BAB ITINJAUAN PUSTAKA
A. TRAUMA THORAXAnatomi Rongga ThoraxThorax adalah bagian atas
batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen. Cavitas
thoracis dibatasi oleh dinding thorax, berisi timus, jantung (cor),
paru (pulmo), bagian distal trakea dan bagian besar esofagus.
Dinding thorax terdiri dari kulit, fasia, saraf, otot, dan tulang.
[1]
Kerangka dinding thoraxSifat khusus vertebra thorax mencakup :
fovea costalis pada corpus vertebrae untuk bersendi dengan
tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga kosta terkaudal,
processus spinosus yang panjang. [1]
Gambar 1. Batas dan Komponen Cavitas Thoracis[Sumber:
http://legalmedicalexhibits.com/]
Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada
osteokartilagineus yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa
organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka thorax terdiri dari :
vertebra thoraxika (12) dan diskus intervertebralis, costa (12
pasang) dan cartilago costalis, sternum.[1]a. CostaeCostae adalah
tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian
terbesar sangkar dada. Tujuh atau delapan kosta pertama disebut
costae sejati (vertebrosternal) karena menghubungkan vertebra
dengan sternum melalui kartilago kostalisnya. Costae VIII sampai
costae X adalah costae tak sejati (vertebrokondral) karena
kartilago kostalis tepat diatasnya. Costae XI dan XII adalah costae
bebas atau costae melayang karena ujung kartilago kostalis
masing-masing costae berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.
[1]Cartilago costalis memperpanjang costae kearah ventral dan turut
menambah kelenturan dinding thorax. Hal ini berguna untuk mencegah
terjadinya fraktur pada sternum atau costae karena benturan. Costae
berikut cartilago costalis-nya terpisah dari satu yang lain oleh
spatium intercostale yang berisi muskulus interkostalis, arteria
interkostalis, vena interkostalis, dan nervus intercostalis.
[1]Bagian costae terlemah, terletak tepat ventral terhadap angulus
costae. Fraktur costae umumnya terjadi secara langsung karena
benturan, atau secara tidak langsung karena cedera yang mememarkan.
Rudapaksa langsung dapat menyebabkan fraktur di sembarang tempat
pada costae, dan ujung patahan dapat mencederai organ dalam
(misalnya paru-paru dan atau limpa). [1]b. SternumSternum adalah
tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar
dada. Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim sterni, korpus
sterni, dan processus xyphoideus. [1]Manubrium sterni berbentuk
sperti segitiga, terletak setinggi vertebra T-III dan vertebra
T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan lebih tipis dari
manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra (T-V) -
(T-IX). Processus xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling
variabel, berupa tulang rawan pada orang muda, tetapi pada usia
lebih daripada 40 tahun sedikit banyak menulang. [1]Fraktur sternum
umum terjadi setelah kompresi traumatik pada dinding thorax
(misalnya pada kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi
terdorong pada batang kemudi). Umumnya korpus sterni yang mengalami
fraktur, dan biasanya bersifat fraktur komunitiva artinya terpecah
berkeping-keping. Pemasangan kantong udara dalam kendaraan otomotif
telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah.Untuk memasuki
kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum
dibelah dalam bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan
untuk biopsi sumsum tulang dengan jarum karena lebarnya dan letakya
yang superfisial. [1]c. Appertura thoracisCavitas thoracis
berhubungan dengan leher melalui apertura thoracis superior yang
berbentuk seperti ginjal. Apertura thoracis superior ini yang
terletak miring, dilalui oleh struktur yang memasuki atau
meninggalkan cavitas thoracis, yakni tenggorok (trakea) ,
kerongkongan (esofagus), pembuluh dan saraf. [1]Cavitas torasis
berhubungan dengan abdomen melalui apertura torasis inferior yang
ditutup oleh diafragma. Struktrur-struktur yang berlalu ke dan dari
kavitas torasis, dari dan ke kavitas abdominis melewati diafragma
(misalnya vena kava inferior) atau di belakangnya (misalnya aorta).
[1]
Gambar 2. Batas Cavitas Thoracis[Sumber: Imaios.com]
d. Otot, saraf dan vaskularisasi dinding thoraxSpatium
intercostale yang khas berisi tiga lapis muskulus interkostalis.
