7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
1/97
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KEPUTUSAN KAPOLRI
NOMOR POL : KEP/44/IX/2004 TENTANG TATA
CARA SIDANG DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI
(Studi Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar)
SKRIPSI
OLEH :
Robertus Andy Kristianto
NIM : A 11109005
KEMENTERIANRISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2015
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
2/97
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KEPUTUSAN KAPOLRI
NOMOR POL : KEP / 44 / IX / 2004 TENTANG TATA
CARA SIDANG DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI
(Studi Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar)
SKRIPSI
OLEH :
Robertus Andy Kristianto
NIM : A 11109005
KEMENTERIANRISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2015
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
3/97
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KEPUTUSAN KAPOLRI
NOMOR POL : KEP / 44 / IX / 2004 TENTANG TATA
CARA SIDANG DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI
(Studi Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar)
SKRIPSI
OLEH :
Robertus Andy Kristianto
NIM : A 11109005
SkripsiDiajukanSebagai Salah SatuSyaratUntuk
MemperolehGelarSarjanaHukum
KEMENTERIANRISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2015
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
4/97
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KEPUTUSAN KAPOLRI
NOMOR POL : KEP / 44 / IX / 2004 TENTANG TATA
CARA SIDANG DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI
(Studi Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar)
TanggungJawabYuridis Material pada
Robertus Andy Kristianto
NIM : A 11109005
PembimbingUtama
Karmindanu, SH., MH
NIP : 195409061979031003
PembimbingPendamping
Subiyatno, SH
NIP : 1961042819903100
DisahkanOleh
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Tanjungpura
Dr. Sy. Hasyim Az, SH., M.Hum
NIP : 196305131988101001
Tanggal Lulus : 15 Juli 2015
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
5/97
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
Tim Penguji :
Jabatan NamadanNIP
Pangkat/
Golongan Tanda Tangan
KetuaPenguji Karmindanu, SH., MH
NIP : 195409061979031003
IV/B
SekretarisPengujiSubiyatno, SH
NIP : 1961042819903100III/C
Penguji Utama H. Khairul Soni, SH., MH
NIP : 195303121896021001
IV/A
Penguji Pendamping Suhardi, SH., MH
NIP : 196708021994031001
III/D
Berdasarkan Surat Keputusan DekanFakultas Hukum
Universitas Tanjungpura
Pontianak
Nomor : 3322/UN22.I/TU/2015
Tanggal :14Juli 2015
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
6/97
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera,
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang
telah memberikan karunianya sehingga penulis diberikan kesehatan, kekuatan, dan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi syarat
menjadi seorang sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Penulis menyadari bahwa dengan selesainya skripsi ini atas berkat izin
Tuhan YME, bimbingan, motivasi, bantuan, serta dari berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih serta hormat
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Thamrin Usman, DEA selaku Rektor Universitas Tanjungpura.
2. Dr. Sy. Hasyim .Az, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Tanjungpura.
3. Karmindanu, SH., MH, selaku Pembimbing Utama dalam penulisan skripsi ini.
4. Subiyatno, SH, selaku Dosen Pembimbing Pendamping dalam penulisan skripsi
ini.
5. H. Khairul Soni, SH., MH, selaku Dosen Penguji Utama dalam penulisan skripsi
ini.
6. Suhardi, SH., MH, selaku Dosen Penguji Pendamping dalam penulisan skripsi ini.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
7/97
7.Segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura yang telah membimbing
penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura.
8. Kedua orangtua tercinta yang sangat penulis banggakan.
9. Seluruh responden yang telah bersedia memberikan data dalam penulisan skripsi
ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
untuk menghasilkan yang terbaik, namun apabila terdapat kekurangan dan
keterbatasan baik dari segi ilmu, ketajaman analisis maupun sumber sumber
lainnya, oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian. Atas perhatian dan partisipasinya penulis mengucapkan
terima kasih, semoga amal Bapak/Ibu/Saudara/i mendapat ganjaran yang mulia
disisiNya.
Pontianak,Juni 2015
Penulis
Robertus Andy KristiantoNIM : A 11109005
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
8/97
RINGKASAN SKRIPSI
Dalam Proses Penegakan Hukum khususnya terhadap anggota POLRI yang
melakukan pelanggaran disiplin, ternyata terjadi berbagai persoalan dimulai padatahap penyidikan, penuntutan dan peradilan,dimana telah ditentukan aturan mengenaicara-cara menjalankan proses hukum, siapa yang berhak menghukum sertabagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman terhadap pelaku anggota POLRI yang
karena keadaannya menempatkan ia sebagai Subjek Hukum sesuai Prinsip KerjaPOLRI
Sesuai dengan Keputusan Kapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang TataCara Sidang Disiplin Bagi Anggota Polri guna memfasilitasi peraturan pemerintah
tersebut. Dimana dalam salah satu pasal yaitu pasal 12 disebutkan(1) Pendamping Terperiksa bertugas :
a. Memberikan nasehat kepada Terperiksa baik diminta atau tidak.b. Mengajukan saran dan pertimbangan kepada Pimpinan Sidang baik diminta
atau tidak.(2) Pendamping Terperiksa berwenang:
a. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Saksi, Saksi Ahli dan Terperiksa.b. Membantu menjelaskan secara lisan apa yang dimaksud oleh Terperiksa
terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Pimpinan Sidang maupunPenuntut.
c. Membantu menjelaskan secara lisan dan/atau tertulis apa yang menjadi latar
belakang Terperiksa melakukan pelanggaran.Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah penerapan
Keputusan Kapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang DisiplinBagi Anggota PolriDi Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar Sudah Efektif
Dilaksanakan?Dari hasil penelitian terungkap bahwa penerapan Keputusan Kapolri Nomor
Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota PolriDiLingkup Sat Brimob Polda Kalbar Belum Efektif Dilaksanakan karena semua hasil
sidang disiplin kuncinya tergantung ankum (atasan yang berhak menghukum)..
Undang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RepublikIndonesia, yang secara umum ditentukan Tugas dan Kewenangan POLRI dan
ditegaskan tentang legalitas POLRI yang dalam pelaksanaan tugasnya senantiasadituntut dedikasi serta profesionalisme. Tugas utama Kepolisian adalah sebagaipelindung, pengayom, pelayan, dan melaksanakan penegak hukum dalam Negeri. Didalam Undang-Undang tersebut diatur status anggota POLRI bukan lagi militermelainkan sebagai warga sipil sebagaimana masyarakat lainnya.. Dengan adanyaUndang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,setiap anggota POLRI dituntut untuk mengubah sikap dan tingkah laku atau karakter
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
9/97
dari yang bersifat militer menjadi masyarakat sipil sesuai paradigma POLRI yangkemudian dituangkan dalam Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada hakekatnya keadaan sebagaimana diuraikan di atas merupakan
gambaran umum dari proses berjalannya suatu institusi atau organisasi, satu sisiselaku penegak hukum POLRI senantiasa dituntut Profesional dan independendimana petugas POLRI selaku pelaksana yang berkewajiban menjalankan agarstabilitas keamanan tetap terjamin. Namun, dalam pelaksanaan kinerja anggota
POLRI masih sering terlihat adanya prilaku yang menyimpang berupa kejahatan ataujuga pelanggaran disiplin; sebagai contoh adanya prilaku oknum anggota POLRIyang bertindak sebagai deb collector (Tukang tagih hutang), menerima sogok,menjadi backingperjudian dan lain sebagainya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.2 Tahun 2003 Tentang PeraturanDisiplin Anggota Kepolisian Negara RI, pasal 7 dinyatakan bahwa :
Anggota kepolisian Negara RI yang ternyata melakukan pelanggaran disiplindijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin
Selain itu pada pasal 14 dinyatakan penyelesaian pelanggaran disiplin :
1. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saatdiketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota KepolisisanNegara RI.
2. Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam siding disiplin.
3.
Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan disisplin melelui sidang disiplinmerupakan kewenangan Ankum.
Dalam Proses Penegakan Hukum khususnya terhadap anggota POLRI yangmelakukan pelanggaran disiplin, ternyata terjadi berbagai persoalan dimulai pada
tahap penyidikan, penuntutan dan peradilan,dimana telah ditentukan aturan mengenaicara-cara menjalankan proses hukum, siapa yang berhak menghukum sertabagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman terhadap pelaku anggota POLRI yangkarena keadaannya menempatkan ia sebagai Subjek Hukum sesuai Prinsip Kerja
POLRI :1. Yuridis Prosedural
2.
Teknis Profesional3. Etis Proporsional
4. Non IntervensiDalam pelaksanaan tugas Polri, tidak dapat dihindari secara personal anggota
Polri masih mengalami hambatan dan kesulitan, seperti bakat, pengetahuan,kemampuan, pembawaan pribadi dan kepentingan pribadi yang berbeda beda sertakurangnya motivasi dalam diri dari anggota Polri untuk lebih baik dalammenjalankan tugasnya. Oleh karena itu pembinaan kerja terhadap anggota Polrimerupakan hal yang sangat penting. Salah satu pembinaan kerja yang dilakukan olehSatuan Brigade Mobil (Sat Brimob) Kepolisian Daerah Kalimantan Barat adalah
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
10/97
kedisiplinan anggota Brimob dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya disiplinbagi anggota Brimob dimaksudkan agar anggota tersebut dapat meningkatkankualitas kerja, sikap dan pengabdiannya terhadap pelaksanaan tugas Polri sebagai
pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dalam mewujudkan keamanan danketertiban masyarakat.
Dalam menjalankan tugas pokoknya tersebut, anggota Polri dituntut harusmentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Salah satu ketentuan yang
harus ditaati adalah mengenai ketentuan jam kerja, apabila ketentuan kerja ini tidakditaati oleh anggota Polri, maka akan mengakibatkan pelaksanaan tugas sehari harimenjadi terlambat. Berdasarkan beberapa pemahaman di atas dapat dilihat bahwadisiplin sebagai alat untuk menciptakan perilaku dan tata tertib hidup manusia sebagai
pribadi maupun kelompok atau masyarakat. Demikian juga halnya dengan anggotaPolri di Sat Brimob Polda Kalbar, disiplin memegang peranan yang sangat pentingdalam keberhasilan organisasi. Sat Brimob (Brigade Mobil).
Polda Kalbar merupakan pelaksana fungsi Brimob di wilayah Polda Kalbarjuga harus mempunyai disiplin yang tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Apalagitugas Brimob ke depan semakin berat yang meliputi: potensi gangguan keamananberkadar tinggi berupa konflik komunal, konflik vertikal, terorisme dengan moduspemboman, pembunuhan (assination) maupun penggunaan bahan kimia, biologi, danradio aktif yang akan terus ada, artinya tantangan tugas Korps Brimob sebagaipasukan pamungkas Polri dipastikan tidak akan lebih mudah dibandingkan masa laludan masa kini. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
Untuk mengakomodasi aturan tersebut maka Polri mengeluarkan KeputusanKapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin BagiAnggota Polri guna memfasilitasi peraturan pemerintah tersebut. Dimana dalam salah
satu pasal yaitu pasal 12
Kata Kunci: Efektifitas, Keputusan Kapolri, Ankum
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
11/97
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
RINGKASAN SKRIPSI ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian .................................................... 1
B. Masalah Penelitian ............................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
D.
Kerangka Pemikiran ............................................................. 6
1. Tinjauan Pustaka ............................................................ 6
2. Kerangka Konsep ........................................................... 28
E. Hipotesis ............................................................................... 30
F. Metode Penelitian ................................................................ 30
BAB II TINJAUAN KEPUTUSAN KAPOLRI NOMOR POL : KEP
/44/IX/2004 TENTANG TATA CARA SIDANG DISIPLIN BAGI
ANGGOTA POLRI
A. Lingkup Organisasi Dan Pelaksanaan Tugas
Kepolisian ............................................................................ 33
B. Bentuk-bentuk Pelanggaran Disiplin dalam Kode Etik
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
12/97
Polri ....................................................................................... 38
C. Penerapan Sanksi Disiplin Terhadap Anggota
Polri Yang Melakukan Pelanggaran Disiplin ..................... 47
D. Akibat Pemberlakuan Sanksi Disiplin ................................ 56
E. Efektifitas penerapan Pasal 12 Keputusan Kapolri
Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang
Disiplin Bagi Anggota PolriDi Lingkup Sat Brimob
Polda
Kalbar .................................................................................... 60
BAB III PENGOLAHAN DATA
A. Analisis Data ........................................................................ 66
B. Pembuktian Hipotesis .......................................................... 79
BAB IV P E N U T U P
A. Kesimpulan ........................................................................... 81
B. S a r a n ................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
13/97
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang secara umum ditentukan Tugas dan Kewenangan POLRI dan
ditegaskan tentang legalitas POLRI yang dalam pelaksanaan tugasnya senantiasa
dituntut dedikasi serta profesionalisme. Tugas utama Kepolisian adalah sebagai
pelindung, pengayom, pelayan, dan melaksanakan penegak hukum dalam Negeri. Di
dalam Undang-Undang tersebut diatur status anggota POLRI bukan lagi militer
melainkan sebagai warga sipil sebagaimana masyarakat lainnya.. Dengan adanya
Undang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
setiap anggota POLRI dituntut untuk mengubah sikap dan tingkah laku atau karakter
dari yang bersifat militer menjadi masyarakat sipil sesuai paradigma POLRI yang
kemudian dituangkan dalam Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada hakekatnya keadaan sebagaimana diuraikan di atas merupakan
gambaran umum dari proses berjalannya suatu institusi atau organisasi, satu sisi
selaku penegak hukum POLRI senantiasa dituntut Profesional dan independen
dimana petugas POLRI selaku pelaksana yang berkewajiban menjalankan agar
stabilitas keamanan tetap terjamin. Namun, dalam pelaksanaan kinerja anggota
POLRI masih sering terlihat adanya prilaku yang menyimpang berupa kejahatan atau
juga pelanggaran disiplin; sebagai contoh adanya prilaku oknum anggota POLRI
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
14/97
yang bertindak sebagai deb collector (Tukang tagih hutang), menerima sogok,
menjadi backingperjudian dan lain sebagainya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.2 Tahun 2003 Tentang Peraturan
Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI, pasal 7 dinyatakan bahwa :
Anggota kepolisian Negara RI yang ternyata melakukan pelanggaran disiplindijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.
Selain itu pada pasal 14 dinyatakan penyelesaian pelanggaran disiplin :
4. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saatdiketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota KepolisisanNegara RI.
5. Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam siding disiplin.6. Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan disisplin melelui sidang disiplin
merupakan kewenangan Ankum.
Dalam Proses Penegakan Hukum khususnya terhadap anggota POLRI yang
melakukan pelanggaran disiplin, ternyata terjadi berbagai persoalan dimulai pada
tahap penyidikan, penuntutan dan peradilan,dimana telah ditentukan aturan mengenai
cara-cara menjalankan proses hukum, siapa yang berhak menghukum serta
bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman terhadap pelaku anggota POLRI yang
karena keadaannya menempatkan ia sebagai Subjek Hukum sesuai Prinsip Kerja
POLRI :
5. Yuridis Prosedural
6. Teknis Profesional
7. Etis Proporsional
8. Non Intervensi
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
15/97
Dalam pelaksanaan tugas Polri, tidak dapat dihindari secara personal anggota
Polri masih mengalami hambatan dan kesulitan, seperti bakat, pengetahuan,
kemampuan, pembawaan pribadi dan kepentingan pribadi yang berbeda beda serta
kurangnya motivasi dalam diri dari anggota Polri untuk lebih baik dalam
menjalankan tugasnya. Oleh karena itu pembinaan kerja terhadap anggota Polri
merupakan hal yang sangat penting. Salah satu pembinaan kerja yang dilakukan oleh
Satuan Brigade Mobil (Sat Brimob) Kepolisian Daerah Kalimantan Barat adalah
kedisiplinan anggota Brimob dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya disiplin
bagi anggota Brimob dimaksudkan agar anggota tersebut dapat meningkatkan
kualitas kerja, sikap dan pengabdiannya terhadap pelaksanaan tugas Polri sebagai
pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Dalam menjalankan tugas pokoknya tersebut, anggota Polri dituntut harus
mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Salah satu ketentuan yang
harus ditaati adalah mengenai ketentuan jam kerja, apabila ketentuan kerja ini tidak
ditaati oleh anggota Polri, maka akan mengakibatkan pelaksanaan tugas sehari hari
menjadi terlambat. Berdasarkan beberapa pemahaman di atas dapat dilihat bahwa
disiplin sebagai alat untuk menciptakan perilaku dan tata tertib hidup manusia sebagai
pribadi maupun kelompok atau masyarakat. Demikian juga halnya dengan anggota
Polri di Sat Brimob Polda Kalbar, disiplin memegang peranan yang sangat penting
dalam keberhasilan organisasi. Sat Brimob (Brigade Mobil).
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
16/97
Polda Kalbar merupakan pelaksana fungsi Brimob di wilayah Polda Kalbar
juga harus mempunyai disiplin yang tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Apalagi
tugas Brimob ke depan semakin berat yang meliputi: potensi gangguan keamanan
berkadar tinggi berupa konflik komunal, konflik vertikal, terorisme dengan modus
pemboman, pembunuhan (assination) maupun penggunaan bahan kimia, biologi, dan
radio aktif yang akan terus ada, artinya tantangan tugas Korps Brimob sebagai
pasukan pamungkas Polri dipastikan tidak akan lebih mudah dibandingkan masa lalu
dan masa kini. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
Untuk mengakomodasi aturan tersebut maka Polri mengeluarkan Keputusan
Kapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi
Anggota Polri guna memfasilitasi peraturan pemerintah tersebut. Dimana dalam salah
satu pasal yaitu pasal 12 disebutkan
(1) Pendamping Terperiksa bertugas :a. Memberikan nasehat kepada Terperiksa baik diminta atau tidak.b. Mengajukan saran dan pertimbangan kepada Pimpinan Sidang baik
diminta atau tidak.(2) Pendamping Terperiksa berwenang:
a. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Saksi, Saksi Ahli danTerperiksa.
b. Membantu menjelaskan secara lisan apa yang dimaksud oleh Terperiksaterhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Pimpinan Sidang maupunPenuntut.
c. Membantu menjelaskan secara lisan dan/atau tertulis apa yang menjadilatar belakang Terperiksa melakukan pelanggaran
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan membahas masalah tersebut dalam bentuk tulisan ilmiah (Skripsi)
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
17/97
dengan judul : EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KEPUTUSAN KAPOLRI
NOMOR POL : KEP/44/IX/2004 TENTANG TATA CARA SIDANG DISIPLIN
BAGI ANGGOTA POLRI (Studi Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar)
B. Masalah Penelitian
Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah penerapan
Keputusan Kapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang
Disiplin Bagi Anggota Polri Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar Sudah Efektif
Dilaksanakan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah
1. Untuk mengetahui dan mengungkapkan Efektifitas penerapan Keputusan Kapolri
Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota
Polri Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar.
2. Untuk menemukan Kendala - kendala dalam Pelaksanaan Hukuman Disiplin dalam
pelanggaran Keputusan Kapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara
Sidang Disiplin Bagi Anggota Polri Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
18/97
D.
Kerangka Pemikiran
1. Tinjauan Pustaka
a. Kedudukan Polri setelah berlakunya UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisan Republik Indonesia.
Kelahiran UU Kepolisian No. 2 Tahun 2002 telah memisahkan institusi Polri
dari TNI, sehingga diharapkan dengan adanya undang-undang tersebut dapat
terciptanya kemandirian dan profesionalisme Polri. Dalam UU Kepolisian No. 2
Tahun 2002 diatur pembinaan profesi dan ketentuan mengenai Kode Etik Profesi
Polri agar setiap tindakan anggota/pejabat Polri dapat dipertanggungjawabkan, baik
secara moral maupun teknik profesi dan terutama berdasarkan hukum dan Hak Asasi
Manusia. Selain itu dalam undang-undang tersebut diatur mengenai hak dan
kewajiban serta tanggung jawab anggota Polri yang tunduk pada kekuasaan peradilan
umum, bukan lagi tunduk pada peradilan militer. Dengan kata lain setiap terjadi
permasalahan pidana bagi anggota Kepolisian, akann diselesaikan pada peradilan
umum dimana proses penyidikannya dilakukan oleh aparatur Polri. Hal ini
merupakan konsekuensi lepasnya institusi Polri dari institusi TNI yang tunduk pada
peradilan militer dan juga hal yang sangat mendasar dalam UU No. 2 Tahun 2002.
Perubahan perilaku militeristik Polri tersebut menjadi sangat penting, karena
eksistensi Polri sebagai penegak hukum dengan mendekatkan sudut legalistik
organisasi dan mekanisme kerja Organisasi Kepolisian, Polri adalah sebagai agensi
pelaksana the rule of criminal procedure (RCP) yang diberi kekuasaan oleh
undang-undang untuk mempertahankan dan memelihara ketertiban dan keamanan
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
19/97
sebagaimana yang diatur dalam the rule of the criminal code (RCC), yang secara
umum berlaku Code of Conduct For Law Enforcement Officials dan Basic
Principle On The Use of Force And Firearmas by Law Enforcement Officials, yang
telah ditetapkan dalam Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-VII dan ke-VIII
tentang The Prevention of Crimme and The Treatment of Offenders. Sehingga bila
ditinjau dari sisi penegakan hukum, sifat universal Kepolisian dimana sebagian
terbesar Negara di dunia menempatkan Organisasi Kepolisian bebas dari dan tidak
tunduk pada Organisasi Angkatan Bersenjata (militer). Karena dengan watak perilaku
militer, maka visi misi Kepolisian bukan lagi pada How to Combat Crimes akan
tetapi menitik beratkkan pada How to Combat The Enemy. Selain itu besarnya
tugas Polri yang lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayani, juga menjadi
pertimbangan sosiologis untuk dibentuknya Undang-undang Kepolisian.1
Dengan demikian berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 telah jelas bahwa Polri
tidak lagi sebagai militer dan produk-produk adminitrasi Kepolisian tidak lagi tunduk
pada tata usaha militer sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer, tetapi masuk dalam lingkup Pejabat Tata Usaha Negara yang
tunduk pada UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengingat
produk administrasi Kepolisian sebagai produk Tata Usaha Negara, apabila berupa
keputusan, maka masuk pada kategori sebagai keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN).
1Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, LaksBang Pressindo,Yogyakarta, 2005, hal 137
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
20/97
Oleh karena itu, apabila terjadi sengketa atas keputusan Pejabat Kepolisian
yang bersifat konkrit, individual, dan final, peradilan yang memiliki kompetensi
untuk menyelesaikan sengketa dimaksud adalah Peradilan Tata Usaha Negara
sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara yang berlaku secara efektif sejak ditetapkannya UU No. 2 Tahun 2002
tentang Polri dan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang
Pemberhentian Anggota Polri, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang
Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003
tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi anggota Polri.
b. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia
1). Pengertian Polisi Secara Umum
Untuk menyamakan persepsi tentang pengertian kepolisian republik
indonesia, terlebih dahulu dikemukaakan pengertian polisi. Istilah polisi pada
mulanya berasal dari bahasa Yunani, "politea" yang berarti pemerintahan negara
Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut dengan "polis", pada waktu itu pengertian
polisi menyangkut segala urusan pemerintahan termasuk urusan agama atau dengan
kata lain pengertian polisi adalah urusan pemerintahan. Pengertian polisi tersebut
pada waktu urusan pemerintahan masih sederhana dan belum seperti sekarang ini.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
21/97
Dari istilah politea dan polis kemudian timbul istilah lapoli, police (Inggris), polzei
(Jerman), dan polisi (Indonesia). Charles Reith dalam bukunnya yang berjudul The
Blind Eye of History mengemukakan pengertian polisi dalam bahasa Inggris: Police
Indonesia the English Language came to mean of planning for improving ordering
communal existence2yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau susunan
kehidupan masyarakat. Pengertian ini berpanggkal tolak dari pemikiran, bahwa
manusia adalah mahluk sosial, hidup berkelompok, membuat aturan-aturan` yang
disepakati bersama. Ternyata diantara kelompok itu ada yang tidak mau mematuhi
aturan bersama sehingga timbul masalah siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki
dan menertibkan kembali anggota kelompok yang telah melanggar. Dari pemikiran
ini kemudian timbul Polisi, baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki dan
menugaskan tatasusunan kehidupan masyarakat tersebut3
Pada abad ke-14 dan 15 oleh karena perkembangan zaman, urusan dan
kegiatan keagamaan menjadi semakin banyak, sehingga perlu diselenggarakan secara
khusus. Akhirnya urusan agama dikeluarkan dari usaha politea, maka dengan istilah
politea atau polisi tinggal meliputi usaha dan urusan keduniaan saja.
Dari arti kata polisi yang telah diketengahkan, kalau didalami lebih jauh,
akan memberikan berbagai pengertian. Para cendikiawan dibidang Kepolisian sampai
pada kesimpulan bahwa dalam kata polisi terdapat tiga pengertian yang dalam
penggunaan sehari-hari sering tercampur aduk dan melahirkan berbagai konotasi.
2Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005, hal53Ibid
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
22/97
Tiga arti kata polisi adalah ; (1). Polisi sebagai fungsi, (2). Polisi sebagai organ
Kenegaraan dan, (3). Polisi sebagai pejabat atau petugas.4
Yang banyak disebut sehari-hari memang polisi dalam arti petugas atau
pejabat. Karena merekalah yang sehari-hari berkiprah dan berhadapan langsung
dengan masyarakat. Pada mulanya dulu polisi itu berarti orang yang kuat dan dapat
menjaga keselamatan dan ketemtraman kelompoknya. Namun dalam bentuk polis
atau negara kota, polisi sudah harus dibedakan dengan masyarakat biasa, agar rakyat
jelas bahwa pada merekalahlah rakyat minta perlindungan, dapatb mengadukan
keluhannya dan seterusnya dengan diberi atribut tertentu. Tersirat juga maksud bahwa
dengan atribut-atribut khusus dapat segera terlihat bahwa polisi punya kewewnangan
menegakkan aturan dan melindungi masyarakat.
Pembedaan atribut dengan segala maknanya itu, berkembang terus, sehingga
dikemudian hari melahirkan bayak variasi. Setiap negara memberikan atribut yang
berbeda-beda sesuai dengan budaya dan estetika yang mereka kehendaki. Atribut itu
secara phisik berbentuk seragam baju, kelengkapan dan tanda-tanda atau simbul-
simbul yang merupakan tanda pengenal mereka. Beberapa negara bahkan
memberikan atribut yang berbeda-beda bagi setiap daerah atau negara bagian.5
Seiring perkembangan zaman dengan demikian pengertian polisi juga
mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
4Ibid5Ibid,Hal 5
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
23/97
Waulaupun mengalami perkembangan mengenai polisi, namun ide dasar keberadaan
polisi tidak berubah yaitu urusan mengenai pemeliharaan pemerintahan.
Perkembangan jaman di Eropa Barat (terutama sejak abad ke-14 dan ke-15)
menuntut adanya pemisahan agama dan negara sehingga dikenal istilah-istilahpolice
di Perancis dan polizei di Jerman yang keduanya telah mengecualikan urusan
keduniawian saja atau hanya mengurusi keseluruhan pemerintahan negara, istilah
polizei tersebut masih dipakai sampai dengan akhir abad pertengahan, kemudian
berkembang dengan munculnya teori Catur Praja dari Van Voenhoven yang membagi
pemerintahan dalam empat bagian, yaitu:6
i. Bestuur : Hukum Tata Pemerintahan
ii. Politie : Hukum Kepolisian
iii.
Justitie : Hukum Acara Peradilan
iv. Regeling : Hukum Perundang-undangan
Dalam teori tersebut dapat dilihat bahwa polisi tidak lagi merupakan
keseluruhan pemerintahan negara akan tetapi merupakan organ yang berdiri sendiri,
yang mempunyai wewenang dan kewajiban menjalankan pengawasan bahkan bila
perlu dengan paksaan yang diperintah melakukan suatu perbuatan atau tidak
melakukan suatu perbuatan sesuai dengan kewajibannya masing-masing.
2). Pengertian Polisi menurut UU Kepolisian
6C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta ,2000, hal.337
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
24/97
Kepolisian dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian diartikan
sebagai segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia
sedangkan Pejabat Kepolisian Negara adalah anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum kepolisian.
Peraturan kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan
menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Asas, Tugas dan Wewenang POLRI
1). Asas-asas dalam Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Kepolisian
Pelaksanaan wewenang kepolisian didasarkan pada tiga asas
yakni:7
1) asas legalitas
2) asasplichmatigheid
3) asas subsidiaritas
Asas legalitas adalah asas di mana setiap tindakan polisi harus didasarkan
kepada undang-undang / peraturan perundang-undangan. Bilamana tidak didasarkan
kepada undang-undang / peraturan perundang-undangan maka dikatakan bahwa
tindakan polisi itu melawan hukum (onrechtmatig).
7Kelana Momo,Hukum Kepolisian (edisi ketiga cetakan keempat), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian,Jakarta, 1984, hal. 98
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
25/97
Asas plichmatigheid ialah asas di mana polisi sudah dianggap sah
berdasarkan / sumber kepada kekuasaan atau kewenangan umum. Dengan demikian
bilamana memang sudah ada kewajiban bagi polisi untuk memelihara keamanan dan
ketertiban umum, asas ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan. Polisi
dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri untuk memelihara keamanan dan
ketertiban umum.
Asas subsidiaritas adalah asas yang menyatakan bahwa hukum pidana
seyogyanya digunakan sebagai langkah akhir. Sebagai Abdi penegak hukum yang
langsung terjun pada masyarakat sudah selayaknyalah polri juga sebisa mungkin
menggunakan cara persuasif terlebih dahulu dalam menangani persoalan masyarakat
terutama terkait masalah masalah yang bisa mengakibatkan konflik horisontal.
Sedangkan penegakan melalui pidana adalah langkah akhir jika cara persuasif gagal.
2). Tugas dan Wewenang Polri Menurut UU Kepolisian
Undang-undang Kepolisian menyebutkan bahwa tugas pokok
kepolisian Negara Repubik Indonesia adalah:8
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Penjelasan tersebut menyebutkan bahwa rumusan tersebut tidak didasarkan
pada suatu urutan prioritas, artinya ketiga-tiganya sama penting. Dalam
8UU Kepolisian, Pasal 13
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
26/97
pelaksanaannya pun tugas pokok yang akan dikedepankan sangat tergantung pada
situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas
pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Dalam UU
kepolisian, keamanan dan ketertiban masyarakat diartikan sebagai:
suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat
terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan
nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum,
serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan
menanggulangi segala bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat.9
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertugas:10
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
9Ibid, Pasal1 butir 510IbidPasal 14
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
27/97
peraturan perundang-undangan.
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjami kemanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap sema tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. melindungi keselaatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelu ditangani
oleh instansi dan / atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. melaksanakan tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Tugas utama polisi untuk menegakkan hukum berhubungan dengan peran
polisi sebagai salah satu bagian dari system peradilan pidana Indonesia. Untuk
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
28/97
menyelenggarakan tugas tersebut, polisi berwenang untuk:11
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam
keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal
orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri
untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
11IbidPasal 16 ayat (1)
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
29/97
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Tindakan lain yang dimaksud adalah tindakan penyelidikan dan
penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:12
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. menghormati hak asasi manusia.
d. Kewajiban dan Larangan Bagi Anggota Polri
1). Kewajiban Anggota Polri
Kewajiban bagi anggota Polri dalam PP No. 2 Tahun 2003 dibagi menjadi 2
(dua), yaitu kewajiban yang harus dilakukan dalam rangka kehidupann bernegara dan
bermasyarakat, dan kewajiban yang harus dilakukan dalam pelaksanaan tugas.
Kewajiban bagi anggota Polri dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat
diatur dalam Pasal 3 PP No. 2 Tahun 2003, yang berbunyi :
dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia wajib :
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, Negara dan Pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau
12IbidPasal 18
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
30/97
golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan
kepentingan Negara;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. Menyimpan rahasia Negara dan/atau rahasia jabatan dengan
sebaikbaiknya;
e. Hormat-menghormati antar pemeluk agama;
f. Menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g. Menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang
berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara
umum;
h. Melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan dan/atau merugikan Negara/pemerintah;
i. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat;
j. Berpakain rapi dan pantas.
Sedangkan kewajiban bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tugas,
diatur dalam Pasal 4 PP No. 2 Tahun 2003 yang berbunyi: Dalam
pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-
baiknya kepada masyarakat;
b. Memperhatikan dan menyelasaikan dengan sebaik-baiknya laporan
dan/atau pengaduan masyarakat;
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
31/97
c. Mentaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. Melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa
tanggung jawab;
e. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan
kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. Menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan
yang berlaku;
g. Bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;
h. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;
i. Memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya;
j. Mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;
k. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
karier;
l. Menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang;
m. Menaati ketentuan jam kerja;
n. Menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan
sebaikbaiknya;
o. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.
2). Larangan Anggota Polri
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
32/97
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, terdapat
larangan bagi anggota Polri yang diatur dalam Pasal 5 PP No. 2 Tahun 2003. Adapun
larangan tersebut adalah:
a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat
Negara, Pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;b. Melakukan kegiatan politik praktis;c. Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
d. Bekrjasama dengan orang lain didalam atau diluar lingkungan kerjadengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, ataukepentingan Negara;
e. Bertindak selaku perantara bagi penngusaha ataau golongan untukmendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi KepolisianNegara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya beradadalam ruang lingkup kekuasaanya;
g. Bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempathiburan;
h. Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang mempunyai
utang;i. Menjadi perantara/makelar perkara;j. Menelantarkan keluarga.
Selanjutnya dalam pasal 6 PP No. 2 Tahun 2003 diatur mengenailarangan bagi anggota Polri dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas
yaitu dilarang:a. Membocorkan rahasia operasi Kepolisian;b. Meninggalkan wilayah tugas tanpa ijin pimpinan;c. Menghindarkan tanggung jawab dinas;
d. Menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi;e. Menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;
f. Mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;g. Menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
h. Mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;i. Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;j. Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani;k. Memanipulasi perkara;l. Membuat opini negative tentang rekan sekerja, pimpinan, dan/atau
kesatuan;m. Mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan
pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
33/97
Negara Republik Indonesia;n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga
mengubah arah kebenaran materiil perkara;
o. Menlakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;p. Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkankerugian bagi pihak yang dilayani;
q. Menyalahgunakan wewenang;r. Menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;s. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;t. Menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas;
u. Memiliki, memjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,meminjamkan, atau menghilangkan baraang, dokumen, atau suratberharga milik dinas secara tidak sah;
v. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabatKepolisian Negara Republik Indonesia kecuali karena tugasnya.;
w. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentinganpribadi, golongan, atau pihak lain;
x. Memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinasKepolisian Negara Republik Indonesia.
e. Kode Etik Profesi Polri
Etika berasal dari bahasa yunani kunoEthos, yang dalam bentuk tunggal
berarti adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari Ethos adalah Ta etha
artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika yang oleh
filsuf Yunani Aristoteles sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral.
Berdasarkan asal usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.13
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Etika dirumuskan dalam
13Bertens,Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hal. 4.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
34/97
tiga arti, yaitu:14
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Bertens mengemukakan bahwa urutan ketiga arti tersebut kurang tepat,
sebaiknya arti ketiga ditempatkan di depan karena lebih mendasar dari pada arti
pertama, dan urutannya bisa dipertajam lagi. Dengan demikian, menurutnya tiga arti
etika dapat dirumuskan sebagai berikut:15
1. Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Arti ini disebut juga sebagai sistem nilai dalam hidup manusia
perseorangan atau hidup bermasayarakat.
2. Etika dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud
disini adalah kode etik, Misalnya Kode etik Kepolisian, Kode Etik
Advokat Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti
etika disini sama dengan filsafat moral.
Menurut sumaryono, Etika mempunyai arti adat isitiadat dan kebiasaan
14Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1998, hal 3415Bertens., Op.cit., Hal. 6
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
35/97
yang baik. Bertolak dari pengertian ini kemudian etika berkembang menjadi studi
tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang
berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidak
benaran manusia. Berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak
manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi, etika dapat dibedakan menjadi etika
perangai dan etika moral.16
Etika profesi Kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang
dilandasi dan dijiwai oleh pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
kepolisian meliputi etika pengabdian, kelembagaan, dan keneagaraan, selanjutnya
disusun ke dalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pencurahan perhatian yang sangat serius dilakukan dalam menyusun etika Kepolisian
adalah saat pencarian identitas polisi sebagai landasan etika Kepolisian. Sebelum
dinyatakan sebagai Kode Etik, Tribrata memberikan identitas kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dalam rangka penyusunan undang-undang tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.17
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia untuk pertama kali
ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol :
Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang selanjutnya naskah dimaksud terkenal
dengan Naskah Ikrar Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia beserta
16Sumaryono,Etika Profesi Hukum,Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, (Kanisius, Yogyakarta,1995, Hal. 1217IbidHal 17
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
36/97
pedoman pengamalannya. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun
1997 dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Indonesia, maka pada tanggal 7 Maret 2001 diterbitkan buku Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol. :
Kep/05/III/2001 serta buku Petunjuk Administrasi Komisi Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/04/III/2001.
Perkembangan selanjutnya dengan Ketetapan MPR-RI Nomor. VI/MPR/2000
tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Ketetapan MPR-RI Nomor. VII/MPR/2000 tentang peran Tentara
Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan amanar
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagaimana tersebut dalam pasal 31 sampai dengan pasal 35, maka
diperlukan perumusan kembali Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia yang
lebih konkrit agar pelaksanaan tugas kepolisian lebih terarah dan sesuai dengan
harapan masyarakat yang mendambakan terciptanya supremasi hukum dan
terwujudnya rasa keadilan18
Implementasi dari UU No. 2 Tahun 2002 tersebut adalah dikeluarkannya
Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Pengertian
Kode etik profesi Polri disebutkan secara jalas dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan
Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri yang menyebutkan bahwa
: Kode etik profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan
18Ibid
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
37/97
kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan
mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau tidak patut dilakukan oleh anggota
Polri.
Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dilandasi dan
dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian,
kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Etika profesi kepolisian terdiri dari :
a. Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat.
b. Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang
menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan
lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan
kehormatannya.
c. Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap
netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan
dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
38/97
Indonesia.19
Perumusan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
memuat norma perilaku dan moral lahir dari kesepakatan bersama serta dijadikan
pedoman dalam melaksanakan tugas dan wewenang bagi anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia sehingga dapat menjadi pendorong semangat dan rambu-rambu
nurani setiap anggota untuk pemuliaan profesi Kepolisian guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan
organisasi pembina profesi Kepolisian yang berwenang membentuk Komisi Kode
Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia di semua tingkat organisasi yang
selanjutnya berfungsi untuk menilai dan memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh
anggota terhadap ketentuan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selanjutnya perumusan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia
memuat norma perilaku dan moral yang disepakati bersama serta dijadikan pedoman
dalam melaksanakan tugas dan wewenang bagi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia sehingga menjadi pendorong semangat dan rambu-rambu nurani setiap
anggota untuk pemuliaan profesi kepolisian guna meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan organisasi pembina
profesi Kepolisian yang berwenang membentuk Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Indonesia di semua tingkat organisasi, selanjutnya berfungsi untuk menilai
dan memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh anggota terhadap ketentuan Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia.
19Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
39/97
2.
Kerangka Konsep
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Hal ini merupakan pradigma
Kepolisian Negara RI sebagai polisi sipil (civilian police) yang mendahulukan
pengabdian kepada kepentingan masyarakat untuk meningkatkan pelayanan POLRI
kepada masyarakat dengan prima.
Dengan ditetapkannya UU No. 2 Tahun 2002 dan amandemen UUD 1945,
maka fungsi, tugas pokok dan wewenang POLRI mempunyai posisi yang sepenuhnya
terpisah dari organ TNI. Memiliki fungsi yang tidak semata-mata terfokus pada
penegakkan hukum represif, melainkan juga meliputi langkah- langkah pembinaan
hukum preventif dalam melaksanakan tugas-tugas yang melekat selaku pemelihara
keamanan dan ketertiban, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat serta bagian dari fungsi administrasi negara yang bersifat non yustisial
Dalam pergeseran paradigma POLRI telah membawa berbagai perubahan yang
mendasar, diamana POLRI bukan lagi sebagai alat kekuasaan, melainkan secara
khusus telah diarahkan untuk semata-mata mengabdi bagi kepentingan masyarakat
luas, Sebagai Penjaga Kamtibnas maupun sebagai penegak hukom setiap anggota
POLRI diarahkan dan hendaklah menjiwai sesuai pemaknaan perannya sesuai
tuntutan tugasnya sebagai Pelindung, Pengayom dan Pelayan masyarakat. Dalam hal
ini mau tidak mau bahwa setiap anggota POLRI senantiasa dituntut untuk
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
40/97
mengembangkan diri serta harus menguasai procedural Penegakan Hukum yang
dilaksanakan secara Profesional, beretika dan bebas campur tangan.
Menyikapi situasi tersebut timbul suatu pemikiran bahwa di dalam
melakukan proses hukum terhadap anggota POLRI tidak harus sama dan
seimbang perlakuannya dengan anggota masyarakat, sebab jika anggota POLRI
dalam keberadaannya didepan hokum tentulah disadari secara Phisikology
memberikan penekanan yang lebih dibanding dengan warga masyarakat pada
umumnya. Keberadaan dan kebebasan prilaku bagi seorang anggota POLRI
dalam bertingkah laku telah terikat pada nilai-nilai Dokmatis sebagai bentuk
pegangan hidup dan pandangan hidup setiap anggota POLRI, jadi tidak harus
sama dengan keberadaan dan kebebasan masyarakat lainnya, misalnya demi
mengakomodir apa yang dimaksud oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2002
maupun Dokma yang berbentuk Norma sebagaimana diberlakukan di internal
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diformulasikan kedalam dua hal
yaitu Catur Prasetya dan Tri Brata.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai jawaban
sementara atas masalah penelitian yang harus dibuktikan kebenarannya. Adapun
rumusan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: Bahwa penerapan Keputusan
Kapolri Nomor Pol : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi
Anggota Polri Di Lingkup Sat Brimob Polda Kalbar Belum Efektif
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
41/97
Dilaksanakan karena semua hasil sidang disiplin kuncinya tergantung ankum
(atasan yang berhak menghukum).
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Deskriptif Analisis, yaitu
suatu proses penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan
gejala-gejala yang tampak pada saat penelitian dilakukan.
a. Bentuk Penelitian
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu suatu kegiatan
penelitian yang dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur, peraturan
perundang-undangan serta pendapat para sarjana dan bahan-bahan
sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu bentuk penelitian yang
dilakukan dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke lapangan,
guna mendapatkan dan mengumpulkan data serta mengamati data yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini.
b. Teknik dan Alat Pengumpul Data
1. Teknik Komunikasi Langsung, yaitu Kontak Langsung dengan sumber
data melalui wawancara (interview) dengan Anggota Divisi Profesi dan
Pengamanan (Propam) Di Sat Brimob Polda Kalbar, alat pengumpul data
yang digunakan adalah daftar wawancara.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
42/97
2.
Teknik Komunikasi Tidak Langsung, yaitu mengadakan kontak tidak
langsung dengan sumber data yaitu Anggota Polri yang bertugas Di Sat
Brimob Polda Kalbar, dan alat pengumpul data yang dipergunakan adalah
angket (Kuesioner).
c. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan sumber data dalam suatu penelitian, dan dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah :
1. Anggota Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Di Sat Brimob
Polda Kalbar,
2. Anggota Polri yang bertugas Di Sat Brimob Polda Kalbar.
2.
Sampel
Sampel merupakan unit populasi yang berperan sebagai sumber data
dalam penelitian ini. Dalam menentukan jumlah sampel, penulis
berpedomankan pendapat Ronny Hanitijo Soemitro yang menyatakan:
Pada prinsipnya tidak ada peraturan yang ketat untuk secara mutlak berapa
persen sampel tersebut harus diambil dari Populasi. Namun pada
umumnya orang berpendapat bahwa sampel yang berlebihan itu lebih
baik daripada kekurangan sampel (over sampling is always better than
under sampling).20
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini, adalah :
20Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, Halaman 47
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
43/97
-
11 (sebelas) orang Anggota Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam)
dari Sat Brimob Polda Kalbar.
- 135 (seratus tiga puluh lima) Anggota Brimob yang bertugas Di Sat
Brimob Polda Kalbar.
BAB II
TINJAUAN KEPUTUSAN KAPOLRI NOMOR POL : KEP/44/IX/2004
TENTANG TATA CARA SIDANG DISIPLIN
BAGI ANGGOTA POLRI
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
44/97
A. Lingkup Organisasi Dan Pelaksanaan Tugas Kepolisian
1. Struktur Organisasi Kepolisian di Indonesia
Polisi sebagai aparat Pemerintah, maka organisasinya berada dalam lingkup
Pemerintah. Dengan kata lain organisasi Polisi adalah bagian dari Organisasi
Pemerintah. Dari segi bahasa organ kepolisian adalah suatu alat atau badan yang
melaksanakan tugas-tugas Kepolisian. Agar alat tersebut dapat terkoodinir, dan
mencapai sasaran yang diinginkan maka diberikan pembagian pekerjaan dan
ditampung dalam suatu wadah yang biasa disebut organisasi. Dengan demikian maka
keberadaannya, tumbuh dan berkembangnya, bentuk dan strukturnya ditentukan oleh
visi Pemerintah yang bersangkutan terhadap pelaksanaan tugas Polisinya. Diseluruh
dunia Organisasi Polisi itu berbeda-beda. Ada yang membawah pada Departemen
Dalam Negeri, ada yang membawah pada Departemen Kehakiman ada yang dibawah
kendali Perdana Menteri, Wakil Presiden, dikendalikan oleh Presiden sendiri, bahkan
ada yang merupakan Departemen yang berdiri sendiri.21
Kedudukan Organisasi Polisi dalam satu negarapun dapat berubah-
ubahsesuai dengan perubahan visi suatu pemerintah periode tertentu pada Polisinya.
Belanda misalnya, perubahan dari negara monarkhi merdeka, berubah sama sekali
sewaktu dijajah Napoleon, berubah sebentar saat mereka merdeka, lalu ditindas oleh
Jerman NAZI dengan GESTAPO-nya, lalu merdeka lagi setelah Perang Dunia ke II,
bentuk, tugas, perilaku organisasi Polisinya berubah dan sangat berbeda.
21Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001, hal 100
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
45/97
Di Indonesia kedudukan organisasi polisi juga mengalami rangkaian
perubahan setelah kemerdekaan. Pada tangal 1 Juli 1946 kepolisian menjadi jawatan
tersendiri bernama Jawatan Kepolisian dibawah pimpinan Perdana Menteri, pada
tahun 1948 jawatan tersebut untuk sementara dipimpin Presiden dan wakil Presiden,
Kemudian Keputusan Presiden R.I.S. Nomor 22 tahun 1950 menjadikan Kepolisian
Negara disesuaikan dengan bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi
jawatan Kepolisian Republik Indonesia Serikat dan dipimpin oleh Perdana Menteri
dengan perantaraan Jaksa Agung, sedangkan dalam pimpinan harian dalam
pengawasan administrative-organisatoris dipertanggung jawabkan kepada Menteri
Dalam Negeri.
Pada tahun 1950 Berdasarkan Penetapan Perdana Menteri nomor :
3/PM/tahun 1950 Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Menteri
Pertahanan dengan maksud pimpinan Polisi dan Tentara dalam satu tangan untuk
kemudahan mengatasi kekacauan situasi akibat gangguan pada saat itu dan hal ini
hanya berlaku 9 bulan. Tahun 1950 juga dibentuk Komisi Kepolisian yang ditetapkan
oleh Perdana Menteri Republik Indonesia nomor :154/1950, nomor : 1/pm/1950
dengan tugasnya yaitu menyusun dalam waktu singkat suatu rencanaUndang-undang
Kepolisian. Namun komisi itu gagal dalam usahanya dan bubar dengan sendirinya
setelah pembentukan negara kesatuan. Tahun 1959 merupakan tonggak baru karena
telah mempunyai status sebagai Kementerian Kepolisian, Proses Integrasi Angkatan
Kepolisian yang dimulai dengan Militerisasi Polisi Negara nomor: 112 tahun 1947,
kemudian peraturan pemerintah nomor 10/1958, menjadi kenyataan dengan
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
46/97
dicantumkannya persoalan tersebut dalam ketetapan Majelis permusyawaratan
Rakyat Sementara nomor: 1 dan 2/MPR/1960 dan kemudian dalam Undang-undang
Pokok Kepolisian Negara nomor : 13 tahun 1961, pasal 3 dinyatakan : Kepolisian
Negara adalah Angkatan Bersenjata.
Penyempurnaan organisasi dalam rangka integrasi ABRI ini diadakan lagi
dengan dikeluarkannya Keputusan menteri / Hankam / Pangab No:
Kep/A/385/VIII/1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok Organisasi dan
Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan ditambah lagi Intruksi
Menhankam/Pangab nomor : Ins/A/43/XI/1973, tentang penyusunan kembali
Organisasi Angkatan dan Polri melalui keputusan Menhankam/Pangab nomor :
Kep/15/IV/1976 tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur kepolisian Negara
Republik Indonesia.22
Rangkaian perubahan terus menyusul hingga kepolisian menjadi mandiri dan
langsung dibawah Presiden berdasarkan Pasal 8 UU No 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam proses negara yang semakin
demokratis, menunjukkan arah Perilaku Organisasi Kepolisian yang semakin modern,
semakin menghormati dan menegakkan HAM. Polri harus menyadaribahwa dalam
setiap kegiatannya tidak boleh sembarangan karena masyarakat melakukan kontrol.23
Modernisasi Kepolisian dan demokratisasi negara merupakan condition sine quanon,
keduanya saling berpengaruh bahkan saling membutuhkan. Karenanya modernisasi
22Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005 ,Hal 45
23Kunarto, Op. Cit, hal 82
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
47/97
kepolisian dan pemuliaan HAM serta demokratisasi dapat digambarkan sebagai tolok
ukur kemajuan dan/atau keberhasilan pembangunan suatu negara/bangsa. Artinya
perubahan perilaku organisasi Polisi yang semakin demokratis dan semakin
berbudaya HAM merupakan gambaran semakin majunya peradaban dan keberhasilan
pembangunannya.24
Bentuk organisasi yang diwujudkan dengan ketentuan-ketentuan tentang
struktur organisasi dan prosedurnya, selalu dimaksudkan sebagai arah dan aturan
permainan (rules of the game) dari upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi.
Demikian juga organisasi POLRI yang terus dan selalu mengalami perubahan.
Perubahan-perubahan itu memang bertujuan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi
optimal dalam melandasi pelaksanaan tugas POLRI.
Organisasi sendiri sebenarnya hanyalah merupakan sarana atau wahana
kegiatan untuk mencapai tujuan. Karenanya eksistensi organisasi sangat dipengaruhi
bahkan ditentukan oleh kondisi lingkungan, baik yang berlingkup ruang, waktu,
tantangan dan situasi. Organisasi yang baik berarti harus memenuhi persyaratan,
serasi dan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berubahnya pola pikir masyarakat
tradisional menjadi pola pikir masyarakat industri, akan mendorong dan
mengharuskan perubahan organisasi.
Tetapi perubahan itu memang harus dikaji dengan seksama teliti dan sungguh-
sungguh, sehingga perubahannya memang benar-benar pas dengan tuntutan
lingkungan. Karena perubahan lingkungan itu dalam keadaan normal bersifat
24Warsito Hadi Utomo, Op. Cit, hal 100.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
48/97
evolutif, maka periodesasinya akan relatif lama. Dengan demikian perubahan
organisasipun dalam keadaan normal akan mendorong dan mengharuskan perubahan
organisasinya.
Dengan pendekatan dari segi kedudukan organisasi, sejarah, pelaksanaan
tugas dan keberhasilannya, maka pengorganisasian POLRI itu memang lalu harus
ditegakkan atas dasar prinsip yang khas Polisi Indonesia.
2. Struktur Sat Brimob Polda Kalbar
Sat Brimob Polda Kalbardipimpin oleh Kasat Brimob berpangkat Komisaris
Besar Polisi yang merupakan bagian dari Kepolisian Daerah Kalimantan Barat
dibawah Kepolisian Republik Indonesia. Sat Brimob Polda Kalbar yang berkantor di
Jalan Adi Sucipto No. 1 Kec. Sungai Rayamembawahi empatkesatuan yaitu
Detasemen A Pelopor, Detasemen B Pelopor, Detasemen Gegana dan Makosat.25
Dalam melakukan tugasnya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat,
maka polisi harus senantiasa berperang dengan kejahatan yang semakin tinggi
intensitasnya, agar pelaksanaan tersebut dapat terarah dan tidak tumpang tindih maka
organisasi kepolisian membuat suatu struktur kepolisian dimana dalam struktur
tersebut terbagi satuan-satuan tugas yang memiliki fungsi berbeda sehingga sasaran
dan cara kerjanya juga sesuai dengan fungsi penugasan tersebut. walaupun
sebenarnya dalam fungsi penugasan itu ada kesamaan yaitu setiap satuan mempunyai
fungsi preventif namun tidak tercantum.
25http://www.brimobkalbar.com/ , diakses tanggal 23 Mei 2015
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
49/97
B.
Bentuk-bentuk Pelanggaran Disiplin dalam Kode Etik Polri
Menurut bentuknya Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik
Indonesia adalah merupakan hukum publik.Hal ini dapat dilihat dari segi kepentingan
yang diaturnya adalah kepentingan umum, dalam hal ini adalah Kepolisian Republik
Indonesia sebagai organisasi.Selain itu bentuk hukum publik dari Peraturan Disiplin
adalah dari sudut penegaknya, yaitu dari pejabat yang telah ditunjuk untuk
itu.Peraturan Disiplin diberlakukan secara khusus/Internal Kepolisian.
Peraturan disiplin sifatnya yang non yustisial, dimana aturan tersebut tidak
menggunakan kata-kata hukum. Peraturan Disiplin anggota POLRI dalam substansi
materil berada diluar kodifikasi, sehingga oleh karenanya substansi formil yang
mengatur tata cara pelaksanaannya juga tidak terkodifikasi dan diatur dengan surat
keputusan Kapolri. Agar sesuatu perbuatan dapat dikategorikan kedalam bentuk
pelanggaran disiplin, alangkah baiknya bila kita terlebih dahulu memahami secara
etimologi (makna kata) dari suatu masalah sesuai bidang yang diselidiki,
penempatannya dalam tata urut perundang-undangan, serta ruang lingkup berlakunya.
Di dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 diberikan
beberapa batasan disiplin, peraturan disiplin maupun pelanggaran disiplin dijelaskan
sebagai berikut :
Pasal 1 :
1. Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap
peraturan disiplin anggota Kepolisian Republik Indonesia.
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
50/97
2.
Peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata
tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Pelanggaran peraturan disiplin adalah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin.26
Sesuai pengertian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa disiplin adalah suatu
bentuk material yang berisikan ketentuan mengenai keteatan dan kepatuhan yang
sungguh-sungguh terhadap peraturan oleh anggota kepolisian yang lahir dari rasa
kesadaran sendiri, sedangkan peraturan disiplin memberi arti muatan atau isi dari
ketentuan disiplin dengan lain perkataan adalah sesuatu yang berisikan aturan sebagai
tolak ukur hak dan kewajiban serta kebiasaan-kebiasaan yang patut dilakukan
anggota POLRI, sehingga apabila dalam pelaksanaannya seorang anggota dari hak
dan kewajiban serta kebiasaan-kebiasaan sebagaimana dimaksud dalam wujud
ucapan, tulisan maupun perbuatan, maka ia telah dianggap melakukan perbuatan
pelanggaran disiplin.
Peraturan disiplin anggota POLRI sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota kepolisian
merupakan ketentuan organik.Peraturan disiplin anggota POLRI yang merupakan
ketentuan organic didasarkan atas adanya ketentuan yang lebih tinggi, yaitu Undang-
Undang no 2 tahun 2002 yang memerintahkan pemberlakuan Peraturan Pemerintah
dimaksud. Lebih lanjut dalam pasal 27 ayat (2) Undang-Undang no 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dinyatakan bahwa : Ketentuan
26Op-Cit Peraturan Pemarintah No.2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota POLRI
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
51/97
mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.27
Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi Kepolisian, guna
meningkatkan efektifitas kerja dan terpeliharanya tata tertib perlu ditentukan suatu
peraturan disiplin, sehingga daripada itu apa yang menjadi tujuan organisasi dapat
dipertanggung jawabkan sesuai peran, fungsi serta kewenangannya, adalah
merupakan bagian daripada legalitas hukum, yang sengaja diciptakan dan merupakan
ruang lingkup suatu ketentuan terhadap tingkah laku anggota kepolisian yang
menjalankan kewajibannya selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,
penegak hukum dan pemelihara keamanan tidak terjadi kesewenang-wenangan.
Pada hakekatnya disiplin merupakan kewajiban bagi setiap anggota POLRI
untuk senantiasa berperilaku yang wajar,baik di dalam dinas maupun diluar
kedinasan, berdasar pada kesadaran sendiri untuk senantiasa patuh dan taat pada
aturan tata tertib kedinasan dan tidak bertentangan dengan system hukum maupun
adapt istiadat yang berlaku di masyarakat. Mengenai bentuk-bentuk disiplin dapat
berupa :
a. Penggambaran sikap dan perilaku dari anggota POLRI
b. Penggambaran dari tutur kata seorang anggota POLRI
c. Penggambaran tulisan oleh anggota POLRI yang dilakukan tanpa menyinggung
perasaan atau merugikan pihak lain.
27Soesilo.R,KUHP Serta Komentar-Komentarnya,Politeia Bogor,Hal 23
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
52/97
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum pada universitas Stamford Lawrence M.
Friedman : Dalam bekerjanya sistem hukum terdapat tiga komponen, yaitu :
1. Komponen yang bersifat struktur2. Komponen yang bersifat kultural3. Komponen yang bersifat substantif.28
Pengertian dari ketiga komponen tersebuat diatas masing-masing memiliki
makna tersendiri dimana komponen yang pertama bermakna kelembagaan yang
menjalankan system hukum,pada kedua memberi pengetian mengenai nilai dan sikap
dari fungsionaris yang bekerja dilingkungan pelaksana penegak hukum dam
kenyataan (law in action), sedangkan pada komponen yang ketiga mengartikan
tentang adanya suatu penekanan pada bidang-bidang tertentu.
Dalam melaksanakan fungsinya, kepolisian dilengkapi dengan berbagaifasilitas untuk melengkapi pelaksanaan fungsi tersebut.Fasilitas-fasilitas ini mungkin
berupa soft-ware ataupun hard-ware.Dalam kenyataannya, Kepolisian harus bekerjadengan fasilitas sangat terbatas, yang bahkan kadang-kadang kurang (dibawahstandar minimal). Dalam melaksanakan fungsinya, dia harus melakukan diskresi,
supaya dengan fasilitas yang terbatas itu, dicapai hasil yang semaksimal mungkin.Jelas bahwa hal ini tidak diatur secara eksplisit dan terperinci didalam peraturan
perundang-undangan (yang merupakan hal yang ideal dan mencakupdas sollen),sehingga kepolisian harus melakukan diskresi yang tidak jarang dilakukan secaraserta merta, karena situasi mendesak dan terjadi dimuka umum, misalnya faktor-faktor apakah yang mempengaruhi polisi untuk menindak atau tidak menindak
pelanggar peraturan lalulintas.29
Mengingat sedemikian luasnya kewenangan yang diemban oleh anggota
POLRI, sedangkan fasilitas yang tersedia untuk mendukung kerja optimal sedemikian
minimnya, sehingga kepada anggota POLRI diberikan suatu kewenangan besar yang
tidak dimiliki oleh unsur lain diluar organisasi POLRI, kewenagan besar yang
28Soerjono Soekanto,dkk,Kriminologi Suatu Pengantar, Galia Indonesia, Tahun 1981,Hal 129-13329
ibid
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
53/97
dimiliki oleh setiap anggota POLRI adalah adanya kewenangan diskresi yang
diberikan kepada polisi. Kewenangan diskresi adalah suatu kewenangan yang
diberikan kepada setiap insan POLRI dalam pelaksanaan tugas dapat melakukan
tindakan menurut penilaiannya sendiri-sendiri dengan menghormati Hukum dan Hak
Azasi Manusia. Hal ini juga diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 KUHAP
yang mengatakan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab, apabila didalam prakteknya anggota POLRI ada yang melakukan
penyimpangan dari ketentuan yang ada maka besar kemungkinan anggota polisi
dimaksud telah melakukan pelanggaran disiplin, akan tetapi didalam menjatuhkan
sangsi disesuaikan dengan proses serta memperhatikan cara-cara pelaksanaannya dan
disesuaikan dengan faktor-faktor terjadinya perbuatan itu.
Di dalam pasal 3 dan 4 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang
Peraturan Disiplin Anggota POLRI, yang berbunyi :
Pasal 3
Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia wajib:a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golonganserta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan Negara;
c.
menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan KepolisianNegara Republik Indonesia;
d. menyimpan rahasia Negara dan/atau rahasia jabatan sebaik-baiknya;e. hormat-menghormati antar pemeluk agama;f. menjunjung tinggi hak asasi manusia;g. menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan
dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;h. melaporkan kepada atasannya apabila mengetaui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah;i. bersikap dan bertingkah laku sopan satun terhadap masyarakat;
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
54/97
j.
berpakaian rapi dan pantas.
Pasal 4Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:a. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayananan dengan sebaik-baiknya
kepada masyarakat;
b. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/ataupengaduan masyarakat;
c. menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sertasumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;d. melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kasadaran dan rasa tanggung
jawab;e. memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia;f. menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;g. bertindank dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;h. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;i. memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya;
j.
mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;k. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangakan karier;l. menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang;
m. menaati ketentuan jam kerja;n. menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaik-baiknya;
o. menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.30
Sedangkan larangan bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan
dengan : dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat diatur
dalam pasal 5 serta larangan dalam pelaksanaan tugas diatur dalam pasal 6 Peraturan
Pemerintah nomor 2 tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Lebih lanjut pasal 5 Peraturan Pemerintah No 2 tahun
2003 menyatakan :
30ibid
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
55/97
Pasal 5 :
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat,anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat
Negara,pemerintah,atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;b. melakukan kegiatan politik praktis;
c. mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuandan kesatuan bangsa;
d. bekerja sama dengan orang lain didalam atau diluar lingkungan kerja dengantujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi,golongan,atau pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan Negara;e. bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan
pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara RepublikIndonesia demi kepentingan pribadi;
f. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalamruang lingkup kekuasaannya;
g. bertindak sebagai pelindung ditempat perjudian,prostitusi dan tempat hiburan;h. menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;i. menjadi perantara/makelar perkara;j. menelantarkan keluarga.
31
Pasal 6:Dalam pelaksanaan tugas,anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:a. membocorkan rahasia operasi kepolisian;
b. meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;c. menghindarkan tanggung jawab dinas;
d. menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi;e. menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;f. mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;g. menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
h. mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;i. menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
j.
berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani;k. memanipulasi perkara;
l. membuat opini negative tentang rekan sekerja,pimpinan dan/atau kesatuan;m. mengurusi,mensponsori,dan/atau mempengaruhi petugas dan jabatannya dalam
penerimaan calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;n. mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah
arah kebenaran materiil perkara;o. melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;
31ibid
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
56/97
p.
melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan,menghalangi,atau mempersulitsalah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihakyang dilayani;
q. menyalahgunakan wewenang;r. menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;s. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;t. menyalahgunakan barang,uang,atau surat berharga milik dinas;
u. memiliki,menjual,membeli,menggadaikan,menyewakan,meminjamkan,ataumenghilangkan barang,dokumen,atau surat berharga milik dinas secara tidak sah;
v. memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat KepolisianNegara Republik Indonesia,kecuali karma tugasnya;
w.
melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentinganpribadi,golongan,atau pihak lain;
x. memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas KepolisianNegara Republik Indonesia.
32
Berdasarkan kutipan beberapa pasal yang dikemukakan di atas, dapat dilihat
beberapa gambaran dari bentuk-bentuk perbuatan yang menjadi ruang lingkup
peraturan disiplin,antara lain tata tertib dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat,dalm pelaksanaan tugas,serta dalam rangka memelihara kehidupan
bernegara dan bermasyarakat,dari gambaran tersebut dapat diketahui apa yang
menjadi kewajiban untuk dilakukan bagi setiap anggota Kepolisian Negara dan
perbuatan apa yang seharusnya dihindari,akan tetapi apabila kita mencermati isi atau
muatan dari masing-masing bunyi pasal perpasal dari peraturan disiplin tersebut,maka
sangat jelas terlihat didalam susunannya kurang sistematis dan hampir tidak ada
perbedaan antara Kejahatan maupun Pelanggaran.
Menurut C.S.T. Kansil: Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara)
yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan
32ibid
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
57/97
mempertahankan Hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur
bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara kemuka pengadilan dan
bagaimana cara-caranya Hakim memberi putusan.33
Berdasarkan pengertian hukum formal sebagaimana di atas, maka minus
perkataan Hukum dapat diketahui tata cara dimaksud adalah menentukan siapa yang
berhak menghukum,bagaimana manjalankan Hukuman dan hukuman apa yang dapat
dijatuhkan. Oleh karena sifat kekhususannya dan berlaku secara Internal maka sejauh
ini belum ada para sarjana ataupun ahli hukum yang memberi tanggapan mengenai
Surat Keputusan tersebut,akan tetapi oleh karena lahirnya Surat Keputusan itu
mengakar dari KUHAP,menurut penulis adalah identik pandangan tentang KUHAP
dipersamakan dengan ketiga Surat Keputusan dalam satu kesatuan sekalipun
bentuknya non kodifikasi,oleh karena sama-sama memilikisubstansi formel.
Pada pokoknya menurut Mannheim,istilah kejahatan pertama-tama harus
digunakan dalam bahasa teknis hanya dalam kaitannya dengan kelakuan yang secarahukum merupakan kejahatan: kedua, kelakuan itu,jika sepenuhnya terbukti,adalah
kejahatan dengan tidak melihat apakah benar-benar dipidana melalui peradilan pidanaatau tidak atau apakah ditangani oleh alat-alat penegak hukum lain atau tidak: ketiga,keputusan tentang alternative-alternatif apakah yang tersedia dan akan digunakantergantung pada pertimbangan dalam kasus individual: dan terakhir, kriminologi tidak
dibatasi dalam ruang lingkup penyelidikan ilmiahnya hanya pada perilaku yangsecara hukum merupakan kejahatan di suatu Negara pada suatu waktu tertentu,akan
tetapi kriminologi bebas menggunakan klasifikasi-klasifikasinya sendiri.34
Dalam halnya pemberlakuan sanksi disiplin yang dilakukan oleh anggota
POLRI di lingkungan Sat Brimob Polda Kalbar,dimana mengenai tata cara proses
33C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum,Jilid 1,Balai Pustaka Jakarta,1999,Hal 4534Op-CitSoekanto Soerjono,dkk Kriminologi Suatu Pengantar, Galia Indonesia, Tahun 1981,Hal 23
7/23/2019 COPER BAB I-BAB IV
58/97
penyidikan yang dilakukan oleh PropamSat Brimob Polda Kalbar, Penuntutan yang
dilakukan oleh PropamSat Brimob Polda Kalbardan Sidang Peradilan Disiplin yang
dilaksanakan oleh dewan sidang (Hakim) yang berasal dari Kasat Brimob Polda
Kalbar.
.
C. Penerapan Sanksi Disiplin Terhadap Anggota Polri Yang Melakukan
Pelanggaran Disiplin
Masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-
faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti
yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor