BAB IPENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama yang
dihadapi manusia hingga saat ini. Masalah tersebut masih belum
dapat terselesaikan. Pencemaran lingkungan adalah masuknya
substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas
lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan
peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena
adanya pencemaran lingkungan.Rumah sakit sebagai salah satu hasil
pembangunan dan upaya penunjang pembangunan dalam bidang kesehatan
merupakan sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan
penyakit. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan
dampak lingkungan Rumah Sakit yang dimulai dari analisa dampak
lingkungan (AMDAL).Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan
kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat
memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik,
sampah, limbah cair, air bersih dan serangga/ binatang pengganggu.
Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang
cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek
antara lain budaya/ kebiasaan, perilaku masyarakat, kondisi
lingkungan, sosial dan teknologi.Limbah rumah sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan
penunjang lainnya. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang
infeksius belum di kelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan
limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius, selain
itu kerap bercampur limbah medis dan non medis yang justru
memperbesar permasalahan limbah medis.Pengolahan limbah rumah sakit
dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang diutamakan adalah
sterilisasi, yakni berupa pengurangan dalam volume, penggunaan
kembali dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang dan pengolahan.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan limbah adalah
pemisahan limbah, penyimpanan limbah, penanganan limbah dan
pembuangan limbah.Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dapat dilihat dengan meningkatnya pendirian Rumah Sakit
(RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit yang tidak
memenuhi syarat menyebabkan limbah rumah sakit dapat mencemari
lingkungan penduduk disekitar rumah sakit dan menimbulkan masalah
kesehatan, hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat
mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia
termasuk demam thypoid, cholera, disentri dan hepatitis sehingga
limbah harus diolah sebelum di buang ke lingkungan (Bapedal,
1999).Dimulai dengan makin meningkatnya pendirian rumah sakit,
kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan
sekitarnya, serta kurangnya kepedulian manajemen rumah sakit
terhadap pengelolaan lingkungan. Mulailah timbul tumpukan sampah
ataupun limbah yang dibuang tidak sebagaimanasemestinya. Halini
berakibat pada kehidupan manusia dibumi yang menjadi tidak sehat
sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama pada lingkungan
sekitarnya.Secara garis besar ada 3 (tiga) macam limbah Rumah Sakit
yaitu limbah padat (sampah), limbah cair dan limbah klinis. Sampah
Sampah Rumah Sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran
penyakit menular karena sampah menjadi tempat tertimbunnya mikro
organisme penyakit dan sarang serangga serta tikus. Di samping itu
kadang-kadang dapat mengandung bahan kimia beracun dan benda-benda
tajam yang dapat menimbulkan penyakit atau cidera. Sampah yang
dihasilkan di Rumah Sakit antara lain terdiri dari : sampah yang
mudah busuk yang berasal dari instalasi gizi, sampah yang tidak
mudah busuk dan tidak mudah terbakar atau yang mudah terbakar,
sampah medis, sampah patologis serta sampah yang berasal dari
laboratorium. Limbah Cair Limbah cair Rumah Sakit adalah semua
limbah cair yang berasal dari ruangan-ruangan atau unit di Rumah
Sakit yang kemungkinan mengandung mikro organisme, bahan kimia
beracun dan radio aktif. Limbah klinis Limbah klinis adalah limbah
yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gizi, "Veteranary",
Farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan di Rumah Sakit
pada saat dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian. Bentuk
limbah klinis antara lain berupa benda tajam, limbah infeksius,
jaringan tubuh, limbah cito toksik, limbah Farmasi, limbah kimia,
limbah radio aktif dan limbah plastik.
1.2 RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana pencemaran lingkungan yang
terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA),
Banda Aceh? 2. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan pencemaran
lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel
Abidin (RSUSZA), Banda Aceh?3. Bagaimana keefektifan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit
Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh ?
1.3 TUJUAN1. Untuk mengetahui pencemaran lingkungan yang terjadi
di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda
Aceh.2. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan pencemaran
lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel
Abidin (RSUSZA), Banda Aceh.3. Untuk mengetahui keefektifan
pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan yang terjadi di
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh.
BAB IILANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Rumah SakitPengertian Rumah Sakit Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau
dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI
2004). Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992
pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan
Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E
(Azwar,1996):1. Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit kelas A adalah
rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah
ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral
hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat. 2. Rumah Sakit Kelas
B Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis
terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap
ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang
tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit
tipe B.
3. Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit
yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas.
Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan
penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta
pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C
ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang
menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.4. Rumah Sakit Kelas D
Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan
ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan
rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum
dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah
sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas.
5. Rumah Sakit Kelas E Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus
(special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan
kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan
pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah
sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak.
Rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar
menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama
yang berasal dari aktivitas medis. Sampah rumah sakit dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampah medis dan sampah non
medis. Untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan perlu
adanya langkah-langkah penanganan dan pemantauan lingkungan.
2.2 Pengertian Sampah Rumah SakitSampah ialah segala sesuatu
yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat
(Soemirat, 2002). Menurut defenisi (WHO) yang dikutip oleh Chandra
mengemukakan pengertian sampah adalah segala sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Badan lingkungan hidup menyatakan bahwa sampah adalah
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sedangkan menurut Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia (FKM-UI) sampah diartikan sebagai sesuatu
bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas
manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang secara
saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia.
(Kusnoputranto, 1986).
2.3 Jenis Sampah Rumah Sakit Menurut SumbernyaSetiap
ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis
sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan
dari setiap ruangan/unit yang bersangkutan.Tabel. Jenis Sampah
Menurut Sumbernya
2.4 Penggolongan Limbah Rumah SakitBerdasarkan Depkes RI 1992,
sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik
padat maupun cair.Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam
dan berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya dapat
dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013)1. Limbah Benda
TajamLimbah benda tajam adalah objek atau alat yangmemiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,
pipet Pasteur, pecahan gelas, pisaubedah.Semuabenda tajam ini
memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan
atautusukan.Benda-bendatajam yang terbuang mungkin terkontaminasi
oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radio aktif.2. Limbah InfeksiusLimbah infeksius meliputi limbah
yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif).Limbah laboratorium yang berkaitan
dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/ isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi
organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, sampah mikrobiologis,
limbah pembedahan, limbah unit dialysis dan peralatan
terkontaminasi (medical waste).3. Limbah Jaringan TubuhLimbah
jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan,
placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan
dan autopsy. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan
penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang
ke incinerator.
4. Limbah CitotoksikLimbah citotoksik adalah bahan yang
terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik
selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
citotoksik.Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar
dalam incinerator dengan suhu diatas 1000C.5. Limbah FarmasiLimbah
farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang
terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah
terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh
pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak
diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-obatan.6. Limbah
KimiaLimbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan
medis, vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah
kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik.7. Limbah
Radio AktifLimbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi
dengan radio isotope yang berasal dari penggunaan medis dan riset
radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran
nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat,
cair atau gas.8. Limbah PlastikLimbah plastik adalah bahan plastic
yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana kesehatan lain
seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastic dan
juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.Selain sampah klinis
dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non
medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/ administrasi
(kertas), unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah
dari ruangan pasien, sisa makanan buangan, sampah dapur (sisa
pembungkus, sisa makanan/ bahan makanan, sayur dll). Limbah cair
yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik
fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme, tergantung dari jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana
yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis
mikroorganisme tersebut ada yang bersifat pathogen. Limbah rumah
sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan
organic dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH,
mikrobiologik dan lainnya. (Arifin, 2008).Sebagaimana termaktub
dalam undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang pokok-pokok kesehatan,
bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi
pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan berupa pencegahan dan
pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran,
pemulihan kesehatan penerangan dan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat. (Siregar, 2001)Kegiatan rumah sakit menghasilkan
berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan
gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan
penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk
pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi, 2003): Pemrakarsa dan
penanggung jawab rumah sakit Pengguna jasa pelayanan rumah sakit
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran Para
pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas
yang diperlukan.Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah
disiapkan dengan menyediakan perangkat lunaknya yang berupa
peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah
sakit. Disamping itu secara bertahap dan berkesinambungan
Depertemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah
rumah sakit, sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit
pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah,
meskipun perludisempurnakan. Namunharus disadari bahwa pengelolaan
limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi. (Barlin,
1995).
