I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sungai serayu merupakan sungai yang memiliki suatu ekosistem yang dapat
dikatakan stabil. Keanekaragaman spesies dapat kita jumpai dan kita lihat
disekitar sungai serta yang terdapat di dalam sungi tersebut. Spesies yang terdapat
di sana sangat bermacam – macam mulai dari paghotroph berupa herbivora yang
besar, karnivora, serta ada pula organisme makro seperti gastropoda, crustacea,
pisces, annelida.
Namun, mengikuti perkembangan jaman yang ada, penggunaan akan
sungai serayu sangat beraneka ragam, seperti digunakan untuk mandi, cuci,
tempat buang air besar, irigasi, serta digunakan pula sebagai pembuangan limbah,
baik limbah rumah tangga maupun limbah dari pabrik sekitar.
Permasalahan itulah yang membuat mahasiswa perikanan dan kelautan
melakukan praktikum di wilayah tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui keseimbangan ekosistem khususnya pada bentos, yang mana
merupakan organisme makro yang hidup diperairan sebagai pemakan plankton,
dan pencerna reruntuk atau substrat.
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan
bumi jika dibandingkan dengan habitat laut dan darat. Berdasarkan siklus
hidrologi, diketahui jumlah air tawar yang ada di bumi mencapai 1.384.120.000
km, tetapi yang tersedia untuk kehidupan biota air tawar hanya 0,14% atau 193
juta km³ dimana 50% dari jumlah tersebut berada di danau dan 2,75 juta km
berada di sungai. Dalam sungai banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan
organisme baik itu faktor biotik atau faktor abiotik. Faktor tersebut merupakan
faktor pembatas yang dapat digunakan untuk dapat mengetahui keragaman
organisme dan kelimpahannya. Faktor abiotik terdiri dari faktor fisika dan kimia,
dalam hal ini sangat berperan terhadap kehidupan organisme yang ada di perairan.
Dalam ekositem terdapat pendekatan fungsional yaitu aliran energi dan
siklus materi. Dalam aliran energi terdapat rantai makanan dan jaring –jaring
makanan. Satu tingkatan tropik tersusun atas organisme yang mendapat energi
dari cara dan waktu serta sumber daya yang sama.
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 5-6 November 2008 di sepanjang
Daerah Aliran Sungai Serayu. DAS Serayu yang diteliti terdiri dari daerah
Pegalongan, Somagede, Kembangan, Mandiraja, garung, kejajar.
1.2. TUJUAN
1. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui komposisi atau spesies dari
bentik yang ada di suatu perairan daerah aliran sungai serayu.
2. Memberikan pengetahuan kepada praktikan mengenai pengaruh bentik
terhadap suatu perairan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sungai merupakan suatu ekosistem dan habitat bagian organisme aquatik
yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi (Ilyas,
1990). Organisme yang hidup didalamnya dapat berupa benthos, nekton,
maupun plankton. Sungai alami di bentuk oleh aliran air tanah. Sungai terus
mengalami perubahan karena masukan bahan-bahan dari daerah sekitarnya
yang dapat diakibatkan oleh adanya erosi dan dekomposisi tanah. Perubahan
fisiko kimia air akan diikuti oleh perubahan komposisi fauna (Brotowijoyo,
1995).
Menurut Soemarwoto (1980), bahwa sungai dibagi menjadi tiga bagian
antara lain :
1. Hulu sungai, yaitu bagian sungai yang letaknya didataran tinggi, air
mengalir melalui bagian yang curam dan berbatu dengan goncangan dan
arus yang kuat.
2. Hilir sungai, yaitu bagian sungai yang terletak didataran rendah dengan
arus tidak begitu kuat, kecepatan fotosintesis lebih tinggi dan mengandung
banyak bahan organik.
3. Muara sungai, yaitu bagian sungai yang berada hampir mencapai laut,
arusnya yang sangat lambat, banyak mengandung bahan terlarut dan
lumpur dari hilir sehingga membentuk delta yang airnya sangat keruh.
Ekosistem sungai merupakan suatu kesatuan integral dikomponen abiotik
seperti fisiko-kimia dan komponen biotik seperti organisme hidup yang
berhubungan satu sama lain, dan saling berinteraksi membentuk suatu struktur
fungsional. Komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada satu komponen akan
mengakibatkan perubahan pada komponen lain. Perubahan ini dapat
mempengaruhi struktur fungsional ekosistem perairan (Bengen et al, 1994).
Strutur komunitas memiliki lima karakteristik yaitu keragaman, dominasi,
bentuk dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur tropik
(Krebs, 1978). Keragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu
ekosistem. Keragaman yang tinggi menunjukkan suatu ekosistem yang
seimbang, dan memberikan timbal balik atau peranan yang besar untuk
menjaga keseimbangan terhadap perubahan ekosistem. Rendahnya keragaman
menunjukkan suatu ekosistem kurang stabil (Clarck, 1974).
