BAB III TAFSIR QS. AL-HUJURAT AYAT 1 – 18 A. Tafsir QS. Al-Hujurat Menurut Ibnu Katsir Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab paling penting yang ditulis dalam masalah tafsir al-Qur’an al-‘Azim, paling banyak diterima dan tersebar di tengah umat Islam. Beliau telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya. Tidak mengherankan jika penfafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat (baik hadits maupun atsar), bahkan hampir seluruh hadits riwayat Imam Ahmad yang terdapat dalam Kitab al-Musnad tercantum dalam kitab ini. Beliau menggunakan rujukan-rujukan penting lainnya yang sangat banyak, sehingga sangat bermanfaat dalam berbagai disiplin ilmu agama (seperti aqidah, fiqh, dan lain sebagainya). Sangat wajar apabila Imam As-Suyuti berkata: “Belum pernah ada kitab tafsir yang semisal dengannya.” 1. Biografi Pengarang Beliau adalah imam yang mulia Abdul Fida Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraisy al-Busharwi yang 46
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IIITAFSIR QS. AL-HUJURAT AYAT 1 – 18
A. Tafsir QS. Al-Hujurat Menurut Ibnu Katsir
Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab paling penting
yang ditulis dalam masalah tafsir al-Qur’an al-‘Azim,
paling banyak diterima dan tersebar di tengah umat
Islam. Beliau telah menghabiskan waktu yang sangat lama
untuk menyusunnya. Tidak mengherankan jika penfafsiran
beliau sangat kaya dengan riwayat (baik hadits maupun
atsar), bahkan hampir seluruh hadits riwayat Imam Ahmad
yang terdapat dalam Kitab al-Musnad tercantum dalam
kitab ini.
Beliau menggunakan rujukan-rujukan penting lainnya
yang sangat banyak, sehingga sangat bermanfaat dalam
berbagai disiplin ilmu agama (seperti aqidah, fiqh, dan
lain sebagainya). Sangat wajar apabila Imam As-Suyuti
berkata: “Belum pernah ada kitab tafsir yang semisal
dengannya.”
1. Biografi Pengarang
Beliau adalah imam yang mulia Abdul Fida Imaduddin
Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraisy al-Busharwi yang
46
47
berasal dari kota Basharah, kemudian menetap di
Damascus. Beliau lahir pada tahun 705 H dan wafat pada
tahun 774 H. Beliau adalah seorang ulama yang terkenal
dalam bidang tafsir, hadits, sejarah, dan fiqh. Beliau
mendengar hadits dari ulama-ulama Hidjaz dan mendapat
ijazah dari al-Wani serta mendapat asuhan dari ahli
ilmu hadits terkenal di Suriah yaitu Jamaluddin Yusuf
bin Zaki al-Mazi mertuanya sendiri. Ayahnya meninggal
ketika beliau masih berusia 6 tahun, oleh karena itu
sejak tahun 706 H beliau hidup bersama kakaknya di
Damascus.
Beliau juga berguru kepada Ibnu Taimiyah dan
sangat mencintai gurunya itu. Sebagian ulama menggangap
beliau sebagai salah seorang murid Ibnu Taimiyah yang
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambiljanji dari orang-orang yang telah diberi kitab(yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitabitu kepada manusia, dan jangan kamumenyembunyikannya." Lalu mereka melemparkanjanji itu ke belakang punggung mereka danmereka menukarnya dengan harga yang sedikit.Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”(QS.Ali Imran 187)
Dengan firman Allah di atas, maka menurut Ibnu
Katsir wajib bagi ulama untuk menjelaskan makna-makna
yang terkandung dalam firman Allah dan tafsirya.
3. Bentuk, Metode dan Coraknya
Tafsir Ibnu Katsir dipandang sebagai salah satu
tafsir bi al-ma’tsur yang terbaik, berada hanya
setingkat di bawah tafsir Ibnu Jarir at-Thabary. Ibnu
Katsir menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hadits-hadits
dan atsar-atsar yang disanadkan kepada perawinya, yaitu
para sahabat dan tabi’in.
Dalam bidang tafsir, Ibnu Katsir mempunyai metode
tersendiri. Menurutnya jika ada yang bertanya: “Apakah
metode tafsir yang paling bagus?” maka jawabnya:
“Metode yang paling shahih dalam hal ini adalah
menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an. Dan
49
perkara-perkara yang global di satu ayat dapat
ditemukan rinciannya dalam ayat lain. jika tidak
mendapatkannya maka hendaklah mencarinya dalam Sunnah
karena Sunnah adalah penjelas bagi al-Qur’an. Allah
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamudengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antaramanusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, danjanganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),karena (membela) orang-orang yang khianat.”
Jadi menurut menurut hemat penulis, Ibnu Katsir
dalam penafsirannya mempunyai metode sebagai berikut:
a. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an.
b. Bila penafsiran al-Qur’an tidak didapatkan, maka al-
Qur’an ditafsirkan dengan hadist Nabi.
c. Kalau yang kedua tidak dapat ditafsirkan maka al-
Qur’an harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat,
karena mereka orang yang paling mengetahui konteks
sosial turunnya ayat al-Qur’an.
50
d. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka
pendapat para tabi’in perlu diambil.
4. Bentuk Penafsirannya
Dari aspek bentuk penafsirannya, Tafsir al-
Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir ini memakai
bentuk riwayat (al-ma’tsur). Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil penafsiran Ibnu Katsir dalam
Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim yang banyak menggunakan
riwayat-riwayat baik dari para sahabat maupun para
tabi’in.
5. Metode Penafsirannya
Dari empat macam metode penafsiran yang berkembang
sepanjang sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan
penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim
karya Ibnu Katsir, ternyata metode yang digunakan dalam
tafsir ini adalah metode analitis (tahlili).
6. Corak Penafsirannya
Dari beberapa corak penafsiran yang berkembang
sepanjang sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan
penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim
karya Ibnu Katsir, ternyata corak yang digunakan Ibnu
51
Katsir dalam tafsir al-Qur’an al-‘Adzim adalah bercorak
umum.
7. Karakteristiknya
Diantara ciri khas tafsir Ibnu Katsir adalah
perhatiannya yang besar kepada masalah tafsir al-Qur’an
bi al-Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat). Sepanjang
pengetahuan saya, tafsir ini merupakan tafsir yang
paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan
penafsiran ayat dengan hadits-hadits marfu’ yang
relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan,
menjelaskan apa yang menjadi dalil dari ayat tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan atsar para sahabat, pendapat
tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha berkomentar, “Tafsir
ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan
perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari para
mufassir salaf, menjelaskan makna-makna ayat dan
hukumnya, menjauhi pembahasan masalah I’rab dan cabang-
cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara
panjang lebar oleh kebanyakan mufassir, menghindar dari
52
pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak
diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum atau
hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.”
Keistimewaan lain dari tafsir Ibnu Katsir adalah
daya kritisnya yang tinggi terhadap cerita-cerita
Israiliyat yang banyak tersebar dalam kitab-kitab
tafsir bil-ma’tsur, baik secara global maupun
mendetail.
8. Perbedaan dengan Tafsir At-Thabari
Kitab tafsir at-Thabari yaitu “Jami’ Al-Bayan fi
Tafsir Al-Qur’an”, merupakan tafsir paling besar dan
utama, menjadi rujukan penting bagi para mufassir bil-
ma’tsur. Para ulama sependapat bahwa belum pernah
sebuah kitab tafsir pun yang ditulis sepertinya.
Sehingga Ibnu Katsir pun banyak menukil darinya. Tidak
aneh lagi jika tafsir Ibnu Katsir memiliki sedikit
kemiripan dengan tafsir at-Thabari. Namun dari persaman
itu memunculkan perbedaan diantara kedua kitab tafsir
itu, yaitu diantaranya pada kitab tafsir at-Thabari
memaparkan tafsir dengan menyandarkan kepada sahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Sehingga pada kitab tafsir
53
at-Thabari terdapat cerita-cerita Israiliyat. Berbeda
dengan kitab tafsir Ibnu Katsir, beliau sangat kritis
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah MahaMendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, danjanganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras,sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yanglain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidakmenyadari. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisiRasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka olehAllah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar (QS.49 Al-Hujurat1-3)1
1 Ad-Dimasyqi Al-Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasir, Tafsirul Qur’anil Adzimi, terj. Bahrun Abu Bakar dkk, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2008), Cet. II, hlm. 283-284.
54
Melalui ayat-ayat ini Allah SWT mengajarkan etika
sopan santun kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan
bergaul dengan Rasulullah SAW. Yaitu hendaknya mereka
menghormati, memuliakan, dan mengagungkan beliau SAW.
Untuk itu Allah SWT berfirman:
ها ي^�� اإ ن� ت�� ��ي � ذ� وإ إل�� ن� وإe ءإم� م� ذ� ق� ت^� ن� لا Xي ذي�� ب�! ه� إل�له� ت�� ول� ورس�Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasulnya (QS. Al-Hujurat 1)
Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa dalam
segala sesuatu di hadapannya, yakni janganlah
melakukannya sebelum dia, bahkan hendaknyalah kamu
mengikuti kepadanya dalam segala urusan. Dan termasuk
kedalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah
ini adalah hadis Mu’az r.a. ketika diutus oleh Nabi SAW
ke negeri Yaman. Nabi SAW bertanya kepadanya, “Dengan
apa engkau putuskan hukum?” Mu’az menjawab, “Dengan
Kitabullah”. Rasul SAW bertanya. “Kalau tidak kamu temuka?”
Mu’az menjawab, “Dengan Sunnah Rasul”. Rasul SAW
bertanya, “Jika tidak kamu temukan?” Mu’az menjawab,
55
“Aku akan berijtihad sendiri”. Maka Rasulullah SAW
mengusap dadanya seraya bersabda:
ول �eeي رس � �eeزض ا ن�� eeم م ل�� ل� �eeه� وس ee لن� ول� إل�لeeه� ع� �eeول رس �eeق� رس eeي وف�� � ذ� ee��ه� إلeeل�ذ ل eeم ح إل�م ل� ه� وس� لن� إل�له� ع�
Segala Puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah kepadaapa yang diridhai oleh Rasulullah.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, dan Imam
Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini pula. Kaitannya
dengan pembahasan ini adalah Mu’az menangguhkan
pendapat dan ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan
sunnah Rasul-Nya. Sekiranya dia mendahulukan ijtihadnya
sebelum mencari sumber dalil dari keduanya, tentulah
dia termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
Ali Ibnu Talhah telah dari Ibnu Abbas r.a.sehubungan dengan makna firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramumelebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengansuara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadapsebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkankamu tidak menyadari (QS. Al-Hujurat 2).
Ibnu Zubair r.a. mengatakan bahwa sesudah turunnya
ayat ini Umar r.a. tidak berani lagi angkat bicara
dihadapan Rasulullah SAW melainkan mendengarnya lebih
dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnu Zubair tidak
menyebutkan dari ayahnya tentang Abu Bakar r.a. hadis
ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Muslim.4
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hasan Ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij,
4 Ibid. hlm. 285-287
60
telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa
Abdullah Ibnu Zubair r.a. menceritakan kepadanya bahwa
pernah datang iringan kafilah dari Bani Tamim kepada
Nabi SAW. Maka Abu Bakar r.a. berkata, “angkatlah Al-
Qa’qa Ibnu Ma’bad sebagai pemimpin mereka”. Dan Umar
r.a. berkata, “angkatlah Al-Aqra’ Ibnu Habis sebagai
pemimpin mereka”. Maka Abu Bakar r.a. berkata, “tiada
lain tujuannya adalah untuk menentangmu”, akhirnya
keduanya perang mulut hingga suara mereka gaduh
dihadapan Nabi SAW. Maka turunlah firman Allah SWT:
ها ي^�� اإ ن� ت�� ��ي � ذ� وإ إل�� ن� وإe ءإم� م� ذ� ق� ت^� ن� لا Xي ذي�� ب�! ه� إل�له� ت�� ول� ورس�Hai orang0oarang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasul-Nya. (QS. Al-Hujurat 1).
Sampai dengan firman Allah SWT:
و هم ول� ي��� روإ إ ي صت! ب�� ح� خ�رج� م ت�� ه� ي� ل� إ��Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluarmenemui mereka (QS. Al-Hujurat-5).
Hal yang sama juga telah diriwayatkan pula oleh
Imam Bukhari dalam kitab tafsirnya secara munfarid
dengan sanad yang sama.5
5 Ibid. hlm. 287-288
61
Al-hafidz Abu Bakat Al-Bazzar mengatakan dalam
kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl
Ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Ishaq Ibnu
Mansur, telah menceritakan kepada kami Husain Ibnu
Umar, dari mukhariq, dari Thariq Ibnu Shihab, dari Abu
Bakar As-Sidiq r.a. yang mengatakan bahwa ke6tika ayat
ini diturunkan, yaitu firmannya:
ها ي^�� اإ ن� ت�� ��ي � ذ� وإ إل�� ن� عوإ ءإم� زف�� م لان�� ك 3�ت وإ ص� وق� إ � ف� وب� ي��� ص� ب!� إل�ي��Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikansuaramu melebihi suara Nabi (QS. Al-Hujurat-2)Abu Bakar r.a berkata, “wahai Rasulullah, demi
Allah, aku tidak akan berbicara lagi kepadamu melainkan
dengan suara yang endah (pelan). Husain Ibnu Umar
sekalipun predikatnya dhaif, tetapi hadis ini telah kami
kemukaaka pula melalui riwayat Abdur Rahman Ibnu Auf
dan Abu Hurairah r.a. dengan lafadz yang semisal; hanya
Allah-lah yang Maha Mengetahui.
Imam Bukhari megatakan telah menceritakan kepada
kami Ali Ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami
Azar Ibnu Sa’d, telah menceritakan kepada kami Ibnu
6 Ibid. Hlm. 288
62
Auf, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Anas,
dari Anas Ibnu Malik r.a. bahwa Nabi SAW kehilangan
Sabit Ibnu Qais r.a. maka seorang lelaki berkata,
“wahai Rasulullah, saya mengetahui dimana ia berada”.
Lalu lelaki itu mendatanginya, dan menjumpainya
dirumahnya sedang menundukan kepalanya. Maka lelaki itu
bertanya kepadanya”, mengapa kamu?” ia menjawab, bahwa
dirinya celaka karena telah meninggikan suaranya di
hadapan Nabi SAW lebi dari suara Nabi SAW. Dan ia
beranggapan bahwa amal baiknya telah dihapuskan, maka
ia termasuk ahli neraka.
Lelaki itu kembali kepada Nabi SAW dan
menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh
orang yang dicarinya, bahwa dia telah mengatakan anu
dan anu. Musa Ibnu Anas ,elanjutkan kisahnya, bahwa
lelaki itu kembali menemuinya seraya membawa berita
Kemblilah kamu kepadanya dan katakanlah kepadanyasesungguhnya engkau bukan ahli neraka tetapi engkau termasukahli surga.
Imam Bukhari meriwayatkan jalur ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Sulaiman
Ibnu Mugirah, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a.
yang mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan, yaitu
firman Allah SWT:
ها ي^�� اإ ن� ت�� ��ي � ذ� وإ إل�� ن� عوإ ءإم� زف�� م لان�� ك 3�ت وإ ص� وق� إ � ف� وب� ي��� ص� ب!� إل�ي��Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramumelebihi suara Nabi (QS. Al-Hujurat 2)
Sampai dengan firman-Nya:
م ي� ئ^� عرون� وإ ش� لاي��Sedangkan kamu tidak menyadari (QS. Al-Hujurat 2)
Tersebutlah bahwa Sabit Ibnu Qais Ibnu Syammas
seorang yang memiliki suara yang keras. Maka ia
berkata, “akulah yang sering meninggikan suaraku diatas
suara Rasulullah SAW, maka aku termasuk ahli neraka,
semua amalku dihapus”. Lalu ia duduk di tempat tinggal
keluarganya dengan hati yang sedih dan tidak mau keluar
lagi.
64
Maka Rasulullah SAW merasa kehilangan dia, lalu
sebagian orang berangkat untuk menemuinya di rumahnya.
Mereka berkata kepadanya bahwa Rasulullah SAW merasa
kehilangan dia, dan mereka menanyakan mengenai
penyebabnya. Sabit Ibnu Qais menjawab, “akulah yang
seriang meninggikan suaraku di atas suara Nabi SAW, dan
aku sering berkata dengan saura yang keras kepad
beliau; maka semua amalku dihapuskan dan aku termasuk
kepada ahli neraka”. Lalu mereka kembali kepada Nabi
SAW dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan
oleh Sabit Ibnu Qais. Maka Nabi SAW bersabda:
� ه� ن�� ح! ل� إل� ه� ن� إ و م�� ل ه� لا, ب�!Tidak, bahkan dia termasuk ahli surga.
Anas r.a mengatakan, “sejak saat itu kami
melihatnya berjalan diatara kami, sedangkan kami
mengetahui bahwa dia termasuk ahli surga. Ketika perang
Yamamah terjadi, kami mengalami tekanan dari pihak
musuh hingga terpukul mundur. Maka datanglah Sabit Ibnu
Qais ibnu Syammas dalam keadaan telah memakai kapur
barus dan mengenakan kain kafan, lalu berkata,
65
“alangkah buruknya apa yang dianjurkan oleh teman-teman
kalia”, kemudian ia maju ke barisan musuh dan memerangi
mereka hingga ia gugur sebagai syuhada, semoga Allah
melimpahkan ridha-Nya kepadanya.
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar Ibnu Abu Asy-Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan Ibnu Musa, telah menceritakan
kepada kami Hammad Ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani,
dari Anas Ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa setelah
ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah SWT:
ن�ب�� ��ي � ذ� هاإل�� ي^�� زا وإ لا ن�� ن� عوإ ءإم� مe ف�� ك 3�ت ص�و وق� إ وب� ف� ي���ص� ب!� � إل�ي��Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramumelebihi suara Nabi (QS. AL-Hujurat 2).
Sabit r.a. mengurung diri di dalam rumahnya, dan
mengatakan, “aku termasuk ahli neraka”, dan ia tidak
lagi mau keluar menemui Nabi SAW. Maka Nabi SAW
bertanya kepada Sa’d Ibnu Mu’az, “hai Abu Amr, kemana
Sabit, Apakah dia sakit?” Sa’ad r.a. menjawab, “aku
memang tetangga dia, tapi aku tidak mengetahui bahwa
dia sakit.” Lalu Sa’ad mendatanginya dan menceritakan
kepadanya perkataan Rasulullah SAW. Maka Sabit r.a.
66
mengatakan, “ayat ini telah diturunkan, dan seperti
yang telah kamu ketahui bahwa aku adalah orang yang
paling tinggi nada suaranya diantara kalian melebihi
suara Nabi SAW. Karena itu, aku adalah ahli neraka.”7
Sa’ad r.a. menceritakan kepada Nabi SAW apa yang
dikatakan oleh Sabit itu. Maka Rasulullah SAW bersabda:
� ه� ن�� ح! ل� إل� ه� ن� إ و م�� ل ه� ب�!Tidak, bahkan dia termasuk ahli surga.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ahmad Ibnu
Said Ad-Darimi, dari Hayyan Ibnu Hilal, dari Sulaiman
Ibnu Mugirah dengan sanad yang sama; tetapi dalam
riwayat ini tidak disebutkan nama Sa’d ibnu Mu’az r.a.
telah diriwayatkan dari Qatan Ibnu Basyir, dari Jafar
Ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas r.a. hal yang
semisal; Imam Muslim menyebutkan bahwa dalam riwayatnya
ini tidak disebutkan Sa’d Ibnu Mu’az r.a. Disebutkan
bahwa telah menceritakan kepadaku Hudah Ibnu Abdul A’la
Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir
Ibnu Sulaiman, bahwa ia telah mendengar ayahnya
bercerita dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa ketika7 Ibid. hlm. 288-291
67
turun ayat ini (al-hujuat-2), lalu disebutkan hal yang
semisal, akan tetapi tidak disebutkan nama Sa’d Ibnu
Mu’az. Ditambahkan pula bahwa kami memnyaksikannya
berjalan diantara kami dan kami beranggapan bahwa dia
termasuk ahli surga. Keetiga jalur periwayatan ini
berbeda dengan riwayat Hammad Ibnu Salamah yang
diriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dan yang
didalamnya disebutkan nama Sa’d Ibnu Mu’az r.a.
Menurut pendapat yang benar, di saat turunnya
ayat ini Sa’d Ibnu Mu’az r.a. tidak ada lagi. Ia telah
gugur beberapa hari setelah perang dengan Bani Quraizah
karena luka yang dideritanya, yaitu pada tahun lima
hijriah. Sedangkan ayat ini berkenaan dengan delegasi
Bani Tamim. Dan menurut riwayat yang mutawatir, para
ulama menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada
tahun sembilan hijriah. Hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Ibnu Jariri mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid
Ibnu Habbab, telah menceritakan kepada kami ibnu Sabit
Ibnu Qais Ibnu Syammas, telah kepadaku pamanku Ismail
68
Ibnu Muhammad Ibnu Sabit Ibnu Qais Ibnu Syammas, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa setelah ayat ini
duturunkan, yaitu firman-Nya:
عوإلا ن��ز م ف�� ك 3�ت ص�و وق� إ � ف� وب� ج!ص� ي��� ولا ت�� ب!� وۥله هروإ إل�ي�� ال�ق� ل� ت�!�Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, danjanganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras (Qs. Al-Hujurat-2).
Maka Sabit Ibnu Qais r.a. duduk di pinggir jalan
seraya menangis. Lalu lewatlah kepadanya Asim Ibnu
Addi, dari Banil Ajlan dan bertanya kepadanya, “mengapa
kau menangis, hai Sabit?” Sabit r.a. menjawab, “ayah
inilah yang membuat aku takut, apabila ia diturunkan
berkenaan dengan diriku, karena aku adalah orang yang
tinggi suaranya”.
Asim Ibnu Addi r.a. melanjutkan perjalanannya
menemui Rasulullah SAW. Tangisan Sabit semakin menjadi-
jadi, lalu ia mendatangi istrinya (Jamilah Binti
Abdullah Ibnu Ubay Ibnu Sulul) dan berkata, “jika aku
masuk kamarku, maka gemboklah kamarku dengan paku.”
Maka istrinya melaksanakan apa yang diperintahlan
suaminya itu, lalu Sabit berkata, “aku tidak akan
69
keluar sapai Allah mewafatkan diriku atau rasulullah
SAW meridhaiku.”
Asim r.a. datang kepada Rasulullah SAW, lalu
menceritakan kepadanya apa yang dialami oleh Sabit.
Maka beliau bersabda, “pergilah kepadanya dan undanglah
dia untuk datang kepadaku.” Asim r.a. datang ke tempat
ia menemui Sabit, tetapi dia tidak menjumpainya. Lalu
ia datang ke rumah keluarga Sabit, dan ia menjumpainya
berada di dalam kamar sedang mengunci dirinya, lalu ia
berkata kepadanya bahwa Rasulullah SAW memanggilnya.
Maka Sabit berkata, “patahkan saja kuncinya.”
Lalu keduanya berangkat menuju rumah Nabi SAW,
sesampainya di rumah Nabi SAW, beliau bertanya
kepadanya, “apakah yang menyebabkan kamu menangis, hai
Sabit?” Sabit menawab “saya orang yang tinggi suaranya,
dan saya khawatir ayat ini diturunkan berkenan dengan
diri saya, “ maksudnya adalah firman Allah SWT:
عوإلا ن��ز م ف�� ك 3�ت ص�و وق� إ � ف� وب� ج!ص� ي��� ولا ت�� ب!� الۥله هروإ إل�ي�� و ت�!� ل�ق�Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, danjanganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras (QS.Al-Hujurat 2)
70
Maka Nabi SAW bersabda kepadanya:
؟ ه� ن�� ح! ل إل� ذخ�� ت^� ذإ, و ث� ه� ل ش�� ث� ق� ذإ وت�� ث� م� س� ح� ي� ع� ن� ت�� ي إ زض� ا ن�� م� إTidaklah kamu puas bila kamu hidup dalam keadaan terpuji,gugur sebagai syuhada, dan masuk kedalam surga?
Lalu Sabit menjawab, “aku rela dengan berita
gembira dari Allah SWT, dan Rasul-Nya, dan aku tidak
akan meninggikan suaraku lagi selamanya lebih dari
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisiRasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati merekaoleh Allah untuk bertakwa (QS. Al-Hujurat 3).
Kisah ini telah diriwayatkan bukan hanya oleh
seorang dari kalangan Tabi’in. Allah SWT telah melarang
orang-orang mukmin meninggikan suaranya dihadapan
Raulullah SAW. Telah diriwayatkan pula kepada kami dari
Amirul Mukminin Umar Ibnu Khattab r.a. bahwa ia
mendengar mendengar suara dua orang laki-laki di alam
71
mesjid Nabawi sedang bertengkar hingga suara keduanya
tinggi dan gaduh. Maka datanglah Umar, lalu berkata,
“tahukah kamu berdua, di manakah kamu berada?” kemudian
umar r.a. bertanya pula, “dari manakah kamu berdua?”
keduanya menjawab, “dari Taif.” Maka Umar berkata,
“seandainya kamu besua dari kalangan penduduk Madianh,
tentu aku pukuli kalian berdua sampai kesakitan.”8
Para ulama menagtakan bahwa makruh meninggikan
suara di hadapan kuburan Nabi SAW sebagaimana hal itu
diimakruhkan saat beliau SAW masih hidup. Karena
sesungguhnya beliau SAW tetap dimuliakan, baik selama
hidupnya maupun sesudah wafatnya untuk selamanya.
Kemudian Allah SWT malarang orang-orang mukmin
berbicara kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana
seseorang berbicara dengan temannya, bahkan dia harus
bersikap tenang, menghormati dan memuliakannya saat
berbicara kepada beliau SAW dan tentunya dengan suara
yang tidak keras. Karena itulah Allah SWT menyebutkan
alam firmannya:
8 Ibid. hlm. 291-293
72
ج! الۥله هروإولا ت�� ول� ت�!� هق� ج! م ر� ك� ك عض�� ئ! ت�! عل�� ض�Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras,sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yanglain (QS. Al-Hujurat 2)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya
dalam ayat lain:
ج!ل اء علوإا ت�� ئ�ذع� ول� ب�! س� م إل�ر� ك اء� ئ� ذع� م ك� ك عض�� ع ت�! اض�ت�!Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu sepertipanggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). (QS. An-Nur63)
Adapun firman Allah SWT:
جإ طن� ت�� م ئ! ك ل ع�م م إ ي� ئ^� عر لا وإ ش� ٢ ون�ي��Supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidakmenyadari (QS. Al-Hujurat 2)Yakni sesungguhnya Kami melarang kalian
meninggikan suara di hadapan Nabi SAW lebih dari
suaranya tiada lain karena dikhawatirkan beliau akan
marah, yang karenanya Allah pun marah disebabkan
kemarahannya. Dan karenanya maka dihapuskanlah amal
baik orang yang menbuatnya marah, sedangkan dia tidak
73
menyadarinya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
hadis shahih yang menyebutkan:
Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatukalimat yang diridhai oleh Allah SWT sedangkan dia tidakmenyadarinya, hingga ditetetapkan baginya surga karenanya. Dansesungguhnya seseorang mengucapkan suatu kalimat yangdimurkai oelh Allah SWT tanpa ia sadari hingga menjerumuskandirinya keneraka karenanya,lebih jauh dari jarak antara langit danbumi.
Kemudian Allah SWT menganjurkan kepada orang-orang
mukmin agar merendahkan suaranya di hadapan Nabi SAW.
Allah SWT memberi mereka semangat dan bimbingan serta
anjuran kepada mereka untuk melakukannya. Untuk itu
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisiRasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati merekaoleh Allah untuk bertakwa (QS. Al-Hujurat 3).
Yakni diasah untuk bertaqwa dan menjadikannya
sebagai ahli dan tempat untuk taqwa, sehingga taqwa
benar-benar meresap ke dalam hati sanubarinya.9
9 Ibid. hlm. 294-295
74
ع� هم م�� ره�ل� ر ق�� ج�! م وإ ي� � ظ= ٣ ع�Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar (QS. Al-Hujurat 3)
Imam Ahmad mengatakan di dalam kitab Zuhud-nya,
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari
Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah berkirim surat
kepada Khalifah Umar r.a. yang isinya sebagai berikut:
“wahai Amirul Mukminin, seseorang tidak berselera
terhadap maksiat dan tidak mempunyai keinginan untuk
melakukannya; apakah dia lebih utama dari pada
seseorang yang ingin melakukan maksiat, tetapi dia
tidak mengerjakannya?” maka Khalifah Umar r.a.
menjawab, “bahwa sesungguhnya orang-orang yang ingin
melakukan maksiat, tetapi mereka tidak mengerjakannya.
ول� كOإ � امئ ث� �Äئ � ذ� إل�� اهلل� ن� ح هم ت� لوي�! وي ف�� ق� لي�� هم ل�� ره� ل� ف�� ع� ر م�� ج�! ظ= وإ مع� ٣ �ي�Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allahuntuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar(QS.Al-Hujurat 3)10
10 Ibid. hlm. 296
75
Al-Hujurat, ayat 4-5
ن� ورإ كO م�� eeeeee'�اذوب ث� ن� ئ�� ��ي � ذ� eeeeee��ال ت��� � إلء�إ�� ب� ر eeeeee ج! كج م إ عق�� لا ت�eeeeeeره� ون�ت�� eeeeeeهم ٤ ل ي��� و إ eeeeee�ولر ج�صت! ي ت�� ب�� وإ ح� م رج� ه� ي� ل� ان� إ�� ك رإ ل� ت� هم خ� ور و ل�� ق� غ�� مر�إهلل� ي� ٥ ح��
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luarkamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan kalausekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui merekasesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah MahaPengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Hujurat 4-5).
Kemudain Allah SWT mencela orang-orang yang
memanggil Nabi SAW dari luar kamarnya, yakni kamar-
kamar istrinya, seperti yang dilakukan oleh kebiasaan
orang-orang Arab kampung yang keras lagi kasar
wataknya. Untuk itu Allah SWT berfirman:
مكإ لون� لا ت�ره� عق�� ت��kebanyakan mereka tidak mengerti (QS. Al-Hujurat-4)
kemudian Allah SWT memberi petunjuk kepada etika
sopan santun dalam hal tersebut. Untuk itu Allah SWT
berfirman:
هم ي��� و إ روإول� ي صت! ب�� ح� خ�رج� م ت�� ه� ي� ل� ا إ�� ك ئ�ل� ه رإن� خ�� مل��
76
Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluarmenemui mereka sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka (QS. Al-Hujurat 1). Yakni tentulah hal tersebut mengandung kebaikan
dan maslahat bagi di dunia dan akhiratnya. Kemudian
Allah SWT menyeru mereka untuk bertobat dan kembali
kepada-Nya:
ور ق� غ�� خوإهلل� مر� ٥ �ي�Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Hujurat :
5)
Menurut riwwayat, ayat ini berkenaan dengan Al-
Iqra Ibnu Habis At-Tamimi r.a. menurut yang
diketengahkan bukan hanya oleh seorang. Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan
kepada kami Musa Ibnu Uqbah, dari Abu Salamah Ibnu
Abdur Rahman, dari Al-Aqra Ibnu Habis r.a. bahwa ia
memanggil Nabi SAW, “hai Rasulullah,” tetapi Rasulullah
SAW tidak menyahutnya. Maka berkatalah Al-Aqra Ibnu
benar-benar baik dan celaanku benar-benar buruk.” Maka
Rasulullah SAW menjawab, “itu adalah Allah SWT.”
77
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Umar Al-Husain Ibnu Hurayyis Al-Marwazi, telah
menceritakan kepada kami Al-Fadl Ibnu Musa, dari Al-
Husain Ibnu Waqid, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra
sehubungan dengan firman-Nya:
ن� ورإ كO م�� اذوب�' ث� ن� ئ�� ��ي � ذ� ال�� ت��� إلء�إ�� ج! �ج ب� رSesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luarkamar(mu) (QS. Al-Hujurat 4)Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW,
lalu berkata, “hai Muhammad, sesungguhnya pujiannku
baik dan celaanku buruk,” Rasulullah SAW menjawab, “itu
adalah Allah SWT.” Hal yang semisal telah diriwayatkan
dari Al-Hasan Al- Basri dan Qatadah secara mursal.
Sufyan As-Syauri telah meriwayatkan dari Habib
Ibnu Abu Umrah yang mengatakan bahwa Bisyr Ibnu Galib
dan Labid Ibnu Utarid atau Bisyr Ibnu Utarid dan labid
Ibnu Galib berada di sisi Al-Hajjaj duduk, maka Bisyr
Ibnu Galib berkata kepada Labid Ibnu Utarid , bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaummu Bani Tamim,
yaitu firman Allah SWT:
78
ن� ورإإ� كO م�� اذوب�' ث� ن� ئ�� ��ي � ذ� ال�� ج! إلء�ت��� �ج ب� رSesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luarkamar(mu) (QS. Al-Hujurat 4)
Sufyan As-Syauri mengatakan bahwa lalu ia
menceritakan hal tersebut kepada Sa’id Ibnu Jubair.
Maka sa’id ibnu Jubair menjawab, bahwa seandainya ia
mengetahui kelanjutan dari ayat tersebut, tentulah ia
menjawabnya:
لئ� ون� ع� من�� ن� كOث�� س�لم إ وإإMereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengankeIslaman mereka (QS. Al-Hujurat 17) Mereka mengatakan, “kami masuk Islam dan Bani
Asad tidak memerangimu.”11
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr
Ibnu Ali Al-Bahilli, telah menceritakan kepada kami Al-
Mu’tamir Ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Daud At-Ta’i menceritakan dari Abu Muslim Al-
Bajali, dari Zaid Ibnu Arqom r.a. yang mengatakan bahwa
beberapa golongan daro orang Badui berkumpul, dan
mereka mengatakan, “marilah kita berangkat menemui
11 Ibid. hlm. 296-298
79
lelaki ini. Jika memang ia seorang nabi, maka kita
adalah orang yang paling berbahagia karena ada dia, dan
jika dia seorang malaikat, berarti kita dapat hidup
dengan sayapnya.” Zaid Ibnu Arqam melanjutkan kisahnya,
bahwa ia lalu datang kepada Rasulullah SAW dan
menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh orang-
orang Badui itu.
Selanjutnya orang-orang Badui itu datang kepada
rumah Nabi SAW, dan mereka memanggil Nabi SAW yang
berada di dalam kamarnya. “hai Muhammad, hai Muhammad!”
maka Allah SWT menurunkan firman-Nya:
ن� ورإ كO م�� اذوب�' ث� ن� ئ�� ��ي � ذ� ال�� ت��� � إلء�إ�� ب� ر ج! كج م إ عق�� لا ت�ره� ٤ لون�ت��Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu)kebanyakan mereka tidak mengerti (QS. Al-Hujurat 4)
ع � � وت�� مو مه�إهلل� ي� ك� م خ� ي� ل� ع� ٨ إهلل�Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasikmembawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidakmenimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahuikeadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau iamenuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamumendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepadakeimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu sertamenjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebagaikarunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi MahaBijaksana.
Allah SWT memerintahkan (orang mukmin) untuk
memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan
hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya
dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang
akibatnya akan membalikan kenyataan. Orng Yng
menerimanya dengan begitu saja berita darinya, berarti
sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah SWT
81
telah melarang kepada kaum mukmin mengikuti jalan
orang-orang rusak.
Berangkat dari pengertian inilah, ada sejumlah
ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari
orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah
orang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau
menerimanya dengan alasan bahwa kami hanya
diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang
fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul)
masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak
diketahui keadaannya.13
Kami telah membahas masalah ini di dalam kitabul ‘ilmi
bagian dari Syarah Imam Bukhari (karya tulis penulis
sendiri).
Banyak ulama tafsir yang menyebutkan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan al-Walid Ibnu Uqbah
Ibnu Abu Mu’it ketika itu diutus oleh Rasulullah SAW
untuk memungut zakat orang-orang Bani Mustaliq. Hal ini
diriwayatkan oleh berbagai jalur, dan yang terbaik
ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di
13 Ibid. hlm. 299-300
82
dalam kitab musnadnya melalui riwayat pemimpin orang-
orang Bani Mustaliq, yaitu Al-Haris Ibnu Abu Dirar,
orangtua Siti Juwariyah Ummul Mukminin r.a.
Imam Ahmad mengataka, telah menceritakan kepada
kami Muhammad Ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada
kami Isa Ibnu Dinnar, telah menceritakan kepada ayahku,
bahwa ia pernah mendengar Al-Haris Ibnu Abu Dirar Al-
Khuza’i r.a. menceritakan hadis beikut: aku datang
menghadap Rasulullah SAW, beliau menyeruku untuk masuk
Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk
Islam. Beliau SAW menyeruku untuk zakat, dan aku terima
keyakinan itu dengan penuh keyakinan. Aku berkata,
“wahai Rasulullah, aku akan kembali kepada mereka dan
akan ku seru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan
zakat. Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku
kumpulkan harta zakatnya. Dan engkau Ya Rasulullah,
tinggal mengirimkan utusanmu kepdaku sesudah waktu anu
dan anu agar dia membawa harta zakat yang telah ku
kumpulkan kepadamu.”
Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-
orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia
83
janjikan kepada Rasulullah SAW tennyata utusannya belum
juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira bahwa telah
terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya.
Untuk itu Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya
kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka, “sesungguhnya
Rasulullah SAW telah menetapkan kepadaku waktu bagi
pengiriman utusannya kepadaku untuk mengambil harta
zakat ayang ada padaku sekarang, padahal Rasulullah
tidak pernah menyalahi janji, dan aku rela telah
menjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya
murka. Karena itu marilah kita berangkat menghadap
kepada Rsulullah SAW (untuk menyampaikan harta zakat
kita sendiri).”14
Bertepatan dengan itu Rasulullah SAW mengutus Al-
Walid Ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta
zakat yang telah dikumpulkannya. Keyika Al-Walid sampai
di jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan takut, lalu ia
kembali kepada Rasulullah SAW dan melapor kepadanya,
“Hai Rasulullah, sesungguhnya Haris tidak mau
menyerahkan zakatnya kepadaku, dan dia akan
14 Ibid. hlm. 301
84
membunuhku.” Mendengar berita itu Rasulullah marah,
lalu beliau mengirimkan utusan kepada Al-Haris.
Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat
dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan
yang dikirim oleh Rasulullah SAW itu. Pasukan itu
melihat kedatangan Al-Haris, dan mereka engatakan, “itu
dia Al-Haris,” lalu mereka mengepunnya. Setelah Al-
Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanaya,
“kepada siapakah kalian dikirim?” mereka menjawab,
“kepadamu.” Al-Haris bertanya, “mengapa?” mereka
menjawab, “sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengutus
Al-Walid Ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan
bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan akan
membunuhnya.”
Al-Haris menjawab, “tidak, demi Tuhan, yang telah
mengutus Muhammad SAW dengan membawa kebenaran. Aku
sama sekali tidak penah melihatnya dan tidak penah pula
kedatangan dia.” Ketika AL-Haris masuk menemui
Rasulullah SAW, beliau bertanya, “apakah engkau menolak
untuk membayar zakat dan hendak membunuh utusanku?’ A-
Haris menjawab, “tidak, demi Tuhan Yang telah
85
mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak pernah
melihatnya, dan tiada seorangpun utusan yang datang
kepadaku.” Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat
utusan datang terlambat kepadaku. Maka aku mersa takut
bila hal ini membuat Allah dan Rasul-Nya murka.” Al-
Haris melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat
dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu:
ن�ب�� ��ي � ذ� هاإل�� ي^�� وا ن� ن� إ ءإم� م إ�� اءك� ق� خ�! اس�� ا�ب�! ف�� ب! �ئ�Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasikmembawa suatu berita (QS. Al-Hujurat 6)
Sampai dengan firman-Nya:
م ي� ك� خ�Maha Bijaksana (QS. Al-Hujurat 8)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hadis ini dari Al-
Munziir Ibnu Syazan At-Tammar, dari Muhammad Ibnu Sabiq
dengan sanad yang sama. Imam Tabrani telah
meriwayatkannya pula melaui hadis Muhammad Ibnu Sabiq
dengan sanad yang sama, hanya dalam riwayatnya
disebutkan Al-Haris Ibnu Siran, tetapi sebenarnya
adalah Al-Haris Ibnu Dirar, seperti yang disebutkan
dalam riwayat diatas.15
15 Ibid.hlm. 302-303
86
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ja’far
Ibnu Aun,, dari Musa Ibnu Ubaibah, dari Sabit maula
Ummu Salamah r.a., dari Ummu Salamah yang menceritakan
bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus seorang lelaki
untuk memungut zakat dari Bani Mustaliq setelah mereka
ditaklukkan dengan jalan perang. Maka kaum Bani
Mustaliq mendengar berita tersebut, lalu mereka
menyambut kedatangannya sebagai raasa hormat mereka
kepada Rasulullah SAW. Akan tetapi setelah membisikkan
kepada utusan Rasulullah SAW bahwa mereka (kaum Bani
Mustaliq itu) hendak membunuhnya. Maka lelaki itu
kembali kepada Rasulullah SAW dan berkata kepadanya,
“sesunggunhnya orang-orang Bani Mustaliq tidak mau
membayar zakatnya kepadaku.” Maka Rasulullah dan kaum
muslim marah mendengar berita itu.
Orang-orang Bani Mustaliq mendengar kepulangan
utusan tersebut, maka mereka mengahadap kepada
Rasulullah SAW dan membuat saf bermakmum kepada
Rasulullah SAW saat beliau SAW shalat lohor. Lalu
mereka berkata, “kami berlindung kepada Allah dari
87
murka Allah SWT dan murka Rasul-Nya, engkau telah
mengutus seorang lelaki kepada kami sebagai penarik
zakat. Maka kami merasa gembira dan senang dengan
berita itu. Tapi sesampainnya di tengah jalan, dia
kembali; maka kami takut bila hal itu merupakan
kemurkaan dari Allah dan Rasu-Nya (terhadap kami).”
Mereka masih terus berbicara dengan Rasulullah SAW
hingga datanglah Bilal r.a. lalu mengumandangkan azan
shalat ashar. Ummu Salamh r.a. melanjutkan kisahnya,
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasikmembawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamutidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpamengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atasperbuatanmu itu (QS. Al-Hujurat 6)Ibnu Jarir meriwayatkan pula melaui jalur al-Aufi,
dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan ayat ini.
Disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengutus Al-Walid Ibnu
Uqbah Ibnu Abu Mu’it itu kepada orang-orang Bani
Mustaliq untuk memungut zakat dari mereka. Dan
88
sesungguhnya mereka ketika mendengar berita itu merasa
bahagia, lalu mereka keluar hendak menyambut utusan
dari Rasulullah SAW.
Tetapi ketika Al-Walid melihat mereka, dalam
hatinya ia mengira bahwa mereka hendak membunuhnya,
lalu ia kembali kepada Rasulullah SAW dan berkata,
“wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Mustaliq tidak mau
membayar zakat.” Maka Rasulullah benar-benar marah
mendengar laporan itu. Dan ketika kami sedang
membicarakan perihal mereka, tiba-tiba datanglah
delegasi mereka, lalu berkata, “wahai Rasulullah,
sesunggunhnya kami telah mendapat berita bahwa utusanmu
kembali lagi di tengah jalan, maka kami merasa khawatir
bila hal yang mengembalikannya itu adalah surat darimu
karena kemarahanmu kepada kami, dan sesungguhnya kami
berlindung kepada Allah dari kemurkaan-Nya dan murka
Rasul-Nya.” Dan sesungguhnya Nabi SAW dan kaum muslim
telah mengurung mereka dan hampir saja menyerang
mereka, tetapi Allah SWT menurunkan wahyu-Nya yang
membela mereka, yaitu firman-Nya:
89
ن�ب�� ��ي � ذ� هاإل�� ي^�� وا ن� ن� إ ءإم� م إ�� اءك� ق� خ�! اس�� ا� ف�� ث! ي' ئ� ب�!� � ب� ب! ب� إوف��Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasikmembawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (QS. Al-Hujurat 6)Mujahid dan Qatadah menceritakan bahwa Rasulullah
mengirimkan Al-Walid Ibnu Uqbah kepada Bani Mustaliq
untuk mengambil harta zakat mereka. Lalu Bani Mustaliq
menyambut kedatangannya dengan membawa zakat (yakni
berupa ternak), tetapi Al-Walid kembali lagi dan
melaporkan bahwa sesungguhnya Bani Mustaliq telah
menghimpun kekuatan untuk memerangi Rasulullah. Menurut
riwayat Qatadah, disebutkan bahwa selain itu mereka
murtad dari Islam.
Maka Rasulullah SAW mengirimkan Khalid Ibnu Walid
r.a. kepada mereka, tetapi beliau SAW berpesan kepada
Khalid agar meneliti dahulu kebenaran berita tersebut
dan jangan cepat-cepat mengambil keputusan sebelum
cukup buktinya. Khalid berangkat menuju tempat Bani
Mustaliq, ia sampai di dekat tempat mereka di malam
hari. Maka Khalid menirimkan mata-matanya untuk melihat
keadaan mereka; ketika mata-mata Khalid kembali kepada
mereka, mereka menceritakan kepadanya bahwa Bani
90
Mustaliq masih berpegang teguh pada Islam, dan mereka
mendengar suara adzan di kalangan Bani Mustaliq serta
suara shalat mereka. Maka keesokan harinya Khalid r.a.
mendatangi mereka dan melihat hal yang menakjubkan
dirinya di kalangan mereka, lalu ia kembali kepada
Rasulullah, dan menceritakan apa yang disaksikannya,
lalu tidak lama kemudian Allah SWT menurunkan ayat ini:
Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernahbersabda:
�ئ��ئ!س��إل�ئ� ان� ط ب� ن� إل�س�� له� م�� ن� إل�له� و إل�عح! م�Hati-hati itu dari Allah dan terburu-buru itu dari setan.
Hal yang sama telah disebutkan bukan hanya oleh
seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Ibnu Abu
Hayyan, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan sehubungan
dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Al-Walid Ibnu Uqbah, hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.16
م لموإوإع ك ث� ن�� ف�� ول إ �رس� إهلل�Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah (QS.Al-Hujurat 7)
16 Ibid. hlm. 303-305
91
Yakni ketahuilah bahwa di antara kalian terdapat
Rsaulullah SAW maka hormatilah dia, muliakanlah dia,
bersopan santunlah kamu dalam menghadapinya, dan
turutilah perintahnya. Karena sesungguhnya dia lebih
mengetahui kemaslahatan kalian dan lebih sayang kepada
kalian dari pada diri kalian sendiri. Dan pendapatnya
untuk kalian lebih sempurna dari pada pendapat kalian
untuk diri kalian sendiri. Hal yang senada di sebutkan
oleh Allah SWT melaui firman-Nya:
و ي�� إ ب!� يXن�الب�!� لىإل�ي�� ث�� م�� ن� مو ه م�� س� ق� ت�� �م إNabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin daridiri mereka sendiri (QS. Al-Ahzab 6)Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa pendapat
mereka sia-sia bila ditinjau dari kemaslahatan mereka.
Untuk itu Allah SWT berfirman:
م ي�� عن�� مر� ل� ن� إلا � ر م�� ت� ث� ي� ك� م ف�� عك ي� ظ� ل�و ت��Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlahkamu mendapat kesusahan (QS. Al-hujurat 7).
Yakni setidaknya dia menuruti kalian dalam semua
apa yang kalian pilih, niscaya hal itu akan
mengakibatkan kamu mengalami kesusahan dan merasa
92
berdosa. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat
lain melaui firman Allah SWT:
eال eeeeeeع ي! ئ^�� إ و� ق��ول� هeeeeeeج م إ � وإءه� ذب� eeeeeeس ق� ب� وإلل� و م �eeeeeeس�رض� إل ن�� ا ه� ي� ن� ف�� ل وم� ب�!eهم ي� ي� ب�� م إ ه�� ك�ر� � ذ� هم ت�(� ن� ف�� م ع� ه�� ك�ر� عر� ذ�� ون�م�� ٧١ ص��
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalahlangit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kamitelah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) merekatetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu (QS. Al-Mu’minun)
Adapun firman Allah SWT:
ئ� ل� �ت! إ�� ب! ح� ن�� إهلل� ك� مول� ن� إلك م ��ث ها�� ن� �Äئ مe ۥ ور� ك لوت�!� ي� ف�� ف��Tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikankeimanan itu indah di dalam hatimu (QS. Al-Hujurat 7)
Yakni menjadikan iman itu dicintai oleh hati
kalian dan dan memperindahnya. Imam Ahmad mengatakn,
telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan
kepada kami Ali Ibnu Mas’adah, telah menceritakan
kepada kami Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
�ت!لق�ي إل� ف��ا ن�مب���اإل وه��ئ��ا ب��ل� عامل س�اإلIslam itu terang-terangan dan iman itu didalam hati.
