LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : KELARUTAN TERHADAP FUNGSI SUHU Kelompok : IX A
Nama :
1. M. Reinaldo Ongky Billy Anando NRP. 2313 030 003 2. Gina Ayuningtiyas NRP. 2313 030 007 3. Rinny Retnoningsih NRP. 2313 030 011 4. Danny Chandra Septian NRP. 2313 030 013 5. Catur Puspitasari NRP. 2313 030 093
Tanggal Percobaan : 23 September 2013
Tanggal Penyerahan : 17 Oktober 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, ST, MT.
Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandari W
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan kelarutan dan menghitung panas
pelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat.
Prosedur percobaan adalah asam oksalat dan NaOH digunakan pada praktikum ini.
Langkah pertama adalah melarutkan asam oksalat ke dalam aquades yang bersuhu 30◦,
40◦C, 50◦C, dan 60◦C. Hingga menjadi larutan jenuh. Selanjutnya adalah menitrasi larutan
asam oksalat tersebut dengan NaOH namun sebelum melakukan titrasi larutan asam oksalat
ditetesi dengan fenolptalein sebanyak dua tetes
Hasil yang diperoleh pada suhu aquades 30oC massa asam oksalat yang diperlukan
adalah 3 gram dengan volume titrasi NaOH 3,5 ml. Pada suhu 40oC massa asam oksalat
yang diperlukan 7 gram dengan volume titrasi NaOH 8 ml. Pada suhu 50oC massa asam
oksalat yang diperlukan 8,5 gram dengan volume titrasi NaOH 17 ml. Pada suhu 60oC
massa asam oksalat yang diperlukan 10 gram dengan volume titrasi NaOH 25 ml. Serta
semakin besar suhu nilai panas pelarutan differensial juga semakin besar yaitu pada suhu
30 nilai panas pelarutan differensialnya -3,3023. Suhu 40 o
C nilai panas pelarutan
differensialnya -2,4746. Pada suhu 50 o
C nilai panas pelarutan differensialnya -1,7209.
Pada suhu 60 nilai panas pelarutan differensialnya -1,3352.
Kesimpulan dari percobaan kelarutan terhadap fungsi suhu ini adalah bahwa hubungan
kelarutan terhadap suhu yaitu semakin tinggi suhu maka nilai kelarutan suatu zat dalam hal
ini asam oksalat akan semakin meningkat.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK.................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang..................................................................................................... I-1
I.2 Rumusan Masalah................................................................................................I-1
I.3 Tujuan Percobaan.................................................................................................I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kelarutan............................................................................................................ II-1
II.2 Hubungan Kelarutan terhadap Fungsi Suhu……...............................................II-2
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan..........................................................................................III-1
III.2 Alat yang Digunakan........................................................................................III-1
III.3 Bahan yang Digunakan....................................................................................III-1
III.4 Prosedur Percobaan..........................................................................................III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan...................................................................................III-2
III.6 Gambar Alat Percobaan...................................................................................III-3
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan...............................................................................................IV-1
IV.2 Grafik dan Pembahasan...................................................................................IV-2
BAB V KESIMPULAN........................................................................................................V-1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... vi
APENDIKS............................................................................................................................ vii
LAMPIRAN
Laporan Sementara
MSDS Bahan
Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Diagram Alir Percobaan.......................................................................III-2
Gambar III.2 Gambar Alat Percobaan....................................................................... III-3
Gambar III.3 Gambar Bahan Percobaan.................................................................... III-4
iv
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Hasil Kelarutan Asam Oksalat dengan Aquades..................................... IV-1
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.1 Hubungan Ln S dan 1/T................................................................................... IV-3
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga
akan berubah. Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh dan lewat jenuh. Larutan dikatakan jenuh
pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila
jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh. Dan bila jumlah zat
terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain,
dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur dan sedikit tekanan.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan dapat dilihat pada peristiwa sederhana yang terjadi
pada kehidupan sehari-hari. Salah satu yang menjadi pokok perhatian dalam percobaan kali ini
adalah pengaruh suhu (temperatur) terhadap kelarutan suatu zat, dimana literatur yang ada telah
membuktikan bahwa semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi pula kelarutan suatu zat. Hal
inilah yang ingin dibuktikan dalam percobaan kali ini. Zat yang digunakan dalam praktikum kali
ini adalah asam oksalat. Digunakan asam oksalat karena kelarutan dari asam oksalat sangat
sensitive terhadap perubahan suhu.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana menentukan kelarutan dan menghitung pana pelarutan differensial pada
larutan jenuh asam oksalat?