Benthos merupakan jasad nabati maupun hewani yang hidup dipermukaan
dasar perairan. Menurut Barnes dan Mann (1978) Benthos merupakan salah
satu hewan invertebrata yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu, yaitu :
a) Makrobenthos, yaitu invertebrata yang mempunyai ukuran yang
lebih besar dari 1,0 mm (misalnya, Crustacea, Annelida dan
Mollusca).
b) Mikrobenthos, yaitu hewan invertebrata yang mempunyai ukuran
yang lebih kecil dari 0,1 mm.
c) Mesobenthos, yaitu hewan yang mempunyai ukuran antara 0,1-1,0
mm.
Makroinvertebrata benthik merupakan hewan benthik yang berukuran
lebih dari 1,0 mm dan biasanya terdiri dari Crustacea, Annelida, Insekta dan
Mollusca. Organisme tersebut sebagian atau seluruh masa hidupnya berada
didasar perairan baik yang menggali lubang ataupun yang merayap didasar
perairan. Berdasarkan cara hidup makrobenthos dibagi menjadi dua
(Odum,1971), yaitu :
a) Infauna
Infauna yaitu Hewan yang dalam hidupnya membenamkan diri didalam
sedimen atau menggali lubang atau saluran dasar perairan seperti pada larva
Cironomidae.
b) Epifauna
Epifauna yaitu Hewan benthos yang hidup dipermukaan dasar perairan
dengan cara melekat, merangkak atau merayap didasar perairan, seperti udang,
kepiting dan Gastropoda.
Pergerakan bentik ada yang bersifat pasif dan ada yang bersifat aktif.
Perilaku merapung makro invertebrata yang bersifat aktif dilakukan untuk
mencari sumber makan dan substrat yang cocok, menghindar dari predator,
menghindari kondisi perairan yang kurang baik akibat adanya cemaran dan
pergerakan yang berhubungan dengan kehidupannya, seperti menetaskan telur,
pupasi dan fase dewasa (Otto, 1986). Sedangkan beberapa individu merapung
pasif yaitu secara tidak sengaja berpindah tempat karena terbawa arus.
Habitat Bentik
Jenis organisme yang membentuk komunitas bentik sangat banyak dari
filum invertebrata, sebagian diwakili oleh sejumlah kecil genus saja, sedangkan
yang lain jumlahnya melimpah baik dalam jumlah individu maupun genus. Filum
invertebrata yang biasanya bertubuh kecil dengan ukuran sejak permulaan
beradaptasi untuk dapat hidup di ruangan yang kecil antara butiran pasir dan
lumpur, dan diwakili oleh banyak individu dan genus. Pada komunitas alami,
genus yang berukuran kecil (<1mm) memiliki ukuran populasi yang besar, laju
penyebaran tinggi dan laju pemusnahan rendah, sifat habitat tersebut diperlukan
untuk menjelaskan kehadiran organisme dan faktor historisnya. ( Odum, 1988 )
Zonasi dan Distribusi bentik
Distribusi bentik dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan Biologi. Faktor-
faktor ini bergantung pada total area permukaan partikel dan ukuran pori
sedimen, dimana hal ini penting untuk kolonisasi bentik. Pola kolonisasi bentik
dipengaruhi oleh kondisi habitat Di perairan laut dangkal, bentik menunjukkan
pola zonasi dan distribusi yang khas baik secara vertikal maupun horizontal.
Zonasi dan distribusi vertikal bentik ini terutama dikontrol oleh tingkat
diskontinuitas potensial redoks (RPD) sedimen, yaitu batas antara sedimen aerob
dan sedimen anaerob. Sementara itu, zonasi dan distribusi horizontal bentik lebih
ditentukan oleh gradien salinitas yang terjadi pada bentik yang hidup di dasar
estuaria, dan juga ditentukan oleh gradien kedalaman air yang terjadi pada bentik
yang hidup di antara perairan paparan benua dan laut dalam (Khasanah, 2002)
Adaptasi Morfologi
Masing-masing bentik memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap
kondisi ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan
mekanisme adaptasi. Hal tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik
mengatur komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam menghadapi perubahan
kondisi lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai bentuk
adaptasi morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran
tubuh, adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding
tubuh serta mengembangkan alat pelekat. Semua organisme bentik berukuran
sangat kecil. Adaptasi yang sangat nyata terhadap lingkungan dinamis adalah
ukuran dan bentuk tubuh. Ukuran tubuh bentik berkisar 0.63–1 mm (63–1.000
µm). Kebanyakan organisme bentik mempunyai bentuk tubuh memanjang atau
seperti plat, dan ada juga berbentuk silinder. Umumnya bentik melakukan
pelangsingan tubuh dan meningkatkan fleksibilitas tubuh. Bentuk tubuh seperti
flat,organisme bentik dapat melekatkan dirinya pada ruang yang sempit pada
butiran sedimen. Adaptasi ini agar bentik dapat tetap tinggal dalam ruang
sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh selama proses suspensi
kembali (resuspensi) ke atas. Dalam lingkungan sedimen yang gelap, bentik
melakukan adaptasi dengan mereduksi mata dan pigmen tubuhnya (Khasanah,
2002)
Adaptasi Fisiologi
Bentik mampu mengembangkan adaptasi fisiologi terhadap kondisi
lingkungan bentik untuk kelangsungan hidupnya di bawah kondisi yang kurang
oksigen. Adaptasi fisiologi bentik terhadap kandungan oksigen yang rendah
adalah dengan cara:
1) mengurangi (mereduksi) aktivitas dan metabolisme
2) mengembangkan pigmen darah dengan mengikat oksigen yang sangat tinggi
3) respirasi anaerob dengan menghasilkan dan mengeluarkan hasil akhir
pernafasan.