Lapis paling superfisial dibentuk oleh muskulus intercostalis
eksternus, lapis kedua oleh muskulus intercostalis internus, dan
lapis paling profunda oleh muskulus intercostalis intimus.
[1]Setelah melewati foramen intervertebrale, kedua belas pasang
nervi thoracici terpecah manjadi rami anteriores dan rami
posteriores. Rami anteriores nervi thoracici I-XI membentuk nervi
intercostales yang memasuki spatia intercostalia. Ramus anterior
nervus thoracicus XII yang terdapat kaudal dari costa XII, disebut
nervi subcostalis. Rami posteriores melintas ke arah dorsal, tepat
lateral dari processus artikularis vertebra untuk mempersarafi
otot, tulang, sendi dan kulit di punggung. [1]Pasokan darah
arterial untuk dinding thorax berasal dari : arteria subklavia
melalui arteria thoracica interna dan arteria intercostalis
terkranial, arteria aksilaris, orta melalui arteria intercostalis
dan arteria subcostalis. [1]Vena intercostalis mengiringi arteria
intercostalis dan terletak paling dalam (terkranial) dalam sulcus
costa. Di masing-masing sisi terdapat 11 vena intercostalis
posterior dan satu vena subcostalis. Vena intercostalis posterior
beranastomosis dengan vena intercostalis anterior yang merupakan
anak cabang vena thoracica interna. Vena intercostalis terbanyak
berakhir dalam vena azygos yang membawa darah ke venosa ke vena
cava inferior. [1]Gambar 3. Anatomi Tulang dan Otot Cavitas
Thorax[Sumber: http://legalmedicalexhibits.com/]
e. PleuraGambar 4. Anatomi Tulang dan Otot Cavitas
Thorax[Sumber: http://legalmedicalexhibits.com/]
Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang
terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yakni pleura
parietalis melapisi dinding thorax, dan pleura viseralis meliputi
paru-paru, termasuk permukaannya fisura.[1]Kavitas pleuralis adalah
ruang potensial antara kedua lembar pleura dan berisi selapis
kapiler cairan pleura serosa yang melumasi permukaan pleura dan
memungkinkan lembar-lembar pleura menggeser secara lancar satu
terhadap yang lain pada pernapasan. [1]Pleura parietalis melekat
pada dinding thorax, mediastinum, dan diafragma. Pleura parietalis
mencakup bagian-bagian berikut 1. pleura kostal menutupi permukaan
dalam dinding thorax (sternum, cartilago costalis, costa, musculus
intercostalis, membrana intercostalis, dan sisi-sisi vertebra
thoraxika); 2. pleura mediastinal menutupi mediatinum; 3. Pleura
diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma; 4. pleural
servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam leher,
dan puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apeks
pulmonis.[1]
Fisiologi PernafasanRongga thorax dapat dibandingkan dengan
suatu pompa tiup hisap yang memakai pegas, artinya bahwa gerakan
inspirasi atau tarik napas yang bekerja aktif karena kontraksi otot
intercostalis menyebabkan rongga thorax mengembang, sedangkan
tekanan negatif yang meningkat dalam rongga thorax menyebabkan
mengalirnya udara melalui saluran napas atas ke dalam paru.
Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif
karena elastisitas/daya lentur jaringan paru ditambah relaksasi
otot intercostalis, menekan rongga thorax hingga mengecilkan
volumenya, mengakibatkan udara keluar melalui jalan napas. Adapun
fungsi dari pernafasan adalah:FungsiDefinisi
Ventilasimemasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi.
Distribusimenyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke
seluruh sistem jalan napas sampai alveoli
Difusioksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel pada
dinding alveoli (pertukaran gas)
PerfusiDarah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian
muatan oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan
isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan
tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut
akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat
kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada
suatu trauma pada thorax. Selain itu maka kelainan-kelainan dari
dinding thorax menyebabkan terganggunya mekanisme
inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga thorax,
terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah
satu/semua fungsi-fungsi pernapasan tersebut.[2]
Definisi Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax.[3]
Etiologi1. Trauma tumpulTrauma thorax kebanyakan disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (blunt
thoracic trauma).2. Trauma tajam atau trauma tembusTrauma tajam
atau trauma tembus (penetrating thoracic trauma) terutama
disebabkan oleh tikaman dan tembakan.3. Multi traumaCedera thorax
sering disertai dengan cedera perut, kepala, dan ekstremitas
sehingga merupakan cedera majemuk atau multi trauma.
