34
34
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN, PELAKU
USAHA, PENERBANGAN, DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM
2.1. Perlindungan Konsumen
2.1.1. Pengertian perlindungan konsumen
Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang banyak industri barang dan jasa,
baik yang berskala besar maupun kecil, terutama sejak dilaksanakannya
pembangunan nasional secara bertahap dan terencana melalui Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita).33 Pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa di
satu pihak membawa dampak positif antara lain dapat disebutkan tersedianya
kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adaya
alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. Akan tetapi, dilain
pihak terdapat dampak negatif yaitu dampak penggunaan dari teknologi itu sendiri
serta perilaku bisnis yang timbul karena makin ketatnya persaingan yang
memengaruhi masyarakat selaku konsumen.
Ketatnya persingan dapat mengubah perilaku ke arah persaingan yang tidak
sehat karena para produsen - pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling
berbenturan di antara mereka. Persaingan tidak sehat ini pada gilirannya dapat
33Janus Sidabalok, op cit, hal. 1
35
merugikan konsumen. Berdasarkan kondisi dan fenomena tersebut mengakibatkan
kedudukan pelaku usaha dengan konsumen menjadi tidak seimbang, dimana
kedudukan konsumen lebih lemah dibandingkan kedudukan pelaku usaha. Oleh
karena itu, sangatlah dibutuhkan adanya peraturan yang melindungi kepentingan-
kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan serta untuk menjamin terciptanya
perlindungan terhadap kedudukan konsumen.
Lahirlah istilah perlindungan konsumen yang sesungguhnya berfungsi untuk
menyeimbangkan kedudukan konsumen dan pelaku usaha, dengan siapa mereka
saling berhubungan dan saling membutuhkan. Keadaan yang seimbang tersebut akan
menertibkan dan menserasikan keselarasan materiil, tidak sekedar formil, dalam
kehidupan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana dikendaki oleh falsafah bangsa
dan negara Indonesia.34 .
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan
kosumen dalam memperoleh barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk
mendapatkan barang dan jasa hingga akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa
itu.35 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum itu
meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau
menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta
34A.Z Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Dana WIdya, Jakarta,
(selanjutnya disingkat A.Z Nasution I), hal. 16
35Janus Sidabalok, op cit, hal. 7
36
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku
usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.36
Untuk melindungi konsumen diperlukan seperangkat aturan hukum dengan
suatu campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap
konsumen. Campur tangan yang dilakukan negara dalam menjamin suatu
penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah menuangkan perlindungan
konsumen ke dalam suatu produk hukum yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengertian perlindungan konsumen tertuang
dalam Pasal 1 angka 1 UUPK yang menyatakan perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
Hukum perlindungan konsumen merupakan keseluruhan peraturan
perundang-undangan, baik undang-undang maupun peraturan perundang-undangan
lainnya serta putusan-putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai
kepentingan konsumen.37 A.Z Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan
konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-
kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan
36A.Z Nasution, 2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Masyarakat Pemantau Peradilan
Indonesia, Jurnal Teropong, (selanjutnya disingkat A.Z Nasution II), hal. 6-7
37Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Kencana,
Jakarta, hal. 213
37
masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa
konsumen di dalam pergaulan hidup.38
Dalam perlindungan konsumen terdapat hubungan hukum antara dua pihak
yakni pihak pelaku usaha dan pihak konsumen. Apabila perlindungan konsumen
dikaitkan dalam penggunaan jasa penerbangan maka yang dimaksud sebagai pelaku
usaha adalah pihak perusahaan maskapai penerbangan yang menyediakan jasa
penerbangan, sedangkan yang dimaksud sebagai konsumen dalam penerbangan
adalah para pengguna jasa penerbangan atau yang biasa dikenal dengan sebutan
penumpang.
