TAFSIR AL- QUR’AN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ulumul Qur’an, Dosen Pengampu Mahbub Hefdzil Qur’an, M.A . Oleh: Nama : Irma Apriliani (1145010069) Irsyad Hanif (1145010070) Jawad Mughofar KH (1145010071) Jodi Suryana (1145010072) Khorru Sujjada S (1145010073) Kelas : SPI/1B JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TAFSIR AL- QUR’AN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ulumul Qur’an,
Dosen Pengampu Mahbub Hefdzil Qur’an, M.A
.
Oleh:
Nama : Irma Apriliani (1145010069)
Irsyad Hanif (1145010070)
Jawad Mughofar KH (1145010071)
Jodi Suryana (1145010072)
Khorru Sujjada S (1145010073)
Kelas : SPI/1B
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata
kuliah Ulumul Qur’an. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca. Aamiin.
Bandung, 08 Desember 2014
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil ........................................ 2
B. Urgensi Ilmu Tafsir ........................................................................ 3
C. Syarat-syarat Mufassir ................................................................... 4
D. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an ................................................. 8
E. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an ..................................... 8
F. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya ................................ 8
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW,
sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai
peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia.
Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan
jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini
sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist
Al- Qur’an Al- Karim adalah sumber Tasyri’ pertama bagi umat Nabi
Muhammad SAW, kemampuan seseorang dalam memahami lafadz dan ungkapan
Al-qur’an tidaklah sama, padahal ayat-ayatnya sedemikian gamblang dan rinci.
Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak di
pertentangkan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-maknanya
yang dzahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global. Sedangkan kalangan
cerdik, cendikia dan terpelajar akan dapat menyimpulkan pula daripadanya
makna-makna yang menarik. Maka tidaklah heran jika Al-Qur’an mendapatkan
perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka
menafsirkan kata-kata garib (aneh) atau menta’wilkan takrib (susunan kalimat).
Dalam mempelajari Al- Qur’an tentu ilmu tentang Tafsir, Takwil dan
Terjemah menjadi bagian penting. Dan itulah yang akan diketengahkan oleh
penyusun dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;
a. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil
b. Urgensi Ilmu Tafsir
c. Syarat-syarat Mufassir
2
d. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an
e. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an
f. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
a. Untuk Mengetahui Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil
b. Untuk Mengetahui Urgensi Ilmu Tafsir
c. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Mufassir
d. Untuk Mengetahui Metode-metode Tafsir Al- Qur’an
e. Untuk Mengetahui Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an
f. Untuk Mengetahui Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil
1. Tafsir
Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara–yufassiru–tafsira” yang
berarti keterangan atau uraian. Tafsir menurut istilah, ialah ilmu yang
membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang
petunjuk- petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri
maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan
baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya
2. Takwil
Arti takwil menurut bahasa adalah menerangkan, menjelaskan.
Diambil dari kata “awwala-yu’awwilu-takwila”, dan berasal dari kata
“Aul” yang berarti kembali ke asal. Takwil menurut bahasa ialah suatu
usaha untuk memahami lafadz-lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui
pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafadz
tersebut.
3. Terjemah
Arti terjemah menurut bahasa adalah ‘salinan dari sesuatu bahasa
ke bahasa lain. Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-qur’an
adalah seperti dikemukakan oleh Ash-Shabuni, “Memindahkan Al-
qur’an kebahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah
ini kedalam beberapa naskah agar dibaca oleh orang yang tidak
mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab allah SWT
dengan perantaraan terjemahan ini.
Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu:
a. Terjemahan maknwiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna
atau kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterleknya
melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya.
4
b. Terjemahan harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau
mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata- sinonimnya
(muradif) ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
c. Terjemah harfiyyah bi dzuni Al-mistli, yaitu menyalin atau
mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan
memperhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut
kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan
penerjemahnya.
