i
IMPLEMENTASI FIQIH SHALAT MUYASSAR
DALAM PENANAMAN IDEOLOGI SANTRI
DI PESANTREN TAHFIZUL QUR’AN
AS SURKATI SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
MUHAMAD DIDIK NUGROHO
NIM 111 12 061
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTUTUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
MOTTO
“YAKIN USAHA SAMPAI”
PESEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Keluargaku tercinta, yang tanpanya penulis bukanlah apa-apa, Ayahanda
Romdhoni, Ibunda Suprihati yang doa restunya selalu menyertai disetiap
derap langkah perjuangan, sadara yang selalu mendukung dan memotivasi
setiap aktivitas mas Musthofa dan mas Arifin.
Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Salatiga, Senior-senior,
Ulama-ulama, Guru-guru HMI “Kanda Yunda” yang tidak lelah-lelahnya
menuntun, mengajarkan, memotivasi untuk belajar berorganisasi memperkaya
pengalaman dari yang awalnya ragu-ragu untuk bermimpi menjadi berani
berimpi. Teman-teman yang lebih dari saudara Dody Usman Tomagola, Retna
Suanti, Dona Muhamad Syukur, Novia Fajar Masyithoh, Ifah Ulfi Hardiyanti,
Irma, Oktav, Fera, Karimah, Huda, Indra, Siong, Ikhwan, Uceng, MK Ridwan,
Hikmah, Fajri, Shokif, Uye, Aisyah, Rois, Nyosss yang semuanya menemani
berjuang di pengurus HMI Cabang Salatiga Periode 2016-2017 dan adinda-
adinda kader HMI di lingkup HMI Cabang Salatiga. Teman-teman
seperjuangan Racana Kusuma Dilaga Woro Srikadi kak muhaimin dan kakak-
kakak lainnya seangkatan PLCPP, Abang-abang Jurnalis LPM Dinamika yang
penuh dengan dinamika. dan teman-teman bercanda dilapangan kecil penuh
makna Keluarga Besar “Makibao FC”.
v
vi
KATA PENGANTAR
Atas segala rahmat Allah SWT yang tercurahkan kepada seluruh mahluk
yang telah ia ciptakan, sepantasnya kita untuk lebih banyak bersyukur, serta selalu
mengingat akan kuasa Allah yang begitu luas akan segala sesuatu, yang atas
ridhanya, penulis telah dimudahkan segala urusannya untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul Implementasi Fiqih Muyassar Dalam Penanaman
Ideologi Santri Pesantren Tahfizul Quran As Asurkati Salatiga. Selain sebagai
tugas wajib untuk memperoleh gelar sarjana, skripsi ini dibuat dengan tujuan
dapat menjadi ideologi untuk menanamkan ketaqwaan pada santri dalam
beribadah khususnya sholat baik wajib maupun sunnah dengan pedoman fiqih
muyassar.
Rasa hormat penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membimbing dan membantu dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Dr. Mittahudin. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Rasimin, S.PdI, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
menjadi teman menyenangkan ketika membimbing penulis menyelesaikan
skripsi ini. Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah membantu
penulis sebaik-baiknya kebaikan, yaitu surga atas mereka.
vii
viii
ABSTRAK Nugroho, Muhamad Didik. 2017.Implementasi Fiqih shalat muyassar dalam
Penanaman Ideologi Santri di Pesantren Tahfidzul Al- Quran Tahun
2017. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Rasimin, S.Pd.I, M.Pd.
Kata Kunci: Fiqih shalat muyassar, Ideologi, dan Santri
Penelitian ini berusaha untuk mendiskripsikan implementasi fiqih shalat
muyassar dalam penanaman ideology sntri di salah satu pesantren dikota Salatiga.
Dalam penelitian ini peneliti meneliti di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati
Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimana implementasi fiqih shalat muyassar dalam penanaman ideology santri
di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga. (2) Bagaimana faktor pendukung
dan penghambat dalam mengimplemntasikan fiqih shalat muyassar dalam
penanaman ideology santri di Pesantren Tahfizul Quran As surkati Salatiga.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian diskriptif. Lokasi penelitian ini berada di
yayasan pendidikan Islam (YPI) Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga. Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa Pesantren Tahfizul Quran As
Surkati Salatiga dalam penanaman ideologi santri menggunakan fiqih shalat
muyassar. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa: Penanaman ideologi fiqih shalat
muyassar kepada santri berimplikasi pada baiknya tingkat ketaqwaan dan
keimannya yang kuat, pengaruh terhadap tingkat kedisplinan, ketertipan, dan
kekhusu’an santri dalam beribadah baik wajib maupun sunnah. Adapun faktor
pendukung dalam mengimplementasikan fiqih shalat muyassar dalam penanaman
ideology santri di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga yaitu ustad yang
berkompeten dibidangnya dan juga didukung dengan adanya jadwal yang
terstrukur dari pagi sampai malam, sedangkan faktor penghambat dalam
mengimplementasikan fiqih shalat muyassar dalam penanaman ideologi santri di
Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga berasal dari internal dan eksternal
santri.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENEGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN............................................................................ iv
PERNYATAAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6
D. Manfaat Penilitian ......................................................................................... 7
E. Penagasan Istilah ........................................................................................... 7
F. Metode Penelitian.......................................................................................... 8
1. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 8
2. Kehadiran Pneliti ....................................................................................... 9
3. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 10
4. Sumber Data ............................................................................................ 10
5. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 11
6. Analisi data .............................................................................................. 13
7. Pengecekan Keabsahan data .................................................................... 13
8. Tahap-tahap Penelitian ............................................................................ 14
G. Sistematika Penulisan.................................................................................. 15
BAB II KAJIAN TEORI ........................................................................................ 17
A. Ideologi Pendidikan Pesantren .................................................................... 18
1. Pengertian Ideologi Pendidikan Pesantren .............................................. 18
2. Visi/ tujuan Pendidikan ........................................................................... 23
x
3. Sistem Pendidikan di Pesantren............................................................... 26
4. Sistem Pendidikan di Pesantre................................................................. 23
B. Kurikulum Pendidikan di Pesantren............................................................ 30
C. Tujuan dan Kurikulum Madrasah Aliyah ................................................... 32
1. Tujuan Madrasah Aliyah ......................................................................... 32
2. Karakteristik Madrasah Aliyah................................................................ 32
3. Aspek Struktur Kurikulum Pendidikan Madrasah Aliyah....................... 32
4. Aspek Tuntutan Pendidikan Madrasah Aliyah ........................................ 33
5. Materi Pengajaran .................................................................................... 33
D. Integrasi Kurikulum : Pesantren dan Madrasah Aliyah .............................. 34
E. Fiqih Muyassar ............................................................................................ 39
1. Fiqih Ibadah Shalat .................................................................................. 38
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA ........................................... 51
A. Gambaran Umum Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga .............. 51
1. Sejarah Singkat Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga .............. 51
2. Visi Pesantren .......................................................................................... 52
3. Misi Pesantren ......................................................................................... 52
4. Tujuan Pesantren ..................................................................................... 53
B. Temuan Penlitian ........................................................................................ 53
1. Implementasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati . 53
2. Metode Pengajaran di Pesantren Tahfidzul Quran As Surkati ................ 66
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................... 68
A. Analisis Tentang Implementasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al
Quran Salatiga .................................................................................................... 68
1. Konsep Pendidikan .................................................................................. 68
2. Kurikulum dan Kitab yang dipelajari ...................................................... 68
3. Metode yang dipakai ............................................................................... 70
B. Analisis Tentang Penanaman Ideologi Fiqih Muyassar Terhadap Santri di
Pesantren Tahfidzul Al Quran As Surkati Salatiga ............................................ 71
1. Pelaksanaan Rukun Islam dengan disiplin utamanya shalat. .................. 71
2. Orientasi Ibadah Santri Pada Ibadah Sosial............................................. 71
xi
3. Kekhusukan Ibadah Santri ....................................................................... 72
4. Amalan-amalan santri .............................................................................. 73
B. Analisis Tentang Hambatan dan Pendukung dalam Penanaman Ideologi
Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al Quran As Asurkati Salatiga ............ 73
1. Faktor Penghambat. ................................................................................. 73
2. Faktor Pendukung .................................................................................... 73
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 75
A. Kesimpulan ................................................................................................. 75
1. Implementasi Fiqih Muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri di
Pesantren Tahfizul Al Quran Salatiga. ........................................................... 75
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Mengimplementasikan Fiqih
Muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri. ................................................. 76
B. Saran ............................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan.Dalam perkembangannya, Istilah pendidikan atau paedagogie
berarti bimbingan atau pertolongan yangt diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa agar ia menjadi dewasa (Hasbullah, 2013:1).
Pendidikan Islam menurut D Marimba merupakan pendidikan yang
berusaha dalam membimbing jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum
agama Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim, yaitu kepribadian
yang memiliki nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab dengan nilai-nilai
Islam (Lestari, 2010:77). Hal ini yang membuat pendidikan agama Islam
sangat penting dalam kehidupan karena menjadi ujung tombak pembangunan
peradaban manusia artinya manusia yang mampu meyakini, memahami dan
mengamalkan ajaran – ajaran Islam. Adanya pendidikan agama Islam akan
berimplikasi pada kehidupan amaliyah manusia di dunia.
Pendidikan Islam terus mengalami perkembangan dan tidak terlepas juga
dengan problematika pemikiran dan problematika sosial diantaranya
perkembangannya paham keagamaaan yang monolitikdan intoleran yang
dibangun dari pemikiran dan ideologi tertentu.Dari konteks ini terlihat bahwa
dunia pendidikan Islam beserta institusi-institusi yang ada didalamnya tidak
2
berkembang dan dibangun di dalam wilayah yang netral.Karena selalu
terbangun konstruksi sosial, mediasi budaya, intervensi politik, dan basis ideologi
tertentu.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang secara historis
pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia (Dhofier, 1994: 75).Pesantren
merupakan hasil usaha mandiri ulama atau kiai yang dibantu santri dan
masyarakat, sehingga memiliki berbagai bentuk.Selama ini belum pernah
terjadi penyeragamaan pesantren dalam skala nasional.Setiap pesantren
menciptakan budaya atau memiliki ciri khas sendiri-sendiri hal itu dipengaruhi
oleh perbedaan selera kiai atau keadaan sosial budaya maupun geografis
disekelilinya.
Dalam UU Sisdiknas keberadaan pesantren merupakan sistem
pendidikan keagamaan Islam dengan pengertian pesantren sebagai pendidikan
berbasis tafaqquh fiddin, sebagai pusat pendidikan umat Islam, dan
penempatan pesantren sebagai pranata sosial dalam sistem pendidikan
nasional. Pemahaman terhadap visi baru pesantren yang dikemas dalam UU
Sisdiknas 2003 sangat penting bagi semua pihak, baik kalangan pesantren,
maupun departemen agama sebagai modal dasar bagi pembangunan
keagamaan di masa reformasi (Musa, 2003: 21).
Dalam lembaga pendidikan Islam pesantren, tipe dan sistem
pembelajaran yang menjadi ciri khas utamanya.Seiring perkembangan sistem
sosial, pesantren secara bertahap melakukan proses adaptasi melakukan
3
inovasi melalui pembaharuan-pembaharuan karena tuntutan dan tekanan
sistem di luar pesantren. Perkembangan pesantren yang terus melahirkan
inovasi-inovasi baru dapat dilihat pada integrasi antara kurikulum pesantren
dan kurikulum Madrasa Aliyahyang digabungkan menjadi suatu bagian dalam
proses pembelajaran.
Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati Kota Salatiga merupakan
salah satu lembaga pendidikan Islam yang menerapkan integrasi sistem
kurikulum, yakni perpaduan antara kurikulum pasantren dan kurikulum
Madrasa Aliyah.
Proses integrasi yang dilakukan oleh Pesantren Tahfizul Quran As-
Surkati didasari atas upaya untuk menjawab visi-misi lembaga pendidikan
Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati, dimana dalam penggambaran visi-
misi tersebut, sangat membutuhkan integrasi sistem kurikulum untuk
mencapai tujuan yang termaktub dalam visi-misi lembaga pendidikan islam
Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati. Adapun Visi-Misi Tahfizul Quran
As Surkati Kota Salatiga sebagai berikut:
“Terbentuknya pribadi yang tidak hanya unggul dalam bidang
Tahfizhul Qur’an akan tetapi juga mempunyai wawasan ilmu syari
dan umum yang luas sehingga mampu menjadi generasi Islam yang
compatible di masa yang akan datang”. (Hasil Wawancara dengan
Ustad Abda’ Lail Isra’ pada tanggal 10 Maret 2017).
Berangkat dari gambaran visi-misi Pesantren Tahfizul Al-Quran As-
Surkati Salatiga, maka dapat dilihat terdapat sebuah upaya yang ingin
diwujudkan oleh lembaga pendidikan Islam Pesantren Tahfizul Al-Quran As-
Surkati Salatiga, yakni para santri yang belajar di lembaga tersebut, tidak
4
hanya dibekali dengan kecakapan dalam bidang agama Islam semata,
melainkan para santri juga memiliki kecakapan terhadap ilmu-ilmu umum.
Hal ini bisa dilihat dari kurikulum yang diajarkan, sistem pembelajaran yang
telah diperbarui, sehingga menyerap ilmu-ilmu yang bersifat “umum”, juga
telah dikembangkan pula paradigma ilmu yang bersifat komparatif antar
berbagai disiplin atau berbagai pendapat (salah satunya madhab), terbukanya
pada dengan perkembangan teknologi dan media informasi
Pada presepsi inilah lembaga pendidikan Islam Pesantren Tahfizul
Al-Quran As-Surkati memutuskan menggunakan integrasi system kurikulum
yang diyakini sebagai langkah tepat dalam menjawab visi-misi lembaga
Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati Kota Salatiga.