Kondisi lingkungan bentik yang kurang oksigen ini berkaitan dengan keberadaan
senyawa sulfida (H2S) dalam sedimen .Terkait dengan adaptasi bentik pada
sedimen yang mengandung H2S dengan kondisi oksigen yang rendah, maka
bentik mempunyai hubungan simbiotik yang berkembang sehingga dapat
beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Bentik yang toleran terhadap H2S dan
mampu hidup pada kadar oksigen yang rendah atau miskin oksigen disebut
dengan thiobios. Beberapa bentik yang mampu hidup pada kondisi yang
demikian adalah Nematoda, Ciliata, Platyhelminthes, Gnathostomulida,
Gastrotricha, Oligochaeta dan Aschelmintes .
Adaptasi Perilaku (Behavior)
Perilaku migrasi juga dapat diperlihatkan oleh bentik. Dalam beberapa
kasus, bentik lebih atau kurang mengandalkan transpor pasif oleh arus pasang.
Ketika munculnya pasang, bentik akan ditranspor secara pasif walaupun bentik
bergerak dengan pelan-pelan pada permukaan sedimen. Beberapa bentik dapat
beradaptasi untuk menghadapi pengaruh arus pasang, yaitu dengan
mengembangkan mekanisme organ renang. Bagi bentik yang dapat berenang
secara aktif dapat melakukan migrasi ke kolom air. Pada fase muda, bentik
berenang secara aktif ke lapisan air di atasnya dan disebarkan ke laut oleh arus.
Sementara itu, bentikfase dewasa cenderung berada dekat dasar dan kemudian
disebarkan kembali oleh arus. bentik yang terbawa oleh arus pasang tersebut akan
mengembangkan adaptasi perilaku untuk membuat dan menempati habitat yang
baru (McLay ,1970).
Peranan Ekologis Bentik
Bentik yang menempati sedimen merupakan komponen utama lingkungan
bentik Sebagai fauna interstisial, bentik merupakan komponen penting dalam
ekosistem pantai dan laut. Di sedimen laut, bentik memiliki peranan ekologis
yang sangat penting, yaitu:
1) sebagai penyedia makanan bagi berbagai tingkat trofik yang lebih tinggi;
2) memainkan peranan penting dalam biodegradasi bahan organik;
3) memudahkan biomineralisasi bahan organik dan meningkatkan regenerasi
nutrien;
4) berperan dalam menyuburkan dasar perairan dan meningkatkan produktivitas
bentik;
5) sebagai anggota komunitas bentos yang dapat menyumbangkan pengaruh
interaktif kepada biota laut lainnya melalui kompetisi, simbiosis, predasi dan
asosiasi; dan
6) karena sensitivitasnya yang tinggi terhadap masukan antropogenik dan bahan-
bahan pencemar, membuatnya sebagai organisme yang baik sekali untuk studi
pencemaran dan digunakan sebagai bioindikator dalam menilai kondisi
lingkungan laut.
Kehadiran bentik dalam suatu ekosistem dapat mempengaruhi struktur
komunitas makrofauna secara nyata. bentik yang berasosiasi dengan ekosistem
tersebut memiliki peranan yang amat penting, yaitu sebagai salah satu mata rantai
penghubung dalam aliran energi dan siklus materi dari alga planktonik sampai
konsumen tingkat tinggi, dan memberikan kontribusi dalam menopang kehidupan
organisme trofik yang lebih tinggi seperti kepiting, ikan dan udang. Terkait
dengan responnya terhadap lingkungan, bentik mempunyai kepekaan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi terhadap lingkungannya, sehingga jenis tertentu
dari bentik, seperti Nematoda dan Copepoda sering digunakan sebagai indikator
dalam menyatakan kelimpahan bahan organik. Perbandingan Nematoda dan
Copepoda (rasio N/C) dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran
organik dalam komunitas bentik). Pengaruh utama akumulasi bahan organik
adalah pengurangan kandungan oksigen dalam sedimen dan selanjutnya
menstimulasi pembentukan lapisan hidrogen sulfida.
