ARTIKEL ILMIAH
KEANEKARAGAMAN KELOMANG (SUPERFAMILI: PAGUROIDEA) DI
EKOSISTEM MANGROVE DESA LAMBUR
KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
JANUARI 2018
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 1
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 2
THE DIVERSITY OF HERMIT CRAB (SUPERFAMILI: PAGUROIDEA) IN THE
MANGROVE ECOSYSTEM OF THE LAMBUR VILLAGE
OF TANJUNG JABUNG TIMUR REGENCY
Arranged by:
Oktaselviya Pasaribu 1), Afreni Hamidah), Tedjo Sukmono) 1) Biology Education PMIPA FKIP Major Jambi University
Email: 1)[email protected]
Abstact. Lambur village has a mangrove ecosystem that is currently experiencing damage
due to abrasion and occupation of land by the community. This threatens the presence of
biota in it including hermit crabs. This study aims to determine the diversity of species of
hermit crabs and conditions of environmental factors in the mangrove ecosystem of Lambur
Village, Tanjung Jabung Timur Regency. The research was conducted on April-May 2017.
This research type is descriptive explorative with technique of determination of station
conducted by purposive sampling. Sampling was conducted on three stations with different
habitat characteristics. The samples observed for all types of hermit crabs found and also
environmental factors include, temperature, pH, salinity, and substrate types. Sample was
identified and analyzed index of species diversity and dominance index. We also conducted
measure condition of environmental factors. The results showed that hermit crabs were found
from 2 families are Coenobitidae and Diogenidae with 5 species, namely Clibanarius
longitarsus, Clibanarius infraspinatus, Diogenes mixtus, Coenobita lila and Coenobita
rugosus. Index of diversity at station I is low (0.3450) with high dominance index (0.8051).
Stations II and III have medium diversity index (1,1622 & 1,239) with low dominance index
(0,3287 & 0,3182). Overall condition of environmental factors in the mangrove ecosystem
Lambur Village is still within the range of tolerance for hermit crabs.
Keywords: biodiversity, hermit crab, mangrove ecosystem, Lambur Village
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 3
PENDAHULUAN
Kelomang atau Hermit Crab (kepiting
petapa) merupakan hewan dari kelas Krustase
dan ordo Dekapoda. Kelomang memiliki
keunikan dari segi perilaku yang menggunakan
cangkang Gastropoda tertentu untuk
melangsungkan kehidupannya. Dalam
ekosistem kelomang memiliki peranan ekologis,
yakni sebagai filter feeder dengan memakan
bahan organik yang tersuspensi (Pratiwi,
2009:67). Hal ini dinilai dapat mempercepat
proses dekomposisi material organik yang
terdapat di ekosistem mangrove.
Moramand & Adireza (2007:1)
menjelaskan bahwa kelomang tergolong ke
dalam kelompok Krustase yang memiliki habitat
di daerah pesisir pantai meliputi wilayah
berlumpur, berpasir, berbatu, dan ekosistem
mangrove. Salah satu habitat kelomang adalah
ekosistem mangrove. Mangrove merupakan tipe
ekosistem khas yang dapat ditemui di sepanjang
pantai atau muara sungai karena kemampuannya
untuk menyesuaikan diri dari terpaan ombak
kuat dengan tingkat salinitas tinggi dan tanah
yang senantiasa digenangi air (Fachrul,
2006:138).
Kondisi mangrove yang baik dapat
mendukung kehidupan organisme yang terdapat
di dalamnya. Akan tetapi mangrove yang ada di
Provinsi Jambi tengah mengalami kerusakan.
Berdasarkan data laporan BKSDA kerusakan
terparah terjadi di wilayah kabupaten Tanjung
Jabung Timur. Kerusakan ini disebabkan
karena adanya perambahan dan abrasi air laut.
Salah satu desa dengan kerusakan terparah
terdapat di wilayah Desa Lambur (Chaniago,
2015). Kerusakan yang terjadi secara terus-
menerus dapat mempengaruhi kondisi dan
keberadaan organisme yang terdapat di dalam
ekosistem mangrove seperti halnya kelomang.
