8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Tanah
2.1.1. Definisi Tanah
Menurut Hary Christiady Hardiyatmo dalam bukunya, Mekanika
Tanah I Edisi Kelima, dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan
mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose),
yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Sedangkan menurut Terzaghi
yaitu ““tanah terdiri atas butiran-butiran hasil pelapukan massa batuan
massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil-pasir-lanau-
lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik.
Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh
karbonat, zat organik atau oksida-oksida yang mengendap di antara
partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara
ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau geologi lainnya yang
terjadi di dekat permukaan bumi membentuk tanah. Pembentukan tanah
dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia. Proses
pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es,
manusia atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca.
Umumnya, pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh
oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali)
dan proses-proses kimia lainnya.
9
Didalam bukunya “Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika
Tanah)” , Joseph E. Bowles mengartikan melalui pemeriksaaan visual akan
terlihat bahwa blok tanah itu akan terdiri atas pori-pori atau rongga (voids)
dan butiran tanah. Pori-pori tanah adalah ruang terbuka di antara butiran-
butiran tanah, dengan berbagai ukuran. Salah satu unsur yang terdapat
pada pori-pori tanah adalah kelembaban tanah yang dimana dapat
menyebabkan tanah terlihat basah, lembab ataupun kering. Air di dalam pori
atau rongga disebut air pori, mungkin ada dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi seluruh rongga (tanah jenuh) atau mungkin hanya ada di
sekeliling butiran tanah saja. Sedangkan butiran tanah adalah partikel padat
yang bersifat makroskopis atau mikroskopis dalam ukurannya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tanah terdiri dari tiga komponen penyusun utama
yaitu udara, air dan butiran padat (Gambar 2.1)
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah
2.1.2. Komposisi dan Istilah Tanah
Tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri atas salah satu
atau seluruh jenis berikut (Joseph E.Bowles) :
10
a. Berangkal (boulders), potongan batuan yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150
sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles)
atau pebbles.
b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150
mm.
c. Pasir (sand), partikel batuan berukuran 0,074 mm sampai 5 mm
berkisar dari kasar (3 sampai 5 mm) sampai halus (<1 mm).
d. Lanau (silt), partikel batuan yang berukuran dari 0,002 sampai
0,074 mm. Lanau (dan lempung) dalam jumlah yang besar
ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau
atau di dekat garis pantai pada muara sungai (sepanjang Pantai
Gulf dan Lautan Atlantik dan Lautan Teduh). Deposit loess terjadi
bila angin mengangkut partikel-partikel sedemikian rupa
sehingga deposit yang dihasilkan mempunyai ukuran butir yang
hampir sama.
e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari
0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari
kohesi pada tanah yang “kohesif”.
f. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam”, berukuran lebih
kecil dari 0,001 mm.
11
Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk
menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran tanah yang
telah ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga digunakan untuk
menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai contoh, lempung adalah
jenis tanah yang bersifat kohesif dan plasits, sedangkan pasir digambarkan
sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.
`
Gambar 2.2 Klasifikasi butiran menurut sistem USDA, ASTM, MIT
International Nomenclature dan British Standard BS 6930 (Kovacs, 1981)
Tanah yang rentang, partikelnya terdiri atas rentang ukuran kerikil
dan pasir disebut tanah berbutir kasar (coarse grained) dan bila partikelnya
kebanyakan berukuran partikel lanau dan lempung disebut tanah berbutir
12
halus (fine grained). Jika mineral lempung terdapat pada suatu tanah,
biasanya akan sangat mempengaruhi sifat tanah tersebut, meskipun
persentasenya tidak terlalu besar. Secara umum tanah disebut kohesif bila
partikel-partikelnya saling melekat setelah dibasahi kemudian dikeringkan
dan diperlukan gaya yang cukup besar untuk meremas tanah tersebut, dan
ini tidak termasuk tanah yang partikel-partikelnya saling melekat ketika
dibasahi akibat tegangan permukaan.
Tanah termasuk tipe pasir atau kerikil (disebut juga tanah berbutir
kasar) jika setelah kerakal atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50%
material tersebut tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm). Tanah
termasuk tipe lanau atau lempung (disebut juga tanah berbutir halus) jika
setelah kerakalnya atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50% material
tersebut lolos ayakan No. 200. Pasir dan kerikil dapat dibagi lagi menjadi
fraksi-fraksi kasar, medium, dan halus. Pasir dan kerikil juga dapat
dideskripsikan sebagai bergradasi baik, bergradasi buruk, bergradasi
seragam, atau bergradasi timpang (gap-graded).
2.2. Deskripsi Tanah Lempung
2.2.1 Karakteristik Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component
yang terdiri dari Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi
component yang terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian
yang padat merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan
13
organis. Mineral-mineral lempung merupakan substansi-substansi kristal
yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan
kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral
lempung sangat tipis kelompok-kelompok kristalnya berukuran koliod
(<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan miksroskop electron.
Mitchell (1976) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan
ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari
0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok kelompok partikel
kristal berukuran koloid (< 0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan
dan batuan ditambah dengan sifatnya yang dijelaskan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah
sebagai kelompok-kelompok pertikel kristal koloid berukuran kurang dari
0,002 mm, yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang
salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali,
dan karbondioksida.
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang
menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan
diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel lempung dapat
berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena
itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya
permukaan. Secara umum kira-kira 15 macam mineral diklasifikasikan
sebagai mineral lempung. Di antaranya terdiri dari kelompok-kelompok
14
yaitu montmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Kelompok yang lain,
yang perlu diketahui adalah chlorite, vermiculite, dan hallosite.
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika
tetrahedra dan alumunium okthedra (Gambar 2.3). Silika dan aluminium
secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya,
keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari susunan
kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi
tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-
beda.
Gambar 2.3 Mineral-Mineral Lempung (Mitchell, 1976)
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari
susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium
oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å (1 angstrom = 10-10 m)
(Gambar 2.4a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa
sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran
15
oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran
silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hydrogen (Gambar 2.4b).
Pada keadaan tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus
tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak
dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan
atau penyusutan pada sel satuannya.
Gambar 2.4 (a) Diagram Skematik Struktur Kaolinite dan (b) Struktur Atom
Kaolinite (Mitchell, 1976)
Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang
berturutan lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal
molekul air. Jika lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses
penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir
halus yang mengandung halloysite akan berubah secara tajam jika tanah
dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal molekul airnya. Sifat
khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder
silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.
16
Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang
dibentuk oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium
(gibbsite) (Gambar 2.5a). lembaran oktahedra terletak di antara dua
lembaran silika dengan ujung tetrahedral tercampur dengan hidroksil dari
lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.5b).
Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh
magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di
antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negative
dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat
masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat
kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya Tarik yang kuat terhadap
air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah
mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan
pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan
raya. Di samping itu tanah yang mengandung montmorillonite juga
mempunyai daya susut yang tinggi pada waktu musim kemarau. Faktor
kembang susut ini yang mengakibatkan struktur perkerasan jalan maupun
struktur ringan lainnya mengalami kerusakan.
17
Gambar 2.5 (a). Diagram Skematik Struktur Monmorillonite dan (b).
Struktur Atom Monmorillonite (Mitchell, 1976)
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral mineral
kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran
aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silica tetrahedra.
Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh
magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedral terdapat pula
substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.6). Lembaran lembaran terikat
besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara
lembaranlembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah
daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan Kristal kaolinite, tapi sangat
lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite.
18
Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-
lembarannya.
Gambar 2.6 Diagram Skematik Struktur Illite (Mitchell, 1976)
Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah
nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada
kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir
yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya
sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus
khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada
tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi
kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran
butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah
butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi
tanah ini.
