LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
UJI STABILITAS
NAMA : DONI DERMAWAN
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS, 02 APRIL 2015
ASISTEN :1. NOVIA EKA PUTRI
2. RIMBA T.
LABORATORIUM FARMASI FISIKA II
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
Abstrak
Stabilitas merupakan kapasitas atau kemampuan suatu senyawa untuk
mempertahankan keadaan kimia, fisik, kadar, potensi, dan derajat degradasinya
terhadap suhu dan waktu penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan pada larutan yang
mengandung 4% asetosal dan 10% natrium sitrat. Parameter stabilitas yang
digunakan adalah penentuan kadar asetosal dalam berbagai variasi suhu dan
waktu tertentu. Uji stabilitas dilakukan dengan metode titrasi menggunakan
larutan NaOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat. Proses penguraian
kadar asetosal dapat ditentukan kecepatannya menggunakan persamaan Arrhenius
dan ekstrapolasi grafik. Hasil uji stabilitas menunujukkan bahwa potensi asetosal
berkurang seiring dengan bertambahnya waktu dan suhu penyimpanan.Kecepatan
penguraian asetosal ditentukan dengan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi
grafik yang menunjukkan semakin tinggi laju reaksi spesifik maka semakin cepat
laju penguraian.
Kata Kunci :Asetosal, Kadar, Penguraian, Uji Stabilitas
Abstract
Stability is the capacity or ability of a compound to maintain the state of the
chemical, physical, concentration, potential, and the degree of degradation of the
temperature and time of storage. Stability test performed in a solution containing
4% aspirin and 10% natrium citrate. Stability parameter used is the
determination of acetosal in a variety of temperature and time. Stability test was
conducted by titration using standardized NaOH solution with oxalic acid. The
process of decomposition of aspirin levels can be determined using the Arrhenius
equation and velocity extrapolation graphs. The test results indicate that the
potential of aspirin stability decreased with increasing time and temperature of
decomposition asetosal penyimpanan.Kecepatan determined by the Arrhenius
equation and extrapolation graph showing the higher the specific reaction rate,
the faster the rate of decomposition.
Keywords: Acetosal, Concentration, Decomposition, Stability Test
I. TUJUAN 1. Membuat larutan yang mengandung 4 % asetosal dan 10 %
natrium sitrat.
2. Menentukan kadar asetosal dalam berbagai variasi suhu dan
waktu tertentu dengan menggunakan titrasi asam basa.
3. Memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang disebabkan
oleh kenaikan suhu.
4. Meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada suhu
penyimpanan yang biasa (suhu kamar) dengan menggunakan
persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik.
II. PRINSIP 1. Hukum Arrhenius
Persamaan Arrhenius menyatakan hubungan antara energi aktivasi
dan laju reaksi (Ilmukimia, 2014).
2. Reaksi Netralisasi
Reaksi yang terjadi dengan pembentukan garam dan H2O netral
(pH=7) hasil reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH- dari suatu
basa (Sumardjo,2006).
3. Azas Le Chatelier
Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan
mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu
menjadi sekecil-kecilnya (Ratna, 2009).
4. Laju Reaksi
Laju reaksi dapat diartikan sebagai penambahan atau pengurangan
konsentrasi zat per satuan waktu (Sukardjo, 2002).
5. Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah
volume larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain
yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi yang melibatkan
reaksi asam dan basa disebut titrasi asam basa (Muchtaridi, 2007).
6. Pengenceran
Prosedur untuk penyiapan larutan yang kurang pekat dari larutan
yang lebih pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan proses
pengenceran, perlu diingat bahwa penambhaan lebih banyak
pelarut ke dalam sejumlah tertentu larutan stok akan mengubah
(mengurangi) konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat
terlarut yang terdapat dalam larutan (Chang,2005).
7. Stoikiometri
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-
unsur dalam senyawa dalam pembentukkan senyawanya
(Alfian,2009).
III. REAKSI H2C2O4 + 2NaOH ---> Na2C2O4 + 2H2O (Svehla, 1990).
IV. TEORI DASAR
Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai
kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat, dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(Vadas, 200).
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang
dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya
penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,1986).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat.
Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat,
yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi
kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya,
kelembaban, dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.
Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan,
pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua
molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Tidak tergantung dari karakter jalannya proses penguraian
(perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah untuk mengetahui
waktu yang mana bahan obat atau sistem bahan obat dibawah
persyaratan lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang telah
dilaporkan, untuk mendeteksi perbandingan stabilitas maka dipakai 2
metode yaitu (Voight, 1995) :
(1) tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat
selama ruang waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan
penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut
atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang pendingin
dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan
dikontrol kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat
mikrobiologis, maupun sifat sensoris dan keadaan galeniknya yang
dapat dideteksi dengan metode fisika.
