56
BAB IV
PERANCANGAN UNIT PENGERING
PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA
SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM
4.1. Peralatan yang Dirancang
Peralatan-peralatan utama yang ada dalam unit pengering pabrik
Teknologi Peningkatan Kualitas Batubara skala komersial kapasitas 150 ton/jam
(untuk selanjutnya disebut CCP) ditunjukkan dalam Gambar 4.1. Dalam gambar
tersebut terlihat beberapa komponen bed pengering (plenum, pipa internal heater,
dan distributor) serta pipa transfer padatan (standpipe) yang digunakan untuk
mengalirkan padatan ke dalam maupun ke luar bed.
Peralatan yang akan dirancang dalam tulisan ini adalah silo sementara
(TS), bed pengering (FB1 dan FB2), siklon (C1 dan C2), serta pipa transfer
padatan (standpipe). Peralatan blower (B1 dan B2), flap gate (FG1 dan FG2), dan
rotary valve (RF1) tidak dirancang tetapi dipilih dari peralatan yang dijual di
pasaran. Peralatan-peralatan lain dalam Gambar 4.1 (yang tidak disebutkan di
atas) tidak dirancang/ dipilih dalam tulisan ini karena pertimbangan beberapa hal
(Tabel 4.1).
4.2. Metodologi Perancangan
Gambar 4.2 menunjukkan diagram alir perancangan awal unit pengering.
Sebelum perancangan peralatan dilakukan, maka beberapa aspek rancangan
dipilih berdasar kajian literatur dan kebutuhan rancangan unit pengering CCP.
Peralatan yang pertama dirancang adalah silo sementara yang merupakan
peralatan pertama dalam unit pengering yang dilewati batubara yang keluar dari
subsistem pengolahan awal. Perancangan silo sementara juga meliputi pemilihan
beberapa komponen yang berada di antara silo sementara dan bed 1 yaitu rotary
valve, flap gate, dan standpipe. Setelah geometri silo sementara didapatkan, maka
perancangan bed pengering dapat dilakukan. Perancangan bed pengering meliputi
perhitungan kondisi operasi dan geometri bed pengering (termasuk pipa internal
57
heater) serta kondisi operasi preheater tiap bed pengering. Kondisi operasi bed
pengering sedapat mungkin disesuaikan dengan spesifikasi blower yang
berhubungan dengan bed tersebut. Kondisi operasi ketiga rangkaian unit
pengering (subsistem pengering CCP) yang telah didapatkan, bersama dengan
beberapa peralatan dalam subsistem pembangkit daya, kemudian disimulasi
menggunakan perangkat lunak Cycle Tempo untuk menunjukkan keterkaitan
rancangan antara kedua subsistem tersebut. Setelah simulasi dilakukan, maka
perancangan awal siklon dan distributor tiap bed CCP dapat dilakukan.
batubara basah dari siklon kedua pneumatic conveying
+kumpulan batubara halus
dari unit operasi lain
P1
C2
standpipe
plenum
three way valve (damper)
FB1
distributor
pipa internal heater
FG2
TS
ke A
batubara kering kehopper mesin briket
batubara basah dari cyclone pertama
pneumatic conveying
C1
B1
FB2
P2
B2
FG4
FG5
three way valve (damper)
SG1
RF2
A
P3
FG3
SG2
FG1
RF1
standpipe
Gambar 4.1. Peralatan utama unit pengering CCP.
58
Tabel 4.1. Peralatan dalam unit pengering yang tidak dirancang
Peralatan Simbol dalam Gambar 4.1
Pertimbangan peralatan tidak dirancang dalam perancangan awal
preheater P1, P2
perancangan geometri peralatan dilakukan dalam tahap detil desain CCP. Dalam perancangan ini, hal yang dilakukan
hanyalah penentuan kondisi operasi kedua preheater tersebut
preheater P3 flap gate FG5
rotary vane RF2 slide gate SG1, SG2
Perancangan peralatan memerlukan data hasil perancangan subsistem pengolahan
awal
Gambar 4.2. Diagram alir perancangan
start
Kajian literatur
Kebutuhan desain
Pemilihan desain
Perancangan silo sementara
selesai
Perancangan siklon dan distributor bed
Simulasi unit pengering dan beberapa peralatan dalam subsistem pembangkit daya
(simulasi perancangan)
Perancangan bed pengering
59
4.2.1 Kebutuhan Rancangan
Kebutuhan rancangan merupakan dasar pemilihan rancangan dan dasar
penyusunan perhitungan dalam perancangan peralatan. Kebutuhan rancangan unit
pengering antara lain :
1. Kapasitas pengolahan batubara total subsistem pengering CCP adalah 150
ton/jam dengan kandungan air batubara masuk proses pengeringan adalah
30% (terhadap massa kering) dan bertemperatur 30°C. Proses pengolahan
batubara tersebut dibagi menjadi 3 jalur proses paralel yang masing-
masing dilayani oleh satu unit pengering. Jadi, kapasitas pengolahan
batubara tiap unit pengering adalah 50 ton/jam.
2. Proses pengolahan batubara dalam unit pengering ditujukan untuk
pengeringan dan pemanasan batubara. Kondisi batubara saat keluar dari
unit pengering adalah berkadar air 5% (terhadap massa kering) dan
bertemperatur 210°C.
3. Uap yang diperlukan untuk proses pengeringan dan pemanasan batubara
diusahakan serendah mungkin. Kebutuhan uap tersebut dipenuhi oleh
boiler yang ada dalam subsistem pembangkit daya CCP. Sebagai catatan,
kebutuhan uap untuk proses pengeringan dan pemanasan batubara pada
rancangan awal CPP adalah 0,7 kg uap/kg kandungan air batubara yang
menguap.
4.2.2 Pemilihan Rancangan
1. Proses pengeringan dan pemanasan batubara dilakukan dalam 2 tingkat
proses menggunakan 2 bed pengering yang berbeda. Meskipun demikian,
geometri kedua bed pengering tersebut sedapat mungkin dibuat serupa dan
disusun satu sama lain seperti dalam Gambar 4.1.
2. Sketsa geometri bed pengering CCP ditunjukkan dalam Gambar 4.3.
Ruang fluidisasi berupa kubus yang terletak dalam satu tabung. 2 sisi
vertikal kubus yang saling berhadapan merupakan tempat pipa inlet dan
pipa outlet batubara, sedang sisi vertikal lain merupakan tempat
pemasangan pipa internal heater. Pipa internal heater yang digunakan
berupa pipa horizontal yang disusun secara staggered.