19
2.2.2 Karakteristik Tanah Lempung Lunak
Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari
tanah yang sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti
lempung atau lanau. Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya
gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas yang
kecil dan mempunyai daya dukung rendah dibandingkan tanah lempung
lainnya. Tanah-tanah lempung lunak secara umum mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
1. Kuat geser tanah yang rendah.
2. Berkurang kuat geser apabila kadar air bertambah.
3. Berkurang kuat geser apabila struktur tanahnya terganggu.
4. Bila basah, bersifat plastis dan mudah mampat.
5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah
6. Komprebilitasnya besar.
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak
pada beban yang konstan.
8. Merupakan material kedap air.
Daerah dengan lempung lunak banyak dijumpai didaerah dataran
rendah dan disekitar pantai terutama dimuara sungai-sungai besar sebagai
tanah endapan alluvial atau delta. Misalnya dijumpai seperti dilokasi:
1. Pantai Sumatera sebelah timur, disekitar muara sungai Sigli,
muara sungai Kuala Tanjung, muara sungai Belawan. Dibagian
tengah Sumatera, disekitar Dumai, sungai Pakning, sungai
20
Kampaar, sungai Batanghari kodya Pekanbaru. Sumatera
selatan di daerah sungai Musi, wilayah sekitar Palembang.
Sebagian barat Sumatera, misalnya disekitar kota Meulaboh,
kota Tapak Tuan, kota Sibolga, Air Bangis.
2. Dihampir seluruh pantai utara pulau Jawa misalnya, sekitar
daerah Jakarta Utara atau Tanjung Priok, daerah Muara Angke,
Muara Karang, daerah Sunter, daerah kodya Cirebon, kodya
Semarang dan Sluke.
3. Kalimatan misalnya disekitar daerah kodya Pontianak, Ketapang,
Sebamban, Pulo Laut, Tarakan.
4. Sulawesi misalnya daerah Maros, Watampone, Malili, Poso,
Kolonadale, Luwuk.
5. Irian jaya misalnya Sorong, Biak, daerah Serui, Kaimana, Nabire,
Ewer.
Gambar 2.7 Daerah Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Geosistem)
21
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan
sebagai tanah lempung lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih
kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-
value < 4). Berdasarkan uji lapangan, lempung lunak secara fisik dapat
diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan. Toha (1989) menguraikan sifat
umum lempung lunak seperti dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Umum Lempung Lunak (Toha, 1989)
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung
umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Hidrasi
Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul
air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada
umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut
sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas
Tepi – tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini
mengakibatkan terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan
ini dengan tarikan kation. Tarikan ini akan sebanding dengan
22
kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan
aktivitas lempung tersebut. Aktivitas ini didefinisikan sebagai :
𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑃𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐿𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔… … … … … … . . (2.1)
dimana persentasi lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 μm.
Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif.
Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Nilai-nilai khas dari aktivitas (Bowles, 1984)
3. Flukolasi dan Dispersi
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di
dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai
pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion- ion H+ dari air, gaya
Van Der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat
ditambahkan zat asam. Tiang pancang yang dipancang ke dalam
lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur
tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas
beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau
lebih, beban desain dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara
lempung dan tiang.
23
4. Pengaruh Air
Fasa air di dalam tanah lempung tidaklah berupa air yang murni
secara kimiawi. Air ini menentukan sifat plastisitas lempung.
Fenomena utama dari lempung adalah massanya yang telah
mengering dari suatu kadar air awal mempunyai kekuatan yang
cukup besar. Apabila air ditambahkan, bahan tersebut akan
menjadi plastis dengan kekuatan yang lebih kecil dibandingkan
bongkahan sebelumnya. Terlihat bahwa kerapatan yang lebih
tinggi akibat pemampatan dan jarak yang berdekatan
menimbulkan pengaruh maksimum dari tarikan gaya
antarpartikel. Kita dapat langsung mengamati bahwa kekuatan
lempung akan bervariasi dari nilai yang sangat rendah (S=100%)
sampai nilai yang sangat tinggi.
Lapisan lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri
dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Pada
lapisan lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi letak
muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan
sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.
Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil,
kemampatan yang besar, dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi,
bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya dukung kritisnya maka
dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan meningkat yang
akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.
24
2.3. Penurunan Tanah Pada Lapisan Tanah Lunak.
Menurut Bowles (1984), semua tanah yang mengalami tegangan
akan mengalami regangan di dalam kerangka tanah tersebut. Regangan ini
disebabkan oleh penggulingan, penggeseran atau penggelinciran dan
terkadang juga kehancuran partikel-partikel tanah pada titik-titik kontaknya.
Akumulasi statistic dari deformasi dalam arah yang ditinjau ini merupakan
regangan. Integrasi regangan (deformasi per satuan panjang) sepanjang
kedalaman pengaruh disebut penurunan. Regangan pada tanah berbutir
kasar dan tanah berbutir halus yang kering atau jenuh sebagai akan terjadi
dengan segera sesudah bekerjanya tegangan. Bekerjanya tegangan
terhadap tanah berbutir halus yang jenuh (dan hampir jenuh) akan
menghasilkan regangan yang tergantung pada waktu. Penurunan yang
dihasilkan akan tergantung juga pada waktu dan disebut penurunan
konsolidasi. Waktu yang terpakai untuk itu didasarkan pada laju konsolidasi.
Jangka waktu terjadinya penurunan konsolidasi tergantung pada
bagaimana cepatnya tekanan pori yang berlebih akibat beban yang bekerja
dapat dihilangkan. Karena itu, koefisien permeabilitas merupakan factor
penting, disamping penentuan berapa jauh jarak air pori yang harus
dikeluarkan dari pori-pori yang ukurannya bertambah kecil untuk dapat
meniadakan tekanan yang berlebih.
Teori umum yang mencakup konsep tekanan pori dan tegangan
efektif adalah salah satu hal yang dikembangkan oleh Terzaghi selama
25
tahun 1920-1974. Teori konsolidasi Terzaghi membuat asumsi-asumsi
sebagai berikut :
1. Tanah adalah, dan tetap akan, jenuh (S = 100%). Penurunan
konsolidasi dapat diperoleh untuk tanah yang tidak jenuh, tetapi
peramalam waktu terjadinya penurunan sangat tidak dapat
dipercaya.
2. Air dan butiran-butiran tanah tidak dapat ditekan.
3. Terdapat hubungan linier antar tekanan yang bekerja dan perubahan
volume.
4. Koefisien permeabilitas (k) merupakan suatu konstanta,
5. Hukum Darcy berlaku (v = ki).
6. Terdapat temperatur yang konstan.
7. Konsolidasi merupakan konsolidasi satu-dimensi (vertikal), sehingga
tidak terdapat aliran air atau pergerakan tanah lateral.
8. Contoh yang digunakan merupakan contoh tidak terganggu
(undistrub sample).
Karakterikstik-karakteristik konsolidasi (atau parameter-parameter)
suatu tanah adalah indeks tekanan (compression index, Cc) dan koefisien
konsolidasi (coeffiecient of consolidation, Cv). Parameter-parameter
konsolidasi dapat diperoleh (atau diperkirakan) dari uji konsolidasi di
laboratorium. Contoh tanah yang telah dirapikan (diameternya biasanya
dari 6,3 sampai 11,3 cm) diletakkan di dalam cincin logam pengekang.
Tekanan tanah yang seragam dikerjakan melalui blok pembebanan, dan
26
batu berpori memungkinkan tekanan pori yang berlebih akibat pertambahan
beban untuk keluar secara bebas pada saat rongga-rongga tanah
mengalami tekanan. Suatu alat pengukur dipakai untuk mengukur besarnya
tekanan pada interval waktu yang berbeda, maka perubahan volume akan
dapat dihitung.
