BAB I
MEDICAL RECORD
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Sudah tidak bekerja
Alamat : Karanganyar
Agama : Islam
No RM : 317xxx
MRS : 20 September 2014
Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2014
II. DATA DASAR
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 22 September 2014
a. Keluhan Utama : Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- 2 minggu sebelum HMRS
Pasien mengeluh sesak nafas. Sesak dirasakan tidak berat. Sesak
nafas dirasakan tidak mengenal waktu. Sesak nafas berkurang saat
posisi berbaring atau istirahat. Sesak dipengaruhi kerja berat maupun
aktivitas. Sesak disertai batuk tidak berdahak. Tidak disertai dengan
suara mengi. Pasien juga mengeluh badan lemas, mudah lelah, perut
tidak enak dan nafsu makan menurun. Pasien mengeluh keringat
dingin saat malam hari. Berat badan menurun 10 kg dalam 1 bulan.
Bengkak dikaki (-), demam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), BAB
dan BAK baik. Pasien tidak berobat.
- 1 minggu sebelum HMRS
Pasien masih mengeluh sesak nafas apabila beraktivitas. Sesak
disertai batuk tidak berdahak yang dirasakan jarang-jarang. Pasien
masih lemas , mudah lelah dan perut tidak enak. Nafsu makan
semakin menurun. Demam (-), bengkak dikaki (-), pusing (-), mual
(-), muntah (-), BAK baik, BAB baik. Pasien belum berobat.
- 1 hari sebelum HMRS
Pasien mengeluh lemah dan mudah lelah . Pasien masih mengeluh
perut tidak enak. Sesak nafas (+), demam (-), bengkak dikaki (-),
pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK baik, BAB belum bisa.
- HMRS
Pasien merasa sesak bertambah berat, dan saat sesak disertai batuk
tidak berdahak. Keluarga membawa pasien ke IGD RSUD
Karanganyar.
Pasien mengeluh sesak setelah melakukan menyapu. Sesak
berkurang sedikit saat istirahat. sesak disertai batuk tidak berdahak.
Sesak tidak disertai dengan mengi. Pasien mengeluh badan terasa
lemah, nafsu makan turun. Berkeringat saat malam hari. Pasien juga
mengeluh keju kemeng, kaki terdapat memar-memar. demam (-),
bengkak dikaki (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK baik, BAB
belum bisa selama 3 hari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat asam urat : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat kontak TB : Disangkal
Riwayat terapi OAT : Disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal
Riwayat mondok : Disangkal
Riwayat transfusi : Disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat TB : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit kanker/tumor : disangkal
e. Riwayat Pribadi
Riwayat minum jamu traditional : disangkal
Riwayat olahraga teratur : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
f. Riwayat Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Gizi
Pasien merupakan seorang wanita yang berstatus menikah usia 66
tahun yang sudah tidak bekerja. Anak-anak pasien sudah bekerja semua
sehingga untuk ekonomi dan gizi pasien dari keluarga yang cukup.
Pasien UMUM.
III. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Cerebrospinal Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-), kaku kuduk
(-), nyeri kepala (-), kejang (-)
Sistem Cardiovascular Akral hangat (+), Sianosis (-), Anemis (+), Deg-
degan (-)
Sistem Respiratorius Batuk (+), Sesak Napas (+), mengi (-)
Sistem Genitourinarius BAK sulit (-), sedikit (-), nyeri saat BAK (-)
Sistem Gastrointestinal Sebah (+) , Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-),
BAB sulit (+)
Sistem Musculosceletal Badan terasa lemes (+), atrofi otot (-)
Ekstremitas atas Nyeri (-), kesemutan (-), Bengkak (-)
Ektremitas bawah Nyeri (-), kesemutan (-), bengkak (-)
Sistem Integumentum Memar dibekas pengambilan darah , Sikatriks
(-)
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak sesak, anemis dan lemah
- Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
- Vital Sign :
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Heart Rate : 78 x/menit
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 36 x/menit
Suhu : 36 oC
- Kepala : Normocephal, Conjungtiva Anemis
(+/+), Sklera Ikterik (-/-), Sianosis
(-), Pupil Isokor Ø 3mm, Reflek
Cahaya (+/+)
- Leher : Leher simetris, retraksi suprasternal
(-), deviasi trachea (-), massa (-),
Peningkatan JVP (-), Pembesaran
Kelenjar Limfe (-)
- Thorax
Paru Hasil pemeriksaan
Inspeksi Bentuk normochest, Dada kanan dan kiri simetris,
tidak ada ketinggalan gerak, retraksi intercostae (-)
Palpasi Fremitus dada kanan menurun dan kiri normal,
krepitasi (-)
Perkusi sonor di dada kiri
redup dibasal dada kanan mulai dari SIC V
Auskultasi Terdengar suara dasar vesikular (+/+),Wheezing
(-/-), Ronkhi (+/-)
Jantung Hasil pemeriksaan
Inspeksi Dinding dada pada daerah pada daerah pericordium
tidak cembung / cekung, tidak ada memar maupun
sianosis, ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis teraba di SIC VI dilateral linea
midclavicularis sinistra, IC tidak kuat angkat
Perkusi Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
^ Atas : SIC II di sisi lateral linea sternalis sinistra.
^ Bawah : SIC Vl lateral linea midclavicularis
sinistra.
Batas Kanan Jantung
^ Atas : SIC II linea sternalis dextra
^ Bawah : SIC V lateral linea sternalis dextra
Auskultasi BJ I/II reguler, bising sistole (-), gallop (-)
- Abdomen
Abdomen Hasil pemeriksaan
Inspeksi Dinding perut sama dengan dinding dada, Sikatrik
(-), venektasi (-),
Auskultasi Suara peristaltik (normal), suara tambahan (-)
Palpasi Nyeri tekan (+), hepar teraba pembesaran 3cm
dibawah arcus costae dan 5 cm dibawah procesus
xipoideus dengan permukaan halus, tidak berbenjol-
benjol, tepi tumpul, lien tidak teraba, ginjal tidak
teraba, defans muskular (-), nyeri tekan (-)
Perkusi Suara timpani (+), pekak beralih (-), nyeri ketok
costovertebrae (-)
- Ekstremitas : Clubbing finger (-), palmar eritema (-), pitting oedem
(+)
Ekstremitas Superior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Superior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Inferior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Inferior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20 September 2014
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 6,1 (↓) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Eritrosit 1,67 (↓) 106ul Lk : 4.5 – 5,5
Pr : 4,0 – 5,0
Hematokrit 16,2 (↓) % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 96,8 (↑) Pf 82 – 92
MCH 36,5 (↑) Pg 27 -31
MCHC 37,7 (↑) % 32 – 36
Leukosit 131,52 (↑) 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 95 (↓) 103ul 150 – 400
Eosinofil 1 % 1 – 3
Basofil 0,5 % 0 – 1
Netrofil Batang - % 2 – 6
Netrofil
Segmen
- % 50 – 70
Limfosit 26,4 % 20 – 40
Monosit 4,6 % 2 – 8
Golongan
Darah
O
Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Level
Gula Darah Sewaktu 166 (↑) 70 – 120 mg/dl Normal
Pemeriksan Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kreatinin 1,83 (↑) 0,8-1,1 Mg/dl
Ureum 29 10-5- Mg/dl
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 21 September 2014
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 6,0 (↓) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Eritrosit 1,71 (↓) 106ul Lk : 4.5 – 5,5
Pr : 4,0 – 5,0
Hematokrit 15,6 (↓) % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 91 Pf 82 – 92
MCH 34,5 (↑) Pg 27 -31
MCHC 37,9 (↑) % 32 – 36
Leukosit 105,46 (↑) 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 70 (↓) 103ul 150 – 400
Eosinofil 1 % 1 – 3
Basofil 0,5 % 0 – 1
Netrofil Batang - % 2 – 6
Netrofil
Segmen
- % 50 – 70
Limfosit 25,1 % 20 – 40
Monosit 4,6 % 2 – 8
Golongan
Darah
O
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 23 September 2014
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 9,5 (↓) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Eritrosit 3,02 (↓) 106ul Lk : 4.5 – 5,5
Pr : 4,0 – 5,0
Hematokrit 26,5 (↓) % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 87,6 Pf 82 – 92
MCH 31,5 (↑) Pg 27 -31
MCHC 35,,9 % 32 – 36
Leukosit 62,82 (↑) 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 52 (↓) 103ul 150 – 400
Eosinofil 1,7 % 1 – 3
Basofil 0,7 % 0 – 1
Netrofil Batang - % 2 – 6
Netrofil
Segmen
- % 50 – 70
Limfosit 27 % 20 – 40
Monosit 1,9 % 2 – 8
Golongan
Darah
O
Ro Thorax PA tanggal 22 September 2014
Hasil :
1. Jantung : pembesaran
CTR : a + b/c x 100%
a : 4, b : 8, c : 20
4+8 / 20 x 100% : 60 % (>50% cardiomegali)
2. Efusi pleura dextra
USG Abdomen tanggal 25 September 2014
Hasil :
1. Proses kronis intraparenchim hepar
Efusi pleura dekstra dengan volume 43,47 cc
2. Hepatomegali grade sedang
3. Lien : bentuk dan posisi normal
4. Ren dekstra sinistra : normal
Pemeriksaan GDT tanggal 22 September 2014
- Eritrosit : normositik, normokromik, anisositesis, mikrosit, makrosit,
clumping eritrosit +++, eritroblast +
- Lekosit : jumlah meningkat, ditemukan seri limfoit dengan maturasi
dari limfosit matur sampai dengan limfoblast
- Trombosit : jumlah menurun, clumping trombosit (-), giant trombosit
(-)
- Kesimpulan : kecurigaan keganasan hematologi akut seri
limfoblastik belum dapat disingkirkan
VI. RESUME
1. Anamnesis
- Sesak nafas memberat sejak 2 minggu
- Sesak dirasakan tidak berat.
- Sesak nafas dirasakan tidak mengenal waktu dan berkurang saat
posisi berbaring atau istirahat.
- Sesak dipengaruhi kerja berat maupun aktivitas dan disertai batuk
tidak berdahak.
- Sesak tidak disertai dengan suara mengi.
- Pasien juga mengeluh badan lemas, mudah lelah, perut tidak enak
dan nafsu makan menurun.
- Pasien mengeluh keringat dingin saat malam hari. Berat badan
menurun 10 kg dalam 1 bulan.
- Bengkak dikaki (-), demam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-),
BAB dan BAK baik. Pasien tidak berobat.
- Riwayat HT (-), DM(-).
2. Diagnosa Fisik
- Vital Sign
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Heart Rate : 78 x/menit
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 36 x/menit
Suhu : 36 oC
- Status Gizi
BB : 45 kg
TB : 153 cm
BMI : normal
- Kepala : Conjungtiva Anemis (+/+)
- Thorak
Paru : SDV (+/+), Rho (+/-), Wz (-/-)
Jantung : Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
^ Atas : SIC II di sisi lateral linea sternalis sinistra.
^ Bawah : SIC Vl lateral linea midclavicularis sinistra.
Batas Kanan Jantung
^ Atas : SIC II linea sternalis dextra
^ Bawah : SIC V lateral linea sternalis dextra
- Abdomen :
Nyeri tekan (+), hepar teraba pembesaran 3cm dibawah arcus
costae dan 5 cm dibawah procesus xipoideus dengan permukaan
halus, tidak berbenjol-benjol, tepi tumpul, lien tidak teraba, ginjal
tidak teraba, defans muskular (-), nyeri tekan (-)
- Ekstremitas
Superior : oedem (-/-)
Inferior : oedem (-/-)
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan darah rutin :
Leukositosis : leukosit 131,53
Anemia : Hb 6,1
Trombositopenia : trombosit 95
- Pemeriksaan Ro Thorax :
Kardiomegali sinistra dan efusi pleura dextra
- Pemeriksaan USG Abdomen :
Hepatomegali grade sedang
- Pemeriksaan GDT :
Kecurigaan keganasan hematologi akut seri limfoblastik belum
dapat disingkirkan
VII. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
BMP (Bone marrow puncture) untuk membantu menjelaskan kecurigaan
keganasan dalam hematologi dan menentukan tipe dari leukimia yang
diderita, karena sangat penting untuk perawatan dan pengobatan kemoterapi
yang diberikan akan berbeda disetiap tipe.
VIII. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA
Wanita 66 tahun dengan :
- Decomp Cordis Sinistra dengan efusi pleura dextra
1) Diagnosis etiologi : Anemia
2) Diagnosis anatomi : LVH
3) Diagnosis fungsional : Decomp Cordis Sinistra
- Suspect Leukimia Limfositik Kronis
IX. PROGRESS NOTE
22/09’14 S/ Pasien mengeluh sesak. Sesak
berkurang sedikit saat istirahat. sesak
disertai batuk tidak berdahak. Sesak
tidak disertai dengan mengi. Pasien
mengeluh badan terasa lemah, nafsu
makan turun. Berkeringat saat malam
P/
- O2 2 – 3 L
- Inf. RL 20tpm
- Inj Omeprazol 1 amp/12jam
- Inj Ondancetron 1 amp/8jam
- Inj Metil prednisolon 1/3
hari. Pasien juga mengeluh keju
kemeng, kaki terdapat memar-memar.
demam (-), bengkak dikaki (-), pusing
(-), mual (-), muntah (-), BAK baik,
BAB belum bisa selama 3 hari.
(post transfusi 2kolf dari IGD)
O/
T = 130/70 N= 78x/menit
S = 36,5 Rr= 36x/menit
KU = tampak sesak, anemis Lemah
KS=CM
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh
(+/-)
C = BJ1/II reguler, bising (-),
gallop (-)
Abdomen = hepar teraba pembesaran
3cm dibawah arcus costae
dan 5 cm dibawah procesus
xipoideus dengan
permukaan halus, tidak
berbenjol-benjol, tepi
tumpul, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, defans
muskular (-), nyeri tekan (-)
Eks = Akral hangat, oedem (-)
A/
- Obs. Anemia dan leukositosis
curiga keganasan
- Susp. Efusi pleura
- Susp. Decomp cordis sinistra
amp/8jam
- Inj Ceftriaxon 1g/12jam
- Transfusi PRC 2kolf
- Ro Thorax PA
- Pemeriksaan GDT
23/09’14 S/ pasien masih mengeluh badan
lemah, perut tidak enak. Sesak nafas
berkurang, batuk (+) tidak berdahak.
Mual(-), muntah (-), makan mulai
mau, BAK dbn, BAB belum bisa.
O/
T = 120/70 N= 72x/menit
S = 36 Rr= 28x/menit
KU = tampak sesak, anemis Lemah
KS=CM
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh
(+/-)
C = BJ1/II reguler, bising (-),
gallop (-)
Abdomen = hepar teraba pembesaran
3cm dibawah arcus costae
dan 5 cm dibawah procesus
xipoideus dengan
permukaan halus, tidak
berbenjol-benjol, tepi
tumpul, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, defans
muskular (-), nyeri tekan (-)
Eks = Akral hangat, oedem (-)
A/
- Susp. Leukimia Limfositik
kronik
- Decomp cordis sinistra dengan
Efusi pleura dextra
P/
- Inf. RL 20tpm
- Inj Omeprazol 1 amp/12jam
- Inj Ondancetron 1 amp/8jam
- Inj Metil prednisolon 1/3
amp/8jam
- Inj Ceftriaxon 1g/12jam
- Cek Hb post Transfusi
24/09’14 S/
pasien masih mengeluh badan lemah,
perut tidak enak. Sesak nafas
berkurang, batuk (+) tidak berdahak.
Mual(-), muntah (-), makan mulai
mau, BAK dbn, BAB belum bisa.
O/
T = 130/80 N= 80x/menit
S = 36 Rr= 24x/menit
KU = tampak sesak, anemis Lemah
KS=CM
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh
(+/-)
C = BJ1/II reguler, bising (-),
gallop (-)
Abdomen = hepar teraba pembesaran
3cm dibawah arcus costae
dan 5 cm dibawah procesus
xipoideus dengan
permukaan halus, tidak
berbenjol-benjol, tepi
tumpul, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, defans
muskular (-), nyeri tekan (-)
Eks = Akral hangat, oedem (-)
A/
- Susp. Leukimia Limfositik
kronik
- Decomp cordis sinistra dengan
Efusi pleura dextra
P/
- Inf. RL 12 tpm
- Inj Omeprazol 1 amp/12jam
- Inj Ondancetron 1 amp/8jam
- Inj Metil prednisolon 1/3
amp/8jam
- Inj Ceftriaxon 1g/12jam
25/09’14 S/
pasien masih mengeluh badan lemah,
perut tidak enak. Sesak nafas
berkurang, batuk (+) tidak berdahak.
Mual(-), muntah (-), makan mulai
mau, BAK dbn, BAB belum bisa.
O/
T = 130/80 N= 68x/menit
S = 36 Rr= 28x/menit
KU = tampak sesak, anemis Lemah
KS=CM
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh
(+/-)
C = BJ1/II reguler, bising (-),
gallop (-)
Abdomen = hepar teraba pembesaran
3cm dibawah arcus costae
dan 5 cm dibawah procesus
xipoideus dengan
permukaan halus, tidak
berbenjol-benjol, tepi
tumpul, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, defans
muskular (-), nyeri tekan (-)
Eks = Akral hangat, oedem (-)
A/
- Susp. Leukimia Limfositik
kronik
- Decomp cordis sinistra dengan
Efusi pleura dextra
P/
- Inf. RL 12 tpm
- Inj Omeprazol 1 amp/12jam
- Inj Ondancetron 1 amp/8jam
- Inj Metil prednisolon 1/3
amp/8jam
- Inj Ceftriaxon 1g/12jam
26/09’14 S/
pasien masih perut tidak enak. Sesak
nafas berkurang, batuk berkurang.
Mual(-), muntah (-), makan minum
baik, BAK dbn, BAB belum bisa.
O/
T = 120/80 N= 78x/menit
S = 36 Rr= 28x/menit
KU = tampak sesak, anemis Lemah
KS=CM
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh
(+/-)
C = BJ1/II reguler, bising (-),
gallop (-)
Abdomen = hepar teraba pembesaran
3cm dibawah arcus costae
dan 5 cm dibawah procesus
xipoideus dengan
permukaan halus, tidak
berbenjol-benjol, tepi
tumpul, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, defans
muskular (-), nyeri tekan (-)
Eks = Akral hangat, oedem (-)
A/
- Susp. Leukimia Limfositik
kronik
- Decomp cordis sinistra dengan
Efusi pleura dextra
P/
- Inf. RL 12 tpm
- Inj Omeprazol 1 amp/12jam
- Inj Ondancetron 1 amp/8jam
- Inj Metil prednisolon 1/3
amp/8jam
- Inj Ceftriaxon 1g/12jam
- Dulcolax supp 1x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Leukimia Limfositik Kronik
I. Definisi
Leukimia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu keganasan
hematologik yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan
limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa,
hati dan organ-organ lain (Rotty, 2009).
II. Epidemiologi
Usia rerata pasien saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-
15% kurang dari 50 tahun. Angka kejadian di negara barat 3/100.000.
Pada populasi geriatri, insiden di atas usia 70 tahun sekitar
50/100.000. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia.
Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah 2,8:1 perempuan tua.
Kebanyakan pasien memiliki ras kaukasia dan berpendapatan
menengah (liu, 2008).
Beberapa pasien dengan LLK mempunyai masa hidup normal
dan yang lain meninggal dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis
(Rotty, 2009)
III. Etiologi
Seperti kasus sebagian besar keganasan, penyebab pasti LLK
tidak dapat diketahui pasti. LLK merupakan kelainan yang didapat
dan laporan kasus mengenai LLK benar-benar sangat langka (Mir
MA, 2014).
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan
leukemi tidak disebabkanoleh penyebab tunggal, tetapi gabungan dari
faktor resiko antara lain (Anonim, 2014):
1. Terinfeksi virus.
Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab
leukemia pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-
1( human T– cell lymphotropic virus type 1) yang menyerupai
virus penyebab AIDS dari leukemia sel T manusia pada limfosit
seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari
sampel serum penderita leukemiasel T.
2. Faktor Genetik.
Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan
kelihatannya memainkan peranan ,namun jarang terdapat
leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi
darisaudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi
yang meningkat sampai20% pada kembar monozigot (identik).
3. Kelainan Herediter.
Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom
Down, kelihatannya mempunyaiinsidensi leukemia akut 20 puluh
kali lipat.
4. Faktor lingkungan.- Radiasi.
Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi
leukemiayang timbul bertahun-tahun kemudian.- Zat Kimia. Zat
kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,dan
agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat
khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat
pada penderita yang diobati baik dengan radiasi maupun
kemoterapi.
5. Radiasi
Orang yang terekspos radiasi yang sangat tinggi lebih memiliki
kecenderungan untuk mengidap leukemia mieloblastik akut,
leukemia mielositik kronik,atau leukemialimfoblastik akut.
- Ledakan bom atom: telah menyebabkan radiasi yang sangat
tinggi (contohnya sepertiledakan di jepang pada perang dunia
kedua). Terjadi peningkatan resiko mengidapleukemia pada
orang-orang, terutama anak-anak, yang selamat dari ledakan
bomtersebut.
- Radioterapi: radioterapi untuk kanker dan kondisi lainnya
adalah sumber eksposurradiasi tinggi lainnya. Radioterapi
meningkatkan resiko leukemia.
- X-rays: dental x-rays dan x-rays diagnostik lainnya (seperti
CT-Scan) mengeksposorang-orang terhadap level radiasi
yang lebih rendah. Belum diketahui apakah radiasilevel
rendah ini dapat menghubungkan leukemia dengan anak-anak
maupun orangdewasa. Peneliti sedang mempelajari apakah
melakukan banyak foto x-rays dapatmeningkatkan resiko
leukemia. Mereka juga mempelajari apakah menjalani CT-
Scan ketika anak-anak dapat meningkatkan resiko leukemia.
IV. Patofisiologi
Sel B darah tepi normal adalah subpopulasi limfosit B
CD5+ matur (sama dengan sel B-1a) yang terdapat pada zona mantel
limfonodi dan dalam jumlah kecil di darah. Sel B LLK
mengekpresikan immunoglobulin membrane permukaan yang
umumnya rendah kadarnya, kebanyakan IgM, IgD dibandingkan sel B
darah tepi normal, dan single light chain (kappa dan lambda). Juga
mengekspresi antigen T CD5, antigen HLA-DR dan antigen B (CD19
dan CD20) mempunyai reseptor untuk sel darah tikus, dan
menghasilkan autoantibodi polireaktif.
Ekpresi gen VH dan VL terbatas pada sel-sel tersebut.
Berdasarkan karakteristik tersebut, LLK kemungkinan merupakan
suatu proses bertahap, dimulai dengan ekspansi poliklonal yang
ditimbulkan oleh antigen terhadap limfosit B CD5+ yang dibawah
pengaruh agen mutasi pada akhirnya ditransformasi menjadi
proliferasi monoklonal. Limfosit B CD5+ neoplastik mengumpul
akibat hambatan apoptosis (kematian sel terprogram).
Meskipun gen bcl-2 jarang mengalami translokasi , tetapi
terus menerus diekspresikan secara berlebihan, yang mengakibatkan
bertambah panjangnya kelangsungan hidup sel LLK. Selain itu sitokin
terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan sel-sel tersebut. Pada
LLK, TNF alfa dan IL-10 berperan sebagai growth factor. Dalam
perjalanan penyakit, ekspresi berlebihan CD38, onko gen c-myc,
delesi gen RB-1, dan mutasi gen supresor tumor p53 juga terjadi.
Sekitar 55% pasien LLK mempunyai abnormalitas sitogenik,
khususnya trisomi 12, kelainan kromosom 13 pada lajur q14 (lokasi
gen supresor RB-1), 14q+, delesi kromosom 6 dan kromosom 11. Hal
ini baik dideteksi melalui fluoresensi in situ, hibridisasi dibandingkan
analisis sitogenik konvensional. Belum jelas makna kelainan tersebut
pada tingkat molekuler.
Kelainan kariotipik bertambah pada LLK stadium lanjut
dan menunjukkan abnormalitas yang didapat. Evolusi kariotipik
umumnya berhubungan dengan perjalanan penyakit, terjadi pada 15-
40% pasien LLK.
V. Manifestasi Klinis
Pada awal diagnositik, LLK tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik). Pada pasien dengan gejala paling sering ditemukan
yaitu limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan
kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan / olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi
jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin terlihat sesuai perjalanan
penyakitnya. Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien
asimptomatik pada saat diagnosis pada akhirnya akan mengalami
limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali (Rotty, 2009).
Hasil pemeriksaan fisis 20-30% pasien tidak menunjukkan
kelainan fisik. Kelainan fisik yang dijumpai adalah limfadenopati.
Sekitar 50% pasien mengalami limfadenopati dan/atau
hepatosplenomegali. Pembesaran limfonodi dapat terlokalisir atau
merata dan bervariasi dalam ukuran. Splenomegali dan/atau
hepatomegali ditemukan pada 25-50% kasus. Infiltrasi pada kulit,
kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya
jarang, dan timbul pada akhir perjalanan penyakit. Sejalan dengan
perjalanan penyakit, limfadenopati massif dapat menimbulkan
obstruksi lumen termasuk ikterus obstruktif, disfagia uropati
obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obtruksi usus parsial.
Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan prognosis
yang buruk (Hoffbrand et al, 2005).
VI. Kriteria diagnosis
Tanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah
lekosit dengan limfositosis kecil 95%. Gambaran darah tepi tampak
limfositosit dengan gambaran limfosit matur dan smudge cell yang
dominan, imunofenotip khas limfosit (CD5+, CD19+, CD 20+,
CD23+, FMC7-/+ dan CD22-/+) dan infiltrasi limfosit kesumsum
tulang (>30% limfosit). Infiltrasi limfosit kesumsum tulang bervariasi
dalam 4 gambaran yaitu interstitial (33%),nodular (10%), campuran
interstitial dan nodular (25%), dan difus (25%). Diagnosis LLK dapat
ditemukan jika terjadi peningkatn absolut limfosit dalam darah
(>5000/uL) dan morfologi dan gambaran imunofenotipnya khas
(Rotty, 2009).
Morfologi apusan darah pada LLK yaitu sel predominan
adlah limfosit kompak, kecil, dan tampaknya belum terstimulasi
dengan inti bulat gelap, sedikit sitoplasma, dan ukurannya tidak
banyak bervariasi. Fokus prolimfosit yang secara mitosis aktif disebut
proliferasi, keberadaan pusat ini merupakan patognomonik untuk
LLK. Gambaran mitotik jarang ditemukan kecuali pusat proliferasi,
dan hanya sedikit atau tidak terdapat atipia sitologik. Terjadi
limfositosis absolut limfosit kecil yang tampak matur. Limfosit
neoplastik ini rapuh dan mudah rusak secara mekanis saat persiapan
apusan yang menghasilkan smudge cells yang khas (Aster, J. 2007).
Imunofenotipe merupakan neoplasma sel B matur (perifer)
yang mengekspresikan penanda sel pan-B CD19, CD20, dan CD23,
imunoglobulin permukaan (misal IgM, IgD) dan rantai ringan k atau λ
yang menunjukkan monoklonalitas. Tidak seperti bagian besar sel B
perifer, sel tumor juga mengekspresikan antigen terkait sel T CD5
(Aster, 2007).
(Hoffbrand, AV, 2005)
VII. Stadium
Stadium LLK menurut RAI (Rotty, 2009)
Stadium Gejala Klinis dan laboratorium Median
Survival
(bulan)
0
I
II
III
IV
Limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
Limfositosis + Pembesaran limfonodi
Limfositosis + splenomegali/ hepatomegali
Limfositosis + anemia (Hb < 11gr/dl)
Limfositosis + trombositopenia (trombosit <
100.000/uL)
>150
101
>71
19
19
Stadium LLK menurut Binet (Rotty, 2009)
Stadium Gejala Klinis dan laboratorium Median
Survival
(bulan)
A
B
C
Limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
+
<3 daerah limfoid yang membesar,
limfositosis darah tepi dan sumsum tulang +
≥ 3 daerah limfoid yang membesar
Stadium B + anemia (Hb< 11g/dl pada pria
dan <10 gr/dl pada wanita) atau
trombositopenia (<100.000/uL)
>7
<5
<2
VIII. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan sumsum tulang
Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di
bawahmikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini yang
merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel
leukemia di dalam sumsum tulang dan dapat membedakan jenis
leukimia. Pada penderita LLK ditemukan infiltrasi oleh limfosit
kecil yang merata sekitar lebih dari 40% dari seluruh sel yang
berinti. Sekitar 95% penderita LLK ditandai dengan
meningkatnnya sel limfosit B.