2.5 Jumlah SampahRumah sakit akan menghasilkan sampah medis dan
non medis. Untuk itu usaha pengelolaannya terlebih dahulu
menentukan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari. Jumlah ini
akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan lokal yang
harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya dan juga
bila rumah sakit memiliki tempat pengolahan sendiri jumlah produksi
dapat diproyeksikan untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain.
Dalam pengelolaan sampah ukuran yang digunakan adalah sebagai
berikut : 1. Jumlah Menurut Berat Ukuran berat yang sering
digunakan adalah : a. Dalam ton perhari untuk jumlah timbunan
sampah.b. Dalam kg/orang/hari atau gram/orang/hari untuk produksi
sampah per orang (Kusnoputranto, 1986) 2. Jumlah Menurut Disposable
(Benda yang langsung Dibuang) Meningkatnya jumlah sampah berkaitan
dengan meningkatnya penggunaan barang disposable. Daftar barang
disposable merupakan indikator jumlah dan kualitas sampah rumah
sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi
barang-barang disposable mungkin perlu dipelajari sehingga dapat
diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pemgelolaan sampah. (
Depkes RI, 2002).
3. Jumlah Menurut Volume Ukuran ini sering digunakan terutama di
negara berkembang dimana masih terdapat kesulitan biaya untuk
pengadaan alat timbangan. Satuan ukuran yang digunakan adalah m3
/hari atau liter/hari. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat
ukur volume diterapkan langsung pada alat-alat pengumpul dan
pengangkut sampah. Volume sampah harus diketahui untuk menentukan
ukuran bak sampah dan sarana pengangkutan. (Depkes RI, 2002).
2.6 Pelaksanaaan Pengelolaan Sampah Rumah SakitPengelolaan
sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi
persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi,
tidak disenangi, dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus
dikelola dengan baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan
sampah ialah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak
menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan
sebagainya.Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Menurut Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah
sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus
mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan
beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.
Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan melakukan :1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang
menghasilkan limbah sebelum membelinya. 2. Menggunakan sedikit
mungkin bahan-bahan kimia. 3. Mengutamakan metode pembersihan
secara fisik daripada secara kimiawi. 4. Mencegah bahan-bahan yang
dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan
kebersihan. 5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan
baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun. 6. Memesan
bahan-bahan sesuai kebutuhan. 7. Menggunakan bahan-bahan yang
diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa. 8. Menghabiskan
bahan dari setiap kemasan9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan
pada saat diantar oleh distributor. Hal ini dilakukan agar sampah
yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dikurangi sehingga dapat
menghemat biaya operasional untuk pengelolaan sampah. (Dekpes. RI,
2004)
2.7 Penampungan Sampah Rumah SakitSampah biasanya ditampung di
tempat produksi di tempat produksi sampah untuk beberapa lama.
Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan
dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan
jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak
dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang sampah
juga diangkut langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan.
Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam
(Depkes RI, 2004). Untuk memudahkan pengelolaan sampah rumah sakit
maka terlebih dahulu limbah atau sampahnya dipilah-pilah untuk
dipisahkan. Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi
persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai
berikut :
Tabel.Jenis Wadah dan Label Sampah Padat Sesuai Kategorinya
Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan
minimal sebagai berikut (Depkes RI, 2002) : bahan tidak mudah karat
kedap air, terutama untuk menampung sampah basah bertutup rapat
mudah dibersihkan mudah dikosongkan atau diangkut tidak menimbulkan
bising tahan terhadap benda tajam dan runcing.Kantong plastik
pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan pengosongan
dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus
sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung
mikroba dengan manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga
memberi rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah.
Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah
laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah
yang dibungkus agar petugas pengangkut sampah tidak cidera oleh
benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah. Kantong plastik
diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah
terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada
tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman
(Depkes RI, 2004).Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis
sampah. Untuk itu diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan
sampah di laboratorium yaitu tempat penampungan sampah gelas dan
pecahan gelas untuk mencegah cidera, sampah yang basah dengan
solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah
timbulnya api dan tempat penampungan dari logam untuk sampah yang
mudah terbakar. Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat
penampungan sampah yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk
rumah sakit kecil mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk
rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci mekanis.
Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum
tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi
frekuensi pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan disinfeksi
dan pemeriksaan bila terdapat kerusakan dan mungkin perlu
diganti.
2.8 Potensi Pencemaran Limbah Rumah SakitDalam profil kesehatan
Indonesia, Departemen Kesehatan 1997, diungkapkan seluruh rumah
sakit di Indonesia berjumlah1.090 dengan 121.996 tempat tidur.
Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan
bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per
hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat
tidur per hari. Analisi lebih jauh menunjukkan produksi sampah
(limbah padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 % dan berupa
limbah infeksius sebesar 23,2 %. Diperkirakan secara nasional
produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar 376.089 ton per
hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton
perhari.Darigambaran tersebut dapat dibayangkan seberapa besar
potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya
kecelakaan dan penularan penyakit. (Sabayang dkk, 1996)Sementara
itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada
23 rumah sakit yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai
keharusan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) Jaktim yang diterima pembaharuan, dari 26 rumah sakit yang
ada di Jakarta Timur hanya 3 rumah sakit saja yang memiliki IPAL
dan bekerja dengan baik, selebihnya ada yang belum memiliki IPAL
dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat.
(Sabayang dkk, 1996)Data tersebut juga menyebutkan hanya 9 rumah
sakit saja yang memilikiincinerator. Alattersebut digunakan untuk
membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia
yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim,
Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang
mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya
setiap 3 bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkan surat edaran
(September 2005), hanya 3 rumah sakit saja yang memberikan laporan.
Menurut Surya, limbah rumah sakit khususnya limbah medis yang
infeksius belum dikelola dengan baik, sebagian besar pengelolaan
limbah infeksius disamakan dengan limbah medis non infeksius.
Selain itu kerap bercampur limbah medis dan non medis.Pencampuran
tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal
limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan
limbah nonmedis.Yangtermasuk limbah medis adalah limbah infeksius,
limbah radiologi, limbah sitotoksik, dan limbah laboratorium.
Kebanyakan dari rumah sakit, limbah medis langsung dibuang kedalam
sebuah tangki pembuangan berukuran besar, pasalnya tangki
pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi
syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian
besar limbah rumah sakit malah dibuang ke tangki pembuangan seperti
itu. Sementara itu buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena
pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit.
Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 1992 pun sebagian besar
tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit selain
harus memiliki IPAL, juga harus memiliki Surat Pernyataan
Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah
cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus dibakar di
incinerator.Persoalannya harga incinerator itu cukup mahal sehingga
tidak semua rumah sakit memilikinya. (Sabayang dkk, 1996).
2.9 Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah SakitEvaluasi perlu
dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sampah dan
perlu dilakukan secara berkala. Berbagai indikator yang dapat
digunakan antara lain: 1. Akumulasi sampah yang tidak terangkut
atau terolah 2. Pengukuran tingkat kepadatan lalat (indeks lalat)
3. Ada tidaknnya keluhan, baik dari masyarakat yang tinggal
disekitar rumah sakit, pengunjung, pasien, dan petugas rumah
sakit.4. 2.10 Pengaruh Limbah Rumah Sakir terhadap Lingkungan dan
KesehatanMenurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola
sampah harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari
topi/ helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron untuk
industry, sepatu boot, serta sarung tangan khusus.Pengaruh limbah
rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti:1. Gangguan kenyamanan dan
estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau
phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organic, yang
menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.2.
Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang
terlarut (korosif dan karat) air yang berlumpur dan sebagainya yang
dapat menurunkan kualitas bangunan disekitar rumah sakit.3.
Gangguan/ kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh
virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrient
tertentu dan fosfor.4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa
kimia, pestisida, serta logam berat seperti Hg, Pb dan Cd yang
bersal dari bagian kedokteran gigi.5. Gangguan genetic dan
reproduksi.6. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan
menjadi tempat yang baik bagi vector penyakit seperti lalat dan
tikus.7. Kecelakaan kerja pada pekerja atau masyarakat akibat
tercecernya jarum suntik atau benda tajam lainnya.8. Insiden
penyakit demam berdarah dengue meningkat karena vector penyakit
hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas atau genangan
air.9. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan
menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.10. Adanya
partikel debu yang berterbangan akan mengganggu pernafasan,
menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.11. Apabila
terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya
akan mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas
udara.
BAB IIIPEMBAHASAN
4.1 Pencemaran Lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum
Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh
Rumah Sakit merupakan sarana kesehatan dalam melaksanakan
fungsinya menghasilkan buangan yang berupa limbah, baik limbah
padat, limbah cair dan gas (Soewarso, 1996). Limbah cair rumah
sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari proses satuan
kerja seluruh lingkungan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
bahan kimia berbahaya (Agnes dan Azizah, 2005). Pengelolaan limbah
cair rumah sakit merupakan bagian yang berfungsi untuk melindungi
masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan
penanganan yang baik dan benar melalui Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah
pengelolaan menyeluruh dari proses kegiatan operasional rumah sakit
baik medis maupun non-medis. Limbah tersebut diolah di dalam IPAL
rumah sakit dimulai dari unit-unit penghasil limbah cair dengan
cara pembersihan secara fisik terhadap bahan-bahan organik, secara
mikrobiologis oleh bakteri dan diakhiri pembunuhan kuman dengan
cara klorinasi (Said,1999). Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin (RSUDZA) merupakan rumah sakit pemerintahan di kota Banda
Aceh yang menghasilkan limbah cair. Berdasarkan observasi di
lapangan RSUDZA melakukan pengolahan limbah cair menggunakan 1 unit
IPAL dengan metode lumpur aktif dengan kapasitas 260 m3/hari yang
telah dibangun sejak tahun 1996. Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin (RSUDZA) menggunakan desinfektan yang sebagian besar
mengandung senyawa-senyawa fenol. Diduga bahan pencemar yang ada
dalam limbah cair di RSUDZA Banda Aceh banyak mengandung senyawa
fenol. Fenol merupakan asam karbolat yang sering digunakan sebagai
desinfektan. Banyak senyawa fenol dan turunannya yang digunakan
sebagai desinfektan, seperti kresol, fenilfenol dan hesaklorofen
(Pelczar dan Chan, 2005). Jika kandungan fenol dalam limbah cair
konsentrasinya tinggi dapat menyebabkan gangguan pada badan air dan
menjadi toksik bagi mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah.
Fenol bersifat karsinogen dan korosif pada tubuh manusia
(Kusumastuti, 2006). Untuk menentukan keefektifan sistem pengolahan
limbah cair sebelum dibuang dari bak pengolahan, konsentrasi
standar maksimum fenol berdasarkan keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1991 bagi kegiatan yang
sudah beroperasi yaitu sebesar 0,01 sampai 2,00 mg/L (Fardiaz,
1992). Sedangkan untuk mengukur bahan pencemar dalam limbah cair
rumah sakit digunakan parameter pH, BOD, COD dan TSS yang
didasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 58
tahun 1995 tanggal 21 Desember 1995 (Anonimus, 1995). Melihat
dampak yang ditimbulkan oleh senyawa fenol maka, perlu dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian sistem pengolahan limbah cair di RSUDZA
Banda Aceh dalam mengurangi senyawa-senyawa fenol.
