BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Detail Engineering Design (DED)
Detail adalah sesuatu yang rinci atau sesuatu yang lebih mendalam.
Engineering adalah sebuah profesi, sama seperti halnya dengan ilmuan,
dokter maupun profesi lainnya. Profesi dimana di dalamnya ada pengetahuan
matematika dan ilmu alam yang dapat melalui pendidikan dan pengalaman
praktek. Desain atau perenacanaan adalah proses mengubah konsep-konsep
dan informasi menjadi rencana-rencana dan spesifikasi yang terperinci,
dengannya sebuah produk jadi atau fasilitas tertentu sehingga dapat dibuat
atau dibangun.
Detail Engineering Design (DED) merupakan gambar kerja yang
rinci, sehingga dapat memperlihatkan jenis material dan dimensinya, disertai
dengan spesifikasi tekník, sehingga sebuah desain dapat dibangun
3.2 Proses Pekerjaan DED
3.2.1 Pengumpulan data
Pekerjaan DED / Perencanaan Penataan Koridor Jalan adalah
merupakan pekerjaan yang terpadu dan terkait satu sama lain yang dimulai
dari proses persiapan, pengumpulan data dan proses desain sampai
perhitungan biaya.
Secara prinsip, proses pekerjaan ini dibagi dalam 2 (dua) kelompok
utama kegiatan yaitu:
1. Penyusunan Pra Rencana
a. Tinjauan Kondisi Eksisting yang meliputi:
1) Sistem jaringan utilitas dan pergerakan.
2) Fisik bangunan di sekitar site.
3) Keterkaitan dengan jaringan di dalam dan di luar jalan
9
4) Vegetasi di sekitar jalan.
b. Rumusan Konsep Dasar Pra Rencana yang meliputi kegiatan :
1) Pola tata ruang dalam dan luar.
2) Sistem jaringan utilitas.
3) Tata hijau/lingkungan.
4) Pencapaian/sirkulasi.
c. Penyusunan rancangan rencana dan rekomendasi.
2. Penyusunan Rencana, meliputi :
a. Rencana Gubahan Massa.
b. Rencana tata ruang luar (eksterior) dan lingkungan/tata hijau.
c. Rencana penerangan (lighting).
d. Rencana utilitas jaringan bangunan (air bersih, air kotor,
drainase/air hujan)
e. Rencana persampahan (pewadahan dan pengangkutan)
Secara detail, alur pelaksanaan kegiatan direncanakan dalam kegiatan
utama yang dijabarkan sebagai berikut :
1. Kegiatan Persiapan
Langkah awal dari seluruh kegiatan ini adalah penyusunan
Rencana Kerja yang mencakup :
a. Penyusunan sasaran, strategi dan alur pekerjaan keseluruhan.
b. Pembuatan jadwal kegiatan dan mobilisasi staf .
c. Persiapan survey dan pendataan.
d. Pengaturan alokasi waktu.
e. Perumusan/penyusunan laporan rencana kerja.
2. Kegiatan Pengumpulan Data
Dalam tahap ini semua data fisik, statistik dan keterangan
lainnya yang berkaitan dengan DED / Perencanaan akan
dikumpulkan. Selain itu pertemuan dengan pengguna (user) akan
dilakukan secara intensif untuk mengumpulkan data yang relevan.
Kegiatan pengumpulan data dimaksudkan untuk mengetahui
10
kondisi dan permasalahan yang ada; mencakup hal-hal sebagai
berikut :
a. Pemetaan dan pengumpulan data fisik & infrastruktur/utilitas.
1) Lingkungan di sekitar site (site environment).
2) Observasi lapangan (merekam kondisi fisik dan aktifitas).
3) Pengukuran fisik di sekitar site.
4) Observasi jaringan infrastruktur (kinerja dan kondisi).
5) Dokumentasi visual-digital.
6) Wawancana narasumber terkait.
b. Pengumpulan data literatur pendukung
Meliputi peraturan, ketentuan, kebijakan, batasan; termasuk
juga keberadaan Koridor Kawasan di Indonesia maupun negara
lain yang cukup layak dijadikan preseden positip.