Keuntungan menggunakan bentik untuk studi pencemaran adalah:
1) biasanya bentik mempunyai kemampuan untuk bertambah dalam lingkungan
bentik yang terganggu/tercemar, tidak seperti makrofauna;
2) umumnya bentik mempunyai siklus hidup yang pendek (sekitar 30–40 hari),
menghasilkan generasi dalam setahun, organisme yang terekspos
tahanterhadap toksikan dan siklus hidupnya lebih komplit
3) ukuran bentik yang kecil dapat diberikan untuk ukuran sampel yang kecil pula;
4) komunitas bentik sifatnya lebih stabil, baik kualitas maupun kuantitasnya
terhadap musim dan dari tahun ke tahun daripada makrofauna.
III. MATERI DAN METODE
3.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktek ini adalah : jala surber ukuran mata
jala 500 μm dan bukaan mulut jala seluas 25 x 40 cm, plastik, kertas label, botol
film, saringan, pinset, nampan, buku identifikasi, alat tulis, pipet tetes dan kaca
pembesar.
3.2. Bahan
Bahan praktek ini terdiri dari makroinvertebrata dan sample air pada
stasiun pengamatan. Selain itu, digunakan pula bahan-bahan untuk menganalisis
hasil penganbilan sample yaitu : formalin 4%.
3.3. Metode Penelitian
a. Jala surber
Jala surber dipasang melawan arus pada bagian sungai dengan
kedalaman < 0,5 m.
Batuan yang berada di daerah luasan jala di usap-usap dengan
tangan lakukan di muka mulut jala agar hewan masuk ke jala. Batu
yang sudah di usap-usap di keluarkan dari kotak jala.
Jika batu sudah tidak ada lakukan pengadukan substrat dengan
menggunakan tangan.
Lakukan pengambilan semple pada bagian tepi kiri-tengah dan tepi
kanan
Makrobentos yang didapatkan dibersihkan dari bahan-bahan lain
kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik, diberi formalin
hingga menjadi 4%, dan diberi label.
b. Kick sampling
Lakukan pengambilan 2 sample dengan cara mengaduk aduk
substrat dengan kaki tepat di muka kick sample
Berjalan sepanjang 5 m melawan arus dan bukaan sample
menghadap arus
Sample di awetkan dengan menggunakan formalin 4% dan di
masukkan ke dala plastik kemudian di beri label.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.1 Tabel makrobentos di stasiun Pegalongan.
Spesies Jumlah
Diptera 12
Limnea stagnalis 1
Limnea trucatula 2
Limnea polustris 3
Bithynia tentoculata 1
Potamogyrgus jenkisi 2
3
24
1.2 Tabel makrobentos di stasiun Somagede
Spesies Jumlah
Pleuroceridae 1
Hydrobidae 1
viviparidae 1
Horpobdella 4
Histerlimneus 2
Stenocolus 2
Dubiraphia 1
Ritrogena doddsi 5
Aeschna 1
Argia 7
Scissurella 1
Belamyia 2
1.3 Tabel makrobentos di stasiun Kembangan
Spesies Jumlah
Psehenidae 1
H.elongata 2
P.parasitica 1
Hellobdella lineata 12
Coryganda 4
Ephemera 1
Epicordalia 1
Ienetra 1
Sialis 2
Climcia areolis 1
Chauloides 1
27
1.4 Tabel makrobentos di stasiun Mandiraja
Spesies Jumlah
Mysis 4
Hydropsyche 4
Haliplus 5
13
1.5 Tabel makrobentos di stasiun Sigaluh
Spesies Jumlah
Bithyniidae 1
Hydroblidae 1
Ishnora 5
Belamyia 7
Isoptera 1
1.6 Tabel makrobentos di stasiun Garung
Spesies Jumlah
Optioservus 2
Dubiraphia 1
Elmidae 2
Capniidae 1
Taeniopterygidae 1
Helophoridae 4
1.7 Tabel makrobentos di stasiun Kejajar
Spesies Jumlah
Zygoptera 1
Odonata 1
Sialidae 1
Athericidae 1
Helophoridae 1
Dytiscidae 1
Dyticus dauricus 1
4.2 Pembahasan
Tabel diatas menunjukkan komposisi dari berbagai macam bentik dari
berbagai ordo, antara lain ordo Odonata, Coleoptera, Mollusca, Megaloptera,
Plecoptera dan lain-lain. Dari sekian banyak ordo yang didapat ternyata yang
paling dominan jumlahnya adalah ordo Ephemeroptera dengan jumlah sbanyak 35
ekor bentik dari 5 macam spesies, dan yang paling sedikit adalah dari ordo
Plecoptera, sedangkan jika melihat dari banyaknya spesies yang ditangkap maka
ordo yang paling dominan adalah dari ordo Coleoptera, Mollusca, dan
ephemeroptera, dan ordo yang paling sedikit jumlah spesiesnya adalah ordo
Plecoptera. Makrobentos yang paling banyak diperoleh terdapat di statsiun
Somagede karena di sungai tersebut keadaan suhunya tinggi di bandingkan di
statsiun lain, substratnya berupa pasir berlumpur yang merupakan habitat yang
baik untuk benthos.