Pratiwi (2010:70) mendapatkan 4
spesies kelomang dari 57 spesies Krustase di
daerah perairan Teluk Lampung yakni,
Coenobita rugosa, Diogenes sp. Clibanarius sp.
dan Pagurus sp. Akan tetapi untuk Provinsi
Jambi penelitian mengenai kelomang masih
cukup minim.
Oleh karena kurangnya informasi
mengenai keberadaan kelomang dan kerusakan
ekosistem mangrove yang terjadi secara terus-
menerus, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai “Keanekaragaman Kelomang
(Superfamili: Paguroidea) di Ekosistem
Mangrove Desa Lambur Kabupaten Tanjung
Jabung Timur”.
METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai keanekaragaman
kelomang di Desa Lambur Tanjung Jabung
Timur merupakan penelitian deskriptif
eksploratif. Penelitian dilakukan pada bulan
April-Mei 2017. Penentuan stasiun dilakukan
dengan menggunakan teknik purposive
sam1pling dengan melihat tipologi habitat
masing-masing stasiun penelitian. Pengambilan
dan pengamatan terhadap sampel dilakukan
dengan mengobservasi langsung keberadaan
kelomang.
Stasiun penelitian terdiri dari 3 lokasi.
Stasiun penelitian yang ditentukan dinilai
mewakili tiga lokasi yang memiliki tipologi
habitat berbeda. Stasiun I berada di muara
sungai dan berada di pemukiman warga. Stasiun
II berada di areal pantai terbuka, dan Stasiun III
berada di areal mangrove yang masih alami.
Pengambian sampel kelomang dilakukan
sebanyak dua kali pada saat surut dan cuaca
cerah. Sampel diambil dengan cara hand
collection. Sampel yang didapat
didokumentasikan terlebih dahulu untuk
selanjutnya diawetkan dengan meng-gunakan
alkohol 70%. Sampel kelomang kemudian
diidentifikasi menggunakan jurnal Nakasone
(1991), Mc. Laughlin & Paul (1997), Carpenter
(1998), dan Mc. Laughlin &Rahayu (2007).
Setiap stasiun juga diambil data limgkungan,
meliputi suhu, salinitas, pH, dan jenis substrat.
Data yang didapat kemudian dianalisis
mengunakan indeks Shannon Wienner dan
indeks Simpson sebagai berikut (Maguran,
1988):
a. Indeks Keanekaragaman
𝐻′ = −∑Pi ln Pi
S
i=l
Keterangan :
H’ = ideks keanekaragaman
S = jumlah spesies
Pi = rasio antara jumlah individu spesies-i (ni)
dengan jumlah individu dalam komunitas (N)
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 4
dengan kriteria sebagai berikut:
Jika H’ < 1 maka keanekaragaman rendah
Jika 1<H’<3 maka keanekaragaman sedang
Jika H’ > 3 maka keanekaragaman tinggi
b. Indeks Dominansi
Indeks dominansi dihitung menggunakan indeks
Simpson dengan rumus berikut (Magurran,
2004:114):
D =∑(Pi)2
Keterangan:
D = indeks Simpson
∑ = Jumlah
Pi= rasio antara jumlah individu spesies-i (ni)
dengan jumlah individu dalam komunitas
(N)
dengan kriteria sebagai berikut:
jika 0 < D < 0,5 = dominansi rendah
jika 0,5 < D < 0,75 = dominansi sedang
jika 0,75 < D < 1 = dominansi tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Kelomang Yang Ada Di
Ekosistem Mangrove Desa Lambur
Total kelomang yang didapat selama
penelitian sebanyak 305 individu meliputi 2
famili dan 5 spesies. Setiap stasiun penelitian
menunjukkan komposisi dan jumlah individu
yang hampir berbeda untuk tiap spesies. Jumlah
individu dari masing-masing spesies tersebut
disajikan pada Tabel 1.
Jumlah spesies yang ditemukan dapat
dikatakan sedikit mengingat total kelomang di
Indonesia yang sudah terdata sebanyak 160
spesies, sedangkan total kelomang yang telah
terdata secara universal terdapat 1.600 spesies
(Rahayu, 2011). Dari data yang diperoleh
Indonesia menjadi rumah bagi 10% spesies
kelomang yang ada di dunia. Sedangkan
ekosistem mangrove di Desa Lambur menjadi
rumah bagi 3% kelomang dari total kelomang
yang telah terdata di Indonesia.