4.2 Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan yang
terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA),
Banda Aceh
Dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
keefektivitasan pengolahan limbah cair RSUDZA dalam menurunkan
kadar fenol setelah dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan
pemerintah yaitu: Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Nomor : KEP-03/MENKLH/II/1991. Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan Juni sampai Februari 2009 di UPTD Laboratorium Kesehatan dan
Laboratorium Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan) NAD
untuk pengukuran sampel, sedangkan pengambilan sampel dilakukan di
RSUDZA Banda Aceh. Pada penelitian ini diperlukan sampel penelitian
yaitu : limbah cair RSUDZA sebelum diolah (inlet), limbah cair
sesudah diolah (outlet), akuades, nitrifications hemmistof, tablet
natrium hidroksida , larutan digesti (campuran K2Cr2O7, dan HgSO4)
,larutan feroin, larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS), larutan
campuran H2SO4 dan Ag2SO4 ,fenol reagent powder pillows ,fenol
reagent powder pillows , \hardness buffer,kloroform dan metanol.
Sedangkan alat yang digunakan yaitu: botol bekas (aqua), botol
winkler, pH meter merk Hach 230 At, gelas beaker 250 Ml, kuvet,
fotolap S12, labu ukur 164 Ml, oxytop (botol sampel, penutup
oxytop, kapsul karet dan Inductive Stirring System), magnetik
stirer, inkubator, termoreaktor, tabung COD, pipet tetes, buret,
corong, gelas ukur 1000 mL , labu pisah 300 Ml, labu erlenmeyer (50
mL), tabung spekrofotometer, kertas saring 1 Phase Separators (PS)
yang berukuran 125 mm dan spektrofotometer merk DR 2800. Metode
Penelitian yang dilakukan yaitu digunakan metode eksperimen dengan
dua perlakuan yaitu pada bak sebelum pengolahan (inlet) dan bak
sesudah pengolahan (outlet). Data diambil selama10 hari
berturut-turut. Parameter yang diukur adalah kadar fenol (mg/L)
pada limbah cair rumah sakit. Sedangkan parameter tambahan adalah
pH, BOD (mg/L), COD (mg/L) dan TSS (mg/L).
Prosedur yang dilakukan yaitu :1. Mula-mula pengambilan sampel.
Sampel penelitian adalah limbah cair sebelum pengolahan (Inlet) dan
sesudah pengolahan (Outlet). Pengambilan sampel Inlet dilakukan
pada bak sebelum pengolahan (bak pengumpul utama), sedangkan
pengambilan sampel Outlet dilakukan pada bak sesudah pengolahan
(bak uji biologis) IPAL RSDUZA Banda Aceh. Untuk pemeriksaan fenol
sampel diambil sebanyak 600 mL dan dimasukkan ke dalam botol bekas
(aqua), sedangkan untuk melakukan pemeriksaan pH, BOD, COD dan TSS
sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 4 botol winkler yang sudah
dibilas dengan air. Sampel diambil setiap hari sebanyak 2 kali
yaitu pada pukul 10.00 WIB pada bak sebelum pengolahan dan pada
pukul 14.00 WIB pada bak sesudah pengolahan (Interval waktu
didasarkan pada proses pengendapan di RSUDZA selama 4 jam) selama
10 hari.2. Pemeriksaan kadar fenol. Pengukuran kadar fenol
menggunakan metode spektrofotometri. Sebelum digunakan semua
alat-alat yang digunakan dibilas dengan akuades, metanol dan
kloroform. Sampel sebanyak 300 mL dimasukkan ke dalam labu pisah,
lalu diteteskan sebanyak 5 mL hardness buffer (untuk mengatur pH
10,1), kemudian ditutup dan dikocok. Setelah sampel homogen,
dimasukkan fenol reagent powder pillow sebanyak 50 mg dan
ditambahkan fenol 2 reagent powder pillow sebanyak 50 mg, lalu
dihomogenkan kembali. Dimasukan kloroform sebanyak 30 mL ke dalam
labu pisah, kemudian dikocok selama 30 detik. Kloroform digunakan
sebagai penangkap fenol. Setelah dikocok akan terbentuk 2 lapisan.
Lapisan atas berupa larutan campuran dari reagent dan lapisan bawah
adalah larutan campuran kloroform dan fenol. Dibuka kran yang
terdapat pada labu pisah, lalu diambil lapisan bawahnya yang
mengandung fenol, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
dengan cara menyaringnya dengan menggunakan kertas saring 1 Phase
Separotors (PS) 125 mm, lalu filtrat yang berwarna kuning muda
jernih tersebut dimasukkan ke tabung spektrofotometer sebanyak 10
mL, lalu dibersihkan bagian luar dari tabung tersebut. Diulangi
untuk blanko (menggunakan akuades) dengan cara yang sama. Maka
nilai layar tersebut menunjukkan kadar dari fenol.3. Pengukuran pH.
Pengukuran pH limbah cair dilakukan dengan metode elektrometri
menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi
terlebih dahulu, setelah kalibrasi dimasukkan elektroda ke dalam
limbah cair untuk diukur. Setelah angka pada pH meter tersebut
stabil, maka nilai pH langsung terbaca dan angka tersebut
menunjukkan nilai pH yang diukur (Anonimus, 2004).4. Pemeriksaan
Biochemical Oxygen Demand (BOD). Pengukuran BOD dengan menggunakan
metode oxitop. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 164 mL
(sampai tanda batas) di dalam labu ukur dipindahan ke botol sampel,
lalu ditetesi 20 tetes dengan nitrifications hemmistof. Kemudian
dimasukkan magnetik stirer ke dalam botol sampel, lalu diletakkan
kapsul karet pada leher botol dan dimasukkan 2 tablet natrium
hidroksid ke dalam kapsul karet. Botol sampel ditutup dengan
penutup oxytop dengan rapat. Ditekan tombol S dan M secara
bersamaan pada tutup oxytop sampai muncul angka. Selanjutnya botol
sampel diletakkan di atas Inductive Stirring System, lalu
dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 hari pada suhu 20 C. Sesudah
5 hari, ditekan tombol S sebanyak 5 kali. Dicatat hasil dari hari
pertama sampai kelima, kemudian dijumlahkan hasilnya untuk
menentukan nilai BOD.5. Pemeriksaan Chemical Oxygen Demand (COD).
Pengukuran COD menggunakan metode titrasi. Diambil sampel sebanyak
2,5 mL dengan menggunakan pipet dimasukkan dalam tabung COD yang
telah dibilas dengan H2SO4 20%, lalu ditambahkan larutan digesti
(campuran K2Cr2O7 dan HgSO4) sebanyak 1,5 mL dan ditambahkan
larutan campuran H2SO4 dengan Ag2SO4 sebanyak 3,5 mL hingga larutan
berwarna kuning, kemudian tabung ditutup rapat dan dihomogenkan.
Untuk blanko digunakan 2,5 mL akuades dengan proses yang sama.
Selanjutnya, masing-masing tabung dimasukkan ke dalam termoreaktor
COD dan dipanaskan dengan suhu 150C, dibiarkan tabung dalam
termoreaktor selama 2 jam. Apabila selama pemanasan warna kuning
hilang, ini berarti K2Cr2O7 habis, maka sampel harus diencerkan.
Setelah 2 jam dikeluarkan dan didinginkan. Dipindahkan campuran
sampel ke dalam gelas beaker dan tambahkan akuades sebanyak volume
larutan sampel tadi, kemudian ditambahkan indikator Feroin sebanyak
3 tetes dan dititrasi dengan larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS)
0,10 M. Dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari hijau
kebiru-biruan menjadi coklat kemerah-merahan, diulangi untuk blanko
dengan cara yang sama.6. Pemeriksaan Total Suspended Solid (TSS).
Pemeriksaan parameter TSS menggunakan metode fotometri dengan
prinsip kerja, sinar dilewatkan ke sampel. Sampel dimasukkan ke
dalam kuvet. Kemudian dimasukkan ke dalam fotolab S12. Nilai akan
terbaca pada layar.
4.3 Keefektifan Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
Lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel
Abidin (RSUSZA), Banda Aceh
Hasil analisis kadar fenol pada limbah cair yang diperoleh dari
IPAL di RSUDZA menunjukkan perbedaan yang nyata (P