(2) tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas,
dengan ini digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula
penguraian dipelajari pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu
ruang dan kemudian diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan.
Umumnya reaksi penguraian tidak berlangsung secara spontan,
namun memerlukan energi dari luar, misalnya listrik, panas, atau
dengan bantuan cahaya matahari (Zulfikar, 2010).
Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering
menyebabkan kerugian dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin b-
laktam hasil benzilpenisilin dalam aktivitas antimikroba yang lebih
rendah. dalam contoh beberapa produk degradasi dari obat mungkin
degradasi beracun suatu eksipien dapat menimbulkan masalah
stabilitas fisik atau mikrobiologis. Pada umumnya, reaksi kimia
berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair daripada dalam keadaan
padat sehingga masalah stabilitas serius lebih umum ditemui dalam
obat cair (Walter,1994).
Stabilitas produk obat dibagi menjadi stabilitas secara kimia
dan stabilitas secara fisika (Vadas, 2000).
Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk
mengetahui urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental dengan
mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi obat
merendahkan. Urutan keseluruhan reaksi adalah jumlah dari eksponen
istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan dengan tiap
reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu dalam tingkat
ekspresi (Parrot,1978).
Solusi tingkat reaksi biasanya dinyatakan dalam satuan perubahan
konsentrasi per periode waktu. Misalnya, mol per liter per jam, dan
laju reaksi kimia yang terjadi dalam larutan biasanya sebanding
dengan konsentrasi spesies reaksi (Martin, 1990).
Energi aktivasi dapat dianggap sebagai penghalang potensial
(hambatan energi) yang memisahkan energi potensial reaktan dan
produk dari reaksi. Untuk melangsungkan reaksi, setidaknya harus ada
energi yang sama atau lebih dari energi aktivasi. Persamaan Arrhenius
menyatakan hubungan antara energi aktivasi dan laju reaksi. Dari
persamaan Arrhenius, energi aktivasi dapat dinyatakan sebagai:
k = Ae-Ea/RT
dimana A adalah faktor frekuensi untuk reaksi, R adalah konstanta gas
universal, T adalah suhu (dalam Kelvin), dan k adalah koefisien laju
reaksi. Persamaan ini menunjukkan bahwa energi aktivasi tergantung
pada suhu (Ilmukimia, 2014).
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan
dimaksudkan dalam rantai peristiwa ini (Voight, 1995) :
1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu
yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat,
atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik
dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya
obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
V. ALAT DAN BAHAN Alat :
1. Buret 10 ml, 25 ml
2. Corong
3. Kertas indikator pH
4. Labu ukur 1000 ml
5. Neraca Analitis
6. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
Bahan :
1. Air
2. Asan oksalat
3. Asetosal
4. Fenolftalein
5. Na - sitrat
6. NaOH
Gambar Alat :
Buret Corong
Kertas indikator pH Labu ukur
Neraca analitik Pipet ukur
VI. PROSEDUR
Sebanyak 250 ml larutan yang mengandung 4 % asetosal dan
10 natrium sitrat dibagi 4 sampe dan disimpan pada suhu 300 C, 400 C,
500 C, dan 600 C di atas penangas air. Natrium sitrat ditimbang
sebanyak 25 gram dan dilarutkan dalam 200 ml air lalu dimasukkan ke
dalam labu ukur 250 ml. Asetosal ditimbang seksama sebanyak 10.000
gram dan dilarutkan ke dalam natrium sitrat lalu ditambahkan air
sampai 250 ml. Larutan diambil kurang lebih 50 ml dan ditentukan
kadar asetosal sebagai kadar awal (potensi 100%). Sisa larutan dibagi
untuk empat kelompok masing-masing 50 ml. Kurang lebih 200 ml
larutan Na sitrat dalam 10 % dalam labu ukur dihangatkan pada suhu
500 C kurang lebih 10 menit. Asetosal yang telah ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam labu ukur berisi larutan Nasitrat 10 % melalui
corong lalu dibilas dengan dengan larutan Nasitrat 10 %. Larutan
dikocok sampai larut dan ditambahkan larutan Na-sitrat 10 % sampai
250 ml lau diambil 4 kali 50 mL dan dimasukkan ke dalam wadah
tertutup. Masing-masing ditaruh di atas tangas air yang sesuai suhu
nya. Dicatat waktunya, larutan dipipet duplo 10 ml sampel dari sisa
larutan yang 250 ml dan segera ditetapkan kadarnya untuk mengetahui
kadar awal asetosal (potensi 100%). Ditentukan kadar sampel dalam
keempat botol pada interval waktu 15 menit selama 1 jam.