Persentase jumlah jenis kelomang yang
ditemukan di ekosistem mangrove Desa Lambur
dinilai masih sangat sedikit jika dibandingkan
dengan total jenis kelomang yang ada di
Indonesia. Hal ini karena habitat mangrove
dinilai bukan merupakan habitat utama bagi
kelomang. Moradmand & Alireza (2007:25)
menjelaskan bahwa pada wilayah pesisir
merupakan suatu wilayah yang luas dengan
kondisi habitat yang bervariasi, mulai dari
wilayah berlumpur, berpasir, koral, pantai
berbatu besar, dan wilayah hutan mangrove.
Tipe habitat ini merupakan variasi tipe habitat
yang dihuni oleh kelomang. Gambaran habitat
yang bervariasi pada wilayah pantai ini
menunjukkan bahwa ekosistem mangrove hanya
merupakan salah satu dari beberapa tipe habitat
yang dapat dihuni oleh kelomang. Teoh dkk
(2014:58) menjelaskan lebih lanjut bahwa
jumlah spesies yang ditemukan di ekosistem
mangrove cenderung sedikit. Sedangkan jumlah
spesies yang tinggi dapat ditemukan pada
kondisi pantai dengan zonasi substrat yang
kompleks. Seperti halnya pada wilayah pantai
berbatu, pantai berpasir, dan koral.
Penelitian mengenai kelomang terdahulu
dilakukan oleh Permana (2016) yang mengamati
Pola Distribusi dan Kelimpahan Kelomang di
Pantai Sidangkerta. Permana (2016)
menemukan 9 spesies yang berasal dari 1 famili.
Spesies tersebut meliputi Aniculus erythraeus,
Calcinus morgani, Calcinus laevimanus,
Clibanarius corallines, Clibanarius humilis,
Clibanarius mergueinisis, Clibanarius
striolatus, Clibanarius vierescens, dan
Dardanus megistos. Dibandingkan dengan
jumlah spesies yang ditemukan di ekosistem
mangrove Desa Lambur jumlah spesies yang
ditemukan Permana (2016) pada Pantai
Sidangkerta lebih banyak. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan karakteristik habitat. Pantai
Sidangkerta merupakan ekosistem pantai
terumbu karang (Permana, 2016:3). Sedangkan
ekosistem pantai di Desa Lambur merupakan
ekosistem mangrove yang substratnya
didominasi oleh lumpur.
Jumlah individu yang ditemukan pada
ekosistem mangrove terdapat 305 individu.
Sedangkan jumlah kelomang yang ditemukan
Permana (2016) sebayak 50 individu dengan
analisis kelimpahan secara umum rendah. Hal
ini menunjukkan bahwa jumlah individu
kelomang pada ekosistem mangrove Desa
Lambur lebih banyak dari pada kelomang di
Pantai Sidangkerta. Odum (1993:184)
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 5
menjelaskan bahwa jumlah spesies yang sedikit
dengan jumlah individu yang tinggi sering kali
diasosiasikan terhadap jumlah spesies yang
banyak dengan jumlah individu yang sedikit.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
keanekaragaman pada ekosistem mangrove
Desa Lambur cenderung sama terhadap kondisi
keanekaragaman pada ekosistem Pantai
Sidangkerta.
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
bahwa genus Coenobita hanya terdapat 2
spesies dengan jumlah total individu pada
spesies C. rugosa sebanyak 78 ekor dan C. lila
sebanyak 77 ekor. Sedangkan genus
Clibanarius terdapat 2 spesies dengan total pada
spesies C.longitarsus sebanyak 73 individu dan
C.infraspinatus 18 individu. Serta genus
Diogenes dengan jumlah individu sebanyak 59
ekor yang terdapat di stasiun II. Data yang di
dapat menunjukan bahwa penyebaran kelomang
tidak merata karena beberapa spesies kelomang
hanya ditemukan pada stasiun dan transek
tertentu.