93
Anas r.a. mengatakan bahwa kemudian Rasulullah SAW
berisyarat ke arah dadanya sebanyak tiga kali, lalu
bersabda:
ائ�هي هوق�ا إل�ئ�ئ�هي هوق�إل�ئ�Taqwa itu (letaknya) di sini, taqwa itu (letaknya) disini. 17
Firman Allah SWT:
ئ� ل� ه إ�� ر� موك� ر إلك ق� سوق� وإلك ضئ� وإلق� ان�ع�Serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dankedurhakaan)QS. Al-Hujurat 7)
Yakni dan Allah menjadikan hatimu membenci
kekafiran dan kefasikan yakni dosa-dosa besar, yang
dimaksud dengan Al-Isyan ialah semua perbuatan durhaka,
ini merupakan kesempatan nikmat dari Allah SWT yang
bertingkat-tingkat:
ول� كOإ � ذون�ه ئ س��� ٧ مال�ر�Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus (QS. Al-Hujurat 7)
Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat ini adalah
orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, Allah-lah
yang telah menganugerahkan hal ini kepada mereka.18
17 Ibid. hlm. 303-30518 Ibid. hlm. 307-308
94
Imam Ahmad mengatakan telah menceritalan kepada
kami Marwan Ibnu Mu’awiyah Al-Fazzari, telah
menceirakan kepada kami Abdul Wahid Ibnu Aiman Al-
Makki, dari Abu Rifa’ah Az-Zurqi, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa ketika terjadi perang Uhud dan pasukan
kaum musrik telah pulang, maka Rasulullah bersabda;
و�ر�ي ع��ب�!ي رلي ع�ئ�ب��ي إ�ئ�إ خ ووئ�س�إ �لخ�!Berbarislah dengan rapi karena aku akan memanjatkan do’a kepada
Tuhanku.
Maka mereka berbaris membentuk saf-saf di belakang
beliau, lalu beliau mengucapkan doa yang artinya
sebagai berikut:
Ya Allah bagi-Mu segala puji. Ya Allah, tiada yang dapatmenggengggam apa yang engkau bukakan, dan tiada yang dapatmembuka terhadap apa yang Engkau genggamkan; dan tiadayang dapat mrmberi prtunjuk kepada orang-orang yang Engkausesatkan. Dan tiada yang dapat menyesatkan orang yang Engkautunjuki; dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkaucegah, dan tiada yang dapat mencegah terhadap apa yangEngkau beri; dan tiada yang dapat mendekatkan terhadap apayang Engkau jauhkan, dan tiada yang tiada yang dapatmemjauhkan apa yang Engkau dekatkan. Ya Allah limpahkanlahkepada kami berkah, rahmat, karunia dan rezeki-Mu. Ya Allahsesungguhnya aku memohon kepada Engkau nikmat yang kekalyang tidak berpindah dan tidak pula lenyap. Ya Allah akumemohon nikmat kepada Engkau di hari yang sulit, dan keamanandi hari yang menakutkan. Ya Allah sesungguhnya aku berlindungkepada Engkau dari keburukan apa yang telah Engkau berikan
95
kepada kami dan dari keburukan apa yang Engkau cegah darikami. Ya Allah jadikanlah kami cinta kepada keimanan danjadikanlah iman itu indah dalam hati kami; dan jadikanlah kamibenci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan; danjadikanlah kami orang-orang yang mengikuti lurus. Ya Allah,waafatkanlah kami sebagai orang-orang muslim, dan hidupkanlahkami sebagai orang-orang muslim, dan himpunkanlah aku denganorang-orang yang saleh agar tidak kecewwa dan tidak pulaterfitnah. Ya Allah perangilah orang-orang kafir yangmendustakan rasul-rasul-Mu dan mencegah manusia dari jalan-Mu, dan jadikanlah siksaan dan adzab-Mu atas merekaa. Ya AllahTuhan Yang Hak, perangilah orang-oarang kafir dari kalangan ahlikitab.
Imam Nasa’i meriwayatkan hadis ini di dalam kitab
Al-Yaum wal-Lailah dari Ziad Ibnu Ayyub, dari Marwan Ibnu
Muawiyah, dari Abdul Wahid Ibnu Aiman, dari Ubaid Ibnu
Rifa’ah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.19
Di dalam hadis yang marfu disebutkan:
ن�� مو موه ف��هئ�ئ ��ئ� سهب��اءس وهاب��ئ�س خهب���ر سن�مBarang siapa yang gembira karena kebaikannya dan susah karenakeburukannya, maka dia adalah orang mukmin.
Kemudian Allah SWT berfirman:
ض� علاف�� � � وت�� ن� إهلل� � ه�م م��Sebagai karunia dan nikmat dari Allah (QS. Al-Hujurat 8)
Yakni pemberian yang telah diberikan kepada kalianini merupakan karunia dan nikmat dari-Nya:
م ي� ك� م خ� ي� ل� ع� ٨ وإهلل�Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Hujurat 8)
19 Ibid.hlm. 308-310
96
Yaitu Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat
hidayah dan siapa yang berhak mendapat kesesatan, lagi
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satumelanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggarperjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnyabersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara keduasaudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapatrahmat.21
Allah SWT berfirman memerintahkan kaum mukmin agar
mendamaikan diantara dua golongan yang satu sama
lainnya:
20 Ibid. hlm. 310-31121 Ibid. hlm. 311
97
ا ن� ط� �وإ�� ان� ث� ق� � ن� ت� لوإ إلم�� ن� ن� اف�3 ث� Xي ث�� م�� صمو ا وإ ف�� ج ه ل� ي� Xي ماب�(Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya (QS. Al-Hujurat 9)
Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang
mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya.
Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya
menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang
yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya
maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh golongan
Khawarij dan para pengikutnya dari kalangan Mu’tazilah
dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa
besar dimasukan ke neraka untuk selama-lamanya). Hal
yang sama telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari
melaui hadis Al-Hasan, dari Abu Bakar r.a. yang
mengatakan bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW
berkhotbah diatas mimbarnya, sedangkan beliau membawa
Al-Hasan Ibnu Ali r.a. Lalu beliau sesekali memandang
ke arah cucunya itu, dan pada kesempatan lain memandang
Sesungguhnya anak (cucu) ku ini adalah pemimpin, mudah-mudahan dengan melauinya Allah mendamaikan diantara duagolongan besar kaum muslimin (yang berperang).
Ternyata kejadiaannya memang persisi seperti apa
yang dikataka oleh Nabi SAW sesudah beliau tiada. Allah
SWT melaui Al-Hasan telah mendamaikan antara penduduk
Irak sesudanh kedua belah pihak terlibat dalam
peperangan yang panjang lagi sangat mengerikan. 22
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman ituberperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapikalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampaisurut kembali pada perintah Allah (QS. Al-hujurat 9) 23
Yakni hingga keduanya kembali taat kepada perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya, seperti mau mendengar perkara
yang hak dan menaatinya. Seperti yang disebutkan di
22 Ibid. hlm. 311-31223 Ibid. hlm. 312
99
dalam hadis sahih, dari Anas r.a. bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda:
موا إم�ال ظ�=اك�Oخ�� إرضب��إ امولظ=Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan aniaya atau teraniaya.
Aku bertanya, “wahai Rasulullah, kalau dia
teraniaya, aku pasti menolongnya. Tetapi bagaimana akau
menolongnya jika dia aniaya?” Rasulullah SAW bersabda:
اه�ب��� إك�Oرض ب��إك�Oذ� ف���مل� إل�ظ=ن�� مهعئ�مب��Engkau cegah ia dari perbuatan aniaya, itulah cara engkau
menolongnya. 24
Imam Ahmad mengatakan, “telah menceritakan kepada
kami Arim, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya
menceritakan bahwa Anas r.a. pernah berkata, bahwa
pernah dikatakan kepada Nabi SAW, “Sebaiknya engkau
datang kepada Abdullah Ibnu Ubay ibnu Salul (pemimpin
kaum munafik, (pent.).”Maka Rasulullah SAW berangkat
menuju ke tempatnya dan menaiki keledainya, sedangkan
orang-orang mukmin berjalan kaki mengiringinya. Jalan
24 Ibid. hlm. 313
100
yang mereka tempuh adalah jalan yang terjal. Setelah
Nabi SAW sampai ditempatnya, maka ia (Abdullah Ibnu
Ubay) berkata,”menjauhlah dariku. Demi Allah, bau
keledaiku menggangguku.” Maka seseorang lelaki dari
kalangan Ansar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya
keledai Rasulullah SAW lebih harum ketimbang baumu.”
Maka sebagian kaum Abdullah Ibnu Ubay marah,
membela pemimpin mereka; masing-masing dari kedua pihak
memiliki pendukungnya. Kemudian tersebutlah di antara
mereka terjadi perkelahian dengan memakai pelepah
kurma, pukulan tangan, dan terompah. Maka menurut
berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah kepada
kami, diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan
mereka, yaitu firman Allah SWT:
ا ن� ط� �وإ�� ان� ث� ق� � ن� ت� لوإ إلم�� ن� ن� اف�3 ث� Xي ث�� م�� صمو ا وإ ف�� ج ئ� ل� ب� ۥ هماب�!Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman ituberperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya (QS. Al-Hujurat 9) 25
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab A-Sulh,
dari Musaddad; dan Muslim meriwayatkannya dalam kitab
Al-Magazi, dari Muhammad Ibnu Abdul A’la; keduanya dari
25 Ibid. hlm. 313-314
101
Al-Mu’tamir Ibnu Sulaiman, dari ayahnya dengan sanad
yang sama dan lafadz yang semisal.
Sa’id Ibnu Jubair menceritakan bahwa orang-orang
Aus dan orang-orang Khazraj terlibat dalam suatu
perkelahian memakai pelepah kurma danterompah, maka
Allah SWT menurunkan ayat ini dan memerintahkan kepada
Nabi SAW untuk mendamaikan kedua belah pihak.
As-Saddi menyebutkan bahwa dahulu seorang dari
kalangan Ansar yang dikenal dengan nama Imran mempunyai
istri yang dikenal dengan nama Ummu Zaid. Istrinya itu
bermaksud mengunjungi orangtuanya, tapi suaminya
melarang dan menyekap istrinya itu dikamar atas dan
tidak boleh ada seorangpun dari keluarga istri
menjenguknya. Akhirnya si istri menyuruh seorang
suruhannya untuk menemui orangtuanya. Maka kaum si
istri datang dan menurunkannya dari kamar atas dengan
maksud akan membawanya pergi. Sedangkan suaminya
mengetahui hal itu, lalu ia keluar dan meminta bantuan
kepada keluarganya. Akhirnya datanglah saudara-saudara
sepupunya untuk menghalang-halangi keluarga si istri
agar tidak dibawa oleh kaumnya. Maka terjadilah
102
perkelahian yang cukup seru diantara dua belah pihak
dengan terompah (sebagai senjatanya), maka turunlah
ayat ini berkenaan denagn mereka dan mendamaikan
mereka, akhirnya kedua belah pihak kembali kepada
perintah Allah SWT. 26
Firman Allah SWT:
ا ن� ف�� ا�� وإ ءب�ف�� ح ص�ل� ا هما ف�� ي� Xي وعذل�الب�!� ب�( ط س� ف�� ت!� إلإ وإ ح� ت�� ن�� إهلل� س� إ�� ن�مق� ي� ٩ ظ�Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurutkeadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allahmencintai orang-orang yang berlaku adil (QS. Al-Hujurat 9)
Berlaku adillah dalam menyelesaikan persengketaan
kedua belah pihak, berkaitan dengan kerugian yang
dialami oleh salah satu pihak akibat ulah pihak yang
lain, yakni putuskanlah hal itu dengan adil dan
bijaksana.
ت!� إل ح� ت�� ن�� إهلل� س�إ�� ن�مق� ي� ٩ ظ�Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS.Al-Hujurat 9)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami
Muhammad Ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan
26 Ibid. hlm. 314
103
kepada kami Abu A’la, dari Ma’mar dari Az-Zuhri, dari
Sa’id Ibnu Musayyab, dari Abdullah Ibnu Amr r.a. yang
mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di dunia berada diatas mimbar-mimbar dari cahaya di sisi Tuhan Yang MahaPemurah berkat keadilan mereka sewaktu di dunia. 27
Imam Nasai meriwayatkan hadis ini dari Muhammad
Ibnu Musanna dari Abdul A’la dengan sanad yang sama.
Sanad hadis ini kuat lagi baik, tetapi para perawinya
dengan syarat Syaikhain. Telah menceritakan pula kepada
kami Muhammad Ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah
menceritakan kepada kami Sufyan Ibnu Uyaynah, dari Amr
Ibnu Dinar, dari Amr Ibnu Aus, dari Abdullah Ibnu Amr
r.a., dari Nabi SAW yang telah berkata yang artinya:
Orang-orang yang adil kelak di ahari kaimat di sisi Allah beradadiatas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan ‘Arasymereka adalah orang-orang yang berlaku adil dalam hukumnya,dan terhadap keluarga dan kekuasaan yang dipercayakan kepadamereka.
27 Ibid. hlm. 314-315
104
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui
hadis Sufyan Ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. 28
yang disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu
sabdanya yang mengatakan:
مه سل� مه ولا ي�� ل� ط= م� لا ت�� وإ إل�مسل� م إخ�� مسل� إل�Orang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh berbuataniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menjerumuskannya.
Di dalam hadis shahih disebutkan:
له�� ث�� م� كO ث�! � ول� ن� ي� كO إم�� مل ال إل� ت!�e ف�� ب� غ� هر� إل� ظ= ه� ت�!� ن� اح��� م� ل� مسل� ا إل� إ ذع� ذ� إ�Apabila seorang muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya tanpasepengetahuan yang bersangkutan. Maka malaikat mengamininyadan mendoakan, “semoga engkau mendapat hal yang serupa.
Hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak;
dan di dalam hadis sahih disebutkan (yang artinya):
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan, kasihdan persaudaraannya sama dengan satu tubuh, apabila salahsatu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar keseluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur(istirahat). Di dalam hadis shahih disebutkan pula:
28 Ibid. hlm. 315-316
105
ا عض� ه ت�! عض� ذ� ت�! � ي���س� ان� ث� ي' ث! اإل� ن� ك� م�� إل�موOrang mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satubangunan, satu sama lainnya saling kuat menguatkan. Lalu Rasulullah SAW merangkumkan jari jemarinya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ahmad Ibnu Hajjaj, telah menceritakan kepada kami
Abdullah, telah menceritakan kepada kami, Mus’ab Ibnu
Sabit, telah menceritakan kepadaku Abu Hazim yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sahl Ibnu Sa’d As-
Saidi r.a. menceritakan hadis berikut dari Rasulullah
Sesungguhnya orang mukmin dari kalangan ahli iman biladimisalkan sama kedudukannya dengan kepala dari suatu tubuh;orang mukmin akan merasa sakit karena derita yang dialami olehahli iman, sebgaimana tubuh merasa sakit karena derita yangdialami oleh kepala.Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid,
sedangkan sanadnya tidak mempunyai cela, yakni dapat
diterima. 29
Firman Allah SWT:
29 Ibid. hlm. 316-318
106
ص ا وإف�� ج يXن� ل� م ب�! ك ت^� و خ�� إMaka damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu(QS. Al-Hujurat 10)
Yakni diantara kedua golongan yang berperang itu.
وإإهلل� ق� ت^�� وإDan bertaqwalah kepada Allah (QS. Al-Hujurat 10)
Dalam semua urusan kalian.
م ك عل� مون�ل� زح� ن��(QS. Al-Hujurat 10)supaya kamu mendapat rahmat
Ini merupakan pernyataan dari Allah SWT yang
emngandung kepastian bahwa Dia pasti memberikan rahmat-
Nya kepada orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. 30
ال eeee�!�ت!�ت ل�ق� ئ ا اسeeeeس ب�!� وق� إلم إل� eeeeس عeeeeق� � إلذ ت�! ن� م ��ث م ا�� ن� ل�� ب�ت! وم� كO ئ�� � ث ول� ا م ف�� ه�مون� ل� � ١١إل�ط=
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-lakimerendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebihbaik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
30 Ibid. hlm. 318
107
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebihbaik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggildengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilanadalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yangtidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Allah SWT melarang menghina orang lain, yakni
meremehkan dan mengolok-olok mereka. Seperti yang
disebutkan pula dalam hadis sahih dari Rasulullah SAW
yang telah bersabda:
اس� مض إل�ث�� ق�� و ع�� ح ر إل� ط ر ت�! ت! ك� ي –إل� زو� ن^� اس�– و مط إل�ث�� وع��Takabut itu ialah menentang perkara hak dan meremehkan orang lain;menurut riwayat yang lain, dan menghina orang lain.
Makna yang dimaksud ialah menghina dan meremehkan
mereka. Shal ini diharamkan karena barangkali orang
yang diremehkan lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah
dan lebih di sukai oleh-Nya dari pada orang yang
meremehkannya. Karena itulah disebutkan oleh firman-
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-lakimerendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebihbaik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuanmerendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebihbaik (QS. Al-hujurat 11)
108
Secara nas larangan ditujukkan kepada kaum laki-
laki, lalu diiringi dengan larangan yang ditujukkan
kepada kaum wanita.
Firman Allah SWT:
ل وإولا ت�� ر� م م� سك ق� ت�� إDan janganlah suka mencela dirimu sendiri (QS. Al-Hujurat 11)
Makna yang dimaksud ialah janganlah kamu mencela
orang lain, pengumpat dan pencela dari kalangan kaum
lelaki adalah orang-orang yang tercela lagi dilaknat,
seperti yang disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-
Nya:
ه� لوب�� مز� � ه� ل� ك � م ل�� ه�ل�� ١ ر�Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela (QS. Al-Humazah 1)
Al-Hamz adalah ungkapan celaan melalui perbuatan,
sedangkan Al-Lamz adalah ungkapan celaan dengan lisan.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
ار� م� اء�ه� س�� م م�� ي� م� ت� ١١ ئ�!�Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah (QS. Al-
Qalam 11)
109
Yakni meremehkan orang lain dan mencela mereka
berbuat melampaui batas terhadap mereka, dan berjalan
kesana kemari menghambur fitnah, mengadu domba, yaitu
mencela dengan lisan. Karena itulah dalam surat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
ل وإولا ت�� ر� م م� سك ق� ت�� إDan janganlah suka mencela dirimu sendiri (QS. Al-Hujurat 11) 31
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
ق� لوإولا ت�� م ئ� سك ق� ت�� إ
Dan janganlah kamu membunuh dirimu (QS. An-Nisaa 29)Yakni janganlah sebagian dari kamu membunuh
sebagian yang lain, Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id Ibnu
Jubair, Qatadah dan Muqatil Ibnu Hayyan telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
ل وإولا ت�� ر� م م� سك ق� ت�� إDan janganlah suka mencela dirimu sendiri (QS. Al-Hujurat 11)
Artinya, janganlah sebagian dari kamu mencela
sebagian yang lainnya. Firman Allah SWT:
31 Ibid. hlm. 318-320
110
ال وإe ت�!� ز' ان�! ث� ل�ق�ولا ئ�3 ت!�اDan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan (QS.
Al-Hujurat 11)
Yakni janganlah kamu memanggil orang lain dengan
gelar yang buruk yang tidak enak didengar oleh yang
bersangkutan. Imam Ahmad mengatakan, “telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan
kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya’bi yang
mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu
Jubairah Aibnu Ad-Dakhlak yang mengatakan bahwa
berkenaan dengan kami Bani Salamah ayat berikut
diturunkan, Allah SWT berfirman:
ال وإe ت�!� ز' ان�! ث� ل�ق�ولا ئ�3 ت!�اDan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan (QS.Al-Hujurat 11)32
Ketika Rasulullah tiba di Madinah, tiada
seorangpun dari kami melainkan mempunyai dua nama atau
tiga nama. Tersebutlah pula apabila beliau memanggil
seseoramg dari mereka dengan salah satu namanya. Mereka
32 Ibid. hlm. 321
111
megatakan, “wahai Rasulullah, sesungguhnya dia tidak
menyukai nama panggilan itu.” Maka turunlah firman-Nya:
ال وإe ت�!� ز' ان�! ث� ل�ق�ولا ئ�3 ت!�اDan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan (QS.
Al-Hujurat 11)
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini dari Musa
Ibnu Ismail, dari Wahb, dari Daud dengan sanad yang
sama.
Firman Allah SWT:
ئ اسسب�!� سوق� إلم إل� عق� م إلذ ت�! ث�� �ا�� ن�Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudahiman (QS. Al-Hujurat 11)Seburuk-buruk sifat dan nama ialah yang mengandung
kefasikan, yaitu panggil memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk, seperti yang biasa dilakukan di zaman
Jahiliah bila saling memanggil diantara sesamanya,
kemudian sesudah kalian masuk Islam dan berakal, lalu
kalian kembali kepada tradisi jahiliah itu.
م ن� ل�� ب�ت!وم� ئ��Dan barangsiapa yang tidak bertobat (QS. Al-Hujurat 11)
Yakni dari kebiasaan tersebut.
112
ول� ا كOف�� � م ئ مون�ه� ل� � ١١ إل�ط=Maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS. Al-Hujurat 11). 33
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlahmencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satusama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan dagingsaudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijikkepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah MahaPenerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang beriman
dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai
keluarga dan kaum kerabat serta oranglain dengan
tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena
sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal
33 Ibid. hlm. 321-322
113
yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut
dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentif.
Telah diriwayatkan kepada kami dari AmirulMu’minin
Umar Ibnu Khattab r.a. bahwa ia pernah berkata,
“janganlah sesekali kamu mempunyai prasangka terhadap
suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang
mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu
masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan
pemahaman yang baik.”
Abdullah Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Qasim Ibnu Abu Damrah Nasr Ibnu
Muhammad Ibnu Sulaiman Al-Himsi, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Abdullah Ibnu Abu Qais An-Nadri, telah menceritakan
kepada kami Abdullah Ibnu Amr r.a. yang mengatakan
bahwa ia pernah melihat Nabi SAW sedang tawaf di Kabah
eرإ ت� اخ� ل� ه� إ� ن�� ن�!� ظ= ت��Alangkah harumnya namamu, dan alangkah harumnya baumu,dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnyakesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalamgenggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesuciann orangmukmin itu lebih besar di sisi Allah SWT dari pada kesucianmu;harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukanmelainkan hanya baik belaka. 34
Ibnu Majah meriwayatkan melaui jalur ini secara
munfarid (tunggal). Malik r.a. telah meriwayatkan dari
Abu Zanad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
شوإ ولا س� ج شوإ ولا ت�� س� ج! � ولا ت�� �ث� �ي ذ� ح ب! إل� ذ� Äك ن�� إ � ن�� إل�ظ= ا� ن�� ف�� � إل�ظ= م و� اك� ��ت إ�eا وإت�� خ�� اذ إل�له� إ� ث! وإ ع�� وت�� زوإe وك� ذإن�! وإ ولا ت�� ط= اع�� ث! شوإ ولا ئ�3 اف�� ث� ئ�3
Janganlah kamu mempunyai perasangka buruk, karenasesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang palingdusta, janganlah kamu saling memata-matai janganlah kamusaling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu salingmenjatuhkan janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamusaling membenci, dan janganlah kamu saling berbuat makar,tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yangbersaudara.
34 Ibid. hlm. 322-324
115
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu
Yusuf, sedabgkan Imam Muslim meriwayatkannya dari Yahya
Ibnu Yahya. Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Al-
Atabi, dari Malik dengan sanad yang sama.
Sufyan Ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-
Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah
تJanganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlahkamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling membenci, danjanganlah kamu saling memdengki, tetapi jadilah kamu sekalianhamba-hamba Allah yang bersaudara, tidak dihalalkan bagiseorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Imam Muslim dan Imam Turmudzi meriwayatkannya
dalam kitab sahihnya masing-masing, dan Imam Turmudzi
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada
kami, Muhammad Ibnu Abdullah Al-Qurmuti Al-Adawi, telah
menceritakan kepada kami Ismail Ibnu Qais Al-Ansari,
telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman Ibnu Muhammad
116
ibnu Abu Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya Harisah
Ibnu Nu’man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda:
� ن�� � وء إل�ظ= سذ وس� ح ره� وإل� ت� ي : إل�ط�� ب�� ام�� اب� ل� م� � لاب� لا ر� ت��Ada tiga perkara yang semuanya memastikan bagi umatku: yaitutiyarah, dengki dan buruk prasangka. Seorang lelaki berntanya, “Wahai Rasululullah,
bagaimana caranya melenyapkan bagi seseorang yang tiga-
tiganya ada pada dirinya?” Rasulullah SAW menjawab:
� ض� ام� �رب� ف�� ت� ط إ ت�� ذ� ق� وإ� ق��� ح لا ت�� ب�ت� ف�� ن� إ إظ�= ذ� ر إل�له� وإ� ف�� ع� ي� اس� سذب� ف�� إ ح� ذ� إ�Apabila kamu dengki, mohonlah ampuna kepada Allah SWT danapabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan,dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan)maka teruskanlah niatmu. 35
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Abu Muawiyyah dari Al-A’masy, dari Zaid
r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas’ud r.a.
pernah menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu
dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan keapda Ibnu
Mas’ud , “ini adalah si Fulan yang jenggotnya
meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr).”
35 Ibid. hlm. 324-325
117
Maka Ibnu Mas’ud r.a. menjawab, “sesungguhnya kami
dilarang memata-matai oranglain. Tetapi jika ada bukti
yang kelihatan oleh kita, maka kita harus
menghukumnya.” Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki
tersebut didalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid Ibnu
uqbah ibnu Abu Mu’it.
Imam Ahmad mengatakan, “telah menceritakan kepada
kami Hayim, telah menceritakan kepada kami Lais, dari
Ibrahim ibnu Nasyit Al-Khaulani, dari Ka’ab ibnu
Alqamah, dari Abu Haisam, dari Dajin (juru tulis Uqbah)
yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah,
“sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar
minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk
menangkap mereka.” Uqbah menjawab, “jangan kamu lakukan
itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka.”
Dajin melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau
juga berhenti dari minumnya. Akhirnya Dajin datang
kepada Uqbah dan berkata kepadanya, “sesungguhnya telah
ku larang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi mereka
tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan
memanggil polisi susila untuk menagkap mereka.” Maka
118
Uqbah berkata kepada Dajin, “janganlah kamu lalkukan
hal itu, celakalah kamu, karena sesungguhnya pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda:
ا ر�ه� ت! ن� ق� وذه� م�� وو ام� ن� ح ت� س� ما إ� اث��� ك ف�� ن� م�� و ن� شت�ر عوره� م� م�Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan (pahalanya) sama dengan orang yang menghidupkan bayiyang dikubur hidup-hidup dari kuburnya. 36
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya
melalui hadis Al-Lais Sa’d dengan sanad dal lafadz yang
sama. Sufyan Asy-Syauri telah meriwayatkan dari Rasyid
Ibnu Sa’d dan Muawiyyah r.a. yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Nabi SAW bersabda:
م ذه� س� ق� ن� ت�� ذب� إ و ك�� هم إ سذي�� ف�� اس� إ � إل�ث�� غت� عورإب� ي! � إئ��� ن� كO إ� ���ب إ�Sesungguhnya jika kamu menelusuri aurat orang lain, berartikamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadirusak. Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang ia dengar
dari Mu’awiyah r.a., dari Rasulullah SAW; semoga Allah
secara munfarid, melalui hadis As-Sauri dengan sanad
yang sama.
36 Ibid. hlm. 326
119
Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Sa’id Ibnu Amr Al-Hadrami, kepada
menceritakan kepada kami Ismail Ibnu Iyasy, telah
menceritakan kepada kami Damdam Ibnu Zur’ah, dari
Syuraih Ibnu Ubaid, dari Zubair Ibnu Nafir, Kasir Ibnu
Murrah, Amr Ibnu Aswad, Al-Miqdam ibnu Ma’di Kariba dan
Abu Umamah r.a. dari Nabi SAW yang telah bersabda:
م سذه� ف�� اس� إ ي إل�ث�� ه� ف�� ن! X�ر�� ئ�ي إل غ� ي�� ذ� إئ^( � ر إ ت� ن�� إلام� إ�Sesungguhnya seorang Amir itu apabila mencari-cari kesalahanrakyatnya, berarti dia membuat mereka rusak. Firman Allah SWT:
شوإ س� ج! و لا ت��Dan janganlah mencari-cari keburukan orang (QS. Al-Hujurat 12)Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang
lain. Lafadz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan
pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata
dalam bahasa Arabnya disebut jasus. Adapun mengenai
lafadz tahassus pada umumnya ditujukkan kepada
kebaikan, seperti pengetian yang terdapat dalam firman
Allah SWT yang menceritakan perihal nabi Yakub yang
telah mengatakan kepada putera-puteranya:
120
وج� إل�له� ن� ر� شوإ م�� ئ[ ب^� ا ه� ولا ت�� ن� ف� وإح��� وس� ن� ت�� شوإ م�� س� ج ت� وإ ف�� ن! ه� ي�� إذ� ب�� ي( X�بHai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentangyusuf dan saudaranya. Dan jangan kamu berputus asa dariRahmat Allah (QS. Yusuf 87)Tetapiadakalanya lafadz ini digunakan untuk
pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat
dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula salingmencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula salingmembenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilahkamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Al-Auza’I mengatakan bahwa tajassus adalah
mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus adalah
mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan pihak yang
bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau
disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan
atau membuat makar. Demikian menurut apa yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim:
ع� ت!ولا ت�� م ئ� ك عض� ا ت�!� عض� ت�!Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain (QS. Al-Hujurat 12) 37
37 Ibid. hlm. 326-328
121
Ini larangan memergunjingkan oranglain. Hal ini
ditafsirkan oleh Nabi SAW melaui sabdanya yang
mengatakan bahw gibah ialah:
زه ك ما ت�3 اك�O ث�!� خ�� رك�O إ ك� ذ��Kamu gunjingkan saudaramu, dengan hal-hal yang tidak disukainya.
Lalu ditanyakan, “bagaimanakah jika yang
dipergunjingkan itu ada padanya?” Rasulullah SAW
menjawab:
ه هن�� ذ ي�! ق� ول ف�� ق� ا ت�� ه� م� ن� ن� ف�� ك م ت��� ن� ل� ه وإ� ن� ي! ن� ذ� إع�� ق� ول ف�� ق� ات�� ه� م� ن� ان� ف�� ن� ك� إ�Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamutelah mengumpatnya dan jika apa yang kamu pergunjingkan itutidak ada padanya berarti kamu telah menghasutnya. Imam Turmudzi meriwayatkannya dari Qutaibah, dari
Ad-Darawardi dengan sanad yang sama, imam Turmudzi
mengatakan bahwa hadis ini sahih. Ibnu Jarir
meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu’bah,
dari Al-A’la. Hal yamg sama telah dikatakan oleh Ibnu
Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu’awiyah
Ibnu Qurrah.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya,
dari Sufyan, bahwa telah menceritakan kepadaku Ali Ibnu
122
Aqmar, dari Abu Huzaifah, dari Aisyah r.a. yang
mengatakan bahwa ia pernah megatakan kepada Nabi SAW
perihal keburukan Saffiyyah. Selain Musaddad
menyebutkan bahwa safiyyah itu adalah wanita yang
pendek. Maka Nabi SAW besabda:
ه ن3 ح�! مز� خر� ل� ت! ماء� إل� ت� ث�!� �ح�! ومر� مه� ل� ل� لث� ك� ذ ف�� ق� ل�Sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yangberdosa) seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut,tentulah dia dapat mencemarinya. 38
Siti Aisyah r.a. menyebutkan bahwa lalu ia
menceritakan perihal seseorang kepada Nabi SAW maka
Nabi SAW bersabda:
إ ذ� إ وك� ذ� ك� ى� ا وإن�� ل� سات�� ي�� ت� إ� ب� ك ى خ� ��� Äن ت!� إ� اإح�� م�Aku tidak suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu akumendapatkan anu dan anu (yakni dosa)Imam Turmudzi meriwayatkannya melalui hadis Yahya
Al-Qattan, Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Waki’. Ketiga-
tiganya dari Sufyan As-Sauri, dari Ali Ibnu Aqmar, dari
Abu Huzaifah Salamah Ibnu Suhaib Al-Arhabi, dari Aisyah
r.a. dengan sanad yang sama. Imam Turmudzi mengatakan
bahwa hadis ini hasan sahih.
38 Ibid. hlm. 328-329
123
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Imam Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami
Abdul Walid Ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami,
Sulaiman Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami
Hassan Ibnu Mukhariq, bahwa pernah seorang wanita
menemui Siti Aisyah r.a. di dalam rumahnya. Ketika
wanita itu bediri dan bangkit hendak keluar, Siti
Aisyah r.a. berisyarat kepada Nabi SAW dengan tangannya
yang menunjukkan bahwa wanita itu pendek. Maka Nabi SAW
bersabda:
ها ي� ي3 ث! ن� ع�� إ�Engkau telah mengumpatnya
Gibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram
menurut kesepakatan semua ulama. Tiada pengecualian
kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah diyakini
kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh, dan ta’dil
(yakni istilah ilmu mustalahul hadis yang menerangkan
tentang prediakt para perawi seorang demi seorang)
serta dalam masalah nasihat.
124
Seperti sabda Nabi SAW ketika ada seorang lelaki
pendurhaka meminta izin masuk menemuinya, maka
bersabdalah beliau:
� ره� ت� و إل�غش�� خ�� س إ ئ وإe له ب�!� ت�� ذ' ت� إ�Izinkanlah dia masuk, dia adalah seburuk-buruk saudara satu kabilah
Juga seperti sabda Nabi SAW kepada Fatimah Binti
Qais r.a. yang dilamar oleh Mu’awiyah dan Abdul Jahm.
Maka Nabi SAW bersabda kepadanya memberinya nasihat:
ه ق�� ات�� ن� ع� اه ع� ض ع ع� ض� لا ت�� هم� ف�� وإ إل�ج! !�ت اإ م�� , وإ O�علوك ض ه�e ف�� ن�� عاو� ا م� م�� إAdapun Mu’awiyah maka dia adalah seorang yang miskin,sedangkan Abu Jahm adalah seorang yang tidak pernahmenurunkan tongkatnya dari pundaknya (uakni suka memukulistrinya) 39
Hal-hal lainnya yang bertujuan semisal
diperbolehkan pula. Sedangkan yang selain dari itu
tetap diharamkan dengan snagat, dan ada peringatan yang
keras terhadap pelakunya. Karena itulah maka Allah SWT
menyerupakan pelakunya sebagaimana memakan daging
manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah
SWT melaui firman-Nya:
39 Ibid. hlm. 329-331
125
م ذك� خ� ت!�e إ ح� ت�� ن�إ ل إ ك� ا حم ت�� ه� ل� ن� ح��� ا إ ث� ي� موه م� ه�ت� ز� ك ف�'Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan dagingsaudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijikkepadanya (QS. Al-hujurat 12)Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut
secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi
perintah syara’. Karena sesungguhnya hukuman yang
sebenarnya jauh lebih keeras dari pada yang
digambarkan. Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah
untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan
tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan.
Perihalnya sama seperti apa yang diakatakan oleh
Rasulullah SAW sehubungan dengan seorang yang mencabut
kembali hibahnya:
ه� � ن Xن ي ف�3 ع ف�� زج�!� م� ن�� يء ث�� ف�� X�لث!� ت ك ال� ك�Seperti anjing yang muntah lalu memakan kembali muntahannya. 40
Dan beliau SAW telah bersabda:
وء�سئ�ل ل إل�ش� ث� ا م� ث� ل�Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk
Telah disebutkan dalam kitab-kitab sahih, hasan
dan musnad melalui berbagai jalur, bahwa Rasululllah
40 Ibid. hlm. 331
126
SAW dalam haji wada’nya mengatakan dalam khitbah yang
artinya:
Sesungguhnya darah-darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian
diharamkan atas kalian sebagaimana kesucian hari, bulan, dan negeri
kalian ini.
Abu Daud mengatakan telah menceritakan kepada kami
Wasil Ibnu Andul A’la, telah menceritakan kepada kami
Asbath Ibnu Muhammad, dari Hisyam ibnu SA’d, dari Zaid
Ibnu Aslam, dari Abu Saleh dari Abu Hurairah r.a. yang
Diharamkan atas orang muslim harta, kehormatan dan darahorang muslim lainnya. Cukuplah keburukan bagi seseorang bila iamenghina saudara semuslimnya. 41
Imam Turmudzi meriwayatkan pula hadis ini dari
Ubaid ibnu Asbath ibnu Muhammad, dari Ayahnya dengan
sanad yang sama. Dan Imam Turmudzi mengatakan bahwa
hadis ini hasan gharib. Telah menceritakan pula kepada
kami Usman Ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada
kami Al-Aswad Ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami
41 Ibid. hlm. 332
127
Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A’Masy, dari Sa’d Ibnu
Abdullah Ibnu Khadij, dari Abu Burdah Al-Balawi yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda yang
artinya:
Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman belummeresap kedalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan janganlah pula kalian menelusuri auratmereka, karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka,maka Allah akan membalas denganmenelusuri auratnya. Danbarang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah maka Allah akanmempermalukannya di dalam rumahnya. Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara
tunggal, hal yang semisal telah diriwayatkan pula
melalui Al-Barra Ibnu Azid, untuk itu Al-Hafidz Abu
Ya’la mengatakan dalam kitab musnadnya, telah
menceritakan kepada kami Mus’ab Ibnu Salam, dari Hamzah
ibnu Habib Az-Zayyat, dari Abu Ishaq As-Suba’I dari Al-
Barra Ibnnu Azib r.a yang mengatakan bahwa Rasulullah
SAW berkhotbah kepada kami sehingga suara beliau
terdengar oleh kaum wanita yang ada di dalam kemahnya
atau di dalam rumahnya masing-masing. Beliau Saw
bersabda yang artinya:
Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman belummeresap kedalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan janganlah pula kalian menelusuri auratmereka, karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka,
128
maka Allah akan membalas denganmenelusuri auratnya. Danbarang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah maka Allah akanmempermalukannya di dalam rumahnya. Jalur lain ibnu Umar r.a. Abu Bakar alias Ahmad
Ibnu Ibrahim Al-Ismaili mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdullah Ibnu Najiyah, telah menceritakan
kepada kami Yahya Ibnu Aksam, telah menceritakan kepada
kami Al-Fadl Ibnu Musa Asy-Syaibani, dari Al-Husain
Ibnu Waqid, dari Aufa ibnu Dalham, dari Nafi’, dari
Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda yang
artinya:
Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman belummeresap kedalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan janganlah pula kalian menelusuri auratmereka, karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka,maka Allah akan membalas denganmenelusuri auratnya. Danbarang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah maka Allah akanmempermalukannya sekalipun ia berada di dalam tandunya. 42
Dan pada suatu hari ibnu Umar memandang ke arah
ka’bah, lalu berkata, “alangkah besarnya engkau dan
alangkah besarnya kehormatanmu, tetapi sesungguhnya
orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada
engkau disisi Allah.”
Abu Daud emngatakan, telah menceritakan kepada
kami Haiwan Ibnu Syiraih, telah menceritakan kepada
42 Ibid. hlm. 332-334
129
kami Qutaibah, dai ibnu Sauban, dari ayahnya, dari Mak-
hul, dari Waqqas ibnu Rabi’ah, dari Al-Miswar yang
menceritakan kepadanya bahwa Nabi SAW pernah bersabda
yang artinya:
Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yaknimenggunjingnya) sekali makan (gunjing), maka sesungguhnyaAllah akan memberikan makanan yang semisal di dlam nerakaJahanam. Dan barang siapa yang memakaikan kepadanya pakaianyang semisal didalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yangberdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allahakan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di harikiamat. 43
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara
munfarid. Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu
Musaffa, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan
Abdul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan,
telah menceritakan kepadaku Rasyid Ibnu Sa’d dan Abdur
Rahman Ibnu Jubair, dari Anas ibnu Malik yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
م ه� � رإ ض�� ع� ي إ عون� ف�� ق� اس� وت�� وم إل�ث�� ح لون� ل� �ك ا ن� ت�� ��ي � ذ� لاء� إل�� و ما ه� .ل��Mengapa mereka memakan daging orang lain (menggunjingorang lain) dan menjatuhkan kehormatan orang-orang lain? 44
43 Ibid. hlm. 334-33544 Ibid. hlm. 335-336
130
Imam Abu Daud meriwayatkan secara munfarid. Hal
yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari
Abu Mugirah Abdul Quddus Ibnu Hajjaj Asy-Syami dengan
sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, “telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Ahmad Ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Abu
Abdus Samad Ibnu Abdul Aziz Al-ummi, telah menceritakan
kepada kami Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Said Al-Khudri
yang mengatakan bahwa kami pernah berkata, “wahai
Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah
engkau lihat dalam perjalanan isra (malam) mu.” Maka
diantara jawaban beliau SAW menyebutkan bahwa kemudian
aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah
yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita.
Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum
laki-laki yang dengan sengaja mencomot daging lambung
seorang dari mereka sekali comot sebesar terompah,
kemudoan mereka jajalkan daging itu ke mulut seorang
lainnya dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya,
131
“makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan,” sedangkan
ia menjumpai daging itu adalah bangkai.
Jibril mengatakan, “Hai Muhammad, tentu saja itu
menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk
memakannya.” Aku bertanya, “hai Jibril siapakah mereka
itu?” jibril menjawab, “mereka adalah orang-orang yang
suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-
orang lain.” Lalu dikatakan, “sukakah salah seoarang
diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” Dan
orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan
kepadanya). Demikianlah hadis secara ringkasnya,
sedangkan secara panjang lebarnya telah kami kemukakan
pada permulaan tafsir surat al-isra.
Abu Daud At-Tayasili mengatakan di dalam kitab
musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ar-
Rabi’ dari Yazid dari Anas bahwa Rasulullah SAW
memerintahkan kepada orang-orang untuk melakukan puasa
atu hari, tidak boleh ada satu orangpun yang berbuka
sebelum didizinkan kepadanya berbuka.
132
Maka orang-orang pun melakukan puasa. Ketika
petang harinya seorang datang kepada Rasulullah SAW
lalu mengatakan, “sejak pagi hari saya berpuasa, maka
izinkanlah bagiku untuk berbuka.” Kemudian ia diberi
izin untuk berbuka. Dan datang lagi lelaki lainnya yang
juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya
untuk berbuka.
Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan,
“wahai Rasulullah ada dua orang wanita dari kalangan
keluargamu (istri-istrimu) sejak pagi melakukan puasa,
maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka.”
Tetapi Rasulullah SAW berpaling darinya, lalu lelaki
itu mengulangi lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah SAW
Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan puasa seorangyang terus-terusan memakan daaging orang lain? Pergilah dankatan kepada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklahkeduanya muntah. Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan
oleh Nabi SAW. Ketika keduanya muntah, ternyata
133
keduanya mengeluarkan darah kental. Kemudian lelaki itu
datang kepada Nabi SAW dan melaporkan apa yang telah
terjadi, Nabi SAW bersabda:
ار هما إل�ث�� لي� ما لا ك� ه� ي� ما ف�� ا وه� ث� 3�ئ ا وم� ل�Seandainya kedaunya mati, sedangkan darah kental itu masih adadalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan dibakaroleh api neraka. Sanad hadis ini daif, sedangkan matanya garib. Hal
yang semisal telah diriwwayatkan oleh Al-hafiz Al-
Baihaqi melalui hadis Yazid ibnu Harun, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman At-Taimi yang
mengatakn bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki
bercerita di majlis Abu Usman An-nahdi, dari Ubaid
maula Rasulullah SAW bahwa di masa Rasulullah SAW
pernah ada dua orang wanita berpuasa, lalu seorang
lelaki datang kepada Rasulullah SAW melaporkan, “wahai
Rasulullah, di sini ada dua orang wanita berpuasa,
tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan,”
perawi mengatakan bahwa ia merasa yakin penyebabnya
adalah karna teriknya matahari di tengah hari.
Rasulullah SAW berpaling darinya atau diam tidak
menjawab.
134
Lelaki itu kembali berkata, “wahai Nabi Allah,
demi Allah sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir
saja sekarat.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “pergilah
keduanya,” lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah
sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi SAW berkata kepada
salah satu dari wanita itu, “muntahlah!” wanita itu
mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi
separo waddah itu. Kemudian Nabi Saw berkata kepada
wanita lainnya, “muntahlah!” lalu waita itu memuntahkan
nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga
wadah itu penuh, kemudian Nabi SAW bersabda:
Sesungguhnya wanita itu puasa dari apa yang dihalalkan olehAllah bagi keduanya, tapi keduanya tidak puasa dari apa yangdiharamkan oleh Allah atas keduanya; salah satu ari keduanyamendatangi yang lain lalu keduanya memakan daging orang lain(menggunjingnya). 45
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dari Yazid ibnu Harun dan Ibnu Abu Addi, keduanya dari
Salman ibnu Sau’an At-Taimi dengan snad yang semisal
dan lafadz yang sama atau semisal. Kemudian Imam Ahmad
meriwayatkannya pula melalui hadis Musaddad, dari Yahya
Al-Qattan dari Usman Ibnu Qiyas telah menceritakan
45 Ibid. hlm. 336-338
135
kepadaku seorang lelaki yang menurutku dia berada di
majelis Abu Usman, dari SA’ad maula Rasulullah SAW
bahwa mereka diperintahkan untuk puasa, lalu ditengah
hari datanglah seorang lelaki dan berkata, “wahai
Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali,’
tetapi Nabi SAW berpaling darinya; hal ini berlangsung
sebanyak dua atau tiga kali. Pada akhirnya Raulullah
SAW bersabda, “panggilah keduanya.”
Maka Nabi SAW datnag membawa panci atau wadah, dan
berkata kepada salah seorang dari kedau wanita itu,
“muntahlah!” wanita itu memuntahkan daging, daah
kental, dan muntahan. Lalu Nabi SAW berakta kepada
wanita lainnya, “muntahlah!” maka wanita itu
memuntahkan hal yang sama. Kemudian Rasulullah SAW
bersaba:
Sesungguhnya wanita itu puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagikeduanya, tapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan olehAllah atas keduanya; salah satu ari keduanya mendatangi yang lain lalukeduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga perutkeduanya penuh dengan nanah. 46
46 Ibid. hlm. 338-339
136
Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikianlah bunyi
teks yang diriwayatkan dari SA’d. tetapi yang pertama
(yaitu ubaid) adalh yang paling sahih.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Amr Ibnu Dakhlak Ibnu Makhlad, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Juraij, telah menceritakan kepada kami Abu Zubair,
dari seoranganak Abu Hurairah, bahwa Ma’iz datang
kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, “wahai Rasulullah,
aku telah berzina.” Rasulullah SAW berpaling darinya
hingga MA’iz mengulangi ucapannya, sebanyak empat kali,
dan pada kelima kalinya Rasulullah SAW balik bertanya,
“kamu benar berziana?” MA’iz menjawab, “Ya.”
Rasulullah SAW bertanya, “tahukah kamu apakah zina
itu?” Ma’iz menjawab, “ya, aku lakukan terhadapnya
perbuatan yang haram sebagaimana layaknya seorang suami
mnedatangi istri yang halal.” Rasulullah Saw bertanya,
“apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?”
Ma’iz menjawab, “aku bermaksud agar engkau menyucikan
diriku (dari dosa zina).”
137
Maka Rasulullah Saw bertanya, “apakah engkau
memasukan itu mu kedalam itunya dia, sebagaimana batang
celak dimasukkan kedalam wadah celak dan sebagaimana
timba dimasukkan ke dalam sumur?” Ma’iz menjawab, “Ya,
waahai Rasulullah, “ maka Rasulullah memerintahkan agar
Ma’iz dihukum rajam, lalu Ma’iz dirajam.
Lalu Nabi SAW mendengar dua orang lelaki berkata.
Salah satu dari merka berkata kepada slah seorang dari
yang lainnya (temannya). “tidaklah engkau menyaksikan
orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak
membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing
dirajam?” lalu Nabi SAW berjalan hingga melaui bangkai
keledai, lalu beliau SAW bersabda, “dimanakah si Fulan
dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan
bagkai keledai ini.”
Keduanya mmenjawab “semoga Allah mengampunimu, ya
Rasulullah, apakah bagkai ini dapat dimakan?” beliau
SAW menjawab:
Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauhmenjijikan dari pada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhanyang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungaisurga menyelam didalamnya.
138
Imam Ahmad mengatakan, “telah menceritakan kepada
kami Abdus Samad, telah menceritakan kepadaku Wasil
maula Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Khalid
Ibnu Urfutah dari Talhah ibnu Nafi’, dari Jabir ibnu
Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa ketika kami
bersama Nabi SAW lalu terciumlah oleh kami bau bangkai
yang sangat busuk, maka Rasulullah Saw besaba:
اس ون� إل�ث�� ات�! ث� غ� ن� ت�� ��ي � ذ� ح إل�� ت^� ه� ر� � ذ� ح؟ ه� ت^� ه� إل�ر�� � ذ� اه� ذرون� م� ت^� إTahukah kalian, bau pakah ini? Ini adalah bau orang-orang yangmenggunjing orang lain. 47
Abdu Ibnu Humaid mengatakan dalam kitab musnadnya,
telah menceritakan kepada kami Ibrahi ibnu Asy’as,
telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad,
dari Sulaiman ibnu Abu Sufyan alias Thalhah ibnu Nafi’,
dari Jubair ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa
ketika kami bersama Nabi SAW dalam satu perjalanan,
tiba-tiba terciumlah bau bangkai yang sangat busuk.
Sesungguhnya sejumlah orang-orang munafik telah menggunjingsesorang dari kaum muslim, maka hal tersebutlah yangmenimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali beliau SAW bersabda:
ح ت^� ه� إل�ر�� � ذ� ت� ه� اح�! كO ه� ل�� ذ� ل� ف��karena itulah tercium bau busuk ini.
As-saddi mengatakan sehubungan dengan firman Allah
SWT:
م ذك� خ� ت!�e إ ح� ت�� ن�إ ل إ ك� ا حم ت�� ه� ل� ن� ح��� ت� إ ب� م�Suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. (QS. Al-Hujurat 12)
48
Ia merasa yakin bahwa Salman r.a. ketika berjalan
dengan dua orang sahabat Nabi SAW dalam suatu
perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan
beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari
keduanya. Suatu hari ketika semua orang telah
berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat
bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya
48 Ibid. hlm. 341
140
menggunjingkannya. Kemudian keduanya mencari Salman,
tetapi kedaunya tidak menemukannya. Akhirnya kedua
teman Salman membuat kemah dan keduanya megatakan
secara menggerutu, “tiada yang dikehendaki oleh Salman
atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu
datang tinggal makan, dan kemah sudah dipasang.
Ketika Salman datang, mereka mengutus Salman
kepada Rasulullah SAW untuk meminta lauk pauk. Maka
Salman pun berabgkat hingga datang kepada Rasulullah
SAW seraya membawa lauk pauk. Lalu Salman berkata,
“wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku unuk
meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau
mempunyainya.’ Rasulullah SAW bersabda:
وإ ذم� ث� إئ^[ ذ� ؟ ف�� الاذم� كO ت�!� اب�! ح ص� ع إ ي� ص ا ت�� م�Apa yang dilakukan teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankahmereka telah memperoleh lauk pauk? 49
Maka Salman kembali kepada kedua teman-temannya
dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan
oleh Rasulullah SAW. Kemudian keduanya berangkat hingga
ke tempat Nabi SAW lalu berkata, “demi Tuhan yang telah
49 Ibid. hlm. 341-342
141
mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama
kali kita istirahat, “Rasulullah SAW bersaba:
ما ك ول�� ق� سلمان� ت�!� ما ي�!� ت� ذم� ث� إئ^[ ذ� ماe ف�� ك ت��� إ�Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk darisalman karena gunjinganmu (terhadapnya). 50
Lalu turunlah firman Allah SWT:
م ذك� خ� ت!�e إ ح� ت�� ن�إ ل إ ك� ا حم ت�� ه� ل� ن� ح��� ت� إ ب� م�Suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. (QS. Al-Hujurat 12)
Sesungguhnya pada saat itu salman sedang tidur.
Al-Hafid Ad-Diya Al-Maqdisi ttelah meriwayatkan
dalam kitab Al-Mukhtar-nya melalui jalur Hasan ibnu
Hilal, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas
ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan bahwa dahulu
oang-orang Arab biasa melayani yang lainnya dengan
perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a.
membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya.
Lalu kedaunya tidur dan bangun, tapi lelaki itu tidak
menyediankan makanan untuk mereka berdua, lalu mereka
kedaunya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni
pelayan keduanya) suka tidur. Dan keduanya membangunkan
50 Ibid. hlm. 342
142
pelayannya itu dan mengatakan kepadanya, “pergilah
kepada Rasulullah SAW dan katakan kepada beliau bahwa
Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan
kedaunya meminta lauk pauk dari beliau.” Ketika pelayan
itu sampai ke tempat Nabi SAW maka beliau SAW besabda,
“sesungguhnya mereka berdua telah memperoleh lauk
pauk.” 51
Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada
Rsulullah SAW dan bertanya, “wahai Rsulullah, lauk pauk
apakah yang telah kami peroleh?’ mak Rasulullah SAW
bersabda:
ما ا ك� ات�� ث� ن� ئ�4 Xي مه ب�! ح ى� لاري ل� ��� Äن ه� إ� ذ� ث� ي� ئ�(� س� ق� ن� إل�ي�� ��ي � ذ� وإل��Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nyasesungguhnya aku melihat dagingnya berada di lambungmu.
Keduanya berkata, “wahai Rasulullah, mohonkanlah
ampunan bagi kami.” Rasulullah SAW bersabda:
ما ك ر ل� ف�� ع� سي� لئ� مرإه ف��Perintahkankah kepada lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkanampun bagi kamu berdua. 52
Al-hafiz abu Ya’la mengatakan, teleh menceritakan
kepada kami Al-Hakam Ibnu Musa, telah menceritakan
51 Ibid. hlm. 342-34352 Ibid. hlm. 343
143
kepada kami Muhammad Ibnu Maslamah dari Muhammad Ibnu
Ishaq, dari pamannya Musa Ibnu Yasar, dari Abu Hurairah
r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah
bersabda:
ما ا ك� ن� � ي� له م� ال له ك� ق� ي� ره�� ف�� ه�� ي� إلا ه� ف�� ن� ل� ب! إ� �ر�� ا ق� ث� ئ^' ي� إل�ذ� ه� ف�� ن� ح��� حم� إ ن� ل� ل م�� ك� ن� إ م�ا � ن� ه ح� لن� �ك إ
Barang siapa yang memakan dging saudaranya sewaktu di dunia, makadisungguhkan kepadanya daging saudarany itu kelak di akhirat, laludikatakan kepadanya, “makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimanaengkau memannya dalam keadaan hidup. 53
Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia
memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya
menjerit. Hadis ini gharib sekali.
Firman Allah SWT:
وإإهلل� ق� ت^�� وإDan bertakwalah kepada Allah (QS. Al-Hujurat 12)
Dengan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh
Allah SWT kepada kalian dan mejauhi apa yang dilarang
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (QS. Al-Hujurat 12)
Yakni Maha Penerima taubat terhadap oang yang mau
bertaubat kepada-Nya, lagi Maha Penyayang kepada orang
yang kembali kepada jalan-Nya dan percaya kepada-Nya.
54
Jumhur ulama mengatakan bahwa cara brtaubat dari
menggunjing orang lain ialah hendaknya yang
bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi
perbuatannya. Akan tetapi, apakah disayratkan menyesali
perbuatannya yang telah lalu itu? Maslahahnya masih
diperselisihkan. Dan hendaknya pelakunya meminta maaf
kepada oang yang digunjingnya.
Ulama lainnya mengtakan bahwa tidak disyaratkan
meminta maaf dari orang yang digunjiingnya, karena jika
ia memberitahu kepadnya apa yang dilakukan kepadanya
barang kali hatinya lebih sakit dari pada seandainya
tidak diberitahu. Dan cara yang terbaik ialah hendaknya
pelaku yang menggujing tersebut membersihkan nama
orang-oarang yang digunjingnya di tempat yang tadinya
dia mencelanya dan berbalik memujinya. Dan hendaklah ia
54 Ibid. hlm. 344
145
membela orang yang pernah digunjingnya itu dengan
segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yng
dilakukan terhadapnya sebelum itu. 55
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada
kami Ahmad Ibnu Hajjaj telah menceritakan kepada kami
Abdullah, telah mneceritakan kepada kami Yahya Ibnu
Ayub dari Abdullah ibnu Sulaiman, bahwa ismail ibnu
Yahya Al-Mua’firi telah menceritakan kepadnya bahwa
Sahl ibnu Mu’az ibnu Anas Al-Juhani telah menceritakan
kepadnya dari ayahnya, dari Nabi SAW yang telah
bersabda:
Barang siapa yang membela seorang mukmin dari orang munafikyang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikatkepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dariapi jahanam. Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmindengan tuduhan yang ia maksudkan untuk mencacinya, makaAllah menahannya di jembatan neraka jahanam hingga iamencabut kembali apa yang dituduhkannya itu.
Hal yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud melaui
hadis Abdullah ibnu Mubarok dengan sanad dan lafaz yang
semisal. 56
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ishaq Ibnu Sabah, telah menceritakan kepada kami55 Ibid. hlm. 344-34556 Ibid hlm. 345-346
146
Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Al-Lais
telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Salim, dia
pernah mendengar Ismail ibnu Basyir mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah dan Abu Thalhah
ibnu Sal Al-Ansari mengatakan bahwa Rsulullah SAW
pernah bersabda:
Tidaklah seorang menghina seorang muslim di suatu tempat, yangmenyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinyadirendahkan. Melainkan Allah SWT akan balas menghinanya ditempat yang sangat ia memerlukan pertolongan-Nya. Dantidaklah seorang membela seorang muslim di suatu tempat yangmeyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan,melainkan Allah akan menolongnya ditempat-tempat yang sangatia memerlukan pertolongan-Nya. 57
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamudisisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
57 Ibid. hlm. 346
147
Allah SWT menceritakan kepada manusia bahwa Dia
telah menciptakan mereka dari diri yang satu dan
darinya Allah menciprakan istrinya, yaitu Adam dan
Hawa, kemudian Dia menjadikan mereka berbangsa-bangsa.
Pengertian bangsa alam bahasa Arab ialah Sya’bun yang
artinya lebih besar daripada kabilah, sessudah kabilah
terdapat tingkatan-tingkatan lainnya yang lebih kecil,
seperti fasa’il, (puak), Asya’ir (Bani), ama’ir, Afkhad, dan lain
sebagainya. 58
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan
syu’ub adalah kabilah-kabilah non Arab. Sedangkan yang
dimaksud dengan kabilah-kabilah ialah khusus untuk
orang Arab, seperti halnya kabilah Bani Israil disebut
asbath. Keterangan mengenai hail ini telah kami
jabarkan dalam muqadimah terpisah yang sengaja kami
himpunn dalam suatu kitab al-Asbah karya Abu Umar ibnu
Abdul Bar, juga dalam muqadimah kitab yang berjudul Al-
Qasdu wal Umam fi Ma’rifati Ansabil Arab wal Ajam.
Pada garis besarnya manusia bila ditinjau dari
unsur kejadiannya yaitu tanah liat, sampai dengan Adam
58 Ibid. hlm. 347
148
dan Hawa a.s. sama saja. Sesungguhnya perbedaan
keutamaan diantara mereka karena perkara agama, yaitu
ketaatan kepada Allah SWT dan Rsul-Nya. Karena ituah
sesudah melarang perbuatan menggunjing dan menghina
orang lain, Allah SWT berfirman, mengingatkan mereka,
bahwa mereka adalah manusia yang memiliki martabat yang
sama:
اسب�� هاإل�ث�� ي^�� لق�ا ا خ�� ت��� م إ�� ك ن� ئ� � ر م�� ك� ي ذ� ب4 ئ^� م وإ ك علث� ا وج�! عوت�! ل س�� � اب� ن! و وف�� عارف� ي� إل��Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal (QS. Al-Hujurat 13)Agar mereka saling menganal diantara sesamanya,
masing-masing dinisbatkan kepada kabilah (suku atau
bangsa)nya. Mujahid telah mengatakan sehibungan dengan
firman-Nya:
و عارف� ي� إل��Supaya kamu saling kenal-mengenal (QS. Al-Hujurat 13)
Seperti disebutkan si Fulan bin Fulan dari kabilah
anu atau bangsa anu. Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa
orang-orang Himyar menisbatkan dirinya kepada sukunya
149
masing-masing, dan orang-orang Arab Hijaz menisbatkan
dirinya kepada kabilahnya masing-masing. 59
Abu Isa Al-Turmudzi mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Muhammad, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Mubarak, dari Abdul Malik
ibnu Isa AS-Saqafi, dari Yazid Maula al_Mubda’is dari
Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW yang telah bersabda:
Pelajarilah nasab-nasab kalian untuk mempererat silaturahmi(hubungan keluarga) kalian, karena sesunggihnya silaturahmi itumenanamkan rasa cinta kepada kekeluargaan memperbanyakharta dan memperpanjang uisa. Kemudian Imam At-Turmudzi mengatakan bahwa hadis
ini garib, ia tidak mengenalnya melaikan hanya melalui
jalur ini. 60
ك ن�� إ مإ�� ك ذ رم� ث� ب��ع�� � إ ئك إهلل� مق�Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disis Allahialah orang yang paling takwa diantara kamu (QS. Al-Hujurat 13)Yakni sesungguhnya kalian berbeda-beda dari
keutamaan di sisi Allah SWT hanyalah dengan ketaqwaan,
59 Ibid. hlm. 347-34860 Ibid. hlm. 348
150
bukan karena keturunan dan kedudukan. Sehubungan dengan
hal ini banyak hadis Nabi SAW yang menerangkannya. 61
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad Ibnu Salam, telah menceritakan kepada
kami Abdah, dari Ubaidillah, dari SA’id ibnu Abu sa’id
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW
pernah ditanya mengenai orang yang paling mulia,
siapakah dia sesungguhnya? Maka Rasulullah SAW
bersabda:
ك ب��رم�إ � إ ذ إهلل� ث� ئهم ع�� مق� كOrang yang paling mulia diantara kamu disis Allah ialah orangyang paling bertakwa. Mereka mengatakan, “bukan itu yang kami
maksudkan.” Rasulullah Saw bersabda:
ل إل�له� ث� ل� ن� خ�� ي� إل�له� إي�! ب!� ن� ئ�� ي� إل�له� إي�! � ب! ف� ئ�� وس� اس� ت�� رم إل�ث�� ك� ا ف��Oang yang paling mulai adalah Yusuf, Nabi Allah, putra Nabi Allahdan juga cucu nabi Allah yaitu kekasih Allah. Mereka mengatakan, “bukan itu yang kami
maksudkan.” Rasulullah SAW beliau bertanya, “kamu
maksudkan ialah tentang kemuliaan yang ada di kalangan
61 Ibid. hlm. 349
151
orang-orang Arab?” mereka menjawab, “ya” maka
Rasulullah SAW bersabda:
هوإ ق� إ ف�� ذ� لام� إ� س� ي� إلا� م ف�� ارك� ن� � ح��� ه� � ن� ل� اه�� ي� إل�ح! م ف�� ارك� ن� ح�� ف��Orang-orang yang terhormat diantara kalian di zaman jahiliah adalahjuga orang-orang yang terhormat dikalangan masa Islam jika merekamendalami agamanya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bukan hanya di
satu tempat melainkan melalui berbagai jalur dari
Abdah ibnu Sulaiman, Imam Nasai mriwayatkannya dalam
kitab tafsir, dari Uabidah ibnu Umar Al-Umari dengan
sanad yang sama. 62
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Amr An-naqid telah menceritakan kepada kami kasir
ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu
Burqan, dari Yazid ibnu Asam, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
eم ك مال�� مe وإع� ك لوت�!� لى ف�� ر إ� ط= ب� ن� ئ�� ك� م ول� ك وإل�� م وإم� ك� ور� لى ص� ر إ� ط= ب� ن�� إل�له لا ئ�� إ�Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian danharta kalian tetapi Dia memandang kepda hati dan amalperbuatan kalian. Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu
Sinan, dari dari Kasir ibnu Hisyam dengan sanad yang
sama.
62 Ibid. hlm. 349-350
152
Imam ahmad mengatakan, telah mneceritakan kepada
kami Waki’. Dari Abu Hilal, dari Abu Bakar dari Abu Zar
r.a. yang menagtakan bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah
bersabda kepadanya:
وي إل�له� ق� ي� له ئ�!� ض� ف�� ن� ت�� ا إ ل� وذ إ� س� مز ولا إ ح� ن� إ ر م�� ت� خ� ست� ت�!� كO ل� ���ب ا� ر ف�� ط= إت��Perhatikanlah, sesungguhnya kebaikanmu bukan karena kamudari kulit merah dan tidak pula dari kulit hitam. Melainkan kamuperoleh keutamaan karena taqwa kepada Allah SWT. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
63
Al-Hafiz Abu Qasim At-Tabrani menagatakan, telah
menceritaka kepada kami Abu Ubaidah Abdul Waris ibnu
Ibrahim Al-Askari, telah menceritakan kepada kami abdur
Rahman Ibnu Amr ibnu Jabalah, telah menceeritakan
kepada kami Ubaid Ibnu Hunain At-Ta’I bahwa ia pernah
mendengar Muhammad ibnu Habib ibnu Khirasy Al-Asri
menceritakan hadis berikut dari ayahnya yang pernah
mendengar Rasulullah Saw bersabda:
وي ق� اإل�ي�� ا ت�!� ل� ذ إ� خ� لي إ ذ ع� اخ� ل ل� ض� وإه� لا ف�� خ�� مون� إ� مسل� إل�Orang-orang muslim itu bersauara, tiada keutamaan bagisesorang atas lainnya kecuali dengan taqwa. 64
63 Ibid. hlm. 35064 Ibid. hlm. 350-351
153
Al-Bazzar telah telah mengatakan di dalam kitab
musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Yahya AL-Kufi, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan
Ibnu Husain, telah menceritakan kepada kami Qais (yakni
Ibnu Rabi’) dari Syabib ibnu Urqubah, dari Al-Mustazil
ibnu Husain, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahw
Kamu sekalian adalah anak-anak Adam, dan Adam diciptakan daritanah, untuk itu hendaklah suatu kaum tidak lagi membangga-banggakan orangtuanya, atau benar-benar mereka rendah dariserangga tanah menurut Allah SWT. Kemudian Al-bazzar mengatakan bahwa kami tidak
mengenalnya bersumberkan dari Huzaifah kecuali melalui
jalur ini. 65
Ibnu abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ar-Rabi’, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu zakariya Al-Qattan, telah menceritakan kepad
kami Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari
ibnu Umar r.a. yang mengatakn bahwa di hari penaklukan
65 Ibid. hlm. 351
154
kota Mekkah Rasulullah Saw melakukan tawaf di Baitullah
dengan mengendarai untanya yang bernama Qaswa, beliau
mengusap rukun dengan tongkat yang dipegangnya. Maka
beliau tidak menemukan ruangan bagi unta Qaswa di dalam
Masjidil Haram itu (karena penuh sesak dengan orang-
orang). Akhirnya beliau turun dari untanya dan
menyerahkan untanya kepda seseorang yang membawabya
keluar masjid, lalu mengistirahatkannya di lembah
tempat Sa’i. 66
Kemudian Rasulullah SAW berkhotbah kepada merekadi atas unta kendaraanya itu, yang dumulainya denganmembaca hamdalah dan memuji-Nya dengan pujian yangpantas untuk-Nya. Setelah itu beliau bersaba:
Hai manusia, sesungguhnya Allah telah melenyapkan dari kaliankeaiban masa jahiliah dan tradisinya yang selalu membangga-banggakan orang-orang tuanya. Manusia itu ada dua macam,yaitu orang yang berbakti, bertaqwa lagi mulia di sisi Allah SWTdan orang yang durhaka, celaka lagi hina manurut Allah SWT. 67
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
66 Ibid. hlm. 351-35267 Ibid. hlm. 352
155
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamudisisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS.Al-Hujurat 13) 68
Setelah itu beliau SAW mengucapkan istigfar
seperti berikut:
م ك ى ول� رإل�له ل� ف�� ع� ي� إ وإس� ذ� ى ه� ول� ولe ف� ف� إAku akhiri ucapan ini seraya memohon ampun kepada Allah untuk dirikudan kalian.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdu ibnu
Humaid , dari Abu Asim Ad-Dakhlak, dari Mukhlad, dari
Musa ibnu Ubaidah dengan sanad yang sama. 69
Imam Ahmad mengatakan, telah mneceritakan kepada
kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami
ibnu Lahi’ah dari AL-Haris ibnu Yazid dari Ali Ibnu
Rubah, dari Uqbah ibnu Amir r.a. yang mengatakan bahw
sesungguhnya Rasulullah Saw pernah bersabda:
Sesungguhnya nasab kalian ini bukanlah untuk merendahkansiapa pun. Kamu sekalian adalah anak-anak Adam yangmempunyai martabat yang sama, tiada bagi seseorangkeutamaanatas yang lainnya kecuali dengan agama dan taqwa.Cukuplah bagi seseorang bila dia menjadi orang yang tercela, kikirlagi buruk kata-katanya. 70
Manusia itu berasak dari Adam dan Hawa mempunyai martabatyang sama. Sesungguhnya Allah tidak menanyai kedudukan kaliandan tidak pula nasab kalian di hati kiamat nanti. Sesungguhnyaorang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orangyang paling bertaqwa. 71
Tetapi teks hadis ini terdapat di dalam keenam
kitab sittah melalui jalur ini. Imam Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami ibnu Abdul Malik, telah
menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari
Abdullah ibnu Umrah (suami Durrah binti Abu Lahab),
dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritaka bahwa
seorang lelaki berdiri, lalu berjalan kepada Nabi Saw
saat itu beliau berada di atas mimbar, lalu ia
bertanya, “wahai Rasulullah manusia manakah yang
paling baik itu?” Rasulullah SAW menjawab:
� ن� م ع� اه� eeه ي�� � وإ معروف� ال� ee�!�م ت ره� eeل� وإم ee وخ�! ر�� م ع� اه� eeق� ت^� م وإ ه� �eeرو ق� اس� إ eeث���رإل ت� خ�م� ح� لز� لهم ل�� ز� وإوص� ك مث� إل�
Sebaik-baik manusia adalah yang paling pandai membaca Al-Quran, paling bertaqwa kepada Allah SWT, paling gencar
71 Ibid. hlm. 353-357
157
memerintahkan kepada kebajikan dan paling tekun melarangperbuatan mungkar serta paling gemar bersilaturahmi. 72
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hasan, telah menceritakan kepad kami ibnu Lahi’ah,
telah menceritakan kepada kami Abu Aswad, dari Al-Qasim
Tiada sesuatupun dari duniawi ini ang dikagumi oleh Rasulullah SAW dantiada seorangpun yang dukagumi oleh beliau kecauli orang-orang yangmempunyai ketaqwaan. 73
Firman Allah SWT:
ت�ر ث(� م خ�� ي� ل� ع� ن�� إهلل� ١٣ إ��Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al-
Hujurat 13)
Yakni Dia Maha Mengetahui kalian dan Maha Mengenal
semua urusan kalian, maka Dia memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia Kehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang
Dia kehendaki-Nya, merahmati siapa yang dikehendaki-Nya
dan mengazab siapa yang Dia kehendaki-Ny, serta
mengutamakan siapa yang dikehendaki-Nya atas siapa yang
dikehendakinya. Dia Maha Bijaksana, Maha Mengetahui,
lagi Maha Mengenal dalam semuanya itu.
72 Ibid. hlm. 35473 Ibid. hlm. 354-355
158
Ada sebagian ulama yang dengan berdasarkan ayat
yang mulia ini berpendapat bahwa kafa’ah (sepadan)
dalam masalah nikah bukan merupakan syarat, dan tiada
syarat dalam pernikahan kecuali hanya agama, karena
firman Allah SWT:
ك ن�� إ مإ�� ك ذ رم� ث� ب��ع�� � إ ئك إهلل� م ق�Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allahialah orang yang paling takwa diantara kamu (QS. Al-Hujurat 13)Sedangkan sebagian ulama lainnya berpegangan
kepada dalil-dalil lain yang keterangannya secara rinci
disebutkan di dalam kitab-kitan fikih, kami telah
mengutarakan sebagian darinya di dalam kitab kitabul
Ahkam. 74
Imam Tabrani meriwayatkan dari Abdur Rahman bahwa
ia telah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani
Hasyim megatakan, “aku adalah orang yang paling utama
terhadap Rasulullah Saw.” Maka orang lain mengatakan,
“aku lebih utama terhadapnya daripadamu, karena aku
وإ eeeeeeeeeeمن�� � ث�� لي� م ع� مك ل �eeeeeeeeeeس ل� إ�� eeeeeeeeee!�لئ�ب من�� ع� ث�� م إهلل� ن� ك م إ ك ذت� eeeeeeeeee�ه � ن� م ��ث لا�� ن� ل�� م إ�� ي� ي� ك�ذ� ن�ص� ي� � ع ١٧ ف�� ت�� اهلل� ت��� ت! لمإ�� ب� � وإلع�� ب� و م � إل�س� رض� ر ا ت� �eض ت�! ما وإهلل� عم ث�!� ون�ت�� eل
١٨ 14. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman".Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´,karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taatkepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpunpahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang"15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orangyang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian merekatidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwamereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar16. Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allahtentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apayang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?17. Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keIslamanmereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmatkepadaku dengan keIslamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang
160
melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepadakeimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar"18. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi.Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 76
Allah SWT berfirman, mengingkari orang-oarang Arab
Badui yang baru saja masuk Islam, lalu mereka
mengiklankan dirinya beriman, padahal iman masih belum
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah:"Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´, karena imanitu belum masuk ke dalam hatimu (QS. Al-Hujurat 14)
Dari makna ayat ini dapat disimpulkan bahwa iman
itu pengertiannya lebih khusus dari pada Islam, seperti
yang dikatakan oleh mazhab Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah.
Pengertian ini diperkuat dengan dengan adanya hadis
Jibril a.s. ketika ia bertanya (kepada Nabi Saw)
tentang Islam, kemudian iman dan trakhir tentang ihsan.
Dalam pertanyaan itu ia memulai dari yang umum kemudian
kepad yang khusus, lalu kepada yang lebih khusus lagi.
77
76 Ibid. hlm. 356-35777 Ibid. hlm. 357
161
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdur Razzaq. Telah menceritakan kepada kami
Ma’mar dari Az-Zuhri dari Amir ibnu Sa’d ibnu Waqas
dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw
memberi bagian kepada anak laki-laki, tetapi tidak
memberi seseorang dari meeka sedikitpun. Maka Sa’d ibnu
Abu Waqas r.a. bertanya, “wahai Rasulullah Allah telah
memberi Fulan dan Fulan tetapi engkau tidak memberi si
Fulan barang sedikitpun padahal dia seorang mukmin?”
maka Rasulullah SAW balik bertanya, “bukankah dia
seorang muslim?” Sa’d mengulani pertanyaannya sebanyak
tiga kali, dan selalu dijawab oleh Nabi SAW dengan
pernyataan “bukankah dia seorang muslim?’ kemudian Nabi
Saw bersabda:
ه� ا ق� ح� ا م� ن ي� ه� س�� ط� لم إع� هم ف�� ي� � م�� لى� ت!� إ� ح� و إ ن� ه� ذع م� الا وإ خ�! ي� ر� ط� ى� لا ع� ��� Äن إ�م ه� وه�� لي وخ�! ار� ع� ي� إل�ث�� وإ ف�� � ن! ك إن� ت��
Sesungguhnya aku benar-benar memberi bagian kepada banyak laki-lakidan aku tinggalkan sesorang yang lebih aku suaki daripada mereka(yang kuberi bagian) tanpa memberinya sesuatu pun, karena ku merasakhawatir bila kelak Allah Akan menyeret mereka kedalam neraka denganmuka di bawah. 78
78 Ibid. hlm. 357-358
162
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis
ini melaui Az-Zuhri dengansanad yang sama. Dalam hadis
ini Nabi SAW membedakan antara orang mikmin dan orang
muslim. Hal ini menunjukkan bahwa pengetian imam lebih
khusus daripada Islam. Kami telah menjelaskan hal ini
beserta dalil-dalinya dalam syarah Imam Bukhari kitabul
Imam.
Hadis di atas menunjukkan pula bahwa lelaki yang
tidak diberi bagian itu adalah seorang muslim, bukan
seorang munafik, dan Nabi SAW tidak memberinya sesuatu
bagian pun karena beliau percaya dengan keIslaman dan
keimanannya yang telah meresap ke dalam hatinya. Hal
ini menunjukkan bahwa orang-oarang Badui yang disebtkan
dalam ayat ini buka pula orang-orang munafik, mereka
adalah orangorang muslim, tetapi iman masih belum
meresap kedalam hati mereka. Katika mereka mengakui
bahwa dirinya telah mencapai suatu tingatan yang pada
hakikatnya mereka belum mencapainya, maka diberi-Nya
lah kepada mereka pelajaran tentang etika. Pengertian
inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas r.a., Ibrahim
An-Nakha’I, dan Qatadah, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
163
Sesungguhnya kami kemukakan pendapat ini untuk
meyanggah apap yang telah dikatakan oleh Imam Bukhari
rahimahullah yang berpendapat bahwa orang-orang Arab
Badui itu adalah orang munafik yang mengaku-ngaku
dirinya beriman padahal pada kenyataannya tidak
demikian.
Telah diriwayatkan dari Sa’id Ibnu Jubair, Mujahid
dan Ibnu Zaid bahwa mereka telah mengatakan sehubungan
dengan makna firmn Allah-Nya:
و ول� ن� ف� ك� ا إول� س�لمث� إtapi katakanlah ´kami telah tunduk (QS. Al-Hujurat 14)
yakni kami tunduk dan patuh karena takut dibunuh
dan ditawan. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Asad Ibnu
Khuzaifah. Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan suatu kaum yang mengakui dirinya
berjasa kepada Rasulullah SAW karena mereka mau
beriman, padahal iman masih belum meresap ke dalam hati
mereka. Maka mereka diberi pelajaran etika dan diberi
164
tahu sesungguhnya tingkatan iman sebenarnya masih belum
mereka capai. 79
Sekiranya mereka itu orang-orang munafik, tentulah
mereka diaktakan dengan nada yang keras dan
dipermalukan, seperti penuturan perihal orang-orang
munafik dalam surat at-taubah. Dan sesungguhnya
dikatakan kepada mereka hanyalah semata-mata untuk
mendidik mereka, yaitu firman-Nya:
م وإل�� ن� م�� و ن� ت�� ك� وإ ول� ول� ا ف� س�لمث� ا إ م� ل� ول� ذخ�� ن� إلت�� م ��ث مeا�� ك لوت�!� ي� ف�� ف��Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´,karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (QS. Al-Hujurat 14)
Yaitu kalian belum mencapai hakikat iman, kemudian
Allah SWT berfirman:
وله ورس� عوإ إهلل� ي� ظ� ن� ت�� لئ�ۥوإ�� X�م لا ت ن� ك � م م�� ك ل� ع�م ئ� إ ا س�� Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akanmengurangi sedikitpun pahala amalanmu (QS. Al-Hujurat 14) 80
Dan tidak akan megurangi pahala amalanmu barabg
sedikitpun, semakna dengan apa yang dikatakan dalam
dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka (QS. At-tur 21) 81
Adapun firman Allah SWT:
ور ۥ ق� غ�� ن�� إهلل� مر�إ�� ي� ١٤ ح��sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Hujurat 14)
yakni kepada orang-orang yang bertaubat dan
kembali kepada jalan-Nya. Firman Allah SWT:
eماإل ث��� ون�إ�� ن� م�� موSesungguhnya orang-orang yang (QS. Al-Hujurat 15)
Yaitu yang sempurna iman mereka.
ه� ول� � ورس� اهلل� وإ ت�!� ن� ن� ءإم� ��ي � ذ� م ۥإل�� م� ل� ابe�! ث�� زت�� وإ ن��hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu (QS. Al-Hujurat 15)
Maksudnya, tidak ragu-ragu, tidak bimbang dakam
keimananya. Bahkan teguh dalam satu pendirian, yaitu
membenarkan dengan setulus-tulusnya,
م ا هذوإ ت�!� موج�! ه� ل�� م و ه� س� ق� ت�� ي� وإ ل� ف�� ث� ي(� �س� إهلل�dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka padajalan Allah (QS. Al-Hujurat 15) 82
Mereka korbankan diri dan harta benda mereka yang
disayang untuk ketaatan kepad Allah dan ridha-Nya:
81 Ibid. hlm. 359-36082 Ibid. hlm. 360
166
ول� كOإ � م ئ ون�eه� ف� ذ� ١٥ إل�ض�Mereka itulah orang-orang yang benar (QS. Al-Hujurat 15)
Yakni dalam ucapannya yang mengatakan bahwa mereka
adalah orang-orang yang beriman, tidak sebagaimana yang
dikatakan oelh sebagian orang-orang Arab Badui yang
iman mereka masih belum meresap kecuali hanya sebatas
lahiriah saja. 83
Imam Ahmad mengatakan,telah menceritakan kepada
kami Yahya ibnu Gailan, telah enceritakan kepada kami
Rasyidin, telah enceritakan kepada kami Amr Ibnu Haris,
dari Abu Sumah, dari Abu Haisam, dari Abu Sa’d r.a.
yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah
bersabda:
Orang-orang mukmin di dunia ini adda tiga macam, yaitu orang-orangyang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka yang ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalanAllah; dan orang (mukmin) yang dipercayai oleh orang lain terhadapharta dan jiwa mereka; dan orang (mukmin) yang apabila mereka yangmemilki raa tamak (terhadap sesuatu) maka dia meninggalkannyakarena Allah.
Firman Allah SWT:
م ك ث�� X�ئ ذ� ت�(� مون� إهلل� عل�� ت�� ل إ ف��Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentangagamamu (QS. Al-Hujurat 16)
83 Ibid. hlm. 360-361
167
Maksudnya apakah kalian akan memberitahukan
kepada-Nya apa yang tersimpan didalam hati kalian.
ع ت�� ا لموإهلل� ي� إلف�� م� ا ف�� � وم� ب� و م �را �ي� إل�س� ض�Padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi (QS.Al-Hujurat 16) 84
Yakni tidak ada sesuatu pun yang sebesar zarrah di
bumi atau di langit, tiada pula yang lebih kecil dari
itu, dan tiaa pula yang lebih besar tersembunyi dari
pengetahuan Allah.
ي� � ش� ل� ك ن�!� مع� ءوإهلل� ي� ١٦ ل�Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu? (QS. Al-Hujurat 16) 85
Kemudian Allah SWT berfirman:
لئ� ون� ع� من�� ن� كOث�� س�لموإ إ ل إ ا ف�� وإ ل� من�� � ث�� لي� م ع� س�ل مإ�� كMereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keIslamanmereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmatkepadaku dengan keIslamanmu (QS. Al-Hujurat 17)
Kalimat ini ditujukkan kepada orang Arab Badui
yang merasa berjasa kepada keIslaman mereka dan
keikutsertaan dalam menolong Rasulullah SAW maka Allah
SWT berfirman menyanggahnya:
س لي�� إ�� وإ ع� من�� ا ث�� ل ل� مف�� مك لKatakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadakudengan keIslamanmu (QS. Al-Hujurat 17) 84 Ibid. hlm. 361-35285 Ibid. hlm. 362
168
Karena sesungguhnya hal itu manfaatnya kembali
kepada dirimu sendiri, Allah-Lah yang sebenarnya
memberi nikmat kepada kalian karena Dialah yang
menunjukkan kalian kepada Islam.
لئ� من�� ع� ث�� ل� إهلل� مب�! ن� ك م إ ك ذت� � ه� ن� م ��ث لا�� ن� ل�� م إ�� ي� ي� ذ� ك� ن�ص� ي� � ١٧ ف��Sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu denganmenunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yangbenar" (QS. Al-Hujurat 17)
Yakni benar dengan pengakuanmuntentang hal
tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW
kepada orang-orang Ansar di hari perang Humain:
م ك ق�� ال� ن� ف�� ي� � ف�� ف�ر� ي� م م� ي� ي� ى؟ وك� م إل�له� ن�!� ذإك� ح لالاe ف�� م ص�� ذك� خ�!� م إ ل� ر إ ص ر إلات�� غش� ا م� ت��ى؟ م إل�له� ن�!� ا ك� ث� اع�� اله� ف�� م ع� ي� ي� ى؟ وك� إل�له� ن�!�
Hai golongan orang-oarang Anshar, bukankah aku jumpai kalian dalamkeadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melaluiku?Dan kalian dalam keadaan berpecah belah. Lalu Allah mempersatukankelian melaluiku? Dan kalian dalam keadaan miskin, kemudian allahmenjadikan kalian berkecukupan melauiku?
Setiap kalimat yang diucapkan oleh Nabi SAW
dijawab oleh mereka dengan ucapan, “hanya kepada Allah
dan Rasul-Nya kami beriman.” 86
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim Ibnu sa’id Al-Jauhari,
86 Ibid. hlm. 362-353
169
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id Al-
Umawi, dari Muhammad ibnu Qais, dari Abu Aun, dari
Sa’id ibnu ibnu Jubair dari ibnu Abbas r.a. yang
menceritakan bahwa Bani Asad datang kepada Rasulullah
SAW lalu mereka berkata, “wahai Rasulullah kami telah
Islam. Orang-orang Arab Badui memerangimu. Tetapi kami
tidak memerangimu.” Maka Rasulullah SAW bersabda,
“sesungguhnya pengetahuan mereka minim, dan
sesungguhnya setan telah memutarbalikan lisan mereka,”
lalu turunlah ayat ini, yaiti firman-Nya:
لئ� ون� ع� من�� ن� كOث�� س�لموإe إ ل إ ا ف�� وإ ل� من�� � ث�� لي� م ع� مك س�ل ل� إ�� لئ�ب�! من�� ع� ث�� م إهلل� ن� ك إم ك ذت� � ه� ن� م ��ث لا�� ن� ل�� م إ�� ي� ي� ذ� ك� ن�ص� ي� � ١٧ ف��
Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keIslamanmereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmatkepadaku dengan keIslamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yangmelimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepadakeimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar" (QS. Al-Hujurat 17)87
Kemudian Al-Hafiz Al-Bazzar megatakan, “kami telah
mengenal hadis ini diriwayatkan melainkan hanya melalui
jalur ini, dan kami tidak mengetahui Abu Aun alias
87 Ibid. hlm. 363-354
170
Muhammad ibnu Ubaidilah meriwayatkan dari Sa’id ibnu
Jubair kecuali dalam hadis ini.
Kemudian Allah SWT megulangi pemberitaann-Nya
bahwa Dia mengetahui semua makhluk dan melihat semua
amal perbuatan mereka. Untuk itu Allah befirman:
ع e ت�� اهلل� ت��� ت! لمإ�� ب� � وإلع�� ب� و م � إل�س� رض� ر ا ت� ض� ت�! ما وإهلل� عم ث�!� ١٨ لون�ت��Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Hujurat 18)
BAB IIITAFSIR QS. AL-HUJURAT AYAT 1 – 18
B. Tafsir QS Al-Hujurat Menurut Al-Maraghi
Tafsir Al-Maraghi, termasuk ke dalam golongan
tafsir kontemporer. Hal ini dapat dilihat jelas selain
dari waktu penyusunan tafsirnya, dapat terlihat juga
dari cara Al-Maraghi menafsirkan ayat-ayat yang ada di
dalam Al-Qur’an. Al-Maraghi menafsirkannya dengan cara
yang lebih sistematis, sehingga mudah dicerna oleh
setiap pembacanya. Pada terbitan yang pertama, tafsir
Al-Maraghi ini terdiri dari 30 jilid, namun hal itu
terlihat sangat banyak kemudian pada terbitan
171
selanjutnya diperampinglah penerbitannya sampai menjadi
10 jilid saja.
Karena disusun di Mesir, pemikiran Al-Maraghi juga
tidak lepas dari pengaruh dua ulama besar Al-Azhar,
Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha,
yang tidak lain mereka adalah guru-gurunya. Banyak ahli
tafsir yang melihat percikan-percikan Tafsir Al-Manar
yang disusun oleh dua ulama besar awal abad dua puluh
tersebut dalam Tafsir Al-Maraghi, terutama dari sisi
modernitas pemikirannya. Berbeda dengan tafsir salaf
yang sistematika penulisannya relatif sederhana, meski
pembahasannya sangat mendalam, Syaikh Ahmad Musthafa
Al-Maraghi menyusun tafsirnya dengan sistematika yang
lebih bercorak.
Dimulai dengan menyebutkan satu, dua, atau
sekelompok ayat yang akan ditafsirkan, yang
pengelompokannya berdasarkan kesatuan pokok bahasan.
Meski dikelompokkan namun urutan ayat dan surahnya
tetap seperti biasa, yakni mulai dari surah al-Fatihah
sampai surah an-Nas. Disusul kemudian dengan penjelasan
kosa kata (syarh al-mufradāt) yang secara umum dianggap
172
sukar, lalu uraian pengertian global ayat (ma’na al-
Ijmali). Setelah diajak memahami maksupd ayat secara
umum, pembaca lalu disuguhi penafsiran yang lebih rinci
dan luas. Pengertian ijmali tersebut merupakan hal baru
dalam dunia tafsir, yang belum pernah dilakukan oleh
mufassir lain sebelumnya.
1. Biografi Al-Maraghi
Nama lengkap Al-Maraghi adalah Ahmad Musthafa Ibn
Musthafa ibn Muhammad ibn Abd al-Mun’im al-Qadhi al-
Maraghi. Ia lahir pada tahun 1300 H/1883 M di kota Al-
Maraghah, propinsi Suhaj, kira-kira 700 km arah selatan
Kairo.88 Ahmad Musthafa Al-Maraghi berasal dari
kalangan ulama yang taat dan menguasai berbagai bidang
ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa 5 dari 8
orang putra laki-laki Syekh Musthafa Al-Maraghi (ayah
Ahmad Musthafa Al-Maraghi) adalah ulama besar yang
cukup terkenal, yaitu:
Syekh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang pernah
menjadi Syekh Al-Azhar dua periode, tahun 1928-1930 dan
1935-1945.88 Hasan Zaini, M.A., Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir
Al-Maraghi, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, h. 15.
173
Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi, pengarang Tafsir
Al-Maraghi.
Syekh Abdul Aziz Al-Maraghi, pernah menjadi Dekan
Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar dan imam Raja
Faruq.
Syekh Abdullah Musthafa Al-Maraghi, pernah menjadi
inspektur umum pada Universitas Al-Azhar.
Syekh Abdul Wafa Musthafa Al-Maraghi, pernah menjadi
sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan
Universitas Al-Azhar.89
Al-Maraghi mula-mula belajar dari buku al-Qaryah
dan tidak lama kemudian beliau hafal Al-Qur’an. Setelah
lulus sekolah dasar dan menengah, pada tahun 1314 H
orang tuanya menyuruh Al-Maraghi untuk melanjutkan
studi di Al-Azhar. Disinilah ia mendalami bahasa arab,
tafsir, hadits, fiqih, akhlak dan ilmu falaq. Di antara
guru-gurunya, Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Hasan Al-
Adawy, Syekh Muhammad Bahis Al-Mufthi, dan Syekh Ahmad
Rifa’i Al-Fayumi. Tidak lama setelah tamat belajar, Al-
Maraghi diangkat menjadi guru di beberapa sekolah89 Hasan Zaini, M.A., Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir
Al-Maraghi, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, h. 16.
174
menengah kemudian diangkat menjadi direktur sebuah
sekolah guru di Fayum.
Pada masa selanjutnya Al-Maraghi semakin mapan,
baik sebagai birokrat maupun sebagai intelektual
muslim, menjadi Qadi Al-Qudat dan menduduki jabatan
Mahkamah Tinggi Syariah hingga tahun 1919, kemudian
kembali ke Mesir pada tahun 1920. Pada bulan Mei tahun
1928 M, Al-Maraghi diangkat menjadi rektor Al-Azhar.
Usia 47 tepatnya pada tahun 1952 M, ialah merupakan
tahun dimana Al-Maraghi meninggal dunia.
2. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tafsir Al-Maraghi ini,
dikemukakan seperti penuturannya dalam muqaddimah
tafsir tersebut, sebagai berikut:
a. Menyampaikan ayat-ayat diawal pembahasan satu atau
lebih dari ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga memberikan
pengertian yang menyatu.
b. Apabila terdapat ayat-ayat yang sulit dipahami, Al-
Maraghi menjelaskan secara mufrodat (kata-kata).
c. Menyebutkan maksud ayat secara ijmali, dengan maksud
sebelum memasuki kepada penafsiran terlebih dahulu
175
mengetahui makna ayat-ayat secara ijmali, kemudian
ditafsirkan secara rinci.
d. Menyertakan bahasan asbabun nuzul, jika terdapat
riwayat shahih dari hadits yang menjadi pegangan para
mufassir.
e. Mengesampingkan istilah yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan, seperti: ilmu sharaf, nahwu, balaghah,
dan yang lainnya.
f. Gaya bahasa yang dipergunakan disesuaikan dengan
perkembangan pengetahuan masa kini.
g. Sebelum membahas, terlebih dahulu dia mengkaji tafsir
terdahulu yang beraneka kecenderungannya serta masa
penulisannya, setelah itu baru dia menyajikannya
dengan gaya bahasa yang mudah diterima.
h. Dalam pembahasannya, dia tidak memakai cerita-cerita
orang dahulu, kecuali yang tidak bertentangan dengan
agama serta tidak diperselisihkan.90
3. Karakteristik Tafsir Al-Maraghi
a. Metode
90 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz I, 1985, h. 18-22
176
Metode yang digunakan Al-Maraghi dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan metode tahlili, hal itu
dilihat dari cara beliau menafsirkannya dengan memulai
mengelompokan ayat-ayat menjadi satu kelompok lalu
menjelaskan pengertian kata-kata, maknanya secara
ringkas, dan disertai asbabun nuzul, kemudian munasabah
ayatnya. Pada bagian akhir, beliau memberikan
penafsiran yang lebih rinci mengenai ayat tersebut.
b. Sumber
Dilihat dari sumber penafsirannya, Al-Maraghi banyak
menggunakan akal. Hal tersebut karena pengaruh dari
gurunya yaitu, Muhammad abduh. Al-Qur’an menurut
Muhammad Abduh tidak hanya berbicara kepada hati,
tetapi juga pada akal pikiran, sebab Al-Qur’an
menempatkan akal pada kedudukan tinggi. Karena itu Al-
Qur’an harus dipahami secara kritis, bukan hanya
sekedar membaca dan menghafalnya, karena itu wahyu dan
akal keduanya merupakan tanda kekuasaan Allah dalam
wujud ini. Kedua tanda kekuasaan itu tidak mungkin
berlawanan, karena (1) keduanya menjadi tanda zat yang
mutlak sempurna (2) wahyu dan akal merupakan sumber
177
hidayah, disesuaikan dengan keadaan pada masa itu,
karena betapa pentingnya kedudukan akal dalam memahami
Islam.91
c. Corak
Tafsir Al-Maraghi ini dapat dikatakan kitab tafsir
yang memiliki corak Adabi Ijtima’i, hal itu disebabkan
dari uraian dalam kitab tafsirnya menggunakan bahasa
yang indah dan menarik dengan beroreintasi pada sastra,
kehidupan budaya dan kemasyarakatan.
Arti umum mengenai corak Adabi Ijtima’i ini,
dijelaskan oleh Husein Adz-Dzahabi, yaitu penafsiran
yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan
ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa
yang lugas, dengan menekankan tujuan pokok
diturunkannya Al-Qur’an, lalu mengaplikasikannya pada
tatanan sosial, seperti pemecahan-pemecahan masalah-
masalah umat islam dan bangsa pada umumnya, sejalan
dengan perkembangan masyarakat.
4. Uraian Tafsir Surat Al Hujurat ayat 1-18 menurut Al
Maraghi
91 Ensiklopedi Islam, 1997, h. 256
178
La Taqaddimu: janganlah kamu mendahului.
Yakni dari perkatan Muqaddimah Jaisy, yang artinya
orang yang berada di depan mereka. Abu Ubaidah
mengatakan, orang Arab berkata, “Janganlah kamu
mendahului di hadapan pemimpin dan d hadapan ayah.”
Maksudnya, janganlah kamu tergesa-gesa melakukan
sesuatu hal sebelum dia.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya
adalah, janganlah kamu berkata yang bertentangan dengan
Al-Kitab dan Sunnah. Dan agaknya pendapat inilah yang
lebih kuat. Janganlah kamu meninggikan suara-suaramu
melebihi suara nabi. Maksudnya, apabila kamu berbicara
dengan dia sedang dia berkata-kata dan kamu pun
berkata-kata, janganlah sampai suara-suaramu melampaui
batas yang dicapai oleh kenyaringan suara nabi.
Yagudduna Aswataham : Mereka merendahkan dan melunakkan
suara mereka
Imtahanallah Qulubahum : Allah menguji mereka. Maksudnya
mensucikan dan membeersihkannya, sebagaimana seorang
179
pengrajin emas dengan cara melebur dan membersihkannya
dari setiap kepalsuan. 92
PENGERTIAN SECARA UMUM
Surat Al-Fath disebut sesudah ayat Al-Qital.
Karena yang pertama merupakn muqodimah sedang yang
kedua merupakan hasil. Sedang surat ini disebutkan
sesudah surat Al-Fath. Karena apabila suatu umat telah
berjuang, kemudian Allah emmberi kemenangan kepada
mereka, sedang Nabi saw berada di tengah mereka dan
segala urusan pun telah stabil, maka ajib diadakan
kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara Nabi saw.
Dan para sahabatnya, agimana cara mereka bergaul
dengannya. Dan bagaimana mereka bergaul sesamanya. Maka
mereka disuruh agar jangan sampai memutuskan sesuatu
perkara sebelum mendapat keputusan Allah dan rasull-
Nya, dan jangan sampai meninggikan suara mereka
melebihi suara Nabi saw. Juga jangan bersuara keras
kepadanya sebagaiamana sebagian mereka bersuara keras
kepada sebagian yang lain. Karena hal itu berarti
92 Al-Maragi Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, terj. Bahrun Abu Bakar dkk, (Semarang : Karya Toha Putra, 1993), Cet. II, hlm 200.
180
meremehkan, yang bias menyebabkan kepada kekafiran yang
membatalkan segala amal. 93
PENJELASAN
Allah SWT. mendidik orang-orang mukmin, apabila
berhadapan dengan Rasul saw. Dengan dua kesopanan.
Yaitu, yang pertama berupa perbuatan, sedang yang kedua
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dariseorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamudisisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha MengenalMinzakarin wa unsa: dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan.
Maksudnya dari Adam dan Hawa., Ishaq Al-Mushilli
berkata :
110 Ibid. hlm. 227-234
239
Asy—Syu’ub: jamak dari Sya’ab, yaitu suku besar yang
bernasab kepada suatu nenek moyang, seperti suku
Rabi’ah dan Muhdar. Sedang kabilah adalah lebih kecil
lagi, seperti kabilah Bakar yang merupakan bagian dari
Rabi’ah, dan kabilah Tamim yang merupakan bagian dari
Muhdar.
Abu Ubaidah mmenceritakan bahwa tingkatan-
tingkatan keturunan yang dikenal bangsa Arab ada tujuh,
yaitu Sya’ab kemudian Qabilah, kemudian Imarah, kemudian
Bath, kemudian Fakhz, kemudian Fasilah, kemudian Asyirah,
yang masing masing mencakup pada tingkatan sebelumnya.
Artinya kabilah-kabilah berada dibawah Sya’ab.’Imarah-
imarah berada di bawah kabilah. Bath-bath berada
dibawah ‘Imarah. Fakhz-fakhz berada di bawah Bath, dan
fasilah-fasilah berada di bawah Fakhz dan
‘Asyirah-‘asyirah berada di bawah Fasilah. Umpamanya
Khuzaimah adalah Sya’ab, sedang Kinanah adalah kabilah,
dan Quraisy adalah ‘Imarah atau ‘Amarah (huruf ‘Ain di
kasrahikan atau difathahkan), dan Qusyai adalah Bath,
Abdul Manaf adalah Fakhz, Hasyim adalah Fasilah, dan
Al-Abbas adalah ‘Asyirah. Sya’ban disebut demikian
240
(artinya cabang, pen.) karena kemudian bercabang-cabang
menjadi kabilah-kabilah, seperti halnya bercabang—
cabangnya dalam pohon. 111
PENGERTIAN SECARA UMUM
Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat yang
lalu mengolok-olok sesama manusia mengejek serta
menghina dan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk, maka di sini Allah menyebutkan ayat yang llebih
menegaskan lagi larangan tersebut dan memperkuat
cegahan tersebut. Allah menerangkan bahwa manusia
seluruhnya berasal dari seorang ayah dan seorang ibu.
Maka kenapakah saling mengolok-olok sesama saudara
hanya saja Allah Ta’ala menjadikan mereka bersuku-suku
dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, agar di
antara mereka terjadi saling kenal dan tolong-menolong
dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka yang bermacam-
macam.
Namun tetap tidak ada kelebihan bagi seseorang pun
atas yang lain, kecuali dengan takwa dan kesalehan, di
111 Ibid. hlm. 234-235
241
samping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang
bersifat keduniaan yang tiada abadi.
Abu Daud menyebutkan bahwa ayat ini turun mengenai
Abu Hindin, ia adalah seorang pembekam Nabi saw.
Katanya bahwa Rasulullah saw, menyuruh Bani Biyadah
agar mengawinkan Abu Hindin dengan seorang wanita dari
mereka. Maka mereka berkata kepada Rasulullah saw,
apakah kami harus mengawinkan anak-anak perempuan kami
dengan bekas-bekas budak kami. Maka Allah ‘Azza wa
Jalla pun menurunkan ayat :
هاب�� ي^�� لق�ا ا خ�� ت��� اس إ�� م إل�ث�� ك ن� ئ� � ر م�� ك� ي ذ� ب4 ئ^� م وإ ك علث� ا وج�! عوت�! ل س�� � اب� ن! وف��
ب���ب�� لق�ا ا خ�� ت��� اس إ�� مها إل�ث�� ك ن� ئ� � ر م�� ك� يوإ ذ� ب4 ئ��Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan
kalian dari Adam dan Hawa. Maka kenapakah kamu saling
mengolok sesama kamu, sebagian kamu mengejek sebagian
yang lain, padahal kalian bersaudara dalam nasab dan
sangat mengherankan bila saling mencela sesama
242
saudaramu atau saling mengejek, atau panggil-memanggil
dengan gelar-gelar yang jelek.
Diriwayatkan dari Abu Mulaikah dia berkata, pada
peristiwa Fathu Makkah. Bilal naik ke atas Ka’bah lalu
adzan. Maka berkatalah ‘ Attab bin Said bin Abil ‘Ish,
“ Segala puji bagi Allah yang telah mencabut nyawa
ayahku, sehingga tidak menyaksikan hari ini. “ Sedang
Al-Haris bin Hisyam berkata, “ Muhammad tidak menemukan
selain burung gagak yang hitam ini untuk dijadikan
mu’azin.” Dan Suhail bin Amr berkata, “Jika Allah
menghendaki sesuatu maka bisa saja Dia merubahnya. “
Maka Jibril datang kepada Nabi saw. dan memberitahukan
kepada beliau apa yang mereka katakana. Lalu mereka pun
dipanggil datang, ditanya tentang apa yang telah mereka
katakana, dan merekapun mengaku.
Maka Allah pun menurunkan ayat ini sebagai cegahan
bagi mereka dari membanggakan nasab, mengunggul-
unggulkan harta dan menghina kepada orang-orang fakir.
Dan Allah menerangkan bahwa keutamakan itu terletak pda
takwa.
243
At-Tabari mengatakan, Rasullulah saw. berkhutbah
di Mina di tengah hari-hari Tasyriq, sedang beliau
berada di atasuntanya. Katanya, “Hai manusia,
ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu dalah Esa dan ayahmu
satu. Ketahuilah tidak ada kelebihan bagi seorang Arab
atas seseorang ‘Ajam (bukan Arab) maupun bagi seseorang
‘Ajam atas seorang Arab, atau bagi orang hitam atas
orang merah, atau bagi orang merah atas orang hitam,
kecuali dengan takwa. Ketahuilah, apakah telah aku
sampaikan? “ Mereka menjawab, “Ya.” Rasul berkata,
“Maka hendaklah yang menyaksikan hari ini menyampaikan
kepada yang tidak hadir”.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan
tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula kepada
tubuhmu, dan tidak pula kepada hartamu, akan tetapi
memandang kepada hatimu. Maka barang siapa mempunyai
hati yang saleh, maka Allah belas kasih kepadanya.
Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling
244
dicintai Allah di antara kalian ialah yang paling
bertakwa di antara kalian.
عل موج�! ك ا ئ� عوت�! ل س�� � اب� ن! وإe وف�� عارف� ي� ل��Dan kami menjadikan kalian bersuku-suku dan
berkabilah-kabilah supaya kamu kenal-mengenal, yakni
saling kenal, bukan saling mengingkari. Sedangkan
mengejek, mengolok-olok dan menggunjing menyebabkan
terjadinya saling mengingkari itu.
Kemudian Allah menyebutkan sebab dilarangnya
saling membanggakan dengan firman-Nya:
عل موج�! ك ا ئ� عوت�! ل س�� � اب� ن! عارف�� وف�� ي� إول��Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah dan
yang paling tinggi kedudukannya di sisi-Nya ‘Aza wa Jalla
di akhirat maupun di dunia adalah yang paling bertakwa.
Jadi jika kamu hendak berbangga maka banggakannya
takwamu. Artinya barang siapa yang ingin memperoleh
derajat-derajat yang tinggi maka hendaklah ia bertakwa.
Ibnu Umar ra, meriwayatkan bahwa Nabi saw, pernah
berkhutbah kepada orang-orang banyak pada Fathu Makkah,
245
sedang beliau berada di atas kendaraannya. Beliau
memuji dan menyanjung Allah dengan pujian dan sanjungan
yang patut diterima-Nya. Kemudian beliau bersabda, “Hai
manusia sesungguhnya Allah benar-benar telah
menghilangkan dari kalian keangkuhan dan kesombongan
jahiliyyah dengan nenek moyang mereka. Karena manusia
itu ada dua macam, yaitu orang yang baik dan bertakwa
serta mulia disisi Allah, dan orang yang berdosa,
sengsara dacn hina di sisi Allah Ta’ala. Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa jalla berfirman, ‘Inna khalaqnakum min
zakarin wa unsa …..al-ayah.’ ”
Kemudian beliau bersabda, “Aku ucapkan kata-kataku
ini dan aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan
untuk kalian.”
ك ن�� إ مإ�� ك ذ رم� ث� ب��ع�� � إ ئ إهلل� مق� كSesungguhnya Allah Maha Tahu tentang kamu dan
tentang amal perbuatanmu juga Maha Waspada tentang
sikap-sikap hatimu. Karenanya, jadikanlah takwa itu
وإ eeeeeeeeeeمن�� � ث�� لي� م ع� مك ل �eeeeeeeeeeس ل� إ�� eeeeeeeeee!�لئ�ب من�� ع� ث�� م إهلل� ن� ك م إ ك ذت� eeeeeeeeee�ه � ن� م ��ث لا�� ن� ل�� م إ�� ي� ي� ك�ذ� �eeeeeeeeeن�ص ي� � ع ١٧ ف�� ت�� ن�� إهلل� ت! لمإ�� ب� � وإلع�� ب� و م �eeeeeeeeeس�إل � رض� ر ا ت� �eeeeeeeeeض ت�! ما وإهلل� ث�!�
عم ١٨ لون�ت��14. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman".Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telahtunduk´, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jikakamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangisedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah MahaPengampun lagi Maha Penyayang"15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad)dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulahorang-orang yang benar
247
16. Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepadaAllah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang dilangit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segalasesuatu?17. Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengankeislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telahmemberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnyaAllah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu denganmenunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orangyang benar"18. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit danbumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 113
Arab Al-A’rab: penduduk desa di tengah padang
pasir.
Amanna: kami membenarkan syari’at-syari’at yang
telah kamu bawa dan kami mematuhi apa yang
diperintahkan kepada kami. Jadi iman adalah membenarkan
dengan hati.
Aslamna: kami patuh dan tunduk kepadamu, yaitu
lawan dari Al-Harb (melawan). Maksuudnya kami tidak
memusuhi orang-orang mukmin dan tidak pula membantu
orang-orang musyrik.
Yamunnuna ‘alaika: mereka menyebut-nyebut
keislaman itu sebagaimana orang yang telah berbuat baik
113 Ibid. hlm. 238-239
248
kepadamu dan telah menganugrahkan kenikmatan kepadamu.
114
PENGERTIAN SECARA UMUM
Setelah Allah SWT, menyuruh manusia supaya
bertakwa, maka Dia mengecam orang yang imannya lemah.
Yaitu orang-orang badui yang menampakan Islam sedang
hati mereka masih lemah. Karena mereka menginginkan
harta rampasan dan harta benda dunia. Mereka datang
pada musim paceklik, lalu mereka mengatakan kepada
Rasulullah saw. kami tidak memerangi engkau sebagaimana
Bani Fulan telah memerangi engkau. Dengan menyebutkan
seperti itu mereka menginginkan sedekah dan menyebut-
nyebut perbuatan mereka yang baik kepada Nabi saw. maka
Allah memberitahukan kepada nabi-Nya atas isi hati
mereka yang tersimpan. Dan bahwa mereka sebenarnya
belum beriman dengan iman yang sebenarnya, yaitu iman
yang antara hati dan lidah terdapat kesesuaian.
Allah juga menyuruh mereka supaya mengatakan kami
menyerah dan tunduk. Sesudah itu Allah memberitahukan
kepada mereka bahwa pahala amal-amal mereka diberikan
114 Ibid. hlm. 240
249
dengan sempurna tanpa dikurangi. Kemudian Allah
menerangkan juga bahwa di antara tanda iman yang
sempurna. Ialah berkorban jiwa dan harta di jalan
Allah, dan dengan membelanjakannya dalam memperkuat
sendi sendi agama dan meninggikan derajatnya, serta
melumpuhkan kekuatan musuh dengan berbagai cara yang
mungkin ditempuh.
Sesudah itu, Allah menerangkan pula bahwa Dia
mengetahui iman mereka yang lemah ataupun kuat. Karena
tidak sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah dibumi
maupun di langit, dan bahwasannya tidak sepatutnya bagi
orang yang beriman untuk menyebut-nyebut imannya kepada
rasul sebagai anugerah bagi beliau, bahkan adalah hak
bagi Rasulullah saw, untuk menyebut-nyebut anugerah-
Nya kepada dia, yaitu bahwa dia memperoleh petunjuk
lewat tangan rasul , kalau memang ia benar-benar
beriman.
Selanjutnya Allah mengakhiri ayat-ayat ini dengan
memberitahukan tentang ilmu-Nya Yang Maha Luas dan
meliputi rahasia-rahasia yang tersimpan pada mahkluk-
Nya, baik di langit maupun di bumi, tidak luput dari
250
Allah apa pun, meski hanya seberat zarrah yang dilakukan
oleh hamba-hama-Nya berupa perbuatan yang baik maupun
buruk.
Mujahid berkata, ayat ini turun mengenai orang-
orang badui dari Bani Asad bin Khuzaimah saw (mereka
tinggal di sekitar Madinah). Mereka datang kepada
Rasulullah, dan menyatakan dua kalimah syahadat namun
mereka tidak benar-benar beriman.
Sedang menurut As-Suddi, ayat ini turun mengenai
orang-orang badui yang disebutkan pada surat Al-Fath,
yaitu orang-orang Badui Muzainah, Juhainah, Aslam,
Gifar, Ad-Dil dan Asyja’. Mereka berkata, kami beriman,
dengan tujuan supaya mereka aman jiwa dan harta mereka.
Namun ketika mereka dikerahkan oleh orang-orang kafir
buat memerangi Madinah, ternyata mereka ingkar dari
iman. 115
PENJELASAN
� إل ث� ال� ع�رإب!ف�� اا ث�� ءإم�Orang-orang Badui berkata, kami telah membenarkan
Allah dan rasul-Nya dan kami beriman kepada-Nya. Namun
115 Ibid. hlm. 240-241
251
Allah membantah mereka dengan mendustakan mereka,
sekalipun mereka menyatakan seperti itu. Firman-Nya :
م ل ل�� وإف�� ن� م�� و ن� ت�� ك� وإ ول� ول� اe ف� س�لمث� إKatakanlah kepada mereka, sesungguhnya iman adalah
membenarkan yang disertai dengan ketentraman hati dan
kepercayaan penuh kepada Allah. Namun hal itu belum
terjadi padamu, terbukti bahwa kamu menyebut-nyebut
kepada rasaul bahwa kamu tidak memerangi dia. Akan
tetapi ucapkanlah, kami menyerah dan tunduk kepadamu
dan kami tdak ikut berperang, dan kami tidak membantuu
musuhmu untuk menyerang kamu.
Ayat ini menggunakan uslub seperti ini, dan tidak
mengatakan kepada mereka, kazabtum (kalian berdusta),
akan tetapi, Qulu Aslamna (ucapkanlah olehmu, kami
tunduk), dengan maksud mengajari Nabi saw, tentang
kesopanan dalam berdialog supaya ditiru oleh pengikut-
pengikutnya. Sehingga mereka mau melemah lembut dengan
untuk membahas tema yang sama, yaitu Golongan Munafik.
Oleh karena itu, saya menyatakan bahwa tafsir Fi
Zhilalil Qur’an adalah tafsir maudhu’i.
3. Corak Tafsir Fi Zhilalil Qur’an
Mengkaji masalah corak, maka sudah kita sepakati
bersama bahwa corak berhubungan dengan substansi atau
isi tafsir, yakni meliputi tafsir fiqhi (membahas
masalah fiqh), tafsir falsafi (menggunakan pendekatan
filsafat termasuk ilmu kalam), tafsir ilmiy (membahas
ilmu pengetahuan umum), dan tafsir ijtima’I (masalah
sosial kemasyarakatan).
Dari membaca biografi dan latar belakang Sayyid
Quthb, kita bisa pastikan bahwa tafsir Fi Zhilalil
Qur’an membahas masalah sosial kemasyarakatan, sehingga
Fi Zhilalil Qur’an merupakan tafsir yang bercorak
266
ijtima’i. Namun hal itu tidak cukup membuktikan apakah
ini tafsir ijtima’I atau tidak. Perlu penelusuran yang
cukup mendetail lagi, yaitu melihat substansi apa yang
dibahas dalam kitab tafsir ini.
Setelah menganalisis bahwa yang ditulis Sayyid
Quthb memang memuat persoalan sosial kemasyarakatan dan
kritiknya terhadap kehidupan politik, maka bisa
memperkuat landasan bahwa rafsir Fi Zhilalil Qur’an
adalah tafsir ijtima’i. sebagai contoh adalah dalam Fi
Zhilalil Qur’an membahas secara tematik tentang Thalut,
Kapabilitas, dan Profesionalitas Pemimpin, dan Kisahnya
Khatimah. Atau membahas masalah riba, zakat, tenggang
rasa, jual-beli, infak, hukum wasiat, puasa, talak, dan
masih banyak lagi yang menyoroti masalah dari aspek
sosial, bukan pada fiqh, ilmu pengetahuan atau
filsafat. Selain itu, jika ditinjau dari latar belakang
Sayyid Quthb dalam memahami Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an
diturunkan pada kaum jahiliyah sehingga dapat menata
akhlaknya, membenahi akidahnya, menyembuhkan penyakit
sosial politik. Sehingga akan semakin bisa menjadi
267
hujjah bahwa tafsir Fi Zhilalil Qur’an bercorak
ijtima’i.
4. Kritik Tafsir Fi Zhilalil Qur’an
Dari segi pengetahuan tentang Al-Qur’an, Sayyid
Quthb sudah tidak diragukan lagi karena dari umur 10
tahun ia sudah bisa menghafal Al-Qur’an. Perpaduan yang
luar biasa antara sastra yang dibawa oleh Quthb untuk
menafsirkan Al-Qur’an, sehingga kita bisa melihat karya
Fi Zhilalil Qur’an jika kita baca tafsir ini memiliki
gaya sastra, berbeda dengan karya-karya lain yang
terkesan kaku dan tidak enak dibaca. Sehingga ada yang
mengatakan ini merupakan tafsir bayani mengingat Quthb
sangat memperhatikan kaidah kepenulisan teks tafsir
(lughawi).
Dari segi muatan sosial dan aspek personal Quthb,
saya menilai karya ini dipengaruhi kehidupan pribadi
Quthb di mana ia dipenjara karena melontarkan gagasan-
gagasannya kepada pemerintahan. Di dalam penjara pula
268
Quthb menulis karya ini, sehingga terkesan antipati
terhadap pemerintah Mesir yang saat itu antikritik.
Jika dikontekskan dalam kehidupan di luar Mesir, maka
saya kira tafsir ini perlu dikaji lebih mendalam karena
sebagaimana para ulama mengatakan bahwa pemikiran
Sayyid Quthb inilah yang memicu radikalisme melawan
pemerintah mendirikan Negara Islam secara menyeluruh.
Misalnya kita jumpai pembahasan Quthb tentang bagaimana
seorang Islam harus berIslam secara penuh meski dalam
konteks kenegaraan. Sehingga seringkali tafsir Fi
Zhilalil Qur’an dimaknai sebagai benih ideologi
radikal. Atau kita bisa rasakan bahwa tafsir ini sangat
anti dengan modernisasi barat, dan mengatakan barat
adalah jahiliah modern. Inilah rasanya bagi saya
sehingga saya mengkritik bahwa tafsir Fi Zhilalil
Qur’an sangat dipengaruhi psikologi, pribadi, kondisi
sosial kemasyarakatan Mesir pada waktu itu, sehingga
nilai-nilai universal Al-Qur’an tidak tampak dalam
tafsir ini. Meskipun demikian, Fi Zhilalil Qur’an
merupakan karya monumental yang memiliki perjalanan
besar dalam penciptaannya oleh Sayyid Quthb.
269
Kitab tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb
merupakan sebuah tafsir yang memiliki bentuk tafsir bil
ra’yi karena melandaskan pada argumen pribadi, dengan
metode maudhu’i karena menghimpun ayat Al-Qur’an untuk
membahas permasalahan yang tematik, dan dengan corak
ijtima’i karena memiliki substansi tafsir yang berisi
permasalahan sosial kemasyarakatan, bukan membahas
fiqh, filsafat, atau ilmu pengetahuan.
6. Uraian Tafsir Fi Zhilalil Qur`an tentang Surat Al
Hujurat ayat 1-18
Surah yang tidak lebih dari 18 ayat ini merupakan
surah yang agung dan besar, yang mengandung aneka
hakikat akidah dan syariah yang penting; mengandung
berbagai hakikat wujud dan kemanusiaan. Hakikat ini
membukakan cakrawala yang luas dan jangkauan yang jauh
bagi akal dan kalbu. Juga menimbulkan pikiran yang
dalam dan konsep yang penting bagi jiwa dan nalar.
Hakikat itu meliputi berbagai manhaj penciptaan,
penataan, kaidah-kaidah pendidikan dan pembinaan,
270
prinsip-prinsip penetapan hokum dan pengarahan. Pada
hal, kuantitas dan jumlah ayatnya kurang dari ratusan.
Surah ini menyuguhkan dua perkara yang maha
penting untuk direnungkan dan dipikirkan. Hal yang
pertama kali muncul tatkala mulai menelaah surah ini
ialah bahwa nyaris semua ayatnya menata berbagai dunia
yang sempurna. Dunia yang tinggi, mulia, bersih, dan
sehat. Dunia yang memiliki berbagai kaidah, landasan,
prinsip, dan manhaj yang menjadi fondasi bagi dunia
itu, yang menjamin tegak dan terpeliharanya dunia
tersebut. Itulah dunia yang bersumber dari Allah,
mengacu kepada Allah, dan layak untuk dinisbatkan
dengan Allah. Itulah dunia yang membuat kalbu menjadi
suci, perasaan menjadi bersih, lisan terpelihara, dan
akhirnya jiwa menjadi suci. Itulah dunia yang memiliki
etika dengan Allah, etika dengan Rasul-Nya, etika
dengan diri manusia sendiri, dan etika dengan orang
lain, etika yang ada dalam gejolak hatinya, dan etika
dalam dinamika anggota badannya.
Pada saat yang bersamaan, dunia itu memiliki aneka
tatanan yang mengatur aneka situasinya; tatanan yang
271
menjamin terpeliharanya dunia tersebut. Tatanan itu
berupa syariat dan system yang menjadi landasan dan
sumber bagi etika yang selaras dengan dunia itu.
Sehingga tercapailah keserasian antara batiniah dunia
ini dan lahiriahnya. Bertautlah antara syariat dan
perasaan, seimbanglah antara dorongan dan pengendalian,
dan harmonislah antara langkah dan perasaan ketika
seseorang melangkah maju kepada Allah.
Karena itu, tegak dan terpeliharanya dunia yang
adil, mulia, bersih, dan sehat ini tidak hanya
diserahkan pada etika hati dan kebersihan rasa. Tidak
hanya diserahkan pada penataan dan pengaturan. Tetapi
juga, diserahkan pada kegiatan mempertemukan etika dan
aturan secara harmonis dan serasi. Demikian pula dunia
ini tidak hanya dipasrahkan pada system pemerintahan
dan mekanismenya. Tetapi, juga pada mekanisme
elaksanaan dan kewajiban dan aktivitas antara rakyat
dan pemerintah serta antara pemerintah dan individu
dalam rangka kerja sama dan keserasian.
Itulah dunia yang memiliki etika dengan Allah dan
dengan Rasul Allah. Etika ini terrcermin dalam emahaman
272
tentang keterbatasan hamba di depan Tuhannya dan
pemahaman tentang Rasul yang menyampaikan wahyu dari
Tuhannya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah MahaMendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Hujuraat : 1)
Hamba yang beriman tidak boleh mendahului Tuhannya
dalam masalah perintah dan larangan. Jangan member-nya
saran tentang hokum dan keputusan. Jangan melampaui apa
yang diperintahlkan dan dilarang-Nya. Dan jangan
memberikan peluang kepada dirinya (hamba yang beriman)
untuk berkehendak dan berpendapat tentang makhluk-Nya
sebagai wujud ketakwaan dan ketakutan terhadap-Nya;
wujud rasa malu dan kesopanan epada-Nya.
Seorang hamba memliliki etika khusus saat
berbicara dengan rasulullah untu menghormatinya.
“Hai orang-orang yang beriamn, janganlah kamu meninggikansuaramulebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanyadengan suara yang kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagianyang lain supaya tidak hapus (pahala) amal-amalanmu sedangnya kamusedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang yangmerendahkan suaranya rasulullah dan yang merendahkan dirinya.Sesungguuhnya orang-orang yang direndahkan kamu tidak menyadari.Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya disisiRadullulah mereka itulah orang –orang soalnya disisi seseorang orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa, bagimereka ampunan dan pahal yang besat. Sesungguhnya orang-orangyang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak
273
mengerti; dan kalau mereka bersabar sampai amu keluar menemuimereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan AllahMaha pengampun lagi Maha Penyayang. “(Al-Hujurat 2-5)
Itulah dunia yang memiliki manhaj sendiri dalam
meneguhkan tutur kata dan tindakan serta dalam
menguatkannya dari sumbernya sebelum memutuskan
perkataan dan tinda118kan. Manhaj ini berlandaskan
ketakwaan kepada Allah dan kepatuhan kepada Rasulullah
tanpa mendahuluinya serta tidak menyarankannya, jika
tidak meminta atau diperintahkan,
”Hai oranr-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fask
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Ketahuilah olehmu bahwa dikalangan kamu ada Rasulullah. Kalau beliau
menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan, benar-benarlah
kamu akan mendapat kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu dan
menjadikan hatimu benci kepada kekafiran, kefaskan, dan kedurhakaan.
Mereka itu lah orang-orang yang mengikuti jaln yang lurus, sebagi
karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”(al-Hujuraat : 6-8)
Itulah dunia yang memiliki sistem dan mekanisme
praktis dalam menghadapi perselisihan, fitnah, gossip,
dan gejolak yang terjadi di dunia itu jika dibiarkan
tanpa ditangani. Seorang mukmin hendaklah menghadapinya
118 Quthb Sayyid, Fi Zhilalil-Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk, (Jakarta : Gema Insani, 2004), Cet. I, hlm. 407.
274
dengan mekanisme praktis yang bersumber dari prinsip
persaudaraan diantara kaum mukmin, dari hakikat
keadilan dan keselarasan, dan dari ketakwaan kepada
Allah serta harapan untuk mendapatkan rahmat dan
keridhaan-Nya,
“Jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperangdamaikanlah diantara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan ituberbuat aniaya terhadap golongan yang yang lain, maka perangilahgolongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepadaperintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah),maka damaikanlah diantara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.Sesungguhnya Allah menyukai orang0orang yang berlaku adil.Sesungguhnya orang-orang yang mukmin adalah bersaudara. Karena itu,damaikanlah diantara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allahsupaya kamu mendapat rfahmat.” (al-Hujuraat: 9-10)
Itulah dunia yang memiliki etka psikologis
menyangkut perasaan sebagian orang terhadap orang lain.
Itulah dunia yang memiliki etika berperilaku tatkala
berinteraksi diantara hamba, 119
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan)lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan). Jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita(yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamumemangil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-burukpanggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan, barang siapayang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (al-Hujuraat : 11)
119 Ibid. hlm. 408
275
Itulah dunia yang membershkan perasaan, menjamin
segala penghormatan, dan memelihara perkara, baik saat
pemiliknya ada maupun tidak ada. Dalam dunia ini
seseorang tidak diperlakukan berdasarkan dugaan,
kerahasiaannya tdak disingkapkan, serta keselamatan,
kemuliaan dan kebebasannya, tidak boleh diganggu
sedikit pun, 120
“Hai orang-orang yang beriman , jauhilah kebanyakan dari prasangkasesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Janganlah kamumencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamumenggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamumemakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka, tentulah kamumerasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. SesungguhnyaAllah Maha Penerma tobat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujuraat : 12)
Itulah dunia yang memiliki gagasan sempurna
tentang persatuan umat manusia yang berbeda jenis dan
berlainan suku. Dunia ini memiliki satu pertimbangan
yang berfungsi menanta seluruh umat manusia, yaitu
pertimbangan Allah yang bersih dari kepentingan hawa
nafsu dan dari kekeliruaan, hal 408
“Hai manusia, seseungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa danbersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya oranag yangpaling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang palingbertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengenal.” (al-Hujurat : 13)
120 Ibid. hlm. 408
276
setelah surah ini menyajikan beberapa kebenaran
agung yang melukiskan berbagai tanda dari dunia yang
adil, mulia, bersih, dan sehat, maka dikemukakan tanda-
tanda keimanan. Dengan identitas keimanan inilah kaum
mukminin diseur untuk menegakkan dunia tersebut. Dengan
identitas keimanan itulah mereka dibisiki agar
merespons seruan Allah yang mengajak mereka supaya
melaksanakan berbagai tugas dengan siffat elok yang
mendorong untuk merespons dan mematuhinya. Dia menyeru,
“Hai orang-orang yang beriaman …” 121
itulah panggilan kesayangan yang membuat seseorang
yang dipanggil merasa malu, jika dia tidak memenuhi
panggilan itu. Itulah panggilan yang membuat segala
beban menjadi midah, segala penderitaan menjadi ringan
dan semua hati menjadi rindu, lalu dia menyimak dan
menjawab,
“Orang-orang Arab Badui itu berate,’Kami telah beriman.’ Katakanlah(kepada mereka),” Kamu belum beriman, tetapi katakanlah,’Kami telahtunduk.’ Karena iman itu belum masuk kedalam hatimu. Jika kamu taatkepada Allah dan Rasul-Nya, dia tiada akan mengurangi sedikitpun(pahala) amalanmu. Sesunggunya Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.’ Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Kemudia mereka tidak
121 Ibid. hlm. 408-409
277
ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka padajalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. Katakanlah (kepadamereka),’Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentangagamamu(keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi serta Allah Maha Mengetahui segalasesuatu?””(al-Hujuraat : 14-16)
Akhir surah menyingkapkan betapa besarnya anugerah
Tuhan yang dimiliki manusia. Yaitu, anugerah keimanan
yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya sesuai
dengan hak orang itu menurut pengetahuan-Nya,
“Mereka telah merasa member nikmat kepada mu dengan keIslaman
mereka. Katakanlah,’Janganlah kamu merasa telah member nikmat
kepadaku dengan keIslamanmu. Sebenarnya Allah Dialah yang
melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada
keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar. ‘Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan, Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-Hujuraat : 17-18) 122
Persoalan kedua yang hendak ditonjolkan kepada
manusia melalui surah ini dan melalui perenungan
terhadap aneka peristiwa yang menyertai turunnya ayat
ni ialah upaya yang besar, kokoh, dan terus menerus.
Hal ini sebagaimana tercermin dari berbagai pengarahan
Al-Qur’anul-Karim dan pendidikan kenabian yang
bijaksana, dalam membangun dan membina kelompok muslim
122 Ibid. hlm. 409
278
seperti yanag dilukiskan oleh dunia yang adil, mulia,
bersih, dan sehat, yang akan menjadikan kenyataan
dibumi ini pada suatu hari. Sejak itu tidak ada lagi
gagasan ideal dan angan-angan tentang dunia yang
bergejolak didalam pikiran.
Masyarakat ideal yang mencerminkan kebenaran
realistis dalam suatu periode sejarah tidaklah tumbuh
secara tiba-tiba, tidak berwujud secara kebetulan, dan
tidak dapat diciptakan dalam satu hari atau satu malam.
Demikian pula ia tidak lahir sebagai hasil sebuah
tiupan yang emudian mengubah karakter segala hal dalam
sekaligus dan sekejap mata. Namun, masyarakat itu
tumbuh secara alamiah dan perlahan sebagaimana sebatang
pohon yang tumbuh menjulang dengan akar yang menhunjam.
Pohon ini memerlukana pertumbuha dalam waktu yang lama.
Demikian pula terwujudnya masyarakat masyarakat
tersebut memerlukan upaya yang terus-menerus,
konsisten, dan berkesinambungan. Masyarakat yang
demikian memerlukan perhatian ekstra, kesabaran yang
panjang, dan upaya yang cermat dalam membina dan
memangun, mengarahkan, dan mengendalikan, serta
279
menguatkan dan mengokohkan. Masyarakat demikian
mununtut adanya aneka pengalaman praktis yang berulang-
ulang serta ujian berat yang tidak sedikit, di samping
pengambilan pelajaran dari pengalaman dari ujian
tersebut.
Dalam seluruh upaya ini tercermin pemeliharaan
Allah terhadap pemilihana masyarakat tersebut,
berdasarkan pengetahuan-Nya, untuk memikul amanah yang
besar ini dan merealisasikan kehendak Allah dibumi
melalui masyarakat itu. Semua itu disertai dengan aneka
karunia yang terpendam dalam kesiapan yang tersimpan
pada generasi itu dan yang tersimpan dalam situasi
serta kondisi yang tersedia. Dengan semua ini,
terbitlah masyarakat yang menabjubkan dalam sejarah
umat manusia sebagai sebuah kenyataan yang tampak dari
kejauhan. Atau, ia hanyalah sebagai cita-cita yang
tumbuh dalam kalbu atau impian yang terbang dalam
khayalan..
Adab berbicara kepada Nabi saw.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
280
Mendengar janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi.Janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimanakerasnya (suara) sebagian kamu terhadap bagian yang lain, supaya tidakhapus (pahala)amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.Sesungguhnya orang-orang yangmerendahkan suaranya di sisiRasulullah, mereka itulah orang-orang yang diuji hati mereka oleh Allahuntuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu)kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan, kalau mereka bersabar sampaikamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagimereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Hujuraat : 1-5)
Surah ini dimulai dengan seruan kesayangan dan
seruan yang menggetarkan kalbu, “Hai orang-orang yang
beriman.” 123
Inilah seruan dari Allah bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah yang gaib. Seruan yang
menggetarkan kalbu mereka sehingga mengikatkannya
dengan Allah. Seruan yang memberitahukan bahwa mereka
memiliki Allah; mereka mengusung tanda-tanda-Nya;
mereka merupakan hamba dan tentara-Nya di planet ini;
mereka berada disana untuk suatu hal yang telah di
tetapkan dan di kehendaki-Nya; serta dia menjadikan
keimanan itu disukai dan dipandang indah oleh hati
mereka bagi orang-orang tertentu sebagai karunia dari-
Nya.
123 Ibid. hlm. 409-410
281
Sepantasnyalah mereka berdiri di tempat yang
dikehendaki-Nya. Berdiri dihadapan Allah dalam sikap
sebagai seseorang yang menanti keputusan dan
pengarahan-Nya menyangkut dirinya dan orang lain. Lalu,
dia melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya, rela
terhadap apa yang diberikan-Nya dan menerima serta
pasrah,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah MahaMmendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Hujurraat : 1) 124
Hai orang-orang yang beriman, janganlah memberikan
saran kepada Allah dan Rasul-Nya, saran menyangkut
dirimu sendiri atau menyangkut persoalan kehidupan
dilingkunganmu. Janganlah kamu mengatakan sesuatu
sebelum Allah mengatakanya melalui rasul-Nya. Dan,
janganlah kamu melakukan sesuatu yang tidak dapat kamu
rujukkan kepada firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
Qatadah menafsirkan,”Diriwayatkan bahwa sejumlah
orang berkata,’andaikan diturunkan ayat mengenai anu
dan anu ….Andaikan demikian.’Allah tidak menyukai hal
itu.”
124 Ibid. hlm. 410
282
Al-Aufi menafsirkan,”Mereka dilarang berbicara di
hadapan Allah.”
Mujahid menafsirkan,”Janganlah meminta fatwa
kepada Rasulullah tentang sesuatu sebelum Allah
memutuskan melalui lisan Nabi-Nya.”
Adh-Dhahhak menafsirkan,”Jangnlah kamu meutuskan
suatu persoalan yang menyangkut syariat agamamu tanpa
Allah dan Rasul-Nya.”
Ali bin Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
dia menafsirkan, “Jnganlah kamu berkata dengan
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulnya.”
Itulah etika seorang individu dengan Allah dan
Rasul-Nya. Itulah manhaj dalam menerima dan
melaksanakan sesuatu. Itulah salah satu pokok syariat
dan cara bertindak sepanjang waktu. Etioka itu
bersumber dari ketakwaan kepada Allah dan merujuk
kepadanya. Ketakwaan ini bersumber dari perasaan bahwa
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Semua itu
disajikan dalam satu ayat yang pendek, tetapi menyentuh
dan menggambarkan segala haikikat yang pokok dan
penting.
283
Demikianlah, kaum mukminin menjadi terdidik dalam
berhubungan dengan Allah dan Rasul-Nya. Maka tiada
lagis seorang pun diantara mereka yang memberi saran
kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada seorang pun
diantara mereka yang menawarkan sebuah gagasan yang
tidak diminta oleh Rasulullah. Tidak ada lagi seorang
pun di antara mereka yang menetapkan atau memutuskan
sesuatu dengan pikiran melainkan dia merujukkan kepada
firma Allah dan sabda Rasulullah.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah
meriwayatkan dari Mu’adz r.a. bahwa tatkala Nani saw.
Mengutusnya ke Yaman, beliau bersabda, “Dengan apakah
kamu memutuskan ?” Mu’adz menjawab, “Dengan Kitab
Allah.” Nabi saw bersabda, “Jika kamu tidak
menemukannya?” Mu’adz menjawab, “Dengan Sunnah
Rasulullah.”Nabi saw bersabda, “Jika kamu tidak
menemukannya?” Mu’adz r.a. berkata,”Aku akan berijtihad
dengan pikiranku.” Lalu Nabi saw.menepuk dada Mu’adz
seraya bersabda, “Segala puji bagi Allah Yang telah
membantu Rasul Allah dengan apa yang diridhai oleh
Rasul Allah.”
284
Bahkan, Rasulullah menanyakan kepada para sahabat
tentang hari yang tengah mereka lalui dan tentang
tempat dimanamereka berada, sedang mereka benar-benar
mengetahui hari atau tempat itu, mereka merasa segan
menjawab kecuali dengan ungkapan, “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.” Mereka khawatir jika jawabannya itu
dipandang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
Dalah hadits Abu Bakrah Nfi’ibnu Harits ats-
Tsakafi ditegaskan bahwa pada haji wada’Nabi saw.
Bertanya, “Bulan apakah ini?” maka, dijawab,”Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau diam, sehingga para
sahabat mengira bawa beliau akan menamainya dengan nama
lain. Beliau bertanya kembali, “Bukankah sekarang bulan
Zulhijjah?” mereka menjawab, “Benar.” Beliau bertanya,
“Negeri pakah ini?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-
Nya lebih mengetahui.” Beliau diam, sehingga kami
mengira bahwa beliau akan menamainya dengan nama lain.
Beliau bertanya kembali, “Bukankah negeri ini adalah
tanah haram?” mereka menjawab, “Benar.” Beliau
bertanya, “Hari apakah ini?” Mereka menjaab, “Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui,”Beliau diam, sehingga kami
285
mengira bahwa beliau akan menamainya dengan nama lain.
Beliau bertanya kembali, “Bukankah sekarang merupakan
hari Nahar?” mereka menjawab,”Benar.”
Itulah gambaran etika. Keseganan dan ketakwaan
sebagai buah yang diraih kaum muslimin setelah mereka
mendengar seruan, pengarah, dan isyarat supaya
bertakwa. Yaitu, bertakwa kepada Allah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. 125
Kedua ialah etika mereka terhadap Nai saw, dalam
berbicara, berdialog, dan dalam memberikan penghormatan
dari dalam hati bercermin dari volume dan nada suara.
Etika yang membedakan sosok Rasulullah dari selainnya
dan membedakan majelis beliau dari majelis selainya.
Allah menyerukan hal itu kepada mereka dengan seruan
kesayangan dan mewanti-wanti mereka agar tidak
menyalahi peringatan tersebut,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramulebih dari suara Nabi . janganlah kamu erkata kepadanya dengan suarakeras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagianyang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidakmenyadari.” (al-Hujuraat : 2).
125 Ibid. hlm. 410-411
286
Hai orang-orang yang beriman...., hendaklah mereka
menghormati Nabi saw. Yang menyeru mereka pada keimanan
....,supaya amalmu tidak terhapus tanpa kamu
sadari .... Hendaklah kamu waspada dari kekeliruan yang
emmbuahkan terhapusnya amal, sedang kamu menyadari dan
mengetahuinya. Hendaklah kamu hati-hati.
Seruan kesayangan dan wanti-wanti yang ditakuti
itu elah menimbulka pengaruh yang kuat di dalam diri
mereka.
Al-Bukhari mengatakan bahwa Basarah bin Shafwan
al-Lakhmi menceritakan dari Nafi’bin Umar dari Ibnu Abi
Malikah bahwa dia berkata, “Dua orang pilihan, yaitu
Abu Bakar dan Umar nyaris binasa. Keduanya berkata
keras di dekat Nabi tatkala beliau ditemui oleh
rombongan penunggang bani Tamim pada tahun ke-7 Hijrah.
Salah seorang dari keduanya (Abu Bakaer atau Umar)
menunjuk Aqra bin Habis r.a. saudara bani mujasyi
supaya dia menjadi ketua bani Tamim, sedang yang satu
lagi menunjuk orang lain.
Perawi lupa nama orang yang ditunjuk oleh salah
seorang sahabat dekat Rasulullah itu. Namun, sebuah
287
riwayat mengatakan bahwa dia bernama al-Qa’qa bin
Ma’bad. Maka, berkatalah Abu Bakar kepada Umar, “Kamu
selalu ingin menentangku.’ 126
Umar menjawab,’Aku tidak bermaksud menentangmu.’
Lalu terjadilah pertengkaran di antara keduanya
mengenai masalah itu. Lalu Allah menurunkan ayat,
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikansuaramu lebih dari suara Nabi. Janganlah kamu berkatakepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus(pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.””(al-Hujuraat :2) 127
Ibnu Zubair berkata, “Sejak ayat ini turun,
tidaklah Umar mendengar sabda Rasulullah melainkan dia
berupaya memahaminya. Diriwayatkan pula dari Abu Bakar
bahwa tatkala ayat di atas turun, dia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, demi Allah, aku tidak akan berbicara kepada
mu kecuali seperti kepada saudara yang memegang
rahasia.’ Maksudnya, berbicara dengan berbisik.”
Imam Ahmad mengatakan bahwa Hasyimmenceritakan
dari Sulaiman ibnu-Mughirah, dari Tsabit, dari Anas bin
Malik r.a., bahwa dia berkata, “Takala ayat di atas
126 Ibid. hlm. 411127 Ibid. hlm. 412
288
(al-Hujurrat ayat 2) diturunkan, sedang Tsabit bin Qais
bin asy-Syamas adalah orang bersuara lantang, maka dia
berkata, ‘Akulah orang yang paling tinggi suaranya di
dekat Rasulullah. Aku termasuk penghuni neraka.
Hapuslah seluruh amalku.’ Dia pun termangu sedih di
rumahnya.
Rasulullah merasa kehilangan dia, lalu sekelompok
orang menemuinya. Mereka berkata, ‘Rasulullah merasa
kehilanganmu! Ada apa denganmu?’ Dia menjawab, ‘Akulah
orang yang mengalahkan suara Rasulullah dan yang paling
keras saat berbicara di dekat beliau. Sehingga, seluruh
amalku terhapus dan aku menjadi penghuni neraka.’
Mereka menemui Rasulullah saw. seraya menyampaikan
perkataan Tsabit bim Qais. Nabi saw. bersabda, Tidak,
justru dia merupakan ahli surga.’ Anas berkata, ‘Maka,
kami dapat melihatnya berjalan diantara kami, sedang
kami mengetahui bahwa dia merupakan ahli surge.’”
Demikianlah, hati mereka gemetar dan berguncang
karena pengaruh seruan kesayangan dan seruan supaya
wanti-wanti. Demikianlah, merek menjadi sopan di dekat
Rasulullah karena khawatir amalnya terhapus tanpa
289
mereka sadari. Jika mereka menyadari, niscaya
diperbaikilah persoalannya. Namun, kekeliruan yang
takut hingga memelihara diri dari bersuara keras.
Allah mengangkat ketakwaan mereka dan perlahannya
suara mereka di dekat Rasulullah melalui ungkapan yang
menakjubkan.
“sesungguhnya orang-oraang yang merendahan suaranya di sisi
Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hai mereka oleh
Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.’”
(al-Hujurat: 3) 128
Ketakwan merupakan anugrah yang besar. Allah
memiliki kalbu yang akan menerimanya setelah ia diuji,
dicoba, dibersihkan, dan diseleksi. Maka, tidaklah
ketakwaan disimpan dalam suatu kalbu melainkan ia sudah
siap untuk menerimanya dan telah diputuskan bahwa kalbu
itu berhak menerimanya. Orang-orang yang merendahkan
suaranya di dekat Rasulullah merupakan orang yang
kalbunya telah diuji Allah dan disiapkan untuk menerima
anugerah itu. Yakni anugerah ketakwaan yang telah
diputuskan untuk diberikan kepada kalbu tersebut.
Melalui anugerah ini, diraih pula maghfirah ‘ampunan’
dan pahala yang besar.
128 Ibid. hlm. 412
290
Itulah targib yang dalam setelah mereka diwanti-
wanti. Melalaui ayat itu, Allah membina kalbu hamba-
hamba-Nya yang terpilih dan mempersiapkannya untuk
menerima perkara penting guna membangkitkan dada agar
mengikuti petunjuk melalui pendidikan dan cahaya ini.
Diriwayatkan dari Amirul Mu’minin Umar Ibnu
Khaththab r.a bahwa dia memdengar dua laki-laki
bersuara keras di mesjid Nabi saw. . umar
menghampirinya dan berkata,”Tahukah kamu dimana kamu
berada?” Lalu Umar bertanya, “Dari mana kamu?” keduanya
menjawab, “Dari Tha’if.” Umar berkata, “Andaikan kamu
penduduk Madinah, niscaya ku pukul dengan keras.”
Para ulama umat ini menegaska bahwa dimakruhkan
mengeraskan suara di dekat pusara Nabi saw. sebagaimana
hal itu dimakruhkan tatkala beliau hidup. Hal ini untuk
memuliakannya dalam segala keadaan.
Kemudian Allah mengisayaratkan peristiwa yang
dilakukan utusan bani Tamim tatkala mereka datang untuk
menemui Rasulullah pada tahun ke 9 Hijriah yang juga
disebut tahun utusan karena banyaknya utusan masyarakat
badui yang datang dari berbagai tempat setelah jatuhnya
291
kota Mekah. Mereka datang untuk masuk Islam. Mereka
adalah orang Badui yang bertabiat kasar. Sehingga
mereka memanggil istri-istri Nabi saw. dari balik
kamar-kamar para istri beliau yang menempel dengan
masjid Nabi yang mulia. Mereka berseru, “Hai Muhammad,
temuilah kami!” Nabi saw. tidak menyukai kekasaran dan
gangguan ini. Maka diturunkanlah firman Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil amu dari luar kamar(mu)kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan, kalau mereka bersabar sampaikamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lenih baik bagimereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Hujuraat: 4-5) 129
Allah menerangkan bahwa mayoritas mereka tidak
berakal. Dia tidak menyukai mereka yang memanggil
dengan cara yang bertentangan dengan etika dan
kesantunan yang sesuai dengan pribadi Nabi saw. dan
kehormatan Rasulullah sebagai panglima dan pendidik.
Allah menerangkan kepada mereka yang lebih baik dan
utama, yaitu bersabar dan menunggu sehingga beliau
menemui mereka. Allah mendorong mereka supaya bertaubat
dan kembali serta menyukai ampunan dan rahmat.
129 Ibid. hlm. 412-413
292
Kaum muslimin menyadari etika yang tinggi ini.
Lalu, etika tersebut mereka tetapkan pula kepada guru
dan ulama. Mereka tidak mau mengganggu ulama sehingga
dia sendiri datang menemui dan tidak mau menjumpainya
kecuali ulama itu memanggilnya. Diceritakan dari Abu
Ubaid, seorang ulama yang zuhud, bahwa dia berkata,
“Aku tidak pernah mengetuk pintu rumah ulama, tetapi
aku menunggunya hingga dia keluar pada saatnya.”
Menykapi Kabar Burung
”Hai oranr-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang faskmembawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidakmenimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahuikeadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.Ketahuilah olehmu bahwa dikalangan kamu ada Rasulullah. Kalau beliaumenuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan, benar-benarlahkamu akan mendapat kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cintakepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu danmenjadikan hatimu benci kepada kekafiran, kefaskan, dan kedurhakaan.Mereka itu lah orang-orang yang mengikuti jaln yang lurus, sebagikarunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi MahaBijaksana.”(al-Hujuraat : 6-8). 130
Seruan pertama untuk menegaskan pihak yang
memiliki kepemimpinan dan sumber perintah. Sedangkan,
seruan kedua untuk menegaskan etika dan kesantunan yang
patut diterapkan kepada pemimpin. Kedua seruan ini
130 Ibid. hlm. 413
293
merupakan fondasi bagi seluruuh arahan dan tatanan di
dalam surah ini. Maka, sangatlah penting ada kejelasan
sumber yang menjadi rujukan kaum mukminin dan ketegasan
tentang kedudukan rujukan itu. Juga kesantunan
terhadapnya agar aneka pengarahan menjadi bernilai,
berbobot, dan dipatuhi.
Karena itu, muncullah seruan ketiga yang
menerangkan kepada kaum mukmini agaimana sepatutnya
mereka menerima berita dan bagaimana memperlakukannya.
Seruan ini menegaskan pentingnya perujukan kepada
sumber berita,
”Hai oranr-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang faskmembawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidakmenimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahuikeadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.(al-Hujuraat : 6) 131
Allah memfokuskan orang fasik sebab ia dicurigai
sebagai sumber kebohongan dan agar keraguan tidak
menyebar dikalangan kaum muslimin karena berita yang
disebarkan oleh setiap individunya, lalu ia menodai
informasi. Pada prinsipnya, hendaklah setiap individu
kaum muslimin menjadi sumber berita yang terpercaya dan
hendaknya berita itu benar serta dapat dijadikan
131 Ibid. hlm. 413
294
pegangan. Adapun orang fasik, maka dia menjadi sumber
keraguan sehingga hal ini menjadi ketetapan.
Dengan cara seperti itu, urusan umat menjadi
stabil dan moderat diantara mengambil dan menolak
berita yang sampai kepadanya. Kaum muslimin angan
tergesa-gesa bertindak berdasarkan berita dari orang
fasik. Pasalnya, ketergesa-gesaan itu bisa membuatnya
bertindak zalim kepada suatu kaum sehingga menyesal
karena melakukan perