12
BAB II
KERANGKA TEORITIK
1. Korupsi
Studi tentang korupsi selama ini dilakukan dalam kaitannya dengan suatu bidang ilmu
tertentu misalnya kriminalitas atau administrasi negara. Hal ini mengakibatkan pembahasan
mengenai defenisi, penyebab dan pengaruh korupsi selalu dikaitkan dengan bidang ilmu tersebut.
Tidak banyak ahli ilmu sosial yang memberi perhatian khusus pada sosiologi korupsi itu sendiri.
Siapapun yang mencoba melakukan analisa sosiologis tentang korupsi akan dihadapkan pada
suatu problem metodologis sepanjang korupsi dipandang sebagai transaksi yang tidak jujur.1
Salah satu sosiolog yang melakukan analisa sosiologis terhadap masalah korupsi adalah
Syed Hussein Alatas. Dalam kedua bukunya yaitu Sosiologi Korupsi dan Korupsi Sifat, Sebab
dan Fungsi Alataslah yang secara mendalam melakukan analisa terhadap masalah korupsi dari
sudut pandang sosiologi. Analisa Alatas inilah yang akan menjadi acuan utama penulis dalam
membahas apa itu korupsi, penyebab dan pengaruh-pengaruh korupsi untuk membangun sebuah
kerangka berpikir tentang korupsi terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Ada juga
beberapa acuan lain yang akan dipakai namun lebih bersifat sebagai pendukung.
Banyak pemahaman yang lahir ketika mendengar istilah ‘korupsi’. Istilah korupsi bahkan
praktek korupsi telah lama terpatri dalam sejarah perkembangan manusia. Korupsi dapat
diartikan sebagai praktek memperoleh kekuasaan, pengaruh, atau keuntungan pribadi lainnya
melalui cara-cara tidak sah. Korupsi telah mengakibatkan krisis di berbagai belahan dunia, dan
orang-orang yang disebut korup telah menggunakannya untuk mengambil keuntungan dari orang
1 Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi, (Jakarta: LP3ES, 1981), 1.
13
lain. Korupsi juga merupakan bagian yang tak terhindarkan dari evolusi manusia.2 Kata korupsi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diberi makna sebagai penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi.3 Carl J.
Freiderich menjelaskan korupsi adalah perilaku menyimpang terkait dengan motivasi tertentu,
yaitu mengambil demi keuntungan pribadi dari uang rakyat.4 Hal ini berarti bahwa korupsi
semata-mata dipraktekkan oleh orang yang memiliki kuasa atas rakyat sehingga dengan
mudahnya menggunakan kekuasaan tersebut untuk merenggut hak-hak rakyat. Arnold
Heidenhemer dalam bukunya Political Corruption: Concepts and Context menjelaskan korupsi
sebagai perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima dalam
rangka untuk melayani kepentingan pribadi.5
Catatan kuno mengenai masalah korupsi merujuk kepada penyuapan terhadap para
hakim, dan tingkah laku para pejabat pemerintah.6 Korupsi oleh Robert C. Brooks sebagaimana
yang dikutip oleh Alatas ialah ‘dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang
diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan
memperoleh keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.7 Bunyi yang tidak jauh berbeda
juga didengungkan oleh Alatas, korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan
pribadi. Esensi korupsi bagi Alatas sendiri ialah tindakan pencurian melalui penipuan dalam
situasi yang mengkhianati kepercayaan.
Dari uraian pemahaman tentang korupsi di atas maka, dapat disimpulkan bahwa korupsi
2 John Mukum Mbaku, Corruption in Afrika:Causes, Consequenses and Cleanups, (Lanham: A division of
Rowman &Littlefield Publishers, Inc, 2010), 11. 3 http://kbbi.web.id/korupsi, diakses pada tanggal 15 Oktober 2014, pukul 21.45 wib. 4 John Mukum Mbaku, Corruption in Afrika:Causes, Consequenses and Cleanups,…,12. 5 Arnold J. Heidenheimer & Michael Johnston, Political Corruption: Concepts & Context, (New Jersey:
Transaction Publishers, 2002), 253.
6 Syed Hussein Alatas, Korupsi sifat, sebab dan fungsi, (Jakarta: LP3ES, 1987),1. 7 Ibid.,vii.
14
dipahami sebagai tindakan yang dilakukan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi dan
merugikan orang lain baik itu menyangkut uang, kepercayaan, kedudukan dan hal-hal lain yang
berkaitan. Ketika sebuah tindakan sifatnya ialah merugikan orang lain maka, disitulah muncul
ketidakadilan sosial. Keadaan seperti ini yang menggambarkan tindakan korupsi tersebut. Bentuk
penyuapan, penyelewengan bahkan pencurian apabila dilakukan dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi. Sesungguhnya tindakan tersebut telah menciptakan ketidakadilan sosial.
Inilah yang dimaksudkan dengan pemahaman korupsi.
Istilah korupsi yang dibicarakan Alatas mencakup 3 hal, yaitu penyuapan (bribery),
pemerasan (extortion), dan nepotisme.8 Yang dimaksdukan dengan penyuapan ialah sebuah
tindakan menawarkan pemberian. Misalnya saja ‘seorang pejabat, kita dapat menyebutnya korup
apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta
dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-
kepentingan si pemberi. Hal ini berbeda dengan pemerasan. Pemerasan atau extortion yang
dimaksudkan Alatas ialah permintaan pemberian-pemberian atau hadiah dalam pelaksanaan
tugas-tugas publik, bisa dipandang sebagai korupsi. Istilah pemerasan juga terkadang dikenakan
pada pejabat-pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus bagi keuntungan mereka
sendiri. Sedangkan istiah ‘nepotisme’ merupakan sebuah tindakan yang dipandang sebagai
korupsi apabila adanya pengangkatan sanak saudara, teman-teman atau rekan-rekan politik pada
jabatan-jabatan publik tanpa memandang jasa mereka maupun konsekuensinya pada
kesejahteraan publik. Semua itu tidak sama sekali sama. Akan tetapi pada pokoknya, ada suatu
benang merah yang menghubungkan tiga tipe dalam istilah korupsi tersebut yaitu penempatan
kepentingan-kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan privat dengan pelanggaran norma-norma
tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan
8 Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi,…,11-12.
15
pengabaian yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik.9
Pada umumnya diakui bahwa korupsi adalah problem yang berusia tua dan semua
masyarakat manusia, kecuali yang sangat primitive, dengan derajat yang berbeda-beda, dijangkiti
oleh korupsi. Untuk memahami korupsi lebih jelas maka ciri-ciri korupsi juga merupakan hal
penting untuk dilihat. Alatas menguraikan beberapa ciri korupsi adalah sebagai berikut:10 (a)
Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga
swasta atau masyarakat umumnya, (c) dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk
kepentingan khusus, (d) dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang
yang berkuasa atau bahawahannya menganggapnya tidak perlu, (e) melibatkan lebih dari satu
orang atau pihak, (f) adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang
lain, (g) terputusnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti
dan mereka yang dapat mempengaruhinya, (h) adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup
dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i) menunjukan fungsi ganda yang kontradiktif
pada mereka yang melakukan korupsi.
Ciri-ciri korupsi di atas menurut Alatas masih dapat diperluas lagi, namun ciri-ciri
tersebut sudah cukup berfungsi sebagai seperangkat kriteria yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasi korupsi. Suatu perbuatan yang diklasifikasikan sebagai perbuatan korup haruslah
dilekati dengan semua ciri-ciri di atas. Ciri- ciri itu diangkat melalui induksi kasus demi kasus
dari sejarah masyarakat masa lalu maupun modern. Sejak masa lampau segala bentuk korupsi
dan isinya sudah dilekatkan dengan ciri-ciri di atas.
2. Tipologi Korupsi
Ada 7 jenis korupsi yang dimaksudkan oleh Alatas, masing-masing adalah: korupsi
9 Ibid. 10 Syed Husein Alatas, Korupsi Sifat, Sebab dan Fungsi,…,viii.
16
transaktif (transactive corruption), korupsi yang memeras (extortive corruption), korupsi investif
(investive corruption), korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), korupsi defensif (defensive
corruption), korupsi otogenik (autogenic corruption), dan korupsi dukungan (supportive
corruption).11
7 Tipologi di atas dapat membantu dalam menganalisis konsep korupsi. Alatas kemudian
menjelaskan sifat-sifat dari 7 tipologi yang dimaksudkannya di atas adalah sebagai berikut:12
1. Korupsi transaktif menunjuk kepada adanya kesepakatan timbal-balik antara pihak
pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif
diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya. Korupsi dalam tipologi ini
adalah yang paling umum dalam fenomena korupsi, dimana antara pemberi dan penerima
masing-masing mempunyai tujuan yang meskipun berbeda, namun bersatu dalam
semnagat keuntungan yang akan didapatkan oleh masing-masing pihak.
2. Korupsi dalam bentuk pemerasan merupakan jenis korupsi yang pihak pemberinya
dipaksa untuk melakukan penyuapan demi mencegah kerugian yang sedang mengancam
dirinya, kepentingannya atau orang-orang, dan hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan
keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang
akan datang.
4. Korupsi perkerabatan atau nepotisme, adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman
atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang
memberikan perlakuan yang mengutamakan, dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain,
kepada mereka secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
11 Ibid.,ix. 12 Ibid.,x-xi.
17
5. Korupsi defensif merupakan perilaku korban korupsi dengan pemerasan dimana ia
melakukan korupsi dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik adalah perilaku korupsi yang melibatkan penerima seorang diri dengan
keuntungan yang ia telah pikirkan di masa datang bagi dirinya.
7. Korupsi dukungan merupakan korupsi yang tidak secara langsung menyangkut uang atau
imbalan langsung dalam bentuk lain. Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah untuk
melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada.
Dari ketujuh jenis dan sifat korupsi di atas yang sering dipraktekan baik oleh pribadi,
kelompok dan instansi negeri dan swasta ialah jenis transaktif dan pemerasan. Korupsi yang
bersifat transaktif dan pemerasan telah dianggap sebagai pelanggaran moral di sepanjang sejarah
manusia, baik dalam masyarakat yang kompleks maupun dalam masyarakat yang masih
sederhana.
Penjelasan rinci Alatas tentang ketujuh jenis dan sifat-sifat korupsi di atas dapat
disimpulkan bahwa praktek korupsi adalah masalah terumit yang dihadapi oleh setiap pola
instansi pemerintah bahkan swasta. Kendatipun setiap organisasi tentu akan dilekatkan dengan
jenis-jenis korupsi serta sifatnya masing-masing. Uraian tersebut di atas menjelaskan bahwa
sesungguhnya pribadi, kelompok bahkan organisasi senantiasa akan bersinggungan dengan
praktek korupsi. Hanya saja sebagian di antara mereka belum memahami praktek-praktek
tersebut harus digolongkan ke dalam tipologi korupsi Alatas yang mana. Penjelasan rinci oleh
Alatas mengenai ketujuh tipologi tersebut tentu memiliki nilai yang berharga dengan tujuan
memudahkan kita dalam mengelompokan praktek korupsi berdasarkan jenis dan sifatnya.
18
3. Faktor-faktor penyebab korupsi
Semua masalah tentu memiliki penyebab lahirnya masalah tersebut begitupun korupsi.
Untuk memiliki sebuah pemahaman yang lebih dalam tentang korupsi, maka perlu juga untuk
memahami faktor-faktor penyebab korupsi. Jika diteliti dengan baik, akan kelihatan bahwa
korupsi telah berakar jauh ke masa silam, tidak saja di masyarakat Indonesia akan tetapi hampir
di semua bangsa. Berbicara mengenai penyebab korupsi, maka ada berbagai macam variabel
yang dapat diketengahkan sebagai penyebab korupsi. Variabel-variabel itu antara lain adalah
perang dunia ke 2, pemerintahan kolonialisme, kebudayaan, dan partai politik.
Korupsi yang melanda segenap negara dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh
Perang Dunia II. Mengutip Laporan Komite Shantanam, Alatas mengatakan, peperangan yang
meluas yang menguras pengeluaran pemerintah dalam jumlah besar untuk pengadaan dan
persediaan logistik, telah memberi peluang bagi korupsi.13 Bahkan di sebuah negara yang sedikit
saja dipengaruhi oleh mobilitas seperti itu, seperti Saudi Arabia, korupsi juga ada. Dalam hal
Asia Tenggara, pendudukan Jepang menimbulkan korupsi yang membengkak secara mendadak.
Kelangkaan barang dan makanan bersamaan dengan inflasi yang tinggi karena lemahnya
pengawasan pemerintah, menjadikan korupsi sebagai jalan menutup kekurangan pendapatan.
Jelas bahwa situasi perang melahirkan masalah korupsi.14
Pemerintahan Kolonial juga merupakan faktor lain penyebab korupsi. Korupsi tidak
hanya ada dalam pemerintahan kolonial, melainkan juga terus berkembang sebagai pengaruh
tidak langsung hasutan kaum nasionalis melawan pemerintah. Korupsi terhadap pemerintahan
Kolonial dianggap sebagai patriotik karena merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah.
Alatas memberikan sebuah contoh di India, semasa penjajahan Inggris, menipu pemerintah
13Ibid.,120. 14 Ibid.
19
umumnya dianggap perbuatan patriotik. Mencopoti bola lampu dan perlangkapan lain di kereta
api, melindungi para pelnggar hukum dari tangkapan polisi, semua itu dianggap sebagai
perbuatan yang bertujuan agar pemerintahan Kolonial tidak merampas uang rakyat India. Setelah
kemerdekaan pada tahun 1947, kebiasaan bersikap tidak jujur kepada pemerintah terus
berlanjut.15
Korupsi juga bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial. Istilah ini berasal dari
Max Weber dan difinisikan sebagai bentuk kekuasaan yang hidup dan berkembang pada masa
feodalisme di masa lalu yang masih besar. Atas hal ini Mochtar menuturkan;
Korupsi yang kini merajalela di Republik Indonesia, berakar pada masa tersebut, ketika kekuasaan bertumpu pada apa yang disebut kekuasaan “birokrasi patrimonial” (Max Weber, Wirtschaft und Geselschaft) yang berkembang dalam kerangka kekuasaan feodal. Dalam struktur seperti ini, penyimpangan, korupsi, pencurian, tentu saja dengan mudah berkembang. 16
Alatas mengutip pemahaman Max Weber (1968), kelemahan jabatan patrimonial adalah
terutama tidak mengenal perbedaan birokrasi antara lingkup “pribadi” dan lingkup “dinas”. Juga
pelaksanaan pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa. Dengan demikian
tingkah laku kekuasaannya sama sekali bebas, tidak dibatasi campur tangan tradisi suci yang
kukuh. Dalam masalah-masalah politik, hak penguasa menghilangkan batas yurisdiksi para
pejabat. Batas-batas di antara berbagai fungsi jabatan sangat tipis. Menurut Weber, hal itu
merupakan gambaran kekanak-kanakan orang Asia. Sedang dalam birokrasi modern, di Barat,
pejabat mempunyai lingkup yurisdiksi, suatu jenis kegiatan yang teratur, dan seperangkat
peraturan yang menata kegiatan birokrasi. Termasuk pula di dalamnya penggunaan file dan
15 Ibid. 16 Mansyur Semma, Negara dan Korupsi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),197.
20
catatan-catatan secara teratur.17
Korupsi juga sering terjadi karena sikap solidaritas kekeluargaan dan kebiasaan saling
memberi hadiah. Pemberian hadiah di kalangan birokrasi telah melembaga, meskipun pada
awalnya tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan. Menurut analisis Alatas, korupsi
bagaikan benalu yang merayap ke segenap lingkungan yang cocok untuk tumbuh, dan
lingkungan yang paling subur untuk tempat tumbuhnya benalu itu adalah lembaga hadiah.
Banyak penulis juga mengakui bahwa pemberian hadiah bisa menjerumuskan pelakunya kepada
korupsi.18 Memang saling memberi hadiah bukanlah korupsi besar-besaran, walaupun hadiah
dapat dengan mudah diselewengkan menjadi suap. Dalam masyarakat yang menaruh perhatian
besar terhadap kebiasaan saling memberi hadiah, sering sekali didapati terjadinya korupsi. 19
Selain faktor-faktor penyebab yang telah diuraikan di atas, dalam bukunya Sosiologi
Korupsi Alatas juga mengidentifikasikan faktor-faktor yang mendukung terjadinya korupsi
sebagai berikut:20
1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu
memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan
yang diperlukan untuk membendung korupsi.
4. Kurangnya pendidikan.
5. Kemiskinan.
6. Tiadanya tindak hukuman yang keras.
17 Ibid.,124. 18 Ibid.,132. 19 Ibid.,39. 20 Syed Husein Alatas, Sosiologi Korupsi,…,46.
21
7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan.
9. Perubahan radikal. Tatkala suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi
muncul sebagai suatu penyakit transisional.
10. Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan
masyarakat keseluruhan.
Seolah korupsi ibarat penyakit turunan. Siapapun, dimanapun, kapanpun rentan untuk ada
dalam dunia korupsi tersebut. Dapat dikatakan korupsi memiliki otonomi tersendiri. Struktur
ekonomi, budaya, politk dan sosial bukan tidak mungkin dapat terjangkiti oleh korupsi. Pelaku
korupsi biasanya menyerang segala struktur. Kondisi-kondisi struktural dan lingkungan adalah
sarana bagi koruptor untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka yang telah terbiasa melakukan
korupsi kerap menciptakan lingkungan dan kondisi yang cocok bagi korupsi. Apapun itu faktor
penyebabnya, korupsi telah merusak masyarakat tidak hanya pada sebuah sistem dalam
masyarakat itu sendiri melainkan telah merusak moral manusia dan hal tersebut merupakan
penyakit turunan yang sangat membahayakan apabila dibiarkan hidup dan bertumbuh subur pada
semua sistem dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat.
4. Pengaruh-Pengaruh Korupsi
Korupsi memang sesungguhnya terdapat di berbagai negara yang sedang berkembang.
Barangkali tidak berlebih-lebihan jika dikatakan bahwa korupsi merupakan bagian utama, atau
paling tidak yang tak mudah dihindari dari kehidupan birokrasi di negara-negara yang telah
terjangkit dengan fenomena tersebut. Penelitian-penelitian politik dan pemerintah mengenai
fenomena korupsi hampir tanpa pengecualian mengemukakan betapa merajalelanya korupsi di
kalangan ahli politik maupun pegawai pemerintah. Taraf atau nilai moral umum sangat
22
menyedihkan rendahnya. Beberapa ahli seperti Samuel Hutington berpendapat bahwa korupsi
berpengaruh positif pada aspek pemerintahan juga bisa membantu menstabilkan ekonomi negara.
Namun hal ini tidak bagi Robert Klitgaard. Baginya sebuah tindakan korup justru menambah
sumber ketidakefisienan dalam sistem pemerintahan. Susan Rose Ackerman juga menegaskan
bahwa ‘ahli-ahli ekonomi yang memandang positif terhadap korupsi itu titik pandangnya
terbatas, sehingga lahir suatu defenisi sempit tentang kebaikan akan tindakan korup itu sendiri.21
Korupsi di kalangan pemerintah menjadi pokok pembicaraan tetap dari bagian terbesar ulasan
pers.22
Banyak pengaruh korupsi yang terjadi terhadap masyarakat dan individu dengan bentuk
yang rumit dan beraneka ragam. Beberapa ilmuwan juga yang menguaraikan pendapatnya
terhadap dampak korupsi bahwa ada nilai-nilai positif dari praktek korupsi. Pandangan tersebut
sama sekali ditentang oleh Alatas. Fenomena korupsi oleh Alatas tidak hanya mempengaruhi
manusia dalam kehidupan ekonomi politiknya belaka melainkan juga dalam pertumbuhan
rohaniah dan filsafatnya.23 Dampak korupsi seperti ini bagi Alatas menjadi boomerang bagi
setiap pemikir-pemikir yang menyatakan bahwa korupsi berdampak positif.
Korupsi telah melahirkan bentuk ketidakadilan yang mempengaruhi pribadi-pribadi yang
tidak terbilang banyaknya. Untuk memperjelas apa yang dimaksudkan dengan kalimat tersebut
Alatas memberikan sebuah contoh ketidakadilan yang ditimbulkan oleh korupsi yang terjadi di
Afrika Barat. Di rumah-rumah sakit para pasien harus membayar juru-rawat untuk
mengambilkan pospot. Para dokter pun harus disuap. Para pasien yang tidak mampu membayar
akan disuntik dengan air yang diberi zat pewarna. Hampir segala-galanya memerlukan uang
suap. Seluruh masyarakat dirasuki korupsi sehingga akan tampak sangat mengerikan bagi orang
21 Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),52. 22 Mochtar Lubis & James Scott, Bunga Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3ES, 1988), xvi. 23 Syed Husein Alatas, Korupsi Sifat, Sebab dan Fungsi,…,177.
23
yang hidup di dalam masyarakat tersebut.24
Korupsi juga telah mengakibatkan kerugian besar-besaran yang jauh melebihi jumlah
keuntungan yang diperoleh daripadanya, karena kecurangan merusak perekonomian. Keputusan-
keputusan penting ditentukan oleh maksud-maksud terselubung tanpa peduli pada akibat-akibat
yang dapat menimpa masyarakat luas.25
Sebuah pemerintahan yang dilanda wabah korupsi yang menyerang segenap sistem akan
mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Seperti dicatat oleh Wang An Shih yang dikutip
oleh Alatas, “orang yang korup selalu mengabaikan kewajibannya karena perhatiannya terpusat
kepada korupsi semata-mata”. Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut tidak
peka perasaannya dan menimbulkan malapetaka terhadap rakyat.26
Pengaruh lain yang disebabkan oleh korupsi adalah lahirnya sikap masa bodoh. Sikap
masa bodoh dalam semua segi pelaksanaan pemerintahan khususnya dalam hal menyangkut
kesejahteraan umum merupakan gejala pokok masyarakat yang korup. Sikap masa bodoh
tersebut sangat membebani kehidupan, sumber daya dan penghidupan manusia. Berkembangnya
korupsi sebagai masalah yang rumit menyebarkan sikap masa bodoh lebih jauh, sehingga
menjadi mendung tebal yang menggelapkan suasana sampai datangnya saat setiap orang yang
ada di bawahnya patah semangat.27
Korupsi telah menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh dalam birokrasi dan juga
menyuburkan jenis kejahatan lain di dalam masyarakat. Melalui korupsi sindikat kejahatan atau
penjahat perseorangan dapat membengkokan hukum, menyusupi organisasi negara, dan
memperoleh kehormatan. Tindakan korupsi merupakan senjata utama kejahatan yang
24 Ibid.,178. 25 Ibid. 26 Ibid.,179. 27 Ibid.,181.
24
terorganisir untuk memantapkan kekuasaan dan berhasil memperkuat diri serta dapat membeli
kehormatan orang. 28
Pada umumnya pakar politik dan para sosiolog seperti Alatas setuju bahwa akibat korupsi
terhadap masyarakat adalah dengan akibat kejahatan yang teroganisir. Alatas meninjau temuan
dari United States President’s Commission on Law Enforcement and Administration of Justice
mengenai akibat-akibat kejahatan yang teroganisir yang serupa dengan akibat-akibat korupsi.
“Apa yang diinginkan oleh kejahatan yang terorganisasi ialah uang dan kekuasaan. Hal yang
membedakannya dengan organisasi dan orang-orang yang menaati hukum ialah patokan
kesusilaan dan akhlak yang dianut oleh para penjahat, hukum dan peraturan yang mereka taati,
tata cara yang mereka pergunakan adalah serba khusus dan rahasia yang mereka ciptakan sendiri,
mengubahnya apabila dianggap perlu, dan menyusunnya secara ringkas dan tidak tampak dari
luar. Kejahatan yang teroganisir mempengaruhi kehidupan jutaan masyarakat, tetapi karena hal
itu dirahasiakan sedemikian rapatnya maka sebagian besar masyarakat juga tidak sadar
bagaimana mereka dipengaruhi atau malahan tidak merasa dipengaruhi samasekali. Alatas
memberikan sebuah contoh terkait dengan hal di atas “harga sebuah roti dapat dinaikan satu sen
oleh komplotan organisasi kejahatan, tapi seorang ibu rumah tangga tidak mungkin mengetahui
mengapa ia harus membayar lebih mahal.29
5. Korupsi Dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Pada hakikatnya korupsi dianggap sebagai sebuah tindakan yang merugikan banyak
orang dalam hal ini kepentingan rakyat. Korupsi juga dikatakan sebagai tindak pidana kejahatan
yang diatur oleh Undang-Undang sebuah negara. Di Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi
merupakan sebuah lembaga yang memiliki konstitusi hukum yang berdiri guna menindak lanjuti
28 Ibid.,182-186. 29 Ibid.,198.
25
apabila ada tindakan dari para korup yang melanggar Undang-Undang. Pemerintah Indonesia
telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi.
Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain
dalam TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Berwibawa dan Bebas KKN, UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.30
Korupsi dalam Undang-Undang no 20 tahun 2001 yang merupakan perubahan dari
Undang-Undang no 31 tahun 1991 merupakan tindak pidana. Setiap orang dikategorikan sebagai
pelaku tindak pidana korupsi ciri-cirinya tergolong dalam pasal-pasal berikut:31
Undang-undang no 20 tahun 2001 yang berbicara tentang tindak pidana korupsi mengatur
setiap orang atau pegawai negeri sipil bahkan pejabat negara berkaitan dengan tingkah lakunya
agar tidak menciptakan praktek korupsi. Aturan yang dibuat dalam undang-undang no 20 tahun
2001 merupakan perwujudan dari pemahaman penegak konstitusi sebuah negara terhadap
praktek korupsi secara universal. Maksudnya ialah, undang-undang tersebut dibuat tidak hanya
mengatur beberapa bagian saja melainkan semua segi. Mulai dari tidak diperbolehkannya
memperkaya diri sendiri dengan merugikan pihak lain, penyuapan atas kepentingan pribadi,
kelompok bahkan instansi sampai kepada aturan tentang pemberian hadiah. Tindakan-tindakan
yang disebutkan apabila kedapatan dilakukan oleh setiao orang/pegawai negeri sipil dan pejabat
negara maka, dianggap sebagai tindak pidana korupsi.
30 http://accounting-media.blogspot.com/2013/06/undang-undang-pemberantasan-tindak.html, diakses pada tanggal 29 Oktober 2014, pukul 20.15 wib.
31 Undang-undang no 21 Tahun 2001 yang mengatur Tindak Pidana Korupsi Lih. Dalam lampiran.
26
6. Korupsi Dalam Alkitab
Fenomena atau budaya korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia atau di negara-negara
berkembang lainnya. Di zaman Israel Kuno praktek korupsi pun terjadi dan berkembang secara
sistematis dalam kehidupan penguasa Israel Kuno masa itu. Hal ini ditandakan dengan hadirnya
nabi-nabi yang mengkritik dengan tegas sikap penguasa bangsa Israel yang tidak berkenan di
hati Tuhan dengan mempraktekan serta melanggengkan korupsi sebagai bentuk ketidakadilan
yang menjadi sorotan utama dalam kehidupan bangsa Israel saat itu.
Dalam Perjanjian Lama praktek-praktek ketidakadilan terhadap rakyat terlihat ketika
Salomo memerintah Bangsa Israel. Ia merupakan salah satu raja Israel yang membebankan
tanggungan kepada rakyatnya sendiri. Pada masa pemerintahannya bangsa-bangsa yang ada di
sekitaran Israel takluk kepadanya. Makin banyak kota dibangun dan Yerusalem menjadi ibukota
yang hebat dengan gedung-gdeung yang megah dan benteng-benteng yang kuat. Oleh karena itu
kerajaan ini berkembang sangat pesat, maka jumlah pejabat dan anggota istana kerajaan pun
bertambah banyak. Dibentuk juga tentara yang besar, lengkap dengan kuda dan keretanya, dan
pasukan-pasukan sewaan. Salomo adalah seorang yang aktif di bidang perdagangan. Ada dua
jalan raya yang melalui Palestina dipakai untuk perdagangan, yaitu dari Mesopotamia ke Mesir
dan dari Arabia ke Damsyik.32 Salomo membeli kuda-kuda dari Asia kecil dan kemudian
menjualnya lagi ke Mesir. Pertambangan emas industry dan perdagangan berkembang pesat.33
Terbentuklah juga golongan pedagang, sehingga makin banyak tercipta kelas-kelas dalam
masyarakat Israel.
Dalam 1 Raja-Raja 12:4 dikatakan bahwa Salomo memiliki ‘tanggungan berat’ bagi
bangsanya. Dua program besar yang dilakukannya saat itu ialah membangun istana juga Bait
32 J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 89.
33 Ibid.,90.
27
Allah dengan biaya yang sangat besar.34 Bukan hanya kedua hal tersebut, Salomo juga
membangun bangunan-bangunan lain yang setaraf sama adalah gedung ‘Hutan Libanon’ yang
digunakan sebagai gudang senjata (1 Raja-Raja 7:2; 10:16). Ia juga membuat Balai Saka yang
digunakan sebagai gudang perbekalan harta benda raja (1 Raja-Raja 7:6), dan Balai Singgasana
di mana raja memutuskan perkara-perkara keadilan (1 Raja-Raja 7:7).35 Selain itu ia juga
membangun dua gedung kediaman yang besar di Yerusalem, satu untuknya dan yang satu lagi
untuk Putri Firaun yang menjadi isterinya (1 Raja-Raja 7:8). Salomo menjadi sangat ambisius. Ia
rupanya baru merasa puas apabila memiliki perdagangan yang luas, kekuasaan yang besar dan
bangunan-bangunan yang megah. Ia berusaha membuat banyak hal dengan mengeluarkan biaya
yang sangat besar pula, jauh melebihi pendapatannya yang ia peroleh dari hubungan perniagaan
dengan bangsa-bangsa lain.36 Untuk memperoleh dana yang diperlukannya membiayai rencana-
rencananya itu, ia tidak segan-segan menarik pajak yang besar dari rakyatnya. Ia membagi-bagi
negerinya menjadi dua belas wilayah yang tidak sama dengan keduabelas wilayah suku-suku.
Salomo mengangkat pejabat-pejabat untuk mengepalai masing-masing wilayah tersebut. Mereka
bertugas mengumpulkan bahan-bahan makanan dari tiap-tiap wilayah untuk keperluan istana raja
(1 Raja-Raja 4:7-19).37 Coote juga menjelaskan bahwa biaya besar yang diperlukan salomo itu
hanya bisa diperolehnya dengan memperbesar ekspor hasil pertaniannya untuk membeli bahan-
banhan bangunan dengan membayar tentaranya secara mahal dengan memaksa rakyatnya
bekerja menghasilkan hasil pertanian itu.38 Tak dapat dibayangkan berapa besarnya hasil
pertanian yang harus diserahkan kepada raja untuk memelihara kelas elit dan pembangunan itu.
Untuk mencapai akan keinginannya tersebut Salomo merekrut orang-orang Israel menjadi
34 Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi: Sejarah Elohist, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), xii. 35 David E. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1994), 123. 36 Ibid. 37 Ibid.,123-124. 38 Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi: Sejarah Elohist,…,xii.
28
pekerja-pekerja rodi dalam proyek-proyeknya.
Hal-hal di atas yang telah dilakukan oleh Salomo tanpa disadari telah menjadi pemicu
terjadinya praktek-praktek ketidakadilan bagi rakyat biasa yang didasarkan pada keinginan
penguasa demi dan untuk memuaskan diri para penguasa tanpa memperhatikan nasib rakyat yang
mereka peras. Tanah-tanah kaum tani sudah menjadi milik orang kaya dan mereka hanya
menjadi buruh yang sering mengalami penindasan dari tuannya. Pegawai-pegawai dan perwira
sudah menjadi pemilik tanah yang baru melakukan pemerasan terhadap orang miskin, dan para
pedagang pun ikut memeras orang kecil yang bergantung kepada mereka. Para penguasa yang
seharusnya menjadi pemimpin yang Takut akan Allah serta menjadi teladan bagi rakyatnya kini
berbalik menindas rakyat dengan memperkerjakan mereka sebagai budak dan keringat yang
mereka keluarkan dinikmati oleh penguasa mereka sendiri. Wujud ketidakadilan yang didasarkan
atas keinginan hidup dalam kemewahan telah membawa penguasa, rakyat bahkan bangsa Israel
secara utuh kepada sebuah kehancuran moral yang tidak terelakkan.
Praktek ketidakadilan yang bisa melahirkan bentuk korupsi juga dapat dilihat di dalam
Perjanjian Baru di mana Yesus menjadi seorang nabi besar yang secara terang-terangan
menentang praktek-praktek yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya tersebut. Yohanes 2:13-16
memperlihatkan secara jelas bagaimana Yesus mengekspresikan kemarahan-Nya terhadap para
penukar uang dan pedagang yang berjualan dalam Bait Allah. Tindakan kemarahan Yesus di Bait
Allah merupakan sebuah sikap yang wajar sebab Ia sendiri melihat umat-Nya yang sedang
melakukan aktivitas berdagang dan menukar uang tersebut telah mengotori tempat kudus-Nya
baik secara fisik maupun rohani. Bait Allah sepertinya sudah beralih fungsi bukan lagi sebagai
tempat kudus bagi umat Tuhan datang menyembah Allah, melainkan telah dijadikan sebagai
tempat ajang bisnis dan tempat untuk mencari keuntungan materi semata.
29
Kemarahan Yesus yang menakutkan disebabkan karena Yesus melihat ada praktek-
praktek ketidakadilan yang terjadi di Yerusalem. Berdasarkan tradisi, paskah merupakan pesta
terbesar bagi orang Yahudi. Dalam tradisi ini diharuskan bagi orang Yahudi yang tinggal di
sekitaran daerah Yerusalem harus kembali pulang dan merayakan paskah bersama di Yerusalem.
Jadi tidak mengherankan apabila ada banyak orang yang berkumpul di Yerusalem untuk
merayakan paskah. Ada juga semacam pajak yang harus dibayar oleh setiap orang Yahudi yang
berumur 19 tahun ke atas. Pajak tersebut adalah pajak Bait Allah.39 Pembayaran pajak itu sangat
diperlukan agar korban-korban dan upacara ritual harian di Bait Allah tetap dilaksanakan. Dan
besar pajak tersebut adalah setengah shekel. Pajak Bait Allah harus dibayar dengan uang shekel
Galilea atau dengan uang shekel Bait Allah. Banyak peziarah yang datang dari luar Yerusalem
diharuskan untuk menukar uang mereka dengan uang shekel Bait Allah. Itu sebabnya banyak
sekali para penukar uang yang ada di Bait Allah. 40 Perdagangan uang yang dilakukan untuk
pajak Bait Allah tersebut tidaklah jujur. Mereka mengambil laba dari para peziarah. Keuntungan
yang diperoleh dari pajak Bait Allah dan dari cara penukaran uang seperti itu sangat besar.
Inilah yang menjadi alasan kemarahan Yesus. Para peziarah yang kurang mampu ternyata
dirampok melalui nilai tukar yang berlebih-lebihan oleh para penukar uang tersebut. Hal ini
merupakan suatu ketidakadilan sosial yang memalukan dan lebih buruk lagi hal itu dilakukan
atas nama agama. 41
Di samping para penukar uang di situ terdapat juga para penjual lembu, kambing domba
dan merpati. Perkunjungan ke Bait Allah acap kali juga merupakan kunjungan
mempersembahkan korban. Banyak peziarah yang akan memberikan persembahan bagi
39 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Pasal 1-7, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008),184. 40 Ibid.,185. 41 Ibid.,186.
30
perkunjungan ke kota Suci Yerusalem tersebut. Jenis-jenis korban yang akan mereka
persembahkan harus cocok dengan kriteria pejabat Bait Allah. Hal ini memungkinkan bahwa
jenis korban yang dipersembahkan tidak lain harus dibeli di halaman Bait Allah dengan alasan,
binatang yang akan dikorbankan harus sempurna dan tak bercacat-cela dan korban yang seperti
demikian hanya ada di Bait Allah sementara korban-korban lainnya dari luar tidak termasuk
dalam kriteria tersebut.42 Terlihat jelas aturan seperti ini dibuat dengan tujuan untuk
menguntungkan para pejabat Bait Allah dengan cara memeras para peziarah yang miskin dan
rendah hati. Para peziarah ternyata dipaksa untuk membeli binatang korban yang dijual di
halaman Bait Allah kalau mereka ingin mempersembahkan korban. Barclay menegaskan bahwa
inilah penyebab Yesus memperlihatkan kemarahan-Nya atas bentuk ketidakadilan yang
dilakukan di dalam Rumah Bapa-Nya yang kudus. Yesus dengan berani menentang kewibawaan
para pejabat yang mengelola Bait Allah yang telah memeras peziarah guna memperoleh
keuntungan besar.43 Tindakan Yesus menyucikan Bait Suci bukan karena keyahudian-Nya,
melainkan karena praktek korup para pejabat Bait Allah.44
7. Korupsi Dalam Kritik Nabi
Nabi diartikan sebagai seseorang yang dipanggil oleh Allah. Dalam Perjanjian Lama nabi
berarti seseorang yang dipanggil untuk berbicara atas nama Allah.45 Seorang nabi disebut juga
sebagai ‘pelihat’ yang berarti ‘orang yang melihat dalam suatu penglihatan’. Ada beberapa
istilah lain juga untuk para nabi misalnya hamba Allah, penjaga, pembawa pesan Allah dan
hamba Roh. Istilah-istilah ini sebenarnya menggambarkan kegiatan nabi.46 Para nabi dalam
42 Ibid.,187. 43 Donald B. Kraybill, Kerajaan yang Sungsang, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 153. 44 Ibid.,154. 45 W.S. LaSor, D.A Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007),183. 46 Ibid.,184.
31
Alkitab bukan hanya yakin bahwa Allah telah berbicara kepada mereka, tetapi juga bahwa
mereka dipanggil untuk menyatakan pesan Allah.47 Tugas dan peran pokok seorang nabi adalah
menyampaikan sabda Allah entah kepada bangsanya sendiri atau pun juga kepada bangsa lain.48
Pada dasarnya nabi-nabi adalah Jurubicara Allah.49 Apabila ayat-ayat dalam Alkitab
disatukan berkaitan dengan para nabi maka ayat-ayat tersebut merupakan ‘nubuat’ yang
membuktikan kebenaran akan Sabda Allah yang disuarakan oleh para nabi. Pemberitaan yang
dilakukan oleh nabi menunjukan bahwa ia benar-benar terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang
dialami bangsanya sendiri. Ia berbicara tentang raja dan praktek penyembahan berhala, tentang
nabi yang dibayar untuk berbicara, tentang imam yang tidak mengajarkan hukum Allah, tentang
pedagang yang menggunakan timbangan palsu, tentang hakim yang berpihak pada orang kaya
dan tidak memberikan keadilan kepada orang yang miskin. Semua ini adalah ‘nubuat’. Nubuat
adalah pesan Allah kepada bangsanya yang dilakukan oleh para nabi.50
7.1 Kritik Nabi Amos
Nabi Amos lahir dan dibesarkan di Tekoa, tidak jauh dari Yerusalem dan Betlehem, yang
terletak di negeri Kerajaan Selatan, pada abad ke-8, menjelang kehancuran Kerajaan Utara.
Amos pada usia dewasa ia menjadi peternak dan pemungut buah di hutan. Baru kemudian karena
panggilan Tuhan, ia pergi ke Kerajaan Utara, untuk menyampaikan nubuat tentang kehancuan
Kerajaan Utara.51 Ketika Amos dipanggil untuk bernubuat kepada umat Israel di utara dapat
dilihat di dalam Amos 3-6. Amos merupakan salah seorang nabi dalam Alkitab yang dapat
dikatakan sebagai pendukung paling berani atas keadilan sosial untuk semua umat di Israel
47 Ibid.,185. 48 Al Purwa Hardiwardoyo,MSF,Catatan-Catatan Singkat Tentang Kitab Suci, (Yogyakarta: Kanisius,
2001),36. 49 David E. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab,…,130. 50 W.S. LaSor, D.A Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2,…,192. 51 Al Purwa Hardiwardoyo, MSF, Catatan-Catatan Singkat Tentang Kitab Suci,…,37.
32
Utara. Amos dan nabi-nabi lain sangat tersentuh oleh penderitaan orang miskin yang terjadi saat
itu.52
Dalam nubuatannya nabi amos mempersalahkan Israel oleh karena mereka berpaling dari
Tuhan. Salah satu kritiknya ialah terhadap praktek ketidakadilan sosial yang terjadi di Israel.
Kritik yang dilakukan oleh Amos tertuju kepada penguasa Israel yang mempunyai pola
kehidupan yang dangkal dan mewah. Amos melihat pola kehidupan di Israel Utara tersebut
sangat bertentangan dengan status Israel sebagai umat Allah.53 Lahirnya Kritik amos terhadap
ketidakadilan sosial yang terjadi di Israel utara adalah karena kemakmuran yang hanya dinikmati
oleh kalangan atas di Israel yang terdiri dari pegawai-pegawai kerajaan dan juga pedagang.
Rakyat diperas dan ditindas oleh kaum atas yang hidup tenteram dan mewah. Rakyat yang
menderita di Israel Utara bukan karena bencana alam atau pun juga serangan musuh melainkan
karena diperas dan dianiaya oleh penguasa bangsa mereka sendiri. Amos melihat kemerosotan
moral yang hebat telah terjadi di Israel Utara.
Dalam Amos 2:6-7a, Beginilah Firman Tuhan “Karena tiga perbuatan jahat Israel,
bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena menjual orang benar
karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut: mereka menginjak-injak kepala orang
lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara”. Jelas terlihat bahwa, orang Israel
tidak lagi patuh terhadap Allah lewat praktek hidup mereka yang tidak berkenan di hadapan
Allah. Mereka menjual orang benar dan seolah mensederajatkan harkat dan martabat orang
miskin hanya dengan sepasang kasut. Ketidakadilan sosial yang terjadi di Israel Utara diperjelas
dalam Amos 5:12. Para hakim yang seharusnya membela hak orang benar dan kaum lemah,
justru sebaliknya bertindak tidak adil dengan menerima uang suap dan menjual putusan-putusan
52 Obery M. Hendricks, JR, The Politics of Jesus, (New York: Doubleday, 2006), 31. 53 TH. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 232.
33
kepada penawar yang paling tinggi sementara orang miskin yang tidak memiliki apa-apa harus
menyerahkan diri sendiri oleh karena mereka tidak mempunyai imbalan atau sesuatu hal yang
lebih untuk membeli putusan-putusan hakim.54 Kehidupan umat Tuhan di Israel Utara telah jauh
dari keadilan sosial bagi semua rakyat.
Tuntutan Amos tentang keadilan sosial merupakan pernyataan kembali dari hukum-
hukum perjanjian kuno, yang ditujukan bukan hanya kepada pribadi-pribadi, tetapi juga
dianggap sebagai sesuatu yang menentukan nasib bangsa Israel. Nubuat yang dilakukan oleh
Amos mencerminkan tanggung jawab sosialnya sebagai seorang nabi yang peduli akan nasib
umat Allah tanpa terkecuali.55 Tindakan nubuatan yang dilakukan oleh amos di Israel utara
menandakan bahwa Allah membenci perilaku yang tidak adil dari bangsa Israel.
7.2 Kritik Nabi Yesaya
Nabi Yesaya hidup pada zaman kira-kira sekitar 150 tahun sesudah nabi amos. Yesaya
bekerja di bawah raja-raja Yehuda: Uzia, Yotam, Ahas dan Hizkia. Yesaya merupakan anak
Amoz (bukan nabi amos) yang termasuk dalam golongan atas di Yerusalem.56 Tidak jauh
berbeda dengan Amos, Yesaya hadir sebagai seorang nabi yang membawa nubuatan Allah bagi
bangsa Israel pada masa itu. Yesaya diutus kepada bangsa yang berdosa, sekalipun mereka
seharusnya adalah bangsa yang kudus.57
Dalam nubuatnya di pasal 1:21-31, nabi Yesaya juga menyinggung masalah
ketidakadilan sosial dan korupsi di Yeruslem yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di
Israel utara. Yesaya mengkritik bangsa Yehuda yang telah mengabaikan hukum Tuhan. Para
pemimpin mereka suka menerima suap dan mengejar sogok (Yes 1:23). Yesaya bernubuat bagi
54 W.S. LaSor, D.A Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2,…,200. 55 Ibid.,201. 56 Christhop Barth & Marie Clarie. Barth, Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2010),326. 57 W.S. LaSor, D.A Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2,…,277.
34
para penguasa mereka yang mempraktekkan ketidakadilan dan mengeluarkan keputusan-
keputusan yang lalim untuk menghalangi orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk
merebut hak orang-orang sengsara di antara umat Tuhan supaya mereka dapat merampas milik
para janda dan menjarah anak Yatim.58 Yesaya melihat para pemimpin mereka tidak lagi
membela hak anak-anak yatim dan perkara janda-janda sebagai bagian dari golongan yang lemah
di Yehuda, golongan yang seharusnya mendapat perlindungan hukum Tuhan. Tetapi akibat
keserakahan para penguasa maka tudak lagi ditemukan keadilan dan kebenaran bagi umat Tuhan
yang ada di Yerusalem (Yesaya 1:21). Yesaya lahir dengan kritikannya bagi para tuan tanah
yang serakah yang mencekau ladang demi ladang sehingga tidak ada tempat lagi bagi orang lain
(yesaya 5:8). Berkaitan dengan kesemuanya nubuatan Yesaya yang paling pokok ialah
menekankan tanggung jawab sosial dalam masyarakat.59 Sebab praktek-praktek ketidakadilan
sosial yang mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap rakyat merupakan murka Allah bagi
para penguasa yang melakukannya. Hal ini dapat dilihat di dalam 1:16-17 dalam perintah itu
terlihat jelas bahwa Tuhan tidak berkenan terhadap ketidakadilan yang terjadi di Yehuda.
8. Kesimpulan
Melalui tinjaun di atas maka, terlihat jelas bahwa Alatas tidak mengurung
pemahamannya tentang konsep korupsi hanya pada masalah ekonomi, bisnis, administrasi dan
perbendaharaan sebuah instansi. Ia justru melihat korupsi dari berbagai sudut pandang terutama
pada masalah moral manusia. Teori sosilogi Alatas membantu untuk membangun sebuah
pemahaman berpikir yang baik tentang korupsi dilihat dari faktor sejarah, kebudayaan,
kehidupan sosial sebuah masyarakat bahkan sampai kepada unsur politik. Kesemuanya menjadi
bagian yang terpisahkan ketika ingin menganalisis konsep korupsi.
58 Christhop Barth & Marie Clarie. Barth, Teologi Perjanjian Lama 2,…,328. 59 Ibid.
35
Begitu kerasnya Alatas ingin membongkar pemahaman manusia yang telah dibangun
secara universal terkait persoalan korupsi hanya berdasar pada persoalan uang. Namun, ia
menyadari bahwa konsep yang telah terpatri tersebut tidak mudah untuk diruntuhkan. Ia
membutuhkan sebuah kajian teori yang sangat dalam yang dapat dipahami oleh masyarakat pada
umumnya. Itulah mengapa teori sosiologi korupsi juga menjadi gumulannya sebagai kontribusi
dalam memberikan pencerahan-pencerahan bagi setiap manusia.
Teori sosiologi korupsi dianggap sangat baik dengan konteks Indonesia yang sedang
menggumuli persoalan korupsi yang sangat sulit untuk diminmalisir melainkan semakin
mewabah. Entah apa penyebabnya. Cara pandang manusia yang salah terhadap korupsi, sistem
yang kurang baik atau hal –hal lain. Tetapi yang menjadi inti diskusi dari teori sosiologi Alatas
ialah mempelajari korupsi dari berbagai sudut pandang dan jangan mengurung pemahaman
tentang korupsi hanya pada masalah uang. Moral lebih berharga dari sekedar uang.