AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
IMPLEMENTASI AT-TAWASSUTH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
SEBAGAI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DI MI KHOZAINUL ULUM
BOJOASRI KALI TENGAH LAMONGAN
Ahmad Faza Muzakky
Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan e-mail : [email protected]
Abtract: Researchers interested in lifting the title "Implementation At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama'ah As Values Character Education In Class VI Madrasah Ibtida'iyah (MI) Khozainul Ulum II Rural districts Bojoasri Kali Tengah Lamongan in the school " as motivated by history or Nahdhotul history scholars' who keep a few things about the relationship Aswaja with education in the archipelago. Aswaja teachings and the empowerment of the people are of the Vision and Mission. This is evidenced by the establishment of boarding institutions in this country do not know the era of independence and develop into some of the educational system. Education at-tawasuth Aswaja given by following the guidance of that vision is to realize human Aswaja pious to Allah, berakhlaqul karimah, intellectual, intelligent, skilled, productive, ethical, honest and fair (tawassuth and i'tidal), disciplined, berkesimbangan (tawazun), tolerance (tasamuh), maintaining harmony in personal and social development and developing a culture ahlussunnah wal jama'ah (commanding the good and forbidding evil). The purpose of this research is to know and understand the extent of implementation of the At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama'ah As Values Character Education In Ibtida'iyah Khozainul Ulum Madrasah class II Hamlet Village Dondooman Bojoasri Kali Tengah Lamongan District of Central VI Academic.To find out the problems and get the data clearly, here the author uses descriptive qualitative approach. Keywords: the scientific method, Al Qur’an Hadits
Pendahuluan
NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia tidak terlepas lepas peranannya dalam
bidang pendidikan Islam di Indonesia. Khittah 1926 sebagai dasar perjuangan Nahdliyin
mengantarkan NU pada spirit perjuangan dalam berbagai aspek, demi
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat
Indonesia.
Khittah 1926 secara internal mempunyai ikhtiyar-ikhtiyar dalam rangka
mengembangkan eksistensi Nahdliyin, antara lain: peningkatan kegiatan di bidang keilmuan,
pengkajian, dan pendidikan. Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui
kegiatan- kegiatan terarah, Peningkatan silaturrahmi dan peningkatan pelayanan social.1
Di dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan sistem pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
1 pp. pengunu, membumikan aswaja pegangan para guru Nu ( jakarta: Khalista, 2012 ), 7
30
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.2
Ditinjau dari konteks historinsnya, Nahdlotul Ulama tidak bisa dipisahkan dari sejarah
pendidikan di Indonesia. Terdapat visi dan misi khusus yang diusung oleh NU dalam
pendirian organisasi dan beragam lembaga yang ada di bawah naungannya dalam hal
memperjuangkan pendidikan di Nusantara. Visi tersebut adalah ajaran Aswaja dan misinya
adalah pemberdayaan umat. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya lembaga-lembaga
pesantren di era bangsa ini belum mengenal kemerdekaan lalu berkembang menjadi beberapa
sistem pendidikan.
Pendidikan at-tawasuth aswaja diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa visi
Aswaja adalah untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada allah, berakhlaqul
karimah, intelektual, cerdas, cakap, produktif, etis, jujur dan adil (tawassuth dan i’tidal),
berdisiplin, berkesimbangan (tawazun), bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan
secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya ahlussunnah wal jama’ah (amar
ma’ruf nahi munkar).
Hal tersebut menjadi stimulus bagi siswa MI khozainul Ulum II di tengah masyarakat
yang memiliki ragam budaya. Siswa diharapkan mampu berinteraksi yang baik kepada
seluruh masyarakat yang ada disekililingnya.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya dalam proses pembelajarannya bertujuan untuk
menumbuhkan kepedulian pada diri siswa terhadap pertumbuhan sosial budaya masyarakat
dimana mereka hidup. Terkait hal tersebut MI Khozainul Ulum II muncul dengan tujuan
mencetak siswa yang mampu hidup dalam masyarakatnya. Salah satu usaha menjawab
kegelisahan tersebut adalah dengan di cantumkan pendidikan At-tawasuth Aswaja dalam
pembelajaran di MI Khozainul Ulum II Desa Bojoasri .
Pemikiran Aswaja yang moderat diharapkan nantinya mengilhami para Alumni untuk
bisa memetakan permasalahan-permasalahan yang muncul di masyarakat dengan moderat.
