supuratifSaran : Antibiotik ampicillin dilanjutkanKultur dan swab pusDrainase abses konsul bedah
18-12-2014
S
O
Masalah : 1. DM tipe 1 2. Parotitis supuratif dengan infeksi sekunder dan abses 3. Gizi kurang
demam (-), Nyeri didaerah parotitis (+), keluar pus dari parotitis sebelah kiri (+), bengkak berkurang, demam (-)
KU: sens CM, frekuensi nadi 100 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 36,8 oC, frekuensi pernafasan 24 kali/menit (reguler) TD : 120/80 mmHg
18
A
P
KS:Kepala : Nafas cuping hidung (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)Regio sub mandibula dextra : Bengkak (+), merah (+) uk. 4 x5 cm, fluktuasi (+), nyeri tekan (+)Regio sub mandibula sinistra : bengkak berkurang uk 3 x 4cm, pus (+) nyeri tekan (+)Thoraks : simetris, retraksi (-) Paru:vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Batas jantung: dalam batas normal Abdomen: Datar lemas hepar lien tak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik,
Profil BSS06.00 : 199mg/dl 12.00 : 221mg/dl 18.00 : 92mg/dl 02.00 : 214 mg/dl
DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan abses
Diagnosis : DM tipe 1 + parotitis supuratif dengan infeksi sekunder + abses
Terapi : Inj. Ampicillin 4 x 1 gr (4) Paracetamol 3 x 500 mg diberikan bila terdapat nyeri pada abses Novorapid 8-8-8 unit ( sub cutan) tergantung profil gula darah Levemir 16 unit ( malam) Tindakan debridement abses Diet : Diet 2100 kkal + protein 30 gr ( Nasi biasa 3 x 1 porsi + snack 3 x 1 )
Monitoring : Tanda vital, profil gula darah setiap 6 jam.
Edukasi : Memberikan edukasi mengenai tindakan pembedahan dan debridement abses, serta perawatan luka post op. Edukasi mengenai pemantauan gula darah dan tentang cara penyuntikan insulin sub kutan setengah jam sebelum makan
Penderita dilakukan debridementDilakukan incise absesDilakukan dembridementLuka dirawat terbuka
Penderita dilakukan debridement abses dengan tujuan untuk evakuasi abses. Post operasi luka dirawat secara terbuka. Kondisi klinis penderita mengalami perbaikan.
Tanggal 20-12-2014Hasil kultur swab absesJenis kuman Klebsiella pneumoni
19
Sensitif : Amikasin ciprofloxacin, chloramphenicol, cefotaxim tetrasiklin, amoxicillin asam clavulanat.
Pada penderita ini antibiotik direncanakan diganti sesuai hasil kultur. Pemberian antibiotik Ampicillin diganti dengan Amoxicillin- Asam clavulanat tablet 3 x 500 mg+ antibiotik cotrymoxazol
21/12/14
S
O
A
P
Masalah : 1. DM tipe 1 2. Parotitis supuratif + Ulkus diabetikum (post debridement) di regio submandibulasinistra 3. Gizi kurang
demam (-), Bengkak di sub mandibula dextra berkurang, nyeri berkurang, luka post demberidement terbuka, keluar pus sedikit
KU: sens CM, frekuensi nadi 100 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 36,8 oC, frekuensi pernafasan 24 kali/menit (reguler) TD : 120/80 mmHg
KS:Kepala : Nafas cuping hidung (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)Regio sub mandibula dextra : Bengkak (+), merah (+) uk. 2 x3 cm, fluktuasi (+), nyeri tekan (+)Regio sub mandibula sinistra : tampak luka post debridement bengkak berkurang uk 3 x 4cm, pus (+) nyeri tekan (+)Thoraks : simetris, retraksi (-) Paru:vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Batas jantung: dalam batas normal Abdomen: Datar lemas hepar lien tak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, BSS06.00 : 113mg/dl 12.00 : 200mg/dl 18.00 : 414 mg/dl 00.00 : 102mg/dl
DM tipe 1 mulai terkontrol + parotitis supuratif + ulkus diabetikum (post debridement ) regio submandibula sinistra
Diagnosis : DM tipe 1 + parotitis supuratif + ulkus diabetikum (post debridement ) regio submandibula sinistra
20
Terapi : Amoxycillin- asam clavulanat tab 3 x 500mg Cotrymoxazol tab 2 x 1,5 tab Paracetamol 3 x 500 mg bila terdapat nyeri pada abses Novorapid 8-8-8 unit ( sub cutan) tergantung profil gula darah Levemir 16 unit ( malam) Diet : Diet 2100 kkal + protein 30 gr ( Nasi biasa 3 x 1 porsi + snack 3 x 1 )
Monitoring : Tanda vital, profil gula darah setiap 6 jam, perawatan luka terbuka, tanda- tanda infeksi sekunder pada luka post op.
