BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran Udara
1. Definisi Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan
pencemaran lingkungan hidup memiliki pengertian masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut Soenarmo (1999), pencemaran merupakan hasil sampingan
dari industrialisasi penghasil barang, dapat berupa padat, cair maupun gas,
dan pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar berupa partikel-
partikel halus (debu, partikel halus, gas beracun atau toksit) ke dalam udara
(atmosfer). Sedangkan menurut Supriyono (1999), pencemaran udara
diartikan terdapatnya bahan kontaminan dalam udara ambien yang
diakibatkan dari aktivitas manusia.
Sementara itu, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi
pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik
Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk
hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999).
Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi
dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005).
Beberapa parameter kualitas udara yang dianalisis meliputi sulfur dioksida,
karbon monoksida, dan hidrogen sulfida. Standar kualitas udara ambien
menurut EPA (Environmental Protection Agency) milik Amerika Serikat
yang disebut sebagai NAAQS (National Ambient Air Quality and
Standards) disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien.
No. Parameter Satuan Nilai Batas Waktu rata-rata
1 Carbon Monoxide (CO)
ppm 9 8 jam
mg/m³ 10
ppm 35 1 jam
mg/m³ 40
2 Nitrogen Dioxide (NO2) ppm 0,053
per tahun µg/m³ 100
3 Sulfur Dioxide (SO2)
ppm 0,03 per tahun
ppm 0,14 24 jam
ppm 0,5 3 jam
4 Partikel PM10 µg/m³ 150 24 jam
5 Partikel PM2,5 µg/m³ 15 per tahun
µg/m³ 35 24 jam
6 Ozon (O3) ppm 0,075 8 jam
ppm 0,12 1 jam Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008
Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya
bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan
bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia.
Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan
di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat
dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien.
No. Parameter Satuan Nilai Batas
1 Amoniak (NH3) ppm 2 2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,002 3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,02 4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,01 5 Stirena (C6H8CHCH2) ppm 0,1
Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996
2. Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat
alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi,
kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,
5
juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti
aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo,
2001).
Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar
dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) :
a. Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau
industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara
melalui cerobong-cerobong pembuangan.
b. Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan
pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti
jalan raya akibat aktivitas transportasi.
c. Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat
pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti
kawasan industri atau areal kebakaran hutan.
Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak
bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak
(mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008).
B. Jenis Pencemar Udara
Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar
primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang
ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO)
merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung
dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk
dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008).
Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
(Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) :
a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang
tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron.
b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan
berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S.
c. Energi, yaitu seperti temperatur dan kebisingan (noise).
6
Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah
sebagai berikut :
1. Karbon Monoksida (CO)
Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena
adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut
Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen
darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas
dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar
diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen
dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang
tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam
Septiyanzar, 2008).
2C + O2 2CO
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman
jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap
oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual.
Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1
jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk
paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung
berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk
keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian
(Syahputra, 2005).
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan
bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak
berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara
(BAPEDAL, 2005).
Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi
transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom
tunggal oksigen akan membentuk formasi sulfur trioksida, dan formasi dari
7
sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan
menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi
kimiawi berikut :
SO2 + O SO3
SO3 + H2O H2SO4
Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami
gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah
menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan
dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat
menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain.
Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak,
orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit
kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme)
bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila
waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi
peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan
sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada
akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990).
3. Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida merupakan gas yang tidak berwarna dan
menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini
disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi
paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya
adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh
terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif
terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S
lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur,
saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun
lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar.
Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan
dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri
8
kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri
yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994).
4. Oksida Nitrogen (NOx)
Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu
komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan
pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen
berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak
negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di
luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis.
Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari
pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen
yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO)
sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi
kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008).
N2 + O2 2 NO
NO + O3 NO2 + O2
NO2 + O3 NO3 + O2
NO3 + NO2 N2O5
N2O5 + H2O 2HNO3
Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NOx) adalah senyawa-
senyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer
bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat
adanya reaksi fotokimia senyawa NOx
dengan bantuan sinar matahari. Oleh
karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti
Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi
ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih
rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada
di pusat kota (Anonim, 2006).
9
5. Partikulat (PM)
Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu
dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain
mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke
dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan
serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze
(kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke
dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya.
Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas,
sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan
di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006).
Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat
sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil
pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya
partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2
dan NOx. Umumnya
partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM2,5
bersifat
respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan
menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM2,5
adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik
sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang
lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang
ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari
sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM2,5
dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan
bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan
masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat
kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan
bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang
lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel
logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek
karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas
atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam
10
partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas
buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung
Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim,
2006).
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran
bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida,
konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja,
pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan.
Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi
beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak
ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan
terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada
kulit (Syahputra, 2005).
6. Ozon (O3)
Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari
reaksi fotokimia NOx
dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu
pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang
merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia
menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m3) selama 8 jam atau
lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke
rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada
konsentrasi 160 µg/m3
selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi
paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang
sensitive (Anonim, 2006).
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain
selain NOx yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga
diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian
ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx, dan
menimbulkan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya
11
kombinasi pencemar NOx
dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi
paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006).
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan
manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat
ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain),
penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya
keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006).
C. Mekanika Fluida
1. Dasar Mekanika Fluida
Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas
baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam
fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida
dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang
berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan
U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner.
Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan
bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1.
.......................................................................................... (1)
dimana L adalah jarak sepanjang permukaan x untuk aliran eksternal dan L
adalah Dh = (4 x luas penampang) / (keliling terbasahi) untuk aliran pada
saluran bukan silinder, serta L adalah diameter D untuk aliran internal dalam
pipa silinder. Nilai bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan jenis
aliran fluida apakah aliran tersebut termasuk jenis aliran laminar atau aliran
turbulen. Untuk aliran eksternal, aliran turbulen memiliki nilai ReL ≥ 5 x 105
disepanjang bidang permukaan tempat fluida itu mengalir dan ReL ≥ 2 x 104
jika fluida tersebut mengalir diseputar benda. Sedangkan untuk aliran
internal aliran turbulen memiliki nilai ReDh ≥ 2300 (Tuakia, 2008).
Aliran turbulen dapat dikenali dengan adanya medan kecepatan yang
berfluktuasi. Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran
mrUL
L =Re
12
seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut
juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008).
Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang
permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid
tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas
permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai
tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh
gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)
yu¶¶
= mt ……………. ................................................... ……..(2)
dimana : τ : Tegangan geser ,N/m2
µ : Viskositas dinamik, kg/m.s
u : Kecepatan parsial fluida, m/s
y : Jarak terhadap permukaan solid, m
Nilai viskositas dinamik µ dan konduktivitas panas k dapat
mempengaruhi besarnya nilai momentum dan energi, maka dari itu nilai
viskositas kinematik ν dan difusivitas panas α juga dapat dihitung dengan
Persamaan (3) dan (4)
……………………………………………………………(3)
dan,
……………………………………………………….(4)
dimana, ν : viskositas kinematik, m2/s
ρ : density, kg/m3
k : konduktivitas panas, W/m.K
α : difusivitas panas, m2/s
Cp : panas jenis pada tekanan konstan, J/kg.K
Difusivitas α dan viskositas kinematik ν pada fluida jenis gas seperti
udara akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur, sedangkan
rm
=v
pCk.r
a =
13
untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan
dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat
secara perlahan (Fletcher, 2006).
Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan
rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan
seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik
dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai
viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai
angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith,
1998).
………………………………………………….(5)
dimana, Di : koefisien difusivitas masa, m2/s
Sc : angka Schmith
2. Aliran di sekitar permukaan silinder
Fluida yang mengalir dengan kecepatan seragam jika berbenturan
dengan suatu bidang permukaan solid akan mengakibatkan terjadinya
perubahan pola aliran sehingga beberapa besaran seperti kecepatan, tekanan,
momentum dan energi juga akan terbawa berubah atau berfluktuasi.
Perubahan pola aliran fluida yang terjadi akan mengikuti karakteristik
bentuk bidang permukaan solid tersebut (Okiishi et al., 2006). Untuk bidang
permukaan yang berbentuk silinder, pola aliran fluidanya dapat dilihat pada
ilustrasi Gambar 1.
Fungsi aliran stream ψ di sekitar permukaan silinder dapat ditentukan
dengan Persamaan (6)
……………………………………………(6)
Dan potensial kecepatan ϕ dirumuskan oleh Persamaan (7)
…………………………………………….(7)
dimana : ψ : fungsi aliran stream, m2/s
qy sin1 2
2
÷÷ø
öççè
æ-=
ra
Ur
qf cos1 2
2
÷÷ø
öççè
æ+=
ra
Ur
cci S
vS
D ==.rm
ϕ : kecepatan potensial,
U : kecepatan fluida seragam,
r : jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder,
a : radius atau jari
θ : sudut kemiringan jarak
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi
Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat
diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran
terhadap jarak r, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).
Tepat pada permukaan silinder dimana (
fluida di titik jarak r
komponen kecepatan lainnya akan menjadi :
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
f 1=
¶¶
=rr
v r
q sin2Uv s -=
0 21
+= pp s
qf
q1
=¶¶
=r
v
kecepatan potensial, m2/s
: kecepatan fluida seragam, m/s
: jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder, m
: radius atau jari-jari silinder, m
: sudut kemiringan jarak r terhadap arah aliran fluida
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi et al., 2006).
Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat
diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran
, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).
…..…………………..(8.a)
……..……………(8.b)
rmukaan silinder dimana (r = a), maka nilai kecepatan
r dan fungsi aliran ψ adalah (vr = ψ = 0), sedangkan
komponen kecepatan lainnya akan menjadi :
………………………………..……………….(9)
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
.……………………………..
qqy
cos1 2
2
÷÷ø
öççè
æ-=
¶¶
ra
U
qsin
( )qr 22 sin41 -U
qysin1 2
2
÷÷ø
öççè
æ+-=
¶¶
-=ra
Ur
14
terhadap arah aliran fluida
2006).
Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat
diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran
…..…………………..(8.a)
……..……………(8.b)
), maka nilai kecepatan
= 0), sedangkan
………………………………..……………….(9)
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
……………………………..(10)
15
dimana, ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2
po : tekanan atmosfer, N/m2
Besaran gaya yang terjadi pada permukaan silinder dipengaruhi oleh
faktor tekanan dan gaya gesek. Komponen gaya (Fx dan Fy) tersebut dapat
dianalisis dari resultan tegangan geser dan distribusi tekanan yang
diintegrasikan terhadap luasan elemen permukaan silinder yang terlintasi
aliran fluida (Okiishi et al., 2006), seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas (Okiishi et al., 2006).
Komponen gaya yang terjadi pada permukaan silinder dituliskan pada
Persamaan 11.
…………………………….(11.a)
……………………………(11.b)
Besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara aksial atau
horizontal disebut drag yang dinotasikan D, sedangkan besaran gaya yang
berpengaruh terhadap objek secara vertikal disebut sebagai lift yang
dinotasikan L. Drag dan lift diperoleh dari integral Persamaan 10, yaitu
dituliskan pada Persamaan 12.
D ………………..(12.a)
L ……………….(12.b)
dimana, Re : Reynolds number
ρ : densitas fluida, kg/m3
x
y
( ) ( ) qtq sincos. dAdApdF wx +=
( ) ( ) qtq cossin. dAdApdF wy +-=
ò òò +== dAdApdF wx qtq sincos
ò òò +-== dAdApdF wy qtq cossin
16
U : kecepatan aliran fluida, m/s
D : diameter silinder, m
µ : viskositas dinamik, kg/m.s
θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg
p : tekanan, Pa
τw : tegangan geser pada dinding, N/m2
b : panjang permukaan silinder, m
dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2
dθ : perubahan sudut kemiringan, deg
dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang
permukaan silinder, N
Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder
adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang
tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient
kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek
merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan
dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya
yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu
dinotasikan dengan Persamaan 13.
Gaya normal :
……………………………………………….(13.a)
Gaya gesek :
……………………………………………….(13.b)
Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari
gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan :
Dp …………………..(14.a)
Df …………………(14.b)
dApN qcos=
dAF wf qt sin=
ò ò÷øö
çèæ==
p
qqq0
cos2
2cos dpbD
dAp
ò ò÷øö
çèæ==
p
qqtqt0
sin2
2sin dbD
dA ww
fungsi drag friction
tegangan geser, namun d
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
Nilai koefisien
dengan kecepatan rata
Persamaan 15.
………………………………………………………..(1
Dimana, N : gaya normal,
Ff :
Dp :
Df :
CD:
3. Ketebalan boundary layer
pada boundary layer
Menurut Okiishi
suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Aliran pada
Momentum fluks yang terjadi di dala
kecepatan fluida seragam
Persamaan 16 dan Persamaan 1
D AU
C D 221 r
=
=Q2bU rr
drag friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
tegangan geser, namun dalam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
Nilai koefisien drag pada permukaan silinder berbanding terbalik
dengan kecepatan rata-rata dan densitas fluida, sebagaimana ditulisk
………………………………………………………..(1
: gaya normal, N
: gaya gesek, N
: drag pressure
: drag friction
: koefisien drag
boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser
ry layer
Menurut Okiishi et al. (2006), ketebalan momentum boundary layer
suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada
Gambar 3. Aliran pada boundary layer (Okiishi et al., 2006).
Momentum fluks yang terjadi di dalam lapisan layer dengan
kecepatan fluida seragam U dan ketebalan Ө, direpresentasikan pada
dan Persamaan 17.
……..…………………………...(1ò¥
-0
)( dyuUubr
17
tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
alam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
pada permukaan silinder berbanding terbalik
rata dan densitas fluida, sebagaimana dituliskan pada
………………………………………………………..(15)
dan tegangan geser
boundary layer
suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada
., 2006).
m lapisan layer dengan
, direpresentasikan pada
……..…………………………...(16)
18
atau
…………………………………………….(17)
Besarnya nilai tegangan geser pada permukaan ground, secara empirik
dapat diturunkan dari persamaan integral momentum untuk aliran boundary
layer pada permukaan ground tersebut.
…………………………………………………(18)
dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx
adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang
searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan
tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer
terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan
berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006)
4. Fenomena Pemisahan Aliran
Perubahan pola aliran terjadi jika medan aliran fluida terhalang oleh
suatu benda, sehingga merubah kondisi stasioner fluida tersebut. Hal ini
timbul akibat sifat fluida yang selalu mencari kondisi kesetimbangan baru
ketika kondisi stasioner fluida tersebut tergangggu (Anonimous, 2003).
Dalam kondisi aliran udara steady yang terhalang oleh sebuah silinder
cerobong, akan terbentuk suatu pola aliran baru akibat adanya integral
momentum volume udara yang melewati permukaan silinder cerobong.
Kecepatan udara seragam yang dihembuskan searah dengan sumbu x pola
alirannya akan terpecah atau terpisah pada saat melewati silinder cerobong
dikenal dengan istilah creeping flow. Besarnya jarak pemisahan aliran fluida
sangat dipengaruhi oleh nilai angka Reynold yang dimiliki aliran tersebut.
Ketika terjadi pemisahan aliran, maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal
fluida yang disebut vortex. Vortex akan terbentuk pada rentang nilai Re
tertentu, dimana semakin bertambah nilai Re yang dimiliki aliran fluida
maka semakin banyak vortex yang terbentuk. Namun pada nilai Re tertentu
juga pasangan vortices yang terbentuk akan tidak stabil sejalan dengan
ò¥
-=Q0
)1( dyUu
Uu
dxd
Uw
Q= 2rt
bertambahnya nilai Re
dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang sema
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
kemudian akan terbentuk lagi
Potensi pembentukan
sebagaimana diilustrasikan pa
Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (akan membentuk
Fenomena terlepasnya
istilah vortex shedding
kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi aliran bagian bawah (Okiishi
Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebih besar
dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang semakin besar sehingga
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
kemudian akan terbentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006).
Potensi pembentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.
(a).
(b).
Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang selanjutnya akan membentuk vortex (Okiishi et al., 2006).
Fenomena terlepasnya vortex dari permukaan silinder dikenal dengan
vortex shedding. Bagi fluida yang mengalir di atas permukaan solid
kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada
Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah (Okiishi et al., 2006).
19
akan tumbuh lebih besar
kin besar sehingga
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
vorticity,
) yang selanjutnya
dari permukaan silinder dikenal dengan
uida yang mengalir di atas permukaan solid
kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada
di atas permukaan solid pada silinder
20
D. Dispersi Udara
Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh
faktor kondisi yang terjadi di atmosfer. Parameter meteorologi akan
mempengaruhi penyebaran (dispersi), pengenceran (dilusi), perubahan
(transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta
proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi.
Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang
secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui
proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat
pencemar.
Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan
dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan
(material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah
tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar
tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Menurut Vesilind et al. (1994), dispersi udara merupakan suatu proses
pergerakan udara yang terkontaminasi dari sumber emisi (source of emission)
menyebar melalui suatu luas area wilayah tertentu untuk mereduksi konsentrasi
gas polutan yang terkandung dalam udara terkontaminasi tersebut. Pergerakan
atau penyebaran udara terkontaminasi terjadi secara vertikal maupun horizontal.
Proses dispersi dan difusi akan menghasilkan dilusi (pengenceran) zat
pencemar dari suatu sumber yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien
dengan hasil konsentrasi yang lebih rendah. Transformasi zat pencemar di
atmosfer merubah zat tersebut menjadi zat lain yang berbeda sifatnya baik secara
fisika maupun kimia dan juga kadar toksisitasnya. Proses transformasi yang
dimaksudkan disini adalah proses transformasi zat-zat pencemar selama berada di
udara yang mengalami perubahan fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh difusi
molekuler dan turbulen, terdapatnya uap air dan adanya radiasi matahari
(Soedomo, 2001).
Pergerakan udara disebabkan oleh adanya radiasi surya dan bentuk
permukaan bumi yang tidak rata, dimana daya serap panas permukaan bumi
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
ini menimbulkan adanya sistem pergerakan
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
barometrik (Vesilind et al., 1994).
1. Model Dispersi
Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris
yang berdasarkan pada persamaan d
dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data
konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.
a. Model Gaussian
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
Gaussian yang terlihat pada Gambar 6.
untuk point source
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyeb
mengikuti asumsi :
- sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu.
- medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.
- perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara
tidak diperhitungkan.
- semua variabel dianggap stasioner.
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah
penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arahGambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
ini menimbulkan adanya sistem pergerakan (dynamic sistem). Kemudian, sistem
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
., 1994).
Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris
yang berdasarkan pada persamaan difusi. Persamaan difusi yang
dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data
konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.
Model Gaussian
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
ian yang terlihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian Plume
point source, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyebaran polutan dianggap
sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu.
medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.
perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara
tidak diperhitungkan.
variabel dianggap stasioner.
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah
penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arah-y dan arah-z, sedangkan
Ket : Δh : tinggi kepulan (plume)h : tinggi stack actualH : tinggi stack effectiveū : arah sebaran angin
Gambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994)
21
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
). Kemudian, sistem
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris
ifusi. Persamaan difusi yang
dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data
konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
Extended Gaussian Plume
, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
aran polutan dianggap
medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.
perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah
z, sedangkan
Δh : tinggi kepulan (plume) stack actual stack effective
sebaran angin
22
arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun
sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan
difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk
sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999).
ò ò¥
¥-
= CudydzQ ............................................................................. (19)
kemudian dikembangkan menjadi persamaan Gauss untuk sumber tunggal
kontinyu ( Soenarmo, 1999), sebagai :
( ) ( )ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úúû
ù
êêë
é÷÷ø
öççè
æ ++÷÷
ø
öççè
æ --
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úúû
ù
êêë
é-=
222
21
.exp21
.exp2
),,(zzyzy
HzHzyuQ
zyxCsssssp
……..(20)
dimana, C : Konsentrasi Pencemaran udara pada titik (x,y,z), µg/m3
Q : Laju emisi / laju pancaran, g/det
u : Kecepatan angin rata-rata (wind speed), m/det
x : Jarak ke arah-x (downwind), m
y : Jarak ke arah-y (crosswind), m
z : Jarak ke arah-z (vertikal), m
H : Tinggi emisi efektif (h + ∆h), m
h : Tinggi cerobong fisik, m
∆h : Penambahan tinggi kepulan (plume rise) oleh pengaruh angin dan kecepatan keluaran / emisi, m
σ y : Koefisien dispersi arah sumbu-y
σ z : Koefisien dispersi arah sumbu-z
Notasi C menyatakan konsentrasi parameter kualitas udara di ambien
dengan satuan masa per meter kubik (µg/m3). Notasi σ
y dalam literatur
adalah konstanta deviasi standar dispersi horizontal dan σz
untuk konstanta
deviasi standar dispersi vertikal yang keduanya dinyatakan dalam satuan
meter (m). Notasi u adalah kecepatan angin rata-rata dalam meter per detik
(m/det), sedangkan notasi Q menyatakan kecepatan alir gas pada saat keluar
dari cerobong yang dinyatakan dalam satuan gram per detik (g/det). Ketika
23
pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti
bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi :
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úû
ùêë
é-
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úúû
ù
êêë
é-=
22
21
.exp21
.exp)0,,(zyzy
Hyu
QyxC
ssssp ........................ (21)
Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat
kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan
(21) berubah menjadi :
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úû
ùêë
é-=
2
21
.exp)0,,(zzy
Hu
QyxC
sssp ..................................................... (22)
Terakhir, untuk sumber emisi pada ground level dimana H = 0 ,maka
Persamaan (22) menjadi :
zyuQ
xCssp
=)0,0,( .................................................................................. (23)
Persamaan ini digunakan untuk tingkat dasar (ground level), yang
mana konsentrasi garis pusat (center line concentration) dari sumber titik
berada pada tingkat dasar.
Penentuan laju emisi Q untuk sumber tunggal kontinyu diperoleh dari
data langsung yang diperoleh dari pengukuran emisi di lubang keluaran
(stack) atau dihitung dari kapasitas produksi berdasarkan prosesnya.
Sedangkan penentuan kecepatan udara rata-rata (wind speed) adalah dengan
analisis mawar angin (wind rose), yaitu didasarkan pada perhitungan arah
angin dominan dan kecepatan angin rata-rata pada arah dominan.
Perhitungan koefisien dispersi diperoleh dari suatu formula yang
menunjukkan hubungan antara koefisien dispersi dengan koefisien stabilitas
atmosfer sebagai fungsi jarak x, y, dan z. Koefisien stabilitas atmosfer
diperoleh dari pengukuran stabilitas atmosfer (empiris). Faktor yang menjadi
indikasi stabilitas atmosfer antara lain lapse rate (penurunan temperatur
udara terhadap ketinggian atmosfer) atau profil temperatur udara, profil arah
dan kecepatan angin (Soenarmo,1999).
Albert H. Holland mengembangkan perhitungan tinggi kepulan
(plume), yaitu bahwa tinggi kepulan akan menurun dengan bertambahnya
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
terbalik dengan kecepatan angin (Davis
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24
êêë
éççè
æ+=D
u
dvh s 68.25.1
dimana : vs : kecepatan gas keluar
d : diameter atas
u : kecepatan angin rata
: Tekanan atmosfer,
Ts : temper
Ta : temperatur udara atmosfer (ambien),
Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat
stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
stabil (kelas A atau B) m
1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24
dikalikan 0,85.
b. Model Eulerian
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
dengan sifat-sifat fisik fluida terse
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
dalam ruang (Okiishi
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
oleh faktor meteorologi, se
sebagai fungsi terhadap waktu.
c. Model Lagrangian
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
terbalik dengan kecepatan angin (Davis et al., 2004). Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24):
úúû
ù÷÷ø
ö÷÷ø
öççè
æ -´ - d
T
TTP
s
as)(1068 2 ..........................................
: kecepatan gas keluar stack, m/det
: diameter atas stack, m
: kecepatan angin rata-rata, m/det
: Tekanan atmosfer, kPa
: temperatur gas keluar stack, oK
: temperatur udara atmosfer (ambien), oK
Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat
stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
stabil (kelas A atau B) maka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan
1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
sifat fisik fluida tersebut seperti temperatur, tekanan, densitas
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
dalam ruang (Okiishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pitts (1986),
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
oleh faktor meteorologi, sehingga menyebabkan konsentrasi berubah
sebagai fungsi terhadap waktu.
Model Lagrangian
24
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
., 2004). Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
.......... (24)
Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat
stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
aka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan
1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
but seperti temperatur, tekanan, densitas
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
s (1986),
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
hingga menyebabkan konsentrasi berubah
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel
fluida bergerak dan menjelaskan sifat
fluida sebagai fungsi
fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat
(Okiishi et al., 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara y
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008).
Perbedaan analisa aliran fluida antara model e
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian (Okiishi
Pada metode eulerian,
bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang
berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur
diukur pada satu titik (
temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga
temperatur dapat dituliskan sebagai
alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang
temperatur temperatu
sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi
dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel
fluida bergerak dan menjelaskan sifat-sifat fluida dengan perubahan partikel
fluida sebagai fungsi dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel
fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat-sifat fluida tersebut
, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara yang mengalir
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008).
Perbedaan analisa aliran fluida antara model eulerian dan model
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian (Okiishi et al., 2006)
Pada metode eulerian, titik partikel fluida diukur temperaturnya pada
bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang
berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur
diukur pada satu titik (x = xo, y = yo, dan z = zo) dan pada satu waktu, maka
temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga
temperatur dapat dituliskan sebagai T = T (xo, yo, zo, t). Penggunaan banyak
alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang
temperatur field, dimana T = T (x, y, z, t). Temperatur dari
sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi
dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
25
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel-partikel
sifat fluida dengan perubahan partikel
dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel
sifat fluida tersebut
, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
ang mengalir
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
ulerian dan model
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada
titik partikel fluida diukur temperaturnya pada
bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang
berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur
satu waktu, maka
temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga
Penggunaan banyak
alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang
). Temperatur dari
sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi
dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
26
lagrangian temperatur diukur dari sebuah partikel hanya sebagai fungsi
waktu, dimana TA = TA (t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur saat
partikel bergerak memberikan informasi bahwa temperatur dari partikel
fluida merupakan fungsi dari waktu, sehingga temperatur tidak dapat
diketahui sebagai fungsi dari posisi (lokasi partikel) sampai lokasi tiap
partikel diketahui sebagai fungsi waktu (Okiishi et al., 2006).
2. Stabilitas Atmosfer
Standar deviasi σy dan σ
z menentukan penyebaran kepulan gas polutan
pada arah angin lateral dan arah vertikal. Hal ini tergantung pada kondisi
stabilitas atmosfer dan jarak dari sumber emisi. Tingkat stabilitas atmosfer
yang digunakan ditentukan berdasarkan data meteorologi : penutupan awan,
tinggi dasar awan, nomor kelas insolasi yang diperoleh dari data “solar
altitude” dan tabel kategori stabilitas yang dikembangkan oleh Turner yang
diklasifikasikan ke dalam kategori A hingga F yang disebut dengan kelas
stabilitas (stability class), dimana hubungan antara stability class, kecepatan
angin, dan kondisi sinar matahari dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan (Soenarmo, 1999)
Kecep. Angin perm pada 10 m (m/det)
Siang hari Malam hari Radiasi matahari datang Penutupan awan
Kuat Moderat Ringan Overcast Clear kelas 1 2 3 4 5 < 2 A A-B B E F
2 - 3 A-B B C E F 3 - 5 B B-C C D E 5 - 6 C C-D D D D > 6 C D D D D
Nilai konstanta dispersi horizontal dan vertikal, σ
y dan σ
z dapat
ditentukan dengan persamaan yang telah dikembangkan oleh D.O. Martin
(1976) dalam Davis et al. (2004), yaitu :
894.0axy =s ................................................................................. (25.a)
fcxdz +=s ................................................................................ (25.b)
dimana konstanta a, c, d, dan f didefinisikan pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi dari jarak (Davis et al., 2004)
Kelas stabilitas
x < 1 km x > 1 km a c d F c d f
A 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6 B 156 100.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2 C 104 61 0.911 0 61 0.911 0 D 68 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13 E 50.5 22.8 0.678 1.3 55.4 0.305 -34 F 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6
Sumber : Martin,D.O.,”Comment on the change of concentration standard deviations with distance,” Journal of the Air Pollution Control Association, vol. 26, pp. 145-146, 1976.
Variasi diurnal radiasi matahari yang mempengaruhi temperatur udara
memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan atmosfer. Pada
malam hari kondisi udara stabil karena temperatur permukaan tanah lebih
rendah dari pada temperatur udara. Pada saat matahari terbit dan kondisi
udara cerah, radiasi matahari memanaskan permukaan tanah lebih cepat
dibandingkan udara, kondisi ini memicu timbulnya turbulensi udara.
Ketebalan lapisan konveksi semakin meningkat pada siang hari akibat
pemanasan lapisan permukaan tanah, sehingga kondisi atmosfer menjadi
tidak stabil karena pergerakan udara menjadi sangat dinamis. Pada sore hari
temperatur udara sama dengan temperatur permukaan tanah, sehingga profil
temperatur udara menjadi adiabatik karena tidak adanya fluks bahang dari
permukaan tanah (Seinfeld, 1986).
4. Kecepatan Angin
Arah angin dan kecepatan angin memegang peranan penting dalam
proses pengenceran (dilution) dan pemindahan (transportation).
Peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan penambahan jumlah
volume udara bersama gas-gas polutan yang terkandung dalam suatu kurun
waktu tertentu. Proses penyebaran (dispersi) banyak dipengaruhi oleh variasi
arah angin jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai arah maka
area sebaran polutan semakin luas, sedangkan apabila arah angin dominan
tetap bergerak hanya ke satu arah tertentu, maka daerah tersebut akan
memiliki tingkat paparan polutan yang tinggi (Liptak et al., 2000).
28
Menurut Davis et al. (2004), arah angin menentukan ke mana arah
mengalir atau bergeraknya gas yang terkontaminasi di atas permukaan.
Kecepatan angin mempengaruhi ketinggian kepulan dan nilai campuran atau
pengenceran (dilution) gas-gas pencemar yang telah diemisikan dari titik
keluaran. Peningkatan kecepatan angin akan menurunkan ketinggian
kepulan dengan membelokkan kepulan tersebut lebih cepat dari titik
keluarannya, dan penurunan ketinggian kepulan cenderung akan
meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level).
Menurut Davis et al. (2004), koreksi kecepatan angin berdasarkan
ketinggian dapat menggunakan Persamaan (26).
n
o
zoz h
huu ÷÷
ø
öççè
æ= ............................................................................................ (26)
dimana :
uz = Kecepatan angin pada ketinggian z yang diinginkan, m/det
uo = Kecepatan angin pada ketinggian standar, m/det
ho = Ketinggian alat ukur anemometer, m
hz = Ketinggian kecepatan angin yang diinginkan, m
n = Konstanta yang ditentukan berdasarkan stabilitas atmosfer
EPA (Environmental Protection Agency) United State, membedakan
kondisi stabilitas atmosfer di daerah pedesaan dan kota untuk menentukan
nilai eksponen n yang tersaji dalam Tabel 5 (Davis et al., 2004), sebagai
berikut :
Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota
Kelas stabilitas Pedesaan Kota
Kelas stabilitas Pedesaan Kota
A 0.07 0.15 D 0.15 0.25 B 0.07 0.15 E 0.35 0.30 C 0.10 0.20 F 0.55 0.30 Sumber : User’s Guide for ISC3 Dispersion Models, Vol.II, EPA-454/B-95-003b,U.S,
September, 1995
Pergerakan atmosfer dalam bentuk parsel udara atau angin disebabkan
oleh ketidakseimbangan radiasi bersih, kelembaban dan momentum diantara
29
lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak serta diantara permukaan
bumi dan atmosfer dilain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan
penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan
tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan
semakin tinggi.
E. Dasar-dasar Simulasi
Menurut Syamsa (2003), simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi
model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan
menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata
dengan sebagian besar rinciannya. Sedangkan simulasi proses adalah penggunaan
model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari
sistem dengan mengukur tanggap dinamik variabel-variabel proses yang dipantau,
misalnya temperatur tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau
bekerja dengan model diharapkan :
1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran.
2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan
proses.
3. Bereksperimen dengan model.
4. Melakukan pengujian dengan model.
5. Menggunakan model untuk tujuan pendidikan dan pelatihan.
Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori
berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi keadaan
dinamik (Syamsa, 2003). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah
persamaan aljabar yang diselesaikan secara iteratif, misalnya untuk menghitung
kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dari suatu proses dibawah kondisi
keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum
digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin
untuk laju panas tertentu. Sedangkan simulasi keadaan dinamik tidak hanya
memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak,
tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan
30
menyelesaikan persamaan persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam
waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari
proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara
kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu
untuk menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti
temperatur, tekanan dan komposisi bahan.
F. Pemodelan Matematik
Menurut Syamsa (2003), model matematik adalah gambaran dari
karakteristik dinamik suatu sistem. Agar dapat diselesaikan dengan komputer,
maka fenomena atau proses fisik harus dapat dimodelkan dengan persamaan
matematika. Dengan pemodelan diharapkan dapat melakukan :
1. Idealisasi dari proses dan fenomena.
2. Memahami pengaruh dan kendali lingkungan.
3. Menganalisis eksperimen yang sulit atau tidak mungkin dapat dilakukan.
4. Mempertajam pemahaman dan mengurangi pemborosan akibat
eksperimen yang tidak terarah (trial and error).
5. Meningkatkan potensi dan keamanan sistem.
G. Metode Komputasi Dinamika Fluida
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan pemanfaatan program
komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif
saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD prediksi aliran fluida diberbagai
sistem dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang singkat
dibandingkan dengan metode eksperimen (Nugraha, 2005).
Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara
memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya
dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika).
Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan
untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir.
Menurut Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam fluida
dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan parsial (PDE = Partial
31
Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa,
momentum, dan energi.
Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus
dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran-aliran fluida sehingga
pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangatlah penting. Persamaan
pengaturan aliran fluida adalah persamaan-persamaan diferensial parsial,
komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan
tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial ini harus
ditransformasikan kedalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan
metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).
Secara umum, proses dalam CFD dibagi kedalam tiga tahapan yaitu
prapemrosesan (pre-processing), pencarian solusi (solving), dan pascapemrosesan
(post-processing) (Purabaya dan Asmara, 2003).
1. Prapemrosesan
Pada tahap prapemrosesan dilakukan pendefinisian masalah dengan
membentuk geometri, dapat berupa geometri dua dimensi maupun tiga
dimensi. Dalam pembentukan geometri ini didefinisikan topologi yang akan
dibangun mulai dari pembentukan titik (point), garis (curve, edge), bidang
(face) atau volume sehingga menjadi model yang diinginkan (Purabaya dan
Asmara, 2003).
Setelah geometri terbentuk dilakukan diskritisasi menjadi sejumlah
grid dimana persamaan atur akan dicari solusinya di masing-masing grid
tersebut. Bila menggunakan diskritisasi grid berstruktur diusahakan sisi
yang membentuk grid tetap tegak lurus atau memliki skewness dengan
toleransi tertentu. Pada grid tak berstruktur diperhatikan perbandingan
antara panjang dan lebar (aspect ratio) bentuk grid (Parwatha, 2003).
Menurut Tuakia (2008), Tahapan ini merupakan langkah pertama
dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Pre-processing
terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai
interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke
dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang
dilakukan pada tahap ini meliputi:
32
- Mendifinisikan geometri dari daerah yang dianalisis.
- Pembentukan grid.
- Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.
- Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa
jenis, panas jenis dan sebagainya).
- Menentukan kondisi batas yang sesuai.
Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, temperatur dan lain-
lain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD
dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah
sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu
seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan
semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan (Tuakia,
2008).
2. Pencarian Solusi
Setelah geometri masalah didefinisikan secara numerik melalui grid-
grid, tahap selanjutnya adalah pencarian solusi. Pada tahap ini persamaan
atur yang diterapkan untuk memodelkan medan aliran didiskritisasi untuk
masing-masing grid dan dicari solusinya. Persamaan atur yang digunakan
dalam CFD tergantung dari permasalahan yang akan dimodelkan (Purabaya
dan Asmara, 2003).
Proses pencarian solusi menggunakan metode finite volume, dimana
metode ini dikembangkan dari finite difference khusus (Tuakia, 2008).
Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
- Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan
fungsi sederhana
- Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam
persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya
- Penyelesaian persamaan aljabar.
3. Pasca-pemrosesan
33
Tahap terakhir dalam proses simulasi dengan menggunakan CFD
adalah pasca-pemrosesan. Pada tahap ini semua solusi dari parameter aliran
yang telah diperoleh untuk setiap grid akan dibentuk visualisasi. Visualisasi
solusi ini bertujuan untuk mempermudah memahami solusi yang dihasilkan
oleh sotfware CFD (Purabaya dan Asmara, 2003).
H. Penelitian Terdahulu yang Terkait
Hargreaves (1997), pernah melakukan penelitian tentang simulasi dispersi
gas polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor atau sumber yang bergerak
kontinyu. Dengan menggunakan program CFD simulasi yang dilakukannya
terfokus pada analisis pola aliran gas polutan yang diemisikan oleh kendaraan
bermotor di sekitar jalan raya. Bangunan-bangunan gedung di sekitar jalan raya
merupakan objek yang terkena dampak langsung dari sumber polutan yang
dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Sedangkan bangunan tersebut merupakan
tempat yang strategis dimana manusia melakukan aktivitas kesehariannya.
Beberapa perangkat software yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah Fluent yang digunakan untuk menganalisis aliran fluida, software
SCALAR yang digunakan untuk membangun geometri bangunan yang akan
disimulasikan dan software CHENSI yang digunakan untuk menganalisis pola
aliran udara yang berupa olakan atau yang disebut vortices pada dinding-dinding
bangunan di sekitar jalan raya.
Berbeda dengan penelitian ini, simulasi yang dirancang adalah simulasi
dispersi gas polutan yang bersumber dari sebuah cerobong di kawasan
perindustrian. Sedangkan fokus area yang diamati adalah pola aliran dispersi gas
polutan dan sebaran konsentrasi gas polutan dari sumber pencemar terhadap area
permukaan tanah di sekitar kawasan industri dimana umumnya makhluk hidup
berpijak. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah software EFD
(Enginering Fluid Dynamics).