12
BAB II
A. KAJIAN TEORI
1. Prespektif Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses perubahan kapasitas fungsional atau
kemampuan kerja organ-organ kearah keadaan yang semakin terorganisir dan
terspesialisasi. Semakin terorganisir artinya organ-organ tubuh semakin bisa
dikendalikan sesuai dengan kehendak. Sedangkan semakin terspesialisasi
merupakan kemampuan organ-organ tubuh semakin dapat berfungsi sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Perkembangan dapat terjadi dalam bentuk
perubahan kuantitatif, perubahan kualitatif atau perubahan pada kedua-duanya
secara serempak. Perubahan kuantitatif merupakan perubahan yang dapat diukur
atau di hitung. Sedangkan perubahan kualitatif adalah perubahan dalam bentuk
semakin baik, semakin teratur, semakin lancar, dan sebagainya yang ada
dasarnya merupakan perubahan yang tidak bisa atau sukar diukur. (Sugiyanto,
1998:14).
Perkembangan individu mencakup berbagai aspek yang ada di dalam dirinya,
yang berpengaruh terhadap perkembangan itu meliputi berbagai faktor, baik
yang berada di dalam dirinya maupun yang berada diluar dirinya. Berbagai
aspek yang berkembang dan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan perlu dipadukan dalam membentuk konsep perkembangan secara
menyeluruh. Di dalam membahas konsep perkembangan diperlukan kerangka
acuan. Teori-teori perkembangan yang sudah berkembang lebih awal digunakan
sebagai acuan dalam studi perkembangan gerak. Secara umum perkembangan
dikaji dari prespektif atau sudut pandang biologi dan psikologis. Dalam
prespektif biologis, keterbentukan dan perkembangan bagian-bagian dan sistem
tubuh dipelajari pada level seluler dan pada level organismik. Pada level seluler
dipelajari perkembangan sel yang membentuk organ-organ tubuh manusia,
sedangkan pada level organismik dipelajari perkembangan organ-organ tubuh
manusia. Dalam prespektif psikologis individu dipelajari dalam segi berfikir,
emosi dan perasaanya (Sugiyanto, 1998:18).
13
Perkembangan individu bersifat individual dan dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai faktor internal dan eksternal
individu. Masing-masing individu memiliki tingkat kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan yang berbeda sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan individu tersebut. Aspek genetis dan aspek lingkungan
baik fisik maupun sosial secara bersama memberikan pengaruh pada pola
perkembangan.
Perkembangan individu mencakup seluruh aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Dalam perkembangnnya seluruh aspek dalam diri individu
berkembang secara berkesinambungan dan saling mempengaruhi satu dengan
yang lainnya. Keserasian antar masing-masing aspek perkembangan
memberikan kualitas perkembangan individu yang optimal.
Walaupun perkembangan individu bersifat individual tetapi secara umum
menunjukkan pola perkembangan-perkembangan yang sama. Perkembangan
individu memiliki korelasi yang sangat erat dengan umur namun tidak
tergantung dengan umur. Dalam proses perkembangan individu sebagai proses
berkelanjutan yang berlangsung seumur hidup terdapat periode-periode
perkembangan individu yang menunjukkan karakteristik perkembangan yang
sama untuk semua individu secara umum perubahan yang terjadi pada awalnya
bersifat peningkatan dan kemudian mengalami penurunan.
Karakteristik perkembangan individu secara umum menunjukkan fase-fase yang
sama pada periode unsur tertentu. Fase-fase perkembangan berdasarkan umur
secara umum dibagi menjadi beberapa fase seperti dibawah ini:
14
Tabel .1. Periodisasi perkembangan berdasarkan umur (Haywood Kathleen M,
1986:8)
Periode perkembangan Perkiraaan umur kronologis
Sebelum lahir:
Awal
Embrio
Janin
Pembuahan sampai dua minggu
2-8 minggu
8 sampai akhir
Bayi:
Neonatal
Sejak lahir sampai 2 tahun
Sejak lahir sampai 4 minggu
Anak-anak:
Anak kecil
Anak besar
1 atau 2 sampai 10 atau 12 tahun
1 atau 2 sampai 6 tahun sampai 10 atau
12 tahun
Adolesensi :
Perempuan
Laki-laki
10 sampai 18 tahun
12 tahun sampai 20 tahun
Dewasa:
Dewasa muda
Dewasa madya
Dewasa tua
18 atau 20 sampai 40 tahun
40 sampai 60 tahun
60 tahun lebih
2. Perkembangan Adolesensi Usia 13 Sampai 18 Tahun
Perkembangan kebugaran remaja (adolesensi) terkait kesehatan dan terkait
performa mengalami perubahan-perubahan yang drastis dari awal masa remaja
sampai akhir masa remaja (sekitar usia 11 sampai 21 tahun). Secara umum, anak
laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak pada
sebagian besar ukuran kebugaran. Permulaan ledakan pertumbuhan pra remaja
menandai permulaan percepatan yang cepat pada nilai kebugaran untuk laki-laki.
Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor fisik serta sosial dan budaya. Di
lain pihak, laki-laki tidak memperlihatkan peningkatan yang cepat sama seperti
teman-teman laki-lakinya. Ada sebuah kecenderungan yang nyata bagi
15
perempuan remaja untuk meningkat pada tingkat yang lebih rendah pada usia
sekitar 15 dimana mereka seringkali mulai mencapai masa stabil dan kadang-
kadang mengalami kemunduran pada performa mereka.
Kebanyakan, walaupun laki-laki dapat diharapkan melampaui performa
perempuan pada ukuran kekuatan dan ketahanan karena kelebihan anatomi,
fisiologi, dan biomekanik, namun tidak ada penjelasan biologis yang memadai
tentang perbedaan-perbedaan pada jangkauan usia dimana peningkatan relatif
dapat dilihat. Sebuah penjelasan yang masuk akal dapat ditemukan dalam
perbedaan sosial dan budaya dan perbedaan pola asuh anak antara laki-laki dan
perempuan.
Ukuran terkait kebugaran rentan terhadap peningkatan yang besar pada laki-
laki maupun perempuan. Ketika pola-pola aktivitas berubah, yang diharapkan
untuk yang lebih baik, kita dapat mengantisipasi perubahan-perubahan pada
lerengan kurva performa baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang
yang sangat termotivasi memiliki skor yang secara signifikan lebih baik pada
semua ukuran kebugaran daripada rerata skor performa yang dilaporkan untuk
sampel-sampel populasi.
Kesuksesan program-program yang dirancang untuk meningkatkan keadaan
kesehatan remaja yang positif melalui peningkatan kegiatan jasmani tergantung
kepada sebuah pendekatan multidisipliner. Pendekatan semacam itu secara aktif
mencoba membekali pemuda dengan informasi yang baru dan relevan tentang
bagaimana dan mengapa tentang peningkatan kegiatan jasmani dan nutrisi yang
tepat. Hal ini harus dilakukan dengan cara yang meningkatkan kenikmatan
pembelajaran serta tanggung jawab pribadi dan pengambilan keputusan.
Peluang-peluang kegiatan jasmani yang terstruktur empat sampai lima kali per
minggu, dengan dorongan dan insentif untuk kegiatan-kegiatan sesudah sekolah
merupakan suatu keharusan. Sebuah pendekatan tim, dengan keikutsertaan
perawat sekolah, pembimbing, pengawas ruang makan siang, dan guru
pendidikan jasmani, penting, serta keterlibatan orang tua, untuk mencapai
keberlanjutan (kontinuitas) dan untuk mengkoordinasi dukungan dari rumah
bagi perkembangan perilaku baru.
