A. Indikator Pencemaran Air
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan
atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
- Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna,
bau dan rasa
- Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat
kimia yang terlarut, perubahan pH
- Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau
konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen
biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical
Oxygen Demand, COD). Namun, karena keterbatasan alat survey yang digunakan, hanya di
dapat data pencemaran secara fisika ( kejernihan, rasa, bau, warna, suhu), secara kimia (pH),
dan secara biologi
B. Pengamatan pencemaran secara fisika sungai Bedadung
Pencemaran air jika dilihat dari parameter fisika ada bermacam-macam, yaitu:
Suhu Air, parameter ini sangat diperlukan dalam penentuan karakter limbah, karena
menyangkut kecepatan reaksi dan pengaruhnya terhadap kelarutan suatu gas bau dan
rasa. Suhu yang terdapat di sungai bedadung yang kita kunjungi tidak mengalami
perubahan kenaikan atau penurunan yang signifikan suhu tergolong normal, cuaca
juga menjadi faktor dari naik atau turunnya suhu
Parameter rasa dan bau, parameter ini seringkali diakibatkan oleh material-material
terlarut, bau dan rasa dari sifat air ini sangat subjektif karena tergolong sulit di ukur
tetapi dapat juga diidentifikasi bahwa bau yang dimiliki sungai bedadung yang kami
kunjungi, bau tidak begitu busuk dan rasa sedikit masam di akibatkan sungai tersebut
digunakan untuk mencuci pakaian hal ini dapat disebabkan karena detergen yang di
pakai bersifat asam
Parameter warna jika dilihat dari estetikanya air tergolong jernih transparant segar
sehingga tergolong air yang baik untuk digunakan tetapi warna pada sungai bedadung
yang kami kunjungi berwarna hijau hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme yang dapat merubah warna di sungai tersebut
Parameter kekeruhan biasanya hadirnya material berupa koloid yang menyebabkan air
tampak keruh secara estetis, kekeruhan partikel dapat pula disebabkan oleh tanah yang
berada disana tetapi pada sungai bedadung yang kita kunjungi menunjukkan sedikit
ada kekeruhan dan tidak tergolong jenih karena ketika kami mencoba mengambil ada
sedikit kotoran yang ikut.
Selain parameter fisika terdapat penyebab dari pencemaran air di sungai bedadung
yang kami kunjungi, menurut kami tercemarnya air di sungai bedadung diakibatkan oleh
limbah pemukiman warga, disekitar sungai terdapat tumpukan sampah yang kemungkinan
akan berterbangan mengenai sungai. Sampah yang terlihat yaitu kumpulan plastik yang tidak
dapat diuraikan oleh bakteri jika plastik berada di permukaan sungai maka plastik tersebut
menutupi dan menghalangi masuknya sinar matahari dan menghambat tumbuhan air untuk
berkembang. Akan tetapi pada sungai bedadung yang kami kunjungi masih terdapat
tumbuhan air tetapi tidak terlalu banyak.
C. Pengamatan secara kimiawi sungai Bedadung
1. pH (keasaman dan kebasahan) atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 –
7,5. Ketika mengambil sampel air dari sungai bedadung dan mengujinya dengan kertas
lakmus universal, didapatkan warna kertas lakmus merah menjadi warna biru. Hal ini
menunjukkan bahwa air sungai bedadung di daerah Jalan Danau Toba ini bersifat basa (± >
7). Tidak dapat dipastikan pHnya karena ketersediaan alat pengukur pH. Bersifat basa
mungkin dikarenakan cemaran air sungai berupa cemaran detergen dan sabun yang didapat
dari limbah rumah tangga mengingat disekeliling sungai dihuni pemukiman yang padat
penduduk maupun yang didapat dari aktivitas mandi dan mencuci warga disekitaran sungai.
Namun, terlihat ada beberapa jenis tanaman seperti teratai, jenis rumpu-rumputan dan
kangkung yang dapat tumbuh di aliran sungai tersebut. Hal ini menandakan bahwa air sungai
bedadung ini memang pHnya > 4 (kemungkinan basa), diperkuat dengan pernyataan pada pH
< 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah.
Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan
algae Euglena pada pH 1,6.Adapun pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel : Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Nilai pH Pengaruh Umum
6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami
perubahan
5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin
tampak
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum
mengalami perubahan yang berarti
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,
perifilton dan bentos semakin besar
2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton
dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,
perifilton dan bentos semakin besar
2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan
bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003
Gambar 1 . kertas lakmus merah menjadi warna biru
Gambar 2 . Tanaman yang dapat tumbuh di aliran sungai bedadung menunjukkan pH air >4
Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu
karena alasan berikut :
a. Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat menggangg kehidupan
organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan
menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11
b. Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu
kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan
c. Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi
oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan
merugikan lingkungan. Namun akhir-akhir ini mulai banyak digunakan bahan
sabun/deterjen yang dapat didegradsi oleh mikroorganisme
Dapat dikatakan aliran sungai bedadung di daerah jalan Danau Toba ini tercemar ringan.
2. Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup
karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air.
Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang
dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan
digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan
data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan
tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi
tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain
membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak.
Saat survey kita tidak dapat menentukan/mendapatkan data kelarutan oksigen jenuh
dalam air namun dapat dihubungkan dengan beberapa parameter seperti banyaknya ikan yang
dapat hidup. Ikan tersebut dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses
degradasi senyawa organik dalam air. Dan terdapat alga hijau yang hidup di aliran sungai
bedadung tersebut, hal ini menunjukkan adanya oksigen terlarut yang dihasilkan oleh alga
sehingga membantu pertumbuhan/metabolisme ikan. Dapat dikatakan aliran sungai bedadung
di daerah jalan Danau Toba ini tercemar ringan.
3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air
menjadi karbondioksida dan air. Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung
pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit
dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat
antiseptic atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan
sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar
BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh
adalah kadar maksimum BOD yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan
Gambar 3. Alga hijau yang terlihat pada aliran sungai bedadung
menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L berdasarkan
UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD
untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan
II adalah 150 mg/L.
Saat survey, kita tidak bisa memastikan berapa nilai BOD sungai bedadung, namun
bisa dilihat dari parameter lain seperti banyaknya mikroorganisme akuatik yang ada di aliran
sungai. Banyak sekali ikan, capung, nyamuk dan binatang sejenis plankton yang dapat
tumbuh dan berkembang biak, ini menunjukkan adanya nilai BOD yang rendah, namun kita
tidak mengetahui nilai secara kuantitatif. Padahal cemaran utama aliran sungai ini adalah
penggunaan deterjen dan sabun namun sedikit sekali warga yang menggunakan aliran sungai
ini untuk mandi dan mencuci, sehingga disimpulkan cemaran detergen dan sabun sedikit
dapat dikatakan aliran sungai bedadung di daerah jalan Danau Toba ini tercemar ringan.
4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air
dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun
yang sukar didegradasi. Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan
bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar
biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L
dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis,
misalnya tannin, fenol, polisacharida dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan
pengukuran COD daripada BOD.
Parameter COD ini tidak dapat kita hitung karena keterbatasan peralatan. Namun,
dapat dilihat bahwa disekitaran sungai merupakan perumahan warga yang sebagian sudah
sadar akan pentingnya kebutuhan air bersih dan tidak terlihat adanya industri besar. Sehingga
dimungkinkan nilai COD < nilai COD limbah industri (60.000 mg/L)
D. Pengamatan Biologis Sungai Bedadung
Di sungai bedadung di sekitar jalan danau toba, masih banyak tanaman dan ikan yang
dapat hidup. Diantaranya yaitu, tanaman Kayu Apu, kangkung, rumput-rumputan dan ikan
lele, wader, uling, dan keong kecil. Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) termasuk dalam famili
Araceae merupakan tanaman yang mengapung bebas di air sungai, danau, dan kolam.
Tanaman ini ada ketika air dalam keadaan surut, kondisi rawa, dan suka air yang memiliki pH
basa atau air yang kaya akan kandungan kapur (Khan et al, 2014). Pada kondisi yang optimal,
tanaman ini akan berlipat ganda populasinya tidak kurang dari 3 minggu.
