BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita
anak-anak diseluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia
dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian
pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak
pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun,
6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja (McIntosh, 2002).
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering
didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.
Insidensi puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia
anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakterimia oleh karena Streptococcus
pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas
tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak
dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang (Miller 1999).
Bronchopneumonia atau pneumonia lobularis merupakan bagian dari
pneumonia, yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang
mengenai parenkim paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur
maupun benda asing lainnya. Bronchopnemonia biasanya didahului oleh gejala-
gejala peradangan saluran nafas bagian atas seperti batuk pilek selama beberapa
hari yang kemudian diikuti dengan kenaikan suhu yang tiba-tiba. Batuk yang
terjadi mula-mula bersifat kering, lama kelamaan batuk menjadi produktif. Hal
1
tersebut umumnya membuat anak menjadi gelisah, dispneu, pernafasan menjadi
lebih cepat dan dangkal disertai dengan pernafasan cuping hidung. Bila hal ini
terus berlanjut maka akan terdapat sianosis disekitar mulut dan hidung (FKUI,
1985).
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai bronchopneumonia yang
menitik beratkan pada diagnosis dan penatalaksanaan.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Tanggal 21 Februari 2012 datang pasien anak ke poli anak RSML
bernama Eva Nurdiana, usia 3 tahun, jenis kelamin perempuan, nomor registrasi
074290, beralamat di Dempel – Pangean – Maduran - Lamongan.
Pasien datang bersama kedua orang tuanya yang mengeluhkan anaknya
sesak sejak kemarin, sebelumnya pasien batuk pilek disertai dahak yang sulit
dikeluarkan sudah sejak 8 hari yang lalu, panas badan bersamaan dengan
batuknya juga sejak 8 hari yang lalu, tidak mual dan tidak muntah, sudah minum
obat dari BAKIS, tapi belum sembuh. Pasien tidak punya riwayat alergi. Keluarga
juga menyengkal riwayat penyakit alergi seperti asma, dermatitis atopi dan rhinitis
alergi.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum pasien lemah dan
kesadaran komposmentis. Pada pemeriksaan vital sign; nadi 98x/menit, suhu
36,7oC, laju pernapasan 44x/menit. Pada inspeksi kepala dan leher didapatkan
dispsneu, tidak didapatkan anemia, ikterus, maupun sianosis. Reflek cahaya
positif pada kedua mata. Didapatkan pernapasan cuping hidung. Inspeksi thorax
didapatkan bentuk dada simetris dan didapatkan retraksi otot-otot intercostal.
Inspeksi paru didapatkan pergerakan napas simetris, ekspansi normal, seluruh
lapang paru didaptkan suara sonor, pada auskultasi didapatkan ronkhi di kedua
lapang paru, didapatkan whezing pada kedua lapang paru. Pada inspeksi jantung
tidak didapatkan vosoure cardiac, pada palpasi tidak didapatkan thrill, pada
3
perkusi didapatkan batas jantung dalam batas normal, pada auskultasi didapatkan
S1S2 tunggal, tidak didapatkan murumur maupun gallop. Pada pemeriksaan fisik
abdomen, inspeksi abdomen datar; palpasi supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan
lien tidak teraba; perkusi didapatkan suara timpani, tidak terdapat shifting
dullness; dan pada auskultasi didapatkan bising usus dalam batas normal. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan ekstremitas hangat, kering, merah, tidak ada
edem, dan tidak ditemukan pteki.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil,
hemoglobin 14,9, hematokrit 45,7, lekosit 15.300, trombosit 334.000, hitung
jenis : eosinofil 1, basofil 1, netrofil 78, limfosit 13, monosit 7.
Pada pasien ini juga dilakukan foto thorax pasien ini dengan hasil soft
tissue tidak didapatkan kelainan, tulang tidak didapatkan kelainan, kedua sinus
phrenicocostalis tajam. Cor besar dan bentuk normal. Pulmo nampak patchy
infiltrat pada suprahiler dextra yang disimpulkan sebagai suatu
Bronchopneumonia.
(Radiologi RSML)Gambar 2.1
Foto Polos Thorax
4
Status Gizi pasien ini adalah gizi normal.
TB aktual: 92 cm, BB aktual: 11,8 kg, BB ideal: 13 kg.