Salah satu bentuk integrasi system kurikulum yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan islam Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati adalah
dimasukkanya mata pelajaran ilmu fiqih muyassar kedalam kurikulum
madrasah aliyah, dimana fiqih muyasar merupakan pegangan para santri
dalam proses pembelajaran tentang ilmu fiqih secara umum.
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna
keaslian Indonesia (irgenous) posisi Pesantren sebagai lembaga pendidikan
Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Karena itu, pendidikan
islammemiliki dasar yang cukup kuat, baik secara ideal, konstitusional
maupun teologis.Landasan ideologis ini menjadi penting bagi pesantren.
Ideologi pendidikan pesantren adalah falsafah negara pancasila, yakni
sila pertama yang berbunyi ketuhanan yang Maha Esa. Hal ini mengandung
5
pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan yang Maha
Esa atau tegasnya harus beragama (Muthohar, 2007:14).
Sesuai dengan penjelasan diatas peneliti terarik karena terdapat
Pondok Pesantren sekaligus Madrasah Aliyah di Kota Salatiga yang sangat
berkembang dengan bercorak fiqh yang berbeda ditengah-tengah mayoritas
Pondok Pesantren di Kota Salatiga menggunakan fiqh Safi’iyah. Konsep
ideologi pendidikan yang diterapkan di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati
Kota Salatiga dan implementasinya dalam fiqih Muyassar tentang ibadah
Sholat merupakan hal yang menarik untuk dijadikan objek penelitian. Dari
latar belakang diatas peneliti mengambil judul “IMPLEMENTASI FIQIH
SHALAT MUYASSAR DALAM PENANAMAN IDEOLOGI SANTRI
PESANTREN TAHFIZUL AL-QURAN AS-SURKATI SALATIGA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagimanakah implementasi fiqih shalat muyassar dalam penanaman
ideologi santri di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga?
2. Bagaimanakah faktor pendukung dan penghambat dalam
mengimplementasikan fiqih muyassar dalam penanaman ideologi santri di
Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga?
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui :
1. Menjelaskan implementasi fiqih muyassar dalam penanaman ideologi santri
di PesantrenTahfizul Quran As Surkati Salatiga.
2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam
mengimplementasikan fiqih muyassar dalam penanaman ideologi santri di
Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
a. Memberikan kejelasan secara teoritis tentang Ideologi Pendidikan Fiqh
Muyassar di Pesantren.
b. Menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia
pendidikan untuk hal Ideologi Pendidikan Fiqh Muyassar di Pesantren.
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas
Tarbiyah Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga.
2. Secara Praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai Ideologi Pendidikan
Fiqh Muyassar di Pesantren.
b. Untuk memberikan saran dan rekomendasi hasil penelitian bagi
Yayasan Pendidikan Islam (YPI) tentang Ideologi Pendidikan Fiqih
Muyassar di Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati Salatiga.
7
E. Penegasan Istilah
1. Ideologi
Ideologi menurut kamus adalah kumpulan konsep bersistem yang
dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk
kelangsungan hidup; paham, teori dan tujuan yang merupakan satu program
(O’niel, 2002:417).
Menurut William F. O’neill dan juga yang dikutip dalam buku Prof.
Abu Achmadi dalam buku ideologi pendidikan Islam “Ideologi adalah
sistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan
untuk kelangsungan hidup, ideologi sifatnya mengarah pada aksi dan dalam
pendidikan ideologi bermakna konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara
eksplisit dirumuskan, dipercaya dan diperuangkan (Achmadi, 2005:9).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu bimbingan ataup pimpinan secara sadar
oleh guru terhadap perkembangan jasmani dan ruhani murid menuju
terbentuknya kepribadian yang utama (Rusn, 2009:54).
3. Pesantren
Pesantren adalah suatu pendidikan dan pengajaran yang
menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat
tinggal santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam dan
didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen
(Qomar, 2002:2).
8
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan danJenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu dengan
menyajikan gambaran tentang peran bakat diri dalam peningkatan indeks
prestasi mahasiswa disertai faktor pendorong dan penghambat serta solusi
permasalahan tersebut.
Menurut Moleong (2011:6) penelitian kulitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dll., secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah. Dalam buku berjudul Melejitkan Kemahiran Menulis
Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa (Maslikhah, 2013: 67) juga disebutkan
bahwa penelitian berjenis kualitatif biasanya memuat tentang jenis
pendekatan penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,
validitas data, dan teknik analisis data.
Penelitian ini adalah field research yang bermaksud untuk
mengetahui data responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu
penelitian yang bertujuan mengetahui situasi atau keadaan sebenarnya
tentang bagaimana Konsep dan Implementsi ideologi pendidikan fiqh
muyassar di pondok pesantren.
9
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pencari informasi
dan pengamat, dimana peneliti mencari informasi kepada ketua yayasan
tentang bagaimana konsep dan impelemntasinya ideologinya pendidikan
fiqh muyassar di pesantren.Sehingga peneliti harus berusaha untuk menggali
atau mencari informasi yang berkaitan denganKonsep dan Implementasi
Fiqih Musayyar di Pondok Pesantren As-Surkati Salatiga tersebut.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Yayasan Pendidikan Islam (YPI)
Pondok Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota
Salatiga.Penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu dari
Oktober 2016 sampai penulisan laporan penelitian ini selesai.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Kami
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung
tentangbagaimana konsep dan implementasi pendidikan fiqih muyassar
yang dilakukan oleh ustad kepada santri-santri Pesantren As-Surkati
Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Adapun sumber data langsung
peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan ustad, kepala yayasan,
serta narasumber terkait lain.
10
b. Data Sekunder
Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam
sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan dokumen resmi
dari instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat
hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui
wawancara dan pengamatan.
5. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode ini digunakan peneliti dengan mengamati langsung di
lapangan untuk mengetahuikonsep ideologi pendidikan fiqih muyassar
yang diterapkan di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Pesantren As-
Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Observasi ini digunakan
untuk mencari data-data yang diperlukan serta mengetahui langsung
keadaan yang terjadi di lapangan.
b. Wawancara
Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186). Sutrisno Hadi yang
dikutip oleh Sugiyono (2013: 138) mengungkapkan bahwa anggapan
yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview
atau wawancara adalah sebagai berikut:
1) Bahwa informan adalah yang paling tahu tentang dirinya sendiri,
11
2) Bahwa apa yang dinyatakan oleh informan kepada peneliti adalah
benar dan dapat dipercaya, dan
3) Bahwa interpretasi informan tentang pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh peneliti.
Adapun jenis interview yang digunakan peneliti dalam meneliti
ustad, kepala yayasan, dan narasumber terkait di Yayasan Pendidikan
Islam (YPI) Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga
adalah model wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur
adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan
(Sugiyono, 2013: 140), dan dalam hal ini adalah masalah tentang
bagaimana konsep dan implementasi ideologi pendidikan fiqih muyassar
yang diterapkan pada santri di Yayasan Pendidikan Islam (YPI)
Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.
Sedangkan narasumber dalam penelitian ini adalah dengan
kepala yayasan, ustad dan narasumber terkait dengan tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel, baik itu berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
12
notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 30). Metode ini
digunakan untuk mendapatkan bukti data berupa foto ketua yayasan dan
ustad.
6. AnalisisData
Menurut Moleong (2008:280) analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Pada tahapan ini, peneliti menganalisis data yang terkumpul yang
terdiri dari hasil wawancara dan dokumentasi. Pekerjaan analisis data dalam
hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan
kode, dan mengkategorisasikannya.
Menurut Miles dan Huberman yang dikutip Sugiono (2011:337)
aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan, dengan penjabaran sebagai beriku:.
a. Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang
yang tidak perlu.
b. Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
dan sejenisnya secara naratif.
c. Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum pernah ada.
13
7. Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Moleong (2008: 324) ada empat kriteria yang digunakan
yaitu:kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan
(dependability), dan kepastian (confirmability).
Pada penelitian ini, peneliti memakai kriteria kepercayaan
(credibility). Kriteria kepercayaan ini berfungsi untuk melakukan
penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat
dicapai. Peneliti memperpanjang penelitian dengan melakukan observasi
secara terus menerus sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian
peneliti menggunakan teknik triangulasi data yaitu teknik pemerikasaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:
330). Pada teknik ini peneliti melakukan triangulasi dengan teknik yaitu
dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara dan triangulasi dengan sumber yaitu dengan cara
membandingkan data hasil wawancara antar narasumber terkait serta
membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum
ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap
penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:
14
a. Tahap sebelum ke lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada subyek
yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan konsep ideologi pendidikan fiqih muyassar di Yayasan
Pendidikan Islam (YPI) Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti,
Kota Salatiga.Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
c. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna
data.Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen
pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan
tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna.
G. SistematikaPembahasan
Sistematika di sini adalah gambaran umum tentang skripsi ini.Skripsi
ini terbagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian
akhir. Bagian awal berisikan sampul, lembar berlogo, judul, persetujuan
15
pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan
persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar table, daftar lampiran;
adapun bagian inti berisi pendahuluan sampai dengan penutup; dan bagian
akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran, riwayat hidup peneliti.
Adapun sistematik bagian isi adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan: Bab ini berisi tetang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian Teori,
Metode Penelitian (Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti,
Lokasi dan Waktu Penelitian, Sumber Data, Analisis Data, Pengecekan
Keabsahan Data, dan Tahap-tahap Penelitian), dan Sitematika Penulisan.
Bab II Kajian Teori: Bab ini berisi tentang landasan teori yang
berhubungan dengan penelitian yang memuat pengertian ideologi, pengertian
pendidikan, pengertian pesantren tentang fiqih muyassar, kurikulum
pesantren, tujuan dan kurikulum madrasah aliyah, inegrasi kurikulum
pesantren dan madrasah aliyah, Fiqih Muyassar.
Bab III Paparan data dan Temuan data: Bab ini berisitentang paparan
data dan temuan peneliti menjelaskan tentang sejarah singkat Pesantren
Tahfizul Quran As Surkati Salatiga, visi, misi dan tujuan Pesantren Tahfizul
Quran As Surkati Salatiga, kurikulum pembelajaran Pesantren Tahfizul Quran
As Surkati Salatiga, Materi secara umum fiqih muyassar tentang ibadah
sholat, Metode pembelajaran di Pesantren Tahfizul AL-Quran As-Surkati
Salatiga
16
Bab IV Pembahasan: Bab ini berisi tantang pembahasan hasil penelitian
di lapangan yang dipaparkan. Pembahasan dilakukan untuk menjawab
masalah penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang
sudah ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks
khasanah ilmu.
Bab V Penutup: Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan
hasil penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan pemikiran
berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh dan daftar pustaka.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Ideologi Pendidikan Pesantren
1. Pengertian Ideologi Pendidikan Pesantren
Istilah ideologi berasal dari kata “idea” dan “logos”. Kata “idea”
berarti asal raut muka dan perawatan. Dalam filsafat plato (427-347 SM),
idea diartikan sebagai suatu konsep, suatu terapan (persep) dan kenyataan
yang lebih mendalam daripada kesan yang tampak. Filosof Jerman, G.W.F.
Hegel (1770-1833) mengartikan bahwa idea adalah makna dan pencitaan
segala benda yang berkembang menurut logika murni melalui tiga tahap:
obyektif, subyektif dan mutlak. Sedangkan kata “logos’ berarti ilmu
pengetahuan (Shadily, 1983: 1366).
Menurut William F. O’neill yang dikutip dalam buku Prof. Abu
Achmadi dalam buku Ideologi Pendidikan Islam “Ideologi adalah sistem
yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk
kelangsungan hidup, ideologi sifatnya mengarah pada aksi dan dalam
pendidikan ideologi bermakna konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara
eksplisit dirumuskan, dipercaya dan diperuangkan (Achmadi, 2005: 9).
Pendidikan berasal dari kata “didik” kemudian mendapat imbuhan
“pe-an”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan berarti proses
pengubahan sikap tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam UU
18
sisdiknas Tahun 2003 yang dimaksud pendidikan ialah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaannya. Namun dalam perkembangannya, istilah
pendidikan natau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh oreang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Selanjutnya pendidikan yang diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai
tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental
(Sudirman, 1992: 4).
Sedangkan Pesantren berasal dari kata santri dan imbuhan “pe” di
depan dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal atau asrama santri
(Zamakhsyari, 1984: 18). Sedangkan menurut istilah para ahli, pesantren
adalah: sebuah asrama Islam tradisional di mana para santrinya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang atau guru, yang dikenal
dengan kyai.
Menurut Manfred Ziemek, yang dikutip oleh Wahjoetomo (1997: 70)
menyebutkan bahwa kata pondok berasal dari funduq (Arab) yang berarti
19
ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang merupakan
tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat
asalnya. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi
awalan pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya
adalah tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata
sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata
pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Sedangkan menurut Geertz, dalam bukunya Wahjoetomo (1997: 70),
menjelaskan bahwa pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India sastri
yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, maksudnya pesantren
adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Geertz
menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari pura Hindu.
Kesimpulan dari paparan diatas menunjukan bahwa yang
dimaksudkan dengan ideologi pendidikan pesantren dalam penelitian ini
adalah nilai-nilai yang ditransformasikan oleh ustad kepada santrinya, dalam
hal ini penulis membatasi kajian pada hukum-hukum Islam (fiqih) utamanya
yang menyangkut hukum-hukum ibadah.
Pesantren dapat diteropong dari berbagai perspektif; dari segi
rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan kemodernan, keterbukaan
terhadap perubahan, dan dari sudut vsistem pendidikannya. Dari segi
kurikulumnya Arifin menggolongkannya menjadi pesantren modern,
pesantren tabassus (tabassus ilmu alat, ilmu Fiqhlusbhul fiqh, ilmu tafsir
20
hadist, ilmu tasawuf thariqat, dan qiro’at al Quran) dan pesantren
campuran (Mahfud, 1994: 299).
Dhofier memandang dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi, kemudian membagi pesantren menjadi dua kategori
yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi tetap mengajarkan kitab-
kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Penerapan system madrasah
untuk memudahkan system sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga
pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.