Aspirasi Sumsum Tulang (Hoffbrand AV, 2005)
b. Pewarnaan sitokimia
Pewarnaan sitokimia dapat menkonfirmasi asal leukemia
apakah dari limfoid atau mieloid. Pewarnaan sitokimia terdiri dari
MPO, PAS, SBB, spesifik dan non-spesifik esterase sensitivitas
100%.6
c. Sitogenetika
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) Analisis sitogenik
menemukan banyak temuan terjadinya aberasi kromosom pada
penderita leukemia. Perubahan kromosom tersebut meliputi
perubahan angka, yang menghilangkan atau menambahkan
seluruh kromosom, atau mengubah struktur termasuk translokasi
(penyusunan kembali), inverse, delesi dan insersi. Pada keadaan
ini, terjadi perubahan dua kromosom atau lebih bahan genetik,
yang membuat perkembangan gen tersebut memulai terjadinya
proliferasi sel abnormal. Leukemia akut dan kronis adalah bentuk
keganasan atau malignansi yang timbul dari akumulasi klonal
yang tidak terkontrol dari sel-sel pembentuk sel darah. lainnya
termasuk otak, kelenjar getah bening, hati, ginjal, dan limpa
(Sjahid I, 2009).
IX. Komplikasi
Komplikasi akibat progresivitas penyakit (Rotty, 2009) :
a. Infeksi
Pada LLK yang berusia lebih dari 65 tahun dan tau tidak
dengan stadium lanjut mempunyai resiko lebih tinggi terhadap
infeksi dan membutuhkan terapi supportif dan profilaksis.
b. Hipogamaglobulinemia
Semua kelas imunoglobulin (IgG, IgA dan IgM) biasanya
menurun, menyebabkan kerentanan bakteri.
c. Transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif
Yang tersering adalah sidroma richter dan leukimia
prolimfositik.
d. Keganasan sekunder
Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma),
paru dan saluran cerna
X. Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada kebanyakan pasien LLK adalah meredakan
gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup.
a. LLK stadium dini yang stabil
Pada stadium ini tidak perlu terapi kecuali timbul gejala
atau penyakitnya berkelanjutan.
b. LLK stadium lanjut dengan batas tumor luas
- Kortikosteroid
Pasien dengan kegagalan sumsum tulang harus diobati sejak
awal dengan prednisolon saja, sampai terdapat pemulihan
jumlah trombosit, neutrofil, dan hemoglobin yang
bermakana.
- Kemoterapi tunggal
Klorambusil : mula-mula 2-4mg kemudiam dinaikkan 6-
8mg peroral setiap hari atau setiap 2-4mg dengan dosis 0,4-
0,7 mg/kgBB peroral.
Siklofosfamid : jika pasien tidak bisa toleransi klorambusil.
Dosis peroral 200 mg/m2/hari selama 5hari atau intermitten
setiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 intravena
pada hari ke I.
- Kemoterapi kombinasi
Diindikasikan pada LLK yang gagal dengan terapi
tunggal dengan atau tanpa prednison.
1. Siklofosfamid, vinkristin dan prednison (COP)
Dosis :
Siklofosfamid : 300mg/m2 peroral hari 1-5 atau
750mg/m2 IV hari I
Vinkristin : 2 mg IV hari I
Prednison 40 mg/m2 peroral hari 1-5
2. COP dan doksorubisin
Dosis : doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I
c. Radioterapi
Bersifat paliatif, dapat berupa :
1. Radiasi limpa
2. Radioterapi terapi eksternal untuk lesi-lesi besar
d. Transplantasi Hematopoitetic Progenitors
1. Allogeneic Transplantasion
2. Autologous transplantasion
B. Gagal Jantung
I. Definisi
Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis ketika jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan (Sylvia, 2005).
II. Etiologi
Beberapa etiologi dari gagal jantung (Lorraine, 1995) :
1. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Peningkatan afterload meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannnya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard)dianggap sebagai
mekanisme kompensais karena meningkatkan kontraktilitas
jantung. Jadi untuk alasan tidak jelas hipertrofi otot jantung tidak
dapat berfungsi secara normal dan akhirnya akan terjadi gagal
jantung.
2. Aterosklerosis Koroner
Terjadi disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Peradangan dan Penyakit Miokardium degeneratif
Kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung
sehingga kontraktilitas menurun.
4. Kelainan otot jantung
Menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi oto mencakup
aterosklerois koroner, hipertensi aterial, dan penyakit otot atau
degeneratis atau inflamasi.
5. Faktor sistemik
- Meningkatnya laju metabolisme (demam, tiroksikosis)
- Asidosis (respiratorik atau metbolik)
- Disritmia jantung
- Abnormalitas elektrolit : turunkan kontraktilitas jantung
- Hipoksia dan anemia
6. Penyakit jantung lain
Dapat terjadi dari penyakit jantung lainnya walaupun
sebenarnya tidak langsung mempengaruhi. Mekanisme yang terjadi
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung (misalnya tamponade
pericardium, pericarditis kontriktif atau stenosis katup AV),
peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi maligna) dapat mengakibatkan gagal
jantung meski tidak ada hipertrofi miokardial.
III. Klasifikasi
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA),
merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal
jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain
(Raphael, 2007):
a. NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan
dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala
penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-
debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
b. NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat,
akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
c. NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang
lebih banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh
apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang
dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
d. NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan
fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah
apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat
ringan.
IV. Patofisiologi
Pada awal gagal jantung respon terhadap jantung dapat
menimbulkan beberapa mekanisme, akibat CO yang rendah,
didalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
system rennin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopresin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume
darah ateri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
neurohumoral.
Beban pengisian (preload), dan beban tahanan (afterload)
pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi
memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang
lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung
yang lebih besar meningkatkan simpatis, hingga kadar katekolamin
dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan
meningkatkan curah jantung. Pembebanan curah jantung yang
berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka
dapat terjadi redistribusi cairan elektrolit (Na) melalui pengaturan
cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan
memperbesar aliran balik vena kedalam ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali
curah jantung. Dilatasi, hipertrofi dan redistribusi cairan badan
merupakan kompensasi untuk mempertahankan curah jantung
dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua
kemampuan mekanisme kompensasi jantung sudah dipergunakan
seluruhnya dan sirkulasi darah dalam bdan belum terpenuhi maka
terjadilah keadaan gagal jantung
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi
karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir
diastoli dalam ventrikel kiri pada waktu diastolic, dengan akibat
terjadi kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
atrium kiri meninggi menyebabkan hambatan aliran darah yang
masuk dari vena pulmonal. Bila terjadi terus menerus maka terjadi
aliran balik dan terjadi bendungan sehingga dapat menyebabkan
edema paru dengan segala keluhan dan tandanya.
Keadaan yang terakhir merupakan hambatan bagi ventrikel
kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi
kecil). Bila beban pada ventrikel kanan bertambah, maka ventrikel
kanan akan melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi
dan dilatasi, yang menyebabkan hambatan aliran masuknya darah
dalam vena cava superior dan inferior kedalam jantung sehingga
menyebabkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena
sistemik (vena jugularis meninggi, hepatomegali), bila keadaan
berat menimbulkan ascites dan edem tumit. Sampai batas
kemampuan dapat terjadi gagal jantung kanan sehingga terjadi
gagal jantung kiri-kanan.
V. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala dari gagal jantung kiri bervariasi diantara
individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga
tergantung pada derajat penyakit. (Ghanie, 2006)
a. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal
jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh
meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru
yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran
udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum
kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai
edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka
dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea
(dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi
aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah
sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas
bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru
lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh
timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi
yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan
dengan dispnea atau ortopnea.
b. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru,
terutama pada posisi berbaring.
c. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru
adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya
terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya
gravitasi.
d. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial
yang terjadi akibat distensi vena.
VI. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada
anamnesis, gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai
dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan
biomarker (Panggabean, 2009).
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal
jantung kongestif
Kriteria Major :
a. Paroksismal nokturnal dispnea
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekana vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
a. Edema eksremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardi(>120/menit)
Major atau minor
Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor.
VII. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang (PAPDI, 2006)
1. Foto Rontgen dada : untuk mengetahui pembesaran jantung,
distensi vena pulmonalis dan redistribusi apeks paru
(opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks)
2. Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal
jantung (infark, iskemi, hipertrofi, dan lain-lain) dapat
ditemukan low voltage, T inversi, QS depresi ST, dan lain-
lain
Laboratorium :
1. Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukoa, elektrolit),
hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah
2. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria.
VIII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada gagal jantung yaitu
(PAPDI,2006) :
1. Syok kardiogenik
2. Infeksi paru
3. Gangguan keseimbangan elektrolit
IX. Penatalaksanaan
Terapi pada penderita gagal jantung (PAPDI, 2006) :
1. Terapi Non Farmakologi
Anjuran umum :
- Edukasi
- Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi penderita
- Gagal jantung berat menghindari penerbangan
panjang
Tindakan umum :
- Diet (hindari obesitas, rendah garam, dan kontrol
jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan)
- Hentikan rokok
- Hentikan alkohol
- Aktivitas fisik dengan beban yang tidak terlalu berat
- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
2. Farmakologi
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.
Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,
berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik
dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton,
dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas
pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai
dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil.
Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat
Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan
penghambat ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan
gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama
yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan
fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis
maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient
Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma
ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap.
Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia
yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama
amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan
tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat
digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan
kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi
pada gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Aster, J. 2007. Sistem hematopoeitik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patofisiologi
edisi 7. EGC : Jakarta
Ghanie, A. (2006). Gagal Jantung Kronik. Dalam B. S. Aryo Sudaryo, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam (hal. 1511-1530). Jakarta: FK UI
Liu, Delong. 2014. Chronic Lymphocytic Leukemia. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/
Lorraine, W. 1995. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). EGC :
Jakarta.
Mir, AM. 2014. Lymphocytic Leukemia Kronis Diagnosis Banding. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/
Panggabean, MM. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
InternaPublishing : Jakarta.
PAPDI. 2006. Panduan Pelayanan Medik (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia). FKUI : Jakarta
Raphael, C, et al. 2007. Limitations of the New York Heart Association functional
classification system and self-reported walking distances in chronic heart
failure. Heart 2007;93:476–482. doi: 10.1136/hrt.2006.089656
Rotty LWA. 2009. Leukemia Limfositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid2 FKUI: Jakarta
Sylvia, AP.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC :
Jakarta