Penurunan, ∆H, pada setiap massa tanah yang mengalami tegangan
∆p terdiri atas penurunan-penurunan segera, konsolidasi dan tekanan
sekunder. Dalam bentuk persamaan, penurunan adalah
∆𝐻 = ∆𝐻𝐼 + ∆𝐻𝐶 + ∆𝐻𝑆 … … … … … … … … … (2.2)
Penurunan segera terjadi pada tanah berbutir kasar dan tanah
berbutir halus kering (tidak jenuh) terjadi segera setelah beban bekerja.
Penurunan ini bersifat elastis, dalam praktek sangat sulit diperkirakan
besarnya penurunan ini. Penurunan segera ini banyak diperhatikan pada
fondasi bangunan yang terletak pada tanah granuler atau tanah berbutir
kasar. Menurut Terzaghi, penurunan segera dibedakan pada penerapan
aplikasi beban yaitu :
1. Akibat beban terbagi rata pada luasan partikel fleksibel di
permukaan.
Jika tanah elastis dengan tebal tak berhingga, penurunan akibat
beban terbagi rata pada luasan fleksibel yang berbentuk
lingkaran dengan jari-jari R adalah
𝑆𝑖 = 𝑞𝑛 𝑥 𝑅
𝐸 𝑥 𝐼𝑟 … … … … … … (2.3)
Dimana,
27
Si = penurunan segera (m)
qn = tambahan tegangan atau tekanan pondasi netto
(kN/m2)
E = modulus elastisitas tanah (kN/m2)
Ir = faktor pengaruh untuk beban lingkaran tergantung
pada angka poisson (µ) dan jarak antar titik beban.
Gambar 2.8 Faktor Pengaruh beban terbagi rata berbentuk lingkaran
2. Penurunan segera pada pondasi empat persegi panjang
fleksibel.
Penurunan segera pada sudut dari beban berbentuk luasan
empat persegi panjang fleksibel adalah
𝑆𝑖 = 2𝑞𝑛𝐵
𝐸 (1 − µ2)𝐼𝑝 … … … … … … (2.4)
Dimana,
Si = penurunan segera (m)
qn = tambahan tegangan (kN/m2)
B = lebar area pembebanan (m)
28
Ip = faktor pengaruh
µ = angka poisson
Gambar 2.9 Faktor Pengaruh di sudut luasan segiempat persegi
3. Penurunan segera akibat beban terbagi rata luasan fleksibel
pada lapisan dengan tebal terbatas.
Penurunan segera akibat luasan beban empat persegi panjang
yang terletak pada lapisan tanah dengan tebal H yang terletak
diatas lapisan yang keras (Steinbrenner – 1934) adalah
𝑆𝑖 = 𝑞𝑛 𝑥 𝐵
𝐸 𝑥 𝐼𝑝 … … … … … … (2.5)
dengan,
𝐼𝑝 = (1 − µ2)𝐹1 + (1 − µ − 2µ2)𝐹2 … … … … … … … . (2.6)
29
F1 dan F2 adalah koefisien yang diperoleh dari gambar dan Si
adalah penurunan segera di sudut luasan empat persegi
panjang.
Gambar 2.10 Diagram penentuan F1 dan F2 (Steinbrenner, 1934)
Jika tanah elastis dan pondasi tidak terletak dipermukaan tanah,
koreksi penurunan perlu diadakan. Fox dan Bowles (1977), nilai
koreksi merupakan fungsi dari Df/B, L/B, dan μ dimana L dan B
adalah dimensi fondasi, Df kedalaman pondasi.
𝑆𝑖′ = 𝛼 . 𝑆𝑖 … … … … … … … . (2.7)
dengan,
Si’ = Penurunan elastis yang telah di koreksi.
Si = Penurunan elastis pada hitungan dengan dasar
pondasi di permukaan.
α = Faktor koreksi dasar pondasi kedalaman Df.
30
Gambar 2.11 Faktor Koreksi Penurunan Elastis Pondasi Empat Persegi
(Fox & Bowles, 1977)
4. Penurunan segera pada pondasi kaku
Penurunan segera pada pondasi kaku dipermukaan sekitar 7%
lebih kecil dari penurunan rata-rata pondasi fleksibel dengan
dimensi yang sama (Schleicher, 1926) sehingga penurunan
pondasi kaku = 0,93 x penurunan fleksibel.
Penurunan konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus yang terletak
dibawah muka air tanah. Penurunan ini butuh waktu yang lamanya
tergantung pada kondisi lapisan tanah. Bila tanah mengalami pembebanan
dan berkonsolidasi maka penurunan tersebut berlangsung dalam 2 fase
yaitu
a. Fase Penurunan Segera (Immediately Settements)
Penurunan terjadi segera setelah beban bekerja, diakibatkan oleh
keluarnya udara dari rongga pori. Proporsi penurunan awal dapat
31
diberika dalam perubahan angka pori dan dapat ditentukan dari
kurva waktu terhadap penurunan dari uji konsolidasi.
b. Fase konsolidasi
Menurut Hary Christady Hardiyatmo, bila tanah lempung
jenuh terendam air dibebani mendadak, tekanan akibat beban
tersebut ke tanah selain menyebabkan kompresi elastis yang
menyebabkan penurunan segera (immediately settlement), juga
menyebabkan kelebihan tekanan air pore (excess pore pressure).
Pengurangan kelebihan tekanan air pori, hanya dapat terjadi jika air
meninggalkan rongga pori lapisan tanah tertekan. Pengurangan
volume air di dalam rongga pori, menyebabkan volume tanah
berkurang. Dikarenakan permeabilitas tanah lempung yang rendah,
perubahan volume tersebut berlangsung lama dan merupakan
fungsi dari waktu. Tanah yang sedang mengalami proses demikian
disebut tanah berkonsolidasi dan perubahan volume dalam arah
vertikalnya disebut penurunan konsolidasi primer. Proses
konsolidasi primer terjadi sampai tekanan air pori dalam
keseimbangan dengan tekanan hidrostatis air tanah di sekitarnya.
Dalam kenyataan, walaupun kelebihan tekanan air pori telah nol,
penurunan akibat rangkak (creep) terjadi pada tegangan efektif yang
telah konstan. Penurunan pada periode ini disebut penurunan
konsolidasi sekunder.
32
Besarnya penurunan konsolidasi lempung sangat bergantung pada
sejarah geologi lapisannya yaitu apakah lempung terkonsolidasi
normal (normally consolidated) atau terkonsolidasi berlebihan (over
consolidated). Cara pendekatan untuk membedakan kedua jenis
tanah lempung tersebut, dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Dari mengetahui sejarah geologi lapisan tanah dengan cara
mengetahui historis tebal lapisan tanah waktu lampau.
2. Dengan cara yang diberikan Casagrande (1936), yaitu terlihat di
gambar 2.11. Jika pc’>po’ lempung termasuk terkonsolidasi
berlebihan (overconsolidated). Jika pc’=po’ lempung termasuk
terkonsolidasi normal (normally consolidated).
Gambar 2.12 Penentuan tekanan prakonsolidasi (Casagrande,
1936)
3. Dengan membandingkan kuat geser undrained (tak tedrainasi)
yang sesuai dengan karakteristik lempung terkonsolidasi normal
sehubungan dengan hubungan kuat geser tak drainasi dan nilai
indeks plastisitasnya (PI) (gambar 2.12). Jika kuat gesernya
33
diperoleh lebih tinggi dari lempung terkonsolidasi normal,
diperkirakan lempung tersebut termasuk terkonsolidasi
berlebihan.