Sedangkan pesantren khalafi telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum
dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe
sekolah umum di dalam lingkungan pesantren (Dhofier, 1984: 41).
Noeng Muhadjir yang dikutip dalam buku modernisasi pesantren
menegaskan bahwa istilah penemuan dapat diterjemahkan menjadi
discovery, invention, ataupun innovation. Discovery biasa diartikan sebagai
penemuan yang sudah ada, tetapi belum dikenal oleh satuan masyarakat,
seperti Columbus sebagai warga masyarakat Eropa menemukan benua
Amerika. Invension biasa diartikan sebagai penemuan sesuatu yang sama
sekali baru bagi warga masyarakat mana pun, seperti Edison menemukan
listrik. Adapun innovation biasanya berkaitan erat dengan upaya-upaya yang
dilakukan untuk memecahkan suatu masalah. Yang disebut terakhir ini
misalnya, tampak ketika konvensional atau tradisional mulai dirasakan
kurang sesuai dengan konteks tertentu maka suatu pemecahan “baru” untuk
suatu penemuan (dalam lingkup term innovation ) sejatinya tidaklah berlaku
21
disetiap sistem sosial tertentu dan dalam kurun waktu tertentu (Halim, 2013:
48).
Inovasi ditinjau dari substansinya, dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitun inovasi dalam wujud wawasan, konsep teori baru, inovasi berupa
produk teknologi baru, dan inovasi berupa struktur serta fungsi baru. Dalam
hal ini penemuan teknologi komputer mendorong berkembangnya konsep
penelitian yang lebih luas dan turut mengubah fungsi para peneliti.
Perubahan struktur politik di Indonesia mendorong berkembangnya
wawasan tentang demokrasi berbagai bidang. Oleh karena itu, pada suatu
masyarakat inovasi yang muncul bisa berupa wawasan, namun pada
masyarakat yang lain mungkin berupa teknologi, dan pada masyarakat yang
lain inovasi yang muncul lebih berupa restrukturalisai dan refungsionalisasi
(Halim, 2013: 49).
Dengan demikian, hal penting yang dapat dipahami dalam paparan di
atas adalah bahwa ketika inovasi diperkenalkan untuk pertama kalinya
dipesantren, pada umumnya orang cenderung akan lebih memperhatikan
hal-hal yang dianggapnya mampu membantu proses penyebaran atau
pelaksanaanya. Oleh karenanya, inovasi tersebut perlu dimodifikasi
sehingga dapat lebih mudah diterima masyarakat.
Fikih dan hukum Islam adalah salah satu disiplin ilmu paling penting
yang dibutuhkan setiap Muslim, di dalamnya terurai tatacara beribadah yang
benar kepada Allah. Kitab-kitab fiqih yang diajarkan di pesantren di
Indonesia salah satunya fiqih muyassar. Para santri memulai pelajarannya
22
dengan rukun Islam yang lima dan peraturan ibadah dengan teks-teks
panduan fikih yang memiliki khazanah ilmiah lengkap yang memenuhi
kebutuhan untuk beribadah sesuai Syari’at Islam sebagaimana yang
diajarkan oleh Nabi. Semua poin fikih dan hukum dalam fiqih muyassar,
tegak di atas dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah, bahkan semua hadits dan
riwayat ditakhrij serta dikukuhkan dengan hukum-hukum Syaikh al-Albani
(Al Faqihi, 2016: viii).
2. Visi / Tujuan Pendidikan Pesantren
Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor
pendidikan. Tujuan termasuk kunci keberhasilan pendidikan, disamping
faktor-faktor lain yang terkait: pendidik, peserta didik, media pendidikan,
dan lingkungan pendidikan. Keberadaan empat faktor tersebut tidak ada
artinya ketika tidak diarahkan oleh suatu tujuan. Kemudian juga tujuan
menempati posisi yang amat penting dalam proses pendidikan sehingga
materi, metode dan media pengajaran selalu disesuaikan dengan tujuan.
Karena tujuan yang tidak jelas dapat mengaburkan seluruh aspek tersebut.
Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan
mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat
dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat. Sebagaimana yang ada
pada pribadi Nabi Muhammad yaitu kepribadian Nabi Muhammad
(mengikuti Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam
kepribadian, dalam menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan
23
kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (’Izza al-Islam wa al-Muslimin)
dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia
(Mastuhu, 1994: 55).
Dhoifier (1985: 113) menggambarkan bahwa dalam 30 tahun
pertama, tujuan pendidikan Tebuireng ialah untuk mendidik calon ulama.
Sekarang ini, tujuannya sudah diperluas, yaitu mendidik para santri agar
kelak mengembangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” (ulama yang
yang menguasai pengetahuan umum) dan “intelektual ulama” ( sarjana
dalam bidang pengetahuan umum yang juga mengetahui pengetahuan
Islam).
Pergeseran tujuan tersebut hanya menyentuh permukaanya,
sedangkan esensi dan substansinya tidak berubah. Ulama yang dipahami
hanya menguasai ilmu-ilmu pengetahuan seperti tafsir, hadist, fiqh, tasawuf,
akhlak, dan sejarah Islam saja mulai digugat. KH A. Wahid Hasyim seorang
putra pendiri Tebuireng dan pernah mengasuh pesantren yang paling
terkenal diIndonesia terutama abad ke-20 bahkan pernah mengusulkan
perubahan tujuan pendidikan secara mendasar, agar mayoritas santri yang
belajar dilembaga-lembaga pesantren tidak bertujuan menjadi ulama
(Dhoifier, 1985: 105). Namun usulan revolusioner tersebut tidak disetujui
ayahnya, Hadratus Syaikh.
Oleh sebab itu, lahirnya ulama tetap menjadi tujuan pesantren sampai
sekarang, namun ulama dengan arti yang lebih luas yakni ulama
yangmenguasai ilmu-ilmu agama sekaligus memahami pengetahuan umum
24
sehingga tidak terisolasi dalam dunianya sendiri. Jadi secara esensial, tujuan
pesantren masih tetap dan tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk
mengejar kepentingan kekuasan, uang dan keagungan duniawi, tetapi
ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban
dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan. Pesantren yang memiliki
kepentingan mendasar untuk menanamkan tradisi keilmuan Islam untuk
bekal berkehidupan di dunia maupun akhirat.
Dari rumusan tujuan tersebut tampak jelas bahwa pendidikan
pesantren sangat menekankan pentingnya tegaknya Islam di tengah-tengah
kehidupan sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci keberhasilan
hidup bermasyarakat. Di samping berfungsi sebagai lembaga pendidikan
dengan tujuan seperti yang telah dirumuskan di atas, pesantren mempunyai
fungsi sebagai tempat penyebaran dan penyiaran agama Islam.
Memahami tujuan pendidikan pesantren haruslah lebih dahulu
memahami tujuan hidup manusia menurut Islam. Tujuan pendidikan
pesantren harus sejalan dengan tujuan hidup manusia menurut Islam. Sebab
pendidikan hanyalah cara yang ditempuh agar tujuan hidup itu dapat
dicapai.
Al-Qur'an menegaskan, bahwa manusia diciptakan di muka bumi
untuk menjadi khalifah yang berusaha melaksanakan ketaqwaan kepada
Allah SWT dan mengambil petunjuk-Nya Allah pun menundukkan apa
yang di langit dan bumi untuk mengabdi kepada kepentingan hidup manusia
dan merealisasikan hidup ini. Jika tujuan hidup manusia yaitu
25
mengembangkan pikiran dan mengatur tingkah laku serta perasaannya
berdasarkan Islam, maka tujuan pendidikan Islam (pesantren) adalah untuk
merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia tersebut
(Abdul, 1998: 189).
3. Sistem Pembelajaran di Pesantren
Pengertian sistem bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau
mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang satu dan lainnya saling
berhubungan dan saling memperkuat. Jadi, sistem adalah suatu sarana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengertian lainnya yang umum dipahami
di kalangan awam bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai
tujuan tersebut.
Dimana dalam sistem pendidikan terutama dalam pengajaran terdapat
pendekatan yang digunakan dalam pengajaran dipondok pesantren. Hal ini
berkaitan dengan cara penyampaian ajaran agama Islam dalam ruang
lingkup yang luas pada pondok pesantren, seperti ilmu muamalah kemudian
ilmu tata cara berkeluarga yang sakinah mantek atau logika dan lain
sebagainya (Djamaluddin, 1998: 114).
Kalangan pesantren tentu merasa bersyukur, bahkan berhak untuk
bangga, karena meningkatnya perhatian masyarakat luas pada dunia
pendidikan dan lembaga pesantren. Dari sebuah lembaga yang hampir-
hampir tidak diakui eksistensi dan peran positifnya, menjadi sebuah
lembaga yang berhak mendapatkan “label”. Maka orang pun mulai
26
membicarakan kemungkinan pesantren menjadi pola pendidikan nasional
(Madjid, 1997: 87).
Pada lembaga pendidikan yang sedang kita pikirkan bersama saat ini,
yaitu sistem pendekatan dengan metode pengajaran agama Islam di
pesantren, untuk memudahkan segala usaha dalam mencapai tujuan. Suatu
tujuan yang hendak dicapai biasanya timbul dari pandangan hidup seseorang
atau golongan atau masyarakat. Khusus dalam dunia pendidikan Indonesia,
tujuan-tujuan pendidikan yang hendak dicapai dengan sistem atau metode
didasarkan atas kategori-kategori; tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus
(Djamaluddin, 1998: 115).
Pada tahap selanjutnya, pesantren mulai menampakkan eksistensinya
sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya
didirikan sekolah baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini
pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka
renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu :
a. Mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern.
b. Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas
perkembangan di luar dirinya.
c. Diferivikasi program dan kegiatan makin terbuka, dan ketergantungannyapun
absolut dengan kyai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan
berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun ketrampilan yang
diperlukan di lapangan kerja.
27
d. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat (Muhaimin, Mujib,
1997: 301).
Karena pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem
pendidikan di Indoensia, maka gerak dan usaha serta arah
pengembangannya harusnya berada di dalam ruang lingkup tujuan
pendidikan nasional. Tujuan yang bersifat operasional dan kurikuler pada
pondok pesantren sampai kini belum dirumuskan. Oleh karena itu, tujuan
institusional belum dirumuskan secara konkret dan sistematis.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional,
yaitu model sorogan dan model bandongan. Kedua model ini kyai aktif dan
santri pasif. Untuk itu perlu adanya metode pembelajaran untuk mencapai
tujuan yang hendak dicapai. Jadi jika dikaitkan dengan istilah mengajar,
dimana mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan, sedangkan
metode mengajar sendiri adalah salah satu cara yang harus dilalui untuk
menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Ramayulis,
2000: 201).
Selain itu ada juga model-model pembelajaran dalam pesantren, seperti;
metode musyawaroh (bahtsul masa’il), Metode Pengajian Pasaran, Metode Hafalan
(Muhafadzah), Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah, Metode Rihlah Ilmiah,
Metode Riyadhah (DEPAG RI, 2001: 92-113).
a. Musyawaroh (Bahtsul Masa’il)
Musyawaroh (Bahtsul Masa’il) merupakan metode pembelajaran yang lebih
mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri orang santri
dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh
28
seorang Kyai atau ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas
atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Metode Pengajian Pasaran
Metode pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian
materi (Kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok
santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang waktu
tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadlan selama setengah bulan, dua
puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab
yang di kaji.
c. Metode Hafalan (Muhafadzah)
Metode hafalan ini adalah kegiatan belajar santri dengan cara
menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang
ustadz/kyai.
d. Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah
Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah adalah cara pembelajaran yang
dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan
ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah
petunjuk dan bimbingan ustadz.
e. Metode Rihlah Ilmiah
Metode Rihlah Ilmiah (studi tour) ialah kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu
tempat tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu.
f. Metode Riyadhah
29
Metode Riyadhah ialah salah satu metode pembelajaran di pesantren
yang menekankan pada olah batin untuk mencapai kesucian hati para santri
dengan berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan ustad.
B. Kurikulum Pendidikan Pesantren
Kemudian dari kurikulum pesantren, meskipun materi yang dipelajari
terdiri dari teks tertulis, namun penjelasan dan penyampaian secara lisan dari kiai
juga sangat penting. Baik dari segi lughowi, maknawi dan dalam konteks yang sempit
maupun yang lebih luas.
Secara umum kurikulum pesantren menurut Karel Stenbrink
meliputi : fiqh ibadah, fiqh umum, tata Bahasa Arab, Ushuluddin, Tasawwuf
dan Tafsir. Sedangkan dalam pengamatan Nur Cholish Majid Kurikulum
pesantren itu meliputi; nahwu – shorof, fiqh, aqoid, tasawwuf, tafsir, hadist,
bahasa Arab dan fundamentalis. Menurut Abdurrohman Mas’ud, memandang
dari sudut kurikulumnya, apa yang dipelajari di pesantren dikelompokkan pada
tiga bidang, yaitu :
1. Tekhnis; seperti fiqh, ilmu mustholah hadits, ilmu tafsir, hisab, mawaris, ilmu
falaq.
2. Hafalan; seperti pelajaran Al-Qur'an, ilmu bahasa Arab.
3. Ilmu yang bersifat membina emosi keagamaan; seperti aqidah, tasawuf dan
akhlaq.
Sedangkan menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
beberepa ahli, seperti Karell stenbring, Martin Van Bruinessen, Nur Chalish
Madjid, KH. Sahal Mahfudz dan lain-lain. dapat kita sederhanakan bahwa
30
pesantren tradisional; dalam bidang akidah berorientasi kepada paham Asy’ari.
Sedangkan dalam soal fiqih bermadzhab syafi’i (dan sedikit menerima dari
madzhab lainnya). Sedangkan bidang akhlak dan tasawwuf menganut ajaran
Imam Al Ghozali. Persoalan inilah yang kemudian sering mendapatkan
kritikan dari modernis, yang tidak mau terikat dengan sistem madzhab bahkan
menyerukan pembukaan pintu ijtihad. Bahkan tradisi kitab kuning adalah
membelenggu kreatifitas ummat.
