BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat
menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai
empat kali daripada laki-laki dan pada usia 35 hingga 50 tahun. Penyakit ini
memiliki kecenderung merusak tulang rawan, menyebabkan erosi tulang, dan
menimbulkan kerusakan sendi. Tangan, pergelangan tangan, dan kaki sering
terkena. Timbul nyeri yang diperburuk oleh gerakan sinovitis, sebagian
pasien memperlihatkan rasa lelah, anoreksia, lemah otot, penurunan berat
badan dan gejala tulang otot yang samar.
Beragam jaringan dan organ muskoletal dapat menyebabkan
terbentuknya berbagai gangguan yang berkembang terutama dalam system
itu sendiri atau ditempat lain. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot,
hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak
dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua
fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu
mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik
ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan
muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit
kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household
Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di
Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%)
dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991).
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang
penyakit rheumatoid artritis dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan
asuhan kefarmasian.
I.2 Epidemologi
Prevalensi AR hanya 0,1-0,3% dikelompok orang dewasa dan 1:100
ribu jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan hanya terdapat 360 ribu
pasien di Indonesia. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan dengan
perbandingan 3:1 (female:male). Kejadian penyakit ini meningkat dengan
bertambahnya umur pada usia 35 hingga 50 tahun.
Rheumatoid arthritis diperkirakan memiliki prevalensi 1% sampai 2%
dan tidak memiliki predilections rasial. Hal ini dapat terjadi pada semua usia,
dengan meningkatnya prevalensi sampai dekade ketujuh kehidupan.
Penyakit ini tiga kali lebih umum pada wanita. Pada orang berusia 15 sampai
45 tahun, wanita mendominasi dengan rasio 6:1; rasio jenis kelamin kurang
lebih sama antara pasien dalam dekade pertama kehidupan dan pada
mereka lebih dari 60 tahun. Data epidemiologi menunjukkan bahwa
kecenderungan genetik dan paparan faktor lingkungan diketahui mungkin
diperlukan untuk ekspresi dari penyakit. Molekul Mayor Histokompatibilitas
Compleks (MHC), yang terletak pada limfosit T, tampaknya memiliki peran
penting dalam sebagian besar pasien dengan rheumatoid arthritis. Molekul-
molekul ini dapat dicirikan dengan menggunakan antigen limfosit manusia
(HLA). Mayoritas pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki HLA-DR4, HLA-
DR1, atau keduanya antigen ditemukan di daerah MHC. Pasien dengan
antigen HLA-DR4 adalah 3,5 kali lebih mungkin mengembangkan rheumatoid
arthritis dibandingkan mereka yang memiliki antigen HLA-DR lainnya.
Meskipun wilayah MHC adalah penting, itu bukan penentu tunggal, karena
pasien dapat memiliki penyakit tanpa jenis HLA. Rheumatoid arthritis adalah
enam kali lebih sering terjadi pada kembar dizigotik dan anak-anak tidak
kembar dari orang tua dengan faktor rheumatoid positif - erosif rheumatoid
arthritis bila dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak memiliki
penyakit. Jika salah satu dari sepasang kembar monozigot dipengaruhi,
kembar lainnya memiliki risiko 30 kali lebih besar terkena penyakit.
BAB II
TINJAUAN PENYAKIT
II. 1 Anatomi & Fisiologi Tulang Dan Sendi
Sistem muskoletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
bertanggungjawab terhadap pergerakan. Komponen utama system
muskoletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.
a. Tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel
yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang denagn membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid, osteoblas mensekresikan esjumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran
darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam darah dapat
menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteosit adlah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
b. Sendi
Sendi dalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia atau otot. Terdapat tiga tipe sendi yakni:
1. Sendi fibrosa (sinartroidal), nerupakan sendi yang tidak dapat
bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki tulang rawan, dan tulang yang
satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartroidal) merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung
tulangnya dibungkus oleh rawan hialin, disokong olah ligament dan
hanya sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartroidal), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan
sendi dilapisi rawan hialin.
c. Jaringan Ikat
Jaringan yang ditemukan pada snedi dan daerah sekitarnya terutama
adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua
macam sel yang yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap
atau tidak berkembangnya pada jaringan ikat seperti sel mas, sel plasma,
limfosit, monosit dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memiliki peranan
penting pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada
penyakit reumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan ikat ini adalah sel-sel
yang tetap berada dalam jaringan seperti fibroblast, kondrosit dan osteoblas.
Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan substansi
dasar dan membuat tiap jenis jarinagn ikat memiliki susunan sel tersendiri.
II.2 Definisi Arthritis Rheumatoid
Arthritis Rheumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun, dimana
pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem
imun tubuh. Juga merupakan suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan
kelainan inflamasi progresif dan etiologi yang belum diketahui yang
dikarakterisasi dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik.
Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat
menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai
empat kali daripada laki-laki.
Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit autoimun dimana
persendian yang biasanya menyerang sendi tangan dan kaki. Secara simetris
mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. rematik jenis ini
memang banyak hinggap pada wanita daripada pria, biasanya dirasakan
pada awal usia 25-50 tahun dan selanjutnya.
Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut;
- Nyeri sendi
- Pembengkakan sendi
- Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan
- Tangan kemerahan
- Lemas
- Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit
- Demam
- Berat badan turun
Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam
waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil
seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam
perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut,
panggul, rahang dan leher.
II.3 Etiologi
Penyebab dari penyakit Artritis reumatoid tidak diketahui,
patogenesis di perantarai oleh imunitas. Namun kemungkinan penyebab
Artritis reumatoid adalah faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah
lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama
kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan Artritis reumatoid seropositif.
Pengembangan HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4 :1 untuk
menderita penyakit ini Kecenderungan wanita sering menderita penyakit
Artritis reumatoid dan sering di jumpai pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan adanya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah
satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena
pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan
sebagaimana yang di harapkan. Sedangkan kini belum berhasil dipastikan
bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Sejak
tahun 1930, infeksi telah diduga penyebab Artritis reumatoid. Dugaan faktor
infeksi sebagai penyebab Artritis reumatoid juga timbul karena umumnya
onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh
gambaran inflamasi yang mencolok.
Penyebab rematik adalah sel-sel kekebalan tubuh, seperti limfosit,
normalnya melindungi tubuh dari serangan asing. Akan tetapi dalam penyakit
rematik, sel ini justru menyerang persendian dan jaringan yang sehat.
Penyebab pastinya memang belum diketahui, tapi peneliti meyakini bahwa
hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Seseorang
kemungkinan memiliki kecenderungan genetik yang jika diserang bakteri atau
virus tertentu, bisa mengalami rematik. Tapi hingga saat ini, peneliti belum
menemukan infeksi khusus. Rematik dapat menyerang kulit, mata, paru-paru,
jantung, darah atau saraf.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkenanya
artritis reumatoid adalah:
Jenis Kelamin
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.
Umur
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun.
Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak
(artritis reumatoid juvenil)
Riwayat Keluarga
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis
rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
Radikal bebas
Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang
merangsang keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan
dan pembengkakan.
Faktor genetik dan lingkungan
Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu
penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.
II.4 Patofisiologi
Arthritis Rheumatoid merupakan akibat dari disregulasi komponen
humoral yang dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien menghasilkan
antibodi yang disebut faktor rheumatoid; pasien-pasien seropositif ini
cenderung untuk lebih memiliki “agressive sourse” dibandingkan pasien yang
seronegatif.
Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang
melipatgandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis,
dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang kemudian disajikan
kepada limfosit T. Antigen yang diproses dikenali oleh protein major
hiscompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat
pada aktivasi sel T dan sel B.
Tumor nekrosis faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6
(IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam inisiasi dan
kelanjutan inflamasi.
Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitotoksin, yang secara
langsung toksis terhadap jaringan, dan sitokin, yang menstimulasi aktivasi
lebih lanjut proses inflamasi dan menarik sel-sel ke daerah inflamasi.
Makrofag menstimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitotoksin.
Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma, yang membentuk
antibodi dengan kombinasi dengan komplemen, mengakibatkan akumulasi
polymorphonuclear leukocyte (PMN). PMN melepaskan sitotoksin, radikal
bebas oksigen, dan radikal hidroksil yang mendukung kerusakan selular pada
sinovium dan tulang.
Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada
daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat, erythema, dan rasa sakit
dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar dari pembuluh darah
menuju daerah inflamasi.
Inflamasi kronik pada jaringan lapisan sinovial kapsul sendi
menghasilkan proliferasi jaringan (bentuk pannus). Pannus menyerang
kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan
menyebabkan destruksi sendi. Hasil akhir mungkin kehilangan ruang sendi,
kehilangan pergerakan sendi, fusi tulang (ankilosis), dislokasi sendi,
penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik.
II.5 Diagnosis dan Mekanisme Test
Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang
kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak
ada uji laboratorium yang positif; perubahan apda sendi dapat minor; dan
gejala gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya
bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu
evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik yang dipakai
adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam), Kekakuan di pagi
hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata tetapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa
menit dan selalu berkurang dari satu jam.
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi
3. Artritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Artritis yang simetris
5. Nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku)
atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun
demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat
lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
6. Faktor reumatoid dalam serum
7. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabikla sekurang-
kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang
disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6
minggu.
Pemeriksaan penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala
pasien.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Cairan synovial
1. Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan
peningkatan jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan
kronisitas.
2. Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas
menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.
3. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%).
4. Glukosa: normal atau rendah.
5. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum,
berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.
6. Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya pada
reaksi imunologis.
7. Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.
8. Phagocites – neutrophils yang “difagosit” oleh kompleks immun.
b. Darah tepi
1. Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit menurun
bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai Felty’s
syndrome.
2. Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.
b. Pemeriksaan Sero-imunologi
1. Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita
dengan nodul subkutan.
2. Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.
3. Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer yang
lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus Sistemik.
4. Anti-DNA antibodies negatif.
5. Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah, menggambarkan
aktivitas penyakit.
6. Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute
phase reactans.
7. Meningkatnya kadar γ-gobulin menggambarkan kenaikan/akselerasi
dari katabolisme protein pada penyakit kronis.
8. Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen
dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular
yang berat seperti vaskulitis.
9. Adanya circulating immune comlexes – serta ditemukan pada
penyakit dengan manifestasi sistemik.
2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami
kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena
hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan
densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik
didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi
yang terkena.
Radiogram tangan reumatoid. Perhatikan penurungan jarak sendi (panah hitam), erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan tejadi deformitas sendi
(panah putih besar).
Perbandingan sendi yang diserang antara AR dan OA
II.6 Mekanisme Timbulnya Penyakit
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial,
akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai
jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya
mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang
telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan
determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut
membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan
bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus
selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-
interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4
(IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta
beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitanads fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan
aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini
dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara
bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-
komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik
yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih
banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut.
Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang
paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular
membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran
sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan
menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10 Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan
dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-
1 dan TNF-b.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila
antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi
pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada
struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus.
Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga
disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah
suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 %
pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau
mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut
terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya
degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin
dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat
pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya
sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan
II.7 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang
harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang
baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan
yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk
dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka
waktu yang cukup lama.
Terapi nonfarmakologi
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan
yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. Istirahat
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus
belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan harus
menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit
karena aktivitas berlebihan. Beberapa pasien merasakan teknik
relaksasi, pengurangan stres, dan biofeedback sangat membantu.
Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi
persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces) memberikan
dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga menjaga
persendian pada posisi yang benar selama tidur maupun beraktivitas.
Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan
latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter
dapat membantu menentukan bidai yang tepat.
3. Terapi fisik
Mengurangi rasa sakit dengan cara non farmakologik. Terapi fisik
dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga
dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit
dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa
sakit dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan
mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus
dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien
Penderita ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat.
Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat,
dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit.
Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat
menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu.
Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih cocok bagi
pasien. Untuk artritis di lutut, pasien dapat memakai sepatu dengan sol
tambahan yang empuk untuk meratakan pembagian tekanan akibat
berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan di lutut
4. Menurunkan berat badan
Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi
penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari
kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan
pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb
(2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga
beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk
akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program
penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan olahraga akan
sangat membantu.