At-Tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim
kanan. Hal ini didasarkan dari firman Allah SWT:
ولم ويكمون الناس سم الر هداء لتكمونموا شهيدا عليكم ة عل شم وسطا أم وكذ ل جعلناكم
”Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil
dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan)
manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap
dan perbuatan) kamu sekalian”. (QS al-Baqarah: 143).3
Tinjauan tentang At-Tawasuth Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri antara dua kutub dalam
berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjuran ke
kiri atau ke kanan secara berlebihan.4
2 UURI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UURI tentang Sisdiknas (Bandung: Fermana, 2012), 65
3 Al-qur’an terjemah ( Bogor: Duta Ilmu, 2014 ), 22
4 FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Kediri: Litbang
Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010, cet. 2), 3
31
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
At-tawassuth dapat diartikan pula sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak
cenderung ke kanan atau ke kiri. Dalam konteks berbangsa dan bernegara serta dalam bidang
lain. Pemikiran moderat ini sangat urgen menjadi semangat dalam mengakomodir beragam
kepentingan dan perselisihan, lalu berikhtiar mencari solusi yang paling ashlah (terbaik).5
At-Tawasuth Dalam tubuh NU terdapat karakteristik khas warga Nahdlatul Ulama
yang menbedakannya dengan warga lain. Nahdlatul Ulama didirikan untuk melestarikan
ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah yang murni sebagaimana diajarkan oleh Rosulullah SAW.
“Disebutkan oleh KH Ahmad Shiddiq dalam buku Khittah Nahdliyyah, ada tiga istilah
untuk menggambarkan karakteristik agama Islam, yang kemudian diadopsi sebagai
karakteristik khas warga Nahdlatul Ulama, yaitu: At-Tawasuth, Al-I’tidal dan At-
Tawazun”.6
At-Tawasuth yang berarti pertengahan. Al-I’tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke
kanan–kananan dan tidak condong ke kiri–kirian. At-Tawazun berarti keseimbangan, tidak
berat sebelah, tidak berlebihan suatu unsur atau kekurangan unsur yang lain. Dari berbagai
sumber lain, seperti naskah Khittah NU Keputusan Muktamar XXVII NU dan beberapa buku
karya KH Abdul Muchid Muzadi.
“Ada empat karakter khas kemasyarakatan warga Nahdlatul Ulama, pertama Tawasuth
dan al-I’tidal, kedua At-Tawazun, ketiga sikap Tasamuh yang artinya toleransi terhadap
perbedaan pandangan dan ke empat Amar Ma’ruf Nahi Mungkar”.7
At-Tawasuth (termasuk Al-I’tidal dan At-Tawazun) bukan serba kompromistik dengan
mencampuradukkan semua unsur (sinkretisme). Juga bukan mengucilkan diri dari menolak
pertemuan dengan unsur apa–apa. Karena karakter bagi Islam adalah memang sejak semula
Allah SWT. Sudah meletakkan di dalam Islam segala kebaikan, dan segala kebaikan itu pasti
terdapat di antara ujung Tatharruf (التطرف ), sifat mengujung, ekstrimisma. Anggapan
mengabungkan semua karakter lainnya dengan karakter At-Tawasuth, bahwa secara konteks
semua kata–kata tersebut memang ujungnya pada maksud yang sama yaitu menempatkan
diri di tenggah–tengah dalam menghadapi sesuatu. Namun tetap saja dari semua karakter
tersebut ada sekat–sekatnya.
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Istilah Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA) merupakan gabungan dari tiga kata, yakni
Ahl, Assunnah dan Aljamâ'ah. Secara etimologis, kata ahl (أهل) berarti golongan, kelompok
atau komunitas. Etimologi kata assunah (السنة) memiliki arti yang cukup variatif, yakni:
wajah bagian atas, kening, karakter, hukum, perjalanan, jalan yang ditempuh, dll. Sedangkan
kata Al jama'ah (الجماعة) berarti perkumpulan sesuatu tiga ke atas.
Adapun terminologi Ahlussunnah Wal Jama'ah, bukan merujuk kepada pengertian
bahasa (lughawi) ataupun agama (syar'i), melainkan merujuk pada pengertian yang berlaku
dalam kelompok tertentu (urfi). Yaitu, ASWAJA adalah kelompok yang konsisten
menjalankan sunnah Nabi saw. Mentauladani para sahabat Nabi dalam akidah (tauhid),
5 Soelaman Fadeli, Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), 13
6 Pelangi Mimpi, At-tawsuth Nu (Jombang: Posted In Label, 2015), 1
7 Ibid. 2
32
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
amaliah badâniyah (syari’ah) dan akhlaq qalbiyah (tasawuf).8 Terminologi istilah
Ahlussunnah wal Jama'ah ini didasarkan pada sebuah hadits yang menyatakan bahwa hanya
kelompok inilah yang selamat dari 73 perpecahan kelompok umat nabi Muhammad saw.
