BAB I PENDAHULUAN Mata adalah indera penglihatan yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Walaupun mata berukuran kecil, namun kerusakannya dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia dan dapat mengakibatkan ketergantungan hidup terhadap orang lain. Mata adalah organ yang sensitif dan juga mudah terkena penyakit. Mata dapat terganggu baik jika ada kelainan pada bagian mata itu sendiri maupun jika ada susatu penyakit sistemik . Gangguan pada mata dapat berupa keluhan mata merah, kabur, penglihatan berkurang, nyeri dan sebagainya. Salah satu bagian mata yang dapat mengalami kerusakan adalah pembuluh darah. Seluruh pembuluh darah di tubuh manusia berkemungkinan untuk mengalami kerusakan, mulai dari infeksi, spasme, kebocoran. Pembuluh darah di mata juga berkemungkinan untuk terjadi infeksi. Vaskulitis adalah inflamasi dari pembuluh darah. Vaskulitis dapat bersifat sistemik, misalnya pada leukocytoclastic vasculitis, granulomatous angiitis, giant cell arteritis, systemic nerotizing vasculitis dan thromboangiitis obliterans. Vaskulitis juga dapat terjadi pada mata, misalnya pada retinal vaskulitis dan choroidal vaskulitis. Vaskulitis pada pembuluh darah mata juga dapat terjadi karena suatu inflamasi pembuluh darah sistemik, misalnya pada Wegener’s disease, Be het disease, ҫ Eales’ disease. Walaupun vaskulitis pada relatif jarang terjadi, namun tetap harus diwaspadai karena terdapat penurunan bahkan penglihatan yang tidak disertai dengan rasa sakit maupun mata merah, sehingga pasien tidak sadar telah mengalami penyakit tersebut. Pasien seringkali datang ketika telah terjadi perdarahan berulang, pada fase neovaskularisasi dan mengalami perdarahan vitreus. Karena pembahasan tentang vaskulitis sangatlah luas, maka pada telaah ilmiah ini akan lebih ditekankan tentang retinal vaskulitis, yang lebih sering terjadi pada mata. BAB II 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapisyang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir di tepi
ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis
schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid, dan sklera.
Gambar 1. Anatomi Mata
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah :
a. Membran limitans interna
b. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju nervus optikus
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel
e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
f. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membran limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epithelium pigmen retina.1
Gambar 2. Lapisan Retina
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan daerah
pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang
berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus
optikus, terdapat fovea, yang merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan
khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Foveola adalah bagian tengah fovea dimana sel
fotoreseptornya adalah sel kerucut dan merupakan bagian retina yang paling tipis.Dua sel fotoreseptor pada retina adalah sel batang dan sel kerucut Kedua
fotoreseptor ini dapat dibedakan berdasarkan karakteristik khususnya masing-masing
seperti bentuk, segmen luar dan dalam, posisi nukleus, dan bentuk terminal
sinapsisnya. Semua sel fotoreseptor memiliki segmen luar yang mengandung pigmen
penglihatan dan segmen dalam yang berisi nukleus dan terminal sinapsis. Segmen luar
dan dalam, baik untuk sel batang ataupun sel kerucut dihubungkan oleh suatu jembatan
sitoplasma yang bersilia. Rata-rata retina manusia memiliki 4,6 juta sel kerucut dan 92
juta sel batang. Penyebaran sel-sel fotoreseptor pada retina membentuk suatu pola.
Distribusi sel kerucut terbanyak terdapat pada fovea, sekitar 10% dari jumlah total sel
kerucut yang ada di retina sehingga berperan dalam penglihatan warna dan ketajaman
penglihatan terbaik. Kemudian, distribusi sel kerucut ini menurun setelah melewati
makula. Sel batang juga memiliki distribusi sendiri pada retina. Sekitar 0,25 mm sentral
dari fovea, tidak terdapat sel batang. Distribusi sel batang ini kemudian akan meningkat
sekitar 5 dan 7 mm pada wilayah eksenteritas berikutnya. Distribusi sel batang
terbanyak terdapat pada cincin elips pada eksenteritas lempeng optik dan meluas ke
retina nasal dengan lokasi terbanyak pada retina superior. Distribusi sel batang inilah
yang menjadikan peranannya dalam fungsi penglihatan perifer.
Klasifikasi sel-sel fotoreseptor didasarkan pada gambaran mikroskopik pada
ujung sel tersebut. Sel kerucut semakin mengecil pada segmen luarnya, sedangkan sel
batang berbentuk silinder atau seperti batang. Segmen luar pada sel kerucut
dihubungkan oleh suatu terminal sinapsis yang lebar yang disebut pedicle, sedangkanterminal sinapsis pada sel batang berbentuk lebih kecil yang disebut sphrules. Selain
berdasarkan gambaran morfologi tersebut, pengklasifikasian sel fotoreseptor juga
didasarkan pada kemampuan fotosensitivitasnya.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria dan cabang-
cabang arteri sentralis retina. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga luar retina,
termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina sedangkan cabang-cabang arteri sentralis retina memperdarahi dua
kongenital, tidak dimasukkan dalam retinal vaskulitis, namun sama-sama termasuk
dalam retinal vaskulopati.7
Perbedaan antara vaskulitis sistemik dan retinal vaskulitis adalah ukuran
pembuluh darah yang terkena, pada retinal vaskulitis pembuluh darah yang terkena
umumnya mikrovaskular hingga kecil, sedangkan pada vaskulitis sistemik ukurannya
lebih bervariasi.7
Vaskulitis juga memiliki beberapa faktor predisposisi, misalnya faktor genetik
seperti HLA-DR3 pada SLE, HLA-DR4 pada retinal vaskulitis idiopatik, reumatoid
artritis dan Takayasu’s disease. Retinal vaskulitis juga ditemukan pada Beh et diseasesҫ
yang berhubungan dengan kelainan pada HLA-B5101.5 Beberapa tipe HLA lainnya
juga berhubungan dengan Beh et disease dan multiple sclerosis.ҫ8,9
C. Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme imunitas atas terjadinya vaskulitis, yaitu reaksi
kompleks imun, reaksi autoantibodi, dan reaksi hipersensitivitas.9
Pada beberapa penyakit, retinal vaskulitis sendiri disebabkan oleh deposit
kompleks imun yang dihasilkan oleh antigen dan antibodi. Beberapa orang dengan
sistem imun rendah dapat memiliki kemampuan untuk menghilangkan debris jaringan
atau antigen berlebih yang kurang efisien, sehingga kompleks imun tersebut dapat
menarik sel polimorfonuklear yang akan menyebabkan kerusakan jaringan maupun
pembuluh darah. Hal ini biasa terjadi pada orang dengan SLE, poliartritis nodosa,
Beh et disease, dan retinal vaskulitis yang penyebabnya tidak diketahui.ҫ6,10,11
Antibodi juga dapat mengikat antigen dari suatu sel maupun jaringan secara
langsung, sehingga menyebabkan aktivasi sistem komplemen yang menghasilkan lisis
sel maupun kerusakan toksik, seperti biasa terjadi pada keganasan, Wegener granulomatosis dan poliartritis nodosa.12,13 Autoantibodi terhadap sel endotel ditemukan
pada 47% pasien retinal vaskulitis yang terkait dengan penyakit sistemik, dan
ditemukan pada 35% pasien retinal vaskulitis idiopatik.14
seperti pada PAN, TB dapat ditemukan demam, malaise, penurunan berat badan.19
Pada banyak pasien, retinal vasculitis dapat disertai dengan anterior uveitis, vitritis atau
chorioretinitis.9
Dari pemeriksaan oftalmologi dengan ophthalmoskop, dapat ditemukan edema
pada makula, eksudat dan pembengkakan retina. Dilatasi pembuluh vena, perdarahan
retina baik fokal maupun multipel.6
Periphlebitis dan pebhlitis menunjukkan gambaran dilatasi sebagian,
iregularitas vena dan perivenous cuffing yang terdiri dari leukosit dalam berbagai
ukuran. Periarteritis dan arteritis dapat menunjukkan cotton-wool spot , yaitu deposit
kompleks imun pada arteriol prekapiler, seperti pada SLE dan infeksi virus lainnya. 20
Pada pemeriksaan dengan Fundus Fluorescein Angiography, yang perlu
diperhatikan adalah staining daripada dinding pembuluh darah retina dan kebocoran
pembuluh darah. Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk mendiagnosis retinal vaskulitis.
Kebocoran fokal dapat ditemukan pada sarcoidosis, kebocoran yang diffuse ditemukan
pada retinal vaskulitis yang berkaitan dengan Eales’s maupun Beh et disease. Perluҫ
dilihat cotton woll spot yang menandakan adanya mikroinfark dari retina karena oklusi
arteri. Pada PAN dapat pula terjadi choroidal vaskulitis. Dapat ditemukan pula infiltratintraretinal, yang selalu ada pada Beh et disease. Dilatasi aneurisma dari retina danҫ
nervus optikus, gambaran reduplikasi pembuluh darah juga dapat ditemukan. Retinal
iskemik harus dipastikan, untuk memutuskan apakah perlu untuk dilakukannya laser
photocoagulation.21
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Saurabh, et al pada 113 orang
dengan retinal vaskulitis, didapatkan berbagai manifestasi klinis, yang paling banyak
ditemukan adalah gambaran vaskuler berlapis yaitu pada 82 pasien, lalu vitritis pada 51
pasien, pembuluh darah sklerosis pada 48 pasien, dan lain-lainnya seperti yang
terlampir di tabel 2.
Tabel 2. Manifestasi klinis pada retinal vaskulitis
Terapi terhadap retinal vaskulitis meliputi penatalaksanaan terhadap gejala dan
penyakit yang mendasri terjadinya retinal vaskulitis. Pengobatan juga bergantung pada
derajat keparahan, apakah prosesnya unilateral atau bilateral. Jika proses inflamasi
disebabkan oleh infeksi bakteri, maka pengobatan yang diberikan adalah antibiotik.
Jika penyebabnya tidak diketahui ataupun bukan proses infeksi, dapat diberikan
kortikosteroid. Bila inflamasinya ringan dan visus masih baik, diberikan tetes mata
kortikosteroid maupun injeksi periokuler. Pada kasus yang lebih berat dimana terjadikehilanga penglihatan, edema makula dan kelainan retina yang meluas diberikan
kortikosteroid sistemik. Dosis yang biasa digunakan adalah Prednison 40-60 mg per
hari. Pengobatan ini cukup efektip, walaupun belum ada studi lebih lanjut mengenai
pengobatan terhadap retinal vaskulitis. Pada beberapa pasien dengan inflamasi yang
aktif, gangguan bilateral dan visus tidak dapat lebih baik daripada 20/50 diberikan
terapi immunomodulary sistemik. Penggunaan cyclosporine juga menunjukkan hasil
yang baik terhadap beberapa pasien. Cyclosporine bersama dengan prednison efektif
hingga 90% dalam penatalaksanaan Wegener granulomatosa.9 Pada pasien dengan
antiphospholipid antibodies disarankan penggunaan antikoagulan.6,13