VII. DATA PENGAMATAN 1. Pembakuan NaOH
Volume Asam Oksalat Volume NaOH
10 ml 10,3 ml
10 ml 10,6 ml
Rata-rata : 10 ml Rata-rata : 10,45 ml
V as.oksalat x N as.oksalat = V NaOH x N NaOH
10 x 0,1 = 10,45 x N NaOH
N NaOH = 0,0956 N
Kelompok 3
2. Potensi Asetosal
Persamaan Potensi :
x 100 %
Keterangan : x = Volume titran awal
y = Volume titran pada waktu tertentu
Volume titran awal (x) asetosal pada percobaan adalah 22,15 ml
Waktu (t) yang digunakan : ( 0, 15, 30, 45 ) menit
P0 = ,,
, x 100 % = 143, 1 % P15 =
,,, x 100 % = 141, 9 %
P30 = ,,
, x 100 % = 140, 6 % P45 =
,,, x 100 % = 140, 2 %
Log P0 = 0,156
Log P0 = 0,152
Log P0 = 0,148
Log P0 = 0,147
3. Kadar Asetosal
Persamaan kadar = ()
x Volume Stok
dimana : BE asetosal = 90,08
Volume stok = 250 ml
Volume sampel = 5 ml
t0 = (,,),
x 250 = 5425
t1 = (,,),
x 250 = 5532
t2 = (,,),
x 250 = 5662
t3 = (,,),
x 250 = 5705
4. Perhitungan k
M =
M =
, Y2 = log potensi (t = 45)
Y1 = log potensi (t = 0)
M = ,,
= -0,064
- 0,064 =
, k =
Log k = -3,34
5. Perhitungan Energi Aktivasi (Ea)
M =
, Dimana R = 1,98
- 0,064 =
,, Ea = -7830,33
6. Perhitungan nilai A
ln A =
, x ln A =
,, x
A = 2,68 x 10-5
log A = -4,57
7. Perhitungan k(25)
log k(25) = log A =
, log k(25) = -4,57 =
,, k(25) = 5,577
8. Perhitungan t90
t90 = ,
t90 = ,, = 0,0185
Kelompok 1
Waktu Titrasi (mL) Kadar
asetosal (mg)
Potensi (%) Log Potensi pH 1 2 Rata-rata
0 11,2 10,1 10,65 4585,702 151,919 2,18 8 15 12,5 12,5 12,5 5381,78 143,56 2,15 8 30 15,8 11,9 13,85 5963,57 137,69 2,13 8 45 11,5 12,5 12 5166,98 145,82 2,16 7
K Log K Ea A Log A K25 t90 1,0235 x 10-3
-2,9899 -7903,78649 1,2048 x 10-5
- 4,919
6,3314 0,0166
Grafik Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu
2,12
2,13
2,14
2,15
2,16
2,17
2,18
2,19
0 10 20 30 40 50
Log Potensi
Log Potensi
Kelompok 2
Waktu Titrasi (mL) Kadar
asetosal (mg)
Potensi (%) Log Potensi pH 1 2 Rata-rata
0 11 13 12 5166,99 145,82 2,16 7 15 11,9 11 11,45 4930,17 148,31 2,171 7 30 12,3 12,4 12,35 5317,69 144,24 2,159 7 45 13,7 12,5 13,1 5640,63 140,86 2,148 7
K Log K Ea A Log A K25 t90 0,0009
3,045 -7919,111 1,695 x 10-5
-4,77 5,88 0,0178
Grafik Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu
2,135
2,14
2,145
2,15
2,155
2,16
2,165
2,17
0 10 20 30 40 50
Log
Pote
nsi (
% )
Waktu ( Menit )
Log Potensi (%)
Log Potensi (%)
Kelompok 3
Grafik Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu
K Log K Ea A Log A K25 T90 - 4,606 x 10-4
-3.34 -7830.33 2.68 x 10-5 -4.57 5.577 0.0188
Waktu
Titrasi Kadar
Asetosal Potensi Log
Potensi pH 1 2 X
(rata-rata)
0 12,7 12,5 12,6 5,425 143,1% 0,156 7 15 12,9 12,8 12,85 5,532 141,9% 0,152 7 30 13,2 13,1 13,15 5,662 140,6% 0,148 7 45 13,0 13,5 13,25 5,705 140,2% 0,147 7
2,13
2,135
2,14
2,145
2,15
2,155
2,16
0 15 30 45
log
Pote
nsi (
%)
Log Potensi (%) terhadap waktu
Potensi (%)
Kelompok 4
Waktu Titrasi (mL) Kadar
Asetosal (mg)
Potensi (%)
LogPotensi pH 1 2 Rata-rata
0 13,2 12,5 12,85 5532,98 142% 0,152 7 15 13 13 13 5597,57 141,3% 0,15 8 30 13 13,25 13,25 5705.57 140,2% 0,147 8 45 13,1 13,3 13,3 5726,75 139,95& 0,146 8
K Log k Ea A Log A K25 t90 3,07x10-4 -5,51 -7990,28 2,98
10-5 -4,52 5,46
0,019
Grafik Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu
0,143
0,144
0,145
0,146
0,147
0,148
0,149
0,15
0,151
0,152
0,153
0 15 30 45
Log Potensi
Series 1
Grafik Hubungan (log k) dengan (1/T x 104)
VIII. PEMBAHASAN
Uji stabilitas larutan yang mengandung 4% asetosal dan 10%
natrium sitrat dilakukan bertujuan untuk menentukan potensi dan kadar
asetosal terhadap variasi waktu penyimpanan dan suhu. Analisis dan
identifikasi dilakukan terhadap parameter kecepatan penguraian kadar
asetosal menggunakan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik.
