BAB I
PENGERTIAN
1.1 DEFINISI
John Maxwell (1947) mengatakan “Leadership is a social influence process
in which the leader seeks the voluntary participation of subordinatesin an
effort to reach organizational objectives.”yaitu Kepemimpinan merupakan
proses pengaruh sosial yang pemimpinnya berusaha berpartisipasi untuk
mempengaruhi serta bawahannya secara sukarela mengikuti apa yang telah
ditugasi oleh pemimpinnya, untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun
menurut beberapa ahli yang mendefenisikan tentang kepemimpinan :
“leadership is defined as the purposeful behavior of
influencing others to contributeto a commonly agreed goal ”.
(Sarros & Butchatsky 1996)
Menurut definisi tersebut, kepemimpinan sebagai suatu perilaku dengan
tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok agar
tercapai tujuan bersama yang dirancang dengan memberikan manfaat individu
dan organisasi.
“Leadership, like swimming, cannot be learnt by reading about
it”. (Henry Mintzberg 1938)
Menurut definisi tersebut, Kepemimpinan diibaratkan berenang. untuk bisa
berenang, seseorang itu tidak langsung bisa dalam sekali mencoba, melainkan
1
harus banyak mencoba. Begitu juga dengan pemimpin, untuk menjadi seorang
pemimpin, seseorang itu harus banyak berlatih dan mencoba beberapa kali.
“Leaders don’t create followers, they create more leaders”.
(Ralph Nader 1934)
Maksudnya adalah pemimpin tidak menciptakan seorang pengikut,
melainkan melahirkan seorang pemimpin. Keberadaan pemimpin tidak hanya
membuat generasi pengikut yang hanya mengikutinya dan selalu membayangi
kehidupannya. Akan tetapi, pemimpin itu ada untuk melahirkan para
pemimpin, dan bahkan lebih baik dari dirinya.
Sedangkan menurut kelompok 5, kepemimpian merupakan sifat memimpin,
yang pemimpinnya mampu mempengaruhi, dan umumnya memberikan teladan
yang baik.
1.2 UNSUR-UNSUR KEPEMIMPINAN
a. Adanya pemimpin (leader)
b. Adanya pengikut (follower)
c. Adanya sifat atau perilaku tertentu (dari pemimpin sebagai penggerak)
d. Adanya situasi dan kondisi tertentu (lingkungan internal dan eksternal)
1.3 TUGAS PEMIMPIN
Tugas pokok seorang pemimpin yaitu melaksanakan fungsi manajemen
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdiri dari: merencanakan,
mengorganisaikan, menggerakkan, dan mengawasi. Terlaksananya tugas
tersebut tidak dapat dicapai hanya oleh pimpinan seorang diri, tetapi dengan
2
menggerakan orang yang dipimpinnya. Agar orang yang dipimpin mau bekerja
secara efektif, seorang pemimpin di samping harus memiliki inisiatif dan
kreatif harus selalu memperhatikan hubungan manusiawi.
Secara lebih jelas tugas seorang pemimpin meliputi: pengambilan keputusan
menetapkan sasaran dan menyusun kebijaksanaan, mengorganisasikan dan
menempatkan pekerja, mengkoordinasikan kegiatan baik secara vertikal (antara
bawahan dan atasan) maupun secara horisontal (antar bagian atau unit), serta
memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.Secara umum, tugas pokok
pemimpin antara lain :
a. Melaksanakan Fungsi Managerial, yaitu berupa kegiatan pokok meliputi
pelaksanaan :
1) Penyusunan Rencana
2) Penyusunan Organisasi, Pengarahan Organisasi Pengendalian Penilaian
3) Pelaporan
b. Mendorong (memotivasi) bawahan untuk dapat bekerja dengan giat dan
tekun.
c. Membina bawahan agar dapat memikul tanggung jawab tugas masing-
masing secara baik.
d. Membina bawahan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien.
e. Menciptakan iklim kerja yang baik dan harmonis.
f. Menyusun fungsi manajemen secara baik.
3
g. Menjadi penggerak yang baik dan dapat menjadi sumber kreatifitas.
h. Menjadi wakil dalam membina hubungan dengan pihak luar.
1.4 PERAN PEMIMPIN
Menurut H. Mintzberg (1938) dalam tulisannya yang berjudul “The
Manager’s Job: Folklore and Fact”, pemimpin atau manajer dapat diberi
pengertian sebagai orang yang memimpin (bertanggung jawab atas) suatu
organisasi dari salah satu sub unitnya. Dengan pengertian itu maka manajer
bisa seorang presiden, mandor, pelatih ataupun kepala. Mereka semua
memiliki kesamaan, yaitu diberi otoritas formal atas suatu unit organisasi. Dari
otoritas formal tersebut muncul status. Status tersebut memunculkan bermacam
peran dalam hubungan interpersonal itu muncul akses atas informasi yang
memungkinkan pemimpin membuat keputusan dan menyusun strategi bagi
organisasinya.
Tugas seorang pemimpin dapat dideskripsikan dalam bermacam peran atau
satu set perilaku yang diidentifikasikan dengan satu posisi tertentu. Status yang
muncul sebagi konsekuensi dari otoritas formal yang dimiliki seorang
pemimpin memunculkan tiga peran yaitu, peran interpersonal (hubungan antar
manusia), peran informasional (berkaitan dengan informasi), dan peran
desisional (berkaitan dengan pengambilan keputusan).
4
a. Peran Interpersonal (Interpersonal Role)
Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul
secara langsung dari otoritas formal dimiliki pemimpin dan mencakup
hubungan interpersonal dasar, yaitu:
1) Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)
Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi, pemimpin
harus melaksanakan tugas seremonial seperti menyambut tamu penting,
menghadiri pernikahan anak buahnya, atau menjamu makan siang
pelanggan atau kolega. Kegiatan yang terkait dengan peran interpersonal
sering bersifat rutin, tanpa adanya komunikasi ataupun keputusan
penting. Meskipun demikian, kegiatan itu penting untuk memperlancar
fungsi organisasi dan tidak dapat diabaikan oleh seorang pemimpin.
2) Peran sebagai pemimpin (Leader Role)
Seorang pemimpin bertanggung jawab atas hasil kerja orang dalam
unit organisasi yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait dengan itu
berhubungan dengan kepemimpinan secara langsung dan tidak langsung.
Yang berkaitan dengan kepemimpinan secara langsung antara lain
menyangkut rekrutmen dan training bagi stafnya, Sedangkan yang
berkaitan secara tidak langsung antara lain seorang pemimpin harus
memberi motivasi dan mendorong anak buahnya. Otoritas formal
memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar, tetapi
5
kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa
direalisasikan.
3) Peran sebagai Penghubung (Liaison Role)
Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin,
terutama aspek yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru ini saja
pengakuan mengenai peran sebagai penghubung, yang pemimpinnya
menjalin kontak di luar rantai komando vertikal, mulai muncul.