Dengan pengertian terminologis demikian, Aswaja secara riil di tengah-tengah umat
Islam terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, Ahl Alhadits dengan sumber kajian utamanya
adalah dalil sam’iyah, yakni Alqur’an, Assunnah Ijma dan Qiyas. Kedua, para ahl alkalâm
atau ahl annadhar (teologi) yang mengintegrasikan intelegensi (asshina’ah alfikriyyah).
Mereka adalah Asy'airah dengan pimpinan Abu Hasan Al-'asy’ari dan Hanafiyah dipimpin
oleh Abu Manshur Almaturidi. Sumber penalaran mereka adalah akal dengan tetap
meletakkan dalil sam’iyyah dalam porsinya. Ketiga, Ahl Alwijdân wa Alkasyf (kaum
shufiyah). Sumber inspirasi mereka adalah penalaran Ahl Alhadits dan Ahl Annadhar sebagai
media penghantar yang kemudian dilanjutkan melalui pola kasyf dan ilham. Ketiga
kelompok inilah yang paling layak disebut ASWAJA secara hakiki.
Contoh-contoh Sikap At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Aswaja juga mengandung ajaran tentang sikap menghargai mayoritas dan perbedaan.
Oleh karenanya, NU sebagai penganut Aswaja lebih apresiatif terhadap paradigma
demokrasi. Bagi NU, perbedaan di tengah umat merupakan keniscayaan. Karena itu harus
disikapi secara arif dengan mengedepankan musyawarah. Tidak boleh disikapi secara radikal
dan ekstrim hanya karena keyakinan atas kebenaran sepihak. Dalam Aswaja dikenal dengan
prinsip Al-Sawad Al-A’dham, berdasarkan hadits Nabi: fa idza raiytum ikhtilafan
fa’alaykum bi sawad al-a’dzam.(jika kalian menjumpai perbedaan, ikutilah golongan yang
terbanyak). Prinsip al-Sawad al-A’dhom ini didasarkan atas asumsi populer sebagaimana
dalam hadits: ”La tajtami’u ummati ’ala al-dlalalah” (umatku tidak akan bersepakat atas
kesesatan).
Banyak dari kalangan ulama yang menukilkan ijma’ bahwa menghina Allah dan Rasul-
Nya adalah kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Banyak dari kalangan ulama
Ahlussunnah menukilkan ijma’ bahwa kekafiran bisa dilakukan dengan perkataan, perbuatan
dan keyakinan.9
Penulis, mengutip pendapat para ulama Ahlussunnah, menegaskan bahwa orang yang
kafir dalam perbuatan dan ucapan, serta menyakini dalam hati tentang hal tersebut, maka ia
betul-betul kafir.
Dalam ”Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyat Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah”
(Preambule AD-ART NU) yang ditulis Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari secara tegas
terdapat ajakan kepada para ulama Ahl al-Sunnah wal Jama’ah untuk bersatu memagari umat
dari propaganda pada ”ahli bid’ah”. Yang dimaksud tentu saja adalah orang-orang
pendukung ajaran Wahhabi yang dalam da’wahnya selalu mencela tradisi-tradisi seperti
tahlilan, ziarah kubur, qunut, tawassul dan lain-lain sebagai perbuatan Bid’ah. Selain itu,
mereka menganggap kebiasaan-kebiasaan para santri yang lain sebagai sesuatu yang
mengandung unsur Tahayyul dan Khurafat. Mereka juga menyatakan bahwa kepengikutan
8 Huda kedu jaya, Sikap Tawassuth Aswaja (temanggung: Maal, 2011), 1
9 Hasanah muslim, At-Tawasuth wal iqtishad ( jogjakarta, 2009), 10
33
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
terhadap ajaran madzhab merupakan sumber bid’ah. Oleh karenanya umat Islam harus
berijtihad (ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah).10
Pada Munas Alim Ulama di Lombok, dicetuskan bahwa keterikatan terhadap madzhab
tidak hanya secara Qawlan (produk yang dihasilkan) saja, tetapi juga Manhajiyyan (metode
berpikirnya). Keputusan Ini juga menjadi jawaban atas kritikan bahwa pola bermadzhab
dalam tradisi keagamaan NU itu ternyata membuat umat jumud, tidak berkembang.
