i
ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN
TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS
PANGAN UTAMA INDONESIA
DISERTASI
Oleh :
Saktyanu Kristyantoadi Dermoredjo
09/293720/SPN/407
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
i
ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN
TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PANGAN
UTAMA INDONESIA
Disertasi untuk memperoleh
Derajat Doktor dalam Ilmu Pertanian Minat Ekonomi Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Program Pascasarjana
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Pada tanggal 12 Desember 2012
Oleh :
Saktyanu Kristyantoadi Dermoredjo
09/293720/SPN/407
Lahir
Di Bogor, Jawa Barat
216
RINGKASAN
A. Pendahuluan
Perundingan bidang pertanian dalam forum kerjasama multilateral diwadahi
oleh badan dunia World Trade Organization (WTO) dimana badan dunia ini didirikan
karena adanya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), persetujuan setelah
Perang Dunia II untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional. Sejalan
dengan hal tersebut, kerjasama antara negara berdekatan secara regional muncul
dimana-mana seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free
Trade Agreement), EU (Europe Union), MERCOSUR (the Southern Part of South
America), CARICOM (Central America) dan lain-lain.
Keterlibatan masing-masing negara dalam kerjasama, baik multilateral maupun
regional, memiliki kepentingan sendiri-sendiri, begitu pula Indonesia memiliki
kepentingan sendiri dengan kerjasama ASEAN. Indonesia pun turut memperjuangkan
perlindungan komoditas, khususnya komoditas pertanian yang dihasilkannya, baik
melalui WTO ataupun ASEAN. Terlebih-lebih selama beberapa tahun terakhir
menunjukan peningkatan produksi yang cukup signifikan, khususnya beras. Lebih
dari itu yang terpenting adalah terdapatnya prioritas arah pembangunan yang tertuju
pada ketahanan pangan nasional, daerah dan masyarakat.
Dalam kondisi yang seperti di atas, yang menjadi masalah adalah bagaimana
perlindungan yang perlu ditempuh dalam menyikapi perkembangan kompetitif
produksi dunia, terlebih-lebih menghadapi rencana Perdagangan Bebas ASEAN
(AFTA) yang akan terjadi pada tahun 2015. Meningkatnya intensitas kerjasama
regional ini tentu akan memberikan pengaruh terhadap kemudahan arus perdagangan
antar negara-negara ASEAN. Terjadinya penurunan harga akibat produksi dunia yang
melimpah akan mengakibatkan banjir impor (impor surge). Dengan kondisi yang
217
demikian, bila modalitas sudah ditetapkan, tidak ada kewenangan pihak manapun
yang dapat menghalangi kesepakatan yang telah ditetapkan bersama. Dengan
demikian isu utama bagi pertanian secara umum adalah bagaimana kawasan
perdagangan bebas ASEAN ini berdampak positif pada petani.
Kementerian pertanian memiliki peran inti dalam pembangunan pertanian,
namun kalau dilihat dalam konteks yang luas dukungan semua pemangku
(stakeholder) baik itu Kementerian terkait maupun swasta memiliki keterkaitan yang
penting dalam pembangunan pertanian di bidang produksi, pasca panen/pengolahan
hasil, pemasaran atau perdagangan, distribusi dan konsumsi. Dinamika pembangunan
pertanian dalam arti luas tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
masalah luas garapan yang sempit, ketergantungan impor yang semakin meningkat,
dan perubahan iklim. Disisi lain, segala keputusan nasional tidak boleh lepas dari
aturan internasional yaitu aturan GATT yang diwadahi oleh WTO karena kita telah
meratifikasi melalui UU No.7 tahun 1994. Peranan pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Pertanian, perlu mengembangkan analisis yang lebih komprehensif,
khususnya dalam melihat dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap
pengembangan komoditas pangan utama. Komoditas pangan utama seperti padi,
jagung dan kedelai tetap menjadi perhatian utama, karena komoditas ini memiliki
peran penting dalam peningkatan nilai tambah maupun penciptaan tenaga kerja.
Sesuai dengan masalah bagaimana kebijakan yang perlu ditempuh dalam
menyikapi perkembangan kompetitif produksi dunia maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
(5) Seberapa jauh keragaan negara-negara lingkup ASEAN dalam memberikan
perannya terhadap ketersediaan pangan, terutama beras, jagung dan kedelai
218
(6) Bagaimana dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap perkembangan
perekonomian, produksi pangan utama (padi, jagung dan kedelai) nasional
(7) Apakah perubahan sosial ekonomi di pedesaan searah dengan dampak
perdagangan bebas ASEAN
(8) Sejauh mana prioritas kebijakan terhadap pengembangan produksi padi, jagung
dan kedelai dalam kerangka perdagangan bebas ASEAN.
Sejalan dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
(5) Melakukan analisis ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai)
dalam kaitannya dengan produksi pangan, ekonomi pertanian, jumlah penduduk
dan nilai tambah pertanian terhadap GDP.
(6) Melakukan analisis dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap perkembangan
perekonomian, produksi pangan utama (padi, jagung dan kedelai) dan permintaan
faktor produksi : lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya
(7) Melakukan analisis perubahan lahan, produksi dan produktivitas pangan utama
yang terjadi di pedesaan
(8) Melakukan analisis identifikasi prioritas kebijakan terhadap pengembangan
produksi pangan (padi, jagung dan kedelai), pasca panen/pengolahan hasil,
perdagangan, distribusi dan konsumsi.
B. Hipotesis
(1) Ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai) berkaitan positif
dengan perkembangan produksi pangan, ekonomi pertanian, jumlah penduduk dan
nilai tambah pertanian terhadap GDP.
219
(2) Perdagangan bebas ASEAN memiliki dampak positif terhadap :
a) perkembangan perekonomian : kesejahteraan (welfare), pendapatan (income),
dan neraca perdagangan (trade balance)
b) perkembangan produksi (output) pangan utama, dan
c) perkembangan permintaan faktor produksi : lahan (land), tenaga kerja (labor),
modal (capital) dan sumberdaya alam lainnya (natural resource)
(3) Dampak positif akibat implementasi perdagangan bebas ASEAN searah dengan
perubahan lahan, produksi dan produktivitas pangan utama yang terjadi di
pedesaan.
(4) Dalam kerangka perdagangan bebas ASEAN terdapat prioritas kebijakan
menyangkut aspek-aspek produksi, pasca panen/pengolahan hasil, perdagangan,
distribusi dan konsumsi nasional.
C. Metodologi
Masalah pertanian telah lama menjadi perhatian banyak pihak di Indonesia, dan
banyak pemikir-pemikir ekonomi pertanian Indonesia sudah memperhatikan apa
penyebab terpuruknya pertanian Indonesia. Namun tetap saja Indonesia tidak pernah
bisa keluar dari keterbelakangan dan kemiskinannya, sepanjang hal-hal mendasar
tidak dituntaskan terlebih dahulu. Sampai tahun 2004, ketersediaan beberapa
komoditas pangan masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Angka
ketergantungan impor yang relatif tinggi adalah susu 92.38 persen, kedelai 60.98
persen, gula 21.79 persen, jagung 9.14 persen, kacang tanah 7.87 persen dan daging
sapi dan kerbau 4.07 persen, sedangkan yang relatif dapat dicukupi di dalam negeri
dengan rasio ketersediaan impor yang rendah adalah padi (0.77 persen), buah-buahan
(0.47 persen) dan daging ayam (0.21 persen). Perkembangan ketergantungan terus
220
berfluktuasi, tetapi cenderung meningkat. Ketergantungan Indonesia terhadap pangan
sudah sangat mengkhawatirkan karena pada catatan bulan Agustus 2009 impor pangan
menghabiskan devisa lebih dari $US 5 milyar atau senilai Rp. 50 triliun, 5 persen dari
APBN, padahal sebahagian besar produk ini dapat dihasilkan di Indonesia.