Tabel 1. Jumlah individu yang ditemukan di lokasi sampling areal mangrove pantai Desa Lambur
Famili Genus Spesies
Jamlah Individu yang diperoleh Jumlah individu
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
T.1 T. 2 T.1 T.2 T.1 T.2
Diogenidae Clibanarius
C.longitarsus 33 24 - - - 15 73
C. infraspinatus 4 3 - 3 - 8 18
Diogenes D. mixtus - - - 59 - - 59
Coenobitidae Coenobita C. rugosa - - 47 - 31 - 78
C. lila - - 40 - 38 - 77
Jumlah individu kelomang tiap stasiun 64 149 92 305
Jumlah Spesies 2 4 4 5
Keterangan:
T.1 = transek 1; T2= transek 2.
Indeks Keanekaragaman dan Dominansi
Kelomang
Hasil analisis data terhadap
keanekaragaman spesies dan dominansi disajikan
pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks keanekaragaman dan dominansi dari tiap
stasiun
NO Indeks
Stasiun Penelitian
Kategori Stasiun
I
Stasiun
II
Stasiun
III
1. Keanekaragaman 0,3450 1,1622 1,239 Rendah-
sedang
2. Dominansi 0,8051 0,3287 0,3182 Tinggi-
Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan, stasiun I,
II, dan III memiliki nilai indeks keanekaragaman
yang bervariasi. Pada indeks keanekaragaman
memiliki rentang nilai dari 0,3450-1,239. Nilai
ini dapat dikategorikan rendah. Nilai indeks
keanekaragaman yang paling rendah terdapat
pada stasiun I yakni sebesar 0,3450 (Tabel 2).
Hal ini menunjukkan minimnya jumlah spesies
yang ditemukan. Terdiri dari 2 spesies yakni
C.longitarsus dan C.infraspinatus.
Spesies C.longitarsus ditemukan cukup
banyak pada stasiun I yang merupakan areal
muara sungai dengan karakteristik substrat yang
berlumpur dan salinitas rendah. Banyaknya
jumlah C.longitarsus yang ditemukan
menunjukkan bahwa habitat muara sungai
merupakan habitat yang cocok bagi kelomang
spesies ini. Hal ini didukung oleh pendapat Epa
& Silva (2011:68) yang menyatakan bahwa
spesies C.longitarsus merupakan spesies yang
ditemukan secara berlimpah di sepanjang muara
sungai dan habitat mangrove. Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Ramesh dkk
(2009:166) yang menjelaskan bahwa spesies ini
banyak ditemukan di muara sungai.
Kondisi muara sungai dengan salinitas
yang cukup rendah yakni 25 ppt (Tabel 3) dapat
menjadi habitat bagi spesies ini. Sedangkan
kebanyakan kelomang dapat ditemukan pada
kondisi salinitas yang cukup tinggi. Meireles
(2006:91) menjelaskan bahwa hanya sedikit
kelomang yang ditemukan pada salinitas rendah.
Oleh karena itu hal ini dapat menunjukkan
bahwa kelomang dari genus Clibanarius
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 6
memiliki toleransi yang cukup lebar terhadap
salinitas dibandingkan dengan kelomang jenis
lainnya.
Stasiun II memiliki indeks
keanekaragaman sebesar 1,1622. Berdasarkan
indeks Shannon Wiener nilai tersebut tergolong
kategori sedang (1<H’<3). Dibandingkan dengan
stasiun I, stasiun II memiliki keanekaragaman
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan karakteristik habitat.
Stasiun II memiliki karakteristik substrat
berlumpur dengan fraksi liat pada transek 2,
sedangkan pada transek 1 terdapat kumpulan
pecahan kerang dan Gastropoda yang dibawa
oleh air laut, kemudian mengalami pelapukan
sehingga menyerupai pasir dengan ukuran
partikel yang cukup besar. Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan kelomang dari genus
Coenobita yang meliputi C. rugosus dan C.lila
pada kondisi substrat yang berpasir. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rahayu (2007:15) yang
menjelaskan bahwa kelomang genus Coenobita
pada dasarnya ditemukan pada kondisi habitat
berpasir. Pendapat ini didukung dengan adanya
bentuk perilaku adaptasi kelomang pada substrat
berpasir. Kelomang dari genus ini dapat
menguburkan diri saat suhu tinggi sebagai
bentuk pertahanan pada lingkungan tersterial.