NU juga telah merumuskan pedoman sikap bermasyarakat yang dilandasi paham
Aswaja, yakni Tawasuth (moderat), Tasamuh (toleran), Tawazun (serasi dan seimbang),
I’tidal (adil dan tegas) dan Amar Ma’ruf Nahy Munkar (menyeru kepada kebajikan dan
mencegah kemunkaran).11
Dengan demikian, yang dimaksud dengan ”Ttawasuth Aswaja” oleh NU adalah pola
keberagamaan bermadzhab. Pola ini diyakini menjamin diperolehnya pemahaman agama
yang benar dan otentik, karena secara metodologis dapat dipertanggungjawabkan
transmisinya dari Rasulullah sebagai penerima wahyu sampai kepada umat di masa kini.
Metode ini mempersyaratkan adanya Tasalsul (mata rantai periwayatan).
Prinsip dan Karakter At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jam’ah
Manefestasi prinsip dan karakter tawasuth ini tampak pada segala bidang ajaran agama
Islam dan harus dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya,terutama oleh
pengikiut setia ASWAJA. Manifestasi dari prinsip Tawasuth itu antara lain tercermin
pada;12
1. Pada Bidang Aqidah
a. Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasi rasional) dengan dalil
naqli (nash Al Qur’an dan hadits).
b. Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah dari
luar Islam.
c. Tidak tergesa gesa menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas
mereka yang karena satu dan lain hal belum dapat memurnikan tauhid atau
aqidah secara murni
2. Bidang Syari’ah
a. Menggunakan metode dan sisitem yang dapat dipertanggung jawabkan dan
melalui jalur-jalur yang wajar sebelum langsung mengambil dari Al Qur’an dan
As Sunah.
b. Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang sarih dan qoth’I (tegas dan pasti)
tidak boleh ada campur tangan pendapat akal.
c. Pada masalah yang zaniyat (tidak tegas dan pasti) dapat ditoleransi adanya
perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama.
3. Bidang Tasawuf atau Akhlak
10
Ibid. 11 11
Adien Jauharuddin, Ahlussunah wal Jama’ah Manhajul Harakah (Jakarta: PMPI, 2008), 98 12
Muchit muzadi, NU dalam prespektif sejarah dan ajaran (Surabaya:khalista, 2007), 71
34
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
a. Tidak mencegah bahkan mengajurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran
Islam, dengan riyadhah dan mujahadah menurut kaifiyat yang tidak bertentangan
dengan prinsip prinsip hokum dan ajaran agama Islam.
b. Mencegah ektrimisme yang dapat menjerumuskan orang kepada penyelewengan
aqidah dan syari’ah.
c. Berpedoman bahwa akhlak yang luhur dan selalu berada diantara dua ujung sikap
yang menjunjung atau tathruf umpamanya: sikap asy-syaja’ah atau berani yang
merupakan langkah tengah antara penakut(al-jubn) dan sembrono (at-tahawwur).
Demikian pula sikap at-tawadhu’ yang merupakan sikap menempatkan diri
secara tepat diantara at-takabbur (sombong) dan at-tadzallul atau rendah diri pun
juga sikap al jud atau al karomu (dermawan) sebagai jalan tengah diantara sikap
bakhil (kikir) dan israf (boros).
4. Bidang Mu’asyarah (pergaulan) antar golongan
a. Mengakui watak dan tabi’at manusia yang selalu senang berkelompok berdasar
atas dasar unsure pengikatnya masing masing.
b. Pergaulan antar golongan harus diusahakan berdasar saling pengertian dan saling
menghormati.
c. Permusuhan terhadap suatu golongan hanya boleh dilakukan terhadap golongan
yang nyata; memusuhi agama dan umat Islam. Terhadap yang tegas memusuhi
Islam tidak ada sikap lain kecuali tegas.
5. Pada Bidang Kehidupan Bernegara
a. Negara nasional yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat wajib dipelihara dan
dipertahankan serta dipertahankan eksistensinya.
b. Penguasa Negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang
terhormat dan ditaati, selama tidak menyeleweng dan memerintah kearah yang
bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah Swt.
c. Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, memperingatkannya adalah
melalui tata cara yang sebaik baiknya.