B. Urgensi Ilmu Tafsir
Tafsir termasuk disiplin ilmu islam yang paling mulia dan luas
cakupannya. Paling mulia, karena kemuliaan sebuah ilmu itu berkaitan
dengan materi yang dipelajarinya, sedangkan tafsir membahas firman-firman
Allah. Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir
membahas berbagai macam disiplin ilmu, seperti aqidah, fiqih, dan akhlak.
Disamping itu, tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-
ayat Al-qur’an, kecuali dengan mengetahui makna-maknanya. Dengan
urgensi tafsir seperti itu, para ulama bersepakat bahwa tafsir termasuk fardu
kifayahdan merupakan salah satu dari tiga ilmu syariat yang paling utama
setelah hadist dan fiqih. Keutamaan ilmu tafsir bukan hanya karena ilmu ini
membahas pokok-pokok ajaran yang sangat dibutuhkan, akan
tetapimempelajari ilmu ini mengandung tujuan mulia, karena pokok
kajiannya adalah kalamullah.
C. Syarat-syarat Mufassir
1. Shahihnya aqidah si mufassir
Seorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an haruslah seorang yang
lurus aqidahnya. Seorang ateis dan mubtadi’ tidak bisa diterima tafsirnya
terhadap al-Qur’an, karena yang mereka inginkan dari tafsir tersebut
5
adalah fitnah bagi umat Islam dan ta’wil untuk mendukung kesesatan
mereka.
2. Menguasai ilmu bahasa Arab
Seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an wajib menguasai ilmu
bahasa Arab, karena bahasa Arab merupakan bahasanya al-Qur’an. Tak
mungkin seseorang bisa memahami al-Qur’an, jika ia tak paham bahasa
Arab. Di sinilah relevansinya perkataan Syaikhnya para ahli tafsir dari
kalangan tabi’in, Imam Mujahid -sebagaimana dinukil oleh Dr.
Muhammad ‘Ali al-Hasan-, “Tidak halal bagi seorang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir berbicara tentang Kitabullah jika ia bukan
seorang yang ‘alim dalam bahasa Arab”. Maksud beliau, terlarang bagi
seseorang yang tak menguasai bahasa Arab untuk menafsirkan al-Qur’an.
Wallahu a’lam.
Ilmu bahasa Arab memiliki beberapa cabang, dan yang terpenting di
antaranya adalah:
a. Ilmu nahwu
Makna kalimat bahasa Arab bisa berubah karena perbedaan posisi
i’rabnya. Bahkan, iman bisa menjadi kufur, dan kufur bisa menjadi
iman, hanya karena perubahan i’rabnya. Menguasai ilmu nahwu
akan menghindarkan seorang mufassir dari kekeliruan yang fatal
dalam memahami al-Qur’an.
b. Ilmu sharaf
Dengan ilmu ini seseorang bisa memahami bentuk dan bangunan
suatu kata. Dan jika seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an tak
memahami ilmu ini, ia akan terjatuh pada kesalahan dan bid’ah.
az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya -sebagaimana disebutkan Dr.
Muhammad ‘Ali al-Hasan- mengkritik orang yang menafsirkan kata
imam dalam ayat: مهمامإب سانأ لك اوعدن موي sebagai jamak dari kata
6
umm (ibu). Beliau mengkritik hal ini dan menegaskan bahwa
pernyataan tersebut tak dikenal dalam bahasa Arab. Beliau tegaskan
bahwa bentuk jamak dari umm adalah ummahat, bukan imam.
c. Isytiqaq
Pengetahuan tentang isytiqaq ini penting bagi seorang mufassir. Hal
ini karena perbedaan dalam menentukan akar suatu kata
mengakibatkan perbedaan dalam memahami makna kata tersebut.
Misalnya, kata ‘al-masih’ untuk Nabi ‘Isa ‘alaihis salam, apakah ia
berasal dari kata ‘as-siyahah’ atau ‘al-mashu’. Jika ia berasal dari
kata ‘as-siyahah’, maka penamaan ini menunjukkan banyaknya
pengembaraan (untuk tujuan ibadah) yang dilakukan oleh beliau.