16
Karena pengetahuan kita yang relatif terbatas mengenai hal ini, maka tidak
mudah untuk memiliki pedoman-pedoman khusus mengenai populasi remaja
umum mengenai jumlah dan jenis kegiatan jasmani yang dibutuhkan untuk
menghasilkan manfaat kesehatan yang positif. Sebagai akibatnya, para peserta
dalam Konferensi Konsensus Internasional terkini tentang Pedoman Kegiatan
Jasmani untuk Remaja membuat dua pedoman umum yang diyakini akan
meningkatkan beberapa hasil kesehatan bagi semua remaja, sekaligus
meminimalisir resiko yang diketahui.
Semua remaja seharusnya aktif secara jasmani setiap hari, atau hampir setiap
hari, sebagai bagian dari permainan, game, olahraga, pekerjaan, transportasi,
rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks
keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue dan Ozmun, 1998:393)
Selanjutnya remaja seharusnya terlibat dalam tiga sesi kegiatan atau lebih per
minggu yang berlangsung selama 20 menit, atau lebih pada satu waktu dan yang
memerlukan tingkat pengerahan yang sedang hingga giat. (Gallahue dan Ozmun,
1998:394)
Hal diatas sejalan dengan perkembangan minat adolesensi atau remaja dalam
aktivitas yang paling diminati, terlihat dalam gambar 1 dan gambar 2 bahwa
aktivitas olahraga untuk lali-laki dan perempuan meningkat dari umur kurang
lebih 6 tahun sampai dengan umur 18 tahun. Terlihat secara jelas keinginan
untuk beraktivitas olahraga meningkat secara drastis pada masa adolesensi.
17
Gambar. 1` .Minat aktivitas laki-laki
(Eckert and Espenschade, 1980:209)
Gambar. 2. Minat aktivitas Perempuan
(Eckert and Espenschade, 1980:210)
18
a). Perkembangan Komposisi Tubuh Adolesensi
Komposisi tubuh (prosentase lemak tubuh) sekarang oleh banyak orang
dianggap sebagai salah satu aspek kebugaran yang terkait dengan
kesehatan. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan asuransi menggunakan
berat badan total sebagai indikator kesehatan fungsional. Akan tetapi,
berat badan total merupakan indikator yang kurang baik untuk komposisi
tubuh karena hal ini tidak merefleksikan distribusi dan komposisi berat
badan seseorang. Berat badan total adalah jumlah massa otot, massa
rangka, massa organ dan massa lemak. Untuk menilai komposisi tubuh
seseorang secara akurat, prosentase lemak tubuh perlu dipisahkan dengan
komponen-komponen lain dari berat badan total seseorang.
Penimbangan hidrostatis saat ini merupakan metode yang paling akurat
untuk menentukan prosentase lemak tubuh. Hal ini meliputi merendam
seseorang dibawah air dan menghitung beratnya dibawah air yang dari
situ sebuah perkiraan tentang prosentase lemak tubuh yang akurat dapat
dihitung. Penimbangan hidrostatis yang akurat bukan merupakan sebuah
ukuran yang praktis untuk penilaian komposisi tubuh berbasis lapangan.
Teknik-teknik impedansi listrik memiliki janji yang besar untuk masa
depan. Teknik-teknik tersebut lebih sulit dibandingkan dengan
penimbangan hidrostatis, tetapi mereka melibatkan peralatan yang
mutakhir yang seringkali tidak tersedia di kebanyakan lingkungan
lapangan. Maka dari itu, meskipun mereka memiliki keterbatasan, namun
skinfold calipers (jangka lengkung lipatan kulit) telah menjadi metode
pilihan untuk menghitung prosentase lemak tubuh di lapangan.
Reliabilitas teknik caliper telah seringkali ditantang, tetapi apabila
diberikan oleh petugas yang terlatih, hal ini dapat memberikan hasil yang
cukup akurat. Data komposisi tubuh dari NCYFS (1985) didasarkan
kepada penggunaan skinfold calipers. Dibawah ini merupakan grafik
hasil pengukuran komposisi tubuh.
19
Gambar. 3. Grafik Komposisi Tubuh Laki-Laki dan Perempuan
(Gallahue dan Ozmun 1998:385)
Berdasarkan gambar grafik diatas dapat di simpulkan bahwa:
1) Perempuan memilik prosentase lemak tubuh yang lebih tinggi
daripada laki-laki pada semua usia.
2) Prosentase lemak tubuh perempuan meningkat dengan cepat pada
awal dan pertengahan masa remaja yang diikuti dengan sebuah masa
stabil pada akhir masa remaja.
3) Laki-laki mengalami peningkatan prosentase lemak tubuh pada akhir
masa kanak-kanak dan periode sebelum remaja.
4) Laki-laki mengalami penurunan pada prosentase lemak tubuh pada
awal masa remaja dan mempertahankan kadar lemak yang rendah
pada masa remaja.
20
b). Perkembangan Kelenturan Sendi Adolesensi
Gambar. 4. Grafik Perkembangan Kelenturan Sendi Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:379)
Berdasarkan gambar grafik diatas dapat di simpulkan bahwa:
1) Perempuan melampaui laki-laki pada semua usia
2) Perempuan membuat peningkatan tambahan tahunan hingga akhir
masa remaja.
3) Laki-laki mengalami kemunduran pada awal masa remaja, yang
diikuti dengan peningkatan yang cepat.
c). Perkembangan Kekuatan Atau Ketahanan Otot Adolesensi
21
Gambar. 5. Grafik Perkembangan Kekuatan Otot Adolesnsi
(Gallahue dan Ozmun 1998:379)
Berdasarkan gambar grafik diatas maka dapat di simpulkan bahwa:
1) Perempuan mengalami peningkatan pada laju yang lebih lambat
daripada laki-laki
2) Perempuan cenderung mencapai masa stabil pada performa pada
pertengahan masa remaja.
3) Laki-laki melampaui performa perempuan pada semua usia.
4) Perempuan rata-rata kurang dari satu pull-up pada masa remaja.
5) Laki-laki menunjukkan pencapaian yang lambat sebelum masa pubertas
yang diikuti dengan pencapaian yang cepat pada masa remaja.
22
6) Laki-laki secara signifikan melampaui performa perempuan pada semua
usia.
d). Perkembangan Daya Tahan Aerobik Adolesensi
Gambar.6. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:377)
Berdasarkan gambar grafik diatas maka dapat di simpulkan bahwa:
1) Laki-laki dan perempuan meningkat pada kecepatan yang hampir
sejajar.
2) Laki-laki lebih cepat dari pada perempuan pada semua usia.
3) Laki-laki terus meningkat hingga akhir masa remaja.
4) Perempuan mengalami kemunduran dan mencapai masa stabil ari
pertengahan masa remaja sampai seterusnya.
23
5) Laki-laki menunjukkan penambahan yang cepat setiap tahun hingga
akhir masa remaja
3. Perkembangan Adolesensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin dalam bahasa Inggris adalah sex, merupakan kelas atau
kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau akibat
digunakannya peoses reproduksi seksual untuk mempertahankan
keberlangsungan spesies itu. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan
perempuan yang mana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan
menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuaan
tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsi tetap dengan laki-laki
dan perempuan pada segala ras yang ada di bumi ini.
Masalah jenis kelamin cenderung untuk memperlihatkan perbedaan individu.
Setiap orang adalah individu yang unik dengan timeable (jadwal) perkembangan
masing-masing. Timeable merupakan suatu perpaduan antara keturunan individu
tertentu dengan pengaruh lingkungan. Walaupun urutan penampilan
karakteristik perkembangan dapat diprediksikan, tingkat penampilan mungkin
benar-benar sangat berbeda. Maka dari itu, kepatuhan yang kuat terhadap
klasifikasi kronologis perkembangan menurut usia adalah tanpa dukungan atau
pembenaran.