Gambar 2.13 Hubungan kuat geser undrained (Cu) dengan
indeks plastisitas (PI) lempung terkonsolidasi normal
(Skempton, 1957)
4. Dengan membandingkan angka kompresibilitas Cc , akibat
tekanan overburden efektif (po’) dengan perkiraan Cc untuk
lempung terkonsolidasi normal, yaitu Cc = 0,009 (LL-10). Jika Cc
pada tekanan po’ kurang dari nilai yang diharapkan untuk
lempung terkonsolidasi normal, lempung dapat diharapkan
termasuk terkonsolidasi berlebihan.
5. Dengan menentukan indeks cair (LI) tanah lempung yaitu,
𝐿𝐼 = 𝑤𝑁 − 𝑃𝐿
𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 … … … … … … … … (2.8)
dengan,
LI = indeks cair (%).
34
wN = kadar air asli di lapangan (%).
PL = batas plastis (%).
LL = batas cair (%).
Lempung terkonsolidasi normal mempunyai indeks cair (LI)
antara 0,6 sampai 1 dan lempung terkonsolidasi berlebih
mempunyai indeks cair 0 sampai 0,6.
Penurunan konsolidasi sekunder terjadi pada tegangan efektif
konstan, yakni setelah penurunan konsolidasi primer berhenti.
Besarnya penurunannya merupakan fungsi waktu (t) dan kemiringan
kurva indeks pemampatan (Ca). Kemiringan Ca dinyatakan dalam
persamaan :
𝐶𝑎 =∆𝑒
log(𝑡2/𝑡1) … … … … … … … … (2.9)
Rasio pemampatan sekunder (secondary compression index), Cαε ,
dinyatakan oleh :
Cαε = 𝐶𝑎(1 + 𝑒𝑝)⁄ … … … … … … … . (2.10)
Besarnya penurunan sekunder dapat dihitung melalui persamaan :
𝑆𝑥 = 𝐶𝑎
1 + 𝑒𝑝 𝐻 log
𝑡2
𝑡1… … … … … … … . . (2.11)
Dimana,
Sx = penurunan konsolidasi sekunder.
H = tebal benda uji awal atau tebal lapisan lempung
ep = angka pori saat akhir konsolidasi primer
35
t = waktu yang diukur setelah konsolidasi primer
pada waktu terjadinya konsolidasi sekunder, dua faktor dapat
mempengaruhi prosesnya. Pertama, pengurangan volume tanah
pada tegangan efektif konstan. Kedua, regangan vertikal akibat
gerakan tanah secara lateral dibawah struktur. Terzaghi (1948)
menyatakan bahwa kedua faktor tersebut dapat menghasilkan tipe
penurunan yang sangat berbeda dari struktur yang satu ke struktur
yang lainnya.
Dari hasil penelitian Ladd (1971) dan lain-lainnya, Raymond
dan Wahls (1976) mengenai asumsi-asumsi yang berkenaan
dengan kelakuan tanah berbutir halus dalama mengalami penurunan
konsolidasi sekunder sebagai berikut :
1. Ca tidak tergantung dari waktu (paling tidak selama masa
waktu yang diperhatikan).
2. Ca tidak tergantung pada lapisan tanah.
3. Ca tidak tergantung dari LIR (Load Increment Ratio) ,
selama konsolidasi primer terjadi.
4. Nilai banding Ca/Cc secara pendekatan adalah konstan
untuk kebanyakan tanah lempung terkonsolidasi normal
yang dibebani dengan tegangan-tegangan yang besarnya
normal.
36
Mesri dan Godlewski (1977) menyatakan bahwa nilai Ca bergantung
pada tegangan konsolidasi, yaitu bergantung pada tegangan efektif
akhir. Nilai-nilai Ca/Cc untuk kebanyakan macam tanah mendekati
konstan telah dibuktikan oleh Mesri dan Godlewski (1977) dan
hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 2.5
Tabel 2.3 Nilai Ca/Cc beberapa macam tanah (Mesri dan
Godlewski, 1977)
2.4. Metode Perbaikan Tanah
Lapisan tanah lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar
terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lanau dan lempung. Dalam
lapisan sedemikian, makin muda umur akumulasinya, makin tinggi letak
muka air tanahnya. Lapisan muda demikian juga kurang mengalam
pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul
beban berlebih. Sifat lapisan tanah yang lunak adalah gaya gesernya yang
kecil, kemampatan yang besar dan koeffisien permeabilitasnya kecil. Jadi,
37
bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya dukung kritis, maka
akan terjadi kerusakan tanah pondasi. Meskipun intensitas beban itu kurang
dari daya dukung kritis, dalam jangka panjang besarnya penurunan akan
meningkat akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan. Gejala
kerusakan tanah pondasi atau penurunan tambahan bukan hanya akan
menyebabkan konstruksi itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya,
melainkan dapat mengakibatkan permukaan tanah di sekeliling konstruksi
itu akan naik dan turun, atau penurunan muka air tanah serta
penggenangan air di area konstruksi.
Besarnya penurunan dapat diperkirakan dengan menghitung
konsolidasi lapisan lunak berdasarkan data penurunan di lapangan yang di
observasi. Pedoman dari “Japan Road Association” mengenai pekerjaan
tanah untuk jalan menyebutkan bahwa penurunan residual yang diizinkan
pada badan tanggul jalan jembatan atau sambungan bagian-bagian tinggi
adalah kira-kira 10-30 cm atau kurang selama 3 tahun setelah perkerasan
dibangun. Data ini telah diperoleh dengan metode yang mencerminkan
keadaan sebenarnya di lapangan. Bilamana suatu badan tanggul jalan
dibangun di atas suatu lapisan tanah lunak, perbedaan penurunan selalu
akan mengakibatkan terjadinya gelombang-gelombang jalan yang harus
sering diperbaiki. Prosedur umum mengenai tindakan terhadap lapisan
dasar tanah lunak, sebaiknya dilakukan sesuai dengan prosedur yang
diperlihatkan pada Gambar 2.14
38
Gambar 2.14 Prosedur Tindakan Pekerjaan Untuk Lapisan Lunak
Prinsip dasar perbaikan tanah pada dasarnya adalah memperbaiki
karakteristik mekanis tanah. Sehingga dapat dijabarkan berbagai macam
metode perbaikan tanah sebagai berikut
2.4.1 Metode Perbaikan dengan Bahan Perkuatan
Metode ini bermaksudkan suatu lapisan lunak ditambahkan
benda/material kaku atau yang lebih kokoh. Secara umum, klasifikasi jenis
perkuatan berdasarkan jenis bahan dan system arah perkuatannya antara
lain arah vertikal dan horisontal. Dimana faktor efektivitas dari masalah
keamanan dan biaya menjadi penting. Disamping itu, perencanaan atau
metode untuk perbaikan tanah dengan bahan perkuatan disesuaikan
dengan jenis perkuatan yang dipilih.
39
Tabel 2.4 Klasifikasi Bahan Perkuatan Tanah
a. Tipe Perkuatan dengan Batu/Pasir
Dalam praktek, dapat dibuat beberapa tipe perkuatan dengan
susunan batu atau pondasi dangkal. Perkuatan dangkal bias
bermacam-macam bentuk, misalnya tipe menerus atau cukup dari
susunan batu kali atau batu belah.
Prinsip keseimbangan perkuatan dangkal dimana gaya luar ditahan
oleh kohesi dan gaya geser dalam tanah sepanjang bidang geser.
Secara mekanika maka,
𝑄 = 𝑎. 𝑐 . 𝑁𝑐 + 𝛾 . 𝐵 . 𝑁𝛾 + 𝑏 . 𝛾 . 𝐷 . 𝑁𝑞 … … … … … … . (2.12)
Dimana,
Q = daya dukung tanah, kg/cm2
C = kohesi tanah, kg/cm2
γ = berat volume basah, kg/cm3
B = lebar pondasi, cm
D = dalam dasar pondasi, cm
40
Nc, Nγ, Nq = faktor daya dukung tanah
Untuk tapak memanjang, a = 1, b = 0,5.
Untuk tapak persegi empat, a = 1,3 , b = 0,4
Untuk pondasi bulat, a = 1,3 , b = 0,3
b. Tipe Perkuatan dengan Cerucuk
Sistem perkuatan dengan kumpulan kayu cerucuk merupaka metode
yang tepat pada tanah lunak dikarenakan sebagai memperkuat gaya
geser tanah, kayu dapat menyerap air sehingga pada saat
dipancang kedalam tanah, kayu dapat menancap dengan baik.
Gambar 2.15 Konfigurasi Pemasangan Cerucuk Kayu
c. Tipe Perkuatan dengan Sistem Anyaman Bambu atau Geogrid
Perkuatan dengan sistem ini adalah perkuatan secara horisontal
seperti anyam bambu (PLTA Semarang atau Pemecah ombak
pelabuhan ikan Muara Karang, Jakarta) yang diikat satu dengan
lainnya. Pada sistem ini digunakan kayu yang tahan air terutama di
41
daerah dengan muka air yang tinggi. Sistem ini efektif untuk
perkuatan badan jalan dan timbunan.
Sistem perkuatan sintetis dibuat secara pabrikasi dari bahan polymer
dikenal dengan nama pasar geogrid. Banyak tipe geotextile yang
telah diproduksi oleh pabrik-pabrik dengan kualitas yang berbeda
serta perunjukan pemakaian yang berbeda pula.
Gambar 2.16 Jenis-jenis Geogrid
2.4.2 Metode Perbaikan Permukaan
Metode ini diterapkan bilamana lapisan permukaan tanah itu sangat
lunak. Tujuan metode ini untuk meningkatkan kekuatan tanah di sekitar
permukaan tanah dengan menggunakan drainasi, bahan lembaran tipis dan
bahan-bahan tambahan. Permukaan tanah akan terhindar dari deformasi
geser local sehingga alat-alat berat dapat bekerja dengan lancar dan beban
timbunan akan didistribusikan secara merata ke tanah dasar. Dalam
kelompok metode jenis ini termasuk metode drainasi permukaan (surface
42
drainage method), metode alas pasir (sand mat method), metode bahan
lembaran tipis (sheet material) dan metode bahan tambahan.
Metode drainasi permukaan adalah penggalian di permukaan tanah
sebelum pelaksanaan penimbunan untuk mengalirkan air permukaan dan
mengurangi kadar air tanah sehingga memungkinkan alat-alat berat
bergerak. Seringkali saluran itu diisi dengan kerikil yang mempunyai
permeabilitas yang baik yang dapat berfungsi sebagai drainasi parit
(drainasi penampang tertutup) sehinga pelaksanaan dapat berlangsung
lancar di atasnya. Pelaksanaan saluran drainasi harus dipertimbangkan
perubahan gradient air tanah yang dapat terjadi oleh penurunan tanah
akibat penimbunan sehingga air tidak akan mengalir dari saluran ke dalam
lokasi pembangunan. Dimensi saluran umumnya kira-kira 0,50 m lebar dan
0,50 – 1,00 m dalam dan diisi dengan pasir atau kerikil.
Metode alas pasir (sand mat method) menggambarkan bahwa di
atas tanah lunak itu dihamparkan pasir secara merata setebal kira-kira 0,50
– 1,20 m yang mempunyai fungsi sebagai drainasi bagian atas proses
konsolidasi lapisan lunak itu. Biasanya di samping lapisan pasir ini sering
dibuatkan juga drainasi vertikal, tetapi bilamana lapisan lunak itu tidak tebal,
cukup diberikan hamparan lapisan pasir. Pasir yang cocok untuk digunakan
sebagai alas pasir adalah pasir yang mempunyai fraksi kurang dari 3%
melalui ayakan 74µ. Dalam pelaksanaannya, alas pasir ini tidak boleh
dibebani berlebihan oleh alat-alat yang digunakan. Bila bahan timbunan
yang digunakan itu merupakan jenis tanah lanau yang mempunyai
43
permeabilitas yang sangat kecil, maka harus diusahakan supaya ujung tepi
alas pasir yang dihamparkan itu tidak akan tersumbat. Tebal lapisan pasir
itu harus menjamin kelancaran pekerjaan alat-alat berat. Untuk itu
dianjurkan agar menggunakan harga standar seperti tertera pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Tebal Standar Hamparan Pasir
Daya dukung permukaan konus (kg/cm2)
Tebal hamparan pasir (cm)
2,0 dan lebih 2,0-1,0
1,0-0,75 0,75-0,5
0,5 dan kurang
50 50-80
80-100 100-120
120
Metode bahan hamparan (Method of sheet materials) adalah metode
yang menggunakan lembaran atau jaringan serat kimia yang diletakkan di
atas lapisan yang lunak. Penimbunan kemudian dilaksanakan di atas
lembaran yang diletakkan ini. Tujuan metode ini adalah untuk menjamin lalu
lintas alat-alat berat atau memperbaiki daya dukung tanah. Kekuatan
regang (tensile strength) lembaran dapat memberikan perlawan aliran
horizontal tanah.
2.4.3 Metode Perpindahan (Displacement Method)
Pada metode ini, lapisan yang lunak diganti dengan bahan tanah
yang baik untuk memperbaiki daya dukung tanah dan mengurangi besarnya
penurunan akibat konsolidasi. Metode ini dibagi dalam dua jenis. Pertama,
sesudah penggalian lapisan lunak dengan alat berat, bahan tanah yang
44
baik dimasukkan dan dipadatkan dan kedua tanah yang lunak itu didesak
dengan beban timbunan tanah yang baik atau didesak dengan ledakan.
2.4.4 Metode Timbunan Imbangan Berat (Counterweight fill method)
Maksud metode ini untuk mengimbangi sisi tanggul supaya stabil
bilamana tidak diperoleh faktor keamanan yang diperlukan terhadap
longsoran selama penimbunan dilaksanakan. Akan tetapi, mengingat
metode ini membutuhkan pelebaran dasar timbunan, maka kemungkinan
besar metode ini tidak ekonomis bilamana pembebasan tanah pada lokasi
pembangunan sulit atau bahan timbunan yang digunakan itu mahal. Metode
ini sangat berguna digunakan sebagai tindakan untuk mengatasi timbunan
yang tidak stabil atau terhadap longsoran timbunan yang terus terjadi
sementara pelaksanaan timbunan masih berlangsung.
Bilamana metode imbangan berat diterapkan sejak permulaan
pembuatan rencana maka biasanya analisa stabilitasnya diadakan secara
kontinu. Imbangan berat yang dibutuhkan dari momen penahan yang
diperlukan pada lingkaran kritis longsoran kemudian ditentukan bentuk
penampang melintang timbunan imbangan tersebut. Sebaliknya bilamana
metode ini digunakan sebagai tindakan darurat atau tindakan perbaikan,
maka harus diselidiki letak bidang longsoran yang terjadi. Dalam analisa
stabilitas, bidang ini diambil sebagai lingkaran kritis. Kekuatan tanah
kemudian dihitung untuk menentukan dimensi timbunan imbangan berat.
45
2.4.5 Metode Pembebanan
Metode ini diterapkan untuk mengusahakan konsolidasi lapisan yang
lunak dan memperbesar gaya geser tanah. Untuk mengusahakan
konsolidasi, beban konsolidasi itu ditempatkan terlebih dahulu sebelum
konstruksi utama dilaksanakan. Suatu metode yang disebut pra-
pembebanan (preloading) adalah penimbunan beban yang sama besarnya
dengan beban konstruksi yang akan dilaksanakan yang kemudian
disingkirkan sewaktu konstruksi mulai dilaksanakan, maka metode ini
disebut metode beban tambahan (surcharge method).
Gambar 2.17 Metode Preloading pada Tanah Lunak
Seperti yang kita ketahui, deformasi konsolidasi tidak dapat pulih
kembali (irreversible), jadi besarnya penurunan sisa (residual settlement)
menjadi kecil. Meskipun metode ini tidak menyebabkan kerusakan tanah,
bilamana kekuatan tanah rendah, maka perlu dipertimbangkan penerapan
bersama metode drainasi vertikal atau bersamaan pembebanan perlahan-
lahan. Untuk mengetahui tahapan penurunan yang disebabkan oleh
46
konsolidasi diperlukan data lapangan yang diperoleh dengan pemasangan
alat ukur penurunan atau alat ukur tekanan air pori.
2.4.6 Metode Pembebanan Perlahan-Lahan
Metode ini diterapkan bilamana kekuatan geser tanah tidak besar
dan cenderung runtuh jika timbunan dilaksanakan dengan cepat. Untuk
menghindari keruntuhan, maka kecepatan pekerjaan timbunan harus
diperlambat. Metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi tidak
membutuhkan peralatan pembangunan dan bahan tertentu. Metode ini
ekonomis untuk dilaksanakan bilaman tersedia waktu pelaksanaan yang
cukup dan umumnya selalu dipilih lebih dahulu sebagai tindakan terhadap
lapisan tanah yang lunak daripada metode lainnya.
Gambar 2.18 Perbandingan Kecepatan tiap Pemberian Pembebanan
2.4.7 Metode Penurunan Muka Air Tanah
Metode ini berdasarkan prinsip yaitu dengan menurunkan muka air
tanah, tekanan efektif vertikal meningkat dari :
𝑃0′ = 𝑃 − 𝛾𝑤. 𝑧 … … … … … … … … (2.13)
Menjadi
𝑃0′ = 𝑃 − 𝛾𝑤. (𝑧 − ∆𝑧) … … … … … … … … (2.14)
47
Jadi peningkatan ini sebanding dengan peningkatan 1t/m2 untuk penurunan
muka air sebesar 1 m. tinggi teoritis pemompaan ke atas bilamana
digunakan titik sumur (well point) adalah 10,3 m akan tetapi mengingat
kehilanagn tinggi tekanan atau tenaga, penurunan muka air hanya akan
mencapai 5,50 – 6,00 m.
Metode ini dapat diterapkan dengan efektif untuk tanah yang
mempunyai lapisan pasir pada bagian atas dan bagian tengahnya dengan
koefisien permeabilitas kira-kira, k = 10-1 – 10-4 cm/dtk.
2.4.8 Metode Pembebanan Tekanan Atmosfir
Suatu lapisan pasir diletakkan di atas lapisan yang lunak kemudian
ditutup dengan suatu selaput yang kedap udara. Udara dalam lapisan pasir
dipompa keluar sehingga tekanan udara dapat dimanfaatkan sebagai
beban konsolidasi. Secara teoritis dapat diperoleh beban sebesar kira-kira
10 t/m2, akan tetapi oleh adanya kebocoran maka dalam praktek hanya
diperoleh tekanan sebesar 5-6 t/m2. Biaya penggunaan pompa vakum
adalah besar, sehingga pembebanan untuk suatu jangka lama tidak praktis
digunakan metode ini.
2.4.9 Metode Drainasi Vertikal
Dengan metode ini, jarak antara drainasi untuk konsolidasi
berkurang oleh kolom drainasi yang dibuat menembus lapisan-lapisan
lunak tanah yang kohesif. Dapat dilihat bahwa jarak drainasi tanpa drainasi
vertikal adalah H/2 sedangkan dengan drainasi vertikal, jarak drainasi
adalah sama dengan jarak antara kolom-kolom drainasi.
48
Metode drainasi vertikal ini sering diterapkan bersama-sama dengan
metode pembebanan perlahan-lahan atau dengan metode pembebanan.
Ada beberapa jenis bahan yang digunakan untuk drainasi vertikal, sehingga
drainasi-drainasi disebut juga sesuai bahan yang digunakan seperti
drainasi pasir (sand drain method), metode drainasi sumbu kertas karton
(cardboard wicks drain method) dan metode drainasi kertas plastik (plastic
board drain method).
1. Metode Drainasi Pasir
Drainasi pasir terdiri atas kolom-kolom pasir yang dibuat secara
vertikal dalam lapisan tanah lunak. Metode ini dibagi dalam
beberapa jenis, sesuai dengan metode pelaksanaannya yakni
jenis dorongan (driven type), jenis vibroflotasi (vibrofloation type)
dan jenis jet air (water jet type).
Waktu t yang diperlukan untuk konsolidasi lapisan tanah kohesif
sebelum digunakan metode drainasi adalah
𝑡 = 𝑇𝑣
𝐶𝑣 (
𝐻
2)
2
… … … … … … (2.15)
Sewaktu dibuatkan drainasi pasir, maka dengan asumsi bahwa
tanah dapat diganti dengan suatu model silender dan air pori
mengalir secara horizontal ke arah drainasi pasir itu, waktu
konsolidasi menjadi
𝑡 = 𝑇𝑣
𝐶ℎ 𝑑𝑒
2 … … … … … … (2.16)
dimana,
49
t = waktu konsolidasi (hari)
Th = faktor waktu konsolidasi horisontal
Ch = koefisien konsolidasi horisontal (m2/hari)
de = panjang efektif (m)
bilamana ruang antar kolom pasir = d , maka untuk susunan
segitiga sama sisi, de = 1,05 d dan untuk susunan bujur sangka,
de = 1,13 d. jadi semakin pendek ruang antar kolom-kolom,
semakin pendek pula waktu konsolidasinya.
Gambar 2.19 Lengkungan Konsolidasi Pengaruh Drainasi Pasir
(Takagi)
Panjang drainasi pasir ditentukan oleh tebal lapisan tanah kohesif
atau dalamnya tanah yang akan diperbaiki. Akan tetapi
mengingat kolom drainasi yang terlalu panjang akan sulit
dilaksanakan dan mahal, maka panjang kolom drainasi dibatasi
sampai kira-kira 25-30 m. Diameter dw dari kolom pasir
ditentukan antara 25-50 cm yang tergantung dari mesin penggali.
Sehingga dimensi yang ditentukan dalam perencanaan drainasi
pasir adalah ukuran efektif de atau harga n = de/dw. Jika de telah
50
ditentukan, maka pada tahap berikut diperkirakan peningkatan
kekuatan geser lapisan tanah kohesif itu pada keadaan
konsolidasi 80%-90%. Kemudian menentukan beban yang
diijinkan pada tahap ini dengan menggunakan kekuatan geser
rata-rata.
Peningkatan gaya geser rata-rata tanah bersamaan dengan
kemajuan konsolidasi dihitung dengan persamaan berikut :
𝐶𝑢 𝑝⁄ = 0,25 ~ 0,35 … … … … … … … (2.17)
𝐶𝑢 𝑝⁄ = 0,11 + 0,0037𝐼𝑝 … … … … … (2.18)
Dimana,
Cu = Kekuatan tanpa drainasi lempung
P = Beban konsolidasi
Ip = Indeks plastisitas
2. Metode Sumbu Kertas Karton (Cardboard Wicks Method) dan
Metode Drainasi Ketas Plastik (Plastic Board Drain Method).
Metode ini berdasarkan prinsip yang sama dengan metode
drainasi pasir. Perbedaannya adalah bahwa metode-metode ini
tidak menggunakan pasir tetapi menggunakan bahan kertas
karton atau vinylchlorida. Metode sumbu kertas karton telah
dikembangkan oleh laboratorium di Swedia. Kertas karton yang
mempunyai alur drainasi (Gambar 2.20), didorong ke dalam
lapisan tanah sesuai dengan prosedur.
51
Bahan kertas karton yang digunakan mempunyai kualitas yang
tetap, ringan, dan mudah dikerjakan. Mesin yang ringanpun
dapat digunakan untuk mendorong bahan ini. Jadi metode ini
dapat diterapkan di tanah yang sangat lunak yang
permeabilitasnya lebih buruk daripada pasir, k = 10-3 – 10-10
cm/dtk.
Gambar 2.20 Pemancangan Kertas Karbon
2.5. Penerapan Metode Preloading Dikombinasikan dengan
Prefabricated Drain dalam Permasalahan Tanah Lunak
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, urbanisasi,
dan pembangunan, banyak kegiatan konstruksi yang semakin fokus
terhadap perilaku tanah. Apalagi dengan kondisi tanah yang
beragam dan tidak selalu sama pada masing-masing areal
konstruksi sehingga mengharuskan ketelitian dalam perencanaan
dan pelaksanaan konstruksi itu sendiri. Untuk mengatasi kondisi
tanah yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka ada
52
beberapa teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan mutu
tanah tertentu, diantaranya yaitu teknik preloading dan vertical drain.
Preloading dan vertical drain pada dasarnya bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan geser pada tanah, mengurangi
kompresibilitas/kemampumampatan tanah, dan mencegah
penurunan (settlement) yang besar serta kemungkinan kerusakan
pada struktur bangunan. Preloading dan vertical drain umumnya
digunakan pada tanah dengan daya dukung yang rendah seperti
pada tanah lempung lembek dan tanah organik. Jenis tanah tersebut
biasanya memiliki ciri seperti berikut : kadar air yang ekstrim,
kompresibilitas yang besar, dan koefisien permeabilitas yang kecil.
Pada prinsipnya teknik preloading menggunakan vertical drains
merupakan metode perkuatan tanah dengan cara mengurangi kadar
air dalam tanah (dewatering). Biasanya waktu konsolidasi yang
dibutuhkan untuk jenis tanah seperti ini memakan waktu yang lama
meski dengan menggunakan beban tambahan yang besar, sehingga
teknik preloading mungkin kurang cocok untuk jadwal kontruksi yang
mepet. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
53
Gambar 2.21 Ilustrasi dari Aliran pada Metode Preloading
Jika beban sementara melebihi beban akhir konstruksi maka
kelebihan beban tersebut mengacu kepada beban tambahan
(surcharge), dimana dengan menggunakan beban tambahan
sementara (surcharge) yang melebihi beban kerja, tanah akan
berada pada kondisi overconsolidated dan secondary compression
untuk tanah overconsolidated akan jauh lebih kecil daripada tanah
dengan normally consolidated. Hal ini akan menguntungkan
perencanaan tanah selanjutnya (Chu et all., 2004).
Pada tahun 1925, Daniel E. Moran memperkenalkan pemakaian
drainase dari kolom-kolom pasir untuk stabilitas tanah pada
kedalaman yang besar dan selanjutnya keberhasilan drainase tipe
ini dipakai disebelah barat benua Amerika (Amerika Serikat) dan
pada tahun 1944 disebelah timur negara tersebut. Tipe drainase
selanjutnya dikenal dengan drainase vertikal. Sejak tahun itu,
54
pemanfaatan drainase vertikal yang dikenal dengan metode vertikal
drain berkembang demikian pesat, umumnya dalam pekerjaan-
pekerjaan konstruksi timbunan untuk jalan raya, tanggul, tanah hasil
reklamasi pantai.
Pada tahun 1936, diperkenalkan sistem vertikal drain dengan bahan
sintesis oleh Kjellman di Swedia. Setelah di tes di beberapa tempat
pada tahun 1937 dengan bahan calboard wick mendapat sambutan
yang hangat dari para ilmuwan. Sejak saat itu pengembangan
vertikal drain dilanjutkan menggunakan berbagai macam bahan. Ini
dilakukan para ilmuan agar dapat mempercepat waktu penurunan
konsolidasi yang lama. Pengembangan yang terbaru bagi vertikal
drain adalah vertikal drain sintesis. Dengan memenuhi persyaratan
untuk kelayakan vertikal drain dan bahkan vertikal drain sintesis
dapat mempercepat waktu penurunan konsolidasi lebih cepat dari
bahan-bahan terdahulunya sehingga menjadi pilihan utama saat
mengatasi masalah konsolidasi.
2.5.1 Vertikal Drain Konvensional
Tipe ini klasik yang sudah banyak digunakan. Bahan yang digunakan
adalah bahan bergradasi atau pasir (sand drain). Umumnya terdiri
dari pasir atau kerikil yang mempunyai permeabiitas tinggi.
Metode tradisional dalam membuat vertikal drain adalah dengan
membuat lubang bor pada lapisan lempung dan mengurung kembali
dengan pasir yang bergradasi sesuai diameternya sekitar 200 - 400
55
mm dan saluran drainasi tersebut dibuat sedalam lebih dari 30 m.
Pasir harus dapat dialiri air secara efisien tanpa membawa partikel-
partikel tanah yang halus. Drainasi cetakan juga banyak digunakan
dan biasanya Iebih murah daripada drainasi urugan untuk suatu
daerah tertentu. Salah satu jenisnya adalah drainasi prapaket
(prepackage drain) yang terdiri dari sebuah selubung filter, biasanya
dibuat dari polypropy¬lene, yang diisi pasir dengan diameter 65 mm.
Jenis ini sangat fleksibel dan biasanya tidak terpengaruh oleh
adanya gerakan-gerakan tanah lateral.
2.5.2 Vertikal Drain Sintetik
Vertikal drain sintetik umunya berbentuk strip dan terdiri dari dua
komponen utama yaitu inti plastik yang dibungkus dengan material
geosintesis. Inti plastik berfungsi sebagai penyalur air dan
pembungkus sebagai filter bagi partikel tanah halus.
Dibanding dengan vertikal drain dari bahan pasir (sand drain),
vertikal drain sintesis mempunyai beberapa keuntungan menurut
Young (1997), diantaranya :
1. Gangguan tanah akibat pemasangan lebih kecil.
2. Alat-alat pemasangan lebih ringan.
3. Meniadakan kontrol kualitas pasir dilapangan.
4. Kualitas vertikal drain sintesis lebih seragam.
5. Menjamin jalur drainase yang kontinyu.
6. Kontaminasi partikel halus jauh lebih kecil.
56
7. Menahan deformasi yang besar tanpa menghilangkan
fungsinya.
8. Lebih cepat pemasangannya dan lebih ekonomis.
Gambar 2.22 Vertikal Drain Sintetik (PVD)
Karena alasan-alasan tersebut metode sand drain semakin jarang
digunakan dan banyak yang memilih menggunakan vertikal drain
jenis sintesis.
2.5.3 Horisontal Drain Sintetik
Hampir sama dengan peranan pada vertikal drain sintetik, akan
tetapi pemasangan horisontal drain sintetik berada dipermukaan
tanah lunak yang akan diperbaiki. Pola aliran air yang terembes oleh
vertikal drain, dialirkan menuju horisontal drain lalu dialirkan menuju
penampungan yang sengaja dibuat atau sungai. Pada
pemasangannya, vertikal drain dan horisontal drain diikatkan agar
kombinasi dari aliran air tidak terputus.
57
2.6. Penerapan Analisa Numerik pada Aplikasi di bidang Geoteknik
Analisis dengan metode elemen hingga (FEM) digunakan
untuk memprediksi besarnya deformasi tanah dengan perkuatan,
selain itu, kita dapat memperkirakan perilaku elastis, perilaku plastic
dan potensi kegagalan (batas ultimate) yang didasarkan pada
kondisi awal yang benar. Untuk tujuan ini, kondisi awal yang benar,
model yang tepat dan penggunaan analisa numerik yang benar
harus dipersiapkan sebelum analisis. Pilihan model tanah seperti
kompresibilitas dengan rangkak adalah suatu pendekatan yang
cocok untuk tanah gambut terutama untuk perhitungan penurunan
(Erly Bahsan et al. 2004).