Vannini (1976) dalam Greenway (2003:19)
menjelaskan C.rugosus dapat menguburkan
dirinya di dalam pasir hingga 20 cm saat suhu
mencapai 35ºC.
Transek 2 dapat ditemukan kelomang
dari famili Diogenidae seperti C.infraspinatus
dan Diogenes mixtus. Hal ini disebabkan pada
kelompok Diogenidae cenderung berada pada
daerah yang lebih dekat dengan perairan, seperti
halnya pada transek 2. Hal ini sesuai dengan
pendapat Charpenter (1998:1078) yang
menjelaskan bahwa kelomang dari famili
Diogenidae dapat digolongkan dalam kelompok
kelomang akuatik. Dive (2002:45) menjelaskan
lebih lanjut bahwa kelomang genus ini dapat
ditemukan pada areal dengan kondisi substrat
yang berlumpur.
Stasiun III memiliki indeks
keanekaragaman sedang dengan nilai yang lebih
tinggi dari dua stasiun lainnya yakni 1,239. Hal
ini disebabkan pada stasiun 3 masih terdapat
tumbuhan mangrove pada areal tepi pantai.
Kondisi mangrove yang baik dapat memberikan
tempat perlindungan yang lebih mendukung
terhadap kelomang. Hal ini dapat dilihat dari
kelomang yang ditemukan berada pada akar-akar
mangrove, bersembunyi dibalik semak belukar,
serasah, potongan kayu, maupun bersembunyi
dibalik pasir. Hal ini didukung oleh pendapat
Pratiwi (2010:70) yang menjelaskan bahwa
kelomang banyak ditemukan pada areal yang
masih terdapat tumbuhan dan melekat pada daun
maupun akar.
Odum (1993:186) lebih lanjut
menjelaskan bahwa ekosistem dengan nilai
keanekaragaman yang tinggi cenderung memiliki
lingkungan yang lebih mantap daripada
lingkungan yang dipengaruhi oleh gangguan-
gangguan musiman atau secara periodik oleh
manusia atau alam. Hal ini sesuai dengan kondisi
yang ditemukan di lapangan. Dari ketiga stasiun
penelitian, stasiun III merupakan stasiun yang
memiliki peluang terhadap gangguan baik
bersifat dari alam maupun aktivitas manusia
yang lebih minim dibandingkan dua stasiun
lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada
stasiun III memiliki kondisi ekosistem yang lebih
mantap dari dua stasiun lainnya.
Dari ketiga stasiun, stasiun I yang berada
di areal muara sungai memiliki indeks dominansi
yang paling tinggi. Tingginya nilai indeks
dominansi menunjukkan adanya spesies yang
mendominasi di wilayah tersebut, yakni
C.longitarsus dengan jumlah individu yang
ditemukan sebanyak 73 individu. Menurut
Aswandy (2008:75) pada areal muara sungai
cenderung memiliki jumlah individu yang tinggi
dengan adanya dominansi pada satu spesies.
Stasiun II dan stasiun III memiliki indeks
dominansi yang tergolong rendah yakni sebesar
0,3287 dan 0,3182. Indeks dominanasi pada
stasiun III merupakan nilai indeks yang paling
rendah dari ketiga stasiun. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam wilayah tersebut tidak terdapat
spesies yang mendominansi. Kondisi ini
berbanding terbalik dengan stasiun I. Odum
(1993:185) menyatakan bahwa kemerataan dan
keanekaragaman cenderung berbanding terbalik
terhadap nilai indeks dominansi. Oleh sebab itu,
hal ini dapat menunjukkan bahwa komposisi
kelomang di stasiun II dan III cenderung lebih
merata jika dibandingkan dengan stasiun I. Hal
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 7
ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan
bahwa pada stasiun III memiliki jumlah individu
yang lebih merata dibandingkan dengan dua
stasiun lainnya.