Perbedaan perkembangan antara laki-laki dan perempuan meliputi
komponen-komponen kebugaran motorik yang terdiri atas kecepatan, kekuatan,
ketangkasan, keseimbangan dan koordinasi secara umum dianggap sebagai
komponen kebugaran terkait performa atau terkait keterampilan. Hal ini sangat
berbeda dengan komponen-komponen kebugaran terkait kesehatan dimana
mereka secara genetika berhubungan, yang resisten terhadap perubahan-
perubahan lingkungan (pengalaman) yang besar, dan relatif stabil. Sifat-sifat ini
juga terkait erat dengan performa terampil pada berbagai cabang olahraga.
24
a) Perkembangan Kemampuan Kecepatan Adolesensi Laki-Laki dan
Perempuan
Berdasarkan tes dash 30 sampai 60 yard pada laki-laki dan perempuan
dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)
1) Anak laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak.
2) Anak laki-laki memiliki performa melebihi anak perempuan pada semua
usia.
3) Laki-laki membuat peningkatan yang lebih cepat setelah masa pubertas
daripada perempuan.
4) Laki-laki membuat pencapaian tahunan yang signifikan pada masa kanak-
kanak dan remaja.
5) Perempuan cenderung mengalami masa stabil pada pertengahan masa
remaja
25
Gambar. 7. Grafik Perkembangan Kecepatan Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:388)
b) Perkembangan Kemampuan Kekuatan Otot Bagian Bawah Adolesensi
Laki-Laki dan Perempuan
Berdasarkan tes lompat horizontal pada laki-laki dan perempuan dihasilkan
kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)
1) Anak laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak.
2) Anak laki-laki memiliki performa yang sedikit melebih performa anak
perempuan pada masa kanak-kanak, tetapi kesenjangan melebar secara
signifikan pada masa pubertas laki-laki
26
Gambar. 8. Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Bawah Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:390)
c) Perkembangan Kemampuan Kekuatan Otot Bagian Atas Adolesensi Laki-
Laki dan Perempuan
Berdasarkan tes lompat vertikal pada laki-laki dan perempuan dihasilkan
kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)
1) Laki-laki membuat penambahan tahunan yang signifikan pada masa remaja.
2) Perempuan mulai mencapai masa stabil pada awal masa remaja dan
kemunduran pada pertengahan masa remaja
27
Gambar. 9. Grafik Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Atas Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:392)
d) Perkembangan Kemampuan Keseimbangan Statis Laki-Laki dan
Perempuan
Berdasarkan tes keseimbangan dengan stabillometer, keseimbangan tongkat
dan keseimbangan satu pada laki-laki dan perempuan dihasilkan kesimpulan
sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)
1) Laki-laki dan perempuan membuat peningkatan kualitatif dan kuantitatif
yang signifikan dengan bertambahnya usia.
28
e) Perkembangan Kemampuan Keseimbangan Dinamis Laki-Laki dan
Perempuan
Berdasarkan tes keseimbangan berjalan diatas balok pada laki-laki dan
perempuan dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun
1998:387)
1) Laki-laki membuat peningkatan yang cepat pada semua usia tetapi
khususnya setelah masa pubertas.
2) Perempuan dan laki-laki meningkat dengan bertambahnya usia pada masa
kanak-kanak dan remaja.
3) Perempuan cenderung melebihi performa laki-laki pada masa kanak-kanak
baik pada ukuran statis maupun dinamis.
4) Laki-laki dan perempuan hampir sama baik pada ukuran statis maupun
dinamis pada masa remaja tanpa kelebihan yang jelas untuk salah satu
diantaranya.
4. Ketinggian Wilayah Tempat Tinggal
Ketinggian wilayah merupakan suatu patokan yang digunakan untuk
menunjukkan ketinggian suatu tempat, yang dijadikan patokan adalah
permukaan laut 0 meter. Ketinggian wilayah ditinjau ketinggian tempat tinggal
dari permukaan laut dapat dibagi menjadi dua yaitu, dataran rendah dan dataran
tinggi. Dataran rendah didefinisikan sebagai suatu tempat yang berada pada
ketinggian 0 sampai 200 meter dari permukaan laut. Sedangkan dataran tinggi
didefinisikan sebagai suatu tempat yang berada pada ketinggian 200 sampai
1200 meter dari permukaan laut.
a. Aklimatisasi Penduduk yang Tinggal di Tempat Tinggi.
Menurut Guyton (1983:73), hubungan proses aklimatisasi dengan
kapasitas kerja. Orang yang mengalami aklimatisasi pada dataran tinggi
memiliki kapasitas kerja yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain
yang tinggal dan dilahirkan di dataran rendah. Hal ini dapat dilihat dari
persentase kapasitas kerja dan nilai maksimum setinggi permukaaan laut
untuk orang normal dan dengan orang pada ketinggian 17.000 kaki adalah
29
sebagai berikut : orang yang belum beraklimatisasi memiliki kapasitas kerja
sebesar 50%, orang yang mengalami aklimatisasi selama dua bulan memiliki
kapasitas kerja sebesar 68%, dan penduduk asli yang hidup pada ketinggian
13.200 kaki tetapi bekerja pada ketinggian 17.000 kaki memiliki kapasitas
kerja sebesar 87%.
Penduduk asli yang beraklimatisasi secara alamiah dapat mencapai hasil
kerja sehari-hari lebih baik dengan orang yang dilahirkan dan tinggal di
dataran rendah, dan dengan orang asli dataran rendah yang pindah ke
pegunungan dan kemudian mengalami aklimatisasi, masih dikalahkan
kapasitas kerjanya dibandingkan dengan penduduk asli, yang lahir dan
bertempat tinggal di dataran tinggi.
Adapun cara tubuh menyesuaikan diri (aklimatisasi) menghadapi tekanan
oksigen (PO2) yang rendah pada tempat yang tinggi adalah : (a)
meningkatkan ventilasi paru-paru, (b) meningkatkan hemoglobin (Hb) dalam
darah, (c) meningkatnya difusi paru-paru, (d) meningkatnya vaskularisasi
jaringan, (e) aklimatisasi sel untuk menggunakan oksigen meskipun tekanan
parsial rendah.
b. Pengaruh Ketinggian Terhadap Perkembangan
Ketinggian tempat tinggal berpengaruh terhadap perkembangan individu
khususnya perkembangan kemampuan koordinasi, power otot tungkai dan
kelincahan. Terdapat perbadaan perkembangan antara tempat tinggal tinggi
dan tempat tinggal rendah. kondisi ini dapat dilihat dari lingkungan dan letak
geografis, dimana kedua daerah tersebut diketahui memiliki ketinggian
tempat dan tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang berbeda.
Daerah pegunungan dengan ketingian tempatnya menjadikan masyarakatnya
beradaptasi dengan lingkungan daerah pegunungan yang cenderung berbukit-
bukit, begitu juga daerah dataran rendah menjadikan masyarakatnya
beradaptasi dengan lingkungan yang berpasir.
Perbedaan yang dapat dilihat antara daerah pegunungan dan daerah
pesisir, adalah pola aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya. Daerah
pegunungan dengan medan yang berbukit, tidak datar, tanjakan dan turunan
30
yang curam serta suhu yang dingin menuntut masyarakatnya untuk bisa
beradaptasi dengan lingkungannya. Aktivitas keseharian yang dilakukan di
daerah pegunungan adalah berkebun atau bertani. Mayoritas penduduk
pegunungan memiliki mata pencaharian bertani atau berkebun yang letak
kebunnya berada di lereng gunung. Aktivitas anak-anak yang tinggal di
daerah pegunungan lebih suka yang berhubungan dengan aktivitas yang
bersifat petualangan. Bahkan untuk menuju kesuatu tempat mereka tempuh
dengan berjalan kaki melewati medan yang terjal, naik dan turun. Sehingga
secara tidak langsung melatih kemampuan power otot tungkai dengan baik.
