BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIbuprofen adalah NSAID yang
paling banyak digunakan, berkat efek sampingnya yang relatif ringan
dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Zat ini merupakan campuran
rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis dan
antiradangnya cukup baik (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).Yang
dimaksud dengan absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari
permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ
dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe.
Dari aliran darah atau pembuluh limfe tersebut distribusi obat ke
dalam organisme keseluruhan. Karen aobat, baru dapat berkhasiat
apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat
kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup meupakan syarat suatu efek
terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau
tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Perjalanan obat lewat
membran sel. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di
jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati membran sel. Pada
umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak
sebagai membran lipid smeipermeabel (Shargel, 1988).Pada umumnya
produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian
proses. Proses tersebut meliputi (1) disintegrasi produk obat yang
diikuti pelepasan obat; (2) pelarutan obat dalam media aqueous; (3)
absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik. Di dalam
proses disintegrasi obat, pelarutan, dan absorpsi, kecepatan obat
mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling
lambat dalam rangkaian di bawah(Shargel, 1988).Ibuprofen berupa
serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah dan
tidak berasa dengan titik lebur 75.0 77.5. Ibuprofen praktis tidak
larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol,
dalam aseton dan dalam kloroform serta sukar larut dalam etil
asetat (Ditjen POM, 1995).Ibuprofen merupakan campuran rasemis,
dengan bentuk dextro yang aktif dan sudah banyak mendesak salsilat
pada penanganan bentuk rema yang tidak (Tjay ,T.H dan Kirana ,R,
2008).1.2 Tujuan Percobaan Untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap
absorpsi ibuprofen pada usus halus yang dhomogenkan dari kelinci
secara in vitro.1.3 Manfaat PercobaanDari percobaan ini didapatkan
pengetahuan tentang bagaimana waktu mempengaruhi absorspi ibuprofen
pada usus halus yang dihomogenkan dari kelinci.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Ibuprofen
Nama kimia: (2-p-Isobutilfenil) asam propionatNama IUPAC:
2-metil-4-propil-2-fenil-asam propanoatNama Lazim: MotrinBerat
molekul: 206,28Rumus molekul: C13H18O2 (Ditjen POM, 1995).Ibuprofen
mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0%
C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian serbuk
hablur,putih hingga hampir putih; berbau khas lemah. Kelarutan
praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol,
dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam
etil asetat. Baku pembanding ibuprofen BPFI tidak boleh
dikeringkan. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup (Ditjen
POM, 1995).Obat pertama dari kelompok propionate ini adalah NSAID
yang paling banyak digunakan,berkat efek sampingnya yang relative
ringan dan status OTC-nya di kebanyakan Negara. Zat ini merupakan
campuran rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis
dan anti radangnya cukup baik dan sudah banyak mendesak salisilat
pada penanganan bentuk rema yang tidk begitu hebat dan gangguan
alat gerk. Ibuprofen 400mg oral sama efeknya dengan 500mg rectal.
Resorpsinya dari usus cepat dan baik yakni 80%,resorpsi rectal
lebih lambt. PP-nya 90-99%,plasma t1/2 nya adalah 2 jam. Zat ini
merupakan campuran rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya
analgetis dan anti radangnya cukup baik dan sudah banyak mendesak
salisilat pada penanganan bentuk rema yang tidk begitu hebat dan
gangguan alat gerk (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).Kira-kira 2/3
dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresikan melalui
ginjal dalam bentuk utuh dalam konjugasi denagn senyawa sulfhidril
terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi
melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang
sama , hanya sebagian kecil dalam bentuk glukoronid. Kira-kira 50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai
metabolit (Nafrialdi, 2007). Turunan sulfonamida ini berdaya
diuretis kuat dan bertitik kerja di lengkung Henle bagian menaik.
Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru akut. Mulai
kerjanya pesat, oral dalam 0,5 jam dan bertaha 4-6 jsm, intravena
dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Resorpsinya dari usus
hanya lebih kurang 50%, PP-nya k.l. 97%, plasma-t1/2nya 30
menit;ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga
lewat empedu (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).Diuretik kuat terutama
bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit di Ansa Henle
asenden bagian epitel tebal. Pada pemberiannya secara IV obat ini
cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai
peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal
mengakibatkan menurunya reabsorbsi ciran dan elektrolit di tubuli
proksimal serta meningkatnya efek awal diuretik. Peningkatan aliran
darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar, dengan
berkurangnya cairan ekstraseluler akibat diuresis, maka aliran
darah ke ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan
meningkatnmya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal.
Hal yang terakhir ini agaknya merupakan mekanisme kompensasi yang
membatasi jumlah yang terlarut yang mencapai bagian epitel dengan
demikian akan mengurangi diuresis (Tjay ,T.H dan Kirana ,R,
2008).2.2 AbsorpsiYang dimaksud dengan absorpsi suatu obat adalah
pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat
tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam
sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau pembuluh limfe
tersebut distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karena
obat, baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi
yang sesuai pada tempat kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup
meupakan syarat suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan
secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya.
Perjalanan obat lewat membran sel. Agar suatu obat dapat mencapai
tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati
membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur
lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel
(Shargel, 1988).PERJALANAN OBAT LEWAT MEMBRAN SEL. Agar suatu obat
dapat mencapai tempat kerja dijaringan atau organ, obat tersebut
harus melewati berbagai membrane sel. Terdapat beberapa teori
mengenai struktur yang pasti dari membran sel, termasuk model unit
membran dan model mosaik cair (dinamik). Pada umumnya, membran sel
mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membrane
lipid semipermeabel. Berbagai penyelidikan telah dilakukan
menggunakan obat dengan berbeda struktur dan sifat fisikokimia dan
dengan bermacam-macam membrane sel, sebagai hasilnya diketahui
mekanisme pengangkutan beberapa obat lewat membrane sel.Salah satu
penemuan menunjukkan bahwa beberapa sifat fisikokimia molekul
mempunya pengaruh terhadap laju lintas obat lewat membrane
sel.Factor utama adalah kelarutan molekul obat dalam lipid
(Shargel, 1988).Difusi pasif.Difusi pasif merupakan bagian terbesar
dari proses transmembran bagi umumnya obat-obat.Tenaga pendorong
untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua
sisi membran sel. Oleh karena obat didistrbusi secara cepat ke
dalam suatu volume yang besar sesudah masuk kedalam
darah,konsentrasi obat didalam darah menjadi sangat rendah
dibandingkan terhadap konsentrasi obat ditempat pemakaian . Selain
perbedaan konsentrasi, hukum difusi Fick memperlihatkan beberapa
faktor lain yang dapat mempengaruhi laju difusi pasif zat aktif,
diantaranya koefisien partisi (yang menyatakan partisi obat dalam
minyak-air), dimana zat aktif yang lebih larut dalam lemak
mempunyai koefisien partisi yang lebih besar, sehingga sampai
batasan tertentu akan menambah laju absorpsi. Luas permukaan dan
tebal membran juga mempengaruhi laju absorpsi zat aktif. Oleh sebab
itu, pada saluran cerna sebagian besar zat aktif diabsorpsi paling
cepat pada daerah duodeum dari usus halus, karena adanya vili dan
mikrovili yang menambah besarnya luas permukaan. Selanjutnya
absorpsi obat melalui difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien
difusi zat aktif, yang merupakan suatu tetapan untuk setiap zat
aktif dan ditakrifkan sebagai jumlah molekul zat aktif yang
berdifusi melewati suatu membran dengan luas tertentu untuk tiap
satuan waktu (Shargel, 1988).Transport aktif. Merupakan proses
transmembran yang diperantarai oleh pembawa (carrier) yang
memainkan peran penting dalam sekresi ginjal dan bilier dari
berbagai obat dan metabolit. Beberapa obat yang tidak larut dalam
lemak yang menyerupai metabolit fisiologik alami (seperti
5-fluorouracil) diabsorpsi dari saluran cerna oleh proses ini.