Hasil analisis indeks keanekaragaman
dan dominansi menunjukkan bahwa indeks
keanekaragaman memiliki nilai yang cenderung
berbanding terbalik terhadap nilai indeks
dominansi. Menurut Odum (1993:185) nilai
keanekaragaman yang tinggi menyebabkan nilai
dominansi menjadi rendah, begitupun
sebaliknya. Seperti pada stasiun I menunjukkan
bahwa indeks keanekaragaman sebesar 0,3450
dengan kategori rendah sedangkan indeks
dominansi sebesar 0,8051 dengan kategori
tinggi. Begitu juga dengan stasiun II dan III
dengan indeks keanekaragaman sedang (1,1622-
1,239) dan indeks dominansi rendah (0,3287-
0,3182).
Jenis Cangkang Gastropoda Yang Digunakan
Kelomang
Salah satu faktor ekologis yang
mempengaruhi keberadaan kelomang adalah
ketersediaan cangkang Gastropoda. Scully
(1979) dalam Epa & Silva (2011:63)
menjelaskan bahwa ketersediaan cangkang
Gastropoda merupakan salah satu faktor
pembatas bagi banyak spesies kelomang.
Berdasarkan pengamatan terhadap
penggunaan cangkang Gastropoda oleh
kelomang di ekosistem mangrove Desa Lambur
maka dapat diketahui jenis-jenis cangkang
Gastropoda yang tersedia. Cangkang tersebut
berasal dari beberapa famili Gastropoda yang
ada, yakni famili Melongenidae (Pugilina
cochlidium), famili Bursidae (Bursa sp.), famili
Muricidae (Murex sp.), famili Naticidae (Natica
vitellus, Natica sp.), dan famili Neritidae (Nerita
articulata).
Teoh dkk (2014:8) menjelaskan bahwa
untuk melindungi diri dari predator kelomang
cenderung memilih cangkang yang tebal.
Berdasarkan data temuan mengenai cangkang
yang digunakan oleh kelomang, karakteristik
cangkang yang tebal pada dasarnya dimiliki oleh
Gastropoda dari famili Melongenidae. Menurut
Wahyuni dkk (2010:7) Gastropoda dari famili
ini hidup pada wilayah berlumpur, dekat muara
sungai, dan di hutan mangrove. Habitat tempat
ditemukannya Gastropoda ini juga merupakan
habitat bagi kelomang, sehingga memberi
peluang bagi kelomang untuk menggunakan
cangkang Gastropoda dari famili ini.
Karakteristik Gastropoda dari famili
Melongenidae dapat dilihat dari Gambar 1
berikut:
Gambar 1 Cangkang dari famili Melongenidae
Selain Gastropoda dengan karakter
cangkang yang tebal, kelomang juga
menggunakan cangkang Gastropoda yang
memiliki permukaan cangkang yang berduri.
Karakteristik cangkang yang berduri dinilai
dapat melindugi kelomang dari predator. Famili
Burisidae dan Muricidae merupakan famili dari
Gastropoda yang memiliki karakteristik
cangkang yang berduri. Karakteristik cangkang
dari famili Burisidae dan Muricidae dapat dilihat
dari Gambar 2.
Karakteristik pemilihan cangkang pada
kelomang pada dasarnya tidak begitu terlihat
jelas. Hal ini tampak dari jenis cangkang yang
digunakan kelomang yang ditemukan. Cangkang
dari famili Melongenidae, Muricidae, dan
Burisidae -
Gambar 2. Cangkang a. famili Muricidae; b. famili
Burisidae
memiliki potensi yang menarik bagi kelomang
terhadap perlindungan dari serangan predator.
Cangkang ini memiliki karakteristik yang tebal
dengan permukaan cangkang yang dipenuhi duri.
Berbeda dengan cangkang dari famili Neritidae
dan Naticidae yang tidak memiliki karakteristik
demikian. Famili Neritidae dan Naticidae
a b
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 8
memiliki karakteristik cangkang yang ringan
dan tidak begitu tebal dengan permukaan yang
cenderung lebih licin pada famili Naticidae.
