114
PENERAPAN METODE SIX SIGMA DENGAN PENDEKATAN METODE
TAGUCHI UNTUK MENURUNKAN PRODUK CACAT (Studi kasus : Sentra Industri Genteng Tanah Liat Desa Pacar Peluk, Kecamatan Megaluh,
Kabupaten Jombang)
IMPLEMENTATION OF SIX SIGMA METHOD WITH TAGUCHI METHOD
APPROACH TO REDUCING PRODUCT DEFECTS (a Case Study in the Industrial Centers of Pacar Peluk Clay Tile, Megaluh, Jombang)
Shabrina Rahma Permatasari1)
, Nasir Widha Setyanto2)
, L. Tri Wijaya Nata Kusuma3)
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail: [email protected])
Abstrak
Sentra industri genteng tanah liat Pacar Peluk memproduksi genteng tanah liat tipe Mantili, tipe
Press Ekonomi dan tipe Pilangan. Permasalahan pada proses produksi genteng terutama tipe Mantili ini
masih terdapat presentase cacat tinggi yang mengindikasikan bahwa kualitas genteng Pacar Peluk masih
kurang. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi dan menurunkan produk cacat pada proses produksi
Genteng digunakan metode Six Sigma yang didukung oleh penerapan fase Define, Measure, Analyze,
Improve dan Control (DMAIC) dan menggunakan pendekatan metode Taguchi. Berdasarkan hasil analisis
DMAIC, didapatkan 5 CTQ (Critical To Quality) yaitu genteng retak, pecah, gopel, gosong dan keropos.
Setting level optimal dari hasil eksperimen Taguchi, yaitu waktu proses pengeringan selama 8 jam, waktu
pembakaran selama 9 jam, komposisi tanah liat:pasir (80%:20%) dan jumlah penggilingan sebanyak 3 kali.
Dengan menggunakan setting level optimal tersebut, nilai level sigma meningkat pada setiap CTQ, terjadi
penurunan persentase cacat dari 11,96% menjadi 6,88%, dan nilai QLF mengalami penurunan dari kondisi
aktual.
Kata kunci : Kualitas, Metode Six Sigma, DMAIC, Metode Taguchi
1. Pendahuluan Ketatnya persaingan dalam bidang
pemasaran produk dewasa ini menuntut setiap
perusahaan memberikan yang terbaik bagi
konsumennya. Kualitas merupakan salah satu
jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh
perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada
kualitas produk. Karena kualitas suatu produk
merupakan salah satu kriteria penting yang
menjadi pertimbangan pelanggan dalam
memilih produk.
Menurut Phil Crosby (2002) seperti
dikutip Sudianto (2008) bahwa dengan
pengendalian kualitas diharapkan dapat
menekan jumlah produk rusak yang dihasilkan
sekaligus menekan biaya produksi yang akan
terbuang dalam memproduksi suatu produk.
Pengendalian kualitas sangat diperlukan agar
perusahaan dapat mengkoreksi terjadinya
penyimpangan dalam produksinya, sehingga
perusahaan dapat mengantisipasi dengan
melakukan langkah perbaikan untuk proses
produksi berikutnya.
Sentra Industri Genteng di Desa Pacar
Peluk merupakan salah satu UMKM unggulan
yang ada di Kabupaten Jombang. Genteng dari
Desa Pacar Peluk mempunyai pangsa pasar
yang meliputi wilayah lokal yaitu kabupaten
Jombang dan wilayah regional seperti daerah
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Mojokerto,
dan Kabupaten Tuban. Tipe Genteng yang
dihasilkan oleh Sentra Industri Genteng di Desa
Pacar Peluk antara lain, Genteng Mantili,
Genteng Pilangan, dan Genteng Press Ekonomi.
Proses produksi genteng tanah liat
meliputi pencampuran bahan baku, pencetakan,
penganginan, penjemuran, dan pembakaran.
Genteng tanah liat di Desa Pacar Peluk
merupakan genteng tanah liat konvesional yang
hampir semua proses produksinya dilakukan
secara manual kecuali proses penggilingan.
Dalam proses produksinya, Sentra Industri
Gneteng di Desa Pacar Peluk menghasilkan
produk cacat yang mengakibatkan kerugian
bagi pengrajin genteng Desa Pacar Peluk.
Adanya defect pada hasil produksi
dikarenakan genteng Desa Pacar Peluk,
Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang
belum mempunyai standar kualitas. Standar
kualitas genteng Pacar Peluk masih
115
menggunakan ilmu warisan. Kualitas yang
ditekankan dari genteng Pacar Peluk yaitu
kualitas secara atribut (atribute defect) yang
ditentukan dari bentuk visual genteng seperti
tidak retak, tidak pecah, tidak gopel, tidak
keropos, dan tidak gosong. Menurut ketua
paguyuban Sentra Industri Genteng Desa Pacar
Peluk, beberapa faktor yang menyebabkan
produk defect pada genteng Pacar Peluk antara
lain tidak adanya standar kualitas genteng tanah
liat, kurangnya kedisiplinan tenaga kerja, dan
kurangnya proses kontrol terhadap proses
produksi genteng Pacar Peluk. Dari data Badan
Standar Nasional (BSN) yang diperoleh oleh
peneliti, genteng tanah liat belum mempunyai
Standar Nasional Indonesia (SNI).