Sebagai tanaman yang mengapung memiliki daun hijau terang yang tebal, kesat, dan rambut
tipis yang dapat menghalangi terbasahinya oleh air. Tanaman ini dapat mengganggu flora air
dan fauna dibawahnya sehingga mengganggu ekosistem air. Selain itu, Kayu Apu ini dapat
menghalangi aliran air dan sinar matahari ke bagian bawah air. Kayu Apu menjadi inang dari
Gambar 4. Populasi Tanaman Air Kayu Apu yang Mengapung di Atas Air Sungai
nyamuk, vektor dari malaria, encephalomyelitis and rural filariasis. Dampak dari adanya
Kayu Apu di sungai, yaitu:
- Menurunkan kadar Oksigen terlarut karena permukaan tertutupi dan digunakan
untuk respirasi akarnya sehingga menghilangkan ekosistem natural di dalam air.
- Menurunkan tingkat air di sungai karena peningkatan laju penguapan area di atas
air.
- Membatasi aliran air dengan meningkatkan jumlahnya dan menutupi sungai.
- Populasinya membuat lingkungan menjadi ideal untuk pertumbuhan nyamuk.
- Menurunkan biodiversitas.
- Tanaman air memberi pengaruh negatif dan positif bagi kualitas air.
Pengaruh negatif tanaman air adalah:
1. Tanaman air khususnya yang hidup mengapung akan mengakibatkan
penguapan air yang lebih besar karena dengan adanya tanaman air maka
seolah-olah luas permukaan air akan menjadi lebih besar. Penguapan air
semakin lebih besar terjadi jika pada perairan tersebut banyak tumbuh tanaman
berdaun lebar.
2. Menyebabkan terjadinya pendangkalan perairan sebagai akibat dari tanaman
air yang mati dan tenggelam ke dasar yang mengakibatkan peningkatan dasar
perairan.
3. Jika tanaman air yang mati relatif banyak, maka akan terjadi pembongkaran
tanaman tersebut oleh bakteri yang mengakibatkan penurunan Oksigen terlarut.
Hasil perombakan adalah munculnya gas Karbon dioksida yang bersifat racun
bagi hewan dan akan menurunkan nilai pH air.
4. Jika tanaman semakin tinggi, respirasi tanaman pada malam hari di dalam air
menyebabkan defisiensi Oksigen.
Pengaruh positif tanaman air adalah:
1. Adanya tanaman air menyebabkan penurunan temperatur air menurun,
sehingga metabolisme juga menurun dan Oksigen meningkat. Ketika
temperatur menurun, kejenuhan Oksigen naik karena terjadi peningkatan
kelarutan Oksigen yang diakibatkan difusi Oksigen ke dalam air lebih besar.
2. Pada kondisi populasi tanaman air yang normal akan meningkatkan Oksigen
sehingga fotosintesis dapat terjadi dengan baik.
3. Memperkaya unsur hara karena banyaknya tanaman yang mati.
Selain itu, dipinggir sungai terdapat rumput-rumputan dan kangkung yang tumbuh.
Habitat alami kangkung air (Ipomoea aquatica) adalah di perairan yang tergenang. Kangkung
biasanya tumbuh liar (secara alami) di sawah, parit tepi sungai atau bahkan di parit.
Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh di daerah tropis dan subtropis, beberapa tumbuh di daerah
sedang. Kangkung termasuk tumbuhan hidrofit yang sebagian tubuhnya di atas permukaan air
dan akarnya tertanam di dasar air, mempunyai rongga udara dalam batang atau tangkai daun
sehingga tidak tenggelam dalam air dan daun muncul ke permukaan air. Kangkung termasuk
suku Convolvulaceae, yang merupakan tanaman yang tumbuh cepat dan memberikan hasil
dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Terna semusim dengan panjang 30-50 cm ini
merambat pada lumpur dan tempat-tempat yang basah seperti tepi kali, rawa-rawa, atau
terapung di atas air.
Pada sisi sungai bedadung yang diamati, tumbuhan air yang ada tidak banyak sehingga
masih ada ikan-ikan yang dapat hidup disana. Menurut warga sekitar ikan-ikan yang ada yaitu
wader, uling, dan lele, sedangkan yang kami lihat juga ada keong kecil hitam yang berada di
dasar sungai. Ikan wader (Rasbora lateristriata) merupakan ikan yang hidup di perairan
tawar, terutama di perairan sungai (Sentosa dan Djumanto, 2010). Ikan wader ini hidup dalam
air sungai yang airnya jenih, sehingga jika di sungai bedadung masih hidup ikan wader maka
dapat dikatakan sungai bedadung masih relatif bersih. Ikan ini juga dapat hidup pada pH air
6.0 – 6.5 dan suhu tropis 22 – 24 oC. Selain ikan wader, juga terdapat ikan lele. Ikan lele
banyak ditemukan di perairan air tawar, seperti sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau,
dan genangan-genangan air yang cukup dalam. Ikan lele menyukai perairan yang tenang
(tidak mengalir deras) dan cukup terlindung. Ikan lele dapat hidup pada air yang mempunyai
suhu 25 – 30 oC, pH 6.5 – 8.0, Oksigen terlarut lebih dari 3 ppm, Karbondioksida kurang dari
15 ppm, dan nitrit lebih dari 0.1 ppm (Darseno, 2010). Namun lele juga dapat bertahan hidup
dalam kondisi/kualitas air yang tercemar. Selain ikan wader dan lele, juga terdapat ikan uling.
