INTEGRATED PEST MANAJEMENT
Disusun Oleh:
Syamela Nisa Tsaqila H0815032
Witia Nuraini Devasari H0813174
Yenny Sundari H0813176
Yusuf Gumilar H0813181
Agribisnis 5
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. H. Sholahudin, MS
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2015
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada budidaya tanaman umumnya, OPT merupakan salah satu kendala
yang perlu diperhatikan dan ditanggulangi. Perkembangan serangan OPT yang
tidak dapat dikendalikan, akan berdampak kepada timbulnya masalah-masalah
lain yang bersifat sosial, ekonomi, dan ekologi.
Organisme pengganggu tanaman adalah semua organisme yang dapat
menyebabkan penurunan potensi hasil yang secara langsung karena menimbulkan
kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia, atau kompetisi hara terhadap
tanaman budidaya. Organisme Pengganggu tanaman dikelompokan menjadi 3
kelompok utama yaitu Hama, Penyakit, dan Gulma
Sejarah dari Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) atau di dunia internasional
dikenal sebagai “The Integrated Pest Management” (IPM) merupakan suatu
konsep pengelolaan ekosistem pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Di Indonesia, PHT umumnya dikenal sebagai perpanjangan istilah
Pengendalian Hama terpadu.
Sebenarnya dilihat dari sejarah perkembangan konsep, Integrated Pest
Management (IPM) merupakan peningkatan konsep dari Integrated Pest Control
(IPC).Konsep PHT dimunculkan sekitar tahun 1960an setelah masyarakat mulai
khawatir dan cemas akan dampak dari penggunaan pestisida bagi kesehatan
masyarakat dan juga lingkungan hidup. Data lapangan menunjukkan bahwa
penggunaan pestisida oleh petani dari tahun ke tahun terus meningkat yang tidak
hanya terjadi di 1 negara tetap menyebar ke seluruh dunia. Dunia menginginkan
pendekatan dan teknologi pengendalian hama baru yang tidak hanya tergantung
kepada penggunaan pestisida.
Pada tahun 1956, Barlett mengajukan gagasan tentang Integrated Control
yang memadukan prinsip pengendalian kimiawwi dan pengendalian hayati. Pada
tahun 1959, gagasan Barlett tersebut dilengkapi oleh Stern dan kawan-kawan dari
Universitas California untuk menjadi suatu konsep yang kemudian terkenal
sebagai “Integrated Pest Control (IPC). Dan Sejak tahun 1970 Konsep Integrated
Pest control (IPC) berkembang menjadi konsep Integrated Pest
Management (IPM). Pengelolaan hama mempunyai pengertian dan
cakupan yang jauh lebih luas daripada pengendalian hama. IPM memadukan
semua teknik pengendalian hama secara optimal dengan memperhatikan kondisi
ekosistem dan sistem sosial ekonomi dan budaya setempat.
1. Permasalahan
1. Apa pengertian Pest?
2. Apa pengertian hama tanaman dan serangga tanaman serta apa saja jenisnya?
3. Bagaimana Integrated Pest Manajement dalam Pengelolaan Hama Terpadu
(PHT)?
2. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Pest
2. Untuk mengidentifikasi apa sajahama tanaman dan serangga tanaman serta
jenis-jenisnya.
3. Untuk memahami Integrated Pest Manajement dalam Pengelolaan Hama
Terpadu (PHT)?
II. PEMBAHASAN
A. Pest? Bagian UCUP manaaaaa?????????
B. Hama Tanaman
Hama adalah organisme yang tidak diharapkan ada dalam pertanaman
pertanian. Hama adalah makhluk hidup yang menjadi pesaing, perusak,
penyebar penyakit, dan penggangu semua sumber daya yang dibutuhkan
manusia. Hama dianggap merugikan dan dan tidak diinginkan dalam kegiatan
manusia sehari-hari. Akibat dari serangan hama akan terjadi susut kuantitatif,
susut kualitatif dan susut daya tumbuh.
Susut kuantitatif adalah turunnya bobot atau volume bahan karena
sebagian atau seluruhnya dimakan oleh hama. Susut kualitatif adalah turunnya
mutu secara langsung akibat dari adanya serangan hama, misalnya bahan yang
tercampur oleh bangkai, kotoran serangga atau bulu tikus dan peningkatan
jumlah butir gabah yang rusak. Susut daya tumbuh adalah susut yang terjadi
karena bagian lembaga yang sangat kaya nutrisi dimakan oleh hama yang
menyebabkan biji tidak mampu berkecambah. Secara ekonomi, kerugian
akibat serangan hama adalah turunnya harga jual komoditas bahan pangan
(biji-bijian). Kerugian akibat serangan hama dari segi ekologi atau lingkungan
adalah adanya ledakan populasi serangga yang tidak terkontrol. Hama
merupakan semua serangga maupun binatang yang aktifitasnya menimbulkan
kerusakan pada tanaman sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman menjadi terganggu dan berdampak pada kerugian
secara ekonomis.
Kerusakan oleh serangga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung.Kerusakan langsung terdiri
dari konsumsi bahan yang disimpan oleh serangga, kontaminasi oleh serangga
dewasa, pupa, larva, telur, kulit telur, dan bagian tubuhnya, serta kerusakan
wadah bahan yang disimpan. Kerusakan tidak langsung antara lain adalah
timbulnya panas akibat metabolisme serta berkembangnya kapang dan
mikroba-mikroba lainnya.
1. Jenis Hama Tumbuhan
a. Nematoda Parasitik Tanaman
Umumnya nematoda parasitik tanaman adalah kecil berbentuk
cacing dengan panjang kira-kira 1 mm, meskipun ada kisaran dalam
ukuran dari 0 - 3 mm (Paratylenchus sp.) sampai 10 - 0 mm
(Longidorus sp.). Berdasarkan cara hidupnya nematoda parasit
dibedakan dalam tiga kelompok yaitu
1) Nematoda ektoparasit yaitu nematoda parasit yang hidup
diluar jaringan tanaman. Misalnya Criconemoides,
criconema, Helycotylenchus, Rotylenchus, Hoploaimus,
Tylenchorynchus, trichodorus, dan lainnya.
2) Nematoda endoparasit yaitu nematoda parasit yang hidup di
dalam jaringan tanaman. Misalnya Pratylenchus, radopholus,
hirchmanniella, Ditylenchus dan lainnya. Nematoda
endoparasit masih dibedakan lagi yaitu migratory endoparasit
yaitu nematooda endoparasit yang bersifat dapat berpindah
dari inangnya, bila inangnya telah rusak atau mati akibat
serangan dan sedentary endoparasit yaitu nematoda
endoparasit yang menetap diinangnya, walaupun inangnya
telah rusak, sehingga umumnya nematoda sendentary tinggal
pada inangnya sampai mati.
3) Nematoda endoektoparasit yaitu nematoda parasit yang pada
waktu masih larva bersifat endoparasit, tetapi setelah dewasa
(terutama betina) sebagian tubuhnya bagian posterior keluar
dari jaringan tanaman yang menempel pada jaringan tanaman
(akar) hanya bagian anteriornya saja. Misalnya genus
Heterodera.
Morfologi dari nematoda biasanya berbentuk silindris
memanjang, hanya pada beberapa genus, terutama nematoda betina,
tubuhnya seperti kantung, buah apokat atau ginjal. Sebagian besar
panjang tubuhnya 0,4 - 0,5 mm dan ada dua bagian lateral yang
simetris. Lubang mulut terdapat di ujung anterior dan ditandai dengan
adanya lembing mulut atau stilet alat pencucuk jaringan tanaman.
Pada padang rumput yang ditanam dengan baik mempunyai
populasi nematoda lebih kurang 80 ribu juta per acre terdapat pada
kedalaman 25 kaki sedalam perakaran dan umunya terdistribusi di
seluruh permukaan lapisan tanah yang basah, sedangkan kapasitas
reproduksi nematoda parasitik tanaman sangat menakjubkan. Misalnya
pada koloni Haplolaimus tylenchiformis bertamabah dari 500 menjadi
13.000 dalam satu tahun pada rhizosphere tanaman kapas.
Pengaruh dari serangan nematoda parasitik tanaman salah
satunya merusak tanaman lada di Bangka, sehingga berkurang dari 22
juta menjadi 2 juta dalam kurun waktu 20 tahun dan merupakan salah
satu nematoda parasitik tanaman yang ganas, bertindak sendirian atau
dalam asosiasi dengan patogen lain.
b. Serangga Hama Tanaman
Serangga hama tanaman mempunyai berbagai kemampuan
adaptasi dengan lingkungan. Makanan serangga termasuk setiap bahan
organik, baik jaringan hidup mupun mati dari tumbuhan maupun dari
darah mamalia. Serangga ini dapat menyerangsecara internal dengan
jalan mengisap dan eksternal dengan cara menggigit dan mengunyah.
Serangga tertutup oleh skeleton luar, mempunyai jaringan kulit
yang dikenal sebagai kitin, dalam bentuk yang murni tidak bewarna
dan transparan seperti pada lalat. Serangga hama tanaman mempunyai
kitin yang menunjang dan melindungi organ internal serangga dan
mencegah kehilangan kelembaban tubuh. Kitin tahan terhadp bahan
kimia yang keras. Hal ini merupakan masalah dalam mengendalikan
hama jenis serangga.
Cara serangga makan dan apa yang dimakan akan menentukan
tipe perlakuan pengendalian yang tepat antaralain :
1) Alat mulut tipe pengunyah dimana bentuknya yaitu dibagian
mulut menunjukkan kemampuan adaptasi dengan cara
mengambil makanan. Serangga dengan jenis mulut ini akan
dapat mengunyah dan menggigit bagian luar tanaman dan
membuat terowongan ke dalam tanaman. Jenis mulut seperti
yang disebutkan diatas dapat menggugurkan daun tanaman,
membuat lubang ke dalamnya atau menyebabkan buahnya
dimakan ulat.
2) Alat mulut tipe menusuk dan mengisap yang terdapat pada
serangga seperti aphid, weremh, kutu perisai, kutu daun dan
sikada. Stilet yang dimilikinya dapat menusuk dan menbuat
luka pada tanaman. Luka tersebut dapat terlihat dengan
adanya perubahan warna dan penggulungan daun menjadi
lemah dan mengeringnya ranting-ranting, cabang dan seluruh
tanamanan apabila serangga berlimpah. Racun kontak
sasngat efektif untuk jenis hama ini.
3) Alat mulut tipe pemarut dan pengisap dimiliki oleh hama
seperti tungau yang memiliki stilet yang bergerak keluar
masuk memarut jaringan sampai keluar cairan dan cairan
tersebut dihisap melalui paruh konikalnya. Jaringan yang
terkena hama ini akan terlihat bewarna putih atau belang
kemudian tampak seperti mengarat, sehingga dapat
dikendalikan dengan cara melalui racun yang ditempatkan
pada permukaan tanaman dan akan ditelan bersama cairan
atau juga melalui peracun kontak.
4) Alat mulut tipe sponge yaitu terdapat pada lalat dengan
mengeluarkan ludah untuk melunakkan makanan, kemudian
baru diisapnya dan dapat dibunuh dengan peracun yang
melakukan kontak dengan tubuhnya.
5) Alat mulut pengunyah dan penjilat yang terdapat pada jenis
lebah. Selama ini serangga jenis ini lebih menguntungkan,
sehingga pengendalian ini perlu dipikirkan untuk
mengamankan serangga ini.
c. Tungau
Tungau merupakan ordo Acarina, mempunyai tanda-tanda
sebagai berikut yaitu seluruh tubuhnya tidak berbuku, pada bagian
dada terdapat empat pasang kaki, skeleton luar berkitin, respirasi
secara difusi melalui tubuh atau dengan saluran trakea, besarnya lebih
kurang 1 mm, memperbanyaj diri sangat cepat, habitat hidup bebas di
alam atau bersifat sebagai parasit, mengisap cairan daun dari daun,
daun menjadi merana dan jatuh. Jatuhnya daun-daun secara dini
mengakibatkan asimilasi berkurang yang menyebabkan kerugian
ekonomi. Banyak menyerang tanaman teh, kina, ketela pohon, kacang
tanah, pepaya, duku, tebu, kelapa dan lainnya. Misalnya Tetranychus
exiccator, tarsonemus bancrofti dan tarsonemus translucens (tungau
kuning).
d. Siput
Siput termasuk filum Mollusca, kelas Gastropoda dengan tanda-
tanda yaitu habitatnya dia air tawar seperti di danau, kolam, sungai,
sawah dan parit-parit, meliputi kurang lebih 35.000 spesies diman
15.000 diantaranya ditemukan dalam bentuk fosil. Contoh hama
tanaman jenis siput ini antara lain Ampullarea ampullacea atau dikenal
dengan keong atau siput air, Achatina testudinartia (sumpil dengan
cangkok yang bewarna hitam), Vivaria janica yang hidup dikolam
atau sawah dan dapat dikonsumsi oleh manusia, Vaginula Bleekeri
Keferst, Opeas Gracile Hutt, Pamarion popularis Humb dimana
ketiganya merugikan tanaman tembakau di Deli, Pomacea
Canaliculata atau keong emas yang menyerang tanaman padi yang
dapat dikendalikan secara fisik yaitu dengan mengambil telur untuk
dimunaskan. Pestisida hayati berupa bubuk daun widuri yang disebar
dipersemaian mampu membunuh keong emas dalam waktu 48 jam.
e. Hewan Vertebrata
Veterbrata berasal dari kata vertebrae yang berati tulang
belakang, sehingga hewan vertebrata merupakan hewan yang
mempunyai tulang belakang. Salah satunya yaitu tikus. Tikus sawah
(R. Argentiventer) umumnya tinggal di persawahan dan sekitarnya,
sedang tikus ladang (R. Exulans) pada umumnya tinggal di semak-
semak dan merusak padi ladang. Selama satu tahun tikus betina dapat
melahirkan sebanyak empat kali dengan rata-rata delapan ekor anak.
Perkembangan tikus ini dapat dipengaruhi oleh situasi lingkungan
yang tersedia makanan. Tikus aktif saat pada malam hari terutama
setelah matahari terbenam dan menjelang matahari terbit. Siang hari
biasanya berlindung disemak atau dilubang. Kerusakan karena
serangan tikus adalah batang padi dipotong dan bekas gigitan terlihat
memebentuk sudut potongan dan masih ada siasa bagian yang tidak
terpotong. Tikus dapat merusak antara 11 - 176 batang padi per
malam. Tikus dapat memakan bahan simpanan dan merusak wadah
atau karung, serta akibat kotoran dan urine dapat menurunkan
kualiatas produk simpanan.
f. Satwa Liar
Beberapa satwa liar yang mempunyai potensi merusak
diantaranya yaitu gajah, banteng, babi hutan, kera, kijang dan beruang.
Agar populasinya tidak meledak diusahakan adanya keseimbangan
alam. Hewan predator dipertahankan keberadaannya. Penggunaan
bahan kimia untuk mengendalikan satwa liar, mengurangi populasi
babi hutan dengan memburunya tidak dibenarkan.
g. Burung
Burung termasuk Phylum Craniata atau vertebrata kelas aves.
Oleh karena burung bebas bergerak, maka makanan yang diambil
relatif besar. Misalnya burung pemakan serangga biasanya dapat
makan tiga kali sampai enam kali sehari. Burung pemakan buah-
buahan kurang dari satu jam telah melalui alat pencernaannya,
sedangkan burung pemakan biji mencernakan makanan lebih lama
lagi. Beberapa contoh hama tanaman dari jenis burung antara lain
Dubois burung gereja yang merugikan tanaman padi yang sudah
masak. Manyar yang juga menyerang tanaman padi yang sudah masak
dan daun tebu untuk sarang. Burung glatik, emprit dan peking yang
menyerang tanaman padi, sedangkan bondol membuat sarang dari
rumput dan alang-alang.
2. Gejala Serangan Hama Tanaman
Gejala adalah kehilangan yang rasakan oleh tanaman akibat serrangan
hama antara lain dalam bentuk penurunana kualitas dan kuantitas produksi.
Contoh tanda dan gejala adanya serangan dari hama tanaman antara lain :
1) Misalnya daun dari tanaman kelapa dengan nama ilmiah Cocos
nucifera L. yang terlihat yaitu daun seperti digigit dan sebagian
besar daun habis menyisakan lidi. Nimfa dan imago dari Sexapa
spp. merusak daun kelapa yang sudah mencapai pertumbuhan
sempurna (tua), dan dalam keadaan terpaksa dapat juga menyerang
daun-duan muda, kulit buah dan bunga-bunganya. Pada serangan
yang hebat kelapa tinggal lidinya saja, sehingga buahnya
berguguran dan tanaman tidak dapat menghasilkan buah selama
kurang lebih dua tahun. Ciri-ciri kerusakan berat akan meyisakan
lidimenunjukkan bahwa daun kelapa ini diserang oleh hama
Sexapa spp, ordo Orthoptera dengan tipe mulut mandibel
(menggigit mengunyah).
2) Serangan pada daun dari tanaman bayam dengan nama ilmiah
Amaranthus spp. terlihat jelas daun yang berlubang. Hama berupa
ulat daun seperti Spodoptera, Plusia dan Hymenia sering dijumpai
memakan daun bayam. Menyebabkan daun berlubang dan
mengakibatkan kualitas bayam merosot. Ulat daun tersebut
termasuk dalam ordo Lepidoptera dengan tipe mulut mandibulata
(menggigit mengunyah).
3) Daun yang berlubang pada tanaman jambu biji dengan nama
ilmiah Psidium guajava. Gejala disebabkan oleh ulat daun
(Srapsicrates rhothia) serta ulat jengkal (Odonestis vitis)
menyerang dan memakan daun jambu biji ditandai dengan
banyaknya daun yang rusak serta tidak utuh sehingga pertumbuhan
tanaman terganggu dan produksi berkurang.
4) Daun berlubang pada tanaman kopi dengan nama ilmiah Coffea sp.
serangan disebabkan oleh ulat daun, ordo Lepidoptera dengan tipe
mulut menggigit mengunyah. Gejala ditandai banyaknya daun
yang rusak serta tidak utuh dan berlubang.
5) Daun berlubang pada tanaman alpukat dengan nama ilmiah Persea
gratissima G. gejala disebabkan oleh ulat kipat (Cricula
trifenestrata H.), ordo Lepidoptera dengan tipe mulut menggigit
mengunyah merupakan salah satu hama utama tanaman buah-
buahan seperti alpukat, jambu biji, jambu mete, mangga,
kedondong, kenari, cokelat, dan kayu manis. Stadia paling efektif
merusak adalah stadia ulat. Hama ulat ini menyerang tanaman
buah-buahan pada bagian daunya. Ulat memakan bagian daun yang
masih muda ataupun pada daun tua. Ulat ini memiliki karakteristik
sangat rakus saat memakan daun tanaman sehingga menyebabkan
daun menjadi gundul. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya
penghambatan perbungaan dan penurunan produksi hasil panen.
6) Daun menggulung pada daun salam dengan nama ilmiah Syzygium
polyanthum . Serangan disebabkan serangan hama penggulung
daun Sylepta spp ordo Lepidoptera dengan gejala serangan berat
yang terjadi pada daun akan tersisa bagian epidermis saja, tulang-
tulang maupun urat-urat daunnya. Kehadiran serangan hama
penggulung daun tersebut pada beberapa inangnya adalah dengan
adanya gejala tergulungnya daun dan bekas gerekan pada daun
yang dimakan oleh ulatnya (larva) di dalam gulungan daun
tersebut.
7) Pengorok pada daun kopi dengan nama ilmiah Coffea sp.
Serangan disebabkan serangan hama pengorok daun atau hama
putih (Liriomyza huidobrensis Blanchard) ordo dari Diptera
dengan tipe mulut menjilat mengisap. Daun yang terserang
memperlihatkan gejala bintik-bintik putih akibat tusukan
ovipositor, dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok.
Serangan berat dapat mengakibatkan hampir seluruh helaian daun
penuh dengan korokan, sehingga daun menjadi kering dan
berwarna coklat seperti terbakar atau mirip gejala busuk daun.
8) Gejala serangan selanjutnya yaitu daun berlubang pada daun
mangga dengan nama ilmiah Mangifera Indica L. serangan
disebabkan oleh ulat bulu masuk dalam ordo Lepidoptera dengan
tipe mulut menggigit mengunyah. Gejala ulat ini menimbulkan
kerusakan pada daun sehingga menyebabkan daun menjadi
berlubang, dan terdapat sisa kotoran yang menempel di daun. Ulat
ini ketika ditemukan cukup agresif bergerak, sehingga
dikhawatirkan apabila tersentuh oleh kulit dapat menyebabkan
iritasi.
9) Daun menggulung pada daun pisang dengan nama ilmiah Musa sp.
serangan disebabkan hama penggulung daun pisang (Erionota
thrax L) ordo Lepidoptera dengan tipe mulut menggigit
mengunyah. Daun yang diserang ulat biasanya digulung sehingga
menyerupai tabung, dan apabila dibuka akan ditemukan larva di
dalamnya. Larva memotong bagian tepi daun kemudian digulung
mengarah ke dalam. Larva yang masih muda memotong tepi daun
secara miring, lalu digulung hingga membentuk tabung kecil.
Apabila daun dalam gulungan tersebut sudah habis, maka larva
akan pindah ke tempat lain dan membuat gulungan yang lebih
besar. Di dalam gulungan tersebut larva akan memakan daun dan
biasanya gulungan tersebut menjadi layu.
10) Penggerek pada tanaman tebu (Saccharum officinarum Linn)
Menurut Pramono (2005), terdapat 6 jenis penggerek batang yakni
penggerek batang bergaris (Chilo sacchariphagus Boj), penggerek
Batang berkilat (Chilo auricilius Dudgeon), penggerek batang
kuning (Chilotraea infuscatellus Snellen) penggerek batang abu-
abu (Eucosma schistaceane Snellen), penggerek batang jambon
(Sesamia inferens Walker) dan penggerek batang tebu raksasa
(Phragmatoecia castaneae Hubner). Gejala daun yang terbuka
mengalami khlorosis pada bagian pangkalnya, pada serangan
hebat, bentuk daun berubah, terdapat titik-titik atau garis-garis
berwarna merah di pangkal daun; sebagian daun tidak dapat
tumbuh lagi; kadang-kadang batang menjadi busuk dan berbau
tidak enak.
11) Penggerat pada tanaman tebu yang diakibatkan oleh tikus dengan
tipe mulut menggigit mengunyah. Jenis tikus yang menyerang
tebu adalah tikus sawah (Rattus argentiventer), tikus kecil ( Rattus
exulans), dan tikus Wirok (Bandicota indica). Pada tanaman muda,
serangan tikus tampak pada daun-daun tebu yang kelihatan seperti
dipangkas dengan pisau tumpul. Sedangkan pada tanaman beruas
tampak bekas keratan pada batang atau perakaran yang
menyebabkan tanaman mudah roboh. Keratan pada pucuk tanaman
dapat menyebabkan titik tumbuh mati.
C. Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
1. Pengertian Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
Pengendalian hama terpadu (Integrated Pest Management) didefinisikan
sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan
lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan
dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan
berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara
konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida
dalam kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak
negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai
akibat penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan. Pelaksanaan program
pengendalian hama terpadu (Integrated Pest Management) merupakan langkah
yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap
berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat
antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan dasar, pentingnya
melakukan introduksi teknologi PHT, adalah adanya pergeseran strategi
pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka
pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan
pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola
pembangunan berkelanjutan.
Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian
hama secara konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam
PHT, tujuan utama bukanlah pemusnahan, pembasmian atau pemberantasan
hama. Melainkan berupa pengendalian populasi hama agar tetap berada di
bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Strategi PHT
bukanlah eradikasi, melainkan pembatasan (containment). Program PHT
mengakui bahwa ada suatu jenjang toleransi manusia terhadap populasi hama,
atau terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama. Dalam keadaan tertentu,
adanya individu serangga atau binatang kemungkinan berguna bagi manusia.
Pandangan yang menyatakan bahwa setiap individu yang ada di lapangan harus
diberantas, tidak sesuai dengan prinsip PHT. Pengendalian hama dengan PHT
disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode
atau teknik pengendalian yang dikenal. PHT tidak bergantung pada satu cara
pengendalian tertentu, seperti memfokuskan penggunaan pestisida saja, atau
penanaman varietas tahan hama saja. Melainkan semua teknik pengendalian
sedapat mungkin dikombinasikan secara terpadu, dalam suatu sistem kesatuan
pengelolaan. Disamping sifat dasar yang telah dikemukakan, PHT harus dapat
dipertanggung jawabkan secara ekologi. Dan penerapannya tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan yang merugikan bagi mahluk berguna, hewan, dan
manusia, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
2. Prinsip Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
Berikut ini terdapat 4 (empat) prinsip penerapan PHT (Integrated Pest
Management), yaitu :
a. Budidaya tanaman sehat, dimana budidaya tanaman merupakan praktik
penanaman dan pemanenan tanaman, dengan tujuan utama berproduksi baik,
tanaman sehat, biaya produksi rendah, dan sebisa mungkin tanpa
menguruskan tanah. Menjaga tanaman sehat menyangkut penyediaan
kondisi untuk pertumbuhan tanaman melalui penggunaan pupuk, air irigasi,
dan perlindungan tanaman yang tepat. Tanaman sehat akan menghasilkan
toleransi terhadap serangan hama dan mampu mengkompensasi terhadap
kerusakan. Tanaman sehat ditandai dengan kecepatan pertumbuhan yang
akan memperpendek waktu pada tahapan umur tanaman yang peka terhadap
hama.
b. Prinsip sosial ekonomi, yaitu menyangkut perilaku manusia dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan pilihan di antara alternatif tersedia
untuk memperoleh kepuasan maksimum dari sumberdaya terbatas. Subjek
ekonomi adalah segala aspek berkaitan dengan upaya manusia, misalnya
bercocok tanam dan perlindungan tanaman (PHT). Harus ada kerjasama
antara ahli ekonomi dan ahli ilmu biologi (entomologi) dalam
pengembangan program PHT melalui kerjasama lintas disiplin. Studi hal
tersebut oleh ahli ekonomi tentu akan memunculkan metode yang berbeda
dengan ahli entomologi
c. Prinsip ekologi dan genetika populasi, yaitu prinsip-prinsip ekologi PHT
yang memerlukan langkah pengelolaan baik populasi tanaman, guna
mendapatkan hasil maksimum, maupun pengelolaan populasi hama agar
penurunan hasil tanaman yang diakibatkan masih dapat diterima petani.
Agroekosistem merupakan tempat penting untuk terjadi evolusi (Aspek
Genetika populasi). Tindakan pengendalian telah didesain untuk mengurangi
tingkat populasi hama dengan meningkatkan mortalitas dan atau
menurunkan kemampuan reproduksinya, namun perbedaan di antara masing-
masing individu hama dalam hal survival dan kepridian mengakibatkan
seleksi alami terhadap populasi hama di lapangan
d. Prinsip integrasi pengendalian, yakni prinsip-prinsip integrasi pengendalian
perlu dipahami lebih dari sekedar mengelompokkan cara-cara pengendalian
yang dikenal. Perubahan pola berpikir dari praktik pengendalian dengan
tujuan eradikasi populasi hama menuju pada pendekatan yang lebih
memperhatikan keberlanjutan. Pengelolaan populasi dijalankan melalui
integrasi cara pengendalian yang menjaga agar tingkat populasi hama di
lapangan tidak menyebabkan kerugian ekonomi
3. Langkah-langkah Integrated Pest Management
Menurut Marmaini (2008), langkah-langkah operasional yang ditempuh
dalam pengendalian hama terpadu yang meliputi analisa masalah OPT,
pemilihan taktik pengendalian OPT, pelaksanaan pengendalian dan evaluasi,
serta program pengendalian jangka panjang dan sasaran kegiatan progam
pengendalian OPT.
a. Analisa masalah hama, yaitu dalam langkah analisa masalah ini, jelaslah
hama bukanlah hanya merupakan mahluk hidup yang berkembang secara
sendiri-sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan faktor-faktor lain,
baik lingkungan abiotik maupun lingkungan abiotis. Oleh karena itu
dipakailah pendekatan secara “terpadu” yaitu semua sub sistem yang saling
berinteraksi di dalam ekosistem atau agroekosistem tersebut. Dalam
menganalisa masalah hama tersebut, tetap harus ditentukan “ambang
ekonomi”, “ambang toleransi”, sampai kedua “ambang kerugian ekonomi”.
Dengan demikian dapat ditentukan sikap atau jenis “tindakan” yang akan
diambil atau dilakukan dalam pengendaliannya secara tepat guna, berhasil
dan bermanfaat guna.
b. Pemilihan cara atau metode serta strategi pengendalian hama, yakni apabila
populasi hama telah melampaui keseimbangan dan ambang kerugian
ekonomi, maka ada bermacam-macam cara yang dapat dilakukan tindakan
baik secara tersendiri maupun secara terpadu. Tindakan itu pada prinsipnya
untuk membuat keseimbangan lingkungan yang tidak sesuai bagi
perkembangan hama tersebut tetapi baik bagi pertumbuhan yang biasa
diusahakan, termasuk juga lingkungan manusia itu sendiri. Dalam hal ini
perlu dipakai prinsip “pengelolaan hama” dari pada “pemberantasan hama”.
Pengelolaan dan pengendalian hama umumnya haruslah dengan pendekatan
terhadap hama itu dengan memperhatikan aspek ekologinya yang mungkin
dapat menghasilkan kesimpulan bahwa “dengan satu cara pengendalian saja
sudah dapat dicapai hasil yang lebih baik apabila lebih dari satu cara akan
memberikan hasil yang jauh lebih baik lagi”.
c. Pelaksanaan pengendalian hama dan evaluasinya, yaitu pelaksanaan atau
operasional pengendalian ini akan memerlukan alat/logistick, baik persiapan
maupun waktu yang baik dan tepat. Pengalaman dan pengamatan yang
pernah dilakukan sangat penting artinya dalam membantu persiapan
pelaksaannya. Hasil monitoring hama diikuti dengan analisa dan evaluasi
dari seluruh pelaksanaannya, yang meliputi analisa untung rugi, dan dampak
lingkungan yang harus dikaji serta dikerjakan secara berkala atau periodik,
masing-masing harus dikaji dan dibahas. Jika diperlukan untuk
menggantikan taktik pengendalian, segera saja dilakukan agar tidak
terlambat. Karena masalah yang dikerjakan secara terburu-buru akan
menjadi masalah yang besar dan sulit diatasi, serta akan berakibat jauh
dalam program pengendalian jangka panjang.
d. Program pengendalian hama jangka panjang, adalah langkah ini merupakan
langkah yang perlu dirintis dan dikembangkan baik keadaan maupun
aktivitasnya untuk menuju kepada pengelolaan ekosistem. Oleh karena itu
dalam perencanaan, penelitian, latihan pendidikan, bagi semua pihak yang
terkait, kerjasama secara terpadu sangat besar artinya untuk keberhasilan
pengelolaan hama dengan baik. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan:
(1) Single approach, artinya cukup dengan satu teknik pengendalian saja;
dan (2) Integrated approach, artinya memakai lebih dari satu teknik
pengendalian secara bersama. Kesamaannya itu bertujuan untuk
mempertahankan taraf produksi yang cukup tinggi dan mantap,
mempertahankan kelestarian hidup, menyelamatkan produsen dan konsumen
serta terjangkau oleh masyarakat.
e. Sasaran kegiatan program pengendalian hama, yaitu agar kegiatan itu
berhasil, sasaran yang harus diketahui oleh seorang ahli PHT adalah
menganalisa semua masalahnya lebih dulu secara mendalam dengan cara
seksama, mengetahui semua masalahnya lebih dulu sebelum lama hama itu
timbul artinya apa sebab musababnya maka ia timbul, mengetahui dan
mempunyai jawaban-jawaban untuk setiap masalah-masalah hama tersebut,
dan berani dan mampu bertindak dengan cepat, setelah duduk masalahnya
satu persatu secara tuntas, terutama jika saatnya sudah tiba dan jangan
ditunda-tunda waktunya. Oleh karena itu, harus juga mempunyai tiga sasaran
kegiatan yaitu: (1) Sasaran atau kegiatan rutin/regular, yaitu pelaksanaan
kegiatan tugas-tugas rutin dan regular setiap hari; (2) Sasaran atau kegiatan
pemecahan masalah; dan (3) Sasaran atau kegiatan untuk inovatif yaitu
usaha untuk mengembangkan hal-hal yang baru. Sasaran rutin ialah sasaran
yang terus menerus berulang-ulang saja, misalnya pelaksanaan kultur teknis
yang baik dan usaha pencegahan. Sasaran pemecahan masalah adalah
sasaran untuk mengembalikan keadaan menjadi normal kembali. Sasaran
inovatif adalah sasaran yang memerlukan kreasi dan kreatif untuk merubah
teknik pengendalian yang berbeda dari sebelumnya.
4. Taktik Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
Taktik penerapan PHT suatu cara penerapan pengendalian OPT agar
memenuhi asas ekologi yaitu tidak berdampak negatif pada agroekosistem dan
azas ekonomi yaitu menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Adapun berikut ini beberapa taktik dasar Pengendalian Hama Terpadu antara
lain :
a. Taktik pengendalian dengan tanaman inang tahan paling banyak digunakan.
Mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik
yang baik dan pemanfatan proses pengendali alami dengan mengurangi
tindakan-tindakan yang merugikan atau mematikan perkembangan musuh
alami.
b. Taktik kultur teknis (cultural control atau ecological management) adalah
taktik memanipulasi lingkungan untuk membuat ketidakcocokan hama pada
suatu lingkungan. Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam
yang bertujuan agar lingkungan tanaman kurang sesuai bagi kehidupan dan
perkembangbiakan atau pertumbuhan OPT serta mendorong berfungsinya
agen pengendali alami/hayati.
c. Taktik pengendalian hayati mempunyai keunggulan yaitu dapat bersifat
permanen dalam mempertahankan populasi hama pada tingkat yang aman,
tidak mencemari lingkungan, ekonomis, dan kompatibel dengan teknik
pengendalian lainnya.
d. Taktik pengendalian dengan penggunaan insektisida manakala usaha dengan
taktik yang telah disebutkan di atas tidak berhasil. Penggunaan pestisida
secara selektif untuk mengembalikan populasi OPT pada aras
keseimbangannya. Selektivitas pestisida berdasarkan pada sifat fisiologis,
ekologis dan cara aplikasi. Keputusan tentang penggunaan pestisida
dilakukan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan
dan ketetapan ambang ekonomi/pengendalian. Pestisida yang digunakan
harus yang efektif, terdaftar dan diizinkan.
5. Hubungan PHT dengan Pertanian Berkelanjutan
Sistem pertanian berkelanjutan merupakan tujuan jangka panjang PHT
dengan sasaran pencapaian produksi tinggi, produk berkualitas, perlindungan
dan peningkatan kemampuan tanah, air, dan sumber daya lainnya,
pembangunan perekonomian desa agar makmur (thriving), dan kehidupan yang
lebih baik bagi keluarga petani pada umumnya. Hal ini baru akan terwujud pada
beberapa dekade mendatang karena pertanian berkelanjutan sampai saat ini
belum memiliki model atau alternatif dalam hubungannya dengan pertanian
yang ekonomis yang dapat dirujuk (Earles 2002). Pengembangan PHT dalam
pertanian berkelanjutan didasari oleh terjadinya resistensi hama terhadap
insektisida, ledakan hama sekunder, dan pencemaran lingkungan akibat
pemakaian insektisida. Di lain pihak, pengembangan pertanian berkelanjutan
didasari oleh munculnya gerakan pertanian organik pada tahun 1920 dan 1930-
an. Gerakan ini menuntut perlunya pengkajian pengaruh pupuk sintetis terhadap
kualitas tanah, penyediaan pangan bagi penduduk dunia yang tumbuh dramatis,
dan revolusi hijau yang telah menyebabkan meningkatnya penggunaan varietas
unggul yang responsif terhadap pupuk sintetis dan penggunaan pestisida secara
tidak bijaksana dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (Ohmart
2002). Konsep pertanian berkelanjutan muncul akibat implementasi pertanian
modern yang menurunkan kualitas sumber daya alam. Pertanian modern dengan
input tinggi mampu meningkatkan hasil tanaman, namun di sisi lain
menimbulkan kerusakan lingkungan yang untuk memperbaikinya diperlukan
biaya yang besar. Kerusakan lingkungan antara lain terlihat dari hilangnya
permukaan tanah, pencemaran air, hilangnya biodiversitas, ketergantungan pada
sumber daya yang tidak dapat diperbarui, meningkatnya biaya produksi dan
jatuhnya harga hasil pertanian, menurunnya komunitas desa, dan makin
banyaknya petani. Di Jalur Pantura, misalnya, telah terjadi pengurangan
biodiversitas serangga hama karena hilangnya serangga Thaia oryzicola dan
Recilia dorsalis (Baehaki 2002). Hal ini akan mempengaruhi atau mengubah
rantai makanan hama yang dikhawatirkan berpotensi merusak tanaman budi
daya. PHT dalam pertanian berkelanjutan dalam proses produksinya sangat
memperhatikan keadilan terhadap masyarakat, khususnya petani produsen dan
konsumen. Oleh karena itu, perlu diterapkan ekolabel yang memberi
penghargaan (rewarding) kepada petani yang telah berproduksi dengan benar.
Juga perlu memperhatikan konsumen yang turut berkontribusi dalam
pengembangan pertanian yang baik, memberi peluang kepada petani untuk
membedakan sendiri pasar/tempat penjualan, dan bahkan bila perlu ada kontrak
antara petani produsen dan pedagang. Penerapan ekolabel sangat dimungkinkan
bila didasari oleh kesepakatan pemberian penghargaan kepada pihak yang
terlibat, misalnya insentif bagi produsen yang telah berjasa dalam praktek
pertanian yang baik. Di lain pihak, konsumen dapat menggunakan kekuatan
daya belinya dalam mempengaruhi praktek produsen, dan pengembang
(developer) dapat pula menyusun suatu agenda ekolabel antara produsen dan
konsumen. Mereka tentu diharapkan mengerti dan mampu mempraktekkan
konsep PHT dalam pertanian berkelanjutan setelah mendengar, melihat, dan
merasakan betapa pentingnya kehidupan di masa mendatang.
III. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pest adalah
b. Jenis Hama Tanaman antara lain : Nematoda Parasitik Tanaman terdiri
dari Nematoda ektoparasit, Nematoda endoparasit, dan Nematoda
ektoendoparasit.
c. Jenis serangga tanaman antara lain : Alat mulut tipe pengunyah, Alat
mulut tipe menusuk dan mengisap, Alat mulut tipe pemarut dan
pengisap. Ada jenis tungau, siput, hewan vertebrata, satwa liar dan
burung.
d. Prinsip IPM : Prinsip budidaya tanaman, prinsip social ekonomi,
Prinsip ekologi dan genetika populasi dan prinsip integrasi
pengendalian.
e. Langkah-langkah Integrated Pest Management antara lain :a. Analisa
masalah hama,b. Pemilihan cara atau metode serta strategi
pengendalian hama,c. Pelaksanaan pengendalian hama dan
evaluasinya, d.Program pengendalian hama jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki S.E. 2002. Perbaikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Berdasar Pemahaman Biodiversitas Arthropoda pada Berbagai Pola Pertanaman Padi. Seminar Proyek/Bagian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Earles, R. 2002. Sustainable agriculture: An introduction. ATTRA-National Sustainable Agriculture Information service. http://attra.ncat. Diakses pada tanggal 3 Desember 2015
Marmaini. 2008. Pengendian Hama Terpadu. Palembang FMIPA. Universitas PGRI Palembang
Ohmart, C. 2002. Sustainable Agriculture and Ecolabelling. LodiWoodbridge Winegrape Commission and Associate in the Agriculture Experiment Station. Dept. of Entomology, US Davis.