Sedangkan aktivitas pada dataran rendah relatif ringan dibandingkan
dataran tinggi, karena ditinjau dari relief datarannya yang datar. Untuk
aktivitas pada anak-anak datararan rendah atau pesisir adalah berenang,
menangkap ikan, menyelam atau bermaian di atas pasir. Semua aktivitas
tersebut memberikan kesempatan untuk melatih kemampuan fisik mereka.
5. Perkembangan Kekuatan
a. Macam – Macam Kekuatan
Kekuatan merupakan salah satu komponen fisik yang mendasar.Sebagai
unsur yang mendasar dalam kemampuan fisik, untuk meningkatkan kondisi
fisik secara keseluruhan sebaiknya kekuatan dimiliki lebih dahulu. Dalam
menjalankan aktivitas fisik, beban atau tahanan dalam latihan setiap
orang berbeda-beda. Tahanan atau beban dalam kegiatan olahraga
tersebut menuntut adanya kekuatan otot yang bermacam-macam pula.
Berdasarkan beban yang harus dihadapi atau diatasi, maka kekuatan
yang harus dikerahkan disesuaikan dengan kegiatan olahraga
tersebut. Menurut Suharno HP. (1993:40) membedakan kekuatan
menjadi tiga jenis yaitu:
1) Kekuatan maksimal adalah kemampuan otot dalam kontraksi maksimal
serta dapat melawan/menahan beban yang maksimal pula.
31
2) Explosive power (kekuatan daya ledak) adalah kemampuan sebuah otot
atau segerombolan otot untuk mengatasi suatu tahanan beban denan
kecepaan tinggi dalam satu gerakan yang utuh.
3) Daya tahan kekuatan otot (power endurance) adalah kemampuan tahan
lamanya kekuatan otot untuk melawan tahanan beban dengan intensitas
tinggi.
Menurut Harre yang dikutip Nossek (1982:46) bahwa, “Kekuatan dibagi
menjadi kekuatan maksimum, kekuatan kecepatan dan daya tahan
kekuatan”. Perbedaan jenis kekuatan tersebut didasarkan pada jenis beban
yang harus diatasi dan dihadapi.
Selain jenis kekuatan diatas, kekuatan dapat dibedakan atas jenis
kontraksi otot. Sudjarwo (1993:26) menyatakan bahwa “Sesuai dengan cara
atau tipe kontraksi otot, maka dapat dibedakan dua macam kekuatan
yaitu, kontraksi isotonik dan kontraksi isometrik. Dalam kontraksi isotonik
ini akan terlihat adanya perubahan sikap atau gerakan-gerakan dari anggota
tubuh yang disebabkan memanjang dan memendeknya otot". Kekuatan
dinamis (isotonis) merupakan kekuatan otot yang dikembangkan oleh otot
dalam kelangsungan gerak terhadap suatu tahanan, dengan ditandai
adanya perubahan memanjang dan memendeknya otot. Sedangkan
kekuatan statis atau isometrik merupakan kekuatan otot yang dapat
dikembangkan oleh otot-otot atau sekelompok otot terhadaptahanan yang
tetap. Jenis kekuatan yang banyak digunakan dalam olahraga adalah
kekuatan dinamis.
Bompa (1994:268-270) membagi tipe kekuatan menjadi beberapa jenis
kekuatan, antara lain:
a. Kekuatan umum
Kekuatan umum mengacu pada kekuatan sistem otot secara keseluruhan.
karena aspek ini adalah dasar dari program kekuatan keseluruhan, hal ini
harus sangat berkembang dengan upaya terpusat selama tahap
persiapan, atau selama beberapa tahunpertama atlet pemula pelatihan.
32
Tingkat rendah kekuatan umum dapat menjadi faktor pembatas bagi
kemajuan keseluruhan atlet.
b. Kekuatan khusus
Kekuatan khusus dianggap sebagai kekuatan otot-otot yang khusus untuk
gerakan olahraga yang dipilih. Tipe dari kekuatan ini merupakan
karakteristik untuk setiap jenis olahraga, karena setiap perbandingan
antara tingkat kekuatan atlet yang terlibat dalam olahraga yang
berbeda tidak sesuai. Kekuatan khusus harus dikembangkan ke tingkat
maksimal yang harus secara progresif dimasukkan menjelang akhir dari
fase persiapan untuk semua atlet kelas elite.
c. Kekuatan maksimum
Kekuatan maksimum mengacu pada kekuatan tertinggi yang dapat dilakukan
oleh sistem neuromuskular selama kontraksi secara maksimal. Hal ini
ditunjukkan oleh beban terberat yang seorang atlet dapat mengangkat
beban tersebut sekali waktu.
d. Dayatahan otot
Daya tahan otot biasanya diartikan sebagai kemampuan otot untuk
mempertahankan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini
merupakan produk dari penekanan pada kedua latihan yaitu kekuatan
dan daya tahan.
e. Power
Power merupakan produk dari dua kemampuan yaitu kekuatan dan kecepatan
dan dianggap sebagai kemampuan untuk melakukan kekuatan
maksimum dalam periode waktu terpendek.
f. Kekuatan absolut (AS)
Kekuatan absolut mengacu pada kemampuan seorang atlet untuk
mengerahkan gaya maksimum terlepas dari berat badan sendiri (BW).
Dalam tujuan supaya sukses dalam beberapa olahraga seperti angkat
besi, gulat, tolak peluru, kekuatan absolut sangat dibutuhkan untuk meraih
level yang tinggi.
33
g. Kekuatan relatif
Kekuatan relatif ditunjukkan sebagai perbandingan antara kekuatan absolut
atlet dan berat badannya sendiri.
Kekuatan relatif sangat penting dalam olahraga dimana atlet
membutuhkan penampilan tubuh.
h. Kekuatan cadangan
Kekuatan cadangan dianggap sebagai perbedaan antara kekuatan mutlak
atlet dan jumlah kekuatan yang diperlukan untuk melakukan
keterampilan di bawah kondisi kompetitif.
b. Latihan Kekuatan
Salah satu komponen kondisi fisik untuk mendukung komponen lain
adalah kekuatan otot. Kekuatan otot merupakan kondisi fisik yang dapat
ditingkatkan sampai batas submaksimal sesuai dengan cabang olahraga.
Setiap cabang olahraga memiliki karakteristik berbeda pada kebutuhan
kekuatan. Kekuatan dapat meningkat dengan melakukan sebuah latihan.
Latihan yang disusun harus sesuai dengankarakteristik atau ciri dari kekuatan
otot. O’Shea dalam M. Sajoto berpendapat bahwa “program latihan
peningkatan kekuatan otot yang paling efektif adalah program latihan dengan
memakai beban atau weighttraining program”.
Menurut Brooks dan Fahey (1984:397) latihan kekuatan dibagi menjadi 3
kategori yaitu isometrik, isotonik dan isokinetik. Latihan isometrik
melibatkan penerapan gaya tanpa menggunakan gerak, latihan isotonik
penggunaan gayadengan melakukan gerakan, dan isokinetik menggunakan
pengerahan gaya dengankecepatan yang stabil.
1) Latihan isometrik
Latihan isometrik tidak meningkatkan kekuatan sepanjang rentang gerak
sendi melainkan khusus untuk sudut sendi di mana latihan sedang
dilakukan. Dengan kata lain, latihan isometrik tidak memperbaiki
pengerahan kemampuan gaya secara cepat. Menurut Sajoto
(1988:147) bahwa otot yang berkontraksi secara isometrik adalah
RS = AS/BW
34
menegang, tetapi tidak ada perubahan panjang pada serabut otot. Sebagian
besar manfaat dari isometrik tampak terjadi selama tahap awal latihan.
Kontraksi maksimal sangat penting untuk efek yang optimal dan durasi
kontraksi harus cukup panjang untuk menambah serabut otot
sebanyaknya dalam kelompok otot. Peningkatan terbesar ketika
menggunakan latihan isometrik dilakukan dalam beberapa kali dalam
sehari.