Plaxis adalah paket program elemen hingga yang telah
dikembangkan secara khusus untuk analisis deformasi dan stabilitas
di proyek geoteknik yang menggunakan metode FEM. Prosedur
input grafis yang sederhana memungkinkan penghitungan cepat dan
kompleks pada model elemen hingga, dan hasil komputasi yang
tepat. Perhitungan itu sendiri sepenuhnya otomatis dan berdasarkan
prosedur numerik yang tepat. Dalam merampungkan mesh, cluster
dibagi menjadi elemen segitiga. Sebuah pilihan yang dapat dibuat
antara 15 elemen node dan 6 elemen node (Gambar 2.23). Simpul
dengan 15 elemen memberikan perhitungan dan potensi kegagalan
konstruksi yang akurat, sedangkan perhitungan dengan 6 elemen-
node memberikan proses komputasi yang lebih cepat.
58
titik tegangan
Titik Nodal
Segitiga 6 titik nodal Segitiga 15 titik nodal
Gambar 2.23 Elemen Node yang Terdapat pada Plaxis
Aplikasi geoteknik umumnya membutuhkan model konstitutif
tingkat lanjut untuk memodelkan perilaku tanah maupun batuan yang
non-linear, bergantung pada waktu serta anistopis. Progam Plaxis
dilengkapi oleh beberapa fitur untuk menghadapi berbagai aspek
struktur dan geoteknik yang kompleks. Ringkasan mengenai fitur-
fitur penting dalam plaxis antara lain adalah sebagai berikut.
Pembuatan model geometi secara grafis : Masukan berupa
pelapisan tanah, elemen-elemen struktur, tahapan konstruksi,
pembebanan serta kondisi-kondisi batas dilakukan dengan
menggunakan prosedur grafis yang mudah dengan bantuan
komputer, yang memungkinkan pembuatan model geometri berupa
59
penampang melintang yang mendetail. Dari model geometri ini jaring
elemen hingga 2D dapat dengan mudah dibentuk.
Pembentukan jaring elemen secara otomatis : plaxis secara
otomatis akan membentuk jaring elemen hingga 2D yang acak
dengan pilihan untuk memperhalus jaring elemen secara global
maupun lokal. Program penyusun jaring elemen hingga 2D
merupakan vesi khusus dari program Triangle.
Elemen ordo tinggi : tersedia elemen segitiga kuadratik dengan 6
buah titik nodal dan elemen segitiga ordo keempat dengan 15 buah
titik nodal untuk memodelkan deformasi dan kondisi tegangan dalam
tanah.
Pelat : elemen balok khusus dapat digunakan untuk memodelkan
lentur dari dinding penahan, lining terowongan, elemen cangkang
serta struktur-struktur tipis lainnya. Perilaku dari elemen-elemen ini
diatur oleh kekakuan lentur, kekakuan arah normal penampang dan
momen lentur batas. Sendi plastis dapat digunakan untuk elemen
pelat yang bersifat elastoplastis saat momen batas termobilisasi.
Elemen pelat dengan antarmuka dapat digunakan untuk melakukan
analisis yang realistis dari struktur-struktur geoteknik.
Antarmuka : elemen antar muka atau elemen penghubung dapat
digunakan untuk memodelkan interaksi tanah-stuktur. Sebagai
contoh, elemen-elemen ini dapat digunakan untuk memodelkan
zona tipis diantara lining terowongan dengan tanah disekelilingnya
60
yang mengalami intensitas geser yang tinggi. Nilai sudut geser dan
kohesi dari elemen antarmuka umumnya berbeda dengan nilai sudut
geser dan kohesi dari tanah disekitarnya.
Angkur : Elemen pegas elastoplastis digunakan untuk memodelkan
pengangkuran dan penopang horizontal. Perilaku elemen-elemen ini
diatur oleh kekakuan normal penampang dan sebuah gaya
maksimum. Sebuah pilihan khusus juga tersedia untuk analisis pada
angkur tanah prategang ataupun system penopang prategang
lainnya pada galian.
Geogrid : geogrid (geotekstil) sering digunakan dalam praktek untuk
timbunan yang membutuhkan perkuatan atau untuk struktur
penahan tanah. Elemen-elemen ini dapat dimodelkan dalam plaxis
dengan menggunakan elemen-elemen yang khusus untuk menahan
gaya tarik. Elemen ini juga dapat dikombinasikan dengan elemen
antar muka untuk memodelkan interaksi dengan tanah
disekelilingnya.
Model Moh-Coulomb : model yang sederhana namun handal ini
didasakan pada parameter-parameter tanah yang telah dikenal
dengan baik dalam praktek rekayasa teknik sipil. Walaupun
demikian, tidak semua fitur non-linear tercakup dalam model ini.
Model Mohr-Coulomb dapat digunakan untuk menghitung tegangan
pendukung yang realistis pada muka terowongan, beban batas pada
pondasi dan lain-lain. Model ini juga dapat digunakan untuk
61
menghitung faktor keamanan dengan menggunakan pendekatan
‘reduksi phi-c’.
Model tanah dari pengguna : sebuah fitur khusus dalam Plaxis
Versi 8 adalah pilihan untuk membuat suatu model tanah yang
didefinisikan oleh pengguna. Fitur ini memungkinkan pengguna
untuk menerapkan model tanah yang didefinisikan sendiri oleh
pengguna dalam perhitungan. Pilihan ini ditujukan terutama untuk
para peneliti dan ilmuwan di perguruan-perguruan tinggi dan pusat-
pusat penelitian, tetapi tetap dapat berguna juga untuk para praktisi.
Dalam tahun-tahun mendatang, model-model tanah yang
didefinisikan sendiri oleh pengguna dan yang telah divalidasi
diharapkan dapat tersedia melalui jaringan internet.
Tekanan air pori hidrostatis : distribusi tekanan air pori yang
kompleks dapat dihitung berdasarkan elevasi dari grafis freatik atau
masukan langsung berupa nilai-nilai tekanan air. Sebagai alternatif,
perhitungan aliran air statis dalam tanah dapat dilakukan untuk
memperoleh distribuisi tekanan air pori pada amasalah-masalah
aliran statis atau rembesan.
Analisis konsolidasi : semakin berkurangnya tekanan air pori
berlebih terhadap waktu dapat dihitung dengan menggunakan
sebuah analisis konsolidasi. Suatu perhitungan konsolidasi
membutuhkan masukan berupa koefisien permebilitas tanah untuk
tiap lapisan tanah. Penggunaan prosedur peningkatan langkah
62
waktu secara otomatis akan membuat analisis menjadi mudah
dilakukan namun tetap handal.
Tampilan dari keluaran : program plaxis memiliki fitur-fitur grafis
yang sangat baik untuk menampilkan hasil-hasil dari perhitungan.
Nilai-nilai perpindahan, tegangan, regangan dan gaya-gaya dalam
dari elemen struktural dapat diperoleh dari tabel keluaran. Keluaran
berbentuk grafis maupun tabel dapat langsung dicetak, disimpan ke
media penyimpan ataupun langsung ke dalam memori clipboard dari
windows untuk dapat digunakan dalam perangkat lunak lain.
Lintasan tegangan : sebuah pilihan khusus tersedia untuk
menggambarkan kurva beban terhadap perpindahan, lintasan
tegangan atau jalur tegangan, lintasan regangan, kurva tegangan-
regangan serta kurva penurunan terhadap waktu. Visualisasi dari
lintasan tegangan akan memberikan informasi yang berharga
terhadap prilaku tanah secara lokal dan memungkinkan analisis yang
mendetail terhadap hasil dari perhitungan dengan menggunakan
Plaxis.