Sementara dalam tradisi pesantren, karya-karya Al Ghozali
dianggap sebagai prestasi keilmuan dan spiritual tertinggi. Sedangkan
kelompok modern lebih berorientasi kepada Ibnu Taimiyyah.
Hal lain yang mencolok dari tradisi keilmuan pesantren adalah
teks-teks klasik dengan berbahasa arab sebagai referensi. Karena mereka
berkeyakinan bahwa teks klasik inilah yang memiliki orisinilitas dan bobot
kehormatan yang lebih. Bahkan ulama’ tradisional yang mewujudkan karyanya
juga dalam bentuk tulisan arab.
Secara umum pesantren dapat diklasifikan menjadi dua, yakni
pesantren salaf atau tradisional dan pesantren khalaf atau modern. Sebuah
pesantren disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-
mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa
pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional serta belum
dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Sedangkan pesantren khalaf
atau modern adalah pesantren yang di samping tetap dilestarikannya unsur-
unsur utama pesantren, memasukkan juga ke dalamnya unsur-unsur modern
31
yang ditandai dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu
umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini sistem sekolah dan
adanya ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren
klasik, Dengan demikian pesantrern modern merupakan pendidikan pesantren
yang diperbaharui atau dimodernisasi pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan
dengan sistem sekolah (Mas'ud, 2003: 76).
C. Tujuan dan Kurikulum Madrasah Aliyah
1. Tujuan Madrasah Aliyah
Penyelenggraan pendidikan madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan
pendidikan umum bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab
dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi;
memiliki dan etos budaya kerja; dan dapat memasuki dunia kerja atau dapat
mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain tujuan pendidikan Madrasah
Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang bisa masuk ke perguruan tinggi
umum dan Agama serta dapat diterima bekerja sesuai dengan kebutuhan pasar.
2. Karakteristik Madrasah Aliyah
Madrasah Aliyah memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri, sehingga
dalam kontek kurikulum perlu menampakan karakteritik tersebut. Oleh karena itu
perumusan dan pengembangan kurikulum madrasah Aliyah menjadi suatu hal
yang sangat penting. Di satu sisi kurikulum madrasah Aliyah tersebut harus
32
memiliki relevansi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sisi lain madrasah Aliyah harus
mencerminkan jati dirinya sebagai satuan pendidikan yang merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan nasional.
3. Aspek struktur kurikulum Pendidikan Madrasah Aliyah
Dilihat dari segi struktur kurikulum, madrasah Aliyah yang diterbitkan
oleh Departemen Agama dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum berbeda
dengan sekolah umum lainnya. Perbedaanya nampak pada pengembangan
pendidikan agama Islam yang terkait dengan mata pelajaran ; al-Qur’an Hadits,
Aqidah Akhlak, Fiqih dan sejarah Islam.
Pada setiap program baik program bersama, program studi ilmu alam,
program studi ilmu social, program studi ilmu agama Islam, program studi bahasa
maupun program keahlian kejurun mata pelajaran tersebut diberikan. Dengan
demikian jumlah jampun di madrasah aliyah ini ada perbedaan dengan tingkat
sekolah menengah umum lainnya.
4. Aspek tuntutan pendidikan Madrasah Aliyah
Kurikulum pendidikan madrasah Aliyah ke depan harus lebih menitik
beratkan pada pencapaian ilmu keagamaan, pengetahuan dan teknologi yang
dijiwai dengan semangat iman dan taqwa. Bentuk kurikulum yang integrirtid
antara agama (iman dan takwa), pengetuhuan dan teknologi merupakan tuntutan
kebutuhan masyarakat dari lulusan pendidikan madarsah aliyah. Oleh karena itu,
pendidikan agama yang sesuai dengan perkembangan peserta didik dan tuntutan
masyarakat, dalam konteks kita sekarang, yang diajarkan tidak hanya
sekadar dogma-dogma ritual yang katakanlah fiqh-oriented, tapi juga wawasan-
33
wawasan keislaman yang lain, termasuk misalnya wawasan Islam mengenai
kemoderenan, kemajuan ilmu
5. Materi Pengajaran
Mata pelajaran yang diprogramkan di madrasah Aliyah ini meliputi
aspek spiritual (keagamaan), kemasyarakatan, budaya, seni dan teknologi.
mengajarkan ilmu-ilmu Agama, termasuk di dalamnya bahasa Arab sebagai alat
mutlak untuk membaca kitab-kitab pelajarannya. Karena itu, semua pelajaran
Agama dan bahasa Arab menjadi pelajaran pokok. Pendidikan Madarsah Aliyah
termasuk lembaga pendidikan yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan
Islam atau pendidikan pesantren. Oleh karena itu pendidikan Islam atau madrasah
adalah integrasi keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan.
Untuk menjawab tuntutan kebutuhan akan pendidikan madarasah
Aliyah ke depan diperlukan perencanaan program kurikulum yang didasarkan
atas prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang sekolah.
b. Menjadikan kehidupan actual anak kea rah perkembangan dalam suatu
kehidupan yang bulat dan menyeluruh. Ia dapat berkembang kea rah
kehidupan masyarakat yang paling baik.
c. Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas
keberhasilan sekolah, sehingga anak didik mampu berkembang dalam
34
kemampuannya yang actual untuk aktif memikirkan hal-hal baru yang baik
untuk diamalkan.
D. Integrasi Kurikulum : Pasantren dan Madrasa Aliyah
Pendidikan pada dasarnya merupakan aktifitas sistematis dalam
mencerdasakan peserta didik, tanpa cahaya pendidikan dapat dipastikan peradaban
manusia akan tenggelam dalam kebutaan moralitas serta krisis kreatifitas dan
inovasi. Nilai universal yang terkandung dalam pendidikan menjadikan keharusan
dalam setiap kehidupan manusia harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu
kebutuhan dasariah (teori pendidikan: http://sinautp.weebly.com/teori-
pendidikan.html pada 12/01/2017:11.48).
Nilai keuniversalan dalam pendidikan yang mempunyai output
mencerdasarkan peserta didik melahirkan konsekuensi metode pendidikan yang
tidak mengesampingkan aspek keuniversalan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
konsep pendidikan pesantren dan madrasa aliyah merupakan bagian yang
terintegrasikan dalam menopang kualitas peserta didik pada semua lembaga
pendidikan, terkhususnya lembaga pendidikan Islam.
Integrasi kurikulum antara kurikulum system pendidikan pasantren dan
kurikulum madrasa aliyah, dalam kaitanya untuk mehasilkan santri-santri yang
berkualitas adalah pembaharuan-pembaharuan keduan kurikulum (pasantren dan
madrasa aliyah ), menjadi suatu kesatuan yang bulat menciptakan kualitas santri
yang benar-benar siap menjadi intelektual ulama. Intekrasi antara system
pendidikan pasantren.
35
Berangkat pemahaman tersebut, pesantren sebagai institusi keagamaan
mendapat momentum dalam sistem pendidikan nasional setelah keluarnya Undang-
undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Undang-undang
tersebut menyebutkan bahwa pendidikan keagamaan tidak hanya salah satu jenis
pendidikan, tetapi sudah memiliki berbagi bentuknya seperti pendidikan diniyah,
pesantren dan bentuk lain yang sejenisnya.
(http://www.republika.co.id/2012/12/23/pendidikan-nasional-undang-undang-
pesantren/,diakses 26 Januari 2017 Pukul 12.01 WIB).
Pasantren dalam kaitanya dengan aktifitas pendidikan menpunyai peran
strategis dalam konteks menggodok sumber daya manusia menuju kualitas
paripurna. Mengingat Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan
mengembangkan kepribadian mumslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan
menjadi kawula atau abdi masyarakat. (Mastuhu, 1994: 55). Tujuan membentukan
santri-santri yang belajar di pasantren agar menjadi insan-insan pengabdi terhadap
kemaslahatan bersama. Berkaitan dengan hal tersebut sudah tentunya
membutuhkan kualitas santri yang mumpuni. Dalam hal ini tujuan system
pendidikan pasantren tidak hanya pada proses menciptakan peserta santri-santri
yang mumpuni dalam hal spiritual semata, melainkan lebih kepada kecakapan
holistic (pengetahuan-pengetahuan umum) yang juga menjadi indicator penting
dalam menyiapkan insana-insan paripurna.
Integrasi kedua system pendidikan (pasantren dan madrasa aliyah) dapat
diterapkan dikarenakan kedua system pendidikan ini mempunya fleksibilitas dan
kesamaan nilai dalam system pendidikan dari kedua lembaga tersebut, dimana
36
system pendidikan madrasa aliyah bertujuan untuk Penyelenggraan pendidikan
madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan pendidikan umum bertujuan untuk
menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi; memiliki dan etos budaya kerja; dan dapat memasuki
dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain tujuan
pendidikan Madrasah Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang bisa masuk ke
perguruan tinggi umum dan Agama serta dapat diterima bekerja sesuai dengan
kebutuhan pasar, sedangkan. tujuan umum dari system pendidikan pasantren
adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat. Sebagaimana yang
ada pada pribadi Nabi Muhammad yaitu kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti
Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam kepribadian, dalam
menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat ditengah-tengah
masyarakat (’Izza al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian manusia.
Dengan demikian untuk mengwujudukan kecakapan holistic yang terpatri
dalam setiap diri peserta santri, maka sudah tentunya dituntut fleksibilitas
kurikulum untuk melengkapi kurikulum pasantren yang memiliki kecenderungan
pada aspek peningkatan spritualitas. Kurikulum menurut Nana Sudjana (1996: 21),
apabila kurikulum diurai secara structural, maka akan terdapat paling tidak ada
empat komponen utama yakni tujuan, isi, strategi, dan evaluasi. Keempat
37
komponen tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainya, sehingga
mencerminkan satu kesatuan utuh sebagai program pendidikan yang komperhensif,
dimana kedua kurikulum tersebut dapat diintegrasikan melalui tiga apek penting
yakni, strategi pengajaran yang berkaitan dengan langkah-langkah dalam proses
melengkapi kekurangan dari masing-masing kedua system pendidikan, sedangkan isi
mengacu kepada konten materi pembelajaran, serta evaluasi dimana pada aspek ini
kedua system pendidikan dengan proses integrasi kurikulum senantiasa dilakukan
aktifitas menilai, mempertimbangkan, dan merekomendari metode-metode yang
relevan dalam mengujudkan kesatuan system pendidikan pasantren dan madrasa
aliyah pada aras integrasi kurikulum kedua lembaga.
E. Fiqih Muyassar
Fiqih Muyassar merupakan kitab panduan praktis fiqih dan hukum Islam
lengkap berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, kitab ini ditulis oleh tim ulama fiqih
dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy syaikh. Didalamnya memuat
masalah hukum-hukumfiqih dalam ibadah dan muamalat disertai dengan dalil-dalil
syar’inya dari Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Nabi yang shahih. Semua itu diulas
dengan penjelasan yang mudah difahami dan keterangan yang mudah dimengerti,
jauh dari kalimat-kalimat yang sulit dan pemaparannya bertele-tele sehingga banyak
kaum muslim yang tidak mampu mencernanya dan memetik faedah darinya, dan
diulas dengan ringkas sehingga memudahkan dalam memahami hukum agama
tanpa mengurangi dan menjatuhkan bobot materi ilmiyah kitab yang dipilih.
Kemudian al-Mujamma’ demi sebuah ketelitian sebagaimanya pada
setiap kitab yang diterbitkannya, menyerahkan proses penyusunan kitab ini kepada
38
sebuah tim ahli pilihan yang beranggotakan para profesor diantaranya Prof. Dr.
Abdul Aziz Mabruk Al-Ahmadi, Prof. Dr. Abdul Karim Bin Shunaitan Al-Amri, Prof. Dr.
Abdullah Bin Fahd Asy-Syarif, Prof. Dr. Faihan Bin Syali Al-Muthairi yang mempunyai
spesialisasi di bidang ilmu syar’I, khususnya fiqih. Selanjutnya kitab hasil kerja
mereka dipaparkan kepada tim penasehat khusus untuk mengeditnya sehingga
dapat diberikan ralat susulan pada bagian-bagian yang kurang tepat dan kurang
jelas.
Keunggulan kitab ini adalah akurasi yang maksimal dalam hal
keshahihan hadist dan ayat yang menjadi landasan hukum fiqih disetiap masalah,
cakupan dan dan kandungan yang sangat luas melputi bab-bab fiqih dan masalah-
masalahnya, dimana setiap muslim pasti memerlukan, kalimat yang jelas dan
susunan bahasanya yang mudah (dipahami) sehingga para penuntut ilmu dan orang-
orang yang kemampuannya dibawah mereka dari kalangan muslim yang awan bisa
mengambil manfaat darinya, pembagiannya yang detail dan mudah diambil faedah
dari tema-temanya hal ini dengan cara menjadikannya dalam judul-judul tema yang
yang menunjukan kepadanya dan membantu memahaminya, menyisipkan
peringatan terhadap beberapa penyimpangan syar’i yang boleh jadi banyak kaum
muslimin terjatuh didalamnya karena jahil dan taklid. Semua point fiqih dan hukum
dalam kitab ini, tegak di atas dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah bahkan semua hadist
dan riwayat ditakhrij serta dikukuhkan dengan hukum-hukum Syaikh Al-Albani.
1. Fiqih Ibadah Shalat
a) Pengertian Shalat
Asal makna shalat ( الصلالالا ), secara etimologi berarti do’a, yang
merupakan bentuk mufrod, sedangkan bentuk jamaknya adalah ( صلاواا) atau
39
dengan memakai wawu yang berarti meningkatkan amal kepada Allah (الصلاوا )
sebagai tanda tunduk, syukur serta memohon perlindungan kepada Allah
(Ma’luf, 434). Menurut terminologi, yang dimaksud dengan shalat adalah
sebagai berikut:
لصلاة أقول وافعال مفتتحه بالتكبير محتتمت بالتسليم بشرائط ا
مخصوصت
Artinya: Shalat adalah beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan” (Husain, 11).
Pengertian di atas menggambarkan bentuk atau rupa shalat secara lahir
saja. Sedangkan ta’rif shalat yang menggambarkan hakekat shalat adalah
sebagai berikut:
و اللالالا ا قلل ولالالاخ ً الينلالالاٌه قلالالا لالالاو ً رًح الصلالالا ال ال ٌخلالالا
الاخ ص لو مع حضٌر ال وخ ف الذكز ًال علء ًالثنلء.
Artinya: “Ruh shalat itu ialah : berharap kepada Allah SWT, dengan
sepenuh jiwa dengan segala khusu’ dihadapan-Nya dan berikhlas bagi-Nya
serta hadir hatinya dalam berdzikir, berdo’a dan memuji”.
40
Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa shalat
tidaklah sekedar melaksanakan perbuatan yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam lebih lanjut yang dimaksud dengan setulus hati (ikhlas)
dan khusu’ sehingga dapat menimbulkan rasa takut, kagum atas kebesaran-
Nya dan keagungan-Nya serta rela menerima segala sesuatu yang datangnya
dari Allah, selanjutnya membawa manusia kepada taqwa dan sabar serta jauh
dari perbuatan keji dan mungkar, sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-
hari, baik kata dan perilaku.
b) Dasar Kewajiban Shalat
Untuk merancang suatu bangunan agar dapat berdiri dengan kuat, tegak
serta kokoh, dibutuhkan suatu fondamen/dasar yang kuat agar tidak cepat
rusak. Begitu juga dengan shalat harus mempunyai dasar pijakan yang mantap
demi tegaknya bangunan shalat. Dasar tersebut bertumpu dari ajaran agama
itu sendiri yaitu al-Qur’an dan hadits. Maka dasar kewajiban untuk
menjalankan shalat bagi setiap mukmin adalah sebagaimana dalam firman-
firman Allah yang berbunyi:
فاقيمااالص إن الصوا كان عوى المؤمنين كتابا ماقاتا.…
Artinya: “…maka dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(Q.S. An-Nisa: 103)
41ااقم الصوا لذكري )طه: …
Artinya: “…dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (Q.S Thaha: 14)
Juga dalam hadits Nabi yang berbunyi:
41
قن الاس م عو خمس شلايلةا ن لا اللاو لا ا ً ن مدملا
رسلالالاٌ ا ً ا لالالالم الصلالالا ا ًا لالالالء ال كلالالالا ًالدلالالاح ً لالالاٌم
رمضل .
Artinya: “Islam didirikan dari lima sendi: bersaksi bahwasannya tidak ada
Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu rasul Allah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji dan berpuasa di
Bulan Ramadhan”. (HR. Bukhori Muslim).
Berdasarkan ayat dan hadits di atas sudah jelas, bahwa shalat
merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang Islam, karena shalat termasuk
salah satu rukun Islam yang lima dan juga termasuk sendinya yang utama. Di
dalam Islam shalat menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh
ibadah atau amalan apapun. Tidak ada perintah ibadah lain yang lebih
ditonjolkan oleh Al-Qur’an melebihi shalat. Di dalam Al-Qur’an terdapat
beberapa kata yang menyatakan bahwa kewajiban menjalankan shalat dengan
menggunakan berbagai gaya bahasa pengungkapan. Kadang dengan ungkapan
yang tegas, kadangkala dengan memberikan pujian kepada orang yang
mengerjakan shalat dan mencela bagi siapa yang meninggalkan shalat.
c) Tujuan Shalat
Manusia adalah hamba Allah yang tidak pernah luput dari kekurangan
atau serba terbatas sehingga menempuh perjalanan hidupnya yang sangat
komplek itu, ia tidak luput dari kesulitan dan problem. Namun dengan hati
42
yang selalu ingat kepada Allah, seseorang akan mendapatkan kekuatan batin
dalam menghadapi segala problem hidupnya. Ketenangan dan ketentraman
jiwa itu selalu didambakan oleh setiap orang dan akan selalu menemani dalam
hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
لذين أمناا اتطمئن قوابهم بذكرالله الا بذكر الله تطمئن القواب.ا
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat kepada Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allah lah hati menjadi tenang”. (Q.S. Ar-Ra’d: 28).
Dengan ditetapkan dan ditentukan shalat lima waktu sehari semalam,
mendidik manusia agar selalu disiplin menghadap Allah. Maka shalat
merupakan pelita dan aturan kedisiplinan dalam hidup, dan juga merupakan
kualitas keimanan seseorang dalam bermasyarakat.
Aturan kedisiplinan dalam Islam yang berupa ibadah shalat dalam rangka
mengingat Allah tidak akan sia-sia manakala dilakukan dengan sungguh-
sungguh (khusyu’ mengikuti aturan yang ditentukan), akan mendapat jaminan
yakni siapapun yang berusaha dan ingat kepada Allah, maka Allah akan
menenuinya seperti firman Allah:
(6ياايهاالانسان إنك كادح إلى ربك كدحا فموقيه )الانسقوق:
43
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (Q.S Al-
Insiqaq: 6)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan dengan disyariatkan shalat
adalah untuk mewujudkan ketentraman dan kebahagiaan hidup, baik didunia
dan akherat.
d) Kedudukan dan Hikmah Shalat
1) Kedudukan Shalat
Dalam ajaran Islam shalat itu merupakan ibadah yang sangat penting,
yang menduduki urutan kedua setelah tertanamnya iman atau aqidah
dalam hati. Ia menjadi salah satu indikator bagi orang yang bertaqwa. Ini
dimaksudkan bahwa shalat sebagai salah satu pembentukan insan yang
bertaqwa. Hal ini berdasarkan pada ayat Al-Qur’an yang berisi tentang
perintah mengerjakan shalat. Perintah ini tidak terbatas pada keadaan-
keadaan tertentu, seperti pada waktu sehat, situasi aman dan lain
sebagainya. Hanya saja dalam keadaan tertentu diberi keringanan dalam
melaksanakannya seperti boleh mengqashar dan menjamak. Bahkan shalat
bukan saja sebagai salah satu unsur agama Islam sebagaimana amalan-
amalan lain. Akan tetapi shalat merupakan amalan yang menduduki seagai
unsur pokok dimana ia berkedudukan sebagai soko guru atau tolak ukur
dari keimanan seseorang. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang
berbunyi:
44
الص عمادالايمان ا الجهلااد سلانام اللملا ا الةكلاا بلاين ذللاك
)رااه البيهقى(
Artinya: “Shalat itu tiangnya iman, jihad adalah puncaknya amal dan zakat
adalah diantara keduanya”. (HR. Baihaqy).
Karena kedudukannya sebagai soko guru maka shalat menjadi
tempat bertumpu dan bergantung bagi amalan-amalan yang lain, yang
karenanya jika shalat seseorang itu sempurna maka Allah akan menulis
dengan sempurna (pahala) dan ini terjadi pada hari kiamat. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW:
ا ملالاا يحاسلالاب بلالاه اللبلالاد يلالاام القياملالاا صلالا ته فلالاان كلالاان أتمهلالاا أ
رااه احمد بن حمب (…)كتب له تاما
Artinya: “Amal seseorang yang pertma kali dihisab adalah shalatnya,
maka jika shalatnya sempurna maka ditulis sempurna
…”(H.R. Ahmad bin Hambal).
Dengan demikian, inilah salah satu alasan shalat merupakan tiang
agama dan adapula yang menyebutnya ibadah paling utama, maka dalam
shalat itu dapat terkumpul dan tersusun segala sikap jasmani yang ikhlas,
hormat, ta’dzim dan segala bentuk dzikir yang suci seperti takbir, tahmid,
tasbih, do’a dan permohonan segala bentuk konsentrasi kejiwaan yang
sesuai dengan fitrah manusia.
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menguraikan tentang
kedudukan shalat sebagai berikut:
45
i. Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tak dapat
ditandingi oleh ibadat manapun juga. Ia merupakan tiang agama
dimana ia tidak dapat tegak kecuali dengan itu.
ii. Ia adalah ibadah yang mula pertama diwajibkan oleh Allah, di mana
titah itu disampaikan langsung oleh-Nya tanpa perantara, dengan
berdialog dengan rasul-Nya pada malam Mi’raj.
iii. Ia juga merupakan amalan hamba yang mula-mula dihisab.
iv. Ia adalah wasiat terakhir yang diamanatkan oleh rasulullah SAW
kepada umatnya sewaktu hendak berpisah dan meninggal dunia.
v. Ia adalah barang terakhir yang lenyap dari agama, dengan arti bila
ia hilang, maka hilanglah keseluruhannya (Sabiq, 1988: 191-192).
2) Hikmah Shalat
Semua tingkah laku perbuatan yang diperintahkan Allah pasti punya
guna, rahasia serta hikmah yang terkandung dalam ajarannya, begitu juga
dengan shalat mempunyai hikmah tersendiri bagi yang menunaikannya.
Shalat merupakan tanda syukur terhadap Allah SWT dan pengakuan
atas karunianya. Sedangkan ingkar terhadap shalat merupakan
pengingkaran terhadap itu semua (Firdaus, 1992: 101).
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy dalam bukunya Pedoman Shalat,
menyebutkan hikmah dan rahasia shalat adalah sebagai berikut:
i. Mengingatkan kita kepada Allah, menghidupkan rasa takut
kepadaNya, menghidupkan khudlu’ dan tunduk kepadanya dan
menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesaran dan ketinggian Allah
SWT, serta meng-Esakan kebesaran kekuasan-Nya.
46
Mendidik dan melatih kita menjadi orang yang tenang, orang dapat
menghadapi segala kesusahan dengan hati yang tetap tenang.
Menghilangkan tabiat loba, tidak takut akan kemiskinan dan
kepapaan karena banyak mengeluarkan harta dijalan Allah SWT,
menghasilkan ketetapan pendirian, mengekalkan kita dalam
mengerjakan suatu kebajikan dengan memberi kekuatan, kemauan,
menyuruh kita memelihara aturan-aturan, menguatkan disiplin,
berhati-hati dan tidak bergegas-gegas.
ii. Menjadi penghalang untuk mengerjakan kemungkaran dan
keburukan ( Shiddieqy, 2000: 558-559).
Sedangkan yang dikemukakan oleh Nasruddin Razak adalah sebagai
berikut:
i. Kesucian lahir dan bathin
ii. Keseimbangan dan kesenangan hidup
iii. Disiplin dan kesadaran
iv. Penyegaran kembali aqidah, ibadah dan muamalah.
v. Pembangunan masyarakat islamiyah” (Razak, 1998: 105).
Sebagai seorang muslim shalat adalah suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan, di samping itu shalat merupakan tiang dan dasar agama
seseorang. Tanpa shalat iman seseorang tidak dapat sempurna dan bahkan
perlu ditanyakan kalau orang tersebut mengaku sebagai orang muslim.
Shalat merupakan sarana penyelamat manusia di dunia dan akherat. Dan
bila dilaksanakan secara kontinyu dan khusus dan akan dapat mewujudkan
bentuk ubudiyah yang benar-benar hanya karena Allah, ikhlas dan pasrah
47
dan rendah diri terhadap Dzat yang Maha Suci dan Pencipta yang patut kita
sembah (Zuhaili, 2002: 68).
Di samping itu shalat merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa
dan memperbarui semangat, penyucian akhlak dan dapat mengendalikan
nafsu. Ia adalah pelipur lara dan penenang dari rasa takut, cemas, juga
memperkuat bagi yang merasa terasing (Mansyur, 1996: 18).
Dengan shalat kita dapat mencurahkan segala uneg-uneg dan
permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan serta sebagai sarana
untuk meminta pertolongan seperti firman Allah yang berbunyi:
لالالال ن يلاللالالاذ نمنلالالاٌا سلالالا نٌا قللصلالالااللهز ً الصلالالاوٌا ا ملالالاع
(351الصلقز . )الالله زال
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang
sabar”. (Q.S. Al-Baqarah: 153).
Dengan demikian diperoleh sandaran yang kokoh dalam kehidupan,
sehingga merasakan aman dan tenteram, percaya diri dan penuh keyakinan
dan memperoleh perasaan damai, sabar terhadap segala bentuk ujian dan
cobaan serta rela terhadap taqdir yang diberikan Allah kepadanya. Sehingga
apabila ada suatu cobaan yang menimpa pada dirinya dia tetap tabah dan
tidak berkeluh kesah seperti apa yang telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an
yang berbunyi:
48
الانسل خوق ىوٌعل نذا مسو النز خ ًعل ً ذا مسو اخ لاز
(22-31منٌعل الا المصو . )الم لرجل
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam keadaan bersifat
keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan
apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat” (Q.S. Al-Ma’arij: 19-22).
Dalam ibadah shalatpun mengandung segi-segi pendidikan, yakni
mendidik jiwa manusia untuk mampu merasakan wujud persatuan dan
kesatuan ummat Islam di seluruh duni, karena semua mengarahkan
mukanya menghadap Baitullah, perasaan yang demikian akan menimbulkan
saling pengertian dan saling melengkapi sesama muslim saat menjalankan
shalat di masjid (Ash-Shiddieqy, 2000: 130).
Di samping shalat sebagai bekal kehidupan rohani/ketentraman jiwa,
shalatpun dapat menjadikan sehat dan jasmaninya, bahkan ditinjau dari
segi kehidupan, setiap gerakan, setiap sikap serta setiap perubahan dalam
gerak dan sikap tubuh pada waktu shalat adalah yang paling sempurna
dalam memelihara kondisi kesehatan tubuh kita (Saboe, 1987: 26).
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa shalat adalah sebagai sumber
bekal rohani dan sarana pendidikan, karena didalamnya terkandung
berbagai manfaat bagi siapa saja yang menjalankannya.
49
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA
A. Gambaran Umum Pesantren Tahfidzul Quran As Surkati Salatiga
1. Sejarah Singkat Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga
Pesantren Tahfidzul Quran As Surkati Salatiga adalah salah
satu unit pendidikan yang berada dibawah naungan Yayasan Lembaga
Penelitian Ilmu-Ilmu Agama Islam dan Dakwah ( YLPIA) Pusat
Surakarta. Pesantren ini berlokasi di jalan Diponegoro 115 Salatiga
(satu lokasi dengan SMP dan SMK Sultan Fattah Salatiga).
Bisa dikatakan Pesantren ini merupakan pengembangan dari
Pesantren Islamiyyah As Soorkaty Salatiga yang sudah berdiri sejak
tahun 1988. Pesantren Islamiyah As Soorkaty Salatiga, sejak tahun
2007 jumlah santrinya mengalami penurunan yang sangat drastis,
bahkan pada tahun pelajaran 2009 pesantren ini sudah tidak ada lagi
santrinya. Maka untuk melestarikan eksistensi pesantren di Kota
Salatiga ini, Yayasan LPIA Pusat Surakarta kemudian
mengembangkanya menjadi Pesantren Tahfizhul Qur’an As Surkati.
Pesantren Tahfizhul Qur’an As Surati ini memiliki ciri khusus:
a) Memadukan kurikulum Departemen Agama dan Kurilulum
pesantren secara proporsional.
b) Menggunakan sistem pendidikan boarding school dengan program
unggulan menghafal Al Qur’an 30 juz.
50
c) Beban belajar seperti yang ditetapkan dalam kurikulum ditempuh
oleh siswa selama 4 tahun, kecuali siswa yang yang memenuhi
syarat untuk mengikuti program percepatan atau asklerasi.
d) Khusus mata pelajaran syar`i dan bahasa arab menggunakan buku
muqorror berbahasa arab.
e) Santri,ustad dan pegawai semuanya laki-laki.
Dengan upaya pengembangan seperti itu, Pesantren di Kota
Salatiga ini dapat eksis hingga sekarang, bahkan dari tahun ke tahun
mengalami kemajuan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya
minat masyarakat menyekolahkan anak-anaknya di Pesantren
Tahfizhul Qur’an As Surkati Salatiga.
2. Visi Pesantren
Terbentuknya pribadi unggul, hafizh, beraqidah shohihah,
berilmu, berakhlaqul karimah, berjiwa da’I serta peduli dan tretampil
dalam menyelesaikan problematika Umat
3. Misi Pesantren
a) Mendirikan lembaga pendidikan yang islami, professional, berbasis
pondok pesantren Tahfizhul Qur’an
b) Meneyelenggarakan pendidikan formal yang berkualitas dan
bimbingan tahfizhul Qur’an
c) Menyelenggarakan tata kelola madrasah yang produktif, efektif,
efisien, transparan dan akuntabel
51
d) Meneyelenggarakan pendidikan berkarakter Qur’ani sebagai
penyangga Negara Kesatuan Republik Indonesia, Panacasila dan
UUD 1945
4. Tujuan Pesantren
a) Mencetak pribadi hafizh, beraqidah shohihah, berakhlaqul karimah
serta menguasai ilmu pengetahuan agama dan sains
b) Menyiapkan kader umat dan kader bangsa yang cakap, terampil
dan berdikasi terhadap agama dan bangsa
c) Menyiapkan kader umat dan bangsa yang memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap problematika umat.
B. Temuan Penelitian
1. Implementasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al Quran As
Surkati
a. Adzan Iqamah
Adzan dan iqomat disyariatkan untuk kaum laki-laki untukl
sholat lima waktu dan termasuk fardzu kifayah bila jumlah byang
cukup dari kaum muslimin yang telah melakukan keduanya, mka
gugurlah dosanya atas kaum Muslimin yang lain, karena keduanya
termasuk syariat Islam yang terlihat, sehingga tidak boleh
meninggalkan keduanya.
52
1) Syarat-syarat sah Adzan dan IqomatIslam
a) Akal
b) Laki-laki
c) Hendaklah adzan dikumandangkan di waktu sholat
d) Hendaklah adzan dengan tertib
e) Adzan dan Iqomat dilantunkan dengan bahasa Arab dan
dengan lafazh-lafazh yang ditetapkan dalam as Sunnah
2) Sifat-sifat yang dianjurkan bagi muadzin
a) Hendaknya muadzin itu orang yang adil(shalih) dan
terpercaya.
b) Hendaknya dewasa dan berakal, namun adzan anak-anak
yang sudah mumayyiz (hukumnya) sah.
c) Hendaknya mengetahui waktu agar bisa meneliti
ketepatannya
d) Hendaknya bersuara lantang
e) Hendaknya suci dari hadast kecil dan besar
f) Hendaknya adzan dengan berdiri dan menghadap kiblat
g) Hendaknya meletakkan dua jarinya pada kedua telinganya
h) Mengumandangkan adzan dengan perlahan, dan
mempercepat dalam beriqomah
b. Syarat-syarat dan Rukun-rukun Sholat
1) Syarat-syarat sah sholat
a) Islam
53
b) Akal
c) Baligh
d) Thaharah
e) Masuk waktu untuk sholat yang telah ditetapkan
f) Menutup Aurat
g) Menjauhi najis
h) Menghadap kiblat
i) Niat
2) Rukun-rukun Sholat
a) Berdiri tegak dalam sholat fardzu bagi yang mampu
b) Takbiratul ihram di awal sholat
c) Membaca Al-fatihah secara berurutan di setiap rakaat
d) Rukuk disetiap rakaat
e) Bangkit dan I’tidal dari rukuk dalam keadaan berdiri
f) Bangkit dari sujud dan duduk di antara dua sujud
g) Thuma’ninah di semua rukun
h) Tasyahud akhir
i) Duduk untuk tasyahud akhir
j) Salam
k) Tertib dalam melakukan rukun-rukun
54
3) Wajib-wajib Sholat
a) Semua Takbir selain takbiratul ihram, yaitu yang
disebut dengan takbir intiqal (Takbir perpindahan).
b) Ucapan (سمع ا لم حم ه) “ Allah mendengar orang
yang memujiNya” untuk imam dan mubfarid (yang
sholat sendirian)
c) Ucapan ( رقّنلًلك الدم) “ Wahai Tuhan kami, dan bagi-
Mu segala puji” untuk makmum saja.
d) Ucapan, (subhanrobuolka), “Mahasuci Tuhanku yang
Mahaagung” sekali untuk rukuk.
e) Ucapan, (ساللهدل رقي الأعو ًقدم ه) “Maha suci Tuhanku
yang Maha tinggi”, sekali saat sujud.
f) Ucapan (ربّ اغفز) “Ya Tuhanku, Ampunilah aku”, di
antara dua sujud.
g) Tasyahud pertama bagi selain makmum yang imamnya
bangkit karena lupa, nkarena dalam kondisi ini dia
tidak wajib tasyahud pertama, maka beliau tidak
kembali kepadanya, namun beliau tidak kembali
kepadanya, namun beliau menambahnya dengan sujud
sahwi.
h) Duduk untuk tasyahud awal
55
4) Sunnah-sunnah Sholat
Sunnah-sunnah sholat terbagi menjadi dua:
sunnahperbuatan dan sunnah perkataan.
a) Sunnah-sunnah perbuatan; Mengangkat kedua tanggan
bersama takbiratul ikhram, saat rukuk, bangkit dari
rukuk, dan letaknya kedua tangan sesudah itu,
meletakkan tangan kiri dan meletakkan keduanya
didada saat berdiri, pandangannya ketempat sujudnya,
merenggangkan kedua kakinya saat berdiri, kedua
tangannya memegang ketua lututnya dengan
merenggangkan jari-jari saat rukuk, menghamparkan
punggung saat rukuk dan menjadikan kepalanya sejajar
dengan punggungnya.
b) Sunnah-sunnah perkataan; Doaistiftah, basmalah,
ta’awwudz, ucapan amin (amin), surat tambahan setelah
al-Fatihah, bacan tasbih lebih dari satu kali sat rukuk
dan sujud, dan doa sesudah tasyahud sebelum salam.
5) Pembatalan-pembatalan Shalat
a) Apa yang membatalkan thaharoh itu membatalkan
shalat.
b) Tertawa dengan sauara, yaitu tertawa terbahak-bahak
c) Berbicara dengan sengajka untuk selain kemaslahatan
shalat.
56
d) Lewatnya wanita dewasa atau keledai atau anjing hitam
di depan orang yang shalat dalam area tempat sujudnya.
e) Membuka aurat dengan sengaja, berdasarkan
keterangan pada syarat pada syarat sah shalat.
f) Membelakangi kiblat, karena menghadapnya adalah
syarat sahnya shalat.
g) Adanya najis pada diri orang yang shalat, sementara sia
mengetahui dan menyadarinya namun tidak segera
menghilangkannya.
h) Meninggalkan salah satu rukun shalat atau salah satu
syaratnya secara sengaja tanpa udzur.
i) Banyak bergerak yang bukan termasuk perbuatan shalat
untuk selain alasan darurat, seperti makan dan minum
dengan sengaja.
j) Bersandar tanpa alasan, karena berdiri merupakan salah
syarat sahnya shalat.
k) Menambah rukun pertama secara sengaja seperti
menambah rukuk dan sujud, karena dia merasa tatanan
shalat, sehingga ia membatalkannya, merdasarkan
ijma’.
l) Mendahulukan sebagian rukuk atas sebagian yang lain
secara sengaja, karena tertip dalam rukun shalat adalah
rukun sebagaimana yang telah dijelaskan.
57
m) Salam sebelum waktunya dengan sengaja.
n) Mengubah makna bacaan secara sengaja, yakni bacaan
al-Fatihah, karena ia adalah rukun.
o) Membatalkan niat disebabkan ragu-ragu membatalkan
shalat, dan membulatkan tekad membatalkannya,
karena kelangsungan niat merupakan syarat.
6) Hal-hal yang makruh dalam shalat
a) Membatasi diri hanya membaca al-Fatihah saja pada
dua rakaat pertama.
b) Mengulang-ulang al-Fatihah.
c) Menengok sedikit dalam shalat tanpa alasan.
d) Memejamkan kedua mata dalam shalat.
e) Meletakkan (Menenpelkan) kedua lengan dilantai saat
sujud.
f) Banyak melakukkan perbuatan sia-sia dalam shalat.
g) Bertolak pinggang.
h) Sadl dan menutup mulut dalam shalat.
i) Mendahului imam.
j) Menjalin jari-jemari
k) Menahan dan memegangi rambut dan kain.
l) Shalat dan hidangan makanan sudah siap atau dalam
keadaan menahan dua buang hajat (buang air besar,
dan kecil)
58
m) Mengangkat pandangan kelangit.
7) Hukum orang yang meninggalkan shalat
Barangsiapa meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajibannya, maka dia kafir murtad, karena
mendustakan Allah, RasulNya, dan ijma’ kaum Muslimin.
8) Sunnah-sunnah Shalat
a) Sunnah-sunnah Perbuatan adalah mengangkat kedua
tangan bersama takbiratul ihram, saat rukuk, bangkit dari
rukuk, dan meletakkan kedua tangan sesudah itu.,
Meletakkan tangan kanan pada tangan kiri dan
meletakkan keduanya di dada saat berdiri, pandangannya
ke tempaty sujudnya, merenggangkan kedua kakinya
saat berdiri, kedua tangannya memegang kedua lutunya
dengan merenggangkan jari-jari saat rukuk,
menghambarkan punggung saat rukuk dan menjadikan
kepalanya sajajar dengan punggugnya.
b) Sunnah-sunnah perkataan adalah doa iftiftah, basmalah,
ta’awwudz,ucapanamin, surat tambahan stetlah al-
Fatihah, bacaan tasbih lebih dari satu kali saat rukuk dan
sujud dan doa ssesudah tasyahud sebelum salam.
9) Pembatalan-pembatalan Shalat
a) Apa yang membatalkan thaharah itu membatalkan
sholat ,karenathaharoh adalah syarat sah shalat.
59
b) Tertawa dengan suara, yaitu tertawa terbahak-bahak.
c) Berbicara dengan sengaja untuk selain kemaslahatan
shalat.
d) Lewatnya wanita biasa atau keledai atau anjing didepan
orang yang sedang shalat dalam area tempat sujudnya.
e) Membuka aurat dengan sengaja.
f) Membelakangi kiblat.
g) Adanya najis pada diri orang yang shalat.
h) Meninggalkan salah satu dari rukun shalat.
i) Banyak bergerak yang bukan termasuk perbuatan
shalatuntuk alasan selain darurat.
j) Bersandar tanpa alasan.
k) Menambahkan rukun perbuatan secara sengaja seperti
menambah rukuk dalam shalat.
l) Mendahulukan sebagian rukuk atas sebagian yang lain
secara sengaja.
m) Salam sebelum waktunya dengan sengaja.
n) Mengubah makna bacanj secara sengaja.
o) Membatalkan niat dikarenakan ragu-ragu membatalkan
shalatnaya, dan membulatkan tekad membatalkannya.
60
10) Hal-hal yang makruh dalam Shalat
a) Membatasi diri hanya membaca al-Fatihah saja atau
pada dua rakaat pertama.
b) Mengulang-ulang al-Fatihah.
c) Menengok sedikit dalam shalat tanpa alasan.
d) Memjamkan kedua mata dalam shalat.
e) Meletakkan (menempelkan) kedua lengan di lantai saat
sujud.
f) Banyak mel;akukan perbuatan yang sia-sia dalam
shalat.
g) Bertolak pinggang.
h) Sald. Menutup mulud dalam shalat.
i) Mendahului Imam.
j) Menjalin jari-jemari.
k) Menahan dan memegangi rambut dan kain.
p) Shalat saat hidangan makanan sudah siap atau dalam
keadaan menahan dua buang hajat.
q) Mengangkat pandangan kelangit.