Edukasi : Memberikan edukasi mengenai perawatan luka post op, tanda-tanda infeksi. Edukasi mengenai pemantauan gula darah dan tentang cara penyuntikan insulin sub kutan setengah jam sebelum makan
Pada tanggal 23-12-2014Penderita dikonsulkan ke bagian Kulit untuk perawatan luka post op Konsul ke bagian kulitKesan : post debridement parotitis supuratifSaran ; Topikal Kompres terbuka NaCl 0,9% 3 x ½ jam sehari Krim asam fusidat 2 % setelah kompres di tepi ulkus
27/12/14 Masalah : 1. DM tipe 1 2. Parotitis supuratif + Ulkus diabetikum (post debridement) di regio
21
S
O
A
P
Submandibulasinistra dengan perbaikan klinis 3. Gizi kurang
Demam (-), Pus dari tempat abses (+), luka terbuka di post debridement (+)
KU: sens CM, frekuensi nadi 92 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu 36,8 oC, frekuensi pernafasan 24 kali/menit (reguler) TD : 120/80 mmHg
KS:Kepala : Nafas cuping hidung (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)Regio sub mandibula dextra : Bengkak (+), merah (+) uk. 4 x5 cm, fluktuasi (+), nyeri tekan (+)Regio sub mandibula sinistra : tampak luka post debridement terbuka dgn uk 4 x5 cm, pus (-) Thoraks : simetris, retraksi (-) Paru:vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Batas jantung: dalam batas normal Abdomen: Datar lemas hepar lien tak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, BSS ; 06.00 : 164mg/dl 12.00 : 220mg/dl 18.00 : 128 02.00 : 111
DM tipe 1 + parotitis supuratif + ulkus diabetikum post debridement (hari ke 8) regio submandibula sinistra
Diagnosis : DM tipe 1 + parotitis supuratif + ulkus diabetikum post debridement (hari ke 8) regio submandibula sinistra
Terapi : Amoxycillin- asam clavulanat tab 3 x 500mg (8) Cotrymoxazol tab 2 x 1,5 tab (8) Paracetamol 3 x 500 mg bila terdapat nyeri pada abses Novorapid 8-8-8 unit ( sub cutan) tergantung profil gula darah Levemir 16 unit ( malam) Diet : Diet 2100 kkal + protein 30 gr ( Nasi biasa 3 x 1 porsi + snack 3 x 1 )
Monitoring : Tanda vital, profil gula darah setiap 6 jam, perawatan luka terbuka, tanda- tanda infeksi sekunder pada luka post op.
Edukasi : Memberikan edukasi mengenai perawatan luka post op di rumah, tanda-tanda infeksi. Kontrol ulang ke poli endokrin anak dan poli bedah onkologi
22
Edukasi mengenai pemantauan gula darah dan tentang cara penyuntikan insulin sub kutan setengah jam sebelum makan
Darah: Hb 11,3 g/dl, eritrosit : 4.280.000 sel/mm3 Ht : 33%, Leukosit 8700 sel/mm3, DC 0/4/1/56/32/7, retikulosit 1,9%, trombosit 323.000 sel/mm3,
Kondisi klinis pasien mengalami perbaikan. Luka post op debridement perbaikan, tidak tampak tanda-tanda infeksi, dan dapat dilanjutkan perawatan luka dirumah . Penderita dapat dipulangkan.
Tanggal Guladarah Insulin
14-12-2014 06.00 : 31212.00 : 25918.00 : 29402.00 : 534
Novorapid : 7-7-7 IULevemir : 14 IU
15-12-2014 06.00 : 43712.00 : 39718.00 : 45902.00 : hi
Novorapid : 7-7-7 IULevemir : 14 IU
16-12-2014 06.00 : 29112.00 : 33618.00 : 21402.00 : hi
Novorapid : 7-7-7 IULevemir : 14 IU
17-12-2014 06.00 : 33512.00 : 55918.00 : 21402.00 : 397
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
18-12-2014 06.00 : 19912.00 : 22118.00 : 9202.00 : 214
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
19-12-2014 06.00 : 51512.00 : 13318.00 : 11102.00 : 122
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
20-12-204 06.00 : 11012.00 : 12018.00 : 25002.00 : 202
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
21-12-2014 06.00 : 11312.00 : 20018.00 : 41 402.00 : 78
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
22-12-2014 06.00 : 13712.00 : 21418.00 : 15002.00 : 312
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
23-12-2014 06.00 : 189 Novorapid : 8-8-8 IU
23
12.00 : 13018.00 : 10202.00 : 159
Levemir : 16 IU
24-12-2014 06.00 : 16412.00 : 22018.00 : 12802.00 : 111
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
25-12-2014 06.00 : 21712.00 : 12718.00 : 13502.00 : 289
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
26-12-2014 06.00 : 10112.00 : 13518.00 : 18002.00 : 154
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
27-12-2014 06.00 : 16412.00 : 22018.00 : 12802.00 : 111
Novorapid : 8-8-8 IULevemir : 16 IU
Pada tanggal 15 -12-2014 gula darah terukur tinggi, maka dilakukan penyesuaian dosis
insulin. Penghitungan untuk penyesuainan dosis insulin yaitu dengan menghitung rasio
insulin dibandingkan karbohidrat. Pada pasien ini setelah dilakukan penghitungan rasio
tersebut maka insulin kerja cepat (novorapid ) dinaikkan menjadi 8-8-8 IU dan levemir
menjadi 16 IU.
ANALISIS KASUS
Dari data dasar didapatkan seorang anak laki-laki, usia11 tahun , berat badan 35
kg, panjang badan 155 cm, dengan status gizi kurang, datang dengan keluhan utama
penurunan kesadaran disertai adanya sesak nafas dengan tipe kussmaul. Pasien telah
terdiagnosis DM tipe 1 dan telah dua hari tidak melakukan penyuntikan insulin. Pasien 24
dirujuk dari RSUD dengan telah direhidrasi cairan NaCl sebanyak 1000 ml dalam 6 jam.
Dari data diatas dapat dipikirkan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh
ensefalopati metabolic karena KAD yang didiagnosis banding dengan edema cerebri
yang merupakan komplikasi dari terapi KAD karena tata laksana dalam pemberian cairan
atau dalam menentukan kecepatan pemberian cairan rehidrasi, pemilihan cairan dan
manajemen elektrolit.1,2,8 Beberapa studi kasus menyatakan bahwa edema otak berkaitan
dengan kecepatan pemberian cairan yang melebihi 4 liter/m2 luas permukaan tubuh
dalam 24 jam atau > 50 ml/kgBB dalam 4 jam pertama terapi (level of evidence II).8,9
Dari data didapat 1000 cc / 6jam = 5cc/kgBB/1 jam kecepatan tidak melebihi 50 ml
/kb/BB/jam. Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini juga tidak didapatkan tanda-tanda
cerebral edema seperti pupil anisokor, muntah, sakit kepala, pada funduskopi tidak
ditemukan tanda-tanda papil edema serta tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
lainnya sehingga edema cerebri dapat disingkirkan. Bila ada kemungkinan peningkatan
tekanan intrakranial dan edema cerebri dapat diberikan manitol dan dilakukan
pemeriksaan CT scan kepala.1,2,8 Pada pasien ini, anak mulai sadar dalam waktu kurang
dari 24 jam setelah ditatalaksana sebagai KAD sedang.
Pada anak ini juga terdapat infeksi parotitis supuratif dengan abses. Infeksi dapat
memprovokasi terjadinya KAD.4,6,10 Buruknya respon host pada pasien dengan
hiperglikemia dapat memperberat infeksi pada pasien DM. Pada keadaan hiperglikemia
terjadi penurunan dari mobilisasi leukosit PMN maupun MN , serta penurunan aktivitas
kemotaksis dan pagositosis terhadap bakteri.10,11,12 Keadaan hiperglikemia dapat
menghambat fungsi anti microbial dengan adanya inhibisi glukosa 6 posfat
dehidrogenase (G6PD), meningkatkan apopotosis dari leukosit PMN dan mengurangi
transmigrasi leukosit PMN melewati endothelium.11,12 Pasien ini tidak melakukan
penyuntikan insulin selama dua hari sehingga terjadi hiperglikemia saat dilakukan
pemeriksaan. Infeksi bakterial ini memicu terjadinya keadaan leukositosis. Keadaan
leukositosis dapat meningkatkan pelepasan katekolamin dari kelenjar adrenal sebagai
respon terhadap stress.11,12,13 Pada KAD umumnya terjadi leukositosis (18.000
-20.000/mm3) meskipun tidak ada infeksi. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan katekolamin dalam sirkulasi.1,11,14 Dari penelitian yang dilakukan English
25
W, didapatkan data salah satu faktor pencetus dari KAD yaitu infeksi akut (30%). Pada
KAD terjadi defisiensi absolut ataupun relatif dari insulin disertai meningkatnya
hormon-hormon couterregulatory (glukagon, kortisol, growth hormone dan katekolamin)
yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan metabolisme, hiperglikemia, diuresis
osmotik, dehidrasi hipertonik, dan ketoasidosis. Peningkatan leukosit pada KAD dapat
terjadi dengan atau tanpa adanya infeksi.1,2,15 Pada penelitian Cohen et all menemukan
bahwa leukosit dapat meningkat hingga 43.000/mm3 meskipun tanpa adanya infeksi.
Hal ini menunjukkan adanya KAD berat. Pada pasien ini didapatkan leukositosis
(51.500/mm3) akibat adanya infeksi parotitis dengan abses dan hiperglikemi. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Elie dkk, terdapat 51 pasien KAD yang dicetuskan oleh
infeksi dari 113 pasien dengan KAD (level of evidence III). Dapat disimpulkan dari
penelitian ini sekitar 45% pencetus KAD adalah faktor infeksi.15,16
Parotitis supuratif akut biasanya disebabkan stafilokokus aureus, streptokokus dan
kumam gram negatif lainnya. Kulit diatas kelenjar akan timbul gejala-gejala peradangan
yaitu panas,memerah dan nyeri tekan. Nanah dapat keluar dari duktus stensoni, jika
dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan leukosit pada
pemeriksaan darah16,17.
Regimen antimikroba dan lamanya penggunaan terapi merupakan hal yang
penting dalam pengobatan parotitis supuratif akut. Regimen yang direkomendasikan
yaitu penggunaan ceftazidim atau co amoxiclav sebagai terapi parenteral dan
cotrimoxazol atau co amoxciclav sebgai konsolidasi atau terapi eradikasi pada anak.
Keuntungan dari penggunaan amoxicillin clavulanat yaitu spektrum yang lebih luas
dibandingkan dengan cotrimoxazol apabila dijumpai mixed infection.17,18 Tatalaksana
incisi abses untuk drainsae pus juga diperlukan. Penyembuhan luka pada DM dapat
berlangsung lebih lama. Inflamasi yang memanjang dapat berkaitan dengan peningkatan
infiltrasi neutrofil dan peningkatan aktivitas protease.18,19 Hal ini dapat menghambat
penyembuhan luka. Oleh karena itu diperlukan control gula darah yang baik untuk agar
penyembuhan luka dapat optimal (level of evidence III)18,19,20
Pada pasien ini setelah mendapat terapi sesuai dengan tatalaksana KAD, anak
mulai sadar dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Tatalaksana KAD bersifat kompleks
26
dan harus cermat. Bila KAD telah ditegakkan maka pasien dapat langsung ditatalaksana
dimulai dengan resusitasi dengan cairan salin 0,9%. Jumlah cairan disesuaikan dengan
derajat dehidrasi dan diberikan dalam 36-48 jam.2 Selanjutnya pada pasien juga
diberikan insulin drip. Drip insulin dimulai dengan dosis 0,05 -0,1 unit /kg BB/jam.
Penurunan kadar gula darah yang diharapkan adalah 70-100 mg/dl/jam. Target kadar
glukosa yang diharapkan adalah 150-250 mg/dl. Setelah pasien sadar dan dapat makan
minum, kadar glukosa cenderung stabil insulin drip diganti dengan pemberian insulin
subcutan. Penggantian kalium dimulai bila urin (+) . Pada saat asidosis akan terjadi
kehilangan kalium dari tubuh walaupun konsentrasi didalam serum masih normal atau
meningkat akibat berpindahnya kalium intrasel ke ekstrasel. Konsentrasi kalium serum
akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi. Dosis yang diberikan
adalah 5 mmol/ kg berat badan perhari atau 40 mmol/liter cairan. Hal penting lainnya
dalam tatalaksana KAD adalah monitoring dan pengamatan klinis yang cermat dari
waktu ke waktu. Pemantaunan ketat yang diperlukan adalah tanda vital (nadi, frekuensi
nafas, dan tekanan darah), observasi neurologis setiap jam, gula darah setiap jam saat
pemberian insulin, keseimbangan cairan, serta pemeriksaan keton urin hingga negatif.1,2
Pemberian insulin subcutan pada pasien ini yaitu dengan cara dengan basal bolus
dengan menggunakan insulin kerja cepat / pendek diberikan sebelum makan utama
sebagai bolus dan insulin kerja panjang malam hari sebagai basalnya. Regimen ini biasa
digunakan pada anak remaja ataupun dewasa. Dosis disesuaikan dengan profil gula
darah1,2,7. Keuntungan metode basal bolus dibanding metode konservatif yaitu metode
basal bolus mempunyai kemungkinan terbaik dalam menyerupai sekresi insulin fisiologis
sehingga dapat mencegah komplikasi jangka panjang.
Pada penderita ini juga dijumpai gizi kurang. Perlu diperhatikan tatalasana nutrisi
khusus pada penderita DM. Nutrisi merupakan salah satu aspek penting dalam
manajemen diabetes melitus. Pada penderita ini, kalori yang dibutuhkan adalah 2100 kkal
sesuai dengan kebutuhan kalori berdasarkan umur dengan komposisi karbohidrat 50-
55%, lemak 30-35% dan protein 10-15% untuk memenuhi kebutuhan penderita terutama
untuk tumbuh kembang dengan 3 x makan utama + 3 x snack. Hal ini sesuai dengan
27
rekomendasi american Diabetes Association dimana total energi harian terdiri atas
karbohidrat >50%, protein 10-15% dan lemak 30-35%. (level of evidence IV). Selain itu,
kementrian kesehatan amerika juga merekomendasikan konsumsi buah dan sayur setiap
hari untuk penderita DM (level of evidence IV). Dengan tatalaksana terapi insulin dan
manajemen diet yang baik, maka berat badan diharapkan kembali pada berat badan
ideal.1,7,21
Hal penting lainnya dalam manajemen DM adalah monitoring gula darah secara
mandiri. Pemantauan gula darah secara berkala dapat membantu penderita mengetahui
profil gula darah sekaligus melihat respon terhadap insulin yang diberikan. Tetapi
permasalahan pada pasien ini adalah ketidakpatuhan dalam menjalani penyuntikan
insulin dikarenakan penderita merasa bosan dan menganggap penyakitnya tidak akan
sembuh. Oleh karena itu pasien dengan DM tetap harus selalu diberikan edukasi
mengenai tata cara penyuntikan, pemantauan gula darah berkala dan resiko terjadinya
KAD bila tidak mematuhinya. Pendidikan merupakan kunci utama dalam pengobatan
DM. Penderita dan keluarga harus mendapatkan informasi mengenai DM yaitu berupa
penyebab, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaannya, tujuan
penatalaksanaannya, bagaimana mencegah komplikasi jangka pendek (hipoglikemia dan
KAD) dan jangka panjang (mikro dan makrovaskuler), bagaimana menyesuaikan diri
dengan manajemen penyakitnya (menyuntik insulin,diet,olahraga, saat sakit dan saat
puasa), serta motivasi agar penderita dan keluarga dapat memonitor gula darah secara
mandiri di rumah sehingga diharapkan tingkat kepatuhan penderita untuk menyuntik
insulin maupun monitoring kadar gula darah dapat meningkat.1,7
Setelah perawatan selama 16 hari, kondisi umum penderita baik. Terapi antibiotik
selesai dan, luka post debridement telah mnegalami perbaikan sehingga penderita dapat
dipulangkan dan diberikan edukasi mengenai perawatan luka di rumah, kepatuhan
penyuntikan insulin dan pola makan yang baik. Prognosis pada penderita ini adalah quo
ad vitam dubia dan qua ad functionam dubia, quo ad sanationam : dubia, karena
bergantung pada kepatuhan penderita dalam penyuntikan insulin dan control metabolic
yang dapat dicapai oleh penderita. Namun kualitas hidup penderita akan sangat
tergantung pada kontrol metabolik yang dapat dicapai oleh penderita. Kontrol metabolik
28
ini sangat dipengaruhi oleh kepatuhan penderita terhadap insulin, diet, serta manajemen
DM keseluruhan yang nantinya akan berkontribusi terhadap kejadian komplikasi jangka
pendek dan jangka panjang.
Masa remaja merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang pesat ,
sehingga sering dibutuhkan insulin yang lebih tinggi. Pada anak laki-laki percepatan
pertumbuhan mencapai puncak pada usia 13 tahun dan melambat pada usia 18 tahun.
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan pasien dengan menggunakan kurva
pertumbuhan setiap 3 bulan merupakan bagian penting dalam perawatan berkelanjutan
remaja dengan diabetes. Pasien dengan control metabolic buruk memperlihatkan
kenaikan tinggi badan yang lebih rendah, sementara pasien dengan control metabolic
baik dapat mempertahankan kenaikan tinggi badan secara oprimal sesuai dengan kurva
pertumbuhan ideal. Pertumbuhan yang suboptimal dan keterlambatan pubertas sering
ditemukan pada anak dengan control metabolic yang buruk dan persisten Permasalahan
psikososial juga meningkat pada remaja DM tipe 1. Pada umumnya permasalahan
terhadap kepatuhan dalam penyuntikan insulin. Diperlukan dukungan keluarga serta
edukasi mengenai pentingnya akan kepatuhan dalam penyuntikan. 1,7
TINJAUAN PUSTAKA
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu kedaruratan medik yang timbul
akibat gangguan metabolik glukosa karena defisiensi insulin baik secara absolut atau
29
relatif yang ditandai dengan hiperglikemia ( > 250 mg/dl ); ketosis ( keton +2 ) ; dan
acidemia ( serum HCO3 < 15 mEq/L dan pH darah < 7.30 ).1,2
Etiologi
Yang paling sering menyebabkan KAD adalah adalah faktor penyakit yang
mendasari atau akibat adanya infeksi concomitant (40%), ketidakpatuhan dalam terapi
insulin (25%) , terdiagnosa pertama kali (15%) dan faktor-faktor lainnya (20%).
Penyebab KAD pada DM tipe 1 adalah :
1. Pada 25 % pasien , KAD terjadi karena defisiensi insulin
2. Tingkat kepatuhan yang rendah dalam penyuntikan insulin.
3. Infeksi bakterial
4. Klebsiella pneumoni ( salah satu bakteri pencetus KAD)
5. Idiopatik1,22
Insiden dan prevalensi
Dari data yang didapatkan di Amerika tercatat sebanyak 4,6 sampai dengan 8
episode KAD dalam 1000 pasien yang terdiagnosa DM. Pada penelitian Arlette Rewers,
dan kawan-kawan (1998)13 didapatkan angka kejadian KAD adalah 8 per 100 anak-anak
dengan peningkatan lebih banyak pada anak wanita, berdasarkan umur 4 per 100 anak-
anak < 7 tahun; 8 per 100 anak-anak untuk umur 7-12 tahun; 12 per 100 anak-anak umur
13 tahun.Insiden KAD di Amerika Utara dan Eropa berkisar antara 15-67 %. Di Kanada
dan Eropa, penderita KAD yang dirawat inap sekitar 10 per 100.000 anak.1,2,23
Angka mortalitas KAD telah turun secara signifikan pada periode 20 tahun
terakhir dari 7,96% menjadi 0,67 % seperti yang dilaporkan Lin dkk. Tetapi angka
kematian KAD ini masih tinggi pada negara berkembang.1,2,22
Patofisiologi
Pada KAD terjadi defisiensi absolut ataupun relatif dari insulin disertai meningkatnya
hormon-hormon counterregulatory (glukagon, kortisol, growth hormone, dan
30
katekolamin) yang akhirnya menyebabkan gangguan metabolisme, hiperglikemia,
diuresis osmotik, dehidrasi hipertonik, dan ketoasidosis.
Gravin T dan kawan-kawan (1998) mengatakan selain defisiensi insulin yang
memacu terjadinya KAD, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhinya antara lain :
riwayat menderita penyakit infeksi, riwayat menderita penyakit yang berat, faktor stress,
pneumonia, ISK, penyalahgunaan alkohol, cedera fisik, emboli paru-paru, serta adanya
hormon kontra regulator seperti glukagon, hormon pertumbuhan, epinefrin.1,24
Beberapa faktor yang berinteraksi adalah defisiensi insulin, atau berkaitan dengan
inefektifitas insulin dikarenakan stres fsiologis yang disebabkan meningkatnya hormon-
hormon counterregulatory. Dengan adanya infeksi menyebabkan peningkatan
metabolisme tubuh dan meningkatkan resistensi terhadap insulin sehingga menyebabkan
gangguan keseimbangan metabolisme. Perubahan hoormon-hormon ini menambah
produksi glukosa dari glikogenolisis dan glukoneogenesis, edangakan pemakaian
glukosa terbatas sehingga menyebabkan hiperglikemia (>200mg/dl), diuretik osmosis,
kehilangan elektrolit, dehidrasi penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada tubuh juga akan
terjadi proses lipolisis yang menyebabkan meningkatnya free fatty acid . Peningkatan
lipolisis mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas. Peningkatan substrat ini akan
merangsang beta oksidasi menghasilkan benda keton (ketogenesis). Kehadiran benda
keton ini dalam darah akan mempengaruhi pH darah menjadi asam, yang kemudian di
buffer di ekstraseluler yang mengakibatkan timbulnya asiodosis metabolik. Keadaan
dehidrasi, hiperosmolaritas asidosis dan gagguan keseimbangan elektrolit dapat
menyebabkan stres metabolik. Manifestasi klinis yang akan timbul adalah poliuri,
polidipsi, tanda-tanda ddehidrasi, pernafasan kussmaul.1,2,22
31
Gambar 1 . Bagan patofisiologi KAD2
32
Gambar 2. Bagan Patofisiologi infeksi berkaitan dengan DM 12
Buruknya respon host pada pasien dengan hiperglikemia dapat memperberat
infeksi pada pasien DM. Pada keadaan hiperglikemia terjadi penurunan dari mobilisasi
leukosist PMN maupun MN , serta aktivitas kemotaksis dan pagositosis terhadap bakteri
akan menurun. Keadaan hiperglikemia juga dapat menghambat fungsi anti microbial
dengan adanya inhibisi glukosa 6 posfat dehidrogenase (G6PD), meningkatkan
apopotosis dari leukosit PMN dan mengurangi transmigrasi leukosit PMN melewati
endothelium.10,11,12
Manifestasi Klinis
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien dengan KAD umumnya memeiliki riwayat poliuria, polidipsi yang
berkaitan dengan glukosuria. Dapat juga terjadi penurunan berat badan, meskipun
peningkatan intake. KAD ini dapat terjadi juga didahului dengan adanya proses infeksi
sebelumnya. 1,2
Pasien biasanya mengalami nyeri perut, mual ,muntah dehidrasi dan hiperpnea. Muntah
tanpa disertai diare dapat pula sebagai gejala KAD.
33
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui penurunan kesadaran, depresi pernafasan,
lemah dan dehidrasi. Salah satu karakteristik KAD adalah pernafasan kussmaul, dapat
juga disertai dengan nafas bau aseton, poliuri, serta tanda-tanda dehidrasi. Pemeriksaan
abdomen secara cermat juga diperlukan karena terkadang gejalanya mirip dengan
apendisitis akut. Pemeriksaan neurologis lengkap diperlukan untuk menilai adakah
komplikasi berupa cerebral edema. Tanda-tanda dari cerebral edema seperti sakit kepala,
muntah-muntah, bradikardi, peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen dan
perubahan status neurologis.1,2,11
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada KAD adalah darah rutin, gula darah
elektrolit, analisa gas darah, fungsi ginjal (kreatinin serum meningkat mungkin
meningkat karena keton yang positif), urinalisis dan pemeriksaan keton dalam urin,
kultur darah bila ada indikasi, foto toraks bila ada indikasi, apus tenggorok bila ada
indikasi.1,2,11
Hasil penemuan laboratorium pada penderita KAD
Hiperosmolalitas, hiperglikemia (>200 mg/dL)
Lipidemia, ketonemia, asidosis pH < 7,25, bikarbonat < 15 mEq/L
Hiponatremia
Hipokalemia
BUN/kreatinin meningkat
Leukositosis
Dikutip dari Stephen M, Rosenthal, MD & Stephen E.Gitelman, MD. Endocrinology. Dalam: Abraham M. Rudolph, Robert K. Kamei, Kim J. Overby, penyunting. Text book rudolf’s fundamentals of Pediatrics, edisi ke 3. a Division of The McGraw-Hill Co. 2002: 777-88).
Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap ditentukan derajat Ketoasidosis Diabetikum
dengan klasifikasi sebagai berikut
34
Klasifikasi derajat Ketoasidosis Diabetikum
Normal Ringan Sedang Berat
CO2(mEq/L) 20-28 16-20 10-15 < 10
PH 7,35-7,45 7,25-7,35 7,15-7,25 < 7,15
Klinis tidak ada sadar tapi pernafasan pernafasan kussmaul
Lemas kussmaul, atau depresi pernafas-
Ngantuk, an,ngantuk sampai
Gelisah koma
Tabel 2 . Klasifikasi derajat Ketoasidosis Diabetikum2
.
Penatalaksanaan
Pengobatan ketoasidosis diabetikum bersifat kompleks dan harus cermat. Penanganan
ketoasidosis yang kurang tepat dapat berakibat under atau over hidrasi, hipoglikemia,
hipokalemia, hiponatremia dan edema cerebri.
Tujuan penatalaksanaan KAD adalah:
1. Koreksi kehilangan cairan / dehidrasi
2. Memperbaiki perfusi, meningkatkan pengambilan glukosa di perifer dan
memperbaiki asidosis
3. Meningkatkan ketogenesis dengan memberikan insulin, sehingga
mencegah proteolisis dan lipolisis dan menstimulasi ambilan glukosa,
sehingga kadar glukosa dapat normal kembali
4. Mengoreksi elektrolit yang hilang
5. Mencegah komplikasi antara lain edema serebral, hipoglikemia dan
hipokalemia.1,2,11
Bila ketoasidosis telah ditegakkan, maka tindakan yang harus dilakukan adalah
Resusitasi yang diperlukan
35
Nilai derajat dehidrasi. Pada pasien dengan dehidrasi tanpa renjataan diberi cairan
salin 0,9% untuk mempertahankan sirkulasi perifer. Bila terjadi renjatan maka
segera diberi salin isotonik secara cepat (10 sampai dengan 20 ml/kg berat badan.
Cairan koloid tidak dianjurkan karena tidak menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan cairan kristaloid. Dari penelitian yang dilakukan Eric, dkk (2001)
melaporkan pemberian cairan lebih dari 4 liter dalam 24 jam dapat menyebabkan
terjadinya edema cerebral, oleh karena itulah tatalaksana pemberian cairan harus
tepat dan cermat.
Setelah keadaan syok teratasi, maka penghitungan cairan rumatan pada penderita
sebgai berikut1,2,22
Bila derajat ketoasidosis dan dehidrasinya berat, maka rehidrasi harus dilakukan
sekitar 48 jam. Bila kadar natrium yang telah dikoreksi menunjukkan hipernatremia,
maka rehidrasi perlu dilakukan dengan lebih perlahan-lahan bahkan bisa sampai 72 jam.
1. Penggantian natrium
Penggantian natrium bersifat individual dan berdasarkan hasil pemantauan
laboratorium. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam. Kadar
natrium yang terukur adalha lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang
terjadi.
36
Artinya sebenarnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100mg/dl diatas 100mg/dl. Bila hsil koreksi Natrium
> 150mmol/liter (hipernatremia, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam. Sedangkan bila
koreksi natrium dengan hasil < 125mmol/ liter atau cenderung menurun lakukan koreksi
dengan Nacl dan evaluasi kecepatan hidrasi.1,2,11
Penggantian Kalium
Penggantian kalium harus segera dimulai setelah resusitasi cairan untuk
mengatasi syok dan sebelum terapi insulin dimulai. Pada saat asidosis akan terjadi
kehilangan kalium dari tubuh walaupun konsentrasi didalam serum masih normal atau
meningkat akibat berpindahnya kalium intrasel ke ekstrasel. Konsentrasi kalium serum
akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi. Dosis yang diberikan
adalah 5 mmol/ kg berat badan perhari atau 40 mmol/liter cairan. Pada keadaan gagal
ginjal atau anuria, pemberian kalium harus ditunda.1,2,11
Penggantian bikarbonat
Asidosis yang berat pada KAD akan membaik seiring dengan pemberian cairan
dan insulin. Pemberian insulin akan mencegah produksi dan meningkatkan metabolisme
keton. Analisis gas darah ateri akan sangat membantu. Indikasi pemberian natrium
bikarbonat adalah untuk pasien dengan syok berat dan pasien dengan asidosis berat (pH
arteri < 6,9) dan atau HCO3 < 5 mmol/L). Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg
BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus : 1/3 x (dfisit basa x
kgBB) cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.1,2,11
37
Terapi insulin
Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi. Terapi dapat
dimulai dengan pengamatan klinis dan laboratorium yang ketat. Insulin yang digunakan
adalah jenis short acting / rapid insulin (RI). Pemberian insulin harus terpisah dengan
cairan rehidrasi sehingga digunakan syringe pump atau dipasang 2 jalur infus.
Drip insulin dimulai dengan dosis 0,05 -0,1 unit /kg BB/jam. Penurunan kadar gula
darah yang diharapkan adalah 70-100 mg/dl/jam. Target kadar glukosa yang diharapkan
adalah 150-250 mg/dl.1,2,11
Terapi DM tipe 1
Bertujuan agar anak dapat bebas dari gejala penyakit, dapat menikmati
kehidupan social, terhindar dari komplikasi, tumbuh kembang optimal, perkembangan
emosional normal, komtrol metabolic yang baik tanpa menimbulkan hipoglikemia.
Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup penderita DM tipe 1.
Pemberian insulin subkutan. Regimen yang biasa digunakan pada anak maupun remaja
yaitu dengan basal bolus regimen. Pemberian insulin dengan menggunakan insulin kerja
cepat / pendek diberikan sebelum makan utama, dengan insulin kerja menengah diberikan
pada pagi dan malam hari. Komponen basal biasanya berkisar 40-60% dari kebutuhan
total insulin, yang dapat diberikan menjelang tidur malam, atau sebelum makan pagi,
siang atau 2 kali yakni sebelum makan pagi dan malam ; siasanya sebagai komponen
bolus terbagi yang disuntikkan 20-30 menit sebelum makan bila menggunakan insulin
regular, atau segera sebelum makan atau sesudah makan bila menggunakan analog
insulin kerja cepat.1,2,7
Komplikasi
Edema serebral
Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan edema serebri adalah : usia lebih muda,
pasien baru dan makin lamnya gejala penyakit tampak. Tanda dan gejala edema serebri
38
adalah : sakit kepala, muntah-muntah, perlambatan detak jantung, peningkatan tekana
darah, penurunan saturasi oksigen dan perubahan status neurologis.
Terapi yang harus diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi :
a.Kurangi kecepatan infus
b. Pemberian manitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon
d. Bila perlu dilakuka intubasi dan pemasangan ventilator
e. Pemeriksaan MRI atau CT scan segera dilakukan bila kondisi stabil
Parotitis Supuratif
Parotitis supuratif akut biasanya disebabkan stafilokokus aureus, streptokokus dan
kumam gram negatif lainnya. Kulit diatas kelenjar akan timbul gejala-gejala peradangan
yaitu panas,memerah dan nyeri tekan. Nanah dapat keluar dari duktus stensoni, jika
dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan leukosit pada
pemeriksaan darah.