6. Pada Bidang Kebudayaan
a. Kebudayaan, termasuk didalamnya adat istiadat, tata pakaian, kesenian dan
sebagainya adalah hasil budi daya manusia yang harus ditempatkan pada
kedudukan yang wajar bagi pemeluk agama.Kebudayaan harus dinilai dan diukur
dengan norma-norma hokum dan ajaran agama.
b. Kebudayaan yang baik, dalam arti menurut norma agama, dari manapun
datangnya dapat diterima dan dikembangkan dengan prinsip hal lama yang baik
dipelihara dan dikembangkan, sedangkan yang baru dan lebih baik untuk dicari
dan dimanfaatkan. Al-muhafadhoh ’ala al-qadim al-shalih wa al-akhd bi al-jadid
al-ashlah.
c. Tidak boleh ada sikap apriori, selalu menerima yang lama dan menolak yang baru
atau sebaliknya selalu menerima yang baru dan menolak yang lama.
7. Pada Bidang Dakwah
a. Berdakwah adalah mengajak masyarakat untuk membuat dan menciptakan
keadaan yang lebih baik, terutama menurut ajaran agama. Tidak mungkin orang
35
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
berhasil mengajak seseorang dengan cara yang tidak mengenakan hati yang
diajak, Berdakwah bukan menghukum.
b. Dakwah dilakukan dengan saran tujuan yang jelas, tidak hanya sekedar mengajak
berbuat saja.
c. Berdakwah harus dilaksakan dengan keterangan yang jelas, dengan petunjuk-
petunjuk yang baik sebagaimana seorang dokter atau perawat berbuat terhadap
pasien. Kalau terdapat kesulitan, maka harus ditanggulangi dan diatasi dengan
cara yang sebaiik baiknya.
Nilai pendidikan karakter
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peratuan/hukum, etika
akademis, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi sejumlah nilai pendidikan karakter
sebagai beriku;13
1) Relegius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleram terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2) Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3) Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5) Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajaran dan tugas. Serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
6) Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis
Cara berfikir, bersikap/bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dengan orang lain.
9) Rasa ingin tahu
13
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan Jakarta,
Kencana, 2011), 74
36
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
Sikap yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10) Semangat kebangsaan
Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yanng menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cintah tanah air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi
dan politik bangsa.
12) Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14) Cinta damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Implementasi At-Tawassut Ahlus Sunnah Wal jama’ah Sebagai Nilai Pendidikan Karakter
Implementasi At-Tawassuth Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai Nilai Pendidikan
Karakter di Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa Bojoasri Kecamatan Kali Tengah
Kabupaten Lamongan sebagaimana diungkapkan oleh Kepala madrasah yang dulunya juga
pernah belajar di lembaga tersebut.
Dalam implementasi sikap Tawassut atau moderat di madrasah ini seluruh siswa sudah
di didik akan bagimana berbuat baik antar sesama. Baik kepada teman sebaya, masyarakat,
orang yang lebih tua, orang tua ataupun guru. Siswa juga kami tekankan agar tidak memiliki
sifat yang fanatik, selalu merasa dirinya paling benar dan menyalahkan orang lain.14
\“At-Tawassuth Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai Nilai Pendidikan Karakter di
Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa Bojoasri Kecamatan Kali Tengah, Kabupaten
Lamongan ini mempunyai gambaran dalam penerapanya. Yakni melalui tiga tahapan sebagai
berikut: In put, Proses dan Out put”.15
Tahap pertama adalah Input: dalam peneriman Siswa atau siswi baru, Madrasah ini
tidak pernah menggunakan seleksi dalam masa perekrutan peserta didik baru. Sebab, tidak
mau membatasi seseorang yang ingin menuntut ilmu. Seluruhnya tetap diterima untuk
belajar di lembaga ini. Lain cerita bila pada masa pembelajarannya siswa atau siswi tersebut
14
Hasil wawancara dengan Bapak Hamim, S.Pd Selaku kepala sekolah Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum
II Bojoasri, Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan. (Senin 16 april 2016) 15
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 20
37
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
bermasalah. Disitulah pihak lembaga akan bertindak tegas untuk tetap menerima atau
mengeluarkan peserta didik tersebut. Begitulah Ungkap Bapak Hamim selaku kepala
sekolah.
“Peserta didik yang masuk atau mendaftar disini dapat diterima secara langsung
tanpa ada tes atau seleksi. Karena di lembaga ini tidak membatasi bagi seluruh
siswa yang ingin menuntut ilmu (Tholabul Ilmi)”.16
Ungkapan senada juga di ungkapkan oleh Bapak Arif salah satu guru Madrasah
Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten
Lamongan.