Jika ia berasal dari kata ‘al-mashu’, maka ia menunjukkan bahwa
Nabi ‘Isa dapat menyembuhkan penyakit pada seseorang dengan
cara mengusapkan tangan pada si sakit dengan izin Allah ta’ala.
d. Ilmu balaghah
Ilmu balaghah memiliki tiga cabang, yaitu ilmu ma’ani, bayan dan
badi’. Dengan ilmu ma’ani dapat diketahui keistimewaan susunan-
susunan kalimat dilihat dari segi maknanya. Dengan ilmu bayan
dapat diketahui keistimewaan susunan-susunan kalimat ditinjau dari
perbedaan bentuknya sesuai dengan jelas atau samarnya dalalah.
Dengan ilmu badi’ dapat diketahui sisi-sisi keindahan suatu kalimat.
Ilmu balaghah ini digunakan oleh mufassir untuk mengetahui i’jaz
Qur’ani, kemukjizatan al-Qur’an. Bahasa al-Qur’an begitu indah dan
menakjubkan, hingga ia mampu melemahkan setiap makhluk, baik
manusia dan jin, yang ingin membuat yang serupa dengannya. Dan
i’jaz Qur’ani ini hanya bisa dirasakan oleh yang menguasai ilmu
balaghah.
7
3. Menguasai ilmu ushul fiqih
Ilmu ini merupakan ilmu yang wajib dikuasai oleh seorang
mujtahid. Ilmu ini juga wajib bagi mufassir yang ingin menggali hukum
dari ayat-ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini, dapat diketahui bagaimana
cara menggunakan dalil (dalam hal ini adalah al-Qur’an), yang dari dalil
tersebut bisa diambil kesimpulan hukum tentang suatu perkara.
Jadi, mengambil suatu kesimpulan hukum dari al-Qur’an (dan juga as-
Sunnah) tidak bisa hanya dengan membaca satu-dua ayat al-Qur’an,
kemudian langsung ambil kesimpulan hukum dari sana, apalagi jika ia
hanya memahaminya dari terjemahan. Yang tak mengerti ushul fiqih,
tidak usah bermain-main dengan al-Qur’an, mengira dirinya berdalil
dengan al-Qur’an, padahal ternyata hanya menggunakan al-Qur’an untuk
memenangkan hawa nafsunya, wal ‘iyaadzu billah.
4. Menguasai ilmu ushuluddin
Ilmu ini wajib dikuasai oleh setiap mufassir, agar ia tidak keliru
dan tergelincir dalam aqidahnya. Dengan aqidah yang shahih, ia bisa
memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam semesta,
manusia dan kehidupan dengan pemahaman yang benar dan lurus.
Seorang mufassir juga wajib mengenal perkara-perkara yang
menjadi ‘ushul i’tiqadiyyah’, seperti apa yang wajib bagi Allah dan apa
yang mustahil, serta yang wajib bagi para Rasul dan yang mustahil bagi
mereka.
Abu Hayyan -sebagaimana disebutkan oleh Dr. Muhammad ‘Ali
al-Hasan- menyatakan tentang ilmu ini: “Para ulama umat Islam dari
seluruh kelompok telah menulis ilmu ini dalam banyak kitab, dan ia
adalah ilmu yang sulit, yang jika tergelincir di dalamnya, wal ‘iyadzu
billah, maka orang tersebut akan mendapatkan kebinasaan di dunia dan
akhirat.”
8
5. Menguasai ulumul Qur’an
Untuk memahami al-Qur’an dengan benar, mau tidak mau seorang
mufassir harus menguasai ulumul Qur’an. Di antara cabang ulumul
Qur’an yang wajib dikuasai oleh seorang mufassir adalah:
a. Ilmu qiraat, dengan ilmu ini dapat diketahui tatacara pengucapan
lafazh-lafazh al-Qur’an dengan benar. Makna dan tafsir al-Qur’an
bisa berbeda-beda jika lafazh-lafazh di dalamnya dibaca secara
berbeda pula. Dan jika kita baca kitab-kitab tafsir mu’tabar, kita
akan temukan banyak pembahasan terkait ilmu ini saat mufassir
ingin menunjukkan makna atau tafsir yang paling tepat atas suatu
lafazh atau ayat.