2.1.2. Asas dan tujuan perlindungan konsumen
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan
hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas
hukum yang ada di dalamnya, asas-asas hukum memberi makna etis kepada setiap
peraturan-peraturan hukum serta tata hukum.39
Asas hukum ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yakni,
pertama asas hukum merupakan landasan paling luas bagi lahirnya suatu peraturan
hukum. Artinya penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada
asas-asas hukum, sedangkan yang kedua karena asas hukum mengandung etis, maka
38Sidharta, op cit, hal. 9-10 39Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut
Satjipto Rahardjo II), hal. 87
38
asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan
cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.40
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh
pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan lima asas,
yang menurut Pasal 2 UUPK adalah :
1. asas manfaat;
2. asas keadilan;
3. asas keseimbangan;
4. asas keamanan dan keselamatan konsumen; serta
5. asas kepastian hukum.41
Asas manfaat mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki
bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan
untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah
untuk memberikan kepada masing-masing pihak, produsen-pelaku usaha dan
konsumen, apa yang menjadi hak-haknya. Dengan demikian, diharapkan bahwa
40Ibid, hal. 85 41Janus Sidabalok, op cit, hal. 25-27
39
pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi selutuh
lapisan masyarakat dan pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa.
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini
mengendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan
konsumen ini, konsumen dan produsen-pelaku usaha dapat berlaku adil melalui
perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. Oleh karena itu, undang-
undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan produsen-pelaku
usaha.
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, produsen-pelaku usaha dan
pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan
hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen-pelaku
usaha dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan
hak dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang
lebih besar dari pada pihak lain.
40
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh
manfaat dari produk yang dikonsumsi atau digunakannya dan sebaliknya bahwa
produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta
bendanya. Oleh karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah kewajiban
yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh
produsen-pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Asrtinya, kewajiban yang
terkandung didalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-
hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, negara
bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang ini sesuai dengan bunyinya.
Tujuan diadakannya perlindungan konsumen adalah untuk memberikan
kedudukan yang sama antara pelaku usaha dan konsumen, serta memperhatikan hak-
hak konsumen. Dalam UUPK Pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
41
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanaan, dan
keselamatan konsumen.
Tujuan hukum ini baru dapat berjalan sebagaimana yang dicita-citakan
apabila diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan subsistem yang terkandung dalam
undang-undang dengan didukung oleh sarana dan fasilitas yang menunjang. Selain itu
suatu tujuan hukum walaupun telah diatur secara sistematis dalam peraturan
perundang-undangan atau ketentuan lainnya akan menjadi mati apabila penerapannya
tidak mampu memenuhi tuntutan rasa keadilan atau memberi manfaat lain kepada
masyarakat umum.
2.1.3. Pengertian konsumen, hak, dan kewajiban konsumen
Istilah konsumen pertama kali masuk dalam substansi GBHN pada tahun
1983. Menurut GBHN, pembangunan nasional pada umumnya serta pembangunan
ekonomi pada khususnya harus menguntungkan dan menjamin kepentingan
konsumen. Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-
Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari kata consumer
42
adalah lawan dari produsen yakni setiap orang yang menggunakan barang dan/atau
jasa.42
Pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
A.Z Nasution berpendapat bahwa terdapat beberapa batasan tentang
konsumen, yakni :
1. konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan
untuk tujuan tertentu;
2. konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa
untuk digunakan dengan tujuan membuat barang atau jasa lain untuk
diperdagangkan kembali (tujuan komersial);
3. konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan
menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan
hidupnya pribadi, keluarga, dan/atau rumah tangga dan tidak untuk
diperdagangkan kembali (tujuan nonkomersial).43
Beberapa pengertian konsumen di atas bila dikaitkan dengan penerbangan
maka, para pengguna jasa penerbangan yang biasa dikenal dengan istilah penumpang
termasuk ke dalam kategori konsumen akhir karena penumpang menggunakan jasa
penerbangan untuk suatu kegunaan tertentu yang dalam hal ini untuk kepentingan
pribadi dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
42A.Z Nasution I, op cit, hal. 3
43A.Z Nasution I, op cit, hal. 13
43
Hal tersebut diperkuat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yakni istilah
konsumen lebih tertuju kepada pengguna jasa atau penumpang. Meskipun dalam
Ordonansi Pengangkutan Udara tersebut tidak memberikan defisini tentang apa yang
dimaksud dengan penumpang, tetapi dalam penerbangan tertatur dapat dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan penumpang oleh Ordonansi tersebut adalah setiap
orang yang diangkut oleh pengangkut berdasarkan suatu perjanjian pengangkutan
dengan atau tanpa bayaran.44
Perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena
itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang
mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-
haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen
sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak
konsumen.45
Dalam pengertian hukum, yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan
hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang
diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan
44Suherman E., 2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995),
Mandar Maju, Bandung, hal. 40 45Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 30
44
yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.46 Secara umum
dikenal ada empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional, yaitu :
1. hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
2. hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
3. hak untuk memilih (the right to choose);
4. hak untuk didengar (right to be heard).47
Penerbangan bila dikaitkan dengan hak-hak konsumen yang diatur dalam
Pasal 4 UUPK, yaitu :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkomsumsi
barang dan/atau jasa. Dalam hal ini konsumen pengguna jasa penerbangan
dalam mengkomsumsi jasa dengan tujuan memperoleh manfaat dari jasa
penerbangan yang dipergunakan. Manfaat yang didapatkan tidak boleh
mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen serta terjaminnya
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut. Sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan. Dalam hal ini konsumen pengguna jasa penerbangan tidak mau
mempergunakan jasa penerbangan yang dapat mengancam keselamatan, jiwa
46A.Z Nasution I, op cit, hal. 4 47Sidharta, op cit, hal. 16-27
45
dan harta bendanya. Oleh karena itu, konsumen harus diberi kebebasan dalam
memilih jasa penerbangan yang akan dipergunakan.