% status gizi: BB actual/ BB idel x 100% = 11,8/13 x 100% = 90,77%
Gambar 2.2Status Gizi
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien ini didiagnosis Bronchopneumonia.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini, anak Eva Nurdiana, 3 tahun, dari anamnesis di dapatkan
keluhan sesak sejak kemarin, sebelumnya pasien batuk pilek disertai dahak yang
sulit dikeluarkan sudah sejak 8 hari yang lalu, panas badan bersamaan dengan
batuknya juga sejak 8 hari yang lalu, tidak mual dan tidak muntah, riwayat atopi
disangkal. Pemeriksaan fisik di dapatkan dari kepala/leher didapatkan dispneu dan
pernafasan cuping hidung, dari auskultasi paru didapatkan ronkhi di kedua lapang
paru, whezing di kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah
lengkap didapatkan leukositosis dan dari foto thorax didapatkan kesimpulan
bronchopneumonia. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa anak Eva Nurdiana
menderita bronchopneumonia.
Gejala sesak yang dialami pasien pada kasus ini dapat disebabkan oleh
beberapa penyakit diantaranya gagal jantung, asma bronkiale, bronkiolitis dan
bronchopneumonia. Pada gagal jantung didapatkan sesak disertai tanda-tanda
daya kerja miokard yang terganggu yang meliputi gangguan pertumbuhan,
berkeringat, kardiomegali, takikardi, irama gallop, perubahan pada pulsus perifer
termasuk pulsus paradoksus dan alternans. Selain itu juga didapatkan tanda-tanda
kongesti paru-paru yang meliputi tacypnea, dyspnea d’effort, batuk, ronkhi basah
whezing dan sianosis, serta didapatkan tanda-tanda kongesti vena sistemik yang
meliputi hepatomegali, bendungan vena leher, sembab perifer, edema palpebra
6
sering pada bayi. Pada kasus ini tidak didapatkan tanda-tanda seperti yang
tersebut diatas sehingga diagnosis gagal jantung dapat disingkirkan.
Pada penyakit asma juga didapatkan sesak yang disertai suara mengi
berulang, didapatkan riwayat atopi yang positif seperti dermatitis atopi, rhinitis
alergi dan asma bronkiale, pada pemeriksaan fisik yaitu pada auskultasi paru di
dapatkan whezing. Pada kasus ini didapatkan whezing namun tidak didapatkan
riwayat atopi, sehingga diagnosis asma dapat disingkirkan.
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (bronkiolus) yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, biasanya
didahului dengan ISPA dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau
subfebris, sesak nafas makin hebat dengan nafas dangkal dan cepat. Pada
pemeriksaan fisik dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan
retraksi, nafas cepat dan dangkal disertai nafasan cuping hidung, sianosis sekitar
hidung dan mulut, gelisah. Terdengar expirium memanjang atau mengi
(wheezing). Pada auskultasi paru dapat terdengar rinkhi basah halus nyaring pada
akhir atau awal inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika obstruksi hebat
suara nafas nyaris tidak terdengar, nafas cepat dangkal, wheezing berkurang
bahkan hilang. Pada kasus ini usia pasien adalah 3 tahun, jadi diagnosis
bronkiolitis dapat disingkirkan.
Pada bronchopneumonia didapatkan gejala sesak, batuk, demam tinggi
terus menerus, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi) dan nyeri dada. Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat
didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas. Biasanya anak lebih suka
berbaring ke sisi yang sakit. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan suhu
7
lebih dari 39 C, dispnea : inspirasi effort ditandai dengan takipnea, retraksi, nafas
cuping hidung dan sianosis. gerakan dinding torak dapat berkurang pada daerah
yang terkena, perkusi norn\mal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru
dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan
berupa ronki basah halus di lapangan paru yang trekena. Dari pemeriksaan
penunjang darah tepi didapatkan leukositosis dan hitung jenis bergeser kekiri,
pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan diseluruh lapangan
paru. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
broncopneumonia sesuai dengan kasus ini, maka dapat disimpulkan anak pada
kasus ini menderita bronchopneumonia.
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab,
usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis
bisa berat yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti
pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala
umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala
non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan gelisah. Beberpa pasien
mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare
atau sakit perut (Correa, 1998).
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas
cuping hidung, takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas
interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada
anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Wheezing mungkin akan
ditemukan pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang
8
ditemukan pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis(Correa, 1998 dan
Glittens 2002).