60
3. Diameter batubara saat mengalami proses pengeringan berkisar antara 0,6–
1,5 mm dengan diameter rata-rata 1 mm.
4. Kondisi uap dari boiler yang digunakan sebagai uap pengering ditentukan
berdasar spesifikasi turbin yang digunakan CCP (turbin uap tipe impuls–
kondensing dengan daya output 6 MW). Kondisi uap yang digunakan oleh
unit pengering sama dengan uap yang digunakan oleh turbin tersebut,
yaitu uap bertemperatur 435°C dengan tekanan 34,32 bar (lihat Lampiran
B.4).
5. Tekanan maksimum proses fluidisasi dibatasi oleh spesifikasi flap gate.
Flap gate yang digunakan dalam perancangan awal ini mampu menahan
beda tekanan hingga 30 psi [19].
6. Kecepatan gas fluidisasi merupakan salah satu parameter yang berperan
dalam menentukan daerah fluidisasi (Gambar 4.4). Kecepatan uap
pengering dalam bed pengering CCP diatur sedemikian rupa sehingga
proses fluidisasi batubara berada dalam daerah bubbling fluidized bed.
Gambar 4.3. Geometri bed pengering
61
Gambar 4.4. Berbagai daerah fluidisasi [9]
4.2.3 Perancangan Silo Sementara
Perancangan silo sementara ditujukan untuk mendapatkan geometri
peralatan tersebut. Penentuan tersebut dilakukan berdasar:
1. pemilihan peralatan transfer padatan antara silo sementara dan bed pengering
(rotary valve, flap gate, dan standpipe). Pemilihan ini akan mempengaruhi
jumlah silo serta panjang dan lebar tiap silo tersebut
2. kapasitas penyimpanan silo sementara. Penentuan kapasitas penyimpanan silo
sementara akan mempengaruhi waktu reaksi subsistem pengolahan awal untuk
”menyesuaikan” debit batubara yang masuk ke dalam silo sementara. Debit
batubara yang masuk ke dalam silo sementara bervariasi terhadap waktu
karena adanya variasi karakteristik batubara hasil proses size reduction dalam
subsistem pengolahan awal.
3. Rancangan dipleg siklon pneumatic conveying pertama dalam subsistem
pengolahan awal CCP. Rancangan ini berpengaruh pada tinggi silo sementara.
Dalam perancangan awal ini, rancangan dipleg siklon pneumatic conveying
62
tersebut diasumsikan berjumlah satu buah dan langsung dihubungkan dengan
bagian atas (bagian inlet) silo sementara. Asumsi ini menyebabkan tinggi silo
sementara yang didapat dari perancangan awal ini adalah tinggi silo
maksimum (bila jumlah kaki silo sementara lebih dari satu, maka tinggi silo
akan selalu lebih rendah dari tinggi silo yang didapat dari perancangan awal
ini).
Setelah silo sementara, jalur yang dilewati batubara sebelum masuk ke bed
1 adalah rotary valve, flap gate, dan standpipe. Rotary valve diperlukan untuk
mengatur aliran batubara ke dalam flap gate sekaligus mengurangi beban
penekanan pintu flap gate oleh batubara dalam silo sementara. Pemilihan rotary
valve dilakukan berdasar spesifikasi dan jumlah flap gate yang digunakan.
Pemilihan rotary valve tersebut akan menghasilkan ukuran outlet hopper silo
sementara sedangkan pemilihan flap gate akan menghasilkan ukuran standpipe.
Sketsa bentuk silo sementara CCP ditunjukkan dalam Gambar 4.5.
Kapasitas penyimpanan silo bergantung pada berat material yang akan disimpan,
tipe material yang disimpan, dan kondisi penggunaan silo [13]. Kapasitas
penyimpanan efektif silo, VE, dipengaruhi oleh kapasitas total silo (kapasitas
geometri/ water capacity), VW, dan volume yang hilang dalam silo (loss volume),
VL. Volume yang hilang tersebut dipengaruhi oleh lokasi dan jumlah titik masuk
material (center of feeding dalam Gambar 4.5) dan angle of repose material yang
disimpan( rφ ). Semakin banyak jumlah titik masuk material maka jumlah volume
yang hilang akan semakin sedikit. Dalam perancangan awal ini, jumlah titik
masuk batubara ke dalam silo sementara diasumsikan berjumlah satu sehingga
volume hilang silo sementara tersebut adalah volume hilang paling besar, atau
dapat dikatakan bahwa ukuran silo sementara tersebut adalah ukuran silo terbesar.
Untuk memperkecil ukuran silo sementara, maka jumlah titik masuk
material ke dalam silo sementara perlu diperbanyak. Karena panjang dan lebar
silo sementara bergantung pada peralatan transfer padatan antara silo sementara
dan bed pengering, maka silo sementara dengan jumlah titik masuk material yang
lebih banyak tersebut akan memiliki tinggi silo yang lebih rendah daripada tinggi
silo sementara yang didapatkan dalam perancangan awal ini.
63
Gambar 4.5. Kapasitas efektif silo [13]
Aliran padatan dalam silo sementara ditujukan untuk mendapatkan aliran
mass flow. Terjadinya aliran mass-flow dalam suatu tempat penyimpanan padatan
ditentukan oleh sudut inklinasi dinding hopper, α, serta satu sifat partikel lain
yaitu hopper wall friction angle, φr (Gambar 4.6). Besar sudut inklinasi dinding
hopper dalam rancangan silo sementara CCP adalah 60°. Penentuan sudut tersebut
didasarkan pada pengalaman dalam penelitian CUT sebelumnya. Besar φr sulit
ditentukan karena efek kehalusan dinding pada gesekan partikel belum diketahui
dengan baik [13]. Dalam perancangan ini, besar sudut tersebut juga belum
diketahui karena belum ada pengujian sifat partikel tersebut. Meskipun demikian,
dari [23], besar hopper wall friction angle untuk batubara halus (pulverised coal)
pada dinding baja berkisar antara 15-18°, sehingga desain hopper silo sementara
di atas masih memenuhi kriteria aliran mass flow (Gambar 4.6).
Silo sementara CCP didesain untuk dapat menampung batubara seberat
12,5 ton. Kapasitas penyimpanan ini diharapkan dapat membantu dalam
mengatasi variasi debit batubara yang ditangkap oleh siklon pneumatic conveying
pertama dalam subsistem pengolahan awal CCP. Variasi debit batubara tersebut
disebabkan oleh variasi karakteristik batubara ketika mengalami proses size
reduction dan pneumatic conveying CCP. Variasi karakteristik tersebut akan
menghasilkan distribusi ukuran partikel yang bervariasi sehingga jumlah batubara
yang ditangkap oleh siklon pertama juga akan bervariasi.
Kapasitas geometri silo
12 3
1BLHBLHVW += ..(4.1)
Loss volume silo kubus dengan panjang sisi L rsiloL LfV φtan33= ...........(4.2)
Kapasitas penyimpanan efektif silo
LWE VVV −= ................(4.3)
64
Gambar 4.6. Batas mass flow dan funnel flow untuk wedge-shaped hopper [13]
4.2.4 Perancangan Bed Pengering
Untuk mendapatkan kondisi operasi dan geometri bed pengering CCP,
perlu dilakukan suatu simulasi perhitungan untuk mendapatkan kondisi operasi
pengeringan dan pemanasan batubara paling optimum. Simulasi tersebut
dilakukan dengan menggunakan spreadsheet Excel dan bantuan add-ins excel
Fluidprop (untuk mengevaluasi sifat fluida). Simulasi yang dilakukan meliputi
evaluasi kondisi operasi terhadap proses pemanasan dan pengeringan batubara
dalam bed, geometri bed, serta proses fluidisasi dalam bed.
Diagram alir perhitungan tiap bed CCP dalam perhitungan spreadsheet
ditunjukkan dalam Gambar 4.7. Hal pertama yang dilakukan adalah penentuan
kondisi input dan output batubara, antara lain pengurangan kandungan air
batubara, temperatur batubara masuk bed, dan tekanan bed. Asumsi geometri bed
dan pipa internal heater diperlukan untuk langkah perhitungan selanjutnya
(perhitungan kondisi fluidisasi). Geometri yang ditetapkan antara lain dimensi bed
serta konfigurasi pipa-pipa internal heater.
65
Gambar 4.7. Diagram alir perhitungan bed pengering
Kondisi fluidisasi dalam bed didapatkan dari perhitungan karakteristik
fluidisasi sesuai dengan daerah proses fluidisasi tersebut (Gambar 4.8). Ketika
suatu bed yang terdiri dari partikel-partikel padatan dialiri dengan gas, maka gas
tersebut akan mengalir melewati ruang antara partikel-partikel tersebut. Semakin
tinggi kecepatan gas tersebut, maka partikel akan bergerak dari kondisi diamnya
(bergerak dari kondisi fixed bed dalam Gambar 4.8). Kondisi ketika gaya gesek
antara partikel dan gas seimbang dengan berat partikel disebut dengan kondisi
minimum fluidisasi [9]. Kecepatan gas pada saat tersebut disebut dengan
kecepatan minimum fluidisasi. Ketika kecepatan gas dinaikkan, maka terjadi
Perhitungan kondisi fluidisasi
Perhitungan kondisi operasi
bed pengering
Perhitungan geometri
internal heater
Geometri yang didapat “serupa” dengan asumsi geometri ?
selesai
mulai
ya
tidak
Kondisi input dan output batubara
Asumsi geometri internal heater
66
bubbling fluidization dimana terbentuk gelembung-gelembung gas di dalam bed.
Ketika kecepatan dinaikkan kembali, maka gelembung akan tumbuh semakin
besar dan bubbling bed akan berubah menjadi turbulent bed. Kecepatan dimana
gelembung mencapai diameter gelembung maksimal yang stabil disebut sebagai
Uc. Ketika kecepatan tersebut terus dinaikkan, maka gelembung besar tersebut
akan pecah menjadi gelembung yang lebih kecil dan terjadilah turbulent bed.
Kecepatan pada saat tersebut disebut sebagai Uk. Ketika Uk dinaikkan terus, maka
kecepatan gas akan cukup untuk mengangkut batubara. Kecepatan transport
padatan tersebut disebut sebagai Utr [9].
Gambar 4.8. Berbagai jenis daerah fluidisasi [9]
Daerah fluidisasi dalam bed CCP adalah daerah bubbling fluidization.
Untuk mendapatkan kondisi tersebut, berbagai parameter fluidisasi perlu
ditentukan antara lain kecepatan minimum fluidisasi, Uc, Uk, dan Utr. Kecepatan
tersebut didapat dari bilangan Reynold pada daerah fluidisasi yang terjadi, yaitu
1. Bilangan Reynold pada kecepatan minimum fluidisasi [24]
( )[ ]25,02 97,280494,07,28Re −+= Armf .........................(4.4)
2. Bilangan Reynold saat Uc [25]
45,024,1Re Arc = .............................................................(4.5)
3. Bilangan Reynold saat Uk [26]
941,0
136,031,16Re
=
gD
UAr t
k ; Ar ≤ 125 ......................(4.6a)
67
0015,0
419,0274,2Re
=
gD
UAr t
k ; Ar > 125 ...................(4.6b)
4. Bilangan Reynold saat Utr [26]
419,028,2Re Arc = ...........................................................(4.7)
Kecepatan terminal partikel, Ut dalam Persamaan 4.6a dan 4.6b adalah
kecepatan dimana partikel tunggal akan terangkut oleh aliran gas. Kecepatan ini
berbeda dengan kecepatan saat terjadi lean phase fluidization with pneumatic
transport (Utr) karena Utr berlaku untuk proses fluidisasi yang terdiri dari berbagai
ukuran partikel. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan kecepatan
terminal partikel tersebut adalah [27]
( ) 31
2
*
−=
µρρρ g
UUgpg
tt ...................................................(4.8)
dimana
( ) ( )
1
5,0*2*
* 744.1335.218−
−+=pp
tdd
Uφ
; 0,5 < φ < 1 .........................(4.9)
31* Ard p = ...................................................................................(4.10)
Perhitungan parameter-parameter dalam Persamaan 4.3 sampai 4.9
memerlukan beberapa sifat batubara sebagai partikel yang difluidisasi (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Sifat batubara yang digunakan dalam perhitungan karakteristik
fludisasi
Sifat Besar Sumber
true density, ρs 1111 kg/m3 [28] sphericity (pulverised coal) 0,73 [29]
densitas batubara basah
( )
ms
s
s
X
X
ρρρ
+
+
1
1
[30]
68
Dengan diketahuinya beberapa parameter fluidisasi, maka kecepatan uap
fluidisasi (kecepatan operasi) dapat ditentukan. Kecepatan tersebut berada
diantara kecepatan minimum fluidisasi dan Uc. Dari kecepatan operasi dan luas
penampang bed, maka laju aliran massa uap pengering dapat diketahui. Besaran
tersebut diperlukan untuk perhitungan selanjutnya yaitu perhitungan
kesetimbangan energi bed.