Globalisasi telah menjadi label paling penting untuk menjelaskan gejala : pasar
global yang baru, kultur perdagangan, dan aliran informasi dan keuangan
internasional. Terutama dalam bidang ekonomi, terdapatlah sistem ekonomi dunia
yang ditentukan oleh prinsip revolusi industri global. Dengan prinsip baru ini, cara-
cara lama dihancurkan dan sebuah dunia baru dilahirkan. Perdagangan dan modal
telah mengalahkan kekakuan politik dan melahirkan transformasi sosial yang luar
biasa. Akibatnya adalah tidak ada lagi jarak yang memisahkan antara negara kaya dan
negara miskin dari segi kehidupan material. Salah satu solusi untuk mengatasi
perekonomian secara keseluruhan, perlu ada perubahan orientasi dari industri high
technology ke industri pertanian dan dari broad base industry ke domestic resources
industry. Dalam kaitannya tersebut strategi pembangunan pertanian bisa saja tidak
lepas dari garis kebijakan internasional.
Pengambilan keputusan selalu berhubungan dengan kesulitan, konflik, atau
masalah (problem). Menurut kamus Webster : pengambilan keputusan sebagai
tindakan menentukan sesuatu pendapat atau langkah-langkah tindakan. Secara
formal, pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih salah satu cara
atau arah tindakan dari berbagai alternatif yang ada demi tercapainya hasil yang
diinginkan. Definisi ini mengandung unsur : proses, pemilihan dan tujuan.
Penelitian ini diawali dengan menjawab tujuan pertama yaitu melakukan
analisis keterkaitan antara ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai)
dalam kaitannya dengan produksi dan ekonomi pertanian, jumlah penduduk dan nilai
221
tambah pertanian terhadap GDP Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.
Analisis ini menggunakan Analisis Komponen Utama (PCA) untuk
mentransformasikan suatu variabel menjadi variabel baru (yang disebut sebagai
komponen utama atau faktor) yang tidak saling berkorelasi sehingga dapat
menyederahanakan hasil analisis.
Untuk menjawab tujuan ke dua adalah mengkaji dampak perdagangan bebas
ASEAN yaitu dengan menggunakan Model Proyek Analisis Perdagangan Global
(Global Trade Analysis Project/GTAP Modeling). Dalam analisis ini menggunakan
GTAP Database Version 7 16
. Untuk melihat secara ex-ante dampak Kerjasama
ASEAN dengan 6 negara mitra (India, China, Jepang, Korea, Australia dan Selandia
Barudengan 18 simulasi. Di dalam penelitian ini, dilakukan agregasi : (1) Indonesia,
(2) Negara ASEAN Lainnya, (3) Negara mitra AFTA , dan (4) Negara maju atau
negara produsen utama Padi, Jagung dan Kedelai dan melakukan juga agregasi
komoditas-komoditas, yaitu : (1) Padi dan olahannya; (2) Jagung; (3) Kedelai; (4)
Pangan lainnya; (5) Lainnya.
Untuk menjawab tujuan ketiga, dilakukan analisis deskriptif untuk mengkaji
arah perubahan sosial ekonomi di pedesaan, bersumber dari survey PATANAS yang
dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian tahun 1995 sampai
dengan 2010. Perubahan-perubahan yang terjadi di lokasi desa PATANAS menjadi
gambaran yang terjadi di tingkat petani.
Terakhir, untuk menjawab tujuan keempat, dalam melakukan analisis
identifikasi prioritas kebijakan terhadap pengembangan produksi pangan (padi, jagung
dan kedelai) dalam kerangka perdagangan ASEAN dilakukan dengan Analytic
16
Licensed to Masyhuri Masyhuri, Departemen of Agricultural Socioeconomics, Gadjah
Mada University, Multiple Academic User License No. 7.0-2124
222
Hierarchy Process (AHP) sebagai strategi pembangunan dalam menghadapi kondisi
yang terjadi pada petani. Adapun struktur hierarki kebijakan pembangunan pertanian
adalah :
(1) Aktor penentu kebijakan
(2) Kebijakan pembangunan pertanian
(3) Alternatif kebijakan pembangunan pertanian
(4) Kebijakan dampak perdagangan bebas
D. Ketersediaan Pangan Utama Indonesia Dalam Menghadapi Perdagangan
Bebas
Hasil analisis belum menunjukkan korelasi yang kuat antara ketersediaan padi,
jagung dan kedelai dengan produksinya. Walaupun ketersediaan beras sudah
mengarah pada pertumbuhan produksinya namun masih cenderung terjadi percepatan
pertumbuhan produktivitas pertanian yang melambat dan dalam kondisi perdagangan
bebas. Dalam kondisi yang demikian, produk beras Indonesia ini bersaing dengan
komoditas impor. Antara ketersediaan jagung dan pengembangan produksinya tidak
terlihat arahnya, sehingga kecenderungan antara ketersediaan jagung dan
pertumbuhan produksinya masih mencari pola apakah kearah pengembangan produksi
atau melalui impor. Antara pertumbuhan produksi dan ketersediaan kedelai terletak
di area kuadran percepatan pertumbuhan produktivitas pertanian yang meningkat dan
perdagangan bebas, walaupun pertumbuhan produksinya dalam area yang produktif.
E. Dampak Perdagangan Bebas Asean Terhadap Perkembangan
Perekonomian, Produksi Pangan Utama Dan Permintaan Faktor Produksi
Hasil analisis dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap pengembangan
produk pangan Indonesia menunjukkan hanya produksi (output) padi saja yang
mengalami penurunan (negatif) sedangkan kedua komoditas lainnya, komoditas
223
jagung dan kedelai, mengalami peningkatan (positif). Dampak terhadap ASEAN
penurunan terjadi pada komoditas kedelai. Penurunan ini bisa diakibatkan
meningkatnya penanaman tanaman padi dan jagung sehingga menyebabkan tanaman
kedelai mengalami penurunan. Pola tersebut tidak saja terjadi pada indikator output,
namun juga terjadi yang sama pada penggunaan faktor produksi : lahan, tenaga kerja
baik terampil maupun tidak terampil, modal dan sumberdaya alam lainnya. Kondisi
tersebut terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dengan melakukan penurunan tarif bea masuk impor beras maka terjadi
penurunan harga beras, sehingga permintaan beras menurun. Seiring dengan hal
tersebut, produksi beras juga mengalami penurunan (hukum permintaan dan
penawaran).
Di sisi lain seperti diketahui pada bab sebelumnya bahwa elastisitas harga silang
yang digunakan dalam analisis GTAP tersebut untuk komoditas beras terhadap
jagung dan kedelai adalah negatif yaitu -0.00212 dan -0.00263. Keduanya
menunjukkan antara beras dan jagung serta antara padi dan kedelai adalah
merupakan barang komplementer dimana bila terjadi penurunan harga beras
maka akan terjadi peningkatan permintaan barang komplemennya yaitu jagung
dan kedelai.
Berdasarkan hal tersebut, dengan penurunan harga beras maka akan terjadi
peningkatan permintaan jagung dan kedelai. Dalam keseimbangan harga yang
terjadi maka terjadi pergeseran penawaran jagung dan kedelai dengan asumsi
perubahan penurunan harga yang terjadi untuk komoditas jagung dan kedelai
relatif tidak lebih dari perubahan penurunan beras itu sendiri, karena tarif impor
beras lebih besar dari pada tarif impor jagung dan kedelai. Seiring dengan
penurunan tarif impor beras juga terjadi penurunan tarif impor jagung.
224
Pergeseran penawaran jagung dan kedelai yang mengakibatkan peningkatan
produksi jagung dan kedelai ini. Pergeseran ini diakibatkan peningkatan pada
faktor produksi : lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya.
Penawaran beras bergeser kekiri karena faktor produksi negatif, sehingga
produksi menurun. Asumsi yang digunakan dalam model GTAP ini adalah
penggunaan fungsi produksi Leontief, penggunaan skala pengembalian yang
konstan (constant return to scale; CRS) dan dalam pasar persaingan sempurna.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar . di bawah ini.
Dengan pergerakan seperti di atas mengakibatkan net perdagangan negatif,
artinya impor lebih besar dibandingkan ekspor. Dalam kondisi perdagangan bebas
(terbuka) bisa terjadi meningkatnya impor karena ketiga komoditas ini sensitif
Harga
Harga
Harga
Barang
Barang
Barang
Q1 Q0
Q1 Q0
Q1 Q0
S2
S1
P1
P0
P1
P0
P1
P0
S2
S2
S1
S1
Beras
Jagung
Kedelai
225
terhadap harga dimana dalam model GTAP disini elastisitas harga beras, jagung dan
kedelai terhadap impor, masing-masing sebesar -76.06; -33.62; dan -63.04. Dampak
perdagangan bebas ASEAN mengakibatkan impor untuk ketiga komoditas utama
tersebut, namun demikian terjadi peningkatan GDP dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Alokasi kesejahteraan masyarakatnya banyak terjadi di komoditas
padi/beras, karena terjadi pengurangan faktor produksi yang cukup berarti
dibandingkan dengan jagung dan kedelai. Walaupun terjadi peningkatan produksi
untuk kedua komoditas jagung dan kedelai ini, peningkatan faktor produksi kedua
komoditas tersebut akan mengakibatkan pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan
perubahan kesejahteraan dari komoditas padi.
F. Perubahan Lahan, Produksi Dan Produktivitas Di Pedesaan
Hasil analisis patanas selama 15 tahun terjadi perubahan KK sekitar 20 persen
sehingga terjadi dinamika pada luas lahan garapan, produksi dan produktivitas.
Seiring dengan peningkatan luas garapan maka terjadi peningkatan produksi namun
tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas. Khusus untuk tahun 2006-2010
terjadi penurunan produksi di semua wilayah. Dalam era perdagangan bebas seperti
sekarang ini pengaruh tersebut sudah terasa pada tingkat petani, namun tidak dapat
dipungkiri terdapat masalah lain yang menyebabkan penurunan tersebut. Perlunya
pengembangan ketiga komoditas padi, jagung, dan kedelai dalam era perdagangan
bebas selain permasalahan lain yang dihadapi, data menunjukkan terjadi peningkatan
biaya input yang akan menekan keuntungan yang mengakibatkan nilai B/C rasio
semakin rendah, yaitu khususnya pada komoditas padi untuk tahun 2010 berkisar
antara 2.43-2.92.
226
G. Prioritas Kebijakan Terhadap Pengembangan Produksi Pangan, Pasca
Panen/Pengolahan Hasil, Perdagangan, Distribusi Dan Konsumsi
Evaluasi alternatif kebijakan yang dihadapi terhadap dampak perdagangan bebas
melalui indikator kesejahteraan masyarakat, pendapatan, neraca perdagangan serta
permintaan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya lainnya)
menunjukkan bahwa pemerintah pusat merupakan aktor yang paling berperan dalam
penentuan kebijakan pembangunan pertanian, kecuali aktor penentu kebijakan
pengembangan kedelai di Luar Jawa dipegang oleh pemerintah Kabupaten.
Kebijakan produksi merupakan kebijakan utama dalam pengembangan produksi
pangan, selanjutnya keempat kebijakan yang lain memberikan hasil yang berbeda
antar komoditas, baik itu di Jawa maupun di Luar Jawa. Secara spesifik, dalam
melakukan alternatif kebijakan utama pada kebijakan produksi berbeda antar
komoditas baik itu di Jawa maupun di Luar Jawa. Pada komoditas padi, dalam
pengembangannya, kebijakan yang diutamakan di Jawa adalah Pemberian Subsidi
Pupuk dan Pengembangan Lahan dan Irigasi, sedangkan di Luar Jawa adalah
kebijakan Pengembangan Lahan dan Irigasi dan Pemberian Subsidi Pupuk. Urutan
yang berbeda antar kedua wilayah ini menunjukkan bahwa Luar Jawa cenderung
melakukan perbaikan/pengembangan lahan dan di Jawa melakukan perbaikan input
produksi. Pada komoditas Jagung memiliki urutan alternatif kebijakan utama yang
sama baik itu di Jawa dan Luar Jawa yaitu Pemberian Subsidi Pupuk, Penyediaan
Sarana Produksi, Inovasi Teknologi dan Intensifikasi Usahatani, dan Pengembangan
Lahan dan Irigasi. Alternatif kebijakan pengembangan untuk komoditas kedelai untuk
di Jawa membutuhkan kebijakan utama yaitu kebijakan Pengembangan Lahan dan
Irigasi, sedangkan untuk di Luar Jawa adalah terkait dengan kebijakan Penyediaan
227
Sarana Produksi, Pemberian Subsidi, Inovasi Teknologi dan Intensifikasi Usahatani,
dan Pengembangan Lahan dan Irigasi.
Alternatif kebijakan utama pada pasca panen/pengolahan hasil pada komoditas
padi di Jawa membutuhkan kebijakan utama yaitu kebijakan Teknologi Pengolahan
sedangkan di Luar Jawa adalah Kebutuhan Modal. Kebijakan pasca
panen/pengolahan hasil komoditas Jagung untuk di Jawa memiliki kecenderungan
relatif sama, kecuali yang agak sedikit unggul adalah kebijakan Kualitas Input. Lebih
dari itu kebijakan tersebut adalah yang paling dibutuhkan dalam alternatif kebijakan
pasca panen/pengolahan hasil di Luar Jawa. Kebijakan pasca panen/pengolahan hasil
komoditas Kedelai, di Jawa yang dominan adalah kebijakan Teknologi Pengolahan
sedangkan di Luar Jawa masih membutuhkan empat kebijakan yaitu kebijakan
Kualitas Input, Teknologi Pengolahan, Kebutuhan Modal dan Pengembangan Jasa
Pengolahan.
Alternatif kebijakan pemasaran untuk komoditas Padi di Jawa dan di Luar Jawa
adalah yang utama kebijakan Standarisasi Mutu. Hal ini juga dialami oleh alternatif
kebijakan pemasaran Jagung di Jawa dan Luar Jawa dan kebijakan pemasaran kedelai
di Luar Jawa, sedangkan kebijakan pemasaran kedelai di Jawa sudah mengarah pada
kebijakan kebutuhan Investasi/Modal dan Informasi Pasar.