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-
kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus (Lichenstein 2003 dan Glittens 2002).
Pada kasus ini didapatkan awitan yang cepat, pasien tampak toksik,
leukositosi dan terdapat perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis sehingga
dapat disimpulkan kemungkinan penyebab bronchopneumonia pada pasien di
kasus ini adalah karena infeksi bakteri. Infeksi bakteri yang paling sering pada
anak usia 3 tahun disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Clamydia
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae.
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasar etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologik. Upaya untuk mendapatkan spesimen atau bahan
pemeriksaan guna mencari etiologi kuman penyebab dapat meliputi pemeriksaan
sputum, sekret nasofaring bagian posterior, aspirasi trakhea, torakosintesis pada
efusi pleura, percutaneua lung aspiration dan biopsi paru bila diperlukan
(Greenberg, 2005). Tetapi pemeriksaan ini banyak kendalanya, baik dari segi
teknis maupun biaya. Secara umum kuman peneyebab spesifik hanya dapat
diidentifikasi kurang dari 50% kasus. Dengan demikian pneumonia didiagnosis
terutama berdasarkan manifestasi klinis dibantu pemeriksaan penunjang yang lain
seperti foto polos dada (Lichenstein , 2003).
9
Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir-20 hari Bakteria
Escherichia colli
Group B streptococci
Listeria monocytogenes
Bakteria
An aerobic organism
Group D streptococci
Haemophilus influenzae
Strptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
CMV
Herpes simplex virus
3 minggu – 3
bulan
Bakteria
Streptococcus
pneumoniae
Clamydia trachomatis
Virus
RSV
Influenza virus
Parainfluenza virus 1,2,3
Adenovirus
Bakteria
Bordotela pertusis
Haemophilus influenza
type B dan non typeable
Moxorella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
Virus
CMV
4 bulan – 5
tahun
Bakteria
Streptococcus
pneumoniae
Clamydia pneumoniae
Bakteria
Haemophilus influenza
type B
Moxorella catarrhalis
10
Mycoplasma
pneumoniae
Virus
RSV
Influenza virus
Parainfluenza virus
Adenovirus
Rhinovirus
Measles virus
Neisseria meningitis
Stapylococcus aureus
Virus
Varicella zoster virus
5 tahun –
remaja
Bakteria
Streptococcus
pneumoniae
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma
pneumoniae
Bakteria
Haemophilus influenza
type B
Stapylococcus aureus
Legionella species
Virus
Adenovirus
EBV
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
RSV
Varicella zoster virus
11
Penatalaksanaan penderita bronchopneumonia terdiri dari terapi suportif
dan terapi definitif sesuai kuman penyeababnya. Terapi suportif yang diberikan
pada penderita pneumonia diantaranya pemberian oksigen melaui kateter hidung
atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin
diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas. Pemeberian cairan dan nutrisi
yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula dan elektrolit
yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah
berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Jika sekret lendir berlebihan dapat
diberikan inhalasi dengan salin normal untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia,
asidosis metabolik. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan
lainnya serta komplikasi bila ada. Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan
kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk
semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun
pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tetapi pasien diberikan
antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan
diagnosis virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu
kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan (Asih dkk, 2006).
Pada kasus ini pasien merndapatkan terapi O2 nasal 2 lpm, infus KAEN
1B 1200 cc/24 jam, nebulasi (Salbutamol 1,2 cc+NS 1 cc+ Bromhexin 4 tetes) 4
kali sehari, suctioning, chest physioteraphi, injeksi Cefotaxim 3x300 mg, injeksi
Metamizole jika perlu, Ceterizine drip 1x0,25 cc, Puyer (tremenza(pseudoefedrin
12
HCl 60 mg, triprolidine Hcl 2,5 mg) + Romilar(DMP 15 mg) + epexol(ambroxol
30 mg) + salbutamol 2 mg) 3 kali sehari.