Energi yang diperlukan proses (untuk pemanasan dan pengeringan
batubara dari kadar air Xin ke kadar air Xout) dapat dinyatakan dengan
( )
+
++−+= ∫∫∫∫
outs
ins
outs
satbed
satbed
ins
outs
ins
T
T
wpout
T
T
vpfg
T
T
wpoutin
T
T
spsreq dTcXdTchdTcXXdTcmQ,
,
,
,
,
,
,
,
,,,,&&
( )( )
+−−+= ∫∫
outs
ins
insouts
outs
ins
T
T
wpoutTwTwoutin
T
T
sps dTcXhhXXdTcm,
,
,,
,
,
,,,, & .....(4.11)
Penjelasan besaran-besaran dalam ruas kanan Persamaan 4.11 ditunjukkan
dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Besaran dalam Persamaan 1.1
Besaran Penjelasan
∫outs
ins
T
T
sps dTcm,
,
,& energi untuk memanaskan batubara (tanpa kandungan air)
( )
++− ∫∫
outs
satbed
satbed
ins
T
T
vpfg
T
T
wpoutins dTchdTcXXm,
,
,
,
,,& energi untuk memanaskan dan menguapkan kandungan air batubara
∫outs
ins
T
T
wpouts dTcXm,
,
,& energi untuk memanaskan sisa kandungan air batubara
Asumsi yang digunakan dalam penyelesaian Persamaan 4.11 antara lain :
1. Temperatur tiap partikel batubara dianggap seragam (termasuk temperatur
kandungan air)
2. Dalam bed 1, kandungan air yang menguap saat proses pengeringan adalah
free moisture. Pada tahap proses ini, seluruh partikel padatan akan terlapisi
dengan kandungan air batubara sehingga temperatur batubara adalah
temperatur jenuh air pada tekanan bed (termasuk temperatur keluar
69
batubara dari bed). Pada kondisi bed 2, kandungan free moisture
diasumsikan telah habis sehingga tidak semua lapisan batubara akan
terlapisi dengan dengan kandungan air batubara. Kondisi ini menyebabkan
temperatur keluar padatan dari bed 2 lebih besar daripada temperatur jenuh
pada tekanan bed 2.
3. Sifat termodinamika fluida dalam bed dan internal heater dievaluasi
berdasar tekanan masuk bed.
4. Temperatur keluar uap pengering (yang merupakan media fluidisasi) dari
bed sama dengan temperatur keluar padatan. Hal ini disebabkan karena
tingginya efektivitas kontak uap pengering dan padatan dalam proses
fluidisasi. Asumsi ini juga diperkuat dengan hasil kalkulasi prediksi
volume bed yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan termal antara
bed dan padatan yang jauh lebih kecil dari volume proses fluidisasi [30]
5. Kalor jenis batubara dianggap konstan (cp,s = 1260 kJ/kg K [10])
Energi yang diperlukan dalam Persamaan 4.11 seluruhnya dipenuhi dari
penurunan kalor uap pengering (Persamaan 4.12) dan penurunan kalor uap
internal heater (Persamaan 4.13).
( )outginggg hhmQ ,, −= & ................................................................(4.12)
( )outihinihihih hhmQ ,, −= & ...............................................................(4.13)
Dengan diketahuinya kondisi input dan output internal heater, maka
perhitungan geometri internal heater dapat dilakukan. Penurunan kalor yang
dialami fluida dalam internal heater harus memenuhi persamaan
LMTDAUQih ..=& ........................................................................(4.14)
Koefisien perpindahan panas total, U, dalam Persamaan 4.14 didapatkan
dari persamaan
pipeihinpipe
outpipeihpipef
inpipe
outpipe
inpipe
outpipe
pipe
outpipepipebedf
ihbed hd
dR
d
d
d
d
k
dR
hU →→→
→
++
++=
,
,,
,
,
,
,,, ln
2
11
.....................................................................................................(4.15)
70
Besar koefisien perpindahan panas bed ke permukaan pipa internal heater
(pipa horizontal) didapatkan dari persamaan [31]
2250Reuntuk
Pr420
3,03,0
32
2,
≥
=
pg
s
g
ggpipe
ps
gg
g
s
g
pipeihbed Ud
dgk
dh
ρρ
µρ
ρµ
ρρ
.................(4.16a)
atau
( )
2250Reuntuk
1Pr66,0
44,044,0
3,0,
<
−=
pg
s
g
ggpipe
g
sg
g
pipeihbed Ud
k
dh
ρρ
µρ
ερερ
...............(4.16b)
Komponen lain dalam koefisien perpindahan panas total internal heater
adalah koefisien perpindahan panas di dalam pipa internal heater. Profil
temperatur bed dan fluida internal dalam bed pengering CCP ditunjukkan dalam
Gambar 4.9. Titik 1 merupakan titik masuk fluida internal heater ke dalam pipa
internal heater, sedang titik 4 merupakan titik keluar fluida internal heater dari
pipa internal heater. Dalam Gambar 4.9 tersebut, terlihat bahwa internal heater
terdiri dari 3 daerah dengan koefisien konveksi yang berbeda, yaitu daerah 1-2,
daerah 2-3, dan daerah 3-4. Daerah 1-2 dan daerah 3-4 adalah daerah dimana
fluida internal heater mengalami penurunan temperatur sedang daerah 2-3 adalah
daerah dimana fluida internal heater mengalami kondensasi. Koefisien
perpindahan panas dalam bagian internal heater yang mengalami penurunan
temperatur dapat didekati dengan Persamaan Dittus-Boetler [32]
4,08,0 PrRe023,0 ihihih
pipepipeih
k
dh=→ ...................................................(4.17)
Pada bagian internal heater yang berkondensasi, persamaan koefisien
perpindahan panas yang digunakan bergantung pada jenis aliran 2 fasa (stratified
atau annular) yang terjadi dalam segmen pipa internal heater yang dievaluasi.
Kriteria jenis aliran yang terjadi dalam pipa dan persamaan yang digunakan dalam
perhitungan koefisien perpindahan panas ditunjukkan dalam Tabel 4.4.