Transport aktif ditandai dengan perwatakan adanya fakta bahwa obat
yang dipindahkan melawan perbedaan konsentrasi-misal, dari daerah
dengan konsentrasi obat rendah ke daerah konsentrasi tinggi. Oleh
karena itu, proses ini memerlukan system yang memerlukan energy.
Selanjutnya, transport aktif merupakan proses khususs yang
mmerlukan pembawa yang mengikat obat membentuk kompleks
obat-pembawa yang membawa obat lewat membrane dan kemudian
melepaskan obat disisi lain dari membrane. Pada transpor aktif,
pelintasan terjadi dengan diperantarai oleh pembawa (carrier) yang
berupa enzim, atau paling tidak senyawa protein dengan molekul yang
dapat membentuk kompleks dengan zat aktif pada permukaan membran.
Kompleks tersebut melintasi membran dan membebaskan molekul zat
aktif pada permukaan lain, lalu pembawa kembali ke permukaan
asalnya (Shargel, 1988).Difusi yang di permudah (fasilitated
difussion). Difusi yang dipermudah juga merupakan system transport
yang diperantarai pembawa, berbeda dengan transport aktif, obat
bergerak oleh karena perbedaan konsentrasi (yakni, bergerak dari
daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah dengan konsentrasi
obat rendah).Oleh karena itu, system ini tidak memerlukan masukan
energy.Namun, karena system ini diperantarai pembawa, system dapat
jenuh dan secara struktur selektif bagi obat tertentu dan
memperlihatkan kinetika persaingan bagi obat-obat dengan struktur
serupa.Dalam arti absorpsi obat, difusi yang dipermudah ini
tampaknya memainkan peranan sangat kecil. Difusi yang difasilitasi
juga merupakan sistem transmembran yang diperantarai oleh pembawa,
namun berbeda dengan transpor aktif, pada sistem ini tidak
diperlukan energi, sebab pelintasan zat aktif digerakkan oleh
perbedaan konsentrasi. Oleh karena sistem ini diperantarai oleh
pembawa, maka sistem transpor ini dapat jenuh dan secara struktur
selektif bagi senyawa tertentu dan memperlihatkan persaingan untuk
senyawa dengan struktur yang serupa (Shargel, 1988).Transpor
melalui pori (konvektive). Molekul-molekul yang sangat kecil
(seperti urea, air, dan gula) dapat melintasi membrane sel secara
cepat jika membrane mempunyai celah atau pori. Walau pori tersebut
tidak pernah teramati secara langsung dengan mikroskop, model
permeasi obat melalui pori yang bersifat aqueous digunakan untuk
menjelaskan ekskresi obat lewat ginjal dan pengambilan obat kedalam
hati . Sistem transpor ini sering juga disebut dengan sistem
filtrasi atau difusi konveksi. Molekul-molekul yang sangat kecil
dapat melintasi membran sel dengan cepat melalui pori-pori membran.