Terapi Farmakologi
1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari,
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan
atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi
gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan
ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila dikonsumsi dalam
jangka waktu yang lama.
2. Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan
metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan
memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid
memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam
jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek
samping yang serius.
3. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drugs): Methotrexate
(Immunosupresan), Leflunomide, Sulfasalazin, Hydroxychloroquine
4. Agen Biologi (Etanercept, Infliximab, Adalimumab, Anakinra,
Abatacept, Rituximab)
5. Obat remitif (DMARD) lain. Obat ini diberikan untuk pengobatan
jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk
memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan
lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah auranofin, Azathioprine, Penicillamine, Cyclosporine dan garam
emas.
6. Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak
berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi.
Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah
rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan
tendon, sinovektomi.
Tabel Pengobatan Farmakologi
No
Golongan Obat
Nama Generik Nama Paten Mekanisme kerja dosis Indikasi kontraindikasi Interaksi obat Efek Samping
Imunosupresan
Azatioprin Imuran tablet 50 mgMethotrexate injeksi 25 mg/mL dan 100 mg/mL, emthexate, farmitrexat, mitoxat, dan texorate
Belum diketahui Digunakan luas untuk pasien yang menjalani transplantasi dan untuk penyakit autoimun (termasuk rheumatoid artritis) yang tidak dapat dikendalikan dengan kortikosteroid
Hipersensitifitas azatioprin atau merkaptopurin , dan kehamilan
Dengan allopurinol terjadi peningkatan efek sekaligus peningkatan toksisitas.Dengan antibakteri, dilaporkan adanya interaksi dengan rifampisin (trnsplantasi mungkin ditolak ).
Reaksi hipersensitifitas (malaise, pusing, mual, demam, nyeri otot, nyeri sendi, gangguan fungsi hati, ikterus, aritmia, hipotensi, nefritis intertisial, supresi sumsum tulang yang bergantung dosis, rambut rontok, rentan terhadap infeksi bila digunakan bersama kortikosteroid, pancreatitis, pneumonitis, efek terhadap imun respon)
Metotreksat Methotrexate cairan inj
Beluim diketahui diduga mempengaruhi fungsi imun
25 mg/mL dan 100mg/mL
Reumatoid arthritis aktif yang berat yang tidak memberikan respon terhadap terapi terapi konvensional.
Kerusakan signifikan pada ginjal, fungsi hati yang abnormal, kehamilan dan menyusui, sindrom imunodefisiensi
Dengan analgesik, ekskresi dikurangi oleh asetosal, azapropazon, diklofenak,
Mengurangi kesuburan pria dan wanita, harus sangat hati-hati pada ulkus peptikum, colitis ulseratif, diare dan stomatitis ulseratif (dihentikan bila stomatitis timbul mungkin tanda pertama dari toksisitas saluran cerna).
Emthexate cairan inj
2,5 mg/mL
Emthexate tablet
2,5 mg
Mitoxat cairan inj
2,5mg/mL
Mitoxat tab 2,5 mg
Siklosporin Sandimmune caps
Menurunkan imunitas humoral sehingga berpotensi pada transplantasi organ
25 mg, 50mg, dan 100mg
Arthritis reumatoid Pada fungsi ginjal yang abnormal, hipertensi yang tidak terkendali, dan maglinansi
Dengan penghabat ACE dapat meningkatkan resiko hiperkalemiaDengan allopurinol dapat meningkatkan kadar plasma siklosporin (resiko toksisitas)
Kreatinin dan ureum darah meningkat sesuai dengan dosis tinggi, perubahan struktur ginjal pada penggunaan jangka panjang , hipertrikosis, tremor, hipertensi, disfungsi hati.
dan neoral caps 100mg
sulfasalazin Azulfidine tablet, sulcolon tab, dan bernofarm
Efek antirematik dapat terlihat dalam waktu 1 sampai 2 bulan.
Pada pasien yang mengalami kerusakan saluran urinari atau intestinal.
Penggunaan bersama dengan antibiotik sulfonamid dapat mengubah metabolisme sulfasalazin.
Meliputi efek GI (anoreksia, nausea, mual, muntah, diarrhea) dermatologi (rask dan urticaria) hematologi (leucopenia dan agranulositosis), dan hepatic (kelebihan enzim).
AINS Ketoprofen Anrema , kaltrofen, ketros, nasaflam profenid
2-4 kali sehari 25-50 mg
Mempunyai daya angetik dan antiradang nya cukup baik dan sudah banyak mendesak salisilat pada penanganan bentuk rema yang
Pada pasien yang hipersensitif pada golongan AINS.
Dengan antidepresan moklobemid dapat menambah efek ibuprofen dan mungkin AINS lainnya.
Gangguan pada saluran kemih dan cystitis lebih sering terjadi, maka terapi harus segera dihentikan bila timbul keluhan.
tidak begitu hebat dan gangguan dari alat gerak.
Ibuprofen Proris tab 400mg p.c/d.c lalu 3-4 kali sehari 200-400mg
Natrium diklofenak
Voltaren tab 25-50mg
Sebagai antiradang
Pada pasien yang hipersensitif pada golongan AINS.
Dengan siklosporin dapat menambah resiko nefrotoksisitas dan siklosporin dapat menaikkan kadar plasma diklofenak (menurunkan dosis diklofenak separuhnya)
Kerusakan hati yang fatal telah dilaporkan
Indometasin Confortid dan indocid
2-3 kali sehari 25-50 mg
Sebagai antiradang
Pada pasien yang mengidap tukak lambung
Probenesid dapat menunda ekskresi indometasin
Efek ulcerogen dan perdarahan occult
Asam mefenamat
Menin, ponstan 500 mg Sebagai obat antinyeri dan obat rema terbatas
Pada pasien yang tidak mengidap tukak
kombinasi dengan litium dapat
Sering menimbulkan gangguan lambung-usus, terutama dyspepsia dan diare hebat,
atau perdarahan saluran cerna.
menurunkan ekskresi litium
Piroxicam Feldene dan brexine
20 mg Sebagai analgetik, antipiretik, dan antiradang kuat dan lama.
Pada pasien yang hipersensitif pada obat golongan AINS.
kombinasi dengan litium dapat menurunkan ekskresi litium
Kurang merangsang mukosa lambung.
Meloxicam Movi-cox 1 kali sehari 7,5-15 mg
Sebagai antiradang
Kortikosteroid
Dexametason Camideson inj, oradexon, dexatopic
Memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineral kortikoid sehingga memberikan efek pemeliharaan fungsi system dalam tubuh.
0-5-1 mg sehari
Golongan kostikosteroid efektif menekan radang pada demam reumatik, hepatitis aktif kronik, dan sarkoidosis, juga menyebabkan remisi pada anemia hemolitik , sebagian kasus sindrom nefrotik (hkususnya pada anak) , dan purpura trombositopenia
Infeksi sistemik, kecuali jika diberikan antibiotik sistemik, hindari vaksinasi dengan virus aktif pada pasien yang menerima dosis imunosupresan.
Kombinasi dengan asetosan dan AINS dapat terjadi resiko perdarahan dan ulserasi saluran cerna ditingkatkan.Kombinasi dengan obat hipertensi, antagonis efek hipotensi.
Penggunaan kortikosteroid jangka lama akan menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid maupun khasiat mineralokortikoid. Efek samping glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi usia lanjut. Dapat juga gangguan mental , euphoria, dan miopati.Pada wanita hamil dapat mempengaruhi adrenal anak.Efek samping mineralokortikosteroid adalah hipertensi, retensi Na dan cairan, dan hipokalemia.