Pada aspek kebijakan Distribusi, alternatif utama untuk komoditas padi adalah
kebijakan Pengaturan Anggaran baik itu di Jawa dan Luar Jawa. Jawa memberikan
respon yang cukup signifikan dibandingkan dengan kebijakan lainnya. Kondisi ini
dialami oleh kebijakan distribusi Jagung di Jawa, sedangkan di Luar Jawa masih
melalui Kebijakan Pasar Input. Hal terakhir ini sama juga yang dialami oleh
kebijakan di Jawa dan Luar Jawa.
228
Dalam alternatif kebijakan konsumsi antar daerah cukup berbeda dimana
alternatif kebijakan konsumsi beras/padi di Jawa yang utama adalah kebijakan
kecukupan dan ketersediaan, sedangkan di Luar Jawa adalah kebijakan penyediaan
stok. Untuk komoditas Jagung di Jawa adalah kebijakan Mutu Pangan sedangkan di
Luar Jawa adalah kebijakan Harga Pangan. Alternatif kebijakan konsumsi untuk
komoditas Kedelai di Jawa adalah kebijakan Harga Pangan dan di Luar Jawa adalah
kebijakan Penyediaan Stok.
Dalam kaitannya dengan dampak perdagangan bebas, sebagian besar arahan
kebijakan yang telah dilakukan tertuju pada kesejahteraan masyarakat, kecuali untuk
komoditas jagung di Jawa yaitu kebijakna produksi, pendapatan dan permintaan
modal serta kebijakan pengembangan kedelai di Jawa yaitu produksi dan permintaan
modal, selanjutnya lainnya relatif beragam.
H. Implikasi Kebijakan
Berkaitan dengan terjadinya penurunan output (produksi) komoditas beras
Indonesia dengan penurunan tarif lingkup ASEAN, menunjukkan bahwa Indonesia
masih memerlukan kebijakan yang lebih komprehensif dalam produksi pangan yang
berdaya saing dan berkelanjutan. Elastisitas harga terhadap permintaan impor yang
cukup tinggi (dalam penggunaan penelitian ini) menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan pasar yang besar bagi negara-negara produsen pangan. Oleh karena itu,
kebijakan diversifikasi pangan tetap menjadi prioritas dalam pengendalian konsumsi
beras, walaupun kondisi saat ini terjadi indikasi penurunan konsumsi beras per kapita
dari 139 kg/kapita/tahun menjadi 115 kg/kapita/tahun. Di sisi lain, kebijakan terhadap
penggunaan faktor produksi yang lebih efisien sangat penting di masa yang akan
datang mengingat kompetisi penggunaan lahan dan air serta tenaga kerja semakin
229
meningkat. Oleh karena itu akselerasi pengunaan teknologi di tingkat petani tetap
menjadi program utama agar ketersediaan komoditas seiring arahnya dengan
pertumbuhan produksi dalam negeri. Permodalan sangat berperan dalam
pengembangan produk disini, oleh karena itu pihak institusi keuangan baik itu
perbankan maupun lembaga keuangan lainnya yang melekat di pedesaan hendaknya
tetap mendampingi dalam berbagai permasalahan permodalan yang dihadapi oleh
petani.
Terjadinya pola yang kurang menguntungkan bila perdagangan bebas ASEAN
diberlakukan adalah terjadi peningkatan GDP namun terjadi penurunan produksi padi.
Namun dipihak lain mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia masih
menggantungkan sumber pendapatan berasal dari komoditas ini, maka kalau hanya
mengandalkan peningkatan GDP saja akan mengesampingkan pengembangan
produksi padi ini. Sebaliknya bila lebih memprioritaskan peningkatan padi
dibandingkan GDP maka akan terjadi kesulitan dalam pembiayaan negara. Pilihan
yang sulit ini perlu dilakukan secara hati-hati. Penekanan sistem produksi pangan
yang berdaya saing, efisiensi input dan diversifikasi (komoditas bernilai tinggi, produk
olahan dan biomas) merupakan salah satu alternatif kebijakan bagi petani agar diberi
kesempatan dalam pengembangan produksinya, terlebih-lebih komoditas yang
memiliki prospek penciptaan nilai tambah yang lebih baik.
Selain itu, kebijakan lain yang diperlukan adalah penyesuaian kebijakan pola
pengembangan padi, jagung dalan kedelai yang cukup beragam antara Jawa dan Luar
Jawa dimana kebijakan tersebut adalah kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masa
depan khususnya dalam era perdagangan bebas. Kecenderungan untuk mencapai
sasaran kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama, namun tidak diperlengkapi
dengan pendapatan yang memadai. Oleh karena itu kebijakan yang dimulai dari hulu
230
hingga hilir perlu adanya sinkronisasi sehingga pengembangan produk pangan
tersebut dapat sejalan dengan apa yang terjadi di hulu atau di hilir. Tata kelola
kebijakan yang kondusif bagi pengembangan pangan ini tidak lepas dari penekanan
pembagian kewenangan ke pemerintah daerah yang disertai dengan peningkatan
kapasitas mereka.
Secara khusus dalam pengembangan model perdagangan internasional
dibutuhkan keterkaitan sistem yang lebih luas sehingga penggunaan alat analisis yang
lebih relevan dapat digunakan sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang
terarah pada kedaulatan pangan nasional. Sistem tersebut diharapkan dapat
memperkuat produksi dalam negeri seiring dengan perjuangan Indonesia dalam
perundingan ASEAN terhadap komoditas yang masih tetap tidak diberlakukan
pembebasan tarif.
231
SUMMARY
I. Introduction
Agricultural agreement in the multilateral forum is accommodated by the World
Trade Organization (WTO) established after the General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT), namely an agreement after World War II to remove international trade
barrier. Along with this spirit there are many regional blocks emerging such as AFTA
(ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free Trade Agreement), EU
(Europe Union), MERCOSUR (the Southern Part of South America), CARICOM
(Central America), etc.
Any country’s involvement in the multilateral or regional blocks has its own
interest. Indonesia also has certain interest in ASEAN collaboration such as
commodity protection, especially its agricultural commodities either through WTO or
ASEAN. It is more noteworthy during the last several years due to significant increase
in production, especially rice. The more important issue is development priority
toward food security at national, regional, and community’s levels.
In this contending world, the main issue is how to protect domestic production
in coping with more competitive world’s production, especially in dealing with AFTA
which will be implemented in 2015. Regional collaboration intensity enhancement
will fasten trade flows among ASEAN countries. Overwhelming world production
will lead to import surge. If modality is already established, no other authority could
restrain common agreement. Therefore, the agricultural issues are how the free trade
area in ASEAN gives positive impact to the farmers.
Ministry of Agriculture plays the main role in agricultural development. For
larger context, however, support of all stakeholders including other Ministries and
private sector have important linkage in the sectors of production, post harvest/
232
product processing, distribution, and consumption. Agricultural development
dynamics is affected by small land holding, increased import dependence, and climate
change. On the other hand, all national decision could not negate the international
rules of GATT in the WTO because we have ratified it through Act No. 7/1994. The
government, c.q. Ministry of Agriculture, needs to conduct a more comprehensive
analysis especially on impacts of ASEAN free trade on main food commodity
development. Rice, corn, and soybean are still prioritized. These three commodities
could improve value added and job creation.
In accordance with the policy to be implemented in dealing with competitive
world’s production, the problems formulation is as follows:
(9) What are the ASEAN countries’ roles in securing food stock, especially rice, corn,
and soybean?
(10) What are the impacts of AFTA on economic development and national main
food production (rice, corn, and soybean)?
(11) Are rural social-economic changes matching with AFTA’s impacts?
(12) What are the policy priorities on production enhancement of rice, corn, and
soybean?