b. Ilmu asbabun nuzul, Sebagian ayat al-Qur’an diturunkan terkait
peristiwa yang terjadi di masa turunnya ayat tersebut, sebagian lagi
diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepada
Rasulullah. Untuk mengetahui makna yang benar atas suatu ayat,
tentu kita harus mengetahui apa yang menyebabkan ayat itu
diturunkan. Di sinilah pentingnya seorang mufassir menguasai ilmu
asbabun nuzul.
c. Ilmu nasikh-mansukh, di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam masih hidup, kadang turun ayat al-Qur’an yang menyebutkan
hukum suatu perbuatan, dan di masa berikutnya turun ayat yang lain
lagi yang menghapus hukum dari ayat sebelumnya. Inilah
pembahasan nasikh-mansukh. Sebagaimana dalam Hadits, dalam al-
Qur’an pun ia ada. Jika seseorang tidak mengetahui nasikh-mansukh
dalam al-Qur’an, bisa jadi ia menyimpulkan hukum dari suatu ayat
al-Qur’an, padahal hukum dari ayat tersebut sudah mansukh oleh
ayat yang lain.
d. Ilmu qashashul Qur’an, Sebagaimana kita ketahui, banyak cerita
dalam al-Qur’an, namun ia bukanlah seperti buku sejarah atau
9
biografi yang memuat cerita tersebut secara runut. Al-Qur’an
memuat cerita-cerita tersebut lebih sebagai pelajaran bagi umat
Islam, sehingga pemuatan cerita-cerita tersebut kadang terpisah-
pisah di berbagai surah al-Qur’an. Seorang mufassir perlu
mengetahui gambaran global dari masing-masing cerita tersebut,
agar ia bisa menafsirkan penggalan-penggalan cerita di tiap surah
secara tepat.
6. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat-
ayat al-Qur’an
Orang yang paling memahami al-Qur’an adalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, agar seorang mufassir tidak
menyimpang tafsirnya, ia wajib mengetahui hadits-hadits Nabi yang
terkait dengan ayat yang ingin ia tafsirkan.
7. Mengetahui tafsir shahabat
Setelah Nabi, para shahabatlah yang paling mengetahui al-Qur’an,
karena mereka hidup di masa turunnya al-Qur’an, hari-hari mereka
dihabiskan dengan membersamai Rasul, sang penerima wahyu. Jadi,
seorang mufassir wajib mengetahui tafsir para shahabat, dan
menjadikannya sumber ketiga dalam penafsiran al-Qur’an setelah al-
Qur’an itu sendiri dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
D. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an
Jenis metode tafsir al-qur’an, yaitu:
1. Metode At-Tahlili
Secara harfiah, at-tahlili berarti terlepas atau terurai. Jadi, at-tafsir
at-tahlili adalah adalah metode penafsiran ayat-ayat Alquran melalui
pendeskripsian (menguraikan) makna yang terkandung dalam ayata-ayat
Al-qur’an dengan mengikuti tata tertib susunan atau urutan surat-surat
dan ayat-ayat Alquran yang diikuti oleh sedikit-banyak analisis tentang
kandungan ayat itu.
10
2. Metode Al-Ijmali
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global
dan penjumlah. Jadi, tafsir al-ijmali ialah penafsiran Alquran dengan cara
mengemukakan isi dan kandungan Alquran melalui pembahasan yang
panjang dan luas, tidak secra rinci. Pembahasan tafsie al-ijmali hanya
meliputi beberapa aspek dan dalam bahasa yang sangat singkat.
Misalnya, Tafsir Al-Farid Al-qur’an Al-madjid hanya mengedepankan
arti kata-kata (al-mufrodah), sebab an-nuzul dn penje.lasannya sangat
singkat.
3. Metode Al-Muqaran
Tafsir al-muqaran ialah tafsir yang menggunakan pendekatan
perbandingan antara ayat-ayat Alquran yang redaksinya berbeda, padahal
isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip
padahal artinya berlainan. Metode komparasi (manhaj al-muqaram) ialah
menafsirkan ayat-ayat yang selintas tampak berlawanan dengan hadist
padahal sebenarnya sama sekali tidak bertentangan.
4. Metode maudu’i
Nama dan istilah tafsir maudu’i ini, dalam bentuknya yang kedua,
adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian
menghimpun ayat-ayat Al-qur’an yang mempunyai maksud yang sama
dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan
menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat Al-
qur’an tersebut, kemudian penafsir memberiakn keterangan dan
penjelasan serta mengambil kesimpulan.
E. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an
1. Madzhab Tafsir bi al-Riwayah
Madzhab tafsir ini sering disebut juga sebagai madzhab bi al-
manqul. Kata al-matsur adalah bentuk isim maf’ul (objek) dari kata atsara-
ya’tsuru-atsran-atsaratan yang secara emitologi berarti menyebutkan atau
11
mengutip (naqala) dan memuliakan atau menghormati (akrama) Al-atsar
juga berarti sunnh, hadist, jejak, bekas pengaruh, dan kesan.
Tafsir al-riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam Al-qur’an atau
as-sunnah atau pendapat para sahabat, dalam rangaka apa yang
dikehendaki Allah tentang penafsiran Al-qur’an berdasarkan as-sunnah an-
Nabawiyyah. jadi tafsir bi al-riwayah adakalanya menafsirkan al-qur’an
dengan al-qur’an, atau menafsirkan al-qur’an dengan as sunnah an-
Nabawiyyah, atau menafsirkan Al-qur’an dengan yang dikutip dari
pendapat sahabat.
a. Tafsir al-qur’an dengan Al-qur’an
Tafsir Al-qur’an denagn Al-qur’an ada yang berbentuk
penafsiran bagian (kosakata) dari ayat Al-qur’an dengan bagian ayat
Al-qur’an lainnya pada ayat dan surat yang sama, contoh dalam surat
Al-baqarah ayat 187. Ada yang berbentuk penafsiran ayat yang satu
dengan ayat yang lainya dalam surat yang sama, contoh dalam surat
Al-fatiha ayat 7. Ada pula yang yang berbentuk penafsiran ayat yang
satu dengan ayat dan surat lain yng berbeda surat. Contoh dalam
surat Al-Baqarah ayat 3-5 yang menafsirkan ayat 2 dari surat yang
sama.
b. Tafsir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah
Tafrir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah ialah penafsiran
Al-qur’an dengan hadist Nabi Muhammad SAW. misalnya, Nabi
Muhammad SAW menafsirkan kata al-maghdub (orang-orang yang
terkutuk) dengan orang-orang Yahudi dan adh-dhallin (orang-orang
yang sesat) dengan orang-orang Nasrani pada ayat berikut:
“ Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
(Q.S. AL-Fatihah:6-7).
c. Tafsir Al-qur’an dengan pendapat sahabat
12
Tafsir Al-qur’an dengan pendapat para sahabat oleh sebgian
ulama digolongkan sebagai tafsir bi al-riwayyah. Misalnya, al-
Hakim dalam kitab al-mustadrak mengatakan bahwa tafsir sahabat
yang menyaksikan proses turunnya wahyu Al-qur’an layak untuk
diposisikan sebagai hadist marfu’. Ada pula ulam yang membatasi
bahwa tafsir sahbat itu bias digolongkan kedalam kelompok tafsir bi
al-riwayyah ketika yang diambil dari mereka adalah hal-hal yang
berkenaan dengan ilmu-ilmu sima’i seperti asbab an-nuzul dan kisah
yang tidak berkaitan denagan lapangan ijtihad. sebaliknya, hal-hal
yang mereka peroleh karena pemahaman dan ijtihad lebih tepat
digolongkan sebagai hadist mauquf, dan tidak tepat sebagai hadist
marfu’.
2. Madzhab Tafsir bi ad-Dirayyah
Kata dirayyah berakar dari kata dara-yadri-daryatan-diryatan-
dirayatan yang artinya mengetahui dan memahami. Kata dirayyah
merupakan sinonim dari kata ra’yun yang berasal dari kata ra’ya-yar’i-
ra’yan-wa ru’yatan yang berarti melihat (bashara), mengerti (adraka),
menyangka, mengira atau menduga (hasiba).Tafsir bi ar-ra’yi disebut juga
tafsir bi al-ma’qul, tafsir bi al- ijtihadatau tafsir bi al-istimbath.
Jenis Tafsir ad-Dirayah
a. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela(al-madzmum)
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-mahmud)
3. Madzhab Tafsir bi al-isyarah
Kata al-isyarah merupakan bentuk sinonim dari kata ad-dalil yanr
berarti tanda, petunjuk, indikasi, syarat, sinyal, perintah, panggilan,
nasihat, dan saran. Jadi tafsir bi al-isyarah adalah penakwilan al-qur’an
dengan mengesampingkan (makna) lahiriah karena ada isyarat (indikator)
tersembunyi yang hanya bias disimak oleh orang-orang yang memiliki
ilmu suluk dan tasawuf.
13
F. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya
1. Kitab-kitab tafsir
a. Buhuts fi ushul at-Tafsir wa Manahijuhu
Kitab ini ditulis oleh Fadh bin Abdurrahman ar-Rumi, seorang
professor pada dirasah Al-qur’an di Riyadh. Kitab ini terdiri dari 12
pembahasan, diantaranya membahas tentang ilmu tafsir, ikhtilaf para
mufassir, asalib, thuruk, dan manhaj mufassir serta pembagian tafsir
menjadi tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al- ra’yi.
b. At-Tahbir fi al-ilm al-tafsir
Kitab ini ditulis oleh imam Jalaluddin As-suyuthi, tertulis dalam
kitab ini sekitar 102 cabang limu yang harus dikuasai oleh seseorang
yang ingin belajar Al-qur’an.
c. Al- iksir fi al-ilmu at-tafsir
Kitab ini ditulis oleh Sulaiman bin Abdul Qawi as-Sharshari at-
Thufi, pembahasan dalam kitab ini diantaranya ialah pembahasan
tentang lafadz yang mesti ditafsirkan dan makna yang tidak mesti
ditafsirkan karena maknanya sendiri telah jelas dan pembahasan
ilmu al-mani dan al-bayan.
d. Tafsir al-jalalain
Tafsir al-jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua orang
Al- hafidz, yaitu Al-hafidz Al mahali dan hafidz As suyuthi.
e. Tafsir ibnu Katsir
Tafsir ibnu katsir merupakan sa;ah satu kitab tafsir yang paling
banyak diterima dan tersebar ditengah umat ini.
f. Tafsir Al-Maraghi
Tafsir ini ditulis oleh Syaikh Ahmad Al-Maraghi yang merupakan
seorang ulama besar dari universits Al-Azhar Mesir.
g. Tafsir Al-Kasyaf
Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini
sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para
14
ulama Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan
p[ada para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya
dilakukan dengan corak I’tizali.
h. Tafsir Al-mizan
Tafsir Al-mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muhammad Husain
Thabathabai, seorang ulama Iran.
2. Corak pendekatan ilmu tafsir
a. Tafsir Fiqhy (corak hokum)
b. Tafsir falsafi(corak filsafat)
c. Tafsir ilmi (corak ilmiah)
d. Tafsir tarbawy (corak pendidikan)
e. Tafsir akhlaqy (corak akhlak)
f. Tafsir I’tiqadi (corak teologis)
g. Tafsir sufy (corak tasawwuf).
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang patut kita pelajari. Metodologi
tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan
menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode
tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan
memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan
berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat
Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan
masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas
bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi rujukan dan sumber
utama semua umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Prof. Dr. M.Ag, 2013. Ulum Al-qur’an. Bandung: Pustaka Setia
AS, Mudzakir, DRS, 2013. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera
AntarNusa
Izzan, Ahnad, Drs, M. Ag, 2009. Metodologi Ilmu Tafsir, Bndung: Tafakur.