Penembusan air terjadi karena adanya perbedaan hidrostatik atau
osmotik; semua senyawa yang berukuran kecil dan larut dalam air
dapat melewati pori ini (Shargel, 1988).Wktu transit obat dalam
saluran cerna. Usus halus, dan terutama mukosa duodenum, mempunyai
luas permukaan yang besar untuk absorpsi obat.Untuk memastikan
absorpsi cepat suatu obat secara pemberian oral, maka obat harus
mencapai duodenum secara cepat.Secara anatomic, obat yang ditelan
pertama kali akan mencapai lambung.Selanjutnya, lambung
mengosongkan isinya kedalam usus halus, yang mempunyai kapasitas
terbaik untuk absorpsi obat.Oleh karena itu, berbagia factor yang
mempengaruhi motilitas pencernaan dapat mempengaruhi laju absorpsi
obat.Suatu penundaan pengosongan obat dari lambung kedalam duodenum
akan memperlambat absorpsi obat dan dengan demikian menunda awal
dari efek terapeutik. Sejumlah factor telah menunjukkan pengaruh
terhadap waktu pengosongan lambung.Beberapa factor yang cenderung
menghambat pengosongan lambung meliputi konsumsi makanan dengan
lemak tinggi, minuman dingin , dan obat-obat anti
kolinergik.Gerakan peristaltic normal dari duodenum sangat membantu
absorpsi, karena gerakan ini membantu membawa partikel-partikel
obat ke yang lebih dekat dengan mukosa sel usus.Untuk absorpsi yang
optimum, suatu obat harus mempunyai waktu tinggal tertentu dalam
duodenum (Shargel, L., and Yu, A, 2005).
BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN3.1 Alat dan Bahan3.1.1 AlatAlat-alat
yang digunakan adalah homogenizer mixer (modifikasi), sentrifuge
(Health), touch mixer (Health), spektrofotometer ultraviolet
(Shimadzu), water bath (Centin), neraca analitis (Vibra AJ),
stopwatch, politube, mikropipet, pH meter (Hanna), erlenmeyer, maat
pipet, gelas ukur, labu tentukur, corong, pipet tetes, wadah dan
satu set alat bedah.3.1.2 BahanBahan-bahan yang digunakan adalah
Ibuprofen baku, aquadest, Natrium dihidrogen fosfat pro analysis
(p.a) (E. Merck), Dinatrium hidrogen fosfat p.a (E. Merck), Natrium
Klorida p.a (E. Merck), Etanol p.a (E. Merck), dan usus halus
kelinci.3.2 Hewan Percobaan Hewan yang digunakan adalah kelinci
jantan dengan berat 1,5-2 kg.3.3 Prosedur3.3.1 Pembuatan Air Bebas
KarbondioksidaAir murni dididihkan selama 5 menit atau lebih dan
didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida
dari udara (Ditjen POM, 1995).3.3.2 Pembuatan Larutan Natrium
dihidrogenfosfat 0,8 % Larutkan 0,8 g natrium dihidrogenfosfat
dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen
POM, 1979).3.3.3 Pembuatan Larutan Dinatrium hidrogenfosfat 0,947
%Larutkan 0,947 g dinatrium hidrogenfosfat dalam air bebas
karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).3.3.4
Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 IsotonisCampur 20,0 ml
natrium dihidrogenfosfat 0,8 % dengan 80,0 ml dinatrium
hidrogenfosfat 0,947% dan ditambahkan dengan 0,44 g/100 ml natrium
klorida (Ditjen POM, 1979).
3.3.5 Pembuatan Larutan Natrium Klorida FisiologisLarutkan 9,0 g
natrium klorida dalam air hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).3.3.6
Pembuatan Usus Halus yang DihomogenkanHewan percobaan berupa
kelinci jantan dipuasakan selama 20-24 jam. Setelah itu kelinci
tersebut dianaestesi, kemudian dilakukan pembedahan pada bagian
perut tetapi jangan sampai mengenai tulang dada. Setelah usus halus
dikeluarkan dan dibersihkan bagian dalamnya dari kotoran dan bagian
luar dari jaringan yang mengikat pembuluh darah halus, dan
sebagainya dengan bantuan pinset dan gunting, dan dicuci dengan
natrium klorida fisiologis dingin. Lalu usus halus ditimbang,
dipotong kecil-kecil, dimasukkan kedalam alat homogenizer mixer dan
ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sebanyak 5 kali berat usus
halus lalu dihomogenkan. Dipipet 50 l usus halus homogen dan
dimasukkan kedalam politube lalu disimpan pada temperatur 0-4 0C
dengan bantuan es.3.3.7 Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I)dan
II (LIB II) Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 IsotonisTimbang
seksama 62,5 mg ibuprofen baku dimasukkan ke dalam labu tentukur
250 ml, dilarutkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis lalu
ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda dan
dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 2500 mcg/ml
(LIB I). Dari LIB I dipipet masing-masing 5ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml,
13 ml, 15 ml, 17 ml, 19 ml dan 21 ml, kemudian dimasukkan ke dalam
labu tentukur 25 ml. Ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis
sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi masing-masing 500
mcg/ml, 700 mcg/ml, 900 mcg,ml, 1100 mcg/ml, 1300 mcg/ml, 1500
mcg/ml, 1700 mcg/ml 1900 mcg/ml dan 2100 mcg/ml (LIB II).3.3.8
Pembuatan Larutan Induk Baku III Ibuprofen Dalam DaparFosfat pH 7,4
IsotonisPipet 10 ml Larutan Induk Baku I ibuprofen, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 25 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH
7,4 isotonis sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 1000
mcg/ml (LIB III).
3.3.9 Pembuatan Larutan Obat Ibuprofen dengan Konsentrasi
2mmolDitimbang seksama 20,628 mg ibuprofen baku, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan dapar fosfat pH 7,4
isotonis, dicukupkan sampai garis tanda sehingga diperoleh
konsentrasi 2 mmol.3.3.10 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam
Usus Halus Kelinci yang DihomogenkanPolitube yang berisi 50 l usus
halus homogen disimpan pada temperatur 0-4 0C dengan bantuan es,
kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan
up take dengan cara memasukkan larutan induk baku III Ibuprofen
dengan konsentrasi 1000 mcg/ml sebanyak 100 l kedalam politube, dan
dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) kemudian
diinkubasi selama 3 menit pada temperatur 27 0C. Lalu ditambahkan
etanol sebanyak 4 kali volume sampel, dicampur homogen dengan
bantuan touch mixer (pencampur sentuh) dan disentrifugasi selama 30
detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan
kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH
7,4 isotonis sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200-400
nm.3.3.11 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Usus
HalusKelinci yang Dihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis
pada temperatur 27 0C pada = 223,0, n = 5Politube yang berisi 50 l
usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4 0C dengan bantuan
es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan
percobaan up take dengan cara memasukkan larutan induk baku II
Ibuprofen dengan konsentrasi 500 mcg/ml; 700 mcg/ml; 900 mcg/ml;
1100 mcg/ml; 1300 mcg/ml; 1500 mcg/ml; 1700 mcg/ml, 1900 mcg/ml;
2100 mcg/ml sebanyak 100 l kedalam politube, dan dihomogenkan
dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) kemudian diinkubasi
selama 3 menit pada temperatur 27 0C. Lalu ditambahkan etanol
sebanyak 4 kali volume sampel, dihomogenkan dengan bantuan touch
mixer (pencampur sentuh) dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000
rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu
tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis
sampai garis tanda. Kemudian ditetapkan absorbansinya dengan
spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 223,0 nm.3.3.12
Penentuan Absorpsi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci
yangDihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis dengan Variasi
WaktuPolitube yang berisi 50 l usus halus homogen disimpan pada
temperatur 0-4C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama
3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan
larutan ibuprofen dengan konsentrasi 2 mmol sebanyak 100 l kedalam
politube, dan dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur
sentuh) kemudian diinkubasi dengan variasi waktu 45 detik; 1 menit;
3 menit; 7 menit; 10 menit; 15 menit pada temperatur 27 0C. Lalu
ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, dan dihomogenkan
dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) dan disentrifugasi
selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml,
dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar
fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda. Kemudian diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang
gelombang..nm.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1HasilTabel 1. Data Kurva kalibrasi
Ibuprofen dalam usus halus homogen pH 7,4 isotonis pada suhu
270CNoKonsentrasi (ppm)Absorbansi
1100,055
2200,072
3400,089
4700,110
51000,185
62000,205
74000,257
86000,348
98000,398
R0,9555
Tabel 2. Data Absorpsi ibuprofen dalam usus halus homogen pH 7,4
isotonis dengan variasi waktu konsentrasi 2
mMWaktu(menit)AbsorbansiA Rata-rataStandar deviasi
A1A2A3
0,750,10570,10130,09720,10144,25x10-3
10,10160,10790,10550,10803,18x10-3
30,09230,09050,09380,09615,05x10-3
70,09990,09180,08890,09355,70x10-3
100,10280,09680,10020,09993,01x10-3
150,09720,10180,09380,10844,01x10-3
4.2 PerhitunganTerlampir
4.3 PembahasanBerdasarkan percobaan yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh waktu terhadap absorpsi Ibuprofen pada usus
halus kelinci yang dihomogenkan dilakukan penentuan absorpsi
ibuprofen dengan berbagai waktu yang berbeda untuk melihat pada
waktu berapa yang memiliki daya absorpsi yang paling efektif bagi
tubuh yang di analogikan dengan menggunakan hewan percobaan
kelinci. Waktu mempengaruhi koefisien difusi ,dimana koefisien
difusi merupakan suatu tetapan untuk setiap obat dan sebagai
sejumlah molekul obat yang terdifusi lewat suatu membrane dengan
luas tertentu untuk tiap satuan waktu bila perbedaan konsentrasi
sama dengan satu (Shargel, 1988).
13
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan Dari percobaan yang
telah dilakukan, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh variasi
waktu terhadap absorbsi Ibuprofen. Pada menit ke-15, absorbsi
Ibuprofen pada usus halus yang telah dihomogenkan lebih banyak.5.2
Saran Pada percobaan selanjutnya dapat dilakukan percobaan secara
in situ. Pada percobaan selanjutnya dapat dilakukan pengukuran
dengan metode KCKT.
DAFTAR PUSTAKADitjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 43, 164, 449,
487.Nafrialdi. (2007). Obat yang Mempengaruhi Metabolisme
Elektrolit dan Konservasi Air. Dalam buku Farmakologi dan Terapi.
Edisi Kelima. Editor: Rianto Setiabudy dan Nafrialdi. Jakarta:
FKUI. Halaman 389, 391.Schoenwald,R.D.(2002).Pharmacookinetics in
Drug Discovery and Development. United States of America: CRC
Press. Page 11-12.Shargel, L. (1988). Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan. Penerjemah : Fasich dan Sjamsiah. Edisi
Kedua. Surabaya : Penerbit Airlangga University Press. Halaman
86-87,92-94.Shargel, L., and Yu, A. (2005). Applied
Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Fourth Edition. New York :
Mc. Graw Hill. Page 258-259.Tjay, T.H dan Kirana, R. (2008).
Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 136.
FLOWSHEET
Kelinci jantan1.1 Pembuatan Usus Halus yang Dihomogenkan
dipuasakan selama 20-24 jamkelinci dianaestesidilakukan
pembedahan pada bagian perut tetapi jangan sampai mengenai tulang
dadausus halus dikeluarkan dan dibersihkan bagian dalamnya dari
kotoran dan bagian luar dari jaringan yang mengikat pembuluh darah
halus, dan sebagainya dengan bantuan pinset dan gunting
Usus halus
dicuci dengan natrium klorida fisiologis dinginditimbangdipotong
kecil-kecildimasukkan kedalam alat homogenizer mixerditambahkan
dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 5 kali berat usus
halusdihomogenkan
Usus halus homogen
dipipet 50 l usus halus homogendimasukkan kedalam politube
50l usus halus homogendisimpan pada temperatur 0-40C dengan
bantuan es
1.2 Pembuatan Larutan Induk Baku I dan II Ibuprofen dalam Dapar
Fosfat pH 7,4 Isotonis
62,5 mg Ibuprofen
dimasukkan kedalam labu tentukur 250 mldilarutkan dengan dapar
fosfat pH 7,4 isotonisditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis
sampai garis tandadikocok homogen
Larutan Induk Baku I
dipipet masing-masing 5 ml; 7 ml; 9 ml; 11 ml; 13 ml; 15 ml; 17
ml; 19 ml; dan 21 mldimasukkan ke dalam labu tentukur 25
mlditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis
tandadikocok homogen
Larutan Induk Baku II
1.3 Pembuatan Larutan Induk Baku III dengan Konsentasi 1000
mcg/mlLarutan Induk Baku I
Dipipet 10 mlDimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mlDicukupkan
dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis samapai garis tandaDikocok
homogen
Larutan Induk Baku III
1.4 Pembuatan Larutan Obat Ibuprofen dengan Konsentrasi 2
mmol
20,628 mg Ibuprofen baku
Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mlDilarutkan dengan dapar
fosfat pH 7,4 isotonisDicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4
isotonis sampai garis tandaDikocok homogen
Larutan Ibuprofen dengan konsentrasi 2 mmol
1.5 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen SupernatanEndapan
(dibuang)50 l Usus halus homogenUsus Halus yang Dihomogenkan
disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan es diprainkubasikan
selama 3 menit dimasukkan larutan induk baku III Ibuprofen ke dalam
politube sebanyak 100 l dihomogenkan diinkubasi selama 3 menit
untuk ibuprofen pada temperatur 27 0C ditambahkan etanol sebanyak 4
kali volume sampel dihomogenkan disentrifugasi selama 30 detik,
3000 rpm dipisahkan
dipipet sebanyak 0,5 mldimasukkan dalam labu tentukur 10
mlditambahkan dengan dapar fosfat isotonis pH 7,4 sampai garis
tandadiukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet pada panjang gelombang 200 - 400 nm
Panjang Gelombang Maksimum
1.6 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci
yang Dihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis pada
temperatur 27 0C pada = 223,0, n = 5
50 l Usus halus homogen
disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan esdiprainkubasikan
selama 3 menitdimasukkan larutan Ibuprofen 500 mcg/ml, 700 mcg/ml,
900 mcg/ml, 1100 mcg/ml, 1300 mcg/ml, 1500 mcg/ml, 1700 mcg/ml,
1900 mcg/ml, dan 2100 mcg/ml kedalam politube sebanyak 100
ldihomogenkandiinkubasi selama 3 menit untuk ibuprofen pada
temperatur 27 0Cditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume
sampeldihomogenkandisentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm
Supernatandipisahkan
Endapan (dibuang)
dipipet sebanyak 0,5 mldimasukkan dalam labu tentukur 10
mlditambahkan dengan dapar fosfat isotonis pH 7,4 sampai garis
tandaditetapkan kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet pada panjang gelombang 223,0 nm
Hasil1.7 Penentuan Absorpsi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci
yang Dihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis dengan Variasi
Waktu
50 l Usus halus homogen
disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan esdiprainkubasikan
selama 3 menitdimasukkan larutan obat ibuprofen dengan konsentrasi
2 mmol sebanyak 100 l kedalam politubedihomogenkandiinkubasi dengan
variasi waktu 45 detik; 1 menit; 3 menit; 7 menit; 10 menit; 15
menit pada temperatur 27 0Cditambahkan etanol sebanyak 4 kali
volume sampeldihomogenkandisentrifugasi selama 30 detik, 3000
rpmdipisahkan
Endapan (dibuang)Supernatan
dipipet sebanyak 0,5 mldimasukkan dalam labu tentukur 10
mlditambahkan dengan dapar fosfat isotonis pH 7,4 sampai garis
tandadiukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada
panjang gelombang 223 nm
Hasil
DAFTAR GAMBAR Homogenizer MixerTouch Mixer
Waterbath Usus yang telah dihomogenkan Alat Sentrifuge
Kelinci
21