Berikut data jumlah produk genteng yang
dihasilkan dan jumlah produk atribute defect
dalam proses produksi genteng Pacar Peluk per
bulan Agustus 2013 pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Produk Genteng dan Jumlah
Atribute Defect Produk Genteng Bulan
Agustus 2013
Respo
nden
Jumlah Produk
Genteng (buah)
Jumlah Produk
Genteng yang
Defect (buah)
Persen
Defect
(%)
1 9000 1500 16,67%
2 7000 1000 14,29%
3 5000 460 9,20%
4 5500 560 10,18%
5 8500 1000 11,76%
6 6000 650 10,83%
7 7500 320 4,27%
8 9000 1500 16,67%
9 6500 480 7,38%
10 5500 610 11,09%
11 6000 700 11,67%
12 6000 600 10,00%
Jumlah 81500 9380
Rata –
Rata 6792 782 11,17%
Sumber : Sentra Industri Genteng Desa Pacar Peluk
Berdasarkan data pada Tabel 1.1
diketahui bahwa rata - rata genteng yang
dihasilkan per bulan Agustus 2013 adalah 6792
dan rata - rata genteng yang cacat per bulan
Agustus 2013 adalah 782. Dari uraian ini
diketahui bahwa persentase genteng yang
mempunyai kualitas bagus dan dapat
dipasarkan pada konsumen adalah sebesar
88,83%, sedangkan sisanya sebesar 11,17%
merupakan persentase cacat produk genteng
pacar peluk yang akan di reject atau di recycle
menjadi genteng mentah lagi.
Persentase produk cacat yang tinggi
mengakibatkan kerugian yang diterima
pengrajin genteng Pacar Peluk semakin tinggi
pula. Menurut Kepala Desa Pacar Peluk,
kerugian yang diterima sebesar Rp. 800.000 –
Rp 1.000.000 per bulan setiap pengrajin
genteng. Kerugian ini membuat terhambatnya
kelangsungan proses produksi genteng.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui faktor – faktor apa saja yang
mempengaruhi kualitas produk genteng Pacar
Peluk, mengetahui kemampuan proses produksi
dalam menghasilkan produk genteng yang
berkualitas, melakukan perbaikan pada proses
produksi dan meningkatan kualitas untuk
memperoleh standar kualitas genteng Pacar
Peluk yang lebih baik sehingga dapat
menurunkan jumlah defect produk pada proses
produksinya. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode Six Sigma yang didukung
oleh penerapan fase Define, Measure, Analyze,
Improve, Control (DMAIC) dan menggunakan
pendekatan Metode Taguchi.
Sushil Kumar (2011), dalam
International Journal of Scientific and
Engineering Research yang berjudul “Six
Sigma an Excellent Tool for Process
Improvement”. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas (mengurangi cacat) pada
proses pengecoran dengan menggunakan
pendekatan metode six sigma dan metode
Taguchi. Hasil penelitiannya menunjukkan
kualitas pengecoran dapat ditingkatkan dengan
metode Six Sigma yaitu DMAIC pendekatan
parameter dengan biaya serendah mungkin.
Dalam penelitian ini, penerapan Six
Sigma dirasa perlu dalam melakukan
pengendalian dan peningkatan kualitas dengan
menganalisis kemampuan proses yang
berkesinambungan dan mampu memberikan
solusi dengan menggu-nakan problem solving
tools yaitu siklus DMAIC untuk meningkatkan
kualitas secara dramatik menuju tingkat
kegagalan nol (zero defect). Pemilihan Metode
Taguchi dalam penerapan metode Six Sigma
dikarenakan metode Taguchi merupakan robust
design sehingga rancangan eksperimen yang
dilakukan tidak sensitif terhadap variasi yang
disebabkan oleh gangguan – gangguan. Metode
Taguchi juga dapat menekan keragaman produk
secara ekonomis dan eksperimen yang
dilakukan lebih sedikit dibandingkan dengan
desain eksperimen yang lain sehingga dapat
mengghemat biaya dan waktu.
Penggunaan metode Six Sigma dengan
siklus DMAIC dengan pendekatan Metode
Taguchi yang dilakukan terhadap faktor –
116
faktor berpengaruh diharapkan mampu
menghasilkan setting level faktor yang optimal.
Sehingga dapat mengurangi tingkat defect
atribut genteng dan variabilitas dari produk
yang dihasilkan juga diharapkan dapat
mengurangi kerugian yang ditimbulkan
pengrajin genteng di sentra industri genteng
Desa Pacar peluk, Kecamatan Megaluh,
Kabupaten Jombang.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian eksperimen. Hal ini dikarenakan
peneliti akan melakukan percobaan langsung
terhadap objek penelitian. Objek penelitian ini
yaitu genteng Pacar Peluk tipe Mantili.
Penelitian ini dilakukan di sentra industri
genteng di Desa Pacar Peluk, Kecamatan
Megaluh, Kabupaten Jombang pada Bulan
Agustus 2013 sampai dengan Bulan Januari
2014.
2.1 Langkah - Langkah Penelitian
Metodologi penelitian digambarkan
dalam bentuk langkah – langkah yang akan
dilakukan peneliti yaitu:
1. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan
studi pustaka dan studi lapangan.
Kemudian mengidentifikasi dan me-
rumuskan masalah, maka ditetapkan pula
tujuan dari pemecahan masalah yang akan
dilakukan.
2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari dua
jenis yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari lapangan,
dimana dalam penelitian ini data itu
meliputi data faktor penyebab penurunan
pengrajin genteng, data faktor penyebab
produk cacat, data komposisi bahan
pembuatan genteng dan data produk
genteng yang cacat hasil desain
eksperimen dengan Metode Taguchi. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh
melalui riset kepustakaan dan telah hasil
penelitian sejenis yang pernah dilakukan,
dimana dalam penelitian ini data itu
meliputi data Jumlah pengrajin genteng,
data kriteria defect atribut pada genteng,
data harga bahan baku genteng dan data
proses produksi genteng Pacar Peluk.
3. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini
menggunakan Metode Six Sigma dengan
siklus DMAIC dengan pendekatan Metode
Taguchi untuk improve proses produksi
genteng sehinga dapat menurunkan produk
cacat, selain itu juga menggunakan alat
pengendalian proses statistik dan Analisa
Kapabilitas Proses (AKP). Penggunaan
analisis Six Sigma pada penelitian ini
dilakukan sampai pada fase control. Fase
Define dilakukan identifikasi tujuan Six
Sigma dan diagram SIPOC. Sedangkan
Fase Measure dilakukan penetapan
karakteristik kualitas kunci atau CTQ
(Critical To Quality), menghitung dan
membuat peta kontrol, dan menghitung
analisa kapabilitas proses yang ditetapkan
menggunakan satuan DPMO (Defect Per
Million Opportunity) dan level sigma juga
melakukan penghitungan Quality Loss
Function (QLF) pada kondisi aktual.
Selanjutnya Fase Analyze membuat
diagram pareto untuk menentukan CTQ
potensial terbesar dan menggambarkan
diagram sebab akibat untuk menentukan
akar penyebab masalah dari masing-
masing CTQ. Pada fase Improve,
dilakukan perbaikan pada penyebab defect
yang dapat dikendalikan dengan
menggunakan metode Taguchi sehingga
nantinya diketahui setting level optimal
untuk proses produksi. Pada tahap kontrol
dilakukan agar penggunaan setting level
optimal dapat mengurangi cacat produk.
4. Analisa dan Pembahasan
Pada tahap ini dilakukan analisa dan
pembahasan terhadap hasil penelitian yang
telah dilakukan pada subbab sebelumnya
sehingga dapat diketahui apakah hasil
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian.
5. Kesimpulan dan Saran
Dari hasil pengolahan data, analisa dan
pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan dari penelitian
ini. Hal ini mengacu pada tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Fase Define
Pada fase define peneliti men-
definisikan dan mendeskripsikan masalah
kualitas yang dihadapi beserta penentuan
tujuan yang ingin dicapai. Berikut langkah–
langkah yang dilakukan dalam fase Define.
117
3.1.1 Identifikasi Tujuan Six Sigma
Berdasarkan studi lapangan dan studi
pustaka yang dilakukan peneliti,
permasalahan yang dihadapi oleh sentra
industri genteng Desa Pacar Peluk yaitu
tingginya attribute defect pada produk
genteng. Berikut data jumlah produk genteng
yang dihasilkan dan jumlah produk atribute
defect dalam proses produksi genteng Pacar
Peluk pada bulan November 2013 minggu
ke-2 pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Produk Genteng dan Jumlah
Atribute Defect Produk Genteng
Bulan November 2013 Minggu ke-2
Observasi
Jumlah
Produk
Genteng
(buah)
Jumlah Produk
Genteng yang
Defect (buah)
Persen
Defect
(%)
1 3500 550 15,7%
2 2000 250 12,5%
3 2500 281 11,2%
4 3000 421 14,0%
5 2400 345 14,4%
6 1900 220 11,6%
7 2700 235 8,7%
8 3000 447 14,9%
9 2600 246 9,5%
10 1800 234 13,0%
11 2800 245 8,8%
12 2500 232 9,28%
Jumlah 30700 3706 143,5%
Rata –
Rata 2558 309 11,96%
Sumber: Sentra Industri Genteng Desa Pacar Peluk
Tujuan dari penggunaan siklus
DMAIC pada metode Six Sigma di sentra
industri genteng Pacar Peluk yaitu
menurunkan persentase cacat tidak lebih dari
8% dari jumlah produksi. Persentase tersebut
merupakan batas persentase kecacatan yang
ditentukan oleh paguyuban sentra industri
genteng Desa Pacar Peluk agar pengrajin
genteng tidak mengalami kerugian. Tetapi
pada kenyataannya persentase cacat atribut
pada Bulan November 2013 Minggu ke-2
pada 12 pengrajin genteng tidak ada yang
mencapai standard yang ditetapkan dengan
berbagai jenis kecacatan yang
mengakibatkan kerugian pada pengrajin
genteng sebesar Rp. 800.000 – Rp 1.000.000
per bulan.
3.1.2 Diagram SIPOC
Diagram SIPOC digunakan untuk
mendefinisikan proses kunci beserta
pelanggan yang terlibat dalam proses
tersebut. Proses kunci dalam pembuatan
genteng Pacar Peluk adalah pemilihan bahan
baku dan proses produksi genteng. Bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan
genteng Pacar Peluk harus memiliki kualitas
yang baik. Kualitas pasir yang baik yaitu
pasir yang tidak bercampur dengan kerikil.
Sedangkan pada proses produksinya
diharapkan dapat meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan. Diagram SIPOC
dari proses pembuatan produk genteng Pacar
Peluk pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram SIPOC
3.2 Fase Measure
Fase Measure merupakan tahap
pengukuran terhadap objek penelitian yaitu
Genteng Pacar Peluk.
3.2.1 Penetapan CTQ Kunci
CTQ pada penelitian ini ditetapkan
berdasarkan jenis cacat kritis pada produk
genteng tipe Mantili yang mempengaruhi
karakteristik kualitas pada produk genteng
Pacar Peluk sehingga tidak memenuhi
harapan pelanggan. Dari hasil penelitian
diketahui variabel respon yang merupakan
critical to quality (CTQ) antara lain genteng
retak, genteng pecah, genteng gopel, genteng
gosong dan genteng keropos.
3.2.2 Pengukuran Performa Produk
Pengukuran peforma pada produk
genteng Pacar Peluk meliputi pengendalian
kualitas proses statistik untuk data atribut
dan pengukuran tingkat peforma sekarang.
Pada pengendalian kualitas statistik yaitu
membuat peta kontrol p dengan sampel
bervariasi dan inspeksi 100%. Berdasarkan
hasil peta kontrol p setiap CTQ, terdapat
118
observasi/ sampel yang berada di atas Upper
Control Limit (UCL). Hal ini dikarenakan
adanya variasi penyebab khusus yang
menyebabkan jumlah genteng retak tidak
terkendali. Sedangkan observasi yang berada
di luar batas kendali bawah (LCL) yang
mengindikasikan bahwa Observasi tersebut
mempunyai produk dengan cacat sedikit.
Baseline peforma dalam Six sigma
yaitu melakukan penghitungan analisa
kapabilitas proses yang ditetapkan
menggunakan satuan pengukuran DPMO
(Defect per Million Opportunity) dan tingkat
kapabilitas sigma (sigma level) berdasarkan
Six Sigma Motorola.
Tabel 3. Nilai DPMO dan Level Sigma
Jenis CTQ Jumlah Cacat DPMO Level Sigma
Retak 1190 38762,21 3,27
Pecah 1080 35179,15 3,31
Gopel 534 17394,14 3,61
Gosong 706 22996,74 3,50
Keropos 196 6384,365 3,99
3.2.3 Penghitungan Quality Loss Function
pada Kondisi Aktual
Dalam perhitungan quality loss
function dibagi menjadi 2 bagian yaitu
fungsi kerugian untuk konsumen dan fungsi
kerugian untuk pengrajin genteng/ produsen.
Berikut perhitungan Quality Loss
Function pada kondisi aktual :
1. Persentase cacat pada bulan November
2013 minggu ke -2 yaitu 11,96%
2. Perhitungan QLF untuk produsen
( ) (pers.1)
( )
3. Perhitungan QLF untuk konsumen
Perhitungan Quality Loss Function
untuk konsumen, nilai k diperoleh dari
harga beli konsumen terhadap produk
genteng Tipe Mantili, yaitu sebesar Rp
1.000.
( )
3.3 Fase Analyze
Fase analyze bertujuan untuk menguji
data yang dikumpulkan pada fase measure
untuk menentukan daftar prioritas dari
sumber variasi dan akar penyebab kegagalan
atau cacat. Berikut ini Diagram Pareto jenis
CTQ pada proses produksi genteng.
Gambar 2. Diagram Pareto Jenis CTQ
Berdasarkan diagram pareto, CTQ
potensial yang paling besar menyebabkan
cacat pada produk genteng Pacar Peluk yaitu
diakibatkan oleh genteng yang retak sebesar
1190 dengan persentase 32,1%.
Langkah selanjutnya yaitu menemu-
kan sumber dan akar penyebab dari masalah
kualitas dengan membuat diagram sebab
akibat. Dari hasil analisis menggunakan
diagram pareto dan diagram sebab akibat
yang menggambarkan hubungan karak-
teristik kualitas CTQ dan faktor penyebab
cacat (CTQ) pada data atribut, maka
penelitian ini akan melakukan perbaikan
kualitas sehingga akan menyelesaikan
masalah kualitas secara efektif dan efisien
yaitu dengan berfokus pada penyebab cacat
yang dapat dikendalikan, antara lain dari
unsur metode (jumlah penggilingan, lama
pembakaran dan lama pengeringan) dan
unsur material (komposisi bahan baku).
Penelitian ini tidak akan melakukan improve
untuk semua penyebab kecacatan. Hal ini
diharapkan dapat melakukan improve
optimal sehingga dapat menurunkan per-
sentase produk cacat secara signifikan.
3.4 Fase Improve
Fase improve dilakukan untuk melakukan
tindakan perbaikan perbaikan dalam rangka
mengoptimalisasikan proses. Pada penelitian
perbaikan proses menggunakan metode Taguchi
untuk mendapatkan setting level optimal
sehingga dapat memenuhi atau melebihi tujuan
dari proyek Six Sigma.
Untuk penetapan karakteristik kualitas
genteng hasil eksperimen yang diharapkan yaitu
classified atribute sehingga karakteristik
kualitas yang diamati pada genteng yaitu cacat
atau tidak cacat pada produk genteng dengan
tujuan untuk meminimasi kategori cacat.
Jumlah (buah) 1190 1080 706 534 196
Percent 32,1 29,1 19,1 14,4 5,3
Cum % 32,1 61,3 80,3 94,7 100,0
Jenis Cacat KeroposGopelGosongPecahRetak
4000
3000
2000
1000
0
100
80
60
40
20
0
Ju
mla
h (
bu
ah
)
Pe
rce
nt
Diagram Pareto
119
Berikut penetapan level faktor pada penelitian
ini:
Tabel 4. Faktor dan Level Faktor Berpengaruh
Faktor
Berpengaruh
Level Faktor
1 2 3
Rasio Tanah liat :
Pasir : Wadek 70%:15%:15% 75%:15%:10% 80%: 20%
Jumlah
Penggilingan 1 kali 2 kali 3 kali
Lama
Pengeringan 6 jam 8 jam 10 jam
Lama
Pembakaran 8 jam 9 jam 10 jam
Jumlah eksperimen yang harus dibuat
sesuai dengan orthogonal array ( )
adalah 9 kali eksperimen. Pada 9 eksperimen
dilakukan 20 replikasi. Sehingga jumlah
sampel yang akan dibutuhkan dalam
penelitian ini sebanyak 180 sampel.
3.4.1 Penghitungan Analysis of Variance
(ANOVA) untuk Data Atribut
Metode Taguchi menggunakan Analysis
of Variance (ANOVA) data atribut bertujuan
untuk mencari faktor –faktor yang
mempengaruhi nilai respon. Berikut ini langkah
– langkah perhitungan Analysis of Variance
(ANOVA) untuk data atribut:
1. Menghitung total kumulatif frekuensi pada
setiap kelompok(cacat/ tidak cacat)
Tabel 5. Hasil Eksperimen Taguchi dan
Kumulatif Frekuensi
Eksperi
men
Faktor Kontrol Frekuensi Kumulatif
Frekuensi
A B C D I II I II
1 1 1 1 1 10 10 10 20
2 1 2 2 2 17 3 17 20
3 1 3 3 3 14 6 14 20
4 2 1 2 3 13 7 13 20
5 2 2 3 1 12 8 12 20
6 2 3 1 2 16 4 16 20
7 3 1 3 2 17 3 17 20
8 3 2 1 3 13 7 13 20
9 3 3 2 1 18 2 18 20
Keterangan : Tidak Cacat = I, Cacat = II ( ) ( )
2. Menghitung fraction defective pada setiap
kelompok.
( )
(pers.2)
( )
( ) ( )
3. Menghitung weight setiap kelompok.
( )
( ( ) ) (pers.3)
( )
4. Menghitung total sum of squares. ( ) ( )
(pers.4)
( )
5. Menghitung derajat kebebasan. ( ) ( )
(pers.5)
( ) ( )
6. Menghitung total sum of squares due to
the mean.
( ) (pers.6)
7. Menghitung the sum of squares due to a
factor.
Langkah awal yaitu membuat tabel respon
untuk faktor.
Tabel 6. Tabel Respon ANOVA Data Atribut
Tidak Cacat (I) A B C D
Level 1 41 40 39 40
Level 2 41 42 48 50
Level 3 48 48 43 40
Cacat (II) A B C D
Level 1 19 20 21 20
Level 2 19 18 12 10
Level 3 12 12 17 20
Selisih Tidak
Cacat 48 50 52 50
Selisih Cacat 12 10 8 10
Ranking 4 2 1 2
Untuk tiap faktor, total data level 1, 2
dan 3 harus sama (dalam hal ini 180).
Perbedan level 1, 2 dan 3 untuk tiap
kelompok kemudian dihitung. Misalnya,
untuk kelompok tidak cacat, level 1 = 41,
level 2 = 41, dan level 3 = 48, jadi
perbedannya 48. Nilai ini dimasukkan pada
baris selisih. Demikian seterusnya, semua
analisis harus dikerjakan untuk semua
faktor dan semua kelompok.
Pada baris perbedaan cacat dan tidak
cacat, selisih terbesar yaitu 52 terletak
pada faktor C, kemudian diberi peringkat
1. Terbesar kedua selisih 50 pada dua
faktor D dan B diberi peringkat 2 karena
nilainya sama. Demikian seterusnya semua
faktor diberi peringkat. Untuk pemilihan
level faktor tergantung pada kelompok
mana yang dimaksimalkan (diminimal-
kan). Pada penelitian ini bertujuan untuk
meminimalkan kelompok cacat. Sehingga
level faktor yang dipilih yaitu level faktor
yang lebih kecil pada kelompok cacat. Jadi
120
untuk faktor C dipilih level 2. Demikian
seterusnya sampai didapatkan level faktor
terpilih dari masing – masing faktor. Untuk
data persentase cacat, maka perlu dibuat
grafik respon sebagai grafik 100%.
Gambar 3. Grafik Respon Pengaruh Faktor
Pada Gambar 3 data harus
dikumpulkan dengan level faktor. Jadi,
faktor A level 1 kelompok tidak cacat =
41, kelompok cacat = 19. Totalnya yaitu
60. Secara persentase masing – masing
adalah 68,3%; 31,7%. Perhitungan
dilakukan untuk semua faktor dan level. SA = Sum of squares due to a factor A
(
) +
(
) (pers.7)
(
) +
(
)
8. Menghitung the degrees of freedom for a
factor. ( ) ( )
(pers.8)
( ) ( ) 9. Menghitung the error sum of squares.
( ) (pers.9) ( )
( ) (pers.10)
( )
10. Menghitung nilai mean of squares
(pers.11)
11. Menghitung nilai F-ratio
(pers.12)
12. Menghitung pure sum of squares
(pers.13)
13. Menghitung percent contribution
(pers.14)
14. Tabel Analysis of Variance data Atribut
Tabel 7. ANOVA Data Atribut Genteng
Dari tabel analysis of variance untuk
data atribut diketahui bahwa faktor yang
memiliki pengaruh signifikan yaitu Faktor
A (komposisi tanah liat:pasir:wadek), B
(jumlah penggilingan), C (lama waktu
pengeringan) dan D (lama waktu
pembakaran) terhadap persentase cacat,
dimana memiliki perbandingan F-ratio
lebih besar dari F-tabel (F0,05;2;171)
=3,0488. Penggunaan taraf nyata dalam
eksperimen ini yaitu sebesar 5%
merupakan besar batas kesalahan yang
akan ditolerir. Pertimbangan menggunakan
α0,05 pada eksperimen ini yaitu dirasa
cukup karena penelitian ini hanya
memeiliki waktu yang singkat serta biaya
yang terbatas.
15. Pooling up
Pooling up bertujuan agar adanya
penghindaran dari estimasi yang
berlebihan dan juga menghindari kesalahan
pada eksperimen. Pooling up dilakukan
pada faktor-faktor yang mempunyai
variansi terkecil (Mq), yaitu Faktor A
(komposisi tanah liat:pasir:wadek) dan B
(jumlah penggilingan). Berikut ini
perhitungan untuk pooling up faktor A dan
B.
( ) (pers.15)
( )
( ) (pers.16)
( )
(pers.17)
121
Tabel 8. ANOVA Data Atribut Setelah Pooling
Berdasarkan hasil analysis of variance
untuk data atribut eksperimen Taguchi yang
telah dilakukan dapat diketahui bahwa
faktor-faktor yang memiliki pengaruh secara
signifikan dalam meminimalkan
penyimpangan terhadap hasil ekeperimen (f
ratio > f tabel), atau bisa dikatakan faktor-
faktor yang mampu memberikan kontribusi
paling besar dalam menurunkan persentasi
cacat pada genteng adalah C (lama waktu
pengeringan) dan D (lama waktu pemba-
akaran), namun sebenarnya faktor yang lain
juga memiliki pengaruh dan kontribusi
terhadap persentase cacat tetapi nilainya
lebih kecil dibandingkan dengan faktor lain.
3.4.2 Penghitungan Nilai Signal to Noise
Ratio (SNR)
Penghitungan nilai Signal to Noise Ratio
(SNR) bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor mana saja yang mempengaruhi nilai
variansi pada eksperimen ini. SNR yang
digunakan pada penelitian ini yaitu SNR-
fraction defective atau dinamakan omega
transformation ( ) karena karakteristik kualitas
yang diamati yaitu persentase cacat. Berikut
perhitungan nilai SNR pada untuk kelompok
cacat pada faktor A dan level 1.
*
+ (pers.18)
P = persentase cacat pada faktor A dan level 1
,
[
]
Tabel 9. Hasil perhitungan SNR -fraction defective Tidak
Cacat (I) A B C D
Level 1 3,34 3,01 2,69 3,01
Level 2 3,34 3,68 6,02 6,99
Level 3 6,02 6,02 4,03 3,01
Cacat (III) A B C D
Level 1 -3,34 -3,01 -2,69 -3,01
Level 2 -3,34 -3,68 -6,02 -6,99
Level 3 -6,02 -6,02 -4,03 -3,01
Difference
Tidak
Cacat
6,02 6,69 7,36 6,98
Difference
Cacat 6,02 6,69 7,36 6,98
Rank 4 3 1 2
Berikut ini nilai SNR -fraction defective
untuk rata – rata persentase cacat pada hasil
eksperimen Taguchi.
P = rata – rata persentase cacat hasil
eksperimen taguchi
[
]
Nilai SNR-fraction defective untuk rata –
rata persentase cacat selanjutnya digunakan
pada penghitungan perkiraan kondisi optimal.
3.4.3 Perkiraan Kondisi Optimal dan
Selang Kepercayaan
Berdasarkan hasil dari ANOVA untuk
data atribut, faktor yang berpengaruh dan
mempunyai kontribusi terbesar untuk
meminimasi kelompok cacat adalah faktor
C2 dan D2. Berikut penghitungan perkiraan
kondisi optimal dan selang kepercayaan.
1. Perkiraan kondisi optimal ̅ ( ̅ )
( ̅ ) (pers.19) -4,15+(-6,02-(-4,15))+(-6,99-
(-4,15)) = -8,86
Kemudian nilai omega transformation
atau SNR- fraction defective
ditransformasi kembali menjadi
persentase cacat.
(pers.20)
= 0,11504 = 11,5%
2. Penghitungan Confident Interval
(pers.21)
= 29,833
√( ( )
)
(pers.22)
122
√( ( )
)
Maka selang kepercayaan untuk proses
optimal :
3.4.4 Eksperimen Konfirmasi
Eksperimen konfirmasi merupakan tahap
validasi hasil dari setting faktor dan level yang
telah dihasilkan pada perhitungan sebelumnya.
Tabel 10. Hasil Eksperimen Konfirmasi Genteng
Pacar Peluk Eksperi-
men
Jumlah
Produksi
Tidak
Cacat Cacat
Persentase
Cacat
1 200 80 20 10,0%
2 200 88 12 6,0%
3 200 90 10 5,0%
4 200 86 14 7,0%
5 200 87 13 6,5%
6 200 84 16 8,0%
7 200 82 18 9,0%
8 200 87 13 6,5%
9 200 83 17 8,5%
10 200 89 11 5,5%
11 200 90 10 5,0%
12 200 89 11 5,5%
Jumlah 2400 1035 165 82,5%
Rata - Rata 200 86,25 13,75 6,88%
Penghitungan SNR-fraction defective rata
– rata dari 12 observasi:
[
]
Berikut ini merupakan perhitungan selang
kepercayaan eksperimen konfirmasi.
√( ( )
)
Maka selang kepercayaan untuk proses optimal
:
Gambar 4. Perbandingan Selang Kepercayaan
Genteng Pacar Peluk
Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan
bahwa hasil eksperimen konfirmasi untuk nilai
rata-rata dapat diterima dengan pertimbangan
selang kepercayaan karena pada gambar diatas
menjelaskan bahwa hasil dari eksperimen
konfirmasi masih berada dalam interval hasil
optimal. Hal ini berarti hasil dari eksperimen
taguchi dapat direproduksi dan setting level
optimal dapat dijadikan acuan dalam proses
produksi genteng Pacar Peluk Tipe Mantili.
3.5 Fase Control
Fase Control bertujuan untuk
memastikan bahwa perbaikan pada proses,
sekali diimplementasikan, proses akan bertahan,
dan proses tidak akan kembali pada keadaan
sebelumnya.
3.5.1 Pengukuran Performa Produk
Penelitian ini menggunakan p-chart atau
peta pengendali proporsi kesalahan pada 5 jenis
CTQ (retak, pecah, gopel, gosong, dan keropos)
untuk memastikan proses terkendali dan
mengetahui apakah cacat produk yang
dihasilkan masih dalam batas yang disyaratkan.
Sampel yang diambil oleh Sentra Industri
Genteng Desa Pacar Peluk bervariasi untuk
setiap kali melakukan observasi dan Sentra
Industri Genteng Desa Pacar Peluk melakukan
inspeksi 100%. Berdasarkan hasil peta
kontrol p setiap CTQ, bahwa pada semua
observasi berada dalam batas kendali
(process in of statistical control). Hal ini
berarti proses produksi genteng berada
dalam kondisi stabil dan setting level
optimal eksperimen Taguchi yang telah
ditetapkan dapat terus dilanjutkan. Hal ini
juga menunjukkan bahwa rata – rata proporsi
cacat genteng retak sudah baik.
Baseline peforma dalam Six sigma
yaitu melakukan penghitungan analisa
kapabilitas proses eksperimen konfirmasi
yang ditetapkan menggunakan satuan
pengukuran DPMO (Defect per Million
123
Opportunity) dan tingkat kapabilitas sigma
(sigma level) berdasarkan Six Sigma
Motorola.
Tabel 11. Nilai DPMO dan Level Sigma
Jenis CTQ Jumlah Cacat DPMO Level Sigma
Retak 65 27083,33 3,43
Pecah 52 21666,67 3,52
Gopel 28 11666,67 3,77
Gosong 13 5416,667 4,05
Keropos 7 2916,667 4,26
Dapat diketahui bahwa proses
produksi genteng Pacar Peluk mengalami
peningkatan kapabilitas proses dibandingkan
pada kondisi aktual setelah dilakukan
eksperimen dengan menggunakan setting
level optimal eksperimen Taguchi. Nilai
DPMO juga mengalami penurunan dari
kondisi aktual.
3.5.2 Penghitungan Quality Loss Function
pada Kondisi Optimal
Berikut perhitungan Quality Loss
Function pada kondisi optimal :
1. Persentase cacat pada bulan November
2013 minggu ke -2 yaitu 6,88%
2. Perhitungan QLF untuk produsen
( )
3. Perhitungan QLF untuk konsumen
Perhitungan Quality Loss Function untuk
konsumen, nilai k diperoleh dari harga beli
konsumen terhadap produk genteng Tipe
Mantili, yaitu sebesar Rp 1.000.
( )
Tabel 12. Perbandingan Quality Loss Function
Kondisi Aktual dan Optimal
Keterangan Quality Loss Funtion
Kondisi Aktual Kondisi Optimal
Produsen Rp 116 Rp 58
Konsumen Rp 136 Rp 74
Dari Tabel 12 diketahui bahwa hasil
perhitungan quality loss function (QLF) untuk
produsen setelah penelitian ini atau pada
kondisi optimal mempunyai nilai QLF lebih
kecil dibandingkan nilai QLF pada akondisi
aktual. Hal ini membuktikan bahwa fungsi
kerugian kualitas yang ditanggung produsen
berkurang sebesar Rp 58 setelah adanya
penelitian ini. Untuk perhitungan QLF untuk
konsumen, dapat dilihat bahwa nilai QLF pada
kondisi optimal lebih kecil dibandingkan nilai
QLF pada akondisi aktual. Hal ini
membuktikan bahwa fungsi kerugian yang
ditanggung konsumen berkurang sebesar Rp 62
setelah adanya penelitian ini.
4 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah
1. Karakteristik kualitas kunci (CTQ)
berdasarkan data atribut dari produk
genteng Pacar Peluk Tipe Mantili yaitu
genteng retak, genteng pecah, genteng
gopel, genteng gosong dan genteng
keropos.
2. Analisa kapabilitas proses dihitung
berdasarkan nilai nilai Defect Per Million
Opportunity (DPMO) dan nilai level sigma
pada masing - masing CTQ dari proses
produksi genteng Pacar Peluk.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai DPMO
dan nilai level sigma pada kondisi aktual
yaitu sebesar 38762,21 (3,26 sigma) untuk
CTQ retak, 35179,15 (3,31 sigma) untuk
CTQ Pecah, 17394,14 (3,61 sigma) untuk
CTQ gopel, 22996,74 (3,49 sigma) untuk
CTQ gosong dan 6384,36 (3,99 sigma)
untuk CTQ keropos. Nilai Quality Loss
Function (QLF) untuk pengrajin genteng
pada kondisi aktual sebesar Rp 116 dan
nilai QLF untuk konsumen pada akondisi
aktual sebesar Rp 136.
3. Berdasarkan analisis Diagram Pareto,
didapatkan hasil bahwa penyebab produk
cacat pada genteng Pacar Peluk Tipe
Mantili yang mempunyai persentase
tertinggi yaitu pada CTQ retak (32,1%),
selanjutnya CTQ pecah (29,1%), CTQ
gosong (19,1%), CTQ gopel (14,4%) dan
CTQ keropos (5,3%). Kemudian dilakukan
analisis terhadap faktor – faktor penyebab
defect atribute pada masing – masing CTQ
yang mempengaruhi output menggunakan
diagram sebab akbat. Didapatkan hasil
bahwa faktor penyebab yang dapat
dikendalikan sehingga mempengaruhi
persentase cacat produk yaitu pada unsur
metode yang meliputi jumlah
penggilingan, lama waktu proses
pengeringan dan lama waktu proses
pembakaran dan juga unsur material yaitu
rasio bahan baku ( tanah liat:pasir:wadek).
4. Berdasarkan hasil dari tabel respon dan
ANOVA untuk data atribut didapatkan
setting level optimal dari faktor – faktor
terkontrol, faktor yang memiliki tingkat
124
signifikan tinggi dan kontribusi besar
terhadap penurunan persentase cacat pada
eksperimen ini yaitu lama waktu proses
pembakaran (9 jam) dengan kontribusi
5,09% dan lama waktu proses pengeringan
(8 jam) dengan kontribusi 2,69%. Untuk
persentase cacat yang didapatkan yaitu
sebesar 6,88% yang telah mencapai target
yang ditetapkan Sentra Industri Genteng
Desa Pacar Peluk yaitu ≤ 8%.
5. Setelah dilakukan perbaikan dengan
eksperimen Taguchi terjadi peningkatan
kapabilitas proses, antara lain nilai DPMO
dan level sigma. Nilai Quality Loss
Function (QLF) untuk pengrajin genteng
pada kondisi aktual mengalami penurunan
dibandingkan QLF pada kondisi optimal
yaitu sebesar Rp 58. Begitu juga nilai QLF
untuk konsumen pada kondisi optimal
yaitu sebesar Rp 74 lebih kecil
dibandingkan pada kondisi aktual.
Daftar Pustaka
Ariani, Dorothea Wahyu. (2004). Pengendalian
Kualitas Statistik: Pendekatan Kuantitatif
dalam Manajemen Kualitas. Yogyakarta :
ANDI.
Belavendram, Nicolo. (1995). Quality By
Design: Taguchi Techniques for Industrial
Experimental. London: Prentice Hall
International.
Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman
Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi
dengan ISO 9001:2000, MBNQA & HACCP.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Montgomery, Douglas, C. (2009). Introduction
to Statistical Quality Control, Sixth Edition.
United States of America : John Wiley & Sons,
Inc.
Soejanto, Irwan. (2008). Rekayasa Kualitas:
Eksperimen dengan Teknik Taguchi. Surabaya :
Yayasan Humaniora.
Kumar. S, dkk. (2011). “Six Sigma an Excellent
Tool for Process Improvement – A Case
Study”. International Journal of Scientific &
Engineering Research Volume 2, Issue 9,
September-2011.
125
Lampiran 1. Standard Operating Procedure (SOP)
Standard Operating Procedure (SOP)
Proses Produksi Genteng Tanah Liat Pacar Peluk Tipe Mantili
Judul : Proses Produksi Genteng Tanah Liat Tipe Mantili
Tahapan Kegiatan :
1. Pastikan bahwa bahan baku dan alat yang diperlukan dalam pembuatan genteng tanah liat Tipe
Mantili sudah tersedia.
2. Yakinkan alat timbang berfungsi dengan baik dan benar.
3. Yakinkan mesin rolling dalam kondisi baik dan siap dipakai.
4. Yakinkan cetakan genteng, cangkul dan ayakan pasir dalam kondisi bersih dan berfungsi
dengan baik.
5. Pastikan bahwa komposisi bahan baku pembuatan genteng untuk tanah liat sebesar 80% dan
untuk pasir sebesar 20%.
6. Melakukan pengayakan terhadap pasir untuk mendapatkan pasir yang bersih dari kerikil.
7. Memisahkan tanah liat dari kotoran – kotaran dan kerikil.
8. Menimbang bahan baku sesuai kebutuhan yang diperlukan.
9. Melaksanakan pengggilingan tanah liat pada mesin rolling sebanyak 3 kali sehingga
membentuk tanah liat yang lebih padat dan lebih kenyal.
10. Melakukan pencampuran dan pengadukan tanah liat, air dan pasir dengan menggunakan
bantuan alat sederhana (mis, cangkul dan sekop) sehingga didapatkan adonan yang agak padat
dan kenyal seperti adonan kue agar mudah diolah (dengan kata lain tidak hancur seperti pasir
biasa).
11. Pastikan bahwa proses pengadukan dilakukan pada wadah yang tidak dapat terkontaminasi
bahan lainnya.
12. Membentuk adonan menjadi berbentuk balok – balok sebelum dilakukan pencetakan.
13. Melakukan pencetakan genteng dengan cetakan manual dengan bantuan tenaga manusia.
14. Melakukan penganginan pada genteng yang masih basah didiamkan di tempat pencetakan
dengan meletakkannya pada rak-rak yang tersedia, tujuannya adalah agar genteng menjadi
setengah kering dan tidak berubah bentuk atau rusak ketika dijemur atau dikeringkan.
15. Melakukan pengeringan terhadap genteng dengan posisi berdiri 750
saling menyangga selama
4 jam pada hari pertama pengeringan.
16. Melakukan pengeringan terhadap genteng dengan posisi tidur atau rata dengan tanah dengan
tepi genteng masih menempel genteng lainnya ± 5 cm selama 4 jam pada hari kedua
pengeringan.
17. Meletakkan genteng – genteng yang masih mentah ke dalam tungku pembakaran.
18. Melakukan pembakaran genteng dengan menggunakan kayu bakar selama 9 jam.
126
19. Pastikan api dalam proses pembakaran tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
20. Melakukan pembongkaran pada genteng yang sudah dibakar.
21. Melakukan pemilahan pada genteng hasil pembakaran
22. Pengisian laporan inspeksi dengan membedakan genteng cacat (retak, pecah, gopel, gosong,
keropos) dan tidak cacat.
23. Meletakkan genteng tidak cacat pada gudang penyimpanan dan meletakkan genteng cacat
pada gudang produk cacat.