Larutan asetosal sebagai sampel yang diidentifikasi pada uji stabilitas
dilarutkan ke dalam labu ukur yang telah terisi larutan Na-sitrat 10%.
Pengujian stbailitas asetosal dilakukan dengan metode titrasi
menggunakan larutan NaOH yang telah dibakukan oleh asam oksalat, hal
ini bertujuan agar larutan NaOH memiliki sifat dan karakteristik larutan
baku primer sehingga dapat digunakan untuk menitrasi asetosal. Asetosal
yang sudah dititrasi diukur nilai pH nya, hal ini bertujuan agar hasil
pengukuran volume titrannya tidak bias.
28,5
29
29,5
30
30,5
31
31,5
32
32,5
33
33,5
(1/T x 10^4) (1/T x 10^4) (1/T x 10^4) (1/T x 10^4)
log k
Larutan asetosal dibagi menjadi empat bagian dan disimpan pada
waktu penyimpanan (t) ; 0, 15 menit, 30 menit, dan 45 menit. Waktu
penyimpanan ini berperan sebagai salah satu parameter identifikasi proses
penguraian kadar sampel larutan asetosal.
Tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat
selama ruang waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan
penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut atau
diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang pendingin dan dalam
jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan dikontrol kandungan
bahan obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat sensoris
dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika
(Voight, 1995).
Waktu penyimpanan ini berpengaruh terhadap nilai potensi dan
kadar dari asetosal. Potensi asetosal merupakan selisih antara volume
titran awal dengan volume titran akhir per satuan titran awal. Titran awal
yang digunakan adalah larutan NaOH sebaanyak 22,15 ml. Hasil data
pengamatan menunjukkan bahwa potensi asetosal akan menurun seiring
dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini menunjukkan adanya
degradasi kimia konstituen asetosal.
Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering
menyebabkan kerugian dalam potensi (Walter, 1994).
Penurunan potensi ini akan berpengaruh terhadap konstanta
kecepatan penguraian (k) dan energi aktivasi (Ea). Korelasi antara potensi
dengan waktu penyimpanan pada suhu 300 C dapat ditunjukkan oleh grafik
berikut ini :
Grafik Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu pada Suhu 500 C
Grafik menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka
semakin menurunnya potensi asetosal ditunjukkan oleh nilai log potensi nya.
Parameter proses penguraian kadar asetosal juga dapat diidentifikasi dari
perlakuan pemanasan. Hal ini berlaku untuk setiap perlakuan variasi suhu
yang dilakukan terhadap larutan asetosal yang dapat diamati dari data
pengamatan.
Tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan
ini digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian
dipelajari pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian
diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan (Voight, 1995).
Perlakuan suhu bertujuan untuk faktor identifikasi terhadap kinetika rekasi
asetosal pada variasi suhu dan waktu penyimpanan. Suhu 300 C digunakan
sebagai suhu ruang sebagai titik acuan yang kemudian akan diekstrapolasikan
terhadap suhu penyimpanan lainnya yakni 400 C, 500 C, dan 600 C.
2,13
2,135
2,14
2,145
2,15
2,155
2,16
0 15 30 45
log
Pote
nsi (
%)
Log Potensi (%) terhadap waktu
Potensi (%)
Ekstrapolasi ini dilakukan untuk menentukan kecepatan penguraian asetosal
yang dapat ditentukan dengan persamaan Arrhenius.