Pemimpin menumbuhkan dan memelihara kontak tersebut biasanya
dalam rangka mencari informasi. Akibatnya, peran sebagai penghubung
sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sistem informasi
eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal, tetapi efektif.
b. Peran Informasional (Informational Role)
Kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah maupun dengan
jaringan kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul sebagai pusat
syaraf bagi unit organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak tahu segala hal,
tetapi setidaknya tahu lebih banyak dari pada stafnya. Pemrosesan informasi
merupakan bagian utama (key part) dari tugas seorang pemimpin. Tiga
peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek irformasional tersebut.
1) Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus
memonitor lingkungannya untuk memperoleh informasi. pemimpin juga
seringkali harus ’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan
6
terkadang menerima informasi gratis, sebagian besar merupakan hasil
jaringan kontak personal yang sudah dikembangkannya. Perlu diingat,
bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin dalam
perannya sebagai monitor datang dalam bentuk verbal, kadang berupa
gosip, dan spekulasi yang masih membutuhkan konfirmasi dan verifikasi
lebih lanjut.
2) Peran sebagai disseminator (Disseminator role)
Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin harus
dimanfaatkan bersama (sharing). Juga harus didistribusikan kepada anak
buah yang membutuhkan. Di samping itu ketika anak buahnya tidak bisa
saling kontak dengan mudah, pemimpin yang harus meneruskan
informasi dari anak buah yang satu kepada yang lainnya.
3) Peran sebagai Juru bicara (Spokesman Role)
Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak untuk
menyampaikan informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit
organisasinya.
c. Peran Pengambilan Keputusan (Decisional Role)
Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi
merupakan masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas
formalnya, hanya pemimpin yang dapat menetapkan komitmen
organisasinya ke arah yang baru, dan sebagai pusat syaraf organisasi, hanya
pemimpin yang memiliki informasi yang benar dan menyeluruh yang bisa
7
dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya. Berkaitan dengan peran
pemimpin sebagai pengambil keputusan terdapat empat peran pemimpin,
yaitu:
1) Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role)
Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya untuk selalu
memperbaiki kinerja unitnya. Juga mampu beradaptasi dengan perubahan
lingkungan yang organisasinya sesuai eksistensi. Dalam perannya
sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus selalu mencari ide baru dan
berupaya menerapkan ide tersebut jika dianggap baik bagi perkembangan
organisasi yang dipimpinnya.
2) Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role)
Peran sebagai wirausaha mengacu kepada peran sukarela seorang
pemimpin sebagai agen pembaruan, sementara di pihak lain peran
sebagai pengendali gangguan dan keharusan pemimpin untuk merespon
tekanan yang dihadapi organisasinya. Perubahan dalam peran sebagai
pengendali gangguan ini merupakan sesuatu di luar kendali pemimpin.
pemimpin harus bertindak karena adanya tekanan situasi yang kuat
sehingga tidak bisa diabaikan.
3) Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator
Role)
Seorang pemimpin bertanggung jawab memutuskan pembagian tugas
kepada bawahannya. Sumber daya terpenting yang dialokasikan seorang
8
pemimpin adalah waktu. Perlu diingat bahwa seseorang yang memiliki
akses ke pemimpin berarti dia bersinggungan dengan pusat syaraf unit
organisasi dan pengambil keputusan. Pemimpin juga bertugas untuk
mendesain struktur organisasi, pola hubungan formal, pembagian kerja
dan koordinasi dalam unit yang dipimpinnya.
4) Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)
Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa
pemimpin menghabiskan cukup banyak waktunya dalam negosiasi.
Sebagaimana dikemukakan Leonard Sayles (1988), negosiasi merupakan
way of life dari seorang pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan
kewajiban seorang pemimpin, yang tidak boleh dihindari, dan penting
dalam kerja sama. Negosiasi merupakan bagian integral dari tugas
pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas untuk bisa
memberikan komitmen sumber daya organisasi, dan memiliki pusat
syaraf informasi dalam melakukan negosiasi penting.
Kesimpulan
Kepemimpinan adalah sifat dalam mempengaruhi sosial yang pemimpinnya berusaha
berpartisipasi sukarela dari bawahannya upaya untuk mencapai tujuan organisasi.
Dua kata kunci dalam definisi tertentu yaitu mempengaruhi dan sukarela. Kata kunci
tersebut membantu membedakan kepemimpinan dari otoritas dan kekuasaan.
9
BAB 2
RELEVANSI KONSEP
DALAM BIDANG KESEHATAN
Relevansi adalah keterkaitan dan saling berkesinambungan. Setiap perubahan
sosial yang besar di masyarakat atau bangsa, selalu dihubungkan dengan adanya
kepemimpinan yang kuat. Kata kunci kepemimpinan adalah perilaku panutan yaitu
mengubah menjadi pola hidup sehat. Seorang pemimpin harus memberi teladan dan
contoh agar memberi pengaruh baik.
Semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani”. Kata kuncinya adalah bahwa seorang pemimpin
harus bisa menyesuaikan diri. Bahwa sebagai pemimpin harus memberikan contoh
yang baik agar dapat menjadi panutan lainnya.Sebagai pemimpin harus mampu
menjadi motivator atau inisiator, dan terakhir sebagai pemimpin harus memberi
dorongan atau dukungan.
Setiap perubahan sosial yang besar di masyarakat atau bangsa, selalu dihubungkan
dengan adanya kepemimpinan yang kuat. Kebesaran seorang pemimpin tidak diukur
dengan kharisma yang dipunyainya, juga tidak dari penampilan maupun
kekuasaannya. Namun diukur dengan adanya perubahan sosial yang nyata serta
dalam skala pemenuhan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Pengembangan kepemimpinan “Kesehatan Bagi Semua” dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan kemampuan pemimpin kesehatan dalam mengambil
langkah dan perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan kegiatan, dalam rangka
10
mencapai tujuan Kesehatan Bagi Semua (KBS). Tujuan utamadari pemgembangan
kepemimpinan tersebut adalah untuk mendapatkan suatu critical mass (kritik
masyarakat) yang mampu memimpin dalam gerakan KBS.
Contohnya adalah ketika kita melakukan kegiatan sehari-hari, seperti
membiasakan mencuci tangan dengan antiseptik atau sabun. Maksudnya adalah kita
memulai dari diri sendiri dahulu hidup bersih dan sehat, untuk dapat mempengaruhi
masyarakat luas dengan cara mempublikasikan. Asumsi makanan untuk tubuh
merupakan sumber utama energi, oleh karena itu kita harus menjaga kebersihan
makanan.
Contoh lain adalah membiasakan menggosok gigi sebelum tidur. Maksudnya
supaya mematikan bakteri dan kuman yang ada di dalam mulut, agar gigi kita kuat
dan bersih.Jika dibayangkan, tanpa adanya pengembangan kepemimpinan bagaimana
bisa program kesehatan yang sudah ada dapat dijalankan dengan baik. Maka dari
itulah pengembangan kepemimpinan sangat besar relevansinya dengan bidang
kesehatan. Untuk kesehatan masyarakat Indonesia di masa mendatang menjadi lebih
baik lagi.
Kesimpulan
Kepemimpinan tidak hanya diaplikasikan dalam organisasi, namun dalam bidang
kesehatan pun juga sangat berguna demi terwujudnya sistem dan pelayanan
kesehatan untuk masyarakat yang lebih baik. Keterkaitannya, bahwa pelayanan
kesehatan ada pemimpin dan memiliki skill pemimpin yang mampu menyuluhkan
dan mengarahkan kepada masyarakat yang ingin hidup sehat.
11
BAB 3
BEDA PEMIMPIN DAN MANAJER
Manajemen dan kepemimpinan memang berbeda tapi tidak bertentangan.
Kepemimpinan dalam organisasi merancang sebuah visi masa depan yang
mempertimbangkan masa panjang dari bagian rumit sebuah organisasi,
mengembangkan sebuah strategi untuk maju mewujudkan visi tersebut. Manajemen
adalah proses dari merencanakan, mengatur, susunan kepegawaian dan mengontrol
dengan menggunakan otoritas atau kebijakan yang resmi. Dalam prakteknya sehari-
hari, manajemen dan kepemimpinan yang efektif harus mempunyai strategi dan
ultimatum serta pemikiran yang sama.
3.1 Pengertian Pemimpin dan Manajer (Pimpinan)
Pemimpin adalah seseorang yang mempengaruhi sebuah kelompok untuk
menciptakan sebuah tujuan dan merupakan kedudukan kepemimpinan di dalam
kelompok atau perkantoran. Seorang pemimpin adalah seseorang yang
mempunyai kewenangan utama dan menjadi sosok panutan, sehingga yang lain
akan termotivasi untuk mengikuti. Basic utama dari seorang pemimpin adalah
mempunyai dengan melakukan pendekatan secara informal perorangan .
Manajer adalah orang yang bertanggung jawa untuk merencanakan dan
mengarahkan kerja sekelompok orang, sebagai pemantau kerja bawahannya
dan melakukan perbaikan bila diperlukan. Sebagai sosok pimpinan untuk anak
buah, sosok penghubung dan penyalur informasi. Aktifitas yang dilakukan
12
manager adalah berinteraksi dengan orang lain melalui pendekatan secara
formal.
3.2 Beda Pemimpin dan Manajer
ASPEK MANAJER PEMIMPIN
Origin Mendapat jabatan dari surat
keputusan
Diakui orang lain
Efektivitas dan Efisiensi Mengerjakan sesuatu dengan
benar
Mengerjakan sesuatu
yang benar
Pemikiran Reaktif Proaktif
Approach Formal Non formal
Function Memberi perintah sesuai dengan
batasan
Mempengaruhi untuk
mengikuti
Kreatifitas Meniru sesuatu Menciptakan sesuatu
Tabel 1. Beda Manajer dan Pemimpin
Berdasarkan perbedaan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang manajer
hanya berkaitan dengan benda, struktur, sistem dan efisiensi. Pemimpin
berurusan dengan keefektifan, orang, memberdayakan, dan memberikan
potensi oleh orang lain. Seorang manajer baru dapat disebut pemimpin jika ia
juga mampu mempengaruhi bawahan mereka sehingga mereka sadar, sukarela,
dan riang mematuhi perintahnya dan bersedia bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
13
Manajer secara umum berkenaan dengan kepemimpinan, yang berhubungan
dengan posisi dalam sebuah organisasi formal pemerintah, swasta dan
masyarakat. Manajer yang terkait dengan keputusan formal (resmi) dan ilegal
menurut keputusan yang lebih tinggi dan unggul yang berkaitan dengan posisi,
tugas, fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan memberikan perintah, petunjuk,
pembatasan serta peringatan khusus untuk bawahan dalam batasan tertentu.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa seorang manajer dapat berperilaku sebagai
seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang
jabatan manajer untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan kata lain seorang
leader atau pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa
berperilaku seorang leader atau pemimpin
14
BAB 4
TEORI KEPEMIMPINAN
4.1 Trait Theory (Teori Sifat)
Teori ini mengemukakan bahwa seorang pemimpin itu harus mempunyai
beberapa sifat tertentu yang bisa menjamin keberhasilan pada setiap situasi.
Teori ini didasarkan pada penelitian terhadap great man theory (teori orang
besar) yang berkesimpulan kepemimpinan “orang besar” tergantung sifat-sifat
yang dibawanya sejak lahir, dan sesuatu yang diwariskan. Kelemahan great
man theory adalah tidak selamanya ahli warisnya mempunyai bakat pemimpin.
Trait Theory ini berkesimpulan bahwa pemimpin adalah orang yang
memang mempunyai bakat menjadi seorang pemimpin. Contoh beberapa bakat
yang harus dimiliki seorang pemimpin, yaitu:
a. Bakat Pribadi, contohnya antusiasme, inisiatif, ketekunan, pengetahuan.
b. Bakat Sosial , contohnya kebijaksanaan, kesabaran, simpati.
c. Karakteristik Fisik, contohnya tinggi badan, berat badan, daya pikat.
Penelitian yang di lakukan menurut teori ini mengalami kegagalan, terwakili
oleh pernyataan psikolog yang bernama Eugene E. Jenning (1947) sebagai
berikut: “Penelitian selama 50 tahun telah gagal menemukan seperangkat bakat
yang dapat digunakan untuk membedakan pemimpin dengan bukan
pemimpin”.
Teori ini mempunyai kelemahan bahwa terlalu sulit untuk menentukan sifat
apa saja yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dalam kenyataannya tidak
15
semua pemimpin memiliki bakat yang diharapkan. Sebaliknya banyak yang
bukan pemimpin memiliki bakat lebih besar dibanding mereka yang bernasib
menjadi seorang pemimpin.
4.2 Situasional Theory (Teori Situasi)
Teori ini muncul berdasarkan kegagalan trait theory yang mana pemimpin
itu bakat dari lahir. Teori ini menyatakan bahwa munculnya pemimpin itu
merupakan hasil waktu, tempat, dan keadaan. Seperti yang telah dikatakan
Engels (1965) bahwa lahirnya pemimpin dalam waktu dan tempat tertentu,
semata-mata itu kebetulan sejarah.
Beberapa penulis (Mumford et al. 1909) kurang lebih memiliki pendapat
yang sama, bahwa pemimpin dilahirkan berkat situasi darurat atau gawat.
Dalam situasi demikian, muncul seorang yang mampu membaca situasi dan
berhasil mengatasinya. Lahirlah seorang pemimpin. Dalam teori ini seorang
pemimpin diciptakan sesuai dengan keadaannya, dan mampu mengatasi
masalah yang dihadapi.
Bersangkutan dengan trait theory, sifat yang dimiliki seorang pemimpin
juga bisa muncul karena keadaan. Adanya pengalaman dan proses belajar
merupakan keadaan terbentuknya seorang pemimpin. Sangat berbeda jauh dari
trait theory yang hanya menggunakan bakat sejak lahir dan tidak bisa
diciptakan.
16
4.3 Contingency Theory (Teori Kontijensi)
Contingency Theory dikemukakan oleh Fred Fiedler (1960). Kepemimpinan
adalah hubungan interpersonal yang memberikan kekuasaan dan pengaruh
yang lebih besar terhadap salah satu pihak dibandingkan pihak lainnya. Besar
kecilnya kekuasaan dan pengaruh seorang pemimpin tergantung kondisi yang
mempengaruhi diri pemimpin. Adapun kondisi yang mempengaruhi diri
pemimpin, yaitu:
a. Hubungan pemimpin anggota,
b. Derajat dari struktur tugas,
c. Posisi kekuasaan pemimpin dalam organisasi serta besarnya kekuasaan yang
diberikan kepadanya.