3.2.2 Kegiatan setelah pengumpulan data
Ada beberapa kegiatan yang harus di lakukan setelah
terkumpulnya data
1. Kegiatan Pengolahan Data
a. Penggambaran ulang site dan lingkungan sekitarnya (termasuk
pula stick out bangunan sekitarnya).
b. Pola jaringan infrastruktur eksisting dan posisinya.
c. Air tanah (hidrolika).
d. Daya dukung tanah (mekanika tanah).
2. Kegiatan Identifikasi Permasalahan
c. Permasalahan site dan bangunan
1) Kendala site.
2) Arsitektur bangunan sekitar site.
3) Struktur bangunan sekitar site.
4) Sirkulasi antar bangunan
5) Penataan lingkungan saat ini.
11
6) Penanganan bangunan sekitar site.
7) Dampak lingkungan yang telah dan akan terjadi.
d. Permasalahan utilitas: kinerja jaringan eksisting pada
lingkungan site.
1) Elektrikal
2) Penerangan
3) Drainase
4) Persampahan
5) Air limbah/sanitasi
e. Review terhadap produk perencanaan sebelumnya, antara lain
meliputi: block plan, site engineering, dst.
3. Kegiatan Analisa Kondisi Eksisting.
a. Kebutuhan pengembangan fisik pada kawaan yang akan
dibangun koridor.
b. Keandalan bangunan koridor
c. Potensi site dan lingkungan sekitarnya
d. Daya dukung lingkungan
e. Sirkulasi dan pencapaian
f. Struktur bangunan dan daya dukung tanah (hasil sondir)
g. Kinerja keandalan jaringan utilitas terhadap site dan
lingkungannya.
h. Baku mutu jaringan/peralatan yang akan dipergunakan.
4. Kegiatan Penetapan Rekomendasi Perencanaan
a. Rekomendasi untuk perencanaan ruang luar dan lansekap
1) Penampilan bangunan koridor.
2) Klasifikasi material finishing eksterior bangunan.
3) Skala dan proporsi, dll.
b. Rekomendasi untuk perencanaan utilitas.
1) Rekomendasi yang dihasilkan didukung pula oleh :
a) Pendalaman terhadap keandalan bangunan koridor :
Persyaratan keselamatan
12
Persyaratan kenyamanan
Persyaratan arsitektur
Persyaratan kesehatan
Persyaratan kemudahan dan aksesibilitas
Persyaratan khusus
b) Pendalaman terhadap keandalan utilitas :
Persyaratan efektifitas pelayanan
Persyaratan efisiensi pelayanan
Pernyaratan Kenyamanan Pengguna.
Persyaratan keamanan
Persyaratan baku mutu (SNI, SII, dll)
5. Kegiatan Perumusan Konsep Perencanaan
Konsep Dasar Rencana meliputi:
a. Konsep Site, Denah, Potongan, Detail development.
b. Konsep penampilan bangunan koridor
c. Konsep pergerakan dalam Penataan Koridor Kepatihan Kota
Surakarta.
d. Konsep tata ruang Koridor.
e. Konsep pengembangan jaringan utilitas bangunan Koridor.
6. Kegiatan Pembuatan Finishing Review Desain
a. Perencanaan Koridor :
1) Pola pemintakatan
2) Tata massa bangunan koridor
3) Fungsi koridor
4) Site development
5) Sirkulasi dan pencapaian
6) Struktur bangunan koridor
b. Perencanaan Jaringan Utilitas (Mekanikal Elektrikal)
1) Air bersih
13
2) Limbah (air kotor)
3) Sanitasi
4) Drainase
5) Persampahan
6) Hidran
7) Listrik
c. Pembuatan detail desain.
d. Pentahapan pembangunan koridor.
e. Penyusunan RKS dan RAB.
3.3 Element Urban Design
Perancangan Kota (Urban design) bertujuan untuk mewujudan
proses ruang kota yang berkualitas tinggi dilihat dari kemampuan ruang
tersebut di dalam membentuk pola hidup masyarakat urban yang sehat.