71
Gambar 4.9. Profil temperatur fluida internal heater dan bed
Tabel 4.4. Jenis aliran dan persamaan kondensasi dalam pipa
Kriteria Jenis aliran
Persamaan yang digunakan Sumber persamaan
UG*≤ 0,5 stratified
( )
Γ−
hL
vlll
gk
µρρρ
76,0 ……………..(4.18a) [33]
UG*≥ 1,5 annular
+
2PrRe021,0
5,05,043,08,0 outin
i
l JJ
d
k...(4.18b) [33]
0,5<UG*< 1,5 transisi ( )( )straanGan hhUh −−+ 5,1* ...............(4.18c) [32]
Keterangan :
( )[ ] 5,0
5,0*
gl
gGG
gD
UU
ρρρ−
= = parameter Wallis..............................(4.19)
xJv
vl
−+=
ρρρ
1 ...................................................................(4.20)
Perhitungan koefisien perpindahan panas dalam daerah fluida internal
heater yang berkondensasi dilakukan dengan membagi pipa internal heater dalam
20 segmen pipa dimana pada tiap segmen pipa, kualitas uap dalam internal heater
turun sebesar 0.05. Pada tiap segmen pipa tersebut, koefisien perpindahan panas
fluida internal heater didapatkan dengan menggunakan Persamaan 4.18 hingga
4.20 sehingga didapatkan koefisien perpindahan panas total, U. Selain koefisien
tersebut, penurunan kalor fluida internal heater pada tiap segmen pipa tersebut
juga dianalisis. Dengan didapatkannya koefisien perpindahan panas total (U) dan
Tih,in
Tih,sat
Tbed Tih,out
2 1 3 4
Posisi sepanjang pipa internal heater
tem
pera
tur
72
penurunan kalor fluida internal heater (Q& ), maka panjang pipa internal heater
yang diperlukan juga akan didapat.
Komponen lain dalam koefisien perpindahan panas total internal heater ke
bed adalah konduktivitas termal pipa dan dimensi pipa. Konduktivitas termal pipa
dalam perancangan ini diasumsikan sebesar 45 W/mK [32], sedangkan dimensi
pipa mengacu pada standar pipa komersial schedule 40 [34].
Komponen terakhir dalam koefisien perpindahan panas total internal
heater adalah hambatan fouling yang ada di permukaan dalam dan luar pipa
internal heater. Besar hambatan fouling antara permukaan luar pipa internal heater
dan bed diasumsikan sebesar 9.10-4 m2K/W. Nilai ini adalah besar hambatan
fouling untuk aliran uap proses. Besar hambatan fouling antara permukaan dalam
pipa internal heater dan fluida internal heater bergantung pada kondisi fluida
internal heater tersebut. Ketika fluida mengalami penurunan temperatur, besar
hambatan fouling adalah 9.10-4 m2K/W sedang untuk fluida yang berkondensasi
adalah 1,75.10-4 m2K/W [32].
4.2.5 Simulasi Perancangan
Simulasi yang dilakukan dalam tahap perancangan ini adalah simulasi
kondisi operasi unit pengering dan subsistem pembangkit daya dengan
menggunakan perangkat lunak Cycle Tempo. Asumsi yang digunakan dalam
simulasi tersebut adalah
− Kondisi tunak
− Temperatur partikel batubara yang seragam
− Kandungan air batubara yang menguap adalah kandungan free moisture
− Penurunan tekanan dalam bed diwakili dengan penggunaan sebuah katup
penurun tekanan
− Kondisi batubara dan uap pengering saat keluar bed memiliki temperatur
yang sama
Skema simulasi kondisi operasi tiap bed dalam unit pengering CCP
ditunjukkan dalam Gambar 4.10. Arti simbol-simbol dalam Gambar 4.10
ditunjukkan oleh Gambar 4.11. Dalam Gambar 4.10, sebagian batubara
dipanaskan oleh uap internal heater (A1 ke A3) sedangkan sisa batubara tersebut
73
(A2 ke A4) dipanaskan oleh uap pengering bed yang selalu disirkulasi oleh
blower dan dipanaskan kembali oleh preheater. Pembagian aliran massa juga
diberlakuan pada kandungan air batubara yang tidak menguap (B1 dan B2) dan
kandungan air batubara yang menguap (C1 dan C3). Kedua kandungan air
tersebut dipisahkan karena kandungan air batubara yang tidak menguap hanya
mengalami kenaikan temperatur sedangkan kandungan air batubara yang
menguap mengalami kenaikan temperatur dan perubahan fasa. Kandungan air
batubara yang menguap tersebut kemudian digabungkan untuk disirkulasi kembali
melewati blower. Three way valve / damper dalam Gambar 4.10 digunakan untuk
memisahkan kelebihan uap sirkulasi bed yang berasal dari kandungan air batubara
yang menguap, sedang katup penurunan tekanan ditujukan untuk mewakili
kondisi penurunan tekanan yang terjadi dalam bed.
Setelah simulasi seperti dalam Gambar 4.10 dilakukan pada bed 1 dan bed
2, simulasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan penambahan peralatan dalam
unit pembangkit daya. Skema simulasi unit pengering dan subsistem pembangkit
daya ini ada dalam Lampiran E. Tujuan dari dilakukannya simulasi tersebut
adalah pengintegrasian rancangan ketiga unit pengering CCP dengan subsistem
pembangkit daya sekaligus untuk mendapatkan Gambaran proses-proses utama
dalam pabrik. Hasil simulasi tersebut ditunjukkan dalam Lampiran E.
4.2.6 Perancangan Siklon
Fungsi utama siklon dalam unit pengering CCP adalah
− Memisahkan batubara yang masih terbawa oleh uap fluidisasi keluar bed
− Melindungi komponen-komponen atau peralatan yang ada setelah siklon,
yaitu three-way valve / damper, blower, plenum dan distributor bed
pengering, serta internal heater bed lain yang akan dialiri sebagian gas
keluaran siklon. Bila gas mengandung padatan dalam jumlah besar, maka
padatan tersebut dapat merusak komponen-komponen atau peralatan yang
disebutkan di atas.
74
Gambar 4.10. Skema simulasi Cycle Tempo bed 2
Gambar 4.11. Beberapa simbol dalam perangkat lunak Cycle Tempo
Faktor utama yang berperan dalam pemilihan rancangan siklon adalah
debit uap masuk siklon, beban padatan, dan ketersediaan ruang untuk siklon
(terutama ketinggian). Uap yang masuk ke dalam siklon merupakan uap yang
keluar dari bed pengering. Uap tersebut memiliki debit yang besar sehingga siklon
75
yang digunakan adalah siklon paralel tetapi dengan menggunakan satu hopper
kaki siklon (tempat pengumpulan batubara) yang sama (Gambar 4.12).