“Semua siswa itu sama namun yang berbeda adalah karakter, jadi proses penerimaan
santri tidak ada kata seleksi, diskriminasi maupun yang lainnya karena pada
dasarnya semua sama dihadapanNya. Membentuk karakter dimulai dengan
membiasakan berbuat baik sejak dini sehingga kelak akan terbiasa dan akan menjadi
karakter”.17
Beliau juga mengatakan:
“Setiap siswa yang masuk di Madrasah ini diharapkan mematuhi apa yang menjadi
peraturan-peraturan Madrasah, hal itu juga merupakan strategi awal dari
pembentukan karakter dengan sikap Tawassuth yakni saling memahami,
menghargap antara satu dengan yang lain”.18
Selanjutnya yaitu Proses: sikap At Tawassuth Aswaja di Madrasah Ibtida’iyah
Khozainul Ulum II Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan sangat berpengaruh
kepada pembentukan karakter siswa. Baik dalam hal ahlak atau tingkah laku sehari-hari
maupun pada saat pembelajaran dalam kelas, tentang suasana, antar sesama siswa,
keharmonisan dan lain sebagainya. Sebagaimana tercantum dalam judul skripsi, Bahwa
sikap Tawassuth yang di Implementasikan siswa akan menjadi nilai pendidikan karakter
siswa, Saat ini dan masa yang akan datang.
Sikap Tawassuth merupakan bagian dari prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah. Jika di Implementasikan dalam kehidupan sehari-hari niscaya akan menjadikan
suatu sifat bijaksana pada diri siswa. Dari hal tersebut maka dipandang sangat perlu
dijadikan sebagai nilai pendidikan karakter.
“Dengan demikian siswa diajarkan untuk saling menghargai perbedaan dan
mengambil sikap tengah-tengah. Karena pada dasarnya perbedaan adalah rahmat.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan, Bahwa adanya perbedaan bukan untuk dijadikan
suatu alasan permusuhan. Namun dari perbedaan itu kita komparasikan, Agar
menjadi suatu kesatuan yang dapat menimbulkan kemaslahatan”.19
16
Hasil bincang-bincang bersama bapak Ghofur, Salah satu guru agama Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum
II Desa Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan. (16 April 2016) 17
Hasil wawancara bersama bapak Arif, Salah satu guru Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa
Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan. (16 April 2016). 18
Ibid 19
Hasil wawancara dengan Bapak hamim, S.Pd selaku kepala madrasah sekaligus Pengampuh Mata Pelajaran
Aswaja saat wawancara dikantor Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa Bojoasri Kecamatan Kali
Tengah Kabupaten Lamongan (16 April 2016)
38
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
Argumentasi yang mendukung pendapat diatas juga di ungkapkan oleh Eli Fitrotun
Nisa’. Salah satu siswi kelas VI Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa Bojoasri
Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan. Ia mengatakan:
“Ia merasa senang dapat belajar di Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa
Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan. Pasalnya siswa-siswi dan
gurunya mengajarkan pendidikan karakter dengan sabar dan baik. Tidak hanya
dilingkungan sekolah saja beliau mengajarkan, mengingatkan dan menegur apabila
mengetahui siswa-siswinya melakukan kesalahan. Namun hal itu juga dilakukan
diluar lingkungan sekolah. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena faktor sosial
dan letak geografis yang juga mendukung”.20
Terakhir adalah Out Put/ hasil yang didapatkan. Menurut Bapak Hamim, S.Pd.,
Sebagai pendidik pastinya mempunyai harapan yang besar kepada siswa-siswi agar
mengimplementasikan pelajran-pelajaran yang sudah didapatkan di Madrasah. Baik
didalam lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Utamanya sikap
saling menghargai perbedaan antara satu sama lain. Agar dapat mengubah masalah
menjadi maslahah dan siswa-siswi kelak tidak menjadi orang yang bersifat fanatik.
Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah Sebagai Nilai Pendidikan Karakter
Berdasarkan hasil observasi Di Kelas VI MI Khozainul Ulum II Dusun Dondoman Desa
Bojo Asri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan tetang factor-faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat Implementasi At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Sebagai Nilai Pendidikan Karakter.
Adapun faktor yang menjadi pendukung Implementasi At-Tawassuth Aswaja
sebagai Nilai Pendidikan Karakter Di Kelas VI MI Khozainul Ulum II Dusun Dondoman
Desa Bojo Asri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan adalah komunikasi antar
siswa terjalin baik, sehingga saling tahu, saling mengerti dan saling memahami apa yang
menjadi kekurangannya maupun masing-masing perbedaan karakter antar siswa.