2. Bagaimana hubungan kelarutan asam oksalat terhadap perubahan suhu?
1.3 Tujuan Percobaan
2. Menentukan kelarutan dan menghitung pana pelarutan differensial pada larutan jenuh
asam oksalat.
3. Mengetahui hubungan kelarutan asam oksalat dengan perubahan suhu.
II-1
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk
larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah
tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat
membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak
larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan
zat yang tidak larut.
Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya
suatu zat yang dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu.Biasanya
dinyatakan dalam satuan mol/liter. Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.Solute
adalah substansi yang melarutkan.Contoh sebuah larutan NaCl.NaCl adalah solute dan air adalah
solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memilki sembilan
tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam
cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah
padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas.
Jika kelarutan suhu suatu sistem kimia dalam keseimbangan dengan padatan, cairan atau
gas yang lain pada suhu tertentu maka larutan disebut jenuh. Larutan jenuh adalah larutan yang
kandungan solutnya sudah mencapai maksimal sehingga penambahan solut lebih lanjut tidak
dapat larut.Konsentrasi solut dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solut padat maka
larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan
masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul-molekul ion dari fase cair yang
mengkristal menjadi fase padat.
Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang
diperlukan untuk membuat larutan jenuh atau larutan yang partikel – partikelnya tidak tepat habis
bereaksi dengan pereaksi.
II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Larutan sangat jenuh, yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute dari pada
yang diperlukan untuk larutan jenuh atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi
melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan didalam larutan. Suatu larutan jenuh merupakan
kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu dinaikkan. Pada
umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan.
Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul zat yang larut dan yang tidak
larut.keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut :
A(p) A(l)
Dimana :
A (l) : molekul zat terlarut
A (p) : molekul zat yang tidak larut
Tetapan kesimbangan proses pelarutan tersebut :
K =
Dimana :
az : keaktifan zat yang larut
az : keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga satu untuk zat padat dalam
keadaan standar
yz : koefisien keaktifan zat yang larut
mz: kemolalan zat yang larut yang karena larutan jenuh disebut kelarutan
2.2 Hubungan Kelarutan Terhadap Suhu
Kelarutan zat menurut suhu sangat berbeda – beda. Pada suhu tertentu larutan jenuh
yang bersentuhan dengan zat terlarut yang tidak larut dalam larutan itu adalah sebuah contoh
mengenai kesetimbangan dinamik.Karena dihadapkan dengan sistem kesetimbangn, dapat
menggunakan prinsip le chatelier. Untuk menganalisis bagaimana gangguan itu pada sistem akan
mempengaruhi kedudukan kesetimbangan. Gangguan ini antara lain perubahan pada suhu ini
cenderung menggeser kesetimbangan kearah penyerap kalor.
II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Jika pelarut dari zat terlarut lebih banyak merupakan peristiwa endoterm, seperti
dinyatakan dalam persamaan :
Kalor + zat terlarut + larutan (l1) larutan (l2)
Dengan larutan (l2) lebih pekat daripada larutan(l1) maka kenaikan suhu akan
meningkatkan kelarutan. Dengan kata lain, kesetimbangan bergeser ke kanan karena
meningkatnya suhu. Untuk kebanyakan padatan dan cairan yang dilakukan dalam pelarut cairan,
biasaarutannya kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu.
Untuk gas, pembentukan larutan dalam cairan hapir selalu eksoterm, sehingga
ketimbangan dapat dinyatakan dengan :
Gas + larutan (1) larutan (2) + kalor
Untuk kesetimbangan ini, peningkatan suhu malah akan mengusir gas dan larutan sebeb
pergeseran ini ke kiri adalah endoterm. Karena itu gas hamppir selalu menjadi kurang larut dalam
cairan jika suhunya dinaikkan
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan o dengan
persamaan :
p =
Yang disebut persamaan van’t hoff. Pada reaksi endoterm konstanta kesetimbangan akan
naik seiring dengan naiknya termperatur. Pada reaksi eksoterm konstanta kesetimbangan akan
turun dengan naiknya temperature.
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat tidak
larut. Dalam kesetimbangan ini, kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap. Artinya
konsentrasi zat dalam larutan akan selalu sama.
Menurut Vant Hoff pengaruh temperature terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai
berikut :
d ln s / dt =H/Rt"
Persamaan ini merupakan expresi secara sistematis azas Le Chatelier. Jikapersamaan ini
diintegralkan dari T1 ke T2, maka akan menghasilkan :
Ln s = - x + C
II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
S1, S2 = Kelarutan zat pada temperature
T1 dan T2 (mol/100 gram solvent)
H = Panas pelarutan permol sel
R = Konstanta umum gas
C = Konstanta integrasi
Panas pelarutan ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan dilarutkan dalam larutan
yang sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda denganpanas pelarutan untuk larutan encer
yang biasa terdapat dalam table panaspelarutan. Panas pelarutan biasanya terdapat dalam table
merupakan panaspengenceran dari keadaan jenuh menjadi encer Pada umumnya panas pelarutan
bernilai positif, sehingga menurut VantHoff kenaikan temperature akan meningkatkan jumlah zat
yang terlarut. Begitu sebaliknya.
2.3 Titrasi
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan
dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena pengukuran volum
memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan analisa
volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian utama dari kimia analitik dan
perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia. Analisis cara
titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti: aA + tT → hasil dengan keterangan: (a) molekul analit
A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T. Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara sedikit-
sedikit, biasanya dari sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui.
Larutan yang disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan
suatu proses standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen
dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan baha titik ekivalen titran telah tercapai. Agar
mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat kimia,
yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan perubahan
warna. Indikator asam basa terbuat dari asam atau basa organik lemah, yang mempunyai warna
berbeda ketika dalam keadaan terdisosiasi maupun tidak. Perubahan warna ini dapat atau tidak
dapat trejadi tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin dengan titik
II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan (atau mengadakan koreksi
untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisa titrimetri. Istilah titrasi
menyangkut proses ntuk mengukur volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen.
Selama bertahun-tahun istilah analisa volumetrik sering digunakan daripada titrimetrik. Akan
tetapi dilihat dari segi yang ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran
volum tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu misalnya, orang dapat mengukur
volum gas.
Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter, yang diketahui konsentrasi (larutan standar)
dan volumnya digunakan untuk mereaksikan larutan yang dititer yang konsentrasinya tidak
diketahui. Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk menambahkan peniter, sangat mungkin
untuk menentukan jumlah pasti larutan yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir. Titik akhir
adalah titik di mana titrasi selesai, yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan
berubah warna pada saat titik ekivalensi—di mana volum dari peniter yang ditambahkan
dengan mol tertentu sama dengan nilai dari mollarutan yang dititer. Dalam titrasi asam-basa kuat,
titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir mencapai 7, dan biasanya ketika
larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH fenolftalein. Selain
titrasi asam-basa, terdapat pula jenis titrasi lainnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi;
titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam
titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, di
mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar
8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah
metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam
larutan alkali.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator".
Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai
peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak
II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan.
Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat
tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH
secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara langsung.
Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang
sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar
kesalahannya tidak dapat ditentukan.
2.4 MSDS Bahan
1. Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam
etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-
COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat.
Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor.
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik
adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering
ditemukan.
Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10o C) dan
larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (Na,K), yang
larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan
logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara
praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk
menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat.
Asam oksalat mempunyai massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat), rupa
putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³ (dihidrat), kelarutan dalam air
II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C?), dan 120 g/100 mL (100°C), dan titik didih sebesar
101-102°C (dihidrat) (Anonim, 22 oktober 2010).
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida murni merupakan padatan putih; tersedia di pellet, serpih, butiran dan sebagai
larutan 50% jenuh. Ini adalah higroskopis dan mudah menyerap air dari udara, sehingga harus
disimpan dalam kedap udara wadah. Sangat larut dalam air dengan pembebasan panas. Ini juga
larut dalam etanol dan metanol, meskipun pameran kelarutan rendah dalam larutan daripada
kalium hidroksida. Natrium hidroksida cair juga merupakan basa kuat, tapi suhu tinggi batas yang
diperlukan aplikasi. Hal ini tidak larut dalam eter dan pelarut non-polar. Sebuah natrium
hidroksida larutan akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Anonim, 22 oktober
2010).
NaOH mempunyai sifat Δ H ° pembubaran untuk diencerkan berair -44,45 kJ / mol. Dari larutan
berair pada 12,3-61,8 ° C, mengkristal di monohidrat, dengan titik lebur 65,1 ° C dan densitas
1,829 g / cm 3. Δ H° form -734.96 kJ / mol. Monohidrat dari -28 ke -24 ° C. Heptahidrat dari -24
ke -17,7 ° C. -17,7 Ke Pentahydrate dari -5,4 ° C. Tetrahydrate (α-berubah), di -5, 4-12,3 ° C juga
tahu metastabil β-NaOH 4 * H 2 O. Yang di atas 61,8 ° C adalah mengkristal (Anonim, 22
oktober 2010).
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Variabel Bebas : Serbuk Asam Oksalat
2. Variabel Terikat : Volume Titran
3. Variabel Kontrol : Suhu 30oC, 40
oC, 50
oC, dan 60
oC
III.2 Alat yang Digunakan
1. Erlenmeyer
2. Pipet tetes
3. Buret
4. Corong
5. Spatula
6. Gelas ukur
7. Termometer
8. Piknometer
III.3 Bahan yang Digunakan
1. Asam Oksalat
2. NaOH
3. Indikator PP
4. Aquades
III.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengukur aquades 100 ml dalam Erlenmeyer lalu mengukurnya hingga suhu air
30oC
3. Memasukkan asam oksalat secara perlahan-lahan kedalam aquades dan
mengaduk perlahan hingga menjadi larutan jenuh.
4. Mengambil 5 ml larutan asam oskalat lalu memasukkan ke dalam picnometer lalu
ukur dengan ketelitian 0,01 gram
5. Menitrasi larutan yang tersisa dalam Erlenmeyer dengan NaOH yang sebelumnya
telah ditetesi PP sebanyak 2 tetes.
6. Mengulangi tahap 2-5 dengan variable suhu 40oC, 50
oC, 60
oC.
III-2
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
Gambar III.1. Diagram air percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu
Panaskan 100 ml aquades pada becker
glass yang diberi termometer hingga
suhu 30oC
Masukkan serbuk asam oksalat sedikit
demi sedikit sembari menimbang
massa yang dimasukkan
Aduk larutan hingga berada pada titik
jenuhnya.
Masukkan 5 ml larutan kedalam
piknometer
Larutan yang tersisa ditetesi indikator
PP sebanyak 2 tetes
Titrasi larutan hingga warna larutan
berubah menjadi merah muda yang
keruh
Ulangi langkah paling awal tetapi pada
suhu 40oC, 50
oC, dan 60
oC
Selesai
III-3
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Gambar III.2.1 Erlenmeyer
Gambar III.2.2 Pipet tetes
Gambar III.2.3 Buret
Gambar III.2.4. Corong
Gambar III.2.5. Spatula
Gambar III.2.6. Gelas Ukur
III-4
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
Gambar III.2.7. Termometer
Gambar III.2.8. Piknometer
III.7 Gambar Bahan Percobaan
Gambar III.3.1. Asam Oksalat (H2C2O4)
Gambar III.3.2. NaOH
III-5
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
Gambar III.3.3 Fenolftalein
Gambar III.3.4. Aquades
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Data hasil percobaan dan pembahasan
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut,
juga bergantung pada faktor temperatur.Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan
bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukan larutannya bersifat
endoterm. Akan tetapi ada zat yang sebaliknya, yaitu eksoterm dalam melarut.
Dalam percobaan kali ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mencoba membuktikan
adanya pengaruh suhu (temperatur) dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat. Dalam perlakuan,
digunakan Asam Oksalat sebagai sampel yang akan diamati kelarutannya pada suhu 30◦C, 40◦C,
50◦C, dan 60◦C. Sebelum perlakuan terlebih dahulu menyiapkan semua bahan dan alat yang
akan digunakan, dimana dalam fase ini dibuat larutan baku NaOH 1 M sebanyak 100 ml, yakni
dengan menimbang 40 gram NaOH kemudian memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
menambahkan sedikit demi sedikit aquades, dan mengocoknya hingga homogen, kemudian
volumenya dicukupkan sampai 100 ml. Kemudian memasukkan dalam wadah yang sesuai, lalu
diberikan label.
Perlakuan selanjutnya memanaskan aquades sebanyak 100 ml dalam gelas kimia hingga
mencapai suhu 30◦C kemudian memasukan asam oksalat kedalam aquades secara perlahan
hingga larutan menjadi larutan jenuh. Mengambil larutan asam oksalat sebanyak 5 ml kemudian
memasukkannya kedalam picnometer lalu menimbang dengan ketelitian 0,01 gram. Setelah itu
sisa larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan NaOH.Sebelum di titrasi larutan diberi PP
sebanyak 2-3 tetes.Kemudian mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan hingga
larutan berubah warna menjadi merah muda.