11) Hukum orang yang meninggalkan shalat
a) Barang siapa yang meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajibannya, maka dia kafir murtad,
karena dia mendustakan Allah, Rasulnya, dan ijma’
kaum muslimin.
61
b) Barangsiapa meninggalkan shalat karena malas dan
meremehkan, maka pendapat shahih adalah dai juga
kafir bila dia meninggalkan terus-menerus dan
meninggalkan secara keseluruhan, berdasarkan firman
Allah SWT yang mengisahkan orang-orang musryik.
c) Barangsiapa yang kadang-kadang shalat dan kadang-
kadang meninggalkannya, atau melaksanakan satu
shalat fardzu atau dua shalat fardzu saja, maka secara
dzahir dia tidak kafir, sebab dia tidak meninggalkan
secara keseluruhan, sebagaimana teks hadist yang
berbunyi (Arab tarkussalah) “Meninggalkan semua
shalat”. Dan orang ini menjinggalkan sebagian shalat,
bukan semua shalat.
c. Shalat Sunnah
1) Keutamaan dan hikamh persyariatan shalat Sunnah
a) Keutamaan shalat sunnah
Shalat sunnah termasuk saran mendekatkan diri kepada
Allah yang paling utama jihad di jalan Allah dan mencari
ilmu, Karena Nabi SAW selalu mendekatkan diri kepada
Allah melalui shalat-shalat Sunnah.
b) Hikmah dan persyariatan shalat sunnah
Sungguh Allah telah mensyariatkan shalat sunnah
sebagai rahmat bagi hamba-hambaNya. Dia menetapkan
62
untuk setiap ibadah wajib ibadah sunnah yang sejenis
dengannya, agar seorang mukmin bertambah imannya dan
menaikan drajatnya melalui shalat-shalat sunnah tersebut,
dan agar ibadah wajibnya dapat disempurnakan dan
ditambal pada hari kiamat dengan shalat sunnah tersebut,
karena (pelaksanaan) shalat wajib tidak terlepas dari
kekurangan.
2) Pembagian shalat sunnah
a) Shalat terkait dengan waktu-waktu tertentu, dan dan disebut
dengan shalat sunnahmuqayyad. Di antara shalat-shalat ini
ada yang mengikuti shalat wajib seperti rawatib, dan
diantaranya ada yang tidak mengikuti shalat wajib seperti
shalat witir, dhuha,dan Kusuf (gerhana).
b) Shalat yang terkait dengan waktu-waktu tertentu, dan
disebut dengan shalat sunnah mutlak.
c) Shalat sunnah yang dianjurkan berjamaah; Shalat tarawih,
Istisqa, Kusuf.
d) Jumlah shalat sunnah rawatib
Jumlah shalat rawatib sepuluh rakaat.
e) Hukum shalat witir, keutamaan, dan waktunya
Hukumnya sunnah mu’akkad, Rasulullah mengajak dan
menganjurkan. Waktunya: Antara Shalat Isya dengan shalat
Shubuh berdasarkan ijma’ para ulama.
63
Shalat witir di akhir malam lebih utama daripada di awal
malam, akan tetapi bagi siapa yang tidak bisa bangun di
awal malam, dan bagi siapa yang bisa bangun di akhir
malam, dianjurkan menyegerakannya di awal malam, bagi
siapa yang bisa bangun di akhir malam dianjurkan
menundanya sampai akhir malam.
f) Sifat shalat witir dan jumlah rakaatnya
i. Shalat witir minimal satu rakaat.
ii. Boleh witir tiga rakaat.
iii. Shalat witir tiga rakaat ini boleh dilakukan dengan dua
salam, berdasarkan perbuatan Abdullah bin Umar.
iv. Boleh juga langsung dengan sekali tasyahhud dan satu
salam.
v. Boleh dengan tujuh atau lima rakaat tanpa duduk
tahiyyat kecuali di rakaat akhir.
g) Waktu-waktu yang dilarang melakukan shalat sunnah
i. Shalat subuh sampai terbit matahari.
ii. Dari terbit matahari sampai meninggi seukuran kadar
tombak menurut pandangan mata, kurang lebih satu
meter.Saat matahari tegak diatas kepala hingga ia
tergelincir kearah barat dan masuk waktu dzuhur.
Dari Shalat Asyar sampai terbenamnya matahari.
iii. Bila matahari menjelang terbenam.
64
d. Shalat Jamaah
Keutamaan sholat berjamaah dan hukumnya
1) Keutamaan Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah di masjid adalah salah satu syiar Islam yang
agung. Kaum Muslimin telah sepakat bahwa menunaikan shalat
lima waktu di masjid merupakan ketaatan paling besar. Allah
SWT telah mensyariatkan bagi umat ini agar berkumpul di
waktu-waktu yang telah ditentukan. Di antaranya adalah;
Shalat lima waktu, Shalat Jum’at, dua Shalat Id, dan Shalat
kusuf.
2) Hukum Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah liam waktu wajib untuk lima waktu.
Kewajiban ini ditunjukkan oleh al-Quran dan as-Sunnah.
2. Metode Pengajaran di Pesantren Tahfidzul Quran As Surkati Salatiga
Adapun metode pengajaran yang diterapkan di Pesantren
Tahfidzul Al-Quran As Surkati Salatiga secara umum meliputi 5
metode, yaitu:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara
lisan.Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaanya betul-
betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan media,
serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.
65
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang
memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat
two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara
guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab atau siswa
bertanya guru menjawab.
c. Metode Resitasi (tugas belajar)
Tugas atau resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah,
tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah,
sekolah, perpustakaan, dan di tempat lainnya.Tugas dan resitasi
merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual
maupun secara kelompok.
d. Metode Focus Group Discussion (FGD)
Metode Focus Group Discussion (FGD) adalah metode
pembelajaran guru menentukan tema-tema dan study kasus
kemudian dibagi setiap kelompok, setiap kelompok ditugaskan
untuk presentasi dan dialog dengan santri.
e. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi
kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas
dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersediri ataupun
dibagi atas kelompok-kelompok kecil (sub-sub kelompok).
66
BAB IV
PEMBAHASAN
Analisis Tentang Implementasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfiszul Al Quran
As Surkati Salatiga
1. Konsep Pendidikan
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada Ustad Abda’ Lail Isra’
tentang konsep pendidikan pesantren yang diterapkan di Pesantren Tahfidzul Al
Quran As Surkati Salatiga , beliau menjawab:
“Dalam menjalankan progam belajar, Pesantren Tahfidzul Al-Quran Assurkati
memadukan kurikulum kementrian Agama dan Kurikulum pesantren secara
proporsional serta menggunakan sistem pendidikan boarding school dengan
program unggulan menghafal Al Qur’an 30 juz”(Wawancara dengan Ustad
abda’ Lail Isra’ pada tanggal 10 Maret 2017)
Peneliti kembali bertanya:
“mengapa memilih sistem pendidikan boarding school dengan program
unggulan menghafal Al Qur’an 30 juz”.
Beliau menjawab:
“Al Qur’an dan Assunnah adalah dasar pijakan penting dalam kehidupan
manusia, sehingga hal tersebut menjadikan pentingnya generasi muslim untuk
membaca memahami dan mengamalkan kandungan-kandungan isi dalam Al-
Qur’an itu sendiri. Dengan demikian kita mengusung progam unggulan tahfizh
Al Qur’an 30 Juz, untuk mewujudkan visi dan misi kami”(Wawancara dengan
Ustadz Abda’ Lail Isra’ pada tanggal 10 Maret 2017).
2. Kurikulum dan Kitab yang dipelajari
Menurut pengamatan peneliti, Pesantren Tahfidzul Al Quran ini berbeda
dengan lembaga-lembaga pendidikan setingkat pada umumnya di Salatiga
karena pesantren ini menggunakan sistem pendidikan boarding school
dengan program unggulan menghafal Al Qur’an 30 juz. Dengan tawaran
perpaduan kurikulum kementrian agama dan pesantren modern sesuai
67
proposional, hal ini yang menjadi ciri khas dari pesantren sehingga
membuat daya tarik tersendiri dalam pesantren ini. Sifat kesederhanaan
pesantren yang sesuai dengan dorongan berdirinya di mana ustad mengajar
dan santri belajar adalah semata-mata untuk ibadah dan tidak pernah
dikaitkan dengan orientasi tertentu dalam lapangan penghidupan atau
tingkat dan jabatan tertentu dalam hierarki sosial atau birokrasi
kepegawaian.
Sejalan dengan tidak dirumuskannya tujuan pendidikan secara eksplisit,
maka pada sebagian pesantren istilah kurikulum tidak dapat ditemukan, walaupun
essensi materinya ada dalam praktek pengajaran, bimbingan rohani dan latihan
kecakapan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren, yang semuanya itu
merupakan kesatuan dalam proses pendidikannya. Di luar pelajaran formal
banyak kegiatan yang bernilai pendidikan dilakukan di sana seperti latihan hidup
sederhana, latihan ketrampilan, ibadah dengan tertib dan lain-lain.
Apabila ditinjau dari segi mata pelajaran yang diberikan secara formal
oleh ustad, maka pelajaran yang dapat dianggap sebagai kurikulum berkisar pada
ilmu pengetahuan agama dan segala faknya. Dalam hal pendidikan santri, bisa
dikatakan memiliki empat tipe: ngaji (menafsirkan), pengalaman (pendidikan
moral), sekolah di luar pondok (pendidikan umum) serta kursus dan ketrampilan.
Dilihat dari kitab yang diajarkan oleh Pesantren Tahfidzul Al Qur’an As
Surkati Salatiga sebagaimana telah diulas di bab III adalah Fiqih Muyassar yang
terdapat pada kurikulum di Pesantren.
3. Metode yang dipakai
Dari hasil obesrvasi ditemukan pada umumnya pembelajaran di Pesantren
Tahfidzul Al Qur’an As Surkati Salatiga mengikuti pola pesantren modern, yaitu
68
model perpaduan sistem pendidikan nasional dan pondok pesantren dengan Focus
Group Discussion (FGD). Model ini ustad dan santri aktif, untuk itu lebih
menekankan pada dialog, diskusi baik antara ustad dengan santri dan santri
dengan santri, perlu adanya metode pembelajaran sebagaimana merupakan jalan
atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi jika dikaitkan
dengan istilah mengajar, dimana mengajar berarti menyajikan atau
menyampaikan, sedangkan metode mengajar sendiri adalah salah satu cara yang
harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
Dapat dianalisis bahwa sebenarnya dari penggunaan metode Focus Group
Discussion (FGD) didalamnya terdapat metode-metode pengajaran yaitu: metode
tanya jawab karena ustadz menjelaskan materi kepada santri kemudian ustadz
membuka tanya jawab. Disamping metode tersebut ada lagi metode yang
diterapkan yaitu metode kerja kelompok istilah pondoknya takhassus karena
santri di Pesantren Tahfidzul Al Qur’an As Surkati Salatiga tiap seminggu harus
mempresentasikan bahsul masail yang telah ditugaskan ustadz secara
berkelompok dan disamping itu juga menggunakan metode diskusi karena
pembahasan bahsul masail didiskusikan antar santri dengan dipandu para ustadz,
dalam bahasa pondoknya disebut musyawarah.
Analisis Tentang Penanaman Ideologi Fiqih Muyassar Terhadap Santri di
Pesantren Tahfidzul Al-Qur’an As Surkati Salatiga
Adapun indikator dari pembinaan variabel perilaku ibadah adalah:
1. Pelaksanakan Rukun Islam dengan disiplin utamanya shalat.
Dari hasil observasi selama tiga hari dan wawancara dengan asatidzah
yang mengajar disana memang terbukti bahwa pelaksanaan rukun Islam terutama
shalat, dalam hal ini ibadah shalat para santri benar-benar bagus. Sebelum,
69
sewaktu dan setelah dikumandangkan adzan oleh salah satu santri di Masjid Abu
Bakar Asshiddiq, para santri berduyun-duyun datang ke masjid untuk
melaksanakan shalat berjamaah.
Progam sholat berjam’ah in bisa terwujud dengan baik, dengan adanya
pengetahuan dan nilai-nilai serta kesadaran para santri yang tinggi. Selain dari
pada itu juga sholat berjama’ah merupakan progam yang dijalankan oleh santri,
yaitu menjadwal dan mengkoordinir petugas Muadzin maupun Imam sholat dari
kalangan santri. .
2. Orientasi ibadah santri pada ibadah sosial dalam bahasa ilmiahnya sudah
mempunyai sense of crisis dengan metode melakukan pendampingan, advokasi
litigasi/non litigasi sosial pada basis masyarakat sekitar Ma’had Tahfidzul Al
Qur’an As Surkati Salatiga.
Sebagai wujud kepedulian santri Ma’had tahfizhul Qur’an Assurkati
terhadap kehidupan beragama, khususnya di sekitar lingkungan ma’had, kami
melakukan pendampingan dengan melaksanakan kegiatan pesantern Al Qur’an
atau sering disebut dengan TPQ, serta juga mengirim beberapa santri untuk
menjadi Imam sholat di masjid ataupun musholla sekitar.
3. Kekhusukan ibadah santri
Dari hasil wawancara tentang kekhusukan ibadah santri dan ketepatan
arti bacaan dan tata caranya,
“salah satu syarat wajibnya sholat adalah khusu’, sehingga untuk meraihnya
perlu ilmu dan latihan pengamalan setiap waktu. Demikian halnya dikalangan
santri ma’had Assurkati, sudah dibekali pemahaman yang cukup terhadap
pengetahuan sholat melalui pembelajaran di kelas maupun melalui kajian-kajian,
ditambah dengan progam-progam ma’had yang menunjang” (Wawancara
dengan Ustad Ahmad Arifin pada tanggal 10 Maret 2017).
Penelitian pada variabel ini memang satu arah atau sumbernya hanya dari
ustadz saja dan seharusnya para santri di sensus untuk pertanyaan ini dengan
70
menggunakan metode angket. Tapi jawaban dari ustadz tersebut telah
memberikan gambaran pada peneliti bahwa “ilmu Bahasa arab santri di Pesantren
Tahfidzul Al Qur’an As Surkati Salatiga memang bagus-bagus bagi santri yang
tekun belajar dan bagi santri yang belajarnya tidak tekun minimal mereka sudah
terbiasa dengan kitab-kitab yang berbahasa Arab kalau hanya menterjemahkan
bacan-bacaan daam shalat peneliti berpikir santri tidak akan menemui banyak
kesulitan.
4. Amalan-amalan santri (ibadah sunnah).
Dari hasil wawancara tetntang amalan sunnah yang dijalankan oleh
seluruh warga ma’had khususnya santri Pesantren Tahfidzul Al-Quran As Surkati
Salatiga,
Seperti dalam hal sholat sunnah ialah shalat sunnah rawatib, shalat
sunnah malam seperti tahajud, hajar, witr, untuk amalan puasa yang dianjurkan
ialah puasa sunnah senin kamis dan amalan lain ialah muroja’ah Al-Qur’an”
(Wawancara dengan ustad Ayatul yakin pada tanggal 10 Maret 2017).
Analisis Tentang Hambatan dan Pendukung dalam Penanaman Ideologi Fiqih
Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al Qur’an As Surkati Salatiga
1. Faktor Penghambat
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada ustad Ahmad Arifin
tentang faktor penghambat dalam penanaman ideologi fiqih muyassar ,
Beliau menjawab;
“Dalam proses pembelajaran atau penanaman ideologi fiqih muyassar
terdapat dua faktor yang menghambat dari internal dan eksternal, dari
intenal berangkat dari motivasi diri santri dan ekstenal seperti fasilitas
penunjang yang masih kurang seperti buku-buku bancaan selain itu juga
karena lokasi pesantren ini masih satu atap dengan sekolah TK, SMP,
dan SMK Sultan Fattah Salatiga sehingga santri masih terkontaminasi
dengan budaya-budaya sekolah umum”(Wawancara dengan ustad
Ahmad Arifin 10 Maret 2017).
71
2. Faktor Pendukung
Peneliti bertanya tentang faktor pendukung dalam penanaman ideologi
fiqih muyassar,
Beliau menjawab:
“Faktor yang mendukung dalam pembelajaran atau penanaman ideologi
fiqih muyassar adalah ustad yang berkompenten dibidangnya selain itu
juga didukung dengan adanya jadwal yang tersruktur dari pagi sampai
malam” (Wawancara dengan Ustad Ahmad Arifin pada tanggal 10
Maret 2017).
Peneliti menyimpulkan dan menafsirkan hasil temuan data-data dilapangan
bahwa Implentasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al-Quran As Surkati
Salatiga ialah membentuk santri yang tafaqquh fiddin sebagai bentuk nilai yang
dirumuskan dalam visi pendidikan, yang dipercayai sebagai bentuk ibadah seorang
hamba dan diperjuangkan dalam program-program kegiatan pembelajaran pesantren,
dengan bahasa lain dijabarkan dalam kurikulum pendidikan pesantren.
Hubungan antara implementasi fiqih muyassar dengan perilaku, khususnya
ibadah dapat diterangkan dengan sebuah tesis bahwa implementasi fiqih muyassar
diterjemahkan mampu memberikan pemahaman berdasarkan bahan yang tersruktur,
sehingga memunculkan keyakinan-keyakinan yang kuat. Keyakinan-keyakinan
individu dan perilaku selaras pada taraf tertentu, kepemilikannya atas keyakinan-
keyakinan itu dikuatkan atau dibenarkan dengan corak-corak perilaku yang sesuai
hingga akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa “pemahaman mengarahkan pada
keyakinan”.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Implementasi Fiqih Muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri di
Pesantren Tahfidzul Quran As Surkati Salatiga
Peneliti penyimpulkan bahwa dalam penanaman ideologi pendidikan
pesantren tentang fiqih muyassar disini adalah keyakinan yang mendasar dan
menjadi pijakan untuk berperilaku beribadah .Pengaruh ideologi santri terhadap
perilaku ibadahnya, hubungan antara ideologi dengan perilaku, khususnya ibadah
mampu menjadikan keyakinan-keyakinan individu. Keyakinan-keyakinan individu
dan perilaku selaras pada taraf tertentu, kepemilikannya atas keyakinan-keyakinan
itu dikuatkan atau dibenarkan dengan corak-corak perilaku yang sesuai hingga
akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa “keyakinan mengarahkan perilaku”,
berangkat dari hal tersebut melalui proses pendidikan yang dilakukan akan
tercapai sesuai dengan visi madrasah.
Pelaksanaan rukun Islam utamanya shalat di Pesantren Tahidzul Al-
Quran sangat bagus, karena sudah menjadi tradisi sejak berdirinya para santri
diwajibkan shalat lima waktu (maktubah) berjama’ah dan tingkat kesadaran akan
kewajiban shalat sudah melekat pada diri setiap santri ditambah dengan
terprogramnya oleh santri pesantren untuk jadwal muadzin dan imam sehingga
sistematis dan teratur.
Orientasi ibadah santri belum berorientasi pada ibadah sosial
(pemberdayaan masyarakat/melakukan motor perubahan sosial) dengan metode
melakukan pendampingan, advokasi litigasi/non litigasi sosial pada basis
73
masyarakat sekitar pesantren seperti yang telah dijalankan seperti pesantren Al-
Quran seperti (TPQ) dan menjadi imam di mushola-mushola sekitar ma’had. Hal
ini dikarenakan santri fokus dengan ilmu-ilmu agama hingga ilmu-ilmu sosial
belum tersentuh. Kekhusukan ibadah santri, dalam beribadah diprediksikan santri
sudah benar-benar tahu arti bacaan yang dibaca dan tata caranya, karena sejak
mulai masuk Pesantren Al-Quran As Surkati Salatiga ilmu-ilmu itulah yang
dipelajari santri.
Amalan-amalan santri (ibadah sunnah) seperti yang biasa dilakukan
shalat sunnah rawatib, shalat malam seperti shalat hajat, tahajut, dan witr, untuk
amalan puasa melaksanakan puasa senin kamis.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Mengimplementasikan Fiqih
Muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri
Faktor yang menghambat dari internal dan eksternal, dari intenal
berangkat dari motivasi diri santri dan ekstenal seperti fasilitas penunjang yang
masih kurang seperti buku-buku bancaan selain itu juga karena lokasi pesantren
ini masih satu atap dengan sekolah TK, SMP, dan SMK Sultan Fattah Salatiga
sehingga santri masih terkontaminasi dengan budaya-budaya sekolah umum,
sedangkan faktor pendukung Faktor yang mendukung dalam pembelajaran atau
penanaman ideologi fiqih muyassar adalah ustad yang berkompenten dibidangnya
selain itu juga didukung dengan adanya jadwal yang tersruktur dari pagi sampai
malam.
B. Saran
1. Pimpinan Pesantren
74
a. Pimpinan pesantren melakukan terobosan dengan menambahkan materi life
skill pada para santri sehingga jika mereka keluar dari pesantren mampu
bersaing di masyarakat dan juga mempunyai keterampilan yang berguna tidak
hanya ilmu-ilmu agama saja.
b. Pimpinan pesantren menambahkan program pengabdian dengan menitik
beratkan pada wilayah yang tradisi pengetahuan keagamaan Islamnya masih
kurang melihat semakin genjarnya gerakan missionaris Nasrani yang terus
ekspansi kewilayah-wilayah tersebut. sehingga mampu menciptakan
perubahan masyarakat yang lebih sejahtera, terpelajar dan Islami.
2. Ustadz
a. Pada proses pembelajaran yang berlangsung ustad tetap berpengang pada
teknik pembelajaran yang benar. Shingga santri lebih mudah memahami
materi.
b. Ustad terus mengembangkan kreatifitas dan inovasinya dalam pembelajaran
dengan seiring berkembangnya zaman.
c. Ustad memperhatikan psikologi santri ketika proses pembelajaran baik dari
kognitif, afektif maupun psikomotoriknya.
75
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam (Paradigma Humanisme Teodentris),
Pustaka Pelajar.
Ahmad Qodri Qodri Azizy.2002 Memberdayakan Pesantren Dan Madrasah,
dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, Islamil SM, dkk (ed.).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ali Bin Muhammad Nashir Al-Faqihi.2016. Fiqih Muyassar. Jakarta: Darul Haq,
Departemen Pendidikan Nasional.2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
Balai Pustaka.
Fuaduddin TM. 2003. Pesantren: Sebuah Keragaman Dalam Kesatuan, Jurnal
Edukasi Vol 1. Jakarta.
Ghazali, Bahri M. 2003. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Prasasti
Ibrahim Musa. 2003. Pesantren Dalam UU Sisdiknas 20/2003: Suatu Tranformasi
Pendidikan Keagamaan Islam, Jurnal Edukasi Vol 1 Desember. Jakarta.
Lexi.J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja
Karya.
Mundzier Suparta dkk (Ed.). 2003. Manajemen Pondok pesantren. Jakarta: Diva
Pustaka.
Nurcholish Madjid. 1997, Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina.
Qomar, Mujamil. 2007. Pesantren ( Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi). Jakarta: Erlangga
Soeparlan Soerya Pratondo. 1976. Kapita Selekta Pondok Pesantren. Jakarta: PN
Karya Bhakti.
Sutrisno Hadi. 1987. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Fak. Psikologi
UGM.
Wahjoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren. Jakarta: Gema Insani Press.
Winarno Surakhmad.2000. Dasar-Dasar Tekhnik Research. Bandung: Tarsito.
Yasmadi. 2002 Modernisasi Pesantren. Jakarta: Ciputat Press.
76
Zamachsyari Dhofier. 1994. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup
Kiyai. Jakarta: LP3ES.
Wiiliam F. O’Neil. 2002. ideologi-ideologi Pendidikan. Jalarta: Pustaka Pelajar.
77
DOKUMENTASI FOTO
1. Wawancara kepada Ustad Abdul Majid
2. Wawancara kepada Ustad Ahmad Arifin
3. Proses Pembelajaran Fiqih Muyassar di kelas
78
4 Wudzu Santri
5 . Shalat Sunnah Santri
6. Shalat Berjamah di Masjid Sekolah
1.
79
7 . Murajaah Hafalan Al Quran
80
PEDOMAN WAWANCARA
NAMA :
JENIS KELAMIN :
UMUR :
1. Apakah visi ma’had ?
2. Apa program yang disiapkan untuk menunjang terwujudkan visi tersebut?
3. Apakah santri dipersiapkan menjadi ahli ilmu agama?
4. Bagaimana konsep pendidikan pesantren yang diterapkan di Ma’had Tahfidzul Al
Quran As Surkati Salatiga?
5. Apa metode yang dipakai dalam proses pengajaran ?
6. Apa faktor penghambat dalam menerapkan metode pengajaran yang dipakai?
81
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Untuk item pertanyaan 1 (satu), yaitu tentang konsep pendidikan pesantren
jawaban dari informan sebagai berikut:
No Jawaban Responden
1 Dalam menjalankan progam belajar, Pesantren Tahfidzul Al-Quran
Assurkati memadukan kurikulum kementrian Agama dan Kurikulum
pesantren secara proporsional serta menggunakan sistem pendidikan
boarding school dengan program unggulan menghafal Al Qur’an 30 juz
(AD)
2 Al Qur’an dan Assunnah adalah dasar pijakan penting dalam kehidupan
manusia, sehingga hal tersebut menjadikan pentingnya generasi muslim
untuk membaca memahami dan mengamalkan kandungan-kandungan isi
dalam Al-Qur’an itu sendiri. Dengan demikian kita mengusung progam
unggulan tahfizh Al Qur’an 30 Juz, untuk mewujudkan visi dan misi
kami(AD)
Untuk item pertanyaan 2 (dua), yaitu tentang penanamanan ideologi dan aktifitas
ibadah santri menghasilkan jawaban dari informan sebagai berikut:
N
o
Jawaban Responden
1 Salah satu syarat wajibnya sholat adalah khusu’, sehingga untuk meraihnya
perlu ilmu dan latihan pengamalan setiap waktu. Demikian halnya
dikalangan santri ma’had Assurkati, sudah dibekali pemahaman yang
cukup terhadap pengetahuan sholat melalui pembelajaran di kelas maupun
melalui kajian-kajian, ditambah dengan progam-progam ma’had yang
menunjang(AR)
2 Seperti dalam hal sholat sunnah ialah shalat sunnah rawatib, shalat sunnah
malam seperti tahajud, hajar, witr, untuk amalan puasa yang dianjurkan
82
ialah puasa sunnah senin kamis dan amalan lain ialah muroja’ah Al-
Qur’an(AR)
Untuk item pertanyaan 3 (tiga), yaitu tentang faktor pendukung dan
penghambat dalam penanaman ideologi fiqih muyassar di Pesantren
Tahfizul Quran As Surkati Salatiga menghasilkan jawaban dari informan
sebagai berikut:
No Jawaban Responden
1 Dalam proses pembelajaran atau penanaman ideologi fiqih muyassar
terdapat dua faktor yang menghambat dari internal dan eksternal, dari
intenal berangkat dari motivasi diri santri dan ekstenal seperti fasilitas
penunjang yang masih kurang seperti buku-buku bancaan selain itu juga
karena lokasi pesantren ini masih satu atap dengan sekolah TK, SMP, dan
SMK Sultan Fattah Salatiga sehingga santri masih terkontaminasi dengan
budaya-budaya sekolah umum (AR)
2 Faktor yang mendukung dalam pembelajaran atau penanaman ideologi
fiqih muyassar adalah ustad yang berkompenten dibidangnya selain itu
juga didukung dengan adanya jadwal yang tersruktur dari pagi sampai
malam (AR)
83
84
85
86