Suatu kondisi dapat menguntungkan pemimpin jika ketiga dimensi diatas
juga mempunyai derajat yang tinggi. Dengan kata lain, suatu kondisi akan
meguntungkan jika:
a. Pemimpin diterima oleh para pengikutnya (derajat dimensi pertama tinggi),
b. Tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas
(derajat dimensi kedua tinggi),
c. Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi
pemimpin (derajat dimensi ketiga juga tinggi).
Kombinasi antara situasi yang menguntungkan dengan gaya kepemimpinan
akan menentukan efektifitas kerja. Perlu diperhatikan bahwa teori ini
17
merupakan varian dari teori sebelumnya yaitu situasional theory. Jadi
keduanya memakai situasi sebagai elemen penting dalam substansi teori.
4.4 Managerial Grid
Teori ini di cetuskan oleh dua ahli management (Robert & Mouton 1905),
mereka yang menyusun kerangka 2 dimensi sebagai penilaian pemimpin
terhadap 2 faktor penentu yaitu orang dan produksi. Blake dan Mouton (1905)
mengidentifikasi 5 gaya management, yaitu:
18
Gambar 1. Managerial Grid (Robert & Mouton 1905)
a. Authority-Compliance Management (9,1)
Perhatian kepada produk sangat tinggi sementara hubungan terhadap
orang (interpersonal) rendah. Dalam tingkat ini pemimpin memberikan
perhatian tinggi pada peningkatan produktivitas.
b. Country Club Management (1,9)
Perhatian terhadap produksi sangat minimal, tetapi perhatian terhadap
manusia tinggi. Dalam situasi seperti ini, pemimpin memberikan perhatian
tinggi pada orang yang menunjukkan kolegalitasnya kepada semua bawahan
tanpa memperdulikan produktivitas kerja.
c. Team Management (9,9)
Gaya ini memadukan orientasi yang tinggi baik kepada manusia maupun
produksi. Pedekatan kerja tim diarahkan untuk mencapai hasil yang optimal
melalui partisipasi, keterlibatan dan komitmen bawahan secara penuh.
d. Impoverished Management (1,1)
Untuk gaya ini perhatian pemimpin sangat rendah baik terhadap orang
maupun produksi. Keadaan seperti ini bertahan tidak akan lama dalam
sebuah organisasi.
e. Organization Man Management (5,5)
Organisasi dengan gaya seperti ini berada dalam status quo karena
hubungan interpersonal dan produktivitasnya tidak berkembang.
Teori ini hanya sebagai pelengkap agar seorang pemimpin itu bisa menjadi
manajer yang baik, karena perbedaan antara keduanya sangat tipis.
19
4.5 Teori X dan Y
Teori X dan Y ini di kemukakan oleh Mc Gregor (1960), dalam teori ini
perilaku manusia dibedakan berdasarkan pekerjaan menjadi teori X dan teori
Y.
Teori X ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk
pemalas, tidak suka bekerja, dan senang menghindar dari pekerjaan serta
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bawahan memiliki ambisi kecil
untuk mencapai tujuan bersama namun menginginkan balas jasa serta jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para bawahan harus terus diawasi, diancam
serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan.
Lebih lanjut Mc Gregor (1967) menyatakan ini bahwa golongan orang yang
masuk kelompok X hakekatnya adalah:
a. Tidak menyukai bekerja
b. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, serta lebih
menyukai diarahkan atau diperintah
c. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah
organisasi.
d. Membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
e. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan
organisasi.
Ketika di dalam suatu organisasi ditemukan tipe bawahan seperti pada teori
X ini, para pemimpin melakukan pengawasan yang lebih sering terhadap
20
pekerjanya. Lebih memperhatikan setiap pekerjaan yang diberikan, serta
memotivasi mereka sehingga mampu bekerja dengan optimal untuk kebutuhan
organisasi.
Teori Y berbanding terbalik dengan teori X, dalam teori Y terdapat
anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti aktivitas lainnya.
Bawahan tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka
memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan
organisasi.
Bawahan memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta
memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pada
teori ini pemimpin jadi termotivasi untuk memaksimalkan potensi yang
dimiliki oleh bawahannya.
Secara keseluruhan kesimpulan teori Y mengenai manusia adalah sebagai
berikut:
a. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti aktivitas lainnya.
b. Dapat mengawasi diri sendiri, sehingga lebih bertanggung jawab.
c. Mempunyai kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan
persoalan organisasi.
d. Tidak hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja, tetapi
motivasi untuk kebutuhan pekerjaan juga dibutuhkan.
Pada intinya dari kedua teori di atas pemimpin harus mengetahui perilaku
bawahannya termasuk dalam kategori teori X atau Y. Dapat menentukan gaya
21
yang cocok bagi bawahannya dengan mencocokkan bawahan termasuk dalam
X atau Y.
4.6 Path – Goal Theory
Path-goal theory yang dikemukakan House (1974), menekankan upaya
penentuan hubungan antara perilaku pemimpin dengan kinerja bawahan dan
aktivitas kerja. Dasar dari teori ini bahwa tugas pemimpin adalah membantu
anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan memberi arahan, atau
dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka
dimana sesuai dengan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House (1974) mengenali empat
perilaku pemimpin:
a. Kepemimpinan Pengarah (directive-leader)
Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang yang diharapkan
dari mereka, contohnya memberitahukan jadwal kerja yang harus
disesuaikan dengan standar kerja, memberikan bimbingan atau arahan
secara spesifik tentang cara menyelesaikan tugas.
b. Kepemimpinan Mendukung (supportive leader)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan
bawahan. Memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang
keberadan mereka, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan
interpersonal yang menyenangkan diantara anggota kelompok.
Kepemimpinan mendukung (supportive leader) memberikan pengaruh yang
22
besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka mengalami frustasi dan
kekecewaan.
c. Kepemimpinan Partisipatif (participative leader)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan
saran-saran dan ide mereka sebelum mengmbil keputusan. Kepemimpinan
partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
d. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (achievement-oriented leader)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal
mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses
pencapaian tujuan tersebut.
Pada intinya teori ini menjelaskan bahwa pemimpin berusaha membuat jalan
kecil (path) untuk pencapaian tujuan (goals) para bawahannya sebaik mungkin.
Teori ini bisa dikaitkan dengan teori X dan Y, karena dalam menentukan gaya
yang sesuai harus mengetahui perilaku bawahannya yang telah dijelaskan
dalam teori X dan Y.
Kesinpulan
Perkembangan teori kepemimpinan sudah ada sejak lama, berawal dari trait theory
yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan bakat sejak lahir. Dilanjutkan
situasional theory yang bertentangan dengan trait theory bahwa pemimpin diciptakan
oleh keadaan. Kemunculan teori X dan Y yang menyatakan perilaku manusia
dibedakan berdasarkan pekerjaan menjadi teori X dan teori Y makin melengkapi
23
teori sebelumnya.Teori tersebut memudahkan untuk menentukan perilaku pemimpin
terhadap bawahannya.