IV-2
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Hasil yang diperoleh pada pengamatan yaitu sebagai berikut:
Suhu Massa asam oksalat Aquades Titrasi NaOH
30◦C 3 gram 100 ml 3.5 ml
40◦C 7 gram 100 ml 8 ml
50◦C 8.5 gram 100 ml 17 ml
60◦C 10 gram 100 ml 25 ml
Alasan digunakan asam oksalat pada praktikum ini adalah karena kelarutan asam oksalat
sangat sensitive terhadap perubahan suhu. Sedangkan alasan digunakannya NaOH sebagai larutan
baku untuk titrasi karena sampel yang digunakan (asam oksalat) bersifat asam, sementara NaOH
sendiri bersifat basa, sehingga titrasi yang dilakukan disebut titrasi alkimetri. Kemudian
ditambahkan indikator PP . Fungsi indikator PP adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi yang
ditandai dengan perubahan warna titran (asam oksalat) menjadi warna merah muda.
Dalam praktikum ini dilakukan proses titrasi. Tujuan dari proses titrasi dari praktikum
ini adalah untuk mengukur volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titran
dalam proses titrasi ini adalah asam oksalat.
Setelah menghitung kelarutan asam oksalat dan entalpi panas pelarutan dapat diperoleh
grafik sebagai berikut:
IV-3
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik VI.1 Hubungan Ln S dan 1/T
Dari grafik hubungan antara Ln S dan 1/T diperoleh hasil bahwa semakin besar
nilai kelaruan asam oksalat maka suhu yang diperlukan akan semakin tinggi pula. Hal ini
disebabkan karena suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kelarutan.
Karena kebanyakan bahan kimia dapat menyerap panas bila dilarutkan, sehingga dikatakan
mempunyai panas larutan negatif yang menyebabkan kelarutannya meningkat ketika suhu
bertambah. Kelarutan zat padat dalam cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena
kebanyakan proses pembentukan larutannya bersifat endoterm. Akan tetapi ada zat yang
sebaliknya, yaitu eksoterm dalam melarut.
V-1
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil:
1. Pada suhu 30 massa asam oksalat yang diperlukan adalah 3 gram dengan volume titrasi
NaOH 3,5 ml. Pada suhu 40 massa asam oksalat yang diperlukan adalah 7 gram
dengan volume titrasi NaOH 8 ml. Pada suhu 50 massa asam oksalat yang diperlukan
adalah 8 gram dengan volume titrasi NaOH 17 ml. Pada suhu 60 massa asam oksalat
yang diperlukan adalah 10 gram dengan volume titrasi NaOH 25 ml.
2. Pada suhu 30 nilai panas pelarutan differensial -3,3023. Pada suhu 40 nilai panas
pelarutan differensial -2,4746. Pada suhu 50 nilai panas pelarutan differensial -1,7209.
Pada suhu 60 nilai panas pelarutan differensial -1,3352.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Atkins. 1999.Kimia Fisika Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
Maron, Samuel H dan Lando, Jerome B. 1974. Fundamentals of Physical and Chemistry.
New York: Macmillan Publishing
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Wahyuni, Ita Trie. 2012. Laporan Praktikum. Diakses dari
(http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-fisika-kelarutansebagai.html),
pada tanggal 19 September 2013.
vii
APPENDIKS
Dengan data yang telah diperoleh dari percobaan maka dapat ditentukan kelarutan dan
panas pelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat adalah sebagai berikut:
1. Menghitung kelarutan dan menghitung panas pelarutan diferensial pada
larutan jenuh asam oksalat.
1.1) Pada suhu 30◦C
V1N1 =V2N2
(3.5)(1)=(95)N2
N2 = 0.0368 N=M. Jadi, kelarutan asam oksalat pada 95 ml air di
suhu 30◦C adalah 0.0368 N
Ln S =
-3,3023 =
= 8318.3 J/mol
1.2) Pada suhu 40◦C
V1N1 =V2N2
(8)(1) =(95)N2
N2 = 0.0842 M
Ln S =
-2,4746 =
= 6439.5 J/mol
1.3) Pada suhu 50◦C
V1N1 =V2N2
(17)(1)=(95)N2
N2 = 0.1789 M
Ln S =
-1.7209 =
= 4621.3 J/mol
viii
1.4) Pada suhu 60◦C
V1N1 =V2N2
(25)(1)=(95)N2
N2 = 0.2631
Ln S =
-1.3352 =
= 3696.469 J/mol
2. Menghitung massa jenis larutan asam oksalat dengan menggunakan
picnometer. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
=
=
= 1 gr/ml