Untuk itu maka unsur-unsur arsitektur kota yang berpengaruh
terhadap proses pembentukan ruang yang dimaksud harus diarahkan serta
dikendalikan perancangannya sesuai dengan skenario pembangunan yang
telah digariskan. Unsur-unsur tersebut, biasa juga dikenal dengan istilah
elemen rancang kota.
Shirvani (1985), mengklasifikasikan 8 elemen urban design
sebagai berikut :
a. Tata Guna Lahan ( Land Use)
Pada prinsipnya land use adalah :
1. Pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan
yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu.
2. Secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan
bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut
seharusnya berfungsi.
14
3. Land use bermanfaat untuk pengembangan sekaligus
pengendalian investasi pembangunan.
4. Pada skala makro, land use lebih bersifat multifungsi /
mixed use.
b. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
1. Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh ketinggian
atau besarnya bangunan, penampilan bentuk maupun
konfigurasi dari massa bangunannya, akan tetapi
2. Bentuk dan massa bangunan ditentukan juga oleh
besaran selubung bangunan (building envelope), BCR
(buillding covered rasio ) “KDB” dan FAR (Floor Area
Ratio) “KLB”, ketinggian bangunan, sempadan
bangunan, ragam arsitektur, skala, material, warna dan
sebagainya.
c. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking )
1. Masalah sirkulasi kota diperlukan pemikiran yang
mendasar; antara prasarana jalan yang tersedia, bentuk
struktur kota, fasilitas pelayanan umum dan jumlah
kendaraan bermotor yang semakin meningkat.
2. Diperlukan suatu manajemen transportasi yang
menyeluruh terkait dengan aspek-aspek tersebut.
3. Di negara maju sudah dicanangkan atau digencarkan
penggunaan moda transportasi umum (mass transport)
untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan
penghematan BBM
4. Membantu pengurangan pencemaran udara kota maupun
kebisingan dan bahaya lalu lintas lainnya.
5. Kebijakan ini mengarah terciptanya suatu lingkungan
kota menuju kondisi minimalisir transportasi (zero
transportation).
15
6. Selain kebutuhan ruang untuk bergerak, moda transport
juga membutuhkan tempat untuk berhenti (parkir).
Kebutuhan parkir semakin meningkat terutama di pusat-
pusat kegiatan kota atau Central Bussiness District
(CBD).
d. Ruang Terbuka (Open Space)
1. Ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap.
2. Elemen lansekap terdiri dari
elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar,
patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak
(softscape) berupa tanaman dan air. Ruang
terbuka :lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt,
taman dan sebagainya.
3. Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait
dengan perabot taman atau jalan (street furniture). Street
furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan
nama, bangku taman dan sebagainya.
e. Area Pedestrian (Pedestrian Area)
1. Area di tujukan untuk pejalan kaki yang bebas hambatan
2. Atraksi untuk mendapatkan suasana saat melakukan
pergerakan, baik statis maupun dinamis
3. Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi
keterikatan terhadap kendaraan di kawasan pusat kota,
mempertinggi kualitas lingkungan melalui sistem
4. perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan
pedagang kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan
membantu kualitas udara di kawasan tersebut.
f. Pendukung Kegiatan (Activity Support )
16
1. Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan
kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu
kawasan kota.
2. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang
memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi,
penggunaan lahan dan kegiatan-kegiatannya.
3. Penciptaan kegiatan pendukung aktifitas kesinambungan
antara menyediakan jalan, pedestrian atau plaza, dengan
fungsi utama (bangunan dan isinya) dan penggunaan
elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas,
misalnya pusat perbelanjaan, taman rekreasi, pusat
perkantoran, perpustakaan dan sebagainya.
g. Konservasi ( Conservation )
3.4 Sarana Pejalan Kaki
3.4.1 Pejalan kaki secara umum
Prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki secara umum
berfungsi untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dari satu
tempat ke tempat lain dengan mudah, lancar, aman, nyaman, dan
mandiri termasuk bagi pejalan kaki dengan keterbatasan fisik.