(a) (b)
Gambar 4.12. (a) Cyclone tipe reverse flow, (b) Multiple parallel cyclone [35]
Siklon yang digunakan unit pengering merupakan siklon tipe reverse flow
(Gambar 4.12). Dalam perancangan ini, desain siklon yang digunakan adalah
desain siklon standar (Tabel 4.7) karena belum ada data yang dapat digunakan
dalam penentuan beban siklon (laju aliran massa partikel dan distribusi ukuran
partikel yang masuk ke dalam siklon). Nomenklatur dimensi dalam Tabel 4.5
tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4.12.
Tabel 4.5. Dimensi standar siklon [35]
76
Kurva performansi siklon standar dalam Tabel 4.5 pada kondisi tes standar
ditunjukkan dalam gambar 4.13. Kurva performansi tersebut dapat diubah menjadi
kurva performansi untuk siklon yang memiliki dimensi dan kondisi operasi yang
berbeda dengan siklon standar tersebut, yaitu dengan menggunakan Persamaan
4.21 untuk tiap efisiensi pemisahan padatan siklon. Kondisi standar yang
digunakan untuk mengevaluasi Persamaan 4.21 ditunjukkan dalam Tabel 4.6.
( )( )
5,03
,
,,,
−−
=
std
dsg
dsggs
stdgs
dsg
std
stdsiklon
dsgsiklonstdpdsgp Q
Q
d
ddd
µµ
ρρρρ
......(4.21)
Gambar 4.13. Kurva performansi siklon Stairmand high-efficiency
pada kondisi standar [33]
Tabel 4.6. Dimensi dan kondisi operasi siklon standar dalam Persamaan 4.21 [33]
Dimensi/ kondisi operasi Besar
Diameter siklon 0,203 m Debit gas 223 m3/jam
Beda densitas padatan-gas 2000 kg/m3
Viskositas gas 0,018 mNs/m2
4.2.7 Perancangan Distributor
Distributor merupakan komponen yang digunakan untuk mengalirkan uap
fluidisasi dari plenum bed ke ruang fluidisasi. Rancangan distributor tersebut
77
menentukan kondisi gelembung yang terjadi di dalam bed sehingga juga
berpengaruh pada kondisi fluidisasi dalam bed. Gambar 4.14 menunjukkan
beberapa tipe distributor bed.
Gambar 4.14. Beberapa tipe distributor [9]
Perancangan distributor bed dimulai dengan pemilihan bentuk distributor
bed yang akan digunakan. Pemilihan bentuk tersebut didasarkan pada
pertimbangan ukuran bed, tingkat penurunan tekanan uap yang terjadi di
distributor, dan penetrasi jet yang terjadi pada tempat keluar gas dari distributor
(Gambar 4.15). Dari keempat tipe distributor dalam Gambar 4.14, distributor yang
paling cocok digunakan untuk CCP adalah distributor tipe bubble cap.
Penggunaan distributor tipe perforated plate pada bed CCP yang lebar akan
memerlukan konstruksi yang kompleks. Tipe distributor sparger biasanya tidak
memberikan distribusi gas yang baik untuk bed yang lebar, sedangkan tipe
distributor conical grid biasanya digunakan untuk bed yang tinggi.
Penetrasi jet adalah penetrasi aliran gas dari distributor ke dalam bed.
Penetrasi jet yang saling bertabrakan antara 2 distributor yang bersebelahan dapat
menyebabkan penggabungan gelembung sehingga proses fluidisasi menjadi
kurang baik. Panjang Lhor dalam Gambar 4.15 dapat didekati dengan persamaan
[36]
( )2.02.04.02
125.5
−=
h
p
p
g
pmfp
hg
h
hor
d
d
gd
U
d
L
ρρ
ερρ
.............. (4.22)
Panjang penetrasi jet untuk orientasi lubang grid lain (orientasi ke atas dan
ke bawah) dapat didekati dengan persamaan [36]
downhorup LLL 32 ≈≈ ......................................................... (4.23)
78
Dari Persamaan 4.23, dapat dilihat bahwa orientasi distributor yang
memiliki penetrasi jet paling pendek adalah distributor dengan orientasi jet ke
bawah. Meskipun demikian, penurunan tekanan pada distributor dengan orientasi
ke bawah umumnya lebih besar dibanding dengan distributor dengan orientasi lain
[36].
Gambar 4.15. Penetrasi jet pada lubang distributor pada berbagai
orientasi lubang [9]
Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, maka distributor yang dipilih
untuk distributor bed CCP adalah distributor tipe bubble cap. Perancangan jumlah
dan ukuran distributor tersebut ditentukan dengan metoda trial and error. Jumlah
dan ukuran distributor ditentukan secara kasar untuk kemudian dianalisis
penurunan tekanan gas yang terjadi dan penetrasi jet yang terjadi. Pedoman desain
yang umum digunakan dalam penentuan besar penurunan tekanan gas melewati
distributor tipe bubble cap adalah [36]
bedd PP ∆<∆ 3.0 ............................................................................(4.23)
Selain distributor, posisi pipa inlet uap pengering ke dalam plenum bed
juga memiliki peran penting dalam menghasilkan aliran seragam di antara
distributor bed. Posisi inlet pipa uap pengering CCP ditunjukkan dalam Gambar
4.16a. Posisi tersebut lebih direkomendasikan dibanding penggunaan pipa inlet
seperti dalam Gambar 4.16b karena pada posisi ini, gas cenderung melewati
distributor yang terletak di bagian tengah [36].
79
4.3 Hasil Perancangan
Perhitungan perancangan silo sementara, bed pengering, siklon, dan
geometri awal distributor CCP dilakukan dengan menggunakan suatu
spreadsheet. Output perhitungan tersebut adalah suatu lembar perhitungan yang
ada dalam Lampiran C. Kondisi operasi tiap bed pengering dari lembar
perhitungan tersebut digunakan sebagai dasar simulasi unit pengering-subsistem
pembangkit daya CCP dengan menggunakan perangkat lunak Cycle Tempo
(Lampiran D).
Gambar 4.16. Konfigurasi pipa inlet plenum dari samping, (a) Horizontal-vertikal
(ke bawah); (b) Horizontal-vertikal (ke atas) [9]
Penjelasan berikut merupakan ringkasan dari hasil perhitungan atau
simulasi yang telah dilakukan dalam tulisan ini. Ringkasan ini nantinya akan
dianalisis dalam Bab V.
4.3.1 Rotary Valve dan Flap Gate
Tabel 4.7 menunjukkan spesifikasi dan jumlah rotary valve maupun flap
gate yang berada di antara silo sementara dan bed 1. Dalam tabel tersebut terlihat
bahwa kapasitas operasi flap gate pada kondisi rancangan lebih kecil daripada
kapasitas operasi flap gate berdasar katalog. Hal ini disesuaikan dengan
rekomendasi pabrik pembuat flap gate dimana kapasitas operasi flap gate pada
kondisi rancangan sebaiknya berkisar antara 60–80% dari kapasitas operasi flap
gate yang ada dalam katalog. Spesifikasi dan jumlah flap gate dalam Tabel 4.7
80
juga merupakan spesifikasi dan jumlah flap gate yang terletak diantara bed 1 dan
bed 2.
Tabel 4.7. Spesifikasi dan jumlah rotary valve dan flap gate
Besaran Rotary Valve Flap Gate
Pembuat Donaldson Torit Plattco Model CI – machined model 8” H series pneumatic – 18”
Kapasitas operasi (berdasar katalog)
528 cfh 540 cfh
Kapasitas operasi (kondisi rancangan)
475 cfh 475 cfh
Jumlah 3 buah 3 buah
4.3.2 Silo Sementara
Tiap rotary valve dalam Tabel 4.7 disuplai oleh 1 hopper silo sementara.
Bentuk silo sementara yang digunakan adalah silo sementara kubus dengan
ukuran outlet hopper yang sama dengan inlet rotary valve yang ada dalam Tabel
4.7. Tabel 4.8 menunjukkan ringkasan hasil rancangan tiap silo sementara sedang
Gambar 4.17 menunjukkan geometri tiap silo sementara.
Tabel 4.8. Hasil rancangan silo sementara
Besaran Harga Satuan
Jumlah 3 buah volume efektif 3,366 m3
volume geometrik 7,978 m3
kapasitas penyimpanan 4,167 ton ukuran inlet silo * * ukuran outlet silo 0,254 x 0,254 m
Keterangan : *) disesuaikan dengan desain siklon pertama pneumatic conveying dalam
subsistem pengolahan awal
4.3.3 Bed Pengering
Hasil perancangan bed pengering dapat dibagi menjadi 2 bagian, kondisi
operasi bed dan beberapa parameter proses. Kondisi operasi bed 1 ditunjukkan
dalam Tabel 4.9 sedang kondisi operasi bed 2 ditunjukkan dalam Tabel 4.10.
Beberapa parameter proses pemanasan dan pengeringan dalam bed dan bed 2
ditunjukkan dalam Tabel 4.11.
81
(potongan)
Gambar 4.17. Geometri tiap silo sementara (satuan dalam mm)
82
Tabel 4.9. Kondisi operasi bed 1
Skema No. Material/fluida P
(bar) T
(°C) m&
(kg/s)
1 batubara (basah)
1,7 30 13,889
2 batubara (kering)
1,7 120 12,821
3 uap 3,4 210 1,603 4 air (kondensat) 3,4 130 1,603 5 uap 1,7 148 17,670 6 uap 1,7 120 18,739
1
3
5
2
4
6
Tabel 4.10. Kondisi operasi bed 2
Skema No. Material/fluida P (bar)
T (°C)
m& (kg/s)
1 batubara (basah)
3,4 120 12,821
2 batubara (kering)
3,4 210 11,218
3 uap 34,32 435 1,285 4 air (kondensat) 34,32 220 1,285 5 uap 3,4 260 21,539 6 uap 3,4 210 23,142
1
3
5
2
4
6
Tabel 4.11. Beberapa parameter rancangan bed 1 dan bed 2
Parameter satuan Bed 1 Bed 2
diameter tangki m 7 7 panjang sisi ruang fluidisasi m 4,9 x 5 4,9 x 5
tinggi ruang fluidisasi m 2.45 2 diameter pipa internal heater in 1 1½
jarak antar pipa mm 120 193 jumlah pipa buah 615 168
luas permukaan perpindahan panas m2 317 125 pengurangan kandungan air batubara % 10 15
kecepatan operasi fluidisasi m/s 0,768 0,740 fraksi kosong bed rata-rata - 0,721 0,692
koefisien perpindahan panas bed ke internal heater
W/m2K 6001 7804
diameter pipa inlet batubara in 18 18 jumlah pipa inlet batubara buah 3 3
diameter pipa outlet batubara in 18 18 jumlah pipa outlet batubara buah 3 3
83
4.3.4 Preheater Bed Pengering
Skema hasil simulasi tiap unit pengering ditunjukkan dalam Lampiran
D.1. Simulasi tersebut menghasilkan antara lain kondisi operasi preheater tiap bed
(Tabel 4.12 dan Tabel 4.13), kondisi operasi steam drum dalam unit pengering
(Tabel 4.14), dan kondisi input-output tiap unit pengering (Tabel 4.15).
Tabel 4.12. Kondisi operasi preheater bed 1
Skema No. Material/fluida P (bar) T (°C) m& (kg/s)
1 uap 3,5 120 17,670 2 uap 3,5 148 17,670 3 uap 34,32 214 0,466 4 air 34,32 140 0,466 2 1
4
3
Tabel 4.13. Kondisi operasi preheater bed 2
Skema No. Material/fluida P (bar) T (°C) m& (kg/s)
1 uap 1,7 210 21,539 2 uap 1,7 260 21,539 3 uap 34,32 435 1,338 4 uap 3,4 241 1,338 2 1
4
3
Tabel 4.14. Kondisi operasi steam drum unit pengering
Skema No. Material/fluida P (bar) T (°C) m& (kg/s)
1 uap (campuran) 34,32 241 1,338 2 uap (jenuh) 34,32 241 0,466 3 Kondensat 34,32 241 0,872
4.3.5 Peralatan dalam Subsistem Pembangkit Daya
Skema hasil simulasi ketiga unit pengering (subsistem pengering) dan
subsistem pembangkit daya ditunjukkan dalam Lampiran D.3. Dalam skema
84
tersebut, ketiga unit pengering dianggap sebagai source (karena ada aliran
campuran uap dan uap dari unit pengering menuju subsistem pembangkit daya)
dan juga dianggap sebagai sebuah sink (karena unit pengering memerlukan uap
dari boiler dalam subsistem pembangkit daya untuk proses pemanasan dan
pengeringan). Alasan adanya penyederhanaan simulasi ketiga unit pengering
seperti disebutkan diatas adalah karena adanya keterbatasan jumlah peralatan yang
dapat disimulasi dengan menggunakan perangkat lunak Cycle Tempo.