Pilihan penggunaan antibiotika pada pneumonia di RSUD DR SOETOMO
Umur Dugaan penyebab
kuman
Pilihan antibiotik
Rawat inap Rawat jalan
<3 bulan Enterobacteriaceae
Streptococcus
pneumoniae
Streptococcus
group B
Stapylococcus
aureus
Clamydia
trachomatis
Kloksasilin iv dan
aminoglikosida(gentami
sin, netromisin,
amikasin) iv/im
Ampisilin iv dan
aminoglikosida
Sefalosporin generasi 3
iv (cefotaxim,
ceftriaxon, ceftazidin,
cefuroksin)
Meropenem iv dan
aminoglikosida iv/im
3 bulan –
5 tahun
Streptococcus
pneumoniae
Stapylococcus
aureus
Haemophylus
influenza
Ampisilin iv dan
kloramfenikol iv
Ampisilin iv dan
kloksasilin iv
Sefalosporin generasi 3
iv (cefotaxim,
ceftriaxon, ceftazidin,
Amoksisilin
Kloksasilin
Amiksisilin asam
klavulanat
Eritromisin
Klaritromisin
Azitromisin
13
cefuroksin)
Meropenem iv dan
aminoglikosida iv/im
Sefalosporin
oral(sefiksim,
sefaklor)
> 5 tahun Streptococcus
pneumoniae
Mycoplasma
pneumoniae
Clamydia
pneumoniae
Ampisilin iv
Eritromisin po
Klaritromisin po
Azitromisin po
Kotrimoksasol po
Sefalosporin gen 3 iv
Amoksisilin
Eritromisin
Klaritromisin
Azitromisin
Kotrimoksasol
Sefalosporin
oral(sefiksim,
sefaklor)
Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi antibiotik Cefotaxim yang
merupakan golongan Sefalosporin generasi 3. Pilihan terapi antibiotik untuk
bronchopneumonia pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun adalah Ampisilin iv
dan Kloramfenikol iv, Ampisilin iv dan Kloksasilin iv, Sefalosporin generasi 3 iv
(Cefotaxim, Ceftriaxon, Ceftazidin, Cefuroksin), Meropenem iv dan
Aminoglikosida iv/im. Pasien mendapatkan terapi antibiotik Cefotaxim karena
lebih mudah pemberiannya dan hanya memerlukan satu kali ski test saja.
14
BAB IV
KESIMPULAN
Pada pasien ini, anak Eva Nurdiana, 3 tahun, dari anamnesis di dapatkan
keluhan sesak sejak kemarin, sebelumnya pasien batuk pilek disertai dahak yang
sulit dikeluarkan sudah sejak 8 hari yang lalu, panas badan bersamaan dengan
batuknya juga sejak 8 hari yang lalu, tidak mual dan tidak muntah, riwayat atopi
disangkal. Pemeriksaan fisik di dapatkan dari kepala/leher didapatkan dispneu dan
pernafasan cuping hidung, dari auskultasi paru didapatkan ronkhi di kedua lapang
paru, whezing di kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah
lengkap didapatkan leukositosis dan dari foto thorax didapatkan kesimpulan
bronchopneumonia.
Penatalaksanaan penderita bronchopneumonia terdiri dari terapi suportif
dan terapi definitif sesuai kuman penyeababnya. Pada kasus ini pasien
merndapatkan terapi suportif berupa O2 nasal 2 lpm, infus KAEN 1B 1200 cc/24
jam, nebulasi (Salbutamol 1,2 cc+NS 1 cc+ Bromhexin 4 tetes) 4 kali sehari, chest
fisioterapi, suctioning, injeksi Metamizole jika perlu, Ceterizine drip 1x0,25 cc,
Puyer (tremenza(pseudoefedrin HCl 60 mg, triprolidine Hcl 2,5 mg) +
Romilar(DMP 15 mg) + epexol(ambroxol 30 mg) + salbutamol 2 mg) 3 kali
sehari. Terapi definitif sesuai digaan kuman penyebab yaitu injeksi Cefotaxim
3x300 mg.
15
DAFTAR PUSTAKA
McIntosh K. Community Acquired Pneumoniae in Children. N Engl J Med 2002;
346(6): 429-37
Miller MA, Ben-Ami T, Daum RS. Bacterial Pneumonia in Neonates and Older
Children. Pediatric Respiratory Medicine. St Louis: Mosby Inc, 1999.
Panduan Diagnosis dan Terapi, 2008
Correa AG. Bacterial Pneumoniae. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in
Children. Philadelpia: 1998
Lichenstein R, Suggs AH. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N Am 2003.
Glittens MM. Pediatric Pneumonia. CLin Ped Emerg med J 2002
Greenberg D, Leibovitz E. Community Aquired Pneuminia in Children: from
Diagnosis to Treatment. Chang Gung Med 2005
16