c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa. Konsumen pengguna jasa penerbangan harus
memperoleh informasi yang benar jasa penerbangan yang akan dipergunakan.
Karena informasi yang diperolehlah yang menjadi landasan konsumen untuk
memilih.
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan. Dalam hal ini tidak jarang konsumen pengguna jasa penerbangan
memperoleh kerugian dalam mempergunakan jasa penerbangan. Artinya,
terdapat suatu kelemahan pada jasa penerbangan yang disediakan oleh
penyedia jasa. Penyedia jasa penerbangan harus siap dalam menerima setiap
pendapat dan keluhan dari konsumen guna memperoleh masukan dalam
meningkatkan kualitas dalam daya saing.
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kedudukan konsumen
pengguna jasa penerbangan lebih lemah dibanding penyedia jasa penerbangan
karena konsumen tidak memahami mengenai proses yang dilakukan oleh
penyedia jasa dalam menyediakan jasa penerbangan yang dipergunakan. Oleh
karena itu diperlukan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa bagi konsumen.
46
f. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Konsumen
karena memiliki kedudukan yang lebih lemah dibandingkan penyedia jasa.
Untuk itu konsumen harus diberikan pembinaan dan pendidikan terkait hak
dan kewajiban seorang konsumen.
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Sudah merupakan suatu hak dasar manusia untuk diperlakukan
sama. Oleh karena itu penyedia jasa penerbangan harus berperilaku adil
dengan memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya tanpa
memandang perbedaan status sosial, agama, ras maupun suku.
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. Sudah selayaknya setiap konsumen pengguna jasa
penerbangan yang mengalami kerugian atas penggunaan jasa penerbangan
harus mendapatkan berupa kompensasi ataupun ganti rugi dari pihak penyedia
jasa semasih diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Setiap hak yang melekat pada setiap diri konsumen akan selalu diimbangi
oleh kewajiban-kewajiban yang berfungsi sebagai kontrol agar hak yang dimiliki
tidak dipergunakan dengan melampaui batas-batas nilai kewajaran yang ada di dalam
masyarakat pada umumnya dan pada hubungan dalam dunia perdagangan antara
konsumen dengan pelaku usaha pada khususnya.
Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK yang bila dikaitkan dengan
penyelenggaraan penerbangan yaitu :
47
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak
jarang konsumen sering dirugikan karena tidak memperoleh manfaat yang
maksimal dalam mempergunakan jasa penerbangan. Hanya saja setelah
diselidiki kerugian yang diderita konsumen adalah disebabkan karena
konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang
telah disediakan oleh penyedia jasa penerbangan. Oleh karena itu, konsumen
harus membaca dan mengikuti petunjuk informasi yang diberikan jika tidak
ingin dirugikan.
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
Konsumen pengguna jasa penerbangan harus beritikad baik dalam melakukan
transaksi dalam pembeliaan jasa kepada penyedia jasa.
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang sudah disepakati. Antara konsumen
pengguna jasa dengan penyedia jasa memiliki hubungan yang bersifat
kontraktual. Artinya merupakan kewajiban konsumen pengguna jasa
penerbangan untuk membayar sesuai nilai tukar jasa penerbangan yang
dipergunakannya.
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut. Konsumen pengguna jasa penerbangan patut mengikuti segala
ketentuan yang berlaku terkait upaya penyelesaian sengketa.
48
2.2. Pelaku Usaha
2.2.1 Pengertian pelaku usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 UUPK disebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarkan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-
lain.48
Berdasarkan pengertian di atas penyedia jasa penerbangan yang dalam hal ini
adalah perusahaan maskapai penerbangan termasuk ke dalam kategori pelaku usaha.
Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus
bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan dari
kegiatan usahanya baik berupa barang maupun jasa yang ditawarkan terhadap pihak
ketiga yakni pihak konsumen selaku pengguna jasa.
2.2.2 Hak dan kewajiban pelaku usaha
Bukan hanya pada diri konsumen saja memiliki hak, melainkan pelaku usaha
juga memiliki hak yang serupa. Hak-hak yang dimiliki oleh pelaku usaha
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 6 UUPK, di antaranya :
48A.Z Nasution, op cit, hal. 17
49
a. hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Hal ini
berarti penyedia jasa penerbangan berhak untuk meminta bayaran kepada
konsumen atau pengguna jasa penerbangan sebagai kompensasi dari kegiatan
penyedia jasa yang telah melaksanakan kewajibannya sebagai pengangkut
sesuai dengan jasa yang diperjanjikan yakni seperti waktu keberangkatan,
tujuan yang dituju, dan lainnya;
b. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik. Bila dikaitkan dengan penyelenggaraan penerbangan
terkadang dapat dijumpai ada beberapa konsumen yang dengan sengaja /
dengan itikad yang buruk melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan
kerugian bagi pihak penyedia jasa, tindakan yang acap kali dilakukan
diantaranya dengan sengaja merusak fasilitas di dalam pesawat seperti kursi,
lampu baca, media elektronik dan tindakan merugikan lainnya. Maka untuk
menjamin adanya kepastian hukum atas tindakan tersebut, pelaku usaha
diberikan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum serta diberikan hak
untuk meminta ganti kerugian atas kerugian yang dideritanya;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen. Sengketa konsumen sering kali terjadi di dalam
penyelenggaraan jasa penerbangan yang melibatkan penyedia jasa dengan
konsumen pengguna jasa penerbangan. Dalam penyelesaian perkara
perlindungan konsumen atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh
50
penyedia jasa, maka penyedia jasa penerbangan diberikan hak untuk
mendapatkan pembelaan sepatutnya yang berarti tidak memihak dan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan. Dalam penyelenggaraan penerbangan apabila ada sengketa
perlindungan konsumen yang terjadi antara penyedia jasa dengan konsumen
pengguna jasa yang mana pihak penyedia jasa ternyata tidak terbukti
melakukan pelanggaran atau kesalahan atas kerugian yang diderita konsumen,
maka pihak penyedia jasa diberikan hak untuk melakukan rehabilitasi
pemulihan nama baik usahanya;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban dari pelaku usaha yang harus ditaati dalam menjalankan usahanya
diatur dalam Pasal 7 UUPK yakni :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Pelaku usaha dalam
penyelenggaraan jasa penerbangan berkewajiban untuk melaksanakan
kegiatan usahanya tersebut tanpa niat atau keinginan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen
pengguna jasa dan hanya menguntungkan bagi penyedia jasa penerbangan
saja;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan tentang penggunaa,
51
perbaikan dan pemeliharaan. Penyedia jasa sudah semestinya berkewajiban
untuk memberikan rincian secara detail terkait jasa penerbangan yang
ditawarkan dengan informasi yang benar, jelas dan jujur;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Penyedia jasa berkewajiban untuk melayani konsumen
pengguna jasa penerbangannya dengan benar, jujur dan tanpa membedakan
status atau kedudukan dari konsumen tersebut.
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar dan/atau jasa yang yang
berlaku. Penyedia jasa dalam pelaksanaan jasa penerbangan berkewajiban
untuk mengikuti standarisasi yang telah ada baik yang berkaitan dengan
standar infrastruktur, operasional, serta pelayanan jasa yang ditawarkan.
e. memberi kompensasi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Penyedia jasa berkewajiban untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi
apabila konsumen pengguna jasa mengalami kerugian dalam penyelenggaraan
jasa penerbangan.
2.3. Penerbangan
2.3.1 Pengertian penerbangan
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan
pengirim atau penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau jasa dari suatu tempat ke tempat
52
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim atau penumpang mengikatkan
diri untuk membayar uang angkutan.49
Di Indonesia terdapat tiga jalur pengangkutan yakni melalui darat, laut, dan
udara. Pengangkutan melalui udara adalah pilihan yang paling efektif bila dilihat dari
keadaan geografis Negara Republik Indonesia. Angkutan udara menurut Pasal 1
angka 13 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (untuk
selanjutnya disingkat UU Penerbangan) menyatakan angkutan udara adalah setiap
kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo,
dan/atau pos untuk mengangkut satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke
bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
Dalam melaksanakan pengangkutan udara terdapat pihak pengangkut yang
menyediakan jasa angkutan udara yang biasa disebut jasa penerbangan. Dalam bahasa
Inggris penerbangan disebut aviation yang berarti the operation of aircraft
(penerbangan adalah pengoperasian pesawat terbang). Sedangkan penerbangan dalam
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Penerbangan dijelaskan bahwa penerbangan adalah
satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara,
bandar udara, navigasi penerbangan, keselamatan, dan keamanaan, lingkungan hidup,
serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
49H.M.N Purwosutjipto, 1987, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta,
hal. 2
53
2.3.2 Asas dan tujuan penyelenggaraan penerbangan
Dalam Undang-Undang Penerbangan Pasal 2 diatur mengenai asas
diselenggarakan penerbangan yaitu berdasarkan asas :
a. manfaat;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan bagi warga Negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan
keamanan Negara.
b. usaha bersama dan kekeluargaan;
artinya, penyelenggaraan usaha dibidang penerbangan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh
seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
c. adil dan merata;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan
yang adil dan merata tanpa diskriminasi kepada segenap lapisan masyarakat
dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku,
agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi.
d. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana
dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara
54
kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan
internasional.
e. kepentingan umum;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan
masyarakat luas.
f. keterpaduan;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh, terpadu, saling menunjang dan saling mengisi, baik intra maupun
antar moda transportasi.
g. tegaknya hukum;
artinya, undang-undang ini mewajibkan pemerintah untuk menegakkan dan
menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga, Negara
Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hokum dalam penyelenggaraan
penerbangan.
h. kemandirian;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus bersendikan pada kepribadian
bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam penerbangan, dan
memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari
dan ke luar negeri.
i. keterbukaan dan anti monopoli;
55
artinya, penyelenggaraan usaha dibidang penerbangan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh
seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
j. berwawasan lingkungan hidup;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
k. kedaulatan negara;
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya
menjaga keutuhan wilayah NKRI.
l. kebangsaan; dan
artinya, penyelenggaraan penerbangan harus mencerminkan sifat dan watak
Bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga
prinsip NKRI.
m. kenusantaraan.
Artinya, setiap penyelenggaraan penerbangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan penyelenggaraan yang dilakukan
oleh daerah merupakan bagian dari sistem penerbangan nasiobal yang
berdasarkan Pancasila.
Tujuan diselenggarakannya penerbangan berdasarkan ketentuan Pasal 3
Undang-Undang Penerbangan yaitu :
56
a. mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat,
aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek
persaingan usaha yang tidak sehat;
b. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara
dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka
memperlancar kegiatan perekonomian nasional;
c. membina jiwa kedirgantaraan;
d. menjunjung kedaulatan negara;
e. menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri
angkutan udara nasional;
f. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan
pembangunan nasional;
g. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan
Wawasan Nusantara;
h. meningkatkan ketahanan nasional; dan
i. mempererat hubungan antarbangsa.
2.4. Tanggung Jawab Hukum
2.4.1. Pengertian tanggung jawab hukum
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) tanggung jawab dapat berarti
wajib menanggung segala sesuatunya,50 kalau terjadi apa-apa dapat disalahkan,
dituntut dan diancam hukuman pidana oleh penegak hukum di depan pengadilan,
menerima beban akibat tindakan sendiri atau orang lain. Menurut hukum, tanggung
jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seseorang tentang
perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu
perbuatan.
Titik Triwulan berpendapat pertanggung jawaban harus mempunyai dasar
yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut
50Lukman ali, 1995,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 747
57
orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk
memberi pertanggung jawabannya.51 Selain itu tanggung jawab dapat pula berarti
menanggung segala kerugian yang terjadi akibat perbuatannya atau perbuatan orang
lain yang bertindak untuk dan atas namanya.
2.4.2. Prinsip – prinsip tanggung jawab hukum
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam
hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang bertanggung jawab dan
seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.52 Dalam
hukum perlindungan konsumen dan hukum pengangkutan terdapat tiga prinsip
tanggung jawab :
a. prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya unsur kesalahan (the based
on fault atau liability based on fault principle);
b. prinsip tanggung jawab berdasarkan atas praduga (rebutable presumption of
liability principle);
c. prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, absolute atau strict liability, atau
absolute liability principle).53
Pertama, prinsip tanggung jawab yang didasarkan atas adanya unsur
kesalahan terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Pasal tersebut yang dikenal
51Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum,Prestasi Pustaka, Jakarta, hal. 48 52Shidarta, op cit, hal. 59
53E. Saefullah Wiradipradja I, op cit, hal. 19
58
sebagai tindakan melawan hukum (onrechtsmatigdaad) berlaku umum terhadap siapa
pun. Menurut pasal tersebut setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan
kerugian terhadap orang lain mewajibkan orang yang karena perbuatannya
menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian (to compensate the damage).54
Berdasarkan ketentuan tersebut setiap orang harus bertanggung jawab (liable) secara
hukum atas perbuatan sendiri artinya apabila karena perbuatannya mengakibatkan
kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut harus bertanggung jawab (liable)
untuk membayar ganti kerugian yang diderita. Tanggung jawab atas dasar kesalahan
harus memenuhi unsur-unsur ada kesalahan dan ada kerugian, yang membuktikan
adalah korban yang menderita kerugian.55
Prinsip yang kedua adalah prinsip yang didasarkan atas dasar praduga
(rebutable presumption of liability principle). Pada prinsip ini beban pembuktian
beralih dari korban (penggugat) kepada tergugat, yakni diterapkannya beban
pembuktian terbalik. Jadi, pihak penggugat atau korban dapat mengajukan tuntutan
untuk memperoleh santunan tanpa harus membuktikan adanya kesalahan dipihak
tergugat. Bila dikaitkan dengan penerbangan maka, satu-satunya kewajiban yang
harus dilakukan oleh korban adalah menunjukan bahwa kejadian yang terjadi yang
menyebabkan kerugian tersebut memang terjadi di dalam peswat udara atau selama
embarkasi dan disembarkasi dilakukan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
54H.K. Martono dan Amad Sudiro, op cit, hal. 219 55H.K. Martono dan Amad Sudiro, op cit, hal. 220
59
tanggung jawab berdasarkan atas dasar praduga berarti pengangkut tersebut dapat
menghindarkan diri dari tanggung jawab apabila pengangkut dapat membuktikan
bahwa pihaknya tidak bersalah.
Ketiga, yakni prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, absolute atau strict
liability, atau absolute liability principle). Pada prinsip ini dimaksudkan tanggung
jawab tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan atau dengan perkataan
lain, suatu prinsip tanggung jawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang
tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah kenyataannya ada atau tidak.56 Prinsip
tanggung jawab mutlak dalam perlindungan konsumen secara umum digunakan
untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang yang memasarkan
produknya yang merugikan konsumen.57 Dalam hal ini perusahaan maskapai
penerbangan bertanggung jawab mutlak terhadap kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga yang timbul akibat pendaratan darurat atau jatuhnya barang dan/atau orang dari
pesawat udara, tanpa memerlukan adanya pembuktian terlebih dahulu.58
56E. Saefullah Wiradipradja I, op cit, hal. 35 57Celina Tri Siwi Kristiyanti, op cit, hal. 97 58H.K. Martono dan Amad Sudiro,op cit, hal.227-228