39
Gambar 3. Bagan skematik penyembuhan luka pada keadaan normal dibandingkan
dengan pasien DM
Regimen antimikroba dan lamanya penggunaan terapi penting dalam pengobatan parotitis
supuratif akut. Regimen yang direkomendasikan yaitu penggunaan ceftazidim atau co
amoxiclav sebagai terapi parenteral dan cotrimoxazol atau co amoxciclav sebgai
konsolidasi atau terapi eradikasi pada anak. Keuntungan dari penggunaan amoxicillin
clavulanat yaitu spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan cotrimoxazol apabila
dijumpai mixed infection. Penyembuhan luka pada DM dapat berlangsung lebih lama.
Inflamasi yang memanjang dapat berkaitan dengan peningkatan infiltrasi neutrofil dan
peningkatan aktivitas protease. Hal ini dapat menghambat penyembuhan luka. Oleh
karena itu diperlukan control gula darah yang baik untuk agar penyembuhan luka dapat
optimal (level of evidence III)
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara J. dkk.Diabetes mellitus. Buku AjarAjar Endokrinologi Anak .Edisi satu.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI 2010 : 125-93
2. Netty EP.Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik Pada Anak, Divisi Endorinologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR, 2005.p.1-18
3. Koves et all. Improving Care for Pediatric Diabetic Ketoacidosis, Division of
Endocrinology and Diabetes Seattle Children Hospital, 848-56.
4. Zaynab A,dkk. Precipitating factors, outcomes, and recurrence of diabetic ketoacidosis
at a university hospital in Damascus. Faculty of Medicine, Damascus university. 1-8
5. Joshi N,dkk. Infections in Patients with Diabetes Mellitus. The New England journal
of Medicine:1906-12
6. Nahlieli O. Juvenile Recurrent Parotitis : A New Method of Diagnosis and Treatment.
Diunduh dari Pediatrics.aappublications.org. 9-12
7. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe 1. Edisi ke 2. Badan Penerbit IDAI. 1-60
8. Glaser N, dkk. Subclinical Cerebral Edema in Children With Diabetic Ketoacidosis
Randomized to 2 Different Rehydration Protocols. 73-80
9. Collet p. Diabetic ketoacidosis in children : review of pathophysiology and treatment
with the use of the “ two bags system” 9-15.
10. Xu W,dkk. Correlation between Peripheral White Blood Cell Counts and the
Hyperglicemic emergencies. International Journal of Medical Sciences.758-65
11.Wolfsdorf J,dkk. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescents.
Consensus from American Diabetes Association. 1150-9.
12. Casquiero J. Infections in patients with Diabetes mellitus : A review of pathogenesis .
Faculty of medicine bahia Brazil. 27-36.
13. Gillani W.dkk. Prediction and rate of infections in diabetes mellitus patients with
diabetes ketoacidosis in Penang, Malaysia1-6
14. Rewers A. Presence of Diabetic Ketoacidosis of Diabetes Mellitus in Youth : the
search for Diabetes in Youth Study. 1258-65
41
15. Hamdi O.dkk. Diabetic Ketoacidosis diunduh dari emedicine.medscape.com 1-8
16. Azoulay E. dkk. Infection as atrigger of Diabetic Ketoacidosis in Intensive Care Unit
Patients. Clinical Infectious Disease. 2001. 30-5.
17. Stoesser N, dkk. Pediatric Suppuratives in Cambodia 2007-2011. Pediatric infectious
Disease. 2012. 1-5.
18. Jeffrey D. Suppuratives Parotitis due to Candida Glabrata. Infectious disease in
clinical practices. Vol 18, 2010. 162-4
19. Mclennan S. Molecular Aspects of Wound healing in diabetes. Primary Intention. Vol
14 no 1 February 2006. 8-13
20. Sreedevi C. Dermatologic lesions in diabetes mellitus. University clinic for Diabetes,
Croatia. 2002.147-59
21. Damayanti R.dkk. Diabetes melitus dalam Penuntun diet Anak. Badan Penerbit FK
UI Ed.3. 2014. 132-8
22. Wolsfdorf J. Diabetic ketoacidosis inchildren an adolescents with Diabetes. Pediatric
diabetes. 2007. Ed.8. 28-43
23. Arlette Rewers. Report of the Expert Committee on the Diagnosis and classification
of diabetesmellitus. Diabetes Care 1998; 21: 5-16.
24. Gravin J. Report of the expert committee on the diagnosis and classification of
diabetes mellitus. Diabetes Care 1998; 21: 5-16.
42
DIAGRAM TUMBUH KEMBANG SEORANG An. J/lk/11 TAHUN DENGAN KAD + PAROTITIS SUPURATIF+ GIZI KURANG
Lingkungan
Diagram1. Diagram tumbuh kembang penderita
Mikro Ibu, SMA, 40 tahun,
wiraswasta, mengasuh anak sendiri, imunisasi lengkap
Mini Ayah: 35 tahun,
SMA, Wiraswasta Keluarga tidak
harmonis Lingkungan padat Higiene dan sanitasi
baik
Meso Bidan / dokter : ± 500
m RSterdekat: ± 3 km
MakroBPJS
Asuh Cukup
Asah Cukup
Kebutuhan dasar
TUMBUH KEMBANG
R/kehamilan dan kelahiran normal, pertumbuhan dan
perkembangan dalam batas normal
Tata laksana adekuat- Suportif- Insulin rapid
acting - Insulin long
acting- Perawatan luka
Tumbuh Kembang optimal
Genetik – Heredokonstitusional
Asih Kurang
Sosial ekonomi baik Hieginisasi dan
sanitasi baik Imunisasi lengkap Lingkungan padat
Anak
Neonatus
43
44