Fungsi prasarana dan sarana pejalan kaki yaitu sebagai berikut:
a. jalur penghubung antarpusat kegiatan, blok ke blok,
dan persil ke persil di kawasan perkotaan;
b. bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pergantian
moda pergerakan lainnya;
c. ruang interaksi sosial;
d. pendukung keindahan dan kenyamanan kota; dan
e. jalur evakuasi bencana.
17
Prinsip perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki yaitu
sebagai berikut:
a. memudahkan pejalan kaki mencapai tujuan dengan
jarak sedekat mungkin;
b. menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan
adanya konektivitas dan kontinuitas;
c. menjamin keterpaduan, baik dari aspek penataan
bangunan dan lingkungan, aksesilibitas
antarlingkungan dan kawasan, maupun sistem
transportasi;
d. mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh
pengguna termasuk pejalan kaki dengan berbagai
keterbatasan fisik;
e. mempunyai kemiringan yang cukup landai dan
permukaan jalan rata tidak naik turun;
f. memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan,
dan mudah untuk digunakan secara mandiri;
g. mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial,
maupun lingkungan bagi pejalan kaki;
h. mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung
aktivitas sosial, seperti olahraga, interaksi sosial, dan
rekreasi; dan
i. menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan
budaya setempat, seperti kebiasaan dan gaya hidup,
kepadatan penduduk, serta warisan dan nilai yang
dianut terhadap lingkungan.
Prinsip perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki
tersebut menekankan aspek kontekstual dengan kawasan yang
direncanakan yang dapat berbeda antara satu kota dengan kota
lainnya. Dalam menerapkan perencanaan prasarana jaringan
18
pejalan kaki perlu memperhatikan kebutuhan ruang jalur pejalan
kaki, antara lain berdasarkan dimensi tubuh manusia, ruang jalur
pejalan kaki berkebutuhan khusus, ruang bebas jalur pejalan kaki,
jarak minimum jalur pejalan kaki dengan bangunan, dan
kemiringan jalur pejalan kaki.
Kebutuhan ruang jalur pejalan kaki untuk berdiri dan
berjalan dihitung berdasarkan dimensi tubuh manusia. Dimensi
tubuh yang lengkap berpakaian adalah 45 cm untuk tebal tubuh
sebagai sisi pendeknya dan 60 cm untuk lebar bahu sebagai sisi
panjangnya.
Gambar 2. Tabel kebutuhan ruang gerak minimum pejalan kaki
Sumber : Permen PU No 3 tahun 2014
Kebutuhan ruang gerak minimum tersebut di atas harus
memperhatikan kondisi perilaku pejalan kaki dalam melakukan
pergerakan, baik pada saat membawa barang, maupun berjalan
bersama (berombongan) dengan pelaku pejalan kaki lainnya, dalam
kondisi diam maupun bergerak.
19
3.4.2 Jalur difable
Persyaratan khusus ruang bagi pejalan kaki yang
mempunyai keterbatasan fisik (difabel) yaitu sebagai berikut:
a. jalur pejalan kaki memiliki lebar minimum 1.5 meter dan
luas minimum 2,25 m2
b. alinemen jalan dan kelandaian jalan mudah dikenali oleh
pejalan kaki antara lain melalui penggunaan material
khusus
c. menghindari berbagai bahaya yang berpotensi
mengancam keselamatan seperti jeruji dan lubang;
d. tingkat trotoar harus dapat memudahkan dalam
menyeberang jalan
e. dilengkapi jalur pemandu dan perangkat pemandu untuk
menunjukkan berbagai perubahan dalam tekstur trotoar
f. permukaan jalan tidak licin
Ketentuan untuk fasilitas bagi pejalan kaki berkebutuhan
khusus yaitu sebagai berikut:
a. ramp diletakan di setiap persimpangan, prasarana ruang
pejalan kaki yang memasuki pintu keluar masuk
bangunan atau kaveling, dan titik-titik penyeberangan;
b. jalur difabel diletakkan di sepanjang prasarana jaringan
pejalan kaki; dan
c. pemandu atau tanda-tanda bagi pejalan kaki yang antara
lain meliputi: tanda-tanda pejalan kaki yang dapat
diakses, sinyal suara yang dapat didengar, pesan-pesan
verbal, informasi lewat getaran, dan tekstur ubin sebagai
pengarah dan peringatan.