Tabel 4.15. Kondisi input-output tiap unit pengering
Skema
No. Material P (bar) T (°C) m& (kg/s) Keterangan
1 Batubara 1 30 13,889 Batubara dengan kandungan air 30% (terhadap massa kering)
2 Batubara 3.4 210 11,218 Batubara dengan kandungan air
5% (terhadap massa kering)
3 Uap 34,32 435 2,623 Berasal dari boiler dalam
subsistem pembangkit daya
4 Uap
(campuran) 20 241.44 2,623
Dialirkan menuju subsistem pembangkit daya
5 Kondensat 3,4 130 1,603
Berasal dari kandungan air batubara yang menguap dan dialirkan menuju subsistem
pengolahan air
6 Uap 1,7 120 1,069
Berasal dari kandungan air batubara yang menguap dan dialirkan menuju subsistem
pembangkit daya
Dari Tabel 4.14, terlihat bahwa jalur nomor 4 dan 6 masih dapat
digunakan sebagai pemanas feedwater boiler. Jalur uap nomor 6 digunakan untuk
memanaskan feedwater keluaran kondensor turbin (komponen nomor 3 dalam
Lampiran D.3) hingga mencapai temperatur jenuh deaerator. Feedwater tersebut
85
kemudian dialirkan ke deaerator (tidak dimasukkan dalam simulasi di Lampiran
D.3) untuk pengurangan kandungan gas terlarut. Feedwater keluaran deaerator
kemudian dipompa hingga mencapai tekanan boiler dan dipanaskan dengan
menggunakan uap dari jalur nomor 4 dalam Tabel 4.14. Karena berasal dari uap
boiler, maka uap dari jalur nomor 4 dapat langsung dipompa kembali ke boiler.
Kondisi operasi kedua penukar panas diatas ditunjukkan dalam Tabel 4.16 dan
Tabel 4.17.
Tabel 4.16. Kondisi operasi penukar panas setelah kondensor dalam subsistem
pembangkit daya CCP
Skema No. Material/fluida P(bar) T(°C) m& (kg/s)
1 air 1,4 39 8,055 2 air 1,4 109 8,055 3 uap 1,7 120 3,207 4 Uap (campuran) 1,7 115 3,207 2 1
4
3
Tabel 4.17. Kondisi operasi penukar panas setelah deaerator dalam subsistem
pembangkit daya
Skema No. Material/fluida P (bar) T(°C) m& (kg/s)
1 air 34,32 109 16,089 2 air 34,32 193 16,089 3 air 18 212 8,034 4 air 18 130 8,034 2 1
4
3
4.3.6 Blower
Blower yang digunakan tiap bed pengering dipilih berdasar kebutuhan
debit dan penurunan tekanan yang terjadi dalam siklus uap pengering (Tabel
4.18). Tabel 4.19 menunjukkan spesifikasi blower yang digunakan. Katalog
blower yang digunakan tersebut ada dalam lampiran B.5. Besarnya debit yang
harus ditangani blower menyebabkan blower yang digunakan disusun secara
paralel seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.18.
86
Tabel 4.18. Tekanan yang harus disuplai blower
Faktor penurunan tekanan Satuan Bed 1 Bed 2
bed Pa 5243 4771 distributor Pa 1573 1431
siklon Pa 54 76 komponen lain Pa 1000 1000
total Pa 7870 7278 Keterangan : *) Yang dimaksud komponen lain adalah preheater bed, three way valve/damper, dan jalur perpipaan uap pengering
Tabel 4.19. Spesifikasi blower yang digunakan CCP
Spesifikasi Satuan Bed 1 Bed 2
Jumlah buah 3 2
Manufakturer - Spencer Turbine
Company Spencer Turbine
Company
Jenis - Multistage
centrifugal blower Multistage
centrifugal blower Model - 50 series 50 series
Daya tiap blower* HP 150 150 Debit tiap blower CFM 13000 15000
Keterangan : *) karena hanya ada data daya blower maksimum untuk jenis blower tertentu dan tidak ada data kurva performansi blower maka kebutuhan daya tiap blower diasumsikan sama (besar daya tersebut hanya digunakan untuk perkiraan kebutuhan daya).
Gambar 4.18. Susunan blower bed 1 (kiri) dan blower bed 2 (kanan) dalam unit
pengering CCP
87
4.3.7 Siklon
Dimensi siklon tiap bed ada dalam Lampiran C.2 dan Lampiran C.3.
Prediksi efisiensi dari tiap siklon tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4.19. Dari
gambar tersebut, dapat dilihat bahwa siklon bed 1 mampu menangkap partikel
batubara berukuran lebih dari 116 µm sedang siklon bed 2 mampu menangkap
batubara berukuran lebih dari 126 µm.
0
20
40
60
80
100
120
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135
ukuran partikel (mikrometer)
efis
ien
si (
%)
siklon bed 1
siklon bed 2
Gambar 4.19. Prediksi efisiensi tiap siklon bed pengering.
4.3.7 Kebutuhan Unit Pengering
Rincian kebutuhan daya tiap unit pengering CCP ditunjukkan dalam Tabel
4.20. Kebutuhan daya tersebut disusun berdasar katalog peralatan yang akan
digunakan unit pengering CCP.
Tabel 4.20. Kebutuhan daya peralatan utama unit pengering
Peralatan Jumlah (buah) Daya Satuan (kW) Daya Total (kW)
Rotary valve 3 0.373 1,12 Blower bed 1 3 112 336 Blower bed 2 2 112 224
total 561,12
Dari hasil simulasi tiap unit pengering menggunakan program Cycle
Tempo, terlihat bahwa kebutuhan uap untuk proses pengeringan dan pemanasan
88
batubara dalam tiap unit pengering adalah 2,623 kg/s. Uap tersebut digunakan
untuk mengurangi kandungan air batubara sebesar 25% (terhadap massa kering),
atau dengan kata lain, kebutuhan uap unit pengering adalah 0,982 kg uap/kg
kandungan air batubara yang menguap.
Simulasi ketiga unit pengering dan subsistem pembangkit daya dalam
Lampiran D.3 menggunakan boiler dengan efisiensi 100%. Kebutuhan kalor
boiler tersebut adalah 52,1 MW. Bila diasumsikan bahan bakar boiler tersebut
adalah batubara biasa dengan nilai kalor 4500 kcal/kg (18841 kJ/kg) dan efisiensi
boiler adalah 80%, maka kebutuhan batubara CCP adalah
( )( ) jamton
skgmbb 444,12457,3
1884108,0
64.52100 ===&