Corresponding to the problems formulation, the research objectives are:
(9) Analyzing main food supply (rice, corn, and soybean) in terms of food production,
agricultural economy, total population, and agricultural value added on GDP.
(10) Analysis AFTA’s impacts on enhancement of economy, main food production
(rice, corn, and soybean), and demand for production inputs: land, labor, capital,
and other natural resources.
(11) Analyzing changes in land, production and yields of main food in rural areas.
233
(12) Analyzing policy priorities on food (rice, corn, and soybean), post harvest,
trade, distribution, and consumption.
J. Hypothesis
(1) Main food supply (rice, corn, and soybean) is positively correlated with
improvement in food production, agricultural economy, total population, and
agricultural value added on GDP.
(2) AFTA’s impacts are positive on:
(d) economic development: welfare, income, and trade balance
(e) main food output improvement, and
(f) production factors demand enhancement: land, labor, capital and natural
resource
(3) Positive impacts of AFTA are parallel with changes in land, production and yield
of main food in rural areas.
(4) In the framework of AFTA, there are policy priorities related with the aspects of
national production, post harvest, trade, distribution, and consumption.
K. Methodology
Agricultural issues are the main topics in Indonesia for a long time. There is no
basic solution those issues resulting in poverty. Until year 2004 the supplies of some
food commodities were not met by domestic production. The most significant import
dependence figures were milk 92.38 percent, soybean 60.98 percent, sugar 21.79
percent, corn 9.14 percent, peanut 7.87 percent and beef 4.07 percent. The relatively
low imports were rice (0.77 percent), fruits (0.47 percent) and chicken (0.21 percent).
The trends fluctuate but tend to increase. Indonesia’s dependence on world’s import is
alarming because on August 2009 the food import was more than US $ 5 billion or Rp
234
50 trillion equal to 5 percent of the national budget. Remarkably, most of the
commodities can be produced in Indonesia.
Globalization is an important sign of new globalized market, trade culture, and
international finance and information flows. In the economic segment, there is a world
economic system determined by global industrial revolution principles. Based on
these principles, the old ways are destroyed and a new world is born. Trade and
capital have overcome political stiffness and produce significant social transform. The
result is no gap between rich and poor countries in term of materialized life. To
overcome overall economy, it is necessary to change from high-technology orientation
to that of agricultural industry and from broad-base industry domestic resources
industry. It is possible that agricultural development strategy is correlated with that of
international policy.
Decision making is always related with difficulty, conflict, or problem.
According to Webster dictionary, decision making is an opinion action. Formally,
decision making is a process of choosing alternative ways or actions to achieve
targeted goals. It consists of process, choice, and objectives.
This study begins by responding to the first objective, namely analyzing impacts
of main food (rice, corn, soybean) supply, production and agricultural economy, total
population and agricultural added value on Indonesia’s and other ASEAN countries’
GDP. This analysis uses a Principle Component Analysis (PCA) to transform a
variable into the new variables, i.e. main components or factors, uncorrelated each
other and, thus, simplifies the analysis results.
To respond to the second objective, namely assessing ASEAN free trade
impacts, this study uses a Global Trade Analysis Project/GTAP Modeling, i.e. GTAP
235
Database Version 7 17
. To observe ex-ante impacts of ASEAN collaboration with 6
partner countries (India, China, Japan, Korea, Australia, New Zealand, it is carried out
through 18 simulations. This study conducts an aggregation, namely: (1) Indonesia,
(2) Other ASEAN countries, (3) AFTA partner countries, and (4) Developed countries
of the main producers of rice, corn, and soybean and it also aggregates the
commodities, namely: (1) rice and its processed products, (2) corn, (3) soybean, (4)
main food, and (5) others.
To respond to the third objective, a descriptive analysis is conducted to assess
social-economic changes in rural areas using the data of PATANAS survey carried out
by the Indonesian Center for Agricultural Socio-Economic and Policy Studies from
1995 to 2010. Changes in PATANAS rural areas describe those at farm level.
To respond to the fourth objective¸ an AHP (Analytic Hierarchy Process) is
carried out to identify policy priority in developing the main food in the ASEAN trade
framework as a development strategy to deal with changes at farm level. Agricultural
development policy hierarchy is as follow:
(1) Determining-policy actors
(2) Agricultural development policy
(3) Alternative agricultural development policy
(4) Free-trade impact policy
L. Main food supply in Indonesia in Coping with Free Trade
ASEAN food supply is determined by the respective domestic production and
it will support national food security leading to farmers’ welfare. Even though rice
17
Licensed to Masyhuri Masyhuri, Departement of Agricultural Socioeconomics, Gadjah
Mada University, Multiple Academic User License No. 7.0-2124
236
supply is parallel with its producing areas but it is not correlated with its production
growth. On the other hand, rice competes with import commodities because it enters
the free trade area. Corn supply and its production development are not corresponding.
Thus, corn production development and its growth still seek the pattern of production
development or through import. While the growth in the production and availability
of soybean quadrant located in accelerate to agriculture productivity growth and free
trade, it shows its availability only through imports, although the growth of production
in a productive area. ASEAN agreement toward ASEAN Economic Community
indicates dependence among the members toward improved community’s welfare,
especially in term of food sufficiency.
M. Impacts of AFTA on Economic Development, Main Food Production,
Production Factor Demand
Impacts of AFTA on Indonesian main food development indicate that only rice
output has a negative growth, but corn and soybean outputs have positive trends. The
pattern is not only found on output indicators, but also on production factors use, i.e.
land, skilled and unskilled labor, capital, and other natural resources. While the
impact on ASEAN decline occurred in soybean. This decrease could be due to
increased planting of corn and rice crops, causing soybean decreased. The condition is
due to: (1) Lowered import tariff of rice leads to lower rice price such that demand for
rice decreases. It will also reduce rice production; (2) Cross-price elasticities of corn
and soybean applied in the GTAP analysis are negative each of -0.00212 and -
0.00263. It indicates that rice and corn and also rice and soybean are complementary;
(3) Therefore, rice price shrink will enhance the demands for corn and soybean. In the
price equilibrium, corn and soybean supplies shift assuming that price changes in corn
and soybean are not greater than that of rice because rice import tariff is greater than
237
those of corn and soybean. Along with rice import tariff decrease, it also applies for
corn tariff; and (4) corn and soybean supplies shift results in corn and soybean
production expansion. This shift is due to increases of production factors, i.e. land,
labor, capital, and other natural resources. Rice supply shifts leftward due to negative
production factors resulting production decrease. Assumptions of this GTAP model is
Leontief production function, constant return to scale (CRS) and perfect competition.
The following graph depicts the details.
Based on the shift described above, it causes negative net balance trade or
import is greater than export. In the free trade it is possible that import increase
because these three commodities are sensitive to price. In this GTAP model the price
elaticities of rice, corn, and soybean to import are each of -76.06; -33.62; and -63.04.
Price
Price
Price
Good
Good
Good
Q1 Q0
Q1 Q0
Q1 Q0
S2
S1
P1
P0
P1
P0
P1
P0
S2
S2
S1
S1
Rice
Corn
Soybean
238
There is production factors decrease causing costs reduction but the income increases
as shown by GDP improvement. It leads to improved community’s welfare especially
on rice due to more significant production factors decrease than those on corn and
soybean. Even though corn and soybean production improves, increases of production
factors of those two commodities will enhance income at smaller amounts compared
to that of rice.
N. Changes in Land, Production, and Yields in Rural Areas
During the period of 15 years there is a change in household heads around 20
percent that results in land holding area, production, and yields. Along with increase
of land holding area, the production also increases but it does not correspond to yield
improvement, but in the period 2006-2010 the production has decreased in all regions.
It implies that land area enhancement should be in accordance with yield
improvement. Input costs increase will reduce profit leading to smaller B/C ratio,
especially for rice commodity in 2010 it ranged from 2.43 to 2.92.
O. Policy Priority on Food Production Enhancement, Post Harvest, Trade,
Distribution, and Consumption
Policy alternative evaluation in dealing with free trade impacts are based on
community’s welfare, income, trade balance and resources demand (land, labor,
capital and others) indicators. It shows that the central government is the most
significant actor in decision making of agricultural development, except soybean
enhancement outside Java is determined by the Regency Governments. It is still not
yet the balance between the submission of authority and financial to local
governments.
239
Production policy is prioritized in food production enhancement. The four
other policies result in different effects among commodities both in Java and outside
Java. In Java, rice production enhancement is supported through fertilizer subsidy and
land and irrigation development. On the other hand, rice development in outside Java
is through land and irrigation development, and fertilizer subsidy. It indicates that
outside Java emphasizes land enhancement, but in Java production input improvement
is prioritized. Corn development in Java and outside Java is carried out through
fertilizer subsidy, production input provision, technology innovation, intensification,
and land and irrigation improvement. Soybean development in Java is conducted
through land and irrigation enhancement, but it needs production input provision,
technology innovation and intensification, and land and irrigation improvement in
outside Java.
Alternative policy on rice post harvest in Java is the processing technology,
while in outside Java needs capital enhancement. Input quality for corn in Java is
more urgent in Java, and post harvest policy is required in outside Java. Soybean
processing technology is necessary in Java, but outside Java requires the four policies,
i.e. input quality, processing technology, capital, and processing service.
Marketing policy alternative for rice in Java and outside Java is quality
standard. This alternative policy is also suggested for corn in Java and outside Java.
Soybean marketing policy in outside Java is focused on investment and market
information.
Rice distribution policy is budget arrangement in Java and outside Java. In this
case Java responds significantly than other policies. This is also true to corn
distribution in Java, but in outside Java it still focuses on input market policy. It is also
valid for soybean distribution policy both in Java and outside Java.
240
Rice consumption policy in Java is sufficiency and availability, but outside
Java needs stock availability. Corn consumption policy in Java is food quality, but
outside Java requires food price policy. Soybean consumption alternative policy in
Java is food price policy and in outside Java is stock availability policy.
In terms of free trade impacts, all policies are directed toward community’s
welfare. It is, however, is not suggested for corn and soybean in Java and other
objectives are various.
P. Policy Implication
Output drop of rice commodity in Indonesia due to lower tariff in ASEAN
countries indicates that Indonesia still needs more comprehensive policy on product
development. Relatively high price elasticities to import demand (in using of this
research) show that Indonesia is a significant market for the main food producers.
Therefore food diversification policy is still important in rice consumption control. On
the other hand, more efficient production factor use is critical in the future as uses of
land, irrigation and labor become more competitive. Thus, technology acceleration
disseminated to the farmers becomes the main program such that commodity
availability corresponds to domestic production growth. Farmers’ capital plays
significant role implying that all financial institutions in rural areas should keep
providing credit required by the farmers.
In addition, various policies are required in developing rice, corn, and soybean
both in Java and outside Java. The policies should be in accordance with future issues
in the free trade era. Achieving community’s welfare is the main goal but it is usually
insufficient income. Therefore it needs to synchronize the upstream and downstream
policies such that the products development are harmonious in both sides.
241
In particular in the development of international trade model takes a broader
linkage system that uses a more relevant analysis tools can be used in accordance with
the objectives of agricultural development which focused on national food
sovereignty.
242
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.O. 2004. Penerapan Model Penyesuaian Parsial Nerlove Dalam
Proyeksi Produksi Dan Konsumsi Beras. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis. Universitas Udayana. Vol 4, No.1, Februari. 2004
Apridar. 2009. Ekonomi Internasional : Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan
dalam Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta
Al-Harbi, K.M.A. 2001. Application Of The AHP In Project Management.
International Journal of Project Management 19 (2001) 19-27
Altemeier, K. dan T. Bottema. 1991. Agricultural Diversification in Indonesia: Price
Responses and Linkages in the Foodcrop Sector, 1969-1988; an Outlook to
2000. Working Papers No. 11. CGPRT Centre. Bogor
Antara, M. 2000. Orientasi Penelitian Pertanian: Memenuhi Kebutuhan Pangan
Dalam Era Globalisasi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional
“Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional”, 23 Oktober 2000, di Denpasar, Bali-Indonesia, atas
Kerjasama IP2TP Denpasar dengan Puslit Sosek, Badan Litbang Deptanhut.
Azziz, A.A. 2006. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Beras
Dalam Negeri. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak dipublikasikan)
Bank Indonesia. 2008. Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian
Nasional. Biro Riset Ekonom. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan
Moneter. Bank Indonsia. Jakarta
Bell, M., B.R. Larson. and L.E. Westphal. 1984. Assessing the Performance of
Infant Industries. World Bank Staff Working Papers. Number 666. The
World Bank. Washington, D.C.
Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? : Kumpulan Esai Ekonomi. PT
Gramedia. Jakarta
Bossche, P., D. Natakusumah, dan J.W. Koesnaidi. 2010. Pengantar Hukum WTO
(World Trade Organization). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Brodjonegoro, B.P.S., 1992, AHP. PAU-Studi Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Brotosusilo, A. (tanpa tahun). WTO, Regional And Bilateral Trade Liberalization:It’s
Implication For Indonesia. Universitas Indonesia
http://www.aseanlawassociation.org/9GAdocs/w3_Indonesia.pdf
243
Chacholiades, M. 1981. International Economics. Mc Graw Hill Publising Co
Chao, C.Y., Y.L. Huang and M.Y. Wang. 2006. An application of the Analytic
Hierarchy Process (AHP) for a competence analysis of technology managers
from the manufacturing industry in Taiwan. World Transactions on
Engineering and Technology Education 5(1) : 59-62
Chen, C., B.A. Mc Carl, and C. Chang. 2006. Estimating the Impacts of Government
Interventions in the International Rice Market. Canadian Journal of
Agricultural Economics. Vol 54 : 81-100
Chin, K.S. and S. Chiu. 1999. An Evaluation Of Success Factors Using The AHP To
Implement ISO 14001-Based EMS. International Journal of Quality &
Reliability Management. 16(4) : 341-361
Crovers, F. and A. de Grip. 1997. Explaining Trade in Industrialized Countries by
Country-specific Human Capital Endowments. Economic Modelling 14
(1997) : 395-416
Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S. Swastika, D.M. Arsyad, dan Y. Hilman. 2005.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Darwanto, D. H. dan P.Y. Ratnaningtyas. 2005 Kesejahteraan Petani dan
Peningkatan Ketersediaan Pangan : Sebuah Dilema?. Agro-Ekonomika (edisi
khusus), tahun XXXV, Oktober 2005. Perhimpunan Ekonomi Pertanian
Indonesia (PERHEPI)
Dean, M. K. and G. Wignaraja. 2007. ASEAN+3 or ASEAN+6: Which Way
Forward?. Paper presented at the Conference on Multilateralising
Regionalism Sponsored and organized by WTO – HEI Co-organized by the
Centre for Economic Policy Research (CEPR). Date : 10-12 September 2007.