2) Latihan isotonik
Latihan isotonik merupakan latihan kekuatan yang paling sering
digunakan oleh pelatih dan atlet. Metode pembebanan isotonik
termasuk konstan, variabel, eksentrik, plyometric dan ketahanan
kecepatan. Dalam latihan tahanan tetap, beban tetap konstan, tetapi
kesulitannya dalam mengatasi beban bervariasi dengan sudut sendi. Sajoto
(1988:117) mengatakan bahwa kontraksi isotonik adalah suatu otot dimana
serabut otot memendek selagi terjadi tegangan dalamotot tersebut. Seperti
mengangkat beban dipundak kemudian melakukan gerakan jongkok
berdiri beberapa kali.
3) Latihan isokinetik
Latihan isokinetik mengontrol laju pemendekan otot. Fox, Bowers dan
Foss (1993:164) berpendapat selama kontraksi isokinetik, ketegangan
dikembangkan oleh otot karena lebih pendek (iso) kecepatan (kinetik)
maksimal di semua sudut sendi. Kontraksi semacam ini umum selama
pada penampilan olahraga, contohnya adalah stroke lengan selama
berenang gaya bebas. Penerapan ketegangan penuh baik dalam
pengaturan kinerja olahraga atau selama uji klinis atau laboratorium
adalah tergantung pada tingkat motivasi pelaku. Untuk melakukan
kontraksi isokinetik, memerlukan peralatan khusus yang diperlukan.Pada
dasarnya, peralatan harus memiliki pengatur kecepatan sehingga
kecepatan gerakan konstan tidak masalah berapa banyak tegangan yang
dihasilkan kontraksi otot.
35
Dalam latihan dengan menggunakan beban sebaiknya bersifat khusus
sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Brooks dan Fahey
(1984:11) menyatakan bahwa “latihan hendaknya dapat merangsang
sistem fisiologi tubuh”. Dimana rangsang tersebut disebut dengan
stressatau tekanan dan tanggapan sebagai rangsang disebut
denganstrainatautegangan. Dan pada tujuan dalam latihan secara
fisiologis dapat memberikan tekanan pada tubuh sehingga terjadi adaptasi
pada fungsi tubuh. Fox dalam Sajoto menyatakan bahwa program latihan
beban berpedoman pada empat prinsip dasar yaitu:
a) Prinsip penambahan beban lebih (overload)
Prinsip latihan ini merupakan latihan yang mendasar yang harus
dipahami oleh pelatih dan atlet. Menurut Harsono (1998:103) “Beban
latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan
cukup bengis, serta harus diberikan berulang-ulang kali dengan
intensitas yang cukup tinggi”. Dengan melakukan latihan secara
periodik dan sistematis, maka tubuh atlet akan mampu beradaptasi
menerima beban latihan yang diberikan. Sehingga beban latihan akan
dapat ditingkatkan pada tingkat yang maksimal terhadap latihan yang
lebih berat.
Selain itu, Fox, Bowers dan Foss (1993:170) menerangkan bahwa
secara prinsip fisiologi pada kekuatan dan daya tahan dapat
berkembang tergantung dengan apa yang disebut prinsip beban
lebih (overload).Prinsip ini secara mendasar menyatakan bahwa
kekuatan, daya tahan danhypertrophyotot akan meningkat hanya jika
otot menerima dalam beberapa jangka waktu dengan mendekati beban
kekuatan maksimal dan kapasitas daya tahan.
b) Prinsip peningkatan beban terus menerus
Peningkatan beban secara progresif merupakan peningkatan beban
secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Menurut Suharno HP
(1993:14) “peningkatan beban jangan dilakukan setiap kali latihan,
sebaiknya dilakukan dua atau tiga kali latihan, bagi atlet masalah ini
36
sangat penting karena ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap
beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit
duapuluh empat jam agartimbul superkompensasi”.Pada saat
permulaan latihan dengan beban latihan yang berat, atlet akan
mengalami kesulitan karena tubuh belum mampu beradaptasi.
Dengan melakukan latihan yang berulang-ulang, maka beban latihan
yang dirasa berat semakin lama akan menjadi ringan. Pada saat beban
latihan terasa ringan maka beban latihan harus ditambah. Hal yang
harus diperhatikan dalam hal ini adalah memberikan beban latihan
yang berat dengan meningkatkan beban secara teratur. Dengan
memberikan beban latihan yang terlalu berat mengakibatkan tubuh
atlet tidak mampu beradaptasi sehingga prestasi tidak mungkin bisa
diraih.
c) Prinsip urutan pengaturan latihan
Latihan diatur sehingga kelompok otot besar mendapat latihan dahulu
sebelum kelompok otot kecil. Pengaturan ini dilakukan supaya otot
kecil tidak mengalami kelelahan terlebih dahulu. Pengaturan latihan
harus disesuaikan sehingga tidak terjadi dua bagian otot yang sama
mendapat dua giliran latihan secara berurutan.
d) Prinsip kekhususan program latihan
Latihan dengan suatu beban harus bersifat khusus. Latihan dengan
beban merupakan peningkatan pada kekuatan sehingga program
yang digunakan harus sesuai dengan nomor cabang olahraga yang
bersangkutan. Dalam aktivitas berbagai cabang olahraga, meskipun
dalam kelompok otot yang sama gerakannya, dalam gerak
motorikmemerlukan hubungan penerapan kekuatan, dengan
kecepatan yangberbeda sifat kekhususannya.
37
c. Definisi Kekuatan Otot Tungkai
Kekuatan otot merupakan salah satu komponen kondisi fisk yang penting
dalam mendukung aktivitas olahraga. Selain itu, kekuatan otot merupakan
unsur penting dalam mencapai prestasi yang maksimal dalam olahraga.
Berkaitan dengan kekuatan, Sajoto (1988:58) menyatakan bahwa
“Kekuatan (strength) adalah “Komponen kondisi fisik yang
menyangkutmasalah kemampuan seorang atlet pada saat mempergunakan
otot-ototnya untuk menerima beban dalam waktu kerja tertentu.
Sedangkan menurut Harsono (1988:176) “strength adalah kemampuan otot
untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan”. Kemudian, yang
dimaksud dengan kekuatan otot menurut Fox, Bowers dan Foss
(1993:160) menyebutkan bahwa “daya atau tegangan pada otot atau lebih
tepatnya sekelompok otot yang dapat digunakan untuk menahan beban dalam
sekali usaha maksimal”. Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan
pengertian kekuatan otot tungkai adalah kemampuan otot atau sekelompok
otot tungkai untuk mengatasi suatu beban atau tahanan dalam menjalankan
suatu aktivitas secara maksimal.
d. Komponen Otot Tungkai
Otot tungkai bawah meliputi kaki, betis dan paha, ini merupakan porsi
tubuh yang digunakan paling luas dalam daya grak dan mendukung tubuh
dalam beberapa posisi tegak. Menurut Satimin Hadiwijaya (2002:80) tungkai
pada manusia terdiri dari dua yaitu tungkai bawah dan tungkai atas. Tungkai
bawah (extremitas inferior) digunakan sebagai penahan dan digunakan untuk
segala aktivitas. Tungkai atas atau paha ( os femoris/femur). Tulang tungkai
bawah yang terdiri dari tulang kering (os tibia) dan tulang betis (os fibula)
dan tulang kaki (ossa pedis/foot bones). Otot tungkai merupakan bagian dari
otot anggota gerak bawah. Otot gerak bawah dapat dibedakan atas otot
pangkal paha, otot tungkai atas, otot tungkai bawah, dan otot kaki. Secara
rinci, otot-otot yang terdapat pada tungkai manusia adalah sebagi berikut:
38
1) Otot-otot tungkai atas (paha)
Otot tensor fasialata, otot abductor dari paha, otot vastus laterae, otot
rectus femoris, otot satrorius, otot vastus medialis, otot abductor, otot
gluteus maxsimus, otot paha lateral dan medial.