Karakteristik cangkang dari famili Neritidae dan
Naticidae dapat dilihat dari Gambar 3 berikut:
Gambar 3 Cangkang dari a. Famili Neticidae,
b.Polinices sp, c.Famili Neritidae
Cappenberg (2016:69) menjelaskan bahwa
Gastropoda dari famili Naticidae hidup pada
substrat yang didominasi oleh pasir dan lumpur.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa spesies Polinices
sp. yang tergolong dalam famili ini dapat
ditemukan pada daerah tepi pantai yang
berdekatan dengan vegetasi mangrove. Begitu
juga dengan Gastropoda dari famili Neritidae,
Wahyuni dkk (2010:8) menjelaskan bahwa famili
Neritidae dapat ditemukan menempel pada
batang dan akar tumbuhan mangrove. Oleh
karena itu dapat diketahui bahwa Gastropoda
dari famili Naticidae dan Neritidae ini
merupakan famili dari kelompok Gastropoda
yang dapat ditemukan di ekosistem mangrove.
Analisis Faktor Lingkungan
Hasil pengukuran parameter lingkungan
di setiap stasiun disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3 Data hasil pengukuran faktor lingkungan
No. Karakteristik
yang diamati
Stasiun
I
Stasiun
II
Stasiun
III
1. Jenis
Substrat
Liat
berdebu
Liat Liat
2. Suhu (ºC) 29,2º 31,4º 30,3º
3. pH 5,7 6,2 5,6
4. Salinitas 25 ppt 30 ppt 32 ppt
Secara keseluruhan pengukuran terhadap
faktor lingkungan meliputi suhu, salinitas, pH,
dan jenis substrat masih cukup mendukung bagi
kehidupan kelomang. Pada masing-masing
stasiun, perbedaan jenis substrat cenderung
menunjukkan perbedaan spesies kelomang yang
ditemukan. Pada stasiun 2 terdapat substrat yang
menyerupai pasir dan berasal dari pecahan
cangkang Bivalvia maupun Gastropoda. Pada
substrat ini ditemukan keloomang dari famili
Coenobitidae. Sedangkan pada substrat
berlumpur dapat ditemukan kelomang dari famili
Diogenidae.
Suhu pada stasiun penelitian berkisar
antara 29,2º-31,4º. Hal ini meninjukkan bahwa
suhu pada stasiun penelitian berada pada kisaran
toleransi. Berdasarkan hasil penelitian Pratiwi
(2010:69) menunjukkan bahwa kisaran nilai
toleransi Krustase berada pada 27 º C-31ºC.
Hasil pengukuran pH pada masing-
masing stasiun masih berada dalam batas kisaran
yakni 56-6,2. Jika pH kurang dari 5 atau lebih
dari 9, maka tidak akan akan menguntungkan
bagi kelomang Pratiwi (2010:69).
Nilai salinitas substrat menunjukkan
rrentang yang cukup lebar antara stasiun I, II,
dan III. Pada stasiun I memiliki salinitas sebesar
25 ppt. Sedangkan pada stasiun II dan III
memiliki salinitas 30-32 ppt. Stasiun I memiliki
nilai salinitas terendh dari dua stasiun lainnya.
Meireles (2006:91) menjelaskan bahwa hanya
sedikit kelomang yang ditemukan pada salinitas
rendah. Pada stasiun I hanya dapat ditemukan
kelomang dari genus Clibanarius begitu juga
dengan stasiun III. Hal ini menunjukkan bahwa
pada genus Clibanarius memiliki toleransi lebar
terhadap salinitas.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka didapat maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat 5 spesies kelomang yang berasal
dari 2 famili dan 3 genus di Desa Lambur,
dengan nilai indeks keanekaragaman secara
keseluruhan adalah rendah berkisar dari
0,3450-1,239. Sedangkan nilai indeks
dominansi pada stasiun I tergolong tinggi
yakni, 0,8051 dan indeks dominansi pada
stasiun II dan III tergolong rendah berkisar
0,3287-0,3182. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi habitat kelomang kurang stabil.