Geneva, Switzerland
Departemen Pertanian. 2010. Statistik Pertanian 2009. Jakarta
Dermoredjo, S.K. , B. Hutabarat, C. Muslim, Wahida, J. Hestina dan E. M. Lokollo.
2009. Pengembangan Komoditas Pangan Dalam Negeri Sebagai Subsitusi
Impor dan Promosi Ekspor. Makalah Seminar Sinergi Penelitian Pertanian,
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Desember
2009
Devarajan, S. and D. Rodrik. 1989. Trade Liberalization in Developing Countries :
Do Imperfect Competition and Scale Economies Matter?. The American
Economic Review. 79(2) : 283-287
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009.
Jakarta
244
Dianarafah, D. 1999. Analisis Konsumsi Pangan di Propinsi Jawa Timur. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tesis. (Tidak Dipublikasikan)
Dillon, W.R. dan M. Goldstein. 1984. Multivariate Analysis : Methods and
Applications. John Wiley & Sons, Inc. USA
Dua, M. 2008. Filsafat Ekonomi : Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta
Dwisaputra, R., 2007. Kerjasama Perdagangan Regional dalam Kerjasama Perdagangan
Internasional : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta
Erwidodo, Soentoro, M. Syukur, Sumaryanto, S. Pasaribu, E. Suryani, dan Y. Mariza.
1995. Dinamika Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Pedesaan : Metode
Pengambilan Contoh Blok Sensus dan Petani Responden. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor . (Laporan Akhir Penelitian)
Feenstra, R.C. 1998. Integration of Trade and Disintegration of Production in the
Global Economy. Journal of Economic Perspectives. 12(4) Fall
Firdaus, M., dan Farid, M.A. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk
Manajemen dan Bisnis. IPB Press
Freund, C. 2003. Reciprocity in Free Trade Agreements. AEA meetings in
Washington, the World Bank, the University of Maryland, and the Regional
Integration Network conference in Punta del Este, Uruguay
Gonzales, L.A., F. Kasryno, N.D. Perez and M.W. Rosegrant, 1993. Economic
Incentives and Comparative Advantage in Indonesian. Food Crop Production
Reseacrh Report 93. Intl. Food Polycy Resch Inst. Washington DC.
Hadi, P.U. dan B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi
Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23 (2) : 159-175
Hadi, U.P. dan S. Mardianto. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor
Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal
Agro Ekonomi 22(1) : 46-73
Hakim, D. B., 2004. The Implications of the ASEAN Free Trade Area (AFTA) on
Agricultural Trade (A Recursive Dynamic General Equilibrium Analysis).
Dissertasion. Institut für Agrarökonomie. Georg-August-Universität.
Göttingen. Germany
Haryadi. 2008. Dampak Liberalisasi Perdagangan Pertanian Terhadap Perekonomian
Negara Maju dan Berkembang. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor
245
Harianto. 2001. Pendapatan, Harga, dan Konsumsi Beras dalam Bunga Rampai
Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Badan Bimas Ketahanan
Pangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta Hertel, T.W. 1997. Global Trade Analysis : Modeling and Applications. Cambridge
University Press. New York
Hertel, T.W. dan Tsigas, M.E. 1997. Structure of GTAP in Global Trade Analysis :
Modeling and Applications. Cambridge University Press. New York
Hoekman, B., Francis Ng, and M. Olarreaga. 2002. Reducing Agricultural Tariffs
versus Domestic Support: What’s More Important for Developing Countries?.
World Bank Policy Research Working Paper 2918, October 2002. New York
Hutabarat, B., M. H. Sawit, D. H. Azahari, S. K. Dermoredjo, F. B. M. Dabukke, dan
Sri Nuryanti. 2009. Prospek Kerjasama Perdagangan Pertanian Indonesia
Dengan Australia Dan Selandia Baru. Laporan Akhir 2009. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Hutabarat, B., M. H. Sawit, S. K. Dermoredjo, Wahida, H.J. Purba, dan Sri Nuryanti.
2008. Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China Dan
Kerjasama Afta Dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas
Pertanian Indonesia. Laporan Akhir 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian. Bogor
Hutabarat, B., S.K. Dermoredjo, F.B.M. Dabukke, E.M. Lokollo dan Wahida. 2006.
Analisis Notofikasi dan Kerangka Modalitas Perjanjian Pertanian WTO.
Laporan Akhir Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor
Ibrahim, M.I. Permata, W.A. Wibowo, 2010. Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap
Perdagangan Internasional Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Juli 2010 : 23-74
Irawan, B. 2004. Dinamika Produktivitas dan Kualitas Budidaya Padi Sawah dalam
Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta
Kariyasa, K. dan B. Sinaga. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasar
Jagung Di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 22(2) : 167-194. Oktober 2004
Kasryno, F. dan E. Pasandaran. 2005. Sekilas Ekonomi Jagung Indonesia: Suatu
Studi di Sentra Utama Produksi Jagung dalam Ekonomi Jagung Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengmbangan Pertanian
Kasryno, F. dan E. Pasandaran. 2004. Reposisi Padi dan Beras dalam Perekonomian
Nasional dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta
246
Kasryno, F., E. Pasandaran, A.M. Fagi. 2005. Dinamika Produksi dan Pembangunan
Sistem Komoditi Jagung Indonesia dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengmbangan Pertanian
Kementerian Perdagangan. 2010. Perkembangan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
www.asean.org/5187-10.pdf. Diunduh : 16 Juli 2012
Kementerian Pertanian. 2010. Mewujudkan Komitmen Swasembada Pangan Dan
Sumbangan Indonesia Pada “ Feed The World “. Bahan tayang yang
disampaikan pada Seminar Feed The World yang diselenggarakan oleh Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) tanggal 28-29 Januari 2010, di
Jakarta Convention Center (JCC)
Kuncoro, M. 1997. Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah dan Kebijakan. Unit
Penerbitan dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta
Kustiari, R. 2010. Analisis Usahatani Sapi Potong dan Tarif Optimal Untuk Daging
Impor. Jurnal Ekonomi. Universitas Kristen Indonesia. XX (1) : 37-46
Lindert, P. H., dan C.P. Kindleberger. 1998. Ekonomi Internasional. Edisi
Kedelapan. Penerbit Erlangga
Linnan, D.K.. 2003. Multilateral Trade (WTO, Free Trade Area di Tingkat Regional
(AFTA) atau Free Trade Agreement Bilateral. Makalah pada seminar
Indonesia dan Perdagangan Internasional tanggal 24 Juli 2003. Kerjasama
Universitas Indonesia dengan University od South California.
Love, P. and R. Lattimore, 2009. International Trade : Free, Fair and Open?. OECD
Malian, A.H. 2004. Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian
Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 2 No 2 Juni 2004 : 135-156
Marimin dan N. Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam
Manajemen Rantai Pasok. PT Penerbit. IPB Press. Bogor
Masyhuri. 1999. Kebijakan Pembangunan Pertanian. Agro Ekonomi. VI (2) : 71-77
Mc Dougall, R.A., B. Dimaranan, and T.W. Hertel. 1998. Behavioral Parameters. in
Global Trade, Assistance, and Protection, The GTAP Data Base, edited by Mc
Dougall, R.A., A. Elbehri., and T.P. Truong (1998). Center for Global Trade
Analysis. Purdue University.
Mutakin F. dan A. R. Salam. 2009. The Impact Of Asean-China Free Trade
Agreement On Indonesian Trade. Economic Review . No. 218. December
2009.
Nurmanaf, R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pedesaan Dalam
Hubungannya Dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal SOCA Volume
3 November 2005 : 1-21
247
Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanudin. 2005. Perkembangan Teknologi Budai Daya
dan Industri Benih Jagung dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengmbangan Pertanian
Oktaviani, R. dan E. Puspitawati. 2008. Teori, Model dan Aplikasi GTAP di Indonesia.
Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor
__________, E. Puspitawati dan T. Novianti. 2006. Aplikasi Model CGE : Dampak
Ekonomi Penurunan Dukungan Domestik Produk Pertanian Negara Maju dan
Peluangnya Bagi Indonesia. Dalam Teori, Model dan Aplikasi GTAP di
Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor
__________, dan T. Novianti. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya
di Indonesia. Bagian I. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Park, d., I. Park, and G. E. B. Estrada. 2008. Is the ASEAN-Korea Free Trade Area
(AKFTA) an Optimal Free Trade Area?. Working Paper Series On Regional
Economic Integration No. 21. November 2008. Asian Development Bank.
Manila
Prasetyo, H.B. 2008. Analisis Regresi Komponen Utama Untuk Mengatasi Masalah
Multikolinieritas Dalam Analisis Regresi Linier Berganda. Skripsi Program
Studi Matematika. Jurusan Matematika. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jakarta
Pratomo, W. 2007. Teori Kerjasama Perdagangan Internasional. Dalam : Kerjasama
Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Bank
Indonesia. Jakarta
Prawironegoro, D. 2010. Ekonomi Politik Globalisasi. Seri 1. Nusantara Consulting.
Jakarta
Purnamasari, R. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan
Impor Kedelai Di Indonesia. Program Studi Ekonomi Pertanian Dan
Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak
Dipublikasikan)
Rachman, B. 2003. Dinamika Harga Dan Perdagangan Komoditas Jagung. Jurnal
Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA Volume 1-Februari 2003 : 1-
15
Rachman, H.P.S., S. H. Suhartini dan G.S. Hardono. 2008. Dampak Liberalisasi
Perdagangan Terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. Pengembangan
Inovasi Pertanian 1(1) : 47-55
248
Rachman, B., Supriyati, dan S. Friyatno. 2005. Ekonomi Kelembagaan Sistem
Usahatani Padi di Indonesia. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis
SOCA 5(2) : 123-128
Rachmawati, M. 1999. Analisis Perdagangan Kedelai di Indonesia. Program Studi
Agribisnis. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak Dipublikasikan)
Rusastra, 1996. Keunggulan Komparatif, Struktur Proteksi, dan Perdagangan
Internasional Kedelai Indonesia. dalam Amang,dkk (Eds). Ekonomi Kedelai
di Indonesia. IPB Press. Bogor.
Saaty, T.L., 1988. Decision-Making for Leaders, the Analytical Hierarchy Process
For Decision in a Complex World. 1st Edn., Univ. of Pittsburgh, Pittsburgh.
Saptana, S. Wahyuni, S.K. Dermoredjo, E. Ariningsih, V. Darwis. 2004. Model
Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Laporan
Akhir 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor
Sawit, M.H. 2007. Liberalisasi Pangan : Ambisi dan Reaksi Dalam Putaran Doha
WTO. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Jakarta
Setiawan, B. Globalisasi Pertanian : Ancaman atas Kedaulatan Bangsa dan
Kesejahteraan Petani. IGJ-Intitute for Global Justice. Jakarta
Simatupang, P., T. Sudaryanto, A. Purwoto and Saptana. 1995. Projection and Policy
Implications of Medium and Long Term Rice Supply and Demand. Research
Report. Center for Agro Socioeconomic Research in collaboration with
International Food Policy Research Institute. Bogor
Simatupang, P. dan I W. Rusastra. 2004. Kebijakan Pembangunan Sistem Agribisnis
Padi dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta
Siregar, M. 2003. Tinjauan Kebijakan Perdagangan Komoditas Kedelai. Jurnal
Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 32 (2) : 138-145
Siregar, M. dan I.W. Rusastra. 2003. Kebijakan Tarif Impor Paha Ayam Dalam
Melindungi Industri Perunggasan Nasional. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian
dan Agribisnis SOCA Volume 2-Juli 2003 : 1-20
Sugema, I. et al. 2011. 5 Anomali Global & 6 Masalah Jangka Menengah. Quarterly
Economic Update. Januari 2011. EC-Think Indonesia. Jakarta.
249
Soekartawi. 2006. Konstruksi Politik Pertanian Di Negara Asia Tenggara:
Pengalaman Empiris Di Filipina, Indonesia, Malaysia Dan Thailand. Makalah
disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional ’Rekonstruksi Politik
Pertanian Indonesia’ yang diselenggarakan oleh PERHEPI di Universitas
Brawijaya Malang, 19 Desember 2006
Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode
Untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Jurusan Statistika. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Skripsi.
(Tidak Dipublikasikan)
Soetanto, H. 2009. Kebijakan Perdagangan Indonesia dan Keikutsetaan Dalam
Kerjasama Ekonomi di Kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Makalah
seminar Trans Asia dalam konteks Asia dan ASEAN Highway : Peluang dan
Tantangan menghadapi Tatanan Global, 1 Juli 2009. Jakarta
Suharso, P. 2010. Model Analisis Kuantitatif TEV. Penerbit Indeks. Jakarta.
Sumaryanto. 2004. Usahatani dan Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi : Studi
Kasus di Persawahan DAS Brantas dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
Sumaryanto. 2005. Usahatani Jagung di Lahan Sawah Beririgasi: Kasus Daerah
Aliran Sungai Brantas dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian
dan Pengmbangan Pertanian
Susila, W.R. dan E. Munadi. 2007. Penggunaan Analytical Hierarchy Process Untuk
Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian. Informatika Pertanian 16 (2) :
983-998
Tambunan, T. 2007. Pengkajian Kebijakan Investasi Riil di Indonesia. Diunduh
pada tanggal 1 September 2010, web : www:\\kadin-indonesia.or.id
Tabor, S.R., K. Altemeier, B. Adinugroho. 1989. Food Crop Demand in Indonesia: A
System Approach. Bulletin of Indonesian Economics Studies. 66(2):211-215
Teknomo K., H. Siswanto, S.A. Yudhanto. 1999. Penggunaan Metode Analytic
Hierarchy Process Dalam Menganalisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemilihan Moda Ke Kampus. Dimensi Teknik Sipil 1(1) : 31-39. MARET
1999
Todaro, M. 1998. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Jakarta
United Nations Development Programme. 2010. Global Maize Production,
Environmental Impacts and Sustainable Production Opportunities: A Scoping
Paper.
http://greencommodities.org/attachments/037_UNDP%20GCF%20Maize%20
Scoping%20Paper.pdf (Diunduh, 11 Mei 2012)
250
Valenzuela, E., D. van der Mensbrugghe and K. Anderson. 2008. General
Equilibrium Effects Of Price Distortions On Global Markets, Farm Incomes
And Welfare. Agricultural Distortions Working Paper 73, September 2008.
World Bank.
Widodo, S. 2012. Politik Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Winarno, B. 2009. Pertarungan Negara v.s. Pasar”. Med Press. Yogyakarta
Witoro. 2005. Pembaruan Sistem Pangan Desa : Gagasan Mewujudkan Kedaulatan
Pangan. Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dengan Oxfam GB.
Bogor
World Bank. 2004. Making Indonesia Competitive : Promoting Exports, Managing
Trade. Report No. 30535