2) Otot tungkai bawah
Otot tibialis anterior. Otot ekstensor digotorum longus, otot
gastroknemius, otot tendon aciles, otot soleus, otot maleolus medialis, otot
retinakula bawah.
e. Faktor – Faktor Penentu Kekuatan Otot Tungkai
Kekuatan otot merupakan komponen yang penting untuk meningkatkan
kondisi fisik secara keseluruhan maupun prestasi. Untuk meningkatkan
prestasi dalam olahraga renang, kekuatan otot yang dimiliki atlet harus
ditingkatkan. Kekuatan otot dapat meningkat bila melakukan latihan secara
sistematis dan teratur dengan program latihan yang tepat.Dalam
memberikan latihan kekuatan otot, pelatih harus dapat membuat program
latihan yang tepat. Selain latihan yang baik dan benar, kekuatan dapat
meningkat tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seorang
pelatih harus memahamifaktor-faktor yangmempengaruhikekuatan
otot.Menurut Suharno HP (1993:39-40) bahwa faktor-faktor penentu baik
tidaknya kekuatan seseorang antara lain:
1) Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang
tergantung dari proses hypertropy otot).
2) Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin
banyak fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.
3) Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin
besar kekuatan.
4) Innervasi otot baik pusat maupun perifer.
5) Keadaan zat kimia dalam otot (glycogen, ATP).
6) Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berartikekuatan
otot tersebut pada saat bekerja makin besar.
39
7) Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa besarnya potongan melintang fibril
otot dan banyaknya fibril otot merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kekuatan otot. Semakin besar ukuran fibrilnya dan semakin
banyak fibrilnya, maka otot tersebut semakin besar sehingga semakin
kuat pula kemampuannya.
Faktor umur dan jenis kelamin juga sangat menentukan baik dan
tidaknya kekuatan. Semakin banyak latihan yang dilakukan, maka semakin
baik pula pembesaran fibril otot. Pembesaran fibril ototlah yang
menyebabkan meningkatnya kekuatan otot.
Pada anak kecil normal, otot dan tulang akan tumbuh mengimbangi satu
dengan yang lain. Selama pada masa pubertas, otot tumbuh dengan cepat
khusus pada anak remaja. Peningkatan pada jaringan otot biasanya
terjadi setelah peningkatan dan penambahan tinggi badan. Pada anak
laki-laki peningkatan ukuran otot relatif pada peningkatan kekuatan. Brooks
dan Fahey (1984:672) mengatakan “rata-rata peningkatan cepat dimulai dari
usia 14 tahun sampai pada masa adolesen”. Namun perbedaan individual
menjadi perbedaan pada pencapaian tingkat kedewasaan.
Perkembangan dan penampilan otot tergantung pada kematangan sistem
saraf. Level tinggi dari kekuatan, power, dan kemampuan tidak mungkin
terjadi jika anak belum mencapai pada kematangan saraf. Kematangan dari
saraf tidak tercapai hingga pada kematangan secara seksual. Sehingga
anak yang belum matang atau dewasa tidak dapat menerima respon pada
latihan atau mencapai level yang sama dengan orang dewasa.
Sajoto (1988:108) mengemukakan selain faktor fisiologis, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kekuatan otot.Faktor tersebut adalah biomekanik,
sistem pengungkit, ukuran otot, jenis kelamin dan faktor umur.
1) Faktor biomekanik
Dilihat dari faktor biomekanik, sangat mungkin bila dua orang yang
mempunyai jumlah tegangan otot yang sama akan berbeda dalam
mengangkat beban. Sebagai contoh A dan B dapat mengangkat beban
40
dengan gaya 200 pound. Keduanya memiliki panjang lengan bawah 12
cm. Tetapi A memiliki panjang jarak antara titik insersio dengan sudut
siku 1,5 cm. B memiliki titik insersio dengan sudut siku 2 cm. Maka benda
yang dapat diangkat dengan flexi sudut pada siku 900 berbeda jumlahnya.
A = 25 Pound
A = 33.3 Pound
2) Faktor pengungkit
Setiap gaya yang ada hubungannya dengan pengungkit dapat dihitung secara
mekanik, sehingga letak gaya yang berbeda akan menghasilkan
kekuatan yang berbeda. Menurut Sajoto (1988:109) pengungkit
dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu dibagi menurut letak sumbu
pengungkit, gaya beban, dan gaya gerak mengangkat.
- Kelompok III : letak gaya angkat berada diantara sumbu dengan
gaya beban
- Kelompok II : letak beban diantara sumbu dengan gaya angkat
- Kelompok I : letak sumbu diantara gaya beban dan gaya angkat.
Gambar 10. Sistem pengungkit
M Sajoto (1988:110)
200 x 2
12
41
3) Faktor ukuran
Besar kecilnya suatu otot berpengaruh pada kekuatan tersebut. Semakin
besar serabut otot seseorang, maka semakin kuat pula otot tersebut. Dan
semakin panjang ukuran ototnya, semakin kuat juga ototnya. Pembesaran
otot disebabkan karena bertambah luasnyaserabut otot akibat dari suatu
latihan dan bukan akibat dari pecahnya serabut per serabut otot.
Pembesaran pada otot disebut dengan hypertrophy otot dan mengecilnya
otot disebut dengan atrophy.
4) Faktor jenis kelamin
Meskipun wanita yang mengikuti program latihan beban akan
berkembang kekuatannya sama dengan perkembangan pada pria. Dan
kekuatan otot laki-laki dan perempuan tiap centimeter sama besar. Namun
fakta menunjukkan bahwa pada akhir masa puber, anak laki- laki mulai
memiliki ukuran otot yang lebih besar dibanding dengan wanita.
f. Perkembangan Kekuatan Otot Tungkai Pada Adolesensi Usia 13 sampai
18 Tahun
Perkembangan otot tungkai pada adolesensi berkembang dengan pesat
karena merupakan otot yang paling penting dalam gerak manusia. Untuk
mengetahui perkembangan otot tungkai pada adolesensi maka dapat melihat
grafik perkembangan otot tungkai pada tes lompat horizontal pada laki-laki
dan perempuan dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun
1998:390)
1) Anak laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak.
2) Anak laki-laki memiliki performa yang sedikit melebih performa anak
perempuan pada masa kanak-kanak, tetapi kesenjangan melebar secara
signifikan pada masa puberta laki-laki
42
Gambar. 11. Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Bawah Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:390)
g. Definisi Kekuatan Otot Lengan
Kekuatan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang bisa disebut juga
sebagai dasar semua gerakan manusia.. Menurut Ismaryati (2011:111)
menyatakan bahwa kekuatan adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai dalam
sekali usaha maksimal. Usaha maksimal ini dilakukan oleh otot atau
sekelompok otot untuk mengatasi suatu tahanan. Kekuatan merupakan unsur
yang sangat penting dalam aktivitas olahraga, karena kekuatan merupakan
daya penggerak dan mencegah cidera. Johnshon and Nelson (1986:103)
43
menyatakan bahwa kekuatan sebagai kemampuan otot mengeluarkan daya
untuk melawan obyek yang bergerak atau tidak bergerak.
Sedangkan lengan merupakan anggota badan dari pergelangan tangan sampai
ke bahu. Secara anatomis lengan adalah anggota gerak bebas pada tubuh
bagian atas yang dimulai dari persendian bahu sampai persendian tangan.
Lengan terdiri dari dua bagian yaitu, lengan atas dan lengan bawah. Lengan
atas terdiri dari bagian yang berawal dari persendian bahu sampai siku,
sedangkan lengan bawah terdiri dari bagian yang berawal dari siku sampai
pergelangan tangan.