EpidemiologiSecara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax
adalah 10%, dimana trauma thorax menyebabkan satu dari empat
kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak
penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak
kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan
diagnostik dan terapi. Sekitar 25% dari penderita multi-trauma,
memiliki komponen trauma thorax. 90% dari penderita dengan trauma
thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter
di rumah sakit (atau paramedik di lapangan), sehingga hanya sekitar
10% yang memerlukan operasi. Kurang dari 10% dari trauma tumpul
thorax dan hanya 15 30% dari trauma tembus thorax yang membutuhkan
tindakan torakotomi. [3]
Biomekanika TraumaTrauma dapat disebabkan oleh benda tajam,
benda tumpul, atau peluru. Luka tusuk dan luka tembak pada suatu
rongga dapat dikelompokkan dalam kategori luka tembus. Untuk
mengetahui bagian tubuh yang terkena, organ apa yang cedera, dan
bagaimana derajat kerusakannya perlu diketahui biomekanika trauma.
[3]Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa
benturan, perlambatan (deselarasi) dan kompresi, baik oleh benda
tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia.
Akibat cedera ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera
musculoskletal, dan kerusakan organ. [3]
a. Trauma tembusTrauma tembus, biasanya disebabkan tekanan
mekanikal yang dikenakan secara direk yang berlaku tiba-tiba pada
suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya, akan menyebabkan
kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera
biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus
pada jaringan. Berat ringannya cedera internal yang berlaku
tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ
tersebut.Derajat cedera tergantung pada mekanisme dari penetrasi
dan temasuk, diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energi
yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi.
Faktorfaktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari
senjata, seperti kecepatan, ukuran dari permukaan impak, serta
densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya
menyebabkan cedera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil
dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau
sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan
tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut
pada daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan
medis yang maksimal.Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan
tinggi, dengan biasanya bisa mencapai kecepatan lebih dari
1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang tinggi
dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cedera yang sama dengan
seperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cedera yang
disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang
berdekatan dengan laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh
terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkan gelombang
syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru
mempunyai diameter 20-30 kali dari diameter peluru.
b. Trauma tumpulTrauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding
trauma tembus, kira-kira lebih dari 90% trauma thorax. Dua
mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: 1. transfer energi
secara direk pada dinding dada dan organ thorax dan 2. deselerasi
deferensial, yang dialami oleh organ thorax ketika terjadinya
impak. Benturan yang secara langsung yang mengenai dinding thorax
dapat menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan
tulang seperti tulang iga. Cedera thorax dengan tekanan yang kuat
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga
menyebabkan ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau
gas.Akselerasi Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung
dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa
dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II
(Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh
yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut).Pada luka tembak
perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan
senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan
kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar
lubang masuk peluru.
Deselerasi Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi
dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan
tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena
pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus,
sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang
merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thorax/rongga tubuh
lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ
tersebut.
Torsio dan rotasi Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya
diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian
strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus
aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya
deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau
terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau
poros-nya.
Blast injury Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa
adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan
bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran
gelombang energi. Faktor lain yang mempengaruhi:
a. Sifat jaringan tubuh Jenis jaringan tubuh bukan merupakan
mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat
yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada
bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan
fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan
membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda
pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
b. Lokasi Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis
organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus.
Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
c. Arah trauma Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh
juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau
jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek pantulan dari
penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang
terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan
peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau
organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh
trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia
(perdarahan), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh
kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan
intrathorax (contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi
akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dan
jaringan (syok).[4]
Manifestasi KlinisBerat-ringannya trauma thorax, berdasarkan
Thoraxic Abbreviated Injury Scale (AIS).NODERAJAT TRAUMAPERINCIAN
JEJAS
1RinganFraktur 1 iga, memar jaringan lunak
2SedangFraktur 2-3 iga, dinding dada stabil, fraktur sternum,
fraktur iga multiple
3Berat, tidak mengancam hidupFraktur iga terbuka, fraktur iga
lebih dari 3
4Berat, mengancam hidupDinding dada tidak stabil, ada flail
chest.