Pengambilan sample bentik di lakukan di sepanjang sungai serayu mulai
dari stasiun pegalongan, somagede, kembangan, mandiraja, galuh, kajajar, garung.
Tiap sungai mendapatkan sample bentik yang berbeda-beda hal ini di sebabkan
karena habitat bentik tiap sungai berbeda-beda, misalnya pengaruh suhu, ph, arus
dll.
Umumnya perbedaan antara aliran air (sungai) dengan air tergenang
(kolam) terkait dengan tiga kondisi yaitu arus adalah faktor yang paling penting
mengendalikan dan merupakan faktor pembatas di aliran air, pertukaran tanah dan
air relatif lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih
terbuka dan suatu metabolisme komunitas tipe “Heterotropik” ( Odum, 1988 )
Zona air tenang tidak sesuai dengan bentik permukaan tetapi cocok untuk
penggali nekton dan pada plankton. Larva Diptera, simulium, Blepharocera dan
Hydropsyche merupakan hewan air pada aliran deras dan air terjun (Koesbiono,
1979)
4.2.1 Habitat Bentik
Jenis organisme yang membentuk komunitas bentik sangat banyak dari
filum invertebrata, sebagian diwakili oleh sejumlah kecil genus saja, sedangkan
yang lain jumlahnya melimpah baik dalam jumlah individu maupun genus. Filum
invertebrata yang biasanya bertubuh kecil dengan ukuran sejak permulaan
beradaptasi untuk dapat hidup di ruangan yang kecil antara butiran pasir dan
lumpur, dan diwakili oleh banyak individu dan genus. Pada komunitas alami,
genus yang berukuran kecil (<1mm) memiliki ukuran populasi yang besar, laju
penyebaran tinggi dan laju pemusnahan rendah, sifat habitat tersebut diperlukan
untuk menjelaskan kehadiran organisme dan faktor historisnya. ( Odum, 1988 )
4.2.2. Zonasi dan Distribusi bentik
Distribusi bentik dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan Biologi. Faktor-
faktor ini bergantung pada total area permukaan partikel dan ukuran pori
sedimen, dimana hal ini penting untuk kolonisasi bentik. Pola kolonisasi bentik
dipengaruhi oleh kondisi habitat Di perairan laut dangkal, bentik menunjukkan
pola zonasi dan distribusi yang khas baik secara vertikal maupun horizontal.
Zonasi dan distribusi vertikal bentik ini terutama dikontrol oleh tingkat
diskontinuitas potensial redoks (RPD) sedimen, yaitu batas antara sedimen aerob
dan sedimen anaerob. Sedangakn, zonasi dan distribusi horizontal bentik lebih
ditentukan oleh gradien salinitas yang terjadi pada bentik yang hidup di dasar
estuaria, serta ditentukan oleh gradien kedalaman air yang terjadi pada bentik
yang hidup di antara perairan paparan benua dan laut dalam (Goldman & A.J
Harni,1983).
4.2.3. Adaptasi Morfologi
Masing-masing bentik memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap
kondisi ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan
mekanisme adaptasi. Hal tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik
mengatur komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam menghadapi perubahan
kondisi lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai bentuk
adaptasi morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran
tubuh, adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding
tubuh serta mengembangkan alat pelekat. Semua organisme bentik berukuran
sangat kecil. Adaptasi yang sangat nyata terhadap lingkungan dinamis adalah
ukuran dan bentuk tubuh. Ukuran tubuh bentik berkisar 0.63–1 mm (63–1.000
µm). Kebanyakan organisme bentik mempunyai bentuk tubuh memanjang atau
seperti plat, dan ada juga berbentuk silinder. Umumnya bentik melakukan
pelangsingan tubuh dan meningkatkan fleksibilitas tubuh. Bentuk tubuh seperti
flat mengakibatkan organisme bentik dapat melekatkan dirinya pada ruang yang
sempit pada butiran sedimen. Adaptasi ini agar bentik dapat tetap tinggal dalam
ruang sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh selama proses
suspensi kembali ke atas (resuspensi). Dalam lingkungan sedimen yang gelap,
bentik melakukan adaptasi dengan mereduksi mata dan pigmen tubuhnya.