Ketentuan mengenai standar penyediaan jalur pejalan kaki
berkebutuhan khusus secaralebih rinci mengacu pada pedoman
20
mengenai teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung
dan lingkungan.
Gambar 3. Kebutuhan ruang gerak minimun pejalan kaki
berkebutuhan khusus
Sumber : Permen PU No 3 tahun 2014
3.5 Street Furniture
Street Furniture atau yang sering disebut “perabotan jalan” merupakan
salah satu elemen pendukung kegiatan pada suatu ruang publik berupa ruas
jalan yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih
besar.(Permen PU no 6 tahun 2007). Perabot atau perlengkapan jalan (street
furniture) harus menyesuaikan jalan disekitarnya agar lebih rapi dan teratur.
Bebarapa hal yang di butuhkan dalam mendukung street furniture
terdiri atas jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, pagar pengaman,
tempat sampah, marka, perambuan, papan informasi, halte atau shelter bus
dan lapak tunggu, dan telepon umum. (Permen PU no 03 tahun 2014)
3.5.1 Jalur Hijau
21
Terdapat bagian khusus untuk menempatkan berbagai
elemen ruang seperti hidran air, telepon umum, dan
perlengkapan/perabot jalan (bangku, lampu, tempat sampah, dan
lainlain) serta jalur hijau. Ruang pejalan kaki dibangun dengan
mempertimbangkan nilai ekologis ruang terbuka hijau (RTH). Jalur
hijau ditempatkan pada jalur amenitas dengan lebar 150 centimeter
dan bahan yang digunakan adalah tanaman peneduh.
3.5.2 Lampu penerangan
Lampu penerangan terletak di luar ruang bebas jalur pejalan
kaki dengan jarak antarlampu penerangan yaitu 10 meter. Lampu
penerangan dibuat dengan tinggi maksimal 4 meter serta
menggunakan material yang memiliki durabilitas tinggi seperti
metal dan beton cetak.
Gambar 4. Standar lampu penerangan
Sumber : Permen PU No 3 tahun 2014
3.5.3 Tempat duduk
22
Tempat duduk terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki
dengan jarak antartempat duduk yaitu 10 meter. Tempat duduk
dibuat dengan dimensi lebar 0,4-0,5 meter dan panjang 1,5 meter,
serta menggunakan material yang memiliki durabilitas tinggi
seperti metal dan beton cetak.
3.5.4 Pagar Pengaman
Pagar pengaman terletak di luar ruang bebas jalur pejalan
kaki pada titik tertentu yang memerlukan perlindungan. Pagar
pengaman dibuat dengan tinggi 0,9 meter, serta menggunakan
material yang tahan terhadap cuaca dan kerusakan, seperti metal
dan beton.
3.5.5 Tempat sampah
Tempat sampah terletak di luar ruang bebas jalur pejalan
kaki dengan jarak antartempat sampah yaitu 20 meter. Tempat
sampah dibuat dengan dimensi sesuai kebutuhan, serta
menggunakan material yang memiliki durabilitas tinggi seperti
metal dan beton cetak.
Gambar 5. Standar tempat sampah untuk umum
Sumber : Permen PU No 3 tahun 2014
23
3.5.6 Papan informasi (Signage)
Marka, perambuan, dan papan informasi terletak di luar
ruang bebas jalur pejalan kaki, pada titik interaksi sosial, dan pada
jalur pejalan kaki dengan arus padat. Marka, perambuan, dan papan
informasi disediakan sesuai dengan kebutuhan, serta menggunakan
material yang memiliki durabilitas tinggi dan tidak menimbulkan
efek silau.
24