2. Secara keseluruhan kondisi faktor
lingkungan pada ekosistem mangrove Desa
Lambur masih berada dalam batas toleransi
bagi kelomang. Dengan karakteristik subtrat
liat dan suhu lingkungan yang berada pada
kisaran 29,2ºC-31,4ºC. Sedangkan untuk pH
berada pada kisaran 5,6-6,2 serta salinitas
pada kisaran 25-32 ppt.
a b c
Oktaselviya Pasaribu (A1C413044) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 9
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Dwi Listyo Rahayu
yang telah membantu dalam proses
identifikasi kelomang, serta kepada semua
pihak yang telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu.
DAFTAR RUJUKAN
Aswandy, I. Struktur Komunitas Krustasea Di
Estuaria Cisadane Dan Perairan Laut
Sekitarnya. Oseanologi dan Liminologi di
Indonesia. 34(1):67-81
Cappenberg, H. 2016. Moluska di Pulau
Kabaena, Muna, dan Buton Sulawesi
Tenggara. Oseanologi dan Liminologi di
Indonesia. 1(2): 61-72
Chaniago, D. 2015. Diakses pada 29 Juni 2016
22.34 WIB. Hutan Mangrove di Jambi
Kian Rusak. http://www.kompasiana.com/
prov-jambi/hutan-mangrove-di-jambi-kian-
rusak_5528 a66f6ea8342b5f8b456e.
Epa, U.P.K & T.W.J.T. Silva. 2011. A Study on
Diversity and Shell Utilization of Hermit
crabs (Families Coenobitidae and
DiogenidaeI in the Western Coast of Sri
langka. Kelaniya: Departermen Zoology
University of Kelaniya
Fachrul,M. 2006. Metode Sampling Bioekologi.
Jakarta: Bumi Aksara
Magurran, A., E., 2004. Measuring Biological
Diversity. Australia: Blackwell Publishing.
Meireles, A.L., Mariana T., Renata B., Fernando,
L.M., 2006. Spatial and Seasonal of the
Hermit Crab Pagurus exilis (Benedict,
1892) (Decapoda: Paguridae) I The
Southwestern Coast of Brazil. Revista de
Biologia Marina y Oceanografia. 40(1):
87-95
McLaughlin. P. & Paul F. Clark. 1997. A
Review of Diogenes (Crustacea,
Paguridea) Hermit Crabs Collected by
Bedford and Lanchester from Singapore,
and From the ‘skeat’ Expedition to the
Malay Peninsula With a Description of a
New Species an Notes on Diogenes
intermedius De Man, 1892. Bulletin of the
Natural History Museum, Zoology Series.
63(1): 33-49
McLauhing, P., Rahayu, D.L., Komai, T., Chan,
T.Y., 2007. A Catalog of The Hermit
Crabs (Paguroidea) of Taiwan. Taiwan:
National Taiwan Ocean University
Moramand & Adireza. 2007. Littorial Hermit
Crab (Decapoda: Anomura: Paguroidea)
from The Gulf of Oman, Iran. Iranian
Journal of Animal Biosystematics., 3 (1):
25-36.
Nakasone, Y. 1988. Land Hermit Crabs From
Ryukyus, Japan, With a Description of a
New Spesies from the Philippines
Crustacea, Decapoda, Coenobitidae).
Zoological Science. 5(1): 165-178
Odum, E.P. 19934. Dasar-Dasar
Ekologi.Yogyakarta: University Gajah
Mada Press
Pratiwi, R., 2010. Asosiasi Krustasea di
Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk
Lampung, Ilmu Kelautan., 15(2): 66-76
Ramesh, S., Sankar, S., & Elangomathavan.
2009. Habitat Diversity of Hermit Crab
Clibanarius Longitarsus in Vellar Estuary,
Southeast Coast of India.Recent Research
in Science and Technology. 1(4):161-168
Teoh, H., Muhammad,A., Ving, C., 2014.
Influence of Habitat Heterogeneity on the
Assemblages And Shell Use of Hermit
Crabs (Anomura: Diogenidae) . Zooogical
Studies. 1: 53-67
Wahyuni, S., Arief, A., Nurul,A. 2010. Jenis-
Jenis Moluska (Gastropoda Dan Bivalvia)
Pada Ekosistem Mangrove di Desa Dedap
Kecamatan Tasik Putri Puyu Kabupaten
Kepulauan Meranti, Riau. Riau:
Universitas Pasir Pengaraian