Habitat ikan uling ini adalah di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa.
Gambar 5. Rumput-rumputan yang Ada di Pinggir Sungai Bedadung
Gambar 6. Kangkung Tumbuh di Pinggir Sungai Bedadung
Ikan ini dapat hidup pada kondisi air dengan suhu 29 – 31 oC, salinitas 0 – 3 ppt, Oksigen
terlarut berkisar antara 3 – 4 ppm, dan pH 7 – 8. Dan yang terakhir juga ada keong kecil
berwarna hitam yaitu sumpil (Faunus ater) dari famili Pachychilidae. Sumpil sering dijumpai
di sungai atau di areal persawahan. Sumpil ini dapat hidup di air payau. Sumpil sangat mudah
dibedakan dengan Gastropoda lain karena sumpil berbentuk kerucut lancip dan kecil.
Cangkang sumpil berwarna hitam polos, walaupun jenis lain ada yang berwarna kecoklatan
dengan bintik-bintik hitam maupun coklat yang lebih tua (Nurhudda, 2012). Sumpil biasanya
berada di atas tanah/pasir dan juga bebatuan.
E. Dampak bagi Masyarakat Sekitar
Adapula dampak dari pencemaran air sangatlah luas misalnya terhadap kesehatan
sungai bedadung digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mandi atau mencuci, hal ini
sangatlah tidak baik karena akan menggangu kesehatan. Air yang digunakan itu sudah
tercemar, kerap kali banyak anak kecil yang mandi di sungai tersebut yang kemungkinan akan
terkena gangguan kesehatan seperti gatal-gatal. Serta kami melihat teradapat ibu-ibu yang
mencuci pakaian hal inilah yang dapat menggagu kesehatan dari baju yang mereka pakai,
kami melihat ada beberapa orang yang buang air besar disekitar sungai hal ini memungkinan
sungai akan tercemar oleh bakteri dari fesesnya. Segala sesuatu kebutuhan rumah tangga yang
berhubungan dengan air dapat dilakukan di sungai tersebut dengan seenaknya. Dampak yang
lain terhadap estetika lingkungan, ketika sungai Bedadung yang kita kunjungi sudah tidak
layak dipakai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika dilihat dari estetikanya dimana
air yang belum tercemar itu berwarna jernih berbau segar akan tetapi sungai bedadung yang
kami kunjungi sudah berwana agak keruh airnya.
Daftar Pustaka
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air, bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkungan perairan. Kanisius.
WRI, I. (1995). UNEP/WHO/UNESCOf. 1992. Global Biodiversity Strategy.
Khan, Muhammad Hazim, Et Al.2014. Pistia Stratiotes L. (Araceae): Phytochemistry,
Use In Medicines, Phytoremediation, Biogas And Management Options.Pak. J.
Bot.46(3):851-860.
Sentosa, Agus Arifin dan Djumanto.2010.Habitat Pemijahan Ikan Wader Pari
(Rasbora lateristriata) di Sungai Ngrancah, Kabupaten Kulon Progo.Jurnal Iktiologi
Indonesia.10(1):55-63.
Darseno, SP.2010.Buku Pintar Budi Daya & Bisnis Lele.Jakarta Selatan:AgroMedia
Pustaka
Nurhudda. 2012. Sumpil si Keong Lezat.
http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/2012/05/sumpil-si-keong-lezat.html, diakses
3 Oktober 2015, pukul 11:25.
Francis, Alvin et al.2011.Status and Distribution of Faunus ater (Linnaeus, 1758)
(Mollusca: Cerithioidea) in Singapore.Nature in Singapore.4:115-121