Berdasarkan pendapat diatas maka kekuatan otot lengan adalah kemampuan
otot lengan untuk melawan atau menahan beban secara maksimal melalui
proses kontraksi otot atau sekelompok otot dalam mengatasi tahanan.
h. Perkembangan Kekuatan Otot Lengan Pada Adolesensi Usia 13 Sampai
18 Tahun.
Otot lengan merupakan otot yang berada pada extremitas bagian atas ,
berfungsi sebagai penggerak alat gerak tangan. Lengan terdiri dari lengan atas
dan lengan bawah. Perkembangan otot lengan sudah dimulai pada anak-anak
dan mulai pesat pada masa adolesensi. Untuk mengetahui perkembangan
kekuatan otot lengan dapat dilihat grafik perkembangan kekuatan otot lengan
pada tes lompat vertikal pada laki-laki dan perempuan dihasilkan kesimpulan
sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)
1) Laki-laki membuat penambahan tahunan yang signifikan pada masa remaja.
2) Perempuan mulai mencapai masa stabil pada awal masa remaja dan
kemunduran pada pertengahan masa remaja
44
Gambar. 12. Grafik Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Atas Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:392)
6. Perkembangan Ketahanan Cardiovaskuler
a) Perkembangan Ketahanan CardiovaskulerPada Adolesensi Usia 13
Sampai 18 Tahun
Ketahanan cardiovaskuler atau aerobik terkait dengan keberfungsian jantung,
paru-paru, dan sistem vaskuler. Kapasitas aerobik seseorang dapat dievaluasi
di laboratorium melalui berbagai tes stress yang menuntut subyek untuk
mengerahkan sebuah usaha sekuat tenaga (all-out) untuk masuk kedalam
utang oksigen (oxygen debt). Tes-tes “maks”, seperti yang diketahui,
dilakukan secara paling umum diatas treadmill atau ergometer sepeda. Skor
VO2maks diperoleh sebagai hasil dari latihan yang melelahkan. Walaupun
mengukur VO2maks merupakan metode yang lebih dipilih untuk menentukan
kapasitas aerobik, belum ada penelitian populasi longitudinal besar yang
mengunakan tes ergometer. Penelitian justru telah terfokus kepada sampel
populasi antar usia dengan menggunakan perkiraan ketahanan aerobik tes
lapangan. Sebagai akibatnya, jalan/lari satu mil telah muncul sebagai soal tes
lapangan yang paling popular dengan para remaja. Pada sebuah studi
45
retrospektif selama sepuluh tahun tentang berbagai komponen kebugaran
Updyke dan Willet (1989) dan Updyke (1992) dalam Gallahue dan Ozmun
1998, menemukan bahwa kebugaran aerobik turun setiap tahun pada sampel
cross-sectional convenience yang terdiri atas anak-anak dan pemuda.
Gambar.13. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi
(Gallahue dan Ozmun 1998:377)
Berdasarkan Penelitian Kebugaran Anak-anak dan Pemuda Nasional
(NCYFS) seperti yang digambarkan diatas pada gambar 13. laki-laki rata-rata
terus meningkat pada ketahanan aerobik hingga usia 16 tahun, dimana
mereka mengalami sedikit kemunduran hingga usia 18 tahun. Hasil-hasil ini
hampir sama dengan rerata berapa kali mil lari/jalan pada Tes Kebugaran
Jasmani Terkait Kesehatan tahun 1980 (HRPFT). Akan tetapi, laki-laki yang
diuji pada HRFT mengalami sedikit kemunduran antara usia 10 dan 11, yang
46
diikuti dengan peningkatan hingga usia 14 tahun. Hal ini nantinya diikuti
dengan skor umum yang mencapai masa stabil hingga usia 17 tahun.
Gambar.14. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi Laki-Laki
(Gallahue dan Ozmun 1998:378)
Sulit untuk dijelaskan perbedaan pada lerengan kedua kurva tersebut (gambar
14) pada usia 11 tahun, tetapi hal ini mungkin merupakan sebuah fungsi
teknik pengambilan sampel yang dipergunakan. (HRPFT menggunakan
sebuah teknik convenience sampling, sedangkan NYCFS memanfaatkan
sebuah teknik pengambilan sampel acak terstratifiksi). Meskipun demikian,
lerengan yang serupa pada kedua kurva menunjukkan bahwa laki-laki pada
NCYFS yang terus membaik hingga hingga usia 16 mungkin merefleksikan
perbedaan pada pola-pola aktivitas aerobik pada anak laki-laki antara mereka
yang dijadikan sampel pada HRPFT dengan mereka pada NCYFS. Akan
tetapi, ingat bahwa untuk kedua tes tersebut, laki-laki, seiring dengan
bertambahnya usia, cenderung mencapai masa stabil setelah usia 16 tahun
pada performa mereka pada tes jalan/lari mil. Hal ini seharusnya diperhatikan
47
dengan seksama dimana hal ini merefleksikan sebuah kecenderungan kearah
pola-pola aktivitas yang lebih banyak duduk (sendentary) pada remaja yang
lebih tua. Menarik untuk diingat bahwa penurunan skor bertepatan dengan
usia dimana kebanyakan anak laki-laki memenuhi syarat untuk mengemudi
dan bekerja.
Dalam kaitannya dengan performa perempuan pada tes ketahanan aerobik
jalan/lari mil, hasilnya sama-sama mengkhawatirkan. Walaupun kita berharap
bahwa laki-laki akan memiliki performa yang melebihi performa perempuan
karena berbagai variabel anatomi dan psikologi, namun kita berharap untuk
melihat lerengan yang menurun (yaitu masa-masa yang lebih rendah) pada
sebuah periode waktu yang panjang. Berdasarkan hasil NCYFS, perempuan
paling mendekati rekan laki-lakinya pada jalan/lari mil pada usia 10 tahun,
dan kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan kira-kira masih tetap
sejajar hingga usia 14 tahun. Akan tetapi kesenjangan ini melebar pada angka
yang drastis sejak saat itu (gambar 13). Walaupun perempuan yang tampil
pada NCYFS dan HRPFT cenderung meningkat seiring bertambahnya usia
hingga sekitar 13 sampai 14 tahun, namun ada sebuah kecenderungan untuk
mengalami kemunduran dan mencapai masa stabil pada performa. Perempuan
usia 18 tahun berada pada level yang hampir sama seperti anak laki-laki usia
12 tahun.
48
Gambar.15. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi Perempuan
(Gallahue dan Ozmun 1998:379)
Data dari HRPFT cenderung mendukung data yang diterbitkan dalam
NCYFS. Akan tetapi, laki-laki pada HRPFT mencapai puncaknya pada usia
lebih dini dan mengalami kemunduran pada tingkat yang lebih cepat daripada
mereka yang diuji pada NCYFS (gambar 15). mungkin ada ruang untuk
optimism yang berhati-hati dimana perbandingan antara kedua lerengan
dapat mengindikasikan kecenderung perempuan yang lebih lambat pada
tahun 1980an untuk lebih aktif secara aerobik daripada teman sebayanya pada
dekade tersebut. Kenaikan yang cepat dan popularitas kelas tari aerobik dan
latihan (senam) berirama lainnya yang bertahan setidaknya sebagian mungkin
bertanggung jawab atas tingkat kemunduran yang tidak terlalu parah.
49
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya dari Gede Doddy Tisna MS yang berjudul
“Perkembangan Kemampuan Loncat Jauh Tanpa Awalan dan Lari 600 Yard Pada
Anak-Anak Usia 6 Sampai Dengan 12 Tahun Ditinjau dari Ketinggian Wilayah
Tempat Tinggal Dan Jenis Kelamin Di Propinsi Bali”. Subyek penelitian 420 anak
lak-laki dan perempuan di dataran rendah dan 420 anak laki-laki dan perempuan di
dataran tinggi. Hasil dari penelitian itu adalah terdapat perkembangan kemampuan
loncat tanpa awalan dan lari 600 yard pada lali laki dan perempuan usia 6 samapai
12 tahun pada dataran tinggi dan dataran rendah. Terdapat perbedaan kemampuan
loncat tanpa awalan dan lari 600 yard, anak laki-laki dan prempuan usia 6 sampai
12 tahun yang tinggal di dataran rendah dan dataran tinggi.
Selain itu, penelitian dari Abdul Aziz Hakim, yang berjudul “Kapasitas Aerobik
dan Anaerobik Pada Anak Laki-laki dan Perempuan Usia Dini ditinjau dari
Ketinggian Wilayah Tempat Tinggal Di Provinsi Jawa Timur”. Subyek penelitian
60 siswa, 30 orang siswa di dataran rendah dan 30 orang di dataran tinggi dengan
taraf siginifikansi 5%. Dari hasil penelitian itu menunjukkan kapasitas aerobik dan
kapasitas anaerobik anak yang tinggal di dataran tinggi lebih bagus dengan anak
yang tinggal di dataran rendah. Di samping itu dpat di tarik kesimpuln bahwa anak
laki-laki lebih superior dibandingkan anak perempuan.
50
C. Kerangka Pemikiran
Ganbar 16. Kerangka Pemikiran
Gambar 16. Kerangka Pemikiran.
Kondisi Geografis Kabupaten Pati
Dataran Tinggi Dataran Rendah
Adolesensi laki-laki
dan perempuan
Adolesensi laki-laki
dan perempuan
Terjadi Adaptasi Fisiologis
Perkembangan kekuatan otot tungkai,
kekuatan otot lengan dan ketahanan
cardiovaskulerpada adolesensi usia 13-18
tahun lali-laki dan perempuan di dataran
tinggi dan dataran rendah di Kabupaten
Pati
51
1. Perkembangaan Kekuatan Otot Tungkai, Kekuatan Otot Lengan dan
Ketahanan Cardiovaskuler Ditinjau dari Ketinggian Tempat Tinggal.
Faktor lingkungan ini yang erat kaitannya dengan letak geografis, ketinggian
suatu tempat (dataran rendah dan dataran tinggi), suhu suatu tempat, cuaca dan
iklim. Kondisi lingkungan khusunya tempat tinggal berpengaruh pada kondisi
fisik baik itu secara fisiologis dan anatomis manusia dan ini dapat dilihat dengan
adanya perbedaan kondisi lingkungan berupa letak geografis baik itu dataran
tinggi dan dataran rendah, dapat dilihat berikut ini :
a. Kondisi Medan Dataran Tinggi dan Dataran Rendah.
Daerah pegunungan dan pantai dilihat dari kondisi lingkungan dan letak
geografis jelas berbeda, dimana kedua daerah tersebut diketahui memiliki
ketinggian tempat dan tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat
yang berbeda. Daerah pegunungan dengan ketingian tempatnya menjadikan
masyarakatnya beradaptasi dengan lingkungan daerah pegunungan yang
cenderung berbukit-bukit, begitu juga daerah dataran rendah menjadikan
masyarakatnya beradaptasi dengan lingkungan yang berpasir.
Perbedaan yang dapat dilihat antara daerah pegunungan dan daerah pesisir,
adalah pola aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya. Daerah
pegunungan dengan medan yang berbukit, tidak datar, tanjakan dan turunan
yang curam serta suhu yang dingin menuntut masyarakatnya untuk bisa
beradaptasi dengan lingkungannya. Aktivitas keseharian yang dilakukan di
daerah pegunungan adalah berkebun atau bertani. Mayoritas penduduk
pegunungan memiliki mata pencaharian bertani atau berkebun yang letak
kebunnya berada di lereng gunung. Aktivitas anak-anak yang tinggal di
daerah pegunungan lebih suka yang berhubungan dengan aktivitas yang
bersifat petualangan. Bahkan untuk menuju kesuatu tempat mereka tempuh
dengan berjalan kaki melewati medan yang terjal, naik dan turun. Sehingga
secara tidak langsung melatih kondisi fisik yang baik.
Sedangkan aktivitas pada dataran rendah relatif ringan dibandingkan dataran
tinggi, karena ditinjau dari relief datarannya yang datar. Untuk aktivitas pada
anak-anak datararan rendah atau pesisir adalah berenang, menangkap ikan,
52
menyelam atau bermaian di atas pasir. Semua aktivitas tersebut memberikan
kesempatan untuk melatih kemampuan fisik mereka.
b. Adaptasi Fisiologis.
Ketinggian tempat tinggal, baik dataran rendah maupun dataran tinggi selain
berpengaruh terhadap kemampuan fisik, berpengaruh juga pada fisiologis
anak yang tinggal di dataran tinggi.
Dapat diuraikan bahwa anak yang tinggal di dataran tinggi akan mengalami
adaptasi fisiologis yang terjadi semenjak lahir, ini disebabkan tekanan parsial
oksigen yang ada di dataran tinggi rendah, dibandingkan di dataran rendah.
Tekanan parsial pada alveolus mengalami penurunan, bahkan lebih besar
penurunannya dengan tekanan parsial oksigen pada atmosfer, yang
disebabkan karena efek karbondioksida dan uap air. Karbondioksida akan
diekskresikan dari darah pada paru-paru ke alveolus. Air juga akan menguap
kedalam rongga alveolus dari permukaan saluran pernapasan, oleh karena itu
kedua gas ini akan mengencerkan kandungan oksigen. Sedangkan pada
tempat yang rendah tekanan parsial oksigen pada alveolus tidak mengalami
penurunan sedemikian besar seperti tekanan parsial oksigen pada atmosfer.
Dengan adanya penurunan tekanan parsial rendah maka penduduk yang
tinggal di dataran tinggi, akan mengalami penyesuaian diri terhadap
penurunan tekanan oksigen yang rendah. Adapun cara tubuh menyesuaikan
diri beradaptasi menghadapi tekanan oksigen yang rendah pada tempat yang
tinggi adalah: 1) meningkatnya ventilasi paru-paru, 2) meningkatnya
hemoglobin dalam darah, 3) meningkatnya difusi paru-paru, 4) bertambahnya
jumlah mitokondria dan enzim oksidatif menggunakan oksigen meskipun
tekanan parsial oksigen rendah.
Sehingga kondisi letak geografis, baik dataran rendah maupun dataran
tinggi akan berpengaruh terhadap perkembangan kekuatan otot
tungkai,kekuatan otot lengan dan ketahanan cardiovaskuler pada adolesensi
laki-laki dan perempuan usia 13 sampai 18 tahun.
2. Perkembangaan Kekuatan Otot Tungkai, Kekuatan Otot Lengan dan
Ketahanan Cardiovaskuler Ditinjau dari Jenis Kelamin.
53
Perkembangan kekuatan otot tungkai, kekuatan otot lengan dan ketahanan
cardiovaskuler pada adolesensi laki-laki dan perempuan cenderung mengalami
perbedaan. Ini dapat dilihat dengan perbedaan antara pola pertumbuhan
adolesensi laki-laki dan perempuan dapat diketahui bahwa keduanya mempunyai
pertumbuhan lengan dan tungkai yang sudah berkembang dengan pesat sehingga
sudah siap untuk melakukan aktivitas yang optimal. Akan tetapi adanya
kecenderungan laki-laki memiliki kaki dan lengan yang panjang dan lebih tinggi
selama masa anak-anak. Seperti halnya adolesensi perempuan memiliki pinggul
yang lebih lebar, dan paha yang besar selama periode ini. Perbedaan pola
perkembangan adolesensi laki-laki dan perempuan akan berpengaruh terhadap
Perkembangan kekuatan otot tungkai, kekuatan otot lengan dan ketahanan
cardiovaskuler.
54