5Sangat berat/kritisFlail chest berat yang perlu bantuan
ventilator
Berdasarkan Injury Severity Scoring dari Association for the
Advancement of Automotive Medicine(AAAM).Chest Wall Injury Scale*
GradeInjury TypeDescriptionAIS-90
I Contusion Laceration Fracture Any size Skin and subcutaneous
50% circumference; decrease one grade for grade IV and V injuries
if 1000 ml, 2. perdarahan yang tak berhenti dari dada sebanyak
150-200ml/jam selama 2-4 jam dan sudah diletakkan transfusi
berulang untuk menstabilkan hemodinamik pasien.Apabila sudah
terjadi empyema, dibutuhkan pembedahan untuk drainase. Dan apabila
sudah terjadi fibrothorax perlu dilakukan thoracotomy.Medikamentosa
pada pasien dapat diberikan antibiotik pada pasien-pasien yang
dilakukan pemasangan WSD, selain itu juga dapat diberikan analgesik
untuk mengontrol nyerinya.
Fraktur igaFraktur iga adalah akhibat trauma paling sering yang
disebabkan oleh trauma tumpul dada. Kira-kira mencapai 10% dari
seluruh pasien dengan trauma tumpul dada menderita satu atau lebih
fraktur iga. Mekanisme trauma yang paling sering menyebabkan
fraktur iga pada orang tua adalah jatuh dari ketinggian, sedangkan
pada orang dewasa, kecelakaan motor adalah mekanisme yang paling
sering. Iga yang terkena biasanya iga 4-10 yakni bagian
posterolateral dimana iga dinilai paling lemah. [10] Fraktur dari
dua tulang iga tanpa ada kaitan dengan pleura atau paru biasanya
ditangani secara konservatif. Namun pada orang tua dikarenakan
adanya pengurangan pada ketebalan tulang dan compliance paru yang
menurun, fraktur iga dapat berujung pada ketidakmampuan untuk
batuk, menurunkan kapasitas vital dan komplikasi infeksi. Sesak
pada saat inspirasi adalah keluhan primer yang biasanya didapatkan
pada manifestasi klinis pasien setelah fraktur iga. Gejala klinis
lain yang berhubungan dengan fraktur iga adalah tanda-tanda
spesifik ventilatory insufficiency seperti sianosis, tachypnoe,
retraksi sela iga dan penggunaan otot-otot bantu napas, selain itu
nyeri pada palpasi dan didapatkannya krepitasi. Fraktur iga di
konfirmasi lewat foto thorax. [9]Komplikasi dari fraktur iga antara
lain: Gagal napas (pada fraktur iga yang multipel membutuhkan kerja
lebih keras untuk bernapas dan sangat riskan untuk terjadi
pulmonary fatigue selain itu dapat juga disebabkan oleh trauma pada
dinding dadanya), Hipoventilasi, Hipoksia, Atelektasis, Pneumonia,
Pneumothorax (langsung atau delayed), Hematothorax (langsung atau
delayed) Penanganannya terdiri atas pemberian anesthesi sempurna,
antibiotik yang memadai, ekspektoran, disertai
fisioterapi.Prognosis pada pasien yang alami fraktur iga yang
terisolasi pada pasien muda memiliki prognosis yang baik. Namun
pada pasien yang lebih tua insidens nya lebih tinggi untuk alami
komplikasi pulmoner seperti pneumonia, ARDS, hipoksemia maupun
kematian akibat pneumonia sequelae. [10]
Tension PneumothoraxTension pneumothorax terjadi ketika terdapat
kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding
dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one
way valve). Akibatnya, tekanan intrapleural akan meninggi,
paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan
dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return),
serta akan menekan paru kontralateral.Tekanan di dalam rongga
pleura akan semakin tinggi karena penderita memaksakan diri
inspirasi kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi ketika ekspirasi
udara tidak dapat keluar (mekanisme katup). Inspirasi paksaan ini
akan menambah tekanan sehingga makin mendesak mediastinum ke sisi
yang sehat dan memperburuk keadaan umum karena paru yang sehat
tertekan. Karena pembuluh vena besar, terutama v. cava inferior dan
v. cava superior, terdorong atau terlipat, darah tidak dapat
kembali ke jantung, hal inilah yang menyebabkan kematian. Penyebab
tersering dari tension pneumothorax adalah:komplikasi penggunaan
ventilator dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan
kerusakan pleura visceral komplikasi dari pneumothorax sederhana
defek atau perlukaan pada dinding dadafraktur tulang belakang
thorax yang mengalami pergeseran Diagnosis tension pneumothorax
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak boleh
terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension
pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress
pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara
nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan
manifestasi lanjut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang
hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemithorax yang
terkena.Pada tension pneumothorax akibat trauma, dapat terjadi
emfisema. Karena tekanan tinggi di rongga pleura, udara ditekan
masuk ke jaringan lunak melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan
wajah membengkak seperti pada udem hebat. Pada perabaan terdapat
krepitasi yang mungkin meluas ke jaringan subkutis thorax.Tension
pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal
dengan cepat berupa insersi jatum yang berukuran besar pada sela
iga ke dua garis midclavicular pada hemithorax yang mengalami
kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi
pneumothorax sederhana. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan
pemasangan selang dada pada sela iga kelima diantara garis anterior
dan midaxilaris.
Open PneumothoraxDefek atau luka besar pada dinding dada yang
terbuka menyebabkan pneumothorax terbuka. Tekanan dalam rongga
pleura akan menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada
dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan
cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang
kurang atau lebih kecil dibandingkan trakea. Akibatnya ventilasi
terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.Langkah
awal adalah menutup luka dengan kasa steril ( plastic wrap atau
petrolatum gauze) yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan
penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter type
valve (saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka mencegah
kebocoran udara dari dalam, saat ekspirasi kasa penutup terbuka
untuk menyingkirkan udara keluar). Setelah itu sesegera mungkin
dipasang selang dada tang harus berjauhan dari luka primer. Menutup
seluruh sisi luka akan menyebabkan tension pneumothorax, kecuali
jika selang dada sudah terpasang.
Flail ChestFlail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak
lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan
tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih
tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail
chest menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika
terjadi kerusakan parenkim paru dibawahnya sesuai dengan kerusakan
pada tulang, maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan
utama adalah trauma parenkim paru yang mungkin terjadi (contusio
paru).Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi
adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila ada
kerusakan parenkim paru, maka akan sangat sensitif terhadap
kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang
lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar
optimal.Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya karena
splinting dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan
thorax bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi
gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto thorax akan lebih
jelas karena akan terlihat fraktur tulang iga yang multipel, akan
tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Pemeriksaan analisa gas darah yaitu adanya hipoksia akibat
kegagalan pernafsan juga membantu dalam diagnosis.Terapi definitif
ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang
cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki
ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan
ventilator.Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita
trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu
singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada
penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati
terhadap frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan
penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi waktu
untuk melakukan intubasi dan ventilasi.PatofisiologiAkibat dari
trauma thorax atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi
(keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat
alveolar (organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan
sirkulasi karena perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga
faktor ini dapat menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2)
seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada
tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines
yang dapat memacu terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS), dan
sepsis.Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh
trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia
(kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch
(contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus)dan perubahan dalam
tekanan intrathorax (contoh : tension pneumothorax, pneumothorax
terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan
tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan (syok). [7]
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaanJenis pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium1. Darah preifer lengkap2. Analisa gas
darah
Pemeriksaan radiologis1. Rontgen thorax2. Ct Scan thorax
Pengelolaan Trauma ThoraxDalam penanganan klinik sehari-hari,
trauma thorax dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma
tembus atau tumpul.[6]Trauma tembus (tajam) Terjadi diskontinuitas
dinding thorax (laserasi) langsung akibat penyebab trauma. Terutama
akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru. Sekitar
10-30% memerlukan operasi torakotomi.
Trauma tumpulTidak terjadi diskontinuitas dinding thorax.
Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush
atau blast injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul thorax
adalah kontusio paru. Sekitar