Persamaan Arrhenius menyatakan hubungan antara energi aktivasi dan
laju reaksi (Ilmukimia, 2014).
Dengan demikian, nilai energi aktivasi asetosal dengan variasi suhu dan
waktu penyimpanan harus ditentukan nilainya sebagai komponen perhitungan
persamaan Arrhenius.
Nilai laju spesifik (k) digunakan sebagai nilai penentu kinetika reaksi
larutan sampel asetosal. Laju spesifik akan sangat dipengaruhi oleh nilai
energi aktivasi. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi
nilai k maka laju reaksi spesifik dalam hal ini laju penguraian akan semakin
meningkat.
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro
suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran
kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-
asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya, kelembaban, dan faktor-faktor lain dapat
menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh
pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan
ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Waktu paro pada waktu 90 menit yang diperoleh dari data hasil
pengamatan adalah sebagai berikut ; pada suhu 300C : 0,0166; pada suhu 400C
: 0,0178; pada suhu 500C : 0,0188; dan pada suhu 600C : 0,019. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar perlakuan suhu terhadap asetosal maka
semakin cepat proses penguraiannya yang ditunjukkan dengan semakin
besarnya nilai waktu paro untuk 90 menit. Waktu paro menunjukkan
penurunan konsentrasi asetosal per satuan waktu.
Nilai laju spesifik (k) penguraian asetosal diplotkan terhadap kebalikan
suhu. Ekstrapolasi garis terhadap suhu kamar (k25) digunakan untuk
memperoleh suatu ukuran stabilitas senyawa atau obat pada kondisi
penyimpanan lazim yang dapat diamati pada grafik berikut ini :
Grafik Hubungan (log k) dengan (1/T x 104)
Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah
suatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian
obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk
fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut (Voight,
1995).
Stabilitas suatu sediaan farmasi merupakan faktor penting
yang harus dipertimbangkan agar sifat kimia, fisika, dan efek terapi
obat akan selalu dalam keadaan standar pada waktu dan suhu
penyimpanan yang sudah ditentukan.
28,5
29
29,5
30
30,5
31
31,5
32
32,5
33
33,5
(1/T x 10^4) (1/T x 10^4) (1/T x 10^4) (1/T x 10^4)
log k
IX. KESIMPULAN 1. Pembuatan larutan yang mengandung 4% asetosal dan 10%
natrium sitrat dilakukan dengan melarutkan asetosal ke dalam labu
ukur yang telah diisi oleh larutan natrium sitrat dengan
perbandingan tertentu.
2. Kadar asetosal dalam berbagai variasi suhu dan waktu
penyimpanan tertentu dilakukan dengan metode titrasi. Semakin
lama waktu dan tinggi suhu maka potensi asetosal akan semakin
menurun.
3. Penguraian asetosal yang disebabkan kenaikan suhu dapat dapat
ditentukan melalui plot Arrhenius yang menyatakan hubungan laju
spesifik dengan energi aktivasi.
4. Kecepatan penguraian asetosal pada suhu kamar dapat ditentukan
melalui persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik. Dengan hasil
yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai laju spesifik
Arrhenius maka proses penguraian akan semakin cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Z. 2009. Kimia Dasar. Medan : USU Press.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Connors. 1986. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi Edisi II. Jakarta :Jhon Willey
and Sons.
Ilmu Kimia. 2014. Energi Aktivasi. Available at
http://www.ilmukimia.org/2014/07/energi-aktivasi.html [Diakses pada
tanggal 28 Maret 2015].
Martin, A. 1990. Farmasi Fisika Buku I. Jakarta : UI Press.
Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. Yogyakarta : UGM Press.
Muchtaridi. 2007. Kimia 2. Jakarta : Yudhistira.
Ratna.2009.Azas Le Chatelier. Available at http://www.chem-is
try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/azas-le-chatelier/. [diakses pada
tanggal 15 Maret 2015].
Sukardjo. 1977. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Aneka Cipta.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta : PT. Rinika Cipta
Sumardjo. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Organik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta : Jhon Willey and Sons.
Vadas. 2000. Stabilitas Sediaan Farmasi. Jakarta : Jhon Willey and Sons.
Voight. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex Principle and Practice of
Pharmaceutics Twelfth Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Zulfikar. 2010. Reaksi Penguraian. tersedia online di http:// chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/reaksi-kimia-kimia-kesehatan-
materi_kimia/reaksi-penguraian/ [diakses pada tanggal 10 April 2015].