Kesetaraan derajat juga menjadi pendukung Implementasi At-Tawassuth Aswaja sebagai
nilai pendidikan karakter dengan penyetaraan derajat. Maka dengan demikian semua
siswa menganggap semua sama, tidak ada saling membenci meskipun berbeda secara
materi, fisik maupun lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Hamim.S.Pd selaku
Kepala Madrasah, beliau mengungkapkan:
“Faktor yang mendukung Implementasi At-Tawassuth Aswaja sebagai nilai
pendidikan karakter adalah terlaksananya diskusi kelompok dengan siswa supaya terbiasa
bersikap terbuka dengan orang lain dan saling memahami”.21
Beliau juga menambahkan:
“Pendukung implementasi sikap ini yaitu dengan cara kebersamaan antar siswa
harus erat, terutama pada saat mengikuti kegiatan di Madrasah”.22
20
Hasil wawancara dengan Eli Fitrotun Nisa’, Siswi kelas VI Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa
Bojoasri, Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan saat jam istirahat belajar (16 April 2016). 21
Hasil wawancara dengan Bapak hamim, S.Pd selaku Kepala Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa
Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan sekaligus Pengampuh Mata Pelajaran Aswaja saat
wawancara di kantor sekolah, (selasa 19 Mei 2016).
39
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
“Dalam mensuskseskan pendidikan karakter di Madrasah Ibtida’iyah Khozainul
Ulum II tentunya para pendidik tidak melepaskan dua hal ini, Yakni; memberikan
atention kepada peserta didik yang mentaati dan mengimplementasikan sikap At-
Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Serta memberikan peringatan dan sanksi
kepada siswa yang melanggar atau tidak mengimplementasikan sikap tersebut”.23
Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat Di Kelas VI MI Khozainul Ulum II
Dusun Dondoman Desa Bojo Asri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan ialah;24
a) Kurangnya controling (atau Penendalian)
controling (atau Penendalian) bukanlah hanya sekedar mengendalikan
pelaksanaan belajar mengajar. Namun juga mengawasi siswa sebagaimana bersikap
At-Tawassuth kepada teman, masyarakat. Setelah melalui penendalian atau
pengawasan harus ada evaluasi agar siswa dapat diarahkan kepada target pencapaian
yang memiliki nilai pendidikan karakter.
b) Kurangnya kesadaran siswa
Kurangnya kesadaran diri para siswa terhadap segala ancaman dari ketidak
harmonisan dengan siswa lain juga kurang bersikap terbuka antar siswa. Untuk itu,
sikap tersebut harus dilakukan secara countinue agar tercipta relasi yang harmonis
meskipun terdapat perbedaan argumen pada siswa lain.
c) Peran Orang Tua yang kurang maksimal
Peran orang tua sangat penting terhadap karakter siswa. Karena guru tidak
mungkin dapat mengawasi secara terus menerus. Maka disinilah orang tua harus
mengawasi putra atau putrinya ketika dirumah dengan cara mengontrol sikap At-
Tawassuth, memantau perkembangan siswa setelah memahami sikap-sikap tersebut.
Serta memantau perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan
tingkah laku.
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Bapak Misbahul Munir, beliau
mengatakan:
“Faktor yang menghambat implementasi At-Tawassuth ini diantaranya
kurangnya peran orang tua dalam mengawasi siswa . Karena kami sebagai
guru tidak bisa mengawasi secara terus menerus, ada saatnya siswa berada
dirumah. Pada saat itu pengawasan orang tua terhadap siswa harus
ditingkatkan agar menjadi siswa yang berkarakter”.25
22
Ibid 23
Ibid 24
Ibid 25
Hasil wawancara dengan Bapak Misbahul Munir saat istirahat di kantor MI Khozainul Ulum II Bojo Asri
(selasa, 19 Mei 2016)
40
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
Solusi atau optimalisasi Implementasi At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Sebagai
Nilai Pendidikan Karakter
Dari berbagai faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
Implementasi At Tawassuth Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter yang terjadi
dilapangan.
Solusi yang dapat memaksimalkan Implementasi At Tawassuth Aswaja sebagai
Nilai Pendidikan Karakter yang yaitu; memfokuskan pengawasan terhadap siswa.
Seorang guru harus mengawasi pelaksanaan belajar mengajar sampai dengan evaluasi
terhadap santri, terutama masalah pengimplementasian bersikap Tasamuh Aswaja sebagai
Nilai Pendidikan Karakter.
Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Madrasah (Bapak Hamim,S.Pd) beliau juga
mengatakan:
“Dari berbagai faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat ada
beberapa solusi bagaimana mengimplementasikan sikap At Tawassuth Aswaja
sebagai Nilai pendidikan karakter di Madrasah ialah selalu mengawasi siswa dalam
mengimplementasikan sikap tawasuth”.26
Saat membina sikap tawassuth Aswaja sebagai nilai pendidikan karakter. Maka
faktor sikap dari diri seseorang dalam menanggapi segala perbedaan yang ada dengan
bersikap baik. Seseorang tidak boleh egois dengan pendapatnya dan menutup telinga
untuk memahami pendapat orang lain. Jika sikap egois ini terus ada maka yang akan
muncul hanyalah pertikaian dan pertengkaran. Untuk menghilangkan sifat ini maka
seseorang harus selalu berfikir positif terhadap orang lain, jangan membanding-
bandingkan diri dengan orang lain, kembangkan empati terhadap orang lain, membiasakan
mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi atau individu.
Penutup
Berdasrkan hasil dari penelitian yang dilaksanakan di lapangan terterah beberapa bab
sebelumnya. Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut;
1. Implementasi At-Tawassut Ahlus Sunnah Wal jama’ah Sebagai Nilai Pendidikan
Karakter Di Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Dusun Dondoman Desa Bojoasri
Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan. Pembelajaran dapat terlaksana dengan
kondusif, efektif dan efisien. Karena didukung dengan pendidik yang kompeten, sarana
prasarana yang layak dan metodologi pembelajaran yang tidak membosankan. Sehingga
pembelajaran dan penerapannya dapat dikatakan baik.
2. Faktor pendukung dan penghambat Implementasi At-Tawassut Ahlus Sunnah Wal
jama’ah Sebagai Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II
Dusun Dondoman Desa Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan.
Diantaranya komunikasi antar siswa terjalin baik. Selain itu kebersamaan antar siswa
26
Hasil wawancara dengan Bapak hamim, S.Pd selaku Kepala Madrasah Ibtida’iyah Khozainul Ulum II Desa
Bojoasri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan sekaligus Pengampuh Mata Pelajaran Aswaja saat
wawancara di kantor sekolah, (selasa 19 Mei 2016
41
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
yang erat dan ketegasan pihak sekolah terhadap siswa yang melanggar aturan Madrasah.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah Kurangnya controling (atau Penendalian),
Kurangnya kesadaran siswa dan Peran Orang Tua yang kurang maksimal.
3. Solusi Optimalisasi Implementasi At-Tawassuth Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Sebagai
Nilai Pendidikan Karakter Di Kelas VI MI Khozainul Ulum II Dusun Dondoman Desa
Bojo Asri Kecamatan Kali Tengah Kabupaten Lamongan yaitu memaksimalkan peran
pendidik dan orang tua dalam pengawasan dan mengontrol setiap aktifitas siswa.
Daftar Rujukan
Adien Jauharuddin, Ahlussunah wal Jama’ah Manhajul Harakah Jakarta, PMPI, 2008
Al-qur’an terjemah Bogor: Duta Ilmu, 2014
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Eni Purwati dkk, Pendidikan Karakter, Menjadi Berkarakter Muslim-Muslimah Indonesia
Surabaya: Kopertais IV Press, 2012
FKILIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal
Jama’ah Kediri: Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010
Hasanah muslim, At-Tawasuth wal iqtishad jogjakarta, 2009
Huda kedu jaya, Sikap Tawassuth Aswaja temanggung: Maal, 2011
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa Jakarta: Baduose Media,
2011
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, psikologi Remaja Perkembangan Peserta Dididik
Jakarta: Bumi Aksara 2010
Muchit muzadi, NU dalam prespektif sejarah dan ajaran Surabaya:khalista, 2007
Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah Jogjakarta:
Laksana, 2011
Pelangi Mimpi, At-tawsuth Nu Jombang: Posted In Label, 2015
Soelaman Fadeli, Antologi NU Surabaya: Khalista, 2008
Sri juniadi, Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui Penguatan
Pelaksanaan Kurikulum jakarta: Balitbang Kemendiknas, 2010
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan
Jakarta, Kencana, 2011
UURI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UURI tentang Sisdiknas Bandung:
Fermana, 2012