4.2.4. Adaptasi Fisiologi
Bentik mampu mengembangkan adaptasi fisiologi terhadap kondisi
lingkungan bentik untuk kelangsungan hidupnya di bawah kondisi yang kurang
oksigen. Adaptasi fisiologi bentik terhadap kandungan oksigen yang rendah
adalah dengan cara:
1) mengurangi (mereduksi) aktivitas dan metabolisme
2) mengembangkan pigmen darah dengan mengikat oksigen yang sangat tinggi
3) respirasi anaerob dengan menghasilkan dan mengeluarkan hasil akhir
pernafasan.
Kondisi lingkungan bentik yang kurang oksigen ini berkaitan dengan
keberadaan senyawa sulfida (H2S) dalam sedimen .Terkait dengan adaptasi bentik
pada sedimen yang mengandung H2S dengan kondisi oksigen yang rendah, maka
bentik mempunyai hubungan simbiotik yang berkembang sehingga dapat
beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Bentik yang toleran terhadap H2S dan
mampu hidup pada kadar oksigen yang rendah atau miskin oksigen disebut
dengan thiobios. Beberapa bentik yang mampu hidup pada kondisi yang
demikian adalah Nematoda, Ciliata, Platyhelminthes, Gnathostomulida,
Gastrotricha, Oligochaeta dan Aschelmintes .
4.2.5. Adaptasi Perilaku (Behavior)
Perilaku migrasi juga dapat diperlihatkan oleh bentik. Dalam beberapa
kasus, bentik lebih atau kurang mengandalkan transpor pasif oleh arus pasang.
Ketika munculnya pasang, bentik akan ditranspor secara pasif walaupun bentik
bergerak dengan pelan-pelan pada permukaan sedimen. Beberapa bentik dapat
beradaptasi untuk menghadapi pengaruh arus pasang, yaitu dengan
mengembangkan mekanisme organ renang. Bagi bentik yang dapat berenang
secara aktif dapat melakukan migrasi ke kolom air. Pada fase muda, bentik
berenang secara aktif ke lapisan air di atasnya dan disebarkan ke laut oleh arus.
Sementara itu, bentikfase dewasa cenderung berada dekat dasar dan kemudian
disebarkan kembali oleh arus. bentik yang terbawa oleh arus pasang tersebut akan
mengembangkan adaptasi perilaku untuk membuat dan menempati habitat yang
baru (Mc Lay,1970).
4.2.6 Peranan Ekologis Bentik
Bentik yang menempati sedimen merupakan komponen utama lingkungan
bentik, sebagai fauna interstisial, bentik merupakan komponen penting dalam
ekosistem pantai dan laut. Di sedimen laut, bentik memiliki peranan ekologis
yang sangat penting, yaitu:
1) Sebagai penyedia makanan bagi berbagai tingkat trofik yang lebih tinggi;
2) Memainkan peranan penting dalam biodegradasi bahan organik;
3) Memudahkan biomineralisasi bahan organik dan meningkatkan regenerasi
nutrien;
4) Berperan dalam menyuburkan dasar perairan dan meningkatkan
produktivitas bentik;
5) sebagai anggota komunitas bentos yang dapat menyumbangkan pengaruh
interaktif kepada biota laut lainnya melalui kompetisi, simbiosis, predasi dan
asosiasi; dan
6) karena sensitivitasnya yang tinggi terhadap masukan antropogenik dan
bahan-bahan pencemar, membuatnya sebagai organisme yang baik sekali
untuk studi pencemaran dan digunakan sebagai bioindikator dalam menilai
kondisi lingkungan laut.
Kehadiran bentik dalam suatu ekosistem dapat mempengaruhi struktur
komunitas makrofauna secara nyata. Bentik yang berasosiasi dengan ekosistem
tersebut memiliki peranan yang amat penting, yaitu sebagai salah satu mata rantai
penghubung dalam aliran energi dan siklus materi dari alga planktonik sampai
konsumen tingkat tinggi, dan memberikan kontribusi dalam menopang kehidupan
organisme trofik yang lebih tinggi seperti kepiting, ikan dan udang. Terkait
dengan responnya terhadap lingkungan, bentik mempunyai kepekaan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi terhadap lingkungannya, sehingga jenis tertentu
dari bentik, seperti Nematoda dan Copepoda sering digunakan sebagai indikator
dalam menyatakan kelimpahan bahan organik. Perbandingan Nematoda dan
Copepoda (rasio N/C) dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran
organik dalam komunitas bentik, karena jika di suatu perairan msih terdapat
banyak bentik, berarti perairan tersebut tingkat pencemarannya masih kecil.
Pengaruh utama akumulasi bahan organik adalah pengurangan kandungan oksigen
dalam sedimen dan selanjutnya menstimulasi pembentukan lapisan hidrogen
sulfida.
Keuntungan menggunakan bentik untuk studi pencemaran adalah:
1) Biasanya bentik mempunyai kemampuan untuk bertambah dalam lingkungan
bentik yang terganggu/tercemar, tidak seperti makrofauna, sehingga dalam
perairan tercemarpun ada sebagian bentik yang masih dapat berkembang biak.
2) Umumnya bentik mempunyai siklus hidup yang pendek (sekitar 30–40 hari),
menghasilkan generasi dalam setahun, organisme yang terekspos tahan
terhadap toksikan dan siklus hidupnya lebih komplit sehingga bentik menjadi
tahan terhadap pencemaran lingkungan.
3) Ukuran bentik yang kecil dapat diberikan untuk ukuran sampel yang kecil
pula sehingga bentik dapat diteliti dengan menggunakan mikroskop.
4) Komunitas bentik sifatnya lebih stabil, baik kualitas maupun kuantitasnya
terhadap musim dan dari tahun ke tahun daripada makrofauna, sehingga
keberadaan bentik tetap konstan.
4.2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunitas bentik
Komposisi genus dan kelimpahan individu bentik dapat dikontrol dan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik faktor fisika, kimia maupun biologi.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah: ukuran partikel sedimen, suhu, dan arus
(faktor fisika); salinitas, oksigen, pH dan sedimen, dan bahan organik sedimen
(faktor kimia); bioturbasi dan pemangsaan/predasi (faktor biologi). Komunitas
Bentik dipengaruhi oleh karakteristik fisika-kimia sedimen selama habitat
sedimen terekspos cukup lama (Barus,2002).
Arus
Arus dapat mempengaruhi keberadaan dan distribusi organisme bentik di
suatu habitat, serta mempengaruhi kebiasaan makan bentik. Apabila arus sungai
deras maka kebiasaan makan bentik akan lebih besar karena arus membawa
sumber dan nutrisi makanan, distribusi bentiknya pun menjadi lebih meluas.
Bentik taksa Gastrotric lebih menyukai daerah yang kecepatan arusnya rendah,
karena karakteristik hidup bentik taksa Gastroric menempel pada substrat,
sehingga jika arus deras bentik jenis ini akan kesulitan untuk menempel pada
substratnya (Allan,1988).
Suhu
Suhu perairan dipengaruhi oleh musim, komposisi sedimen, sirkulasi udara,
kekeruhan, penutupan awan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung
mendapat sinar matahari, aliran dan kedalaman perairan. Suhu merupakan salah
satu faktor lingkungan perairan yang berperan mengendalikan kondisi ekosistem
perairan dan dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia perairan dan fisiologi
organisme. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan
kelarutan gas dalam air dan menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
bahan organik oleh mikroba. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme perairan, dan
akhirnya mengakibatkan penurunan kandungan oksigen terlarut (Kennish, 1990).
Salinitas
Secara umum,bentik dapat hidup dengan keragaman yang tinggi pada berbagai
tipe salinitas di perairan yang berbeda mulai dari perairan tawar, payau hingga
perairan laut. Hal ini mengindikasikan bahwa keragaman bentik yang tinggi di
dalam komunitasnya, menyebabkan bentik memiliki tingkat adaptasi yang tinggi
dalam berbagai tipe salinitas. Salinitas di dalam sedimen dapat berfluktuasi baik
secara spasial maupun secara temporal. Secara spasial, gradien salinitas dapat
terjadi baik secara vertikal maupun horizontal, sedangkan secara temporal
bergantung pada musim dan siklus pasang surut air laut (Higgins & Thiel, 1988).
Ketersediaan Oksigen
Oksigen merupakan faktor penting dalam lingkungan bentik. Hampir semua
sedimen laut mempunyai lapisan oksidasi pada permukaan, sedangkan bagian
bawahnya merupakan lapisan anoksik dengan komposisi kimia yang berbeda.Pada
lapisan sedimen yang oksik terdapat organisme bentik yang berlimpah,sedangkan
di lapisan yang anoksik terdapat meiofauna tertentu yang dapat hidup dalam
keadaan anaerob. Organisme bentik yang hidup di bawah kedalaman tersebut akan
menghadapi kondisi yang bebas oksigen (Alian,1995).
Sumber utama oksigen terlarut di perairan adalah berasal dari:
1) Aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air (lamun) dan fitoplankton;
2) Difusi oksigen secara langsung dari udara ke dalam air melalui lapisan
permukaan sehingga proses aerasi dapat berlangsung terus;
3) Agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya ombak atau gelombang;
4) Aliran air/arus; dan
5) melalui air hujan.
kandungan oksigen terlarut dapat berkurang disebabkan oleh:
1) Respirasi biota perairan;
2) Pemakaian dalam proses dekomposisi bahan organik secara biokimia;
3) Pemakaian dalam proses dekomposisi bahan anorganik secara kimia;
4) Kenaikan suhu dan salinitas terutama pada daerah pasang-surut. Perubahan
salinitas lebih kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan pengaruh suhu
terhadap konsentrasi oksigen di laut.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil adalah :
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan bentik di sungai Serayu
antara lain kecepatan arus, derajat keasaman air, penetrasi cahaya, dan
substrat dasar.
Praktikan dapat mengetahui komposisi atau spesies dari bentik yang ada di
suatu perairan daerah aliran sungai serayu dengan mengambil samplenya
langsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunitas bentik, yaitu ukuran partikel
sedimen, suhu, dan arus (faktor fisika); salinitas, oksigen, pH dan Eh
sedimen, dan bahan organik sedimen (faktor kimia); bioturbasi dan
pemangsaan/predasi (faktor biologi).
DAFTAR PUSTAKA
Alian, J. D. 1995. Stream Ecology Structure & Function of Running Water .
London
Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Goldman. & A. J. Harni. 1983. Limnology. California : Mc Graw Hill.
Khasanah, H. A. 2002. Distribusi & Keragaman Hewan, Makrobenthos di
Waduk Jambar. Kabupaten Klaten. Purwokerto: Fakultas Bilogi
Unsoed.
Koesbiono. 1979. Ekologi Perairan. Bogor. IPB. Animals entering the drift
of a stream. J. Fish. Res Bd Can.27 : 359-370
Mc Lay, C. 1970. A theory concerning the distance traveled by
Nubakken, n. 1998. Biologi Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta : Gramedia
Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology .Philadelpia : WB Sounders
Odum, T. Howard.1992. ekologi system. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press. Rajawali.
Otto, C and Sjostrom. 1986. Behavior of Drifting Insect Larvae.
Hydrobiology.131 : 77-86.
Soemarwoto,O.I.Gandjar, A.H.Nasation, S.Soemartono dan L.K.
Somadiharta.1980.Biologi Umum II. Gramedia, Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
MAKROBENTHOS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU
Oleh
BUS A
Kelompok 1
Galuh Retno H1G007012Saeful Amri H1G007022Nur’aini H1G007038Dini Nur Muslimah H1H007004Fatno H1H007018Dian Trianasari H1K007003
Wedy Sigit H1K007010Indra Warman H1K007014Heri Irwansyah H1K007018
Reny Nurlina. W H1I008001 Mahendra H1I008009 Irawan JIA004006 Saut Stiven.O.M JIB005023 M.Jindar JIB006033
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTANFAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatdan karunia-Nya sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Laporan ini ditujukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas terstruktur mata
kuliah Ekologi Perairan. Penyusunan laporan ini berdasarkan pada praktikum di
sepanjang sungai Serayu.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu, Asisten Dosen
dan teman-teman kelompok 1 sehingga laporan ini dapat diselesaikan, kritik dan
saran yang bersifat membangun dari teman-teman sangat kami harapkan untuk
lebih menyempurnakan laporan. Semoga laporan ini berguna untuk teman-teman,
dan dapat menambah pengetahuan. Kurang lebihnya kami mohon maaf.
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
MAKROBENTHOS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU
Oleh
BUS A
Kelompok 1
Galuh Retno H1G007012Saeful Amri H1G007022Nur’aini H1G007038Dini Nur Muslimah H1H007004Fatno H1H007018
Dian Trianasari H1K007003 Wedy Sigit H1K007010
Indra Warman H1K007014Heri Irwansyah H1K007018
Reny Nurlina. W H1I008001 Mahendra H1I008009 Irawan JIA004006 Saut Stiven.O.M JIB005023 M.Jindar JIB006033
DisetujuiPurwokerto, 12 Desember 2008
Dosen
Asisten
Drs. Setijanto Msc.St Very Rahmawati NIP : 131 698207 NIM : J1A006001
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
PENGGUNAAN BENTIK SEBAGAI BIOINDIKATOR
Oleh
BUS A
Kelompok 1
Galuh Retno H1G007012Saeful Amri H1G007022Nur’aini H1G007038Dini Nur Muslimah H1H007004Fatno H1H007018
Dian Trianasari H1K007003 Wedy Sigit H1K007010
Indra Warman H1K007014Heri Irwansyah H1K007018
Reny Nurlina. W H1I008001 Mahendra H1I008009 Irawan JIA004006 Saut Stiven.O.M JIB005023 M.Jindar JIB006033
DisetujuiPurwokerto, 12 Desember 2008
Dosen
Asisten
Drs. Setijanto Msc.St Very Rahmawati NIP : 131 698207 NIM : J1A00600
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
PENGGUNAAN BENTIK SEBAGAI BIOINDIKATOR
Oleh
BUS A
Kelompok 1
Galuh Retno H1G007012Saeful Amri H1G007022Nur’aini H1G007038Dini Nur Muslimah H1H007004Fatno H1H007018Dian Trianasari H1K007003
Wedy Sigit H1K007010Indra Warman H1K007014Heri Irwansyah H1K007018
Reny Nurlina. W H1I008001 Mahendra H1I008009 Irawan JIA004006 Saut Stiven.O.M JIB005023 M.Jindar JIB006033
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTANFAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2008