Kortison Cortisone asetat serbuk inj
25mg/mL
Hidrokortison Silecort serbuk inj
100mg/2 mL
solu-cortef serbuk inj
100mg/mL, 250mg/mL, 500mg/mL
Triamsinolon Kenacort-A inj dan kenacort-A IM/ID inj
40mg/mL
prednison Hostacortin , prednicort
1 kali sehari 5-60mg
Metilprednisolon
Somerol, medrol, urbason
1 gram sehari
Betametason Celestone, celestoderm
0,5-8 mg sehari
Golongan emas
Aurothioglucose dan gold sodium thiomalate
Solganal suspensi iuntuk penggunaan IM
50mg/mL
Digunakan untuk rematik artritis
Pada pasien dengan sejarah toksisitas yang parah akibat sering terpapar emas dan logam berat lainnya, pada pasien dengan kerusakan fungsi renal dan hepatic, colitis, atau memiliki sejarah hepatitis atau dermatitis
GI (nausea, muntah , dan diarrhea), dermatologi (rash dan stomatitis), renal (proteinuria dan hematuria), dan hematologi (anemia, leucopenia, trombositopenia)
Auranofin Riadaura kapsul 3 mg Rematik artritis Pada pasien dengan sejarah toksisitas yang parah akibat sering terpapar emas dan logam berat lainnya , juga pada pasien yang urtikaria, colitis,
Dengan fenitoin dapat meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam darah
GI (nausea, muntah , dan diarrhea), dermatologi (rash dan stomatitis), renal (proteinuria dan hematuria), dan hematologi (anemia, leucopenia, trombositopenia
dan pada pasin yang sedang terapi radiasi.
Etanercept Enbrel inj
Leburan protein yang mengandung 2 p 75 solubel reseptor TNFberhub dengan fragmen Fc pada IgG1manusia.obat ini terikat dan mengaktivasi TNF mencegah berinteraksi dengan permukaan sel reseptor TNF sehinnga mengaktivasi sel.
25 mg Digunakan pada juvenil arthritis, psoriatic arthritis
Obat ini harus dihindarkan pada pasien dengan preexisting infeksi dan yang memiliki resiko tinggi terhadap peningkatan infeksi
Kombinasi dengan ankindra dapat meningkatkan infeksi serius.
Reaksi local pada bagian injeksi, dan sudah dilapokan pancytopenia dan neurologic demyelinating syndrome.
Infliximab Remicade injeksi untuk infuse iv
100mg Untuk mengobati rematik artritis
Pada pasien dengan penyakit infeksi aktif yang serius.
Kombinasi dengan ankindra dapat meningkatkan infeksi serius.
Dapat meningkatkan resiko infeksi, khususnya infeksi saluran pernapasan atas
Adalimumab Humira injeksi untuk penggunaan subkutan
40mg/0,8 mL
Untuk rematik artritis
Obat ini mempunyai perhatian yang sama mengenai infeksi dengan agen biologi yang lain.
Kombinasi dengan ankindra dapat meningkatkan infeksi serius.
Reaksi lokal pada sisi injeksi
Anakindra Kineret inj untuk Untuk rematik Pada pasien Dengan Reaksi bagian injeksi adalah
penggunaan subkutan
arthritis yang moderat sampai yang lebih parah pada orang dewasa
hipersensitif inhibitor TNF dapat meningkatkan infeksi serius.
efek samping paling umum (kemerahan, pembengkakan, dll)
Obat-obat RA lainnya
Hidroksikloroquin dan klorokuin (obat malaria)
Plaquenil Belum diketahui 155mg Untuk rematik artritis
Pada pasien yang hipersensitif dan yang mengalami gangguan retinal/penglihatan
Kombinasi dengan antacid dapat menurunkan absorbs Kombinasi dengan glikosida jantung mungkin meningkatkan kadar plasma digoksin.
Gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, kejang, gangguan penglihatan, depigmentasi atau rambut rontok, reaksi kulit (ruam dan pruritus), jarang-jarang depresi sumsum tulang. Bila overdosis sangat toksik.
Nivaquine 100mg
Riboquin 100mg
Malarex 250mg
Pimaquin 100mg
Penisilamin Cuprimine caps 125 mg dan 250 mg
Untuk rematik artritis
Pada pasien anemia aplastik yang berhubungan dengan penisilamin atau agranulositosis dan insufisiensi renal, dan kehamilan
Dengan garam emas, antimalaria, imunosupresan, atau fenilbutazon dapat menyebabkan efek samping hematologik
Meliputi ruam kulit, rasa logam, hipogeusia, stomatitis, anoreksia, nausea, muntah, dan dyspepsia.depen tablet 250 mg