Adapun Path – Goal Theory yang melengkapi Teori X dan Y untuk memakai gaya
kepemimpinan yang tepat terhadap bawahan. Masih banyak teori yang berkembang,
pada dasarnya semua teori saling melangkapi.
24
BAB 5
SIFAT DAN TIPE KEPEMIMPINAN
5.1 Sifat Kepemimpinan
Karena seorang pemimpin bertugas menggerakan banyak orang yang
dipimpinnya, tentu ia harus memiliki sifat yang lebih daripada orang yang
dipimpinnya (anak buah). Sifat seorang pemimpin antara lain :
a. Jujur. Seorang pemimpin yang baik menunjukkan ketulusan, integritas, dan
keterbukaan dalam setiap tindakannya.
b. Kompeten. Tindakan seorang pemimpin harus berdasar pada penalaran dan
prinsip moral, bukan menggunakan emosi dalam mengambil suatu
keputusan.
c. Berpandangan ke depan dan menetapkan tujuan. Dalam menetapkan tujuan,
seorang pemimpin perlu menanamkan pemikiran bahwa tujuan itu adalah
milik seluruh organisasi. Pemimpin mengetahui hal yang diinginkannya dan
cara untuk mendapatkannya.
d. Memberi inspirasi. Dalam mengerjakan setiap tugas, seorang pemimpin
harus menunjukkan rasa percaya diri, kehanan mental, fisik, dan spiritual.
Maka, bawahan akan terdorong untuk meraih pencapaian yang lebih baik
lagi
e. Cerdas. Seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kemauan untuk
terus membaca, belajar, dan mencari tugas yang menantang kemampuannya.
25
f.Berpikiran adil. Prasangka adalah musuh dari keadilan. Seorang pemimpin
yang baik akan memperlakukan semua orang dengan adil. Pemimpin
menunjukkan empatinya dengan bersikap peka terhadap perasaan, nilai,
minat, dan keberadaan orang lain.
g. Berpikiran luas. Pemimpin yang baik menyadari setiap perbedaan yang ada
dalam ruang lingkup kepemimpinannya dan mau menerima hal tersebut.
h. Berani. Seorang pemimpin yang baik selalu tekun dalam usahanya untuk
mencapai tujuan, bukan hanya terus berusaha mengatasi berbagai halangan
yang memang sulit untuk diatasi. Biasanya, meskipun sedang berada di
bawah tekanan, seorang pemimpin tetap tenang dan menunjukkan rasa
percaya diri.
i.Tegas. Anda tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang baik bila tidak
tegas dalam mengambil keputusan di saat yang tepat.
j. Imajinatif. Inovasi dan kreativitas diperlukan dalam suatu kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus membuat perubahan di saat yang tepat dalam
pemikiran, rencana, dan metodenya. Selain itu, kreativitas sang pemimpin
juga terlihat dengan memikirkan tujuan, gagasan, dan solusi baru yang lebih
baik dalam memecahkan masalah.
5.2 Tipe Kepemimpinan
Dalam hal ini akan menerangkan tiga bentuk tipe kepemimpinan yang
banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi
perilaku anak buahnya. Tipe kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
26
digunakan seseorang pada saat pemimpin mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain.Berikut tiga macam tipe kepemimpinan yang dimaksud :
a. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Pada tipe menunjukkan perilaku yang dominan berupa pemimpin
otokrasi dan otokrasi yang disempurnakan. Tipe ini adalah yang pertama
dikenal oleh manusia, oleh karena itu tipe ini paling banyak dikenal.
Kepemimpinan otoriter menempatkan kekuasaan seutuhnya di tangan
satu orang, yaitu seorang pemipin atau atasan. Pemimpin bertindak sebagai
penguasa tunggal, sedangkan yang dipimpin berjumlah lebih dari satu orang,
disebut bawahan.
Kedudukan dari bawahan hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah,
bahkan kehendak dari pemimpin. Seorang pemimpin memandang dirinya
lebih dalam dan lebih berkompetensi dibandingkan dengan anak buahnya.
Seringkali kemampuan bawahan dipandang rendah, sehingga tampaknya
anak buah tidak bisa bekerja tanpa diperintah.
Dalam tipe kepemimpinan otoriter, pemimpin dipandang sebagai orang
yang paling benar. Pemimpin bertindak sebagai penentu, baik dalam
melaksanakan kegiatan maupun penentu nasib anak buahnya. Pemimpin
merupakan pihak yang memiliki wewenang, sedangkan bawahan hanya
bertindak untuk memiliki tugas, kewajiban, dan tanggung jawab.
Kekuasaan pemimpin sering digunakan untuk menekan bawahan, dengan
cara menggunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Kepemimpinan
27
dengan tipe otoriter menempatkan pemimpin di luar anggota kelompoknya.
Kondisi tersebut tidak sekedar berlangsung dalam bekerja, tetapi juga
diwujudkan dalam kehidupan dengan perlakuan yang tidak manusiawi pada
bawahannya.
Bawahan tidak boleh memberikan inisiatif, pendapat, atau
menyampaikan ide kreatifnya. Bila ada inisiatif atau pendapat dari
bawahannya, hal tersebut justru dianggap sebagai bentuk penyimpangan dan
pembangkangan. Pandangan atau penilaian seperti itu disebabkan oleh
perasaan dan pendapat diremehkan, direndahkan, tidak dihargai sebagai
pemimpin yang menganggap dirinya adalah segalanya.
Setiap instruksi atau perintah merupakan keputusan yang tidak dapat
diganggu gugat. Dengan kata lain, setiap instruksi harus dilaksanakan oleh
bawahan tanpa ada komentar atau pertanyaan apapun juga. Untuk setiap
kesalahan yang diperbuat oleh bawahannya, maka akan diberikan sanksi.
Terkadang sanksi tersebut bisa sangat keras dengan maksud agar kesalahan
tersebut tidak akan terulang kembali.
Akibat atau dampak negatif yang ditimbulkan pada tipe kepemimpinan
otoriter, antara lain :
1) Anak buah menjadi manusia penurut, tidak bisa mengambil keputusan,
jadi sangat tergantung kepada pemimpin.
2) Kesediaan anggota atau anak buahnya dalam bekerja keras bersifat
terpaksa dan hanya dilakukan bila diawasi. Terkadang, disiplin dan patuh
28
terhadap atasan dilakukan karena dasar perasaan takut akan sanksi yang
diberikan. Sehingga anak buahnya akan merasa tertekan dan takut.
3) Organisasi menjadi bersifat statis, karena pemimpin sering kehabisan
kreativitas dan inisiatif, sedangkan bawahan tidak diberi kesempatan
untuk itu.
Tipe kepemimpinan otoriter ini yang paling terkenal dalam pelaksaannya
yaitu dimasa Nazi Jerman dengan tokoh Adolf Hitler sebagai pemimpin
yang otoriter.
b. Tipe Kepemimpinan Bebas ( Laissez Faire 1926 )
Tipe kepemimpinan bebas ( Laissez Faire 1926 ) merupakan kebalikan
dari tipe kepemimpinan otoriter. Karena tipe kepemimpinan ini cenderung
didominasi oleh perilaku kepemimpinan yang kompromi dan pembelot.
Dalam prosesnya, tidak dilaksanakan kepemimpinan, dalam arti hanya
sebagai rangkaian kegiatan untuk menggerakkan anggota kelompoknya.
Pemimpin berkedudukan sebagai simbol saja, sedangkan dalam proses
kepemimpinan, dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada
orang-orang yang dipimpin. Begitupun pada saat mengambil keputusan,
sepenuhnya diserahkan kepada orang yang dipimpinnya secara bebas, baik
perseorangan ataupun kelompok. Hal tersebut yang membuat tipe
kepemimpinan bebas buruk tidak baik untuk diterapkan.
Adapun kekurangan yang dimiliki tipe kepemimpinan bebas oleh Laissez
Faire (1926). Misalnya, apabila tidak ada seorangpun yang dipimpin
29
mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan, maka
kepemimpinan tersebut seara keseluruhan akan menjadi tidak berfungsi.
Karena kebebasan yang diberikan dalam penentuan pengambil keputusan,
setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri. Akibatnya
suasana kebersamaan tidak tercipta. Kegiatan menjadi simpang siur dan
wewenang menjadi tidak jelas. Namun dalam keadaan seperti yang
diuraikan di atas, sering muncul seorang anggota kelompok atau organisasi,
baik atas kehendak sendiri maupun kehendak kelompok yang mengambil
alih dan berusaha menjalankan fungsi kepemimpinan.
c. Tipe Kepemimpinan Demokratif
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan
terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Dalam tipe ini, lebih
didominasi perilaku yang melindungi dan sebagai penyelamat. Perilaku dari
tipe kepmimpinan demokratif cenderung memajukan dan mengembangkan
organisasi kelompok.
Proses dalam kepemimpinan demokratif diwujudkan dengan cara
memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompoknya untuk
berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi tersebut disesuaikan dengan
jabatan atau posisi masing-masing. Porsi dalam pelaksanaan tugas terlihat
secara jelas dan teratur.
Para pemimpin pelaksana kegiatan bertindak sebagai pembantu pucuk
pimpinan. Pemimpin memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung
30
jawab yang sama pentingnya demi pencapaian tujuan bersama. Bagi anggota
kelompok diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi dalam dirinya
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan. Dapat dimungkinkan, seorang
anggota bisa dipromosikan untuk naik jabatan menjadi seorang pemimpin
secara berjenjang.
Kepemimpinan demokratis ini bersifat aktif, dinamis, jelas, teratur dan
terarah. Kegiatan yang dilaksanakan dapat berlangsung dengan tertib dan
terarah, serta bertanggung jawab. Pembagian tugas dan tanggung jawab
setiap individu dalam kelompok tersebut juga jelas. Dengan kata lain, setiap
anggota mengetahui secara pasti sumbangan berupa pemikiran yang
diberikannya untuk mencapai tujuan organisasi.
Tipe kepemimpinan ini, dalam mengambil keputusan sangat
mementingkan keputusan secara musyawarah. Didalam pelaksanaan hasil
keputusan, setiap orang yang terlibat di dalamnya tidak terpaksa atau merasa
tertekan. Justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya
sebagai bentuk tanggung jawab bersama.
Pemimpin dengan tipe demokratis ini, dihormati dan disegani, karena
diyakini mampu mengembangkan, memelihara, dan menjaga kewibawaan
atas dasar hubungan manusiawi yang efektif. Pemimpin menyadari bahwa
kebenaran untuk menghasilkan keputusan yang baik, tidak sekedar
bersumber pada dirinya sendiri, tetapi juga diperoleh dari orang lain (anak
31
buahnya). Pemimpin sangat mempertimbangkan ide atau pendapat dari
bawahannya dalam pengambilan keputusan.
Perbedaan antara tipe kepemimpinan bebas dan demokratis bisa dilihat
dari peran pemimpinnya. Pada kepemimpinan bebas, pemimpin hanya
bertindak sebagai simbol. Terjadi ketidakjelasan tentang pihak yang
mengambil keputusan. Pemimpin juga tidak mau bertanggungjawab akan
risiko yang ditimbulkan dari keputusan tersebut.
Pada tipe kepemimpinan demokratis, pemimpin tetap membuat
keputusan, namun orang yang dipimpin masih bisa menyampaikan
aspirasinya. Keputusan diambil dengan jalan musyawarah. Risiko yang
ditimbulkan dari keputusan yang diambil juga ditanggung oleh pemimpin
dan orang yang dipimpin. Adapun beberapa tipe kepemimpinan yang lain:
1) Tipe Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini menempatkan pemimpin sebagai lambang atau
simbol, tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya.
Pemimpin sebagai simbol pada dasarnya tidak menjalankan fungsi
kepemimpinan, namun kedudukannya tidak bisa dan tidak boleh
digantikan orang lain.
Pemimpin yang berstatus lambang atau simbol diperlukan untuk
memelihara dan mempertahankan stabilitas selain bisa dimanfaatkan
pengaruhnya di lingkungan tertentu. Dalam tipe ini pengambilan
32
keputusan dan pelaksanaannya menjadi kegiatan yang sepenuhnya ada
pada orang yang dipimpinnya.
2) Tipe Pengayom (Headmanship)
Tipe ini menempatkan seorang pemimpin sebagaimana layaknya
kepala keluarga. Pemimpin memiliki kesediaan dan kesungguhan untuk
mrngayomi anggotanya. Pemimpin merupakan tumpuan karena
kesediannya berdiri paling depan dalam melindungi dan membela orang
yang dipimpinnya. Pemimpin juga selalu berpihak pada sesuatu yang
benar dari sudut pandang kepentingan bersama, guna mempertahankan
kebersamaan.
3) Tipe Pemimpin Ahli (Expert)
Tipe kepemimpinan ini bertolak dari asumsi bahwa kegiatan yang
menjadi suatu bidang garapan suatu organisasi atau kelompok, hanya
akan berlangsung efektif dan efisien, saat dipimpin oleh seseorang yang
ahli di bidang tersebut. Kepemimpinan harus dijalankan oleh seseorang
yang memiliki ketrampilan atau keahlian di bidangnya. Keterampilan dan
keahlian itu mungkin diperoleh dari lembaga pendidikan formal atau
pengalaman bekerja di organisasi. Dengan kelebihan itu, seorang
pemimpin akan memiliki kemampuan untuk membimbing orang lain
untuk bekerja secara efektif dan efisien di bidangnya. Kemampuan
membimbing itu akan menjadika pemimpin dihormati, disegani, bahkan
33
dipatuhi karena petunjuk dan pengarahannya selalu benar, baik, serta
tepat.
4) Tipe Kepemimpinan Organisatoris dan Administrator
Tipe kepemimpinan ini dijalankan oleh para pemimpin yang senang
dan mampu mewujudkan serta membina kerjasama. Pelaksanaan
kepemimpinan berlangsung secara sistematis dan terarah pada tujuan
yang jelas. Pemimpin bekerja secara berencana, bertahap, dan tertib.
Musyawarah digunakan untuk memperoleh keputusan yang didasarkan
pada data dan informasi yang konkrit.
Tipe ini merupakan kepemimpinan yang mampu mendayagunakan
dan memanfaatkan orang yang dipimpin agar bergerak ke arah
pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tipe kepemimpinan ini banyak
diterapkan di lingkungan organisasi formal seperti instansi pemerintahan.
5) Tipe Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam
bentuk tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan, menimbulkan
dan memperbesar pertentangan. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai
keuntungan bagi dirinya sendiri saja. Agitasi juga dapat dilakukan
terhadap pihak luar untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya
atau pemimpin itu sendiri. Pemimpin memiliki kemampuan yang tinggi
dalam menciptakan dan memanfaatkan pertentangan. Di samping itu
34
pemimpin akan mendapatkan simpati dari pihak yang bertentangan
karena merasa pimpinan mendukungnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, semua tipe kepemimpinan tersebut harus
diterapkan dalam berbagai kegiatan dengan menyesuaikan karakteristik anak
buahnya. Sifat dari pemimpin yang diharapkan yaitu jujur, kompeten, tegas,
berani, cerdas, inovatif, adil, dan bertanggung jawab.
BAB 6
35
EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN
6.1 Tolok ukur efektivitas kepemimpinan
Mayoritas orang berpendapat bahwa seorang pemimpin yang efektif
memiliki kwalitas dan karakter pribadi yang baik, misalnya berpandangan jauh
ke depan, berwawasan luas dan berpengaruh dalam masyarakat. Seseorang
yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu group atau kelompok bisa
saja dia berfungsi secara baik atau tidak sebagai pemimpin. Seorang pemimpin
berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan serta
mampu bekerja secara efektif maupun efisien di dalam suatu organisasi. Efisien
memiliki arti kemampuan untuk memanfatkan sumber daya yang ada secara
benar, efektif adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat dan
benar.
Tolok ukur efektivitas kepemimpinan dapat dilihat dari perilaku bawahan
yang dipimpin karena pemimpin merupakan suri tauladan yang baik bagi
mereka. Apabila pemimpin mampu mempengaruhi perilaku bawahannya
kearah yang positif, maka kinerja dari seorang pemimpin tersebut bisa
dikatakan efektif. Seorang pemimpin yang efektif harus
mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan
memikul tanggung jawab atas akibat atau resiko daripada
keputusan yang diambilnya.
Efektivitas kepemimpinan merupakan hasil bersama antara pemimpin dan
anggota yang dipimpinnya. Pemimpin tidak akan mampu berbuat banyak tanpa
36
Efektivitas kepemimpinan
Kepribadian, latar belakang, dan
harapan pemimpin
Tipe pekerjaan
Iklim dan kebijakan organisasi Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan
Harapan dan perilkau teman kerja
partisipasi anggota yang dipimpinnya. Sebaliknya, anggota yang dipimpin
tidak akan efektif menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa pengarahan,
pengendalian dan kerjasama dengan pemimpin. Semakin aktif partisipasi dari
anggota yang dipimpinnya, maka akan dinamis kehidupan organisasi tersebut.
6.2 Faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Berikut adalah faktor yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.
Gambar 2. faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan
a. Kepribadian, latar belakang dan harapan pemimpin
Sistem nilai pribadi, latar belakang dan harapan seorang pemimpin akan
mempengaruhi tipe kepemimpinannya. Seorang pemimpin yang sangat
menghargai kebutuhan pemenuhan diri bawahannya, mungkin akan memilih
37
tipe kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan. Seorang pemimpin
yang tidak mempercayai bawahan mungkin memilih tipe kepemimpinan
yang otoriter. Pada umumnya, seorang pemimpin memilih tipe
kepemimpinan yang paling menyenangkan bagi dirinya sendiri.
Kenyataan bahwa kepribadian dan latar belakang seorang pemimpin
membentuk tipe kepemimpinannya tidak berarti bahwa tipe tersebut tidak
dapat diubah. Pemimpin belajar bahwa tipe tertentu memberikan hasil lebih
baik bagi mereka dari pada tipe yang lainnya. Bila suatu tipe kepemimpinan
ternyata tidak cocok, mereka dapat mengubahnya. Perlu dingat bahwa
pemimpin yang memilih tipe yang tidak sesuai dengan kepribadian dasarnya
sangat mustahil menggunakan tipe tersebut secara efektif.
Harapan seorang pemimpin mengenai tipe apa yang diperlukan agar
bawahannya bekerja secara efektif mempengaruhi tipe kepemimpinannya.
Fakta memperlihatkan bahwa situasi cenderung berkembang ke arah yang
kita inginkan karena berbagai alasan. Sesungguhnya pemimpin baru yang
mengetahui bahwa prestasi bawahannya rendah akan mengelola bawahan
dengan cara yang lebih otoritatif daripada pemimpin baru yang mengetahui
bahwa prestasi bawahannya tinggi.
b. Harapan dan perilaku teman kerja
Teman kerja sangat erat kaitannya dalam mempengaruhi efektivitas
kepmimpinan dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang lembut dan
berorientasi pada karyawan bisa saja menjadi otoriter apabila mendapatkan
38
kritikan negatif secara terus menerus. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja
sama yang sehat dan tidak saling menjatuhkan antara sesama pemimpin
dalam menjalankan peranannya.
c. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan
Bawahan memainkan peranan penting dalam mempengaruhi tipe
kepemimpinan seorang pemimpin. Mereka adalah orang yang dianggap
dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan tersebut. Tanggapan bawahan terhadap
kepemimpinan akan menentukan efektivitas pemimpin yang bersangkutan.
Karakteristik bawahan mempengaruhi tipe kepemimpinan dengan
beberapa cara. Keterampilan dan pelatihan bawahan mempengaruhi pilihan
tipe pemimpin, bawahan yang sangat mampu biasanya tidak memerlukan
pendekatan bersifat otoriter. Selain itu, sikap bawahan juga merupakan
sebuah faktor yang mempengaruhi. Tipe bawahan tertentu, seperti polisi
militer, mungkin lebih menyukai seorang pemimpin yang otoriter jika
dibandingkan dengan ilmuwan.
Harapan bawahan adalah faktor lain yang menentukan apakah suatu tipe
tertentu akan cocok. Reaksi bawahan terhadap tipe kepemimpinan seorang
pemimpin biasanya menjadi tolok ukur apakah tipe yang digunakannya
efektif atau tidak. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa individu
dapat belajar bagaimana mendiagnosis suatu situasi kepemimpinan untuk
dapat mengubah tipenya ke arah yang lebih efektif.
39
d. Iklim dan kebijakan organisasi
Suatu iklim organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku dari
bawahan, sedangkan kebijakan yang diterapkan mempengaruhi tipe
kepemimpinan seorang pemimpin. Sebuah organisasi yang sangat
memperhitungkan efisiensi dan efektivitas pekerjaan, akan membuat
pemimpin mengawasi dan mengontrol bawahannya lebih ketat.
e. Tipe pekerjaan
Rasa tanggung jawab dari bawahan juga akan mempengaruhi tipe
kepemimpinan yang akan diterapkan oleh seorang pemimpin. Suatu
pekerjaan yang membutuhkan intruksi langsung seorang pemimpin akan
membuat dia lebih sering mengawasi dan mengontrol kinerja bawahannya.
Oleh karena itu, kinerja bawahan sangat dipengaruhi oleh tipe pekerjaan
kerjasama dengan pemimpin dalam menjalankan tugasnya.
Kesimpulan
Efektivitas kepemimpinan merupakan hasil bersama antara pemimpin dan partisipasi
bawahannya. Perilaku bawahan merupakan tolok ukur utama efektivitas
kepemimpinan karena seorang pemimpin adalah suri tauladan bagi mereka.
Sedangkan faktor efektivitas kepemimpinan saling berhubungan satu dengan yang
lainnya dan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan secara keseluruhan.
40
BAB 7
HOW TO BE A LEADER
Para pemimpin berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda satu sama lain.
Suatu organisasi yang sukses tidak selalu menuggu para pemimpin tersebut ikut.
Mereka cenderung mencari orang dengan potensi keterampilan memimpin dan
mengekspos perencanaan pengalaman mereka untuk mengembangkan potensi
tersebut. Kriteria utama yang harus dimiliki pemimpin yang baik antara lain:
a. Pemberi contoh yang baik dan yang benar
Pemimpin harus dapat mempengaruhi orang yang dipimpinnya, pengaruh
tersebut ditimbulkan dari memberi contoh dan teladan kepada orang yang
dipimpinnya. Pemimpin harus membuat dirinya patut dicontoh oleh orang yang
dipimpinnya, jangan sampai orang yang dipimpin meniru perilaku buruk
pemimpinnya.
b. Intelektual
Pemimpin harus memiliki intelektualitas dan kemampuan yang lebih
dibandingkan orang yang dipimpinnya. Selain sangat membantu dalam
menjalankan kepemimpinan, intelektualitas mampu membuat seorang pemimpin
disegani dan dihormati oleh orang yang dipimpinnya.
c. Bisa menyesuaikan diri
Pemimpin harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi, serta
mengetahui saat yang tepat untuk bertindak dan tindakan yang harus
dilakukannya. Sesuai filsafat kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, bahwa setiap
41
orang, baik di depan, di tengah, atau di belakang, paham tindakan yang harus
dilakukan sesuai dengan posisinya.
Kriteria di atas sangat penting, karena merupakan dasar untuk menjadi pemimpin
yang baik. Selain kriteria di atas, pemimpin juga harus memiliki kecakapan dalam
menjalankan tugasnya. Berikut kriteria tambahan yang diperlukan untuk menjadi
seorang pemimpin.
a. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan terjadi ketika seorang pemimpin mempengaruhi dan
mengontrol pengikutnya. Pemimpin melibatkan anggota tim dalam menentukan
bagaimana mencapai tujuan organisasi, sehingga memberikan rasa komitmen dan
pengendalian diri. Pemberdayaan memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk
pencapaian, rasa memiliki dan harga diri serta memungkinkan anggota tim
menyesuaikan potensi mereka. Saat karyawan memiliki perasaan positif terhadap
pekerjaan mereka, pekerjaan itu akan menimbulkan semangat dan menjadi
menarik.
b. Intuisi (Intuition)
Kemampuan mengamati situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil risiko,
dan membangun kepercayaan adalah aspek intuisi. Para pemimpin yang baik
memiliki rasa intuitif (insting) terhadap perubahan yang akan terjadi di sekitar
mereka. Mereka bergerak dengan cepat dalam melayani pelanggan baru mereka
menemukan keunggulan kompetitif baru, dan memanfaatkan kekuatan
perusahaan.
42
c. Pemahaman diri (Self-Understanding)
Pemahaman diri adalah kemampuan mengenali kekuatan seseorang dan
mengompensasi kelemahan seseorang. Perusahaan yang mengembangkan
pemimpin dengan baik menekankan pada penciptaan peluang yang menantang
bagi karyawan. Peluang ini memberikan kesempatan karyawan untuk melebarkan
dan mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi
pemimpin yang lebih baik. Pemimpin menerima penilaian kinerja rekan yang
memberikan umpan balik dalam beberapa bidang seperti pendelegasian keputusan
dan menetapkan prioritas yang jelas. Umpan balik ini menjadi dasar untuk
meningkatkan pemahaman diri.
d. Menekuni (Persevere)
Kegigihan dalam menghadapi kesulitan merupakan salah satu pilar ketahanan
yang harus dimiliki seorang pemimpin. Tetap teguh dalam nilai dan tujuan yang
ditentukan serta disiplin diri dalam upaya mencapainya. Ketekunan bukan berarti
tidak pernah merasa putus asa, namun tetap menjaga fokus pada tujuan. Seperti
seorang pelari maraton, terus berjalan karena percaya pada apa yang dilakukan.
e. Kemampuan Lisan (Verbal Ability)
Seorang pemimpin harus mengkomunikasikan visinya dengan cara
memberikan energi terhadap tindakan. Kemampuan memperoleh kerjasama dan
dukungan orang lain (melalui negosiasi, persuasi dan pengaruh) tergantung pada
kemampuan komunikasi. Pada dasarnya, pemimpin harus mengambil harapan
pendengar dalam komunikasi tersebut. Saat orang merasa didengarkan, mereka
43
lebih cenderung mendengar pemimpinnya. Saat memahami tujuan pengikutnya,
pemimpin dapat mengartikulasikan bagaimana aspirasi mereka dapat disejajarkan
dengan visi.
Kesimpulan
Seorang pemimpin harus memiliki 3 komponen utama dalam menjalankan fungsinya,
yaitu: (1) pemberi contoh yang baik dan benar, (2) mempunyai intelektual dan (3)
dapat menyesuaikan atau menempatkan diri dalam berbagai situasi.
44
CONCLUSION
1. Leader’s characteristic must bring good influence to other (followers).
2. Leadership is a musted in public health because with healty life and it
increase quality and health system.
3. A manager can be a leader when they can influence the other. A manager can
be a leader but a leader must not be a manager.
4. There are many leadhership theories, in example trait theory, develops to new
are many theories such as situational theory, X and Y’s theory, path-goal
theory, and ontingency theory.
From all these theories has a benefits and deficiencies.
5. Effective leadership is the result of togetherness between manager and the
participation of employees.
6. All types of leaderships must be practice on every activities and have to adapt
with personal characters.
7. A leader must be accepted by the other so they can read their goals to be the
best start from set the attitude, posses a high intelectual and able to adapt with
others.
45
DAFTAR PUSTAKA
Hellriegel, D & Scolum Jr., JW 1992, Management. 6th ed, Addison-Wesley
Publishing Company, Boston.
Shoter, JAF 1982, Management Second Edition, Inc, Prentice Hall.
Shortell, SM 1991, Effective Hospital-Physician Relationship, Eaglewood,
Colorado.
John RS, Jr 1996, Management and Organizational Behaviour, John Wiley
and Sons, USA.
Kreitner, Robert 1980, Management a Problem Solving Process, Houghton
Mifflin Company, USA.
Manion, Jo 2005, From Management to Leadership, Jossey-Bass A Wiley
Imprint, USA.
Ostrow, E 1922, Ways to Become a Leader, viewed 16 March 2011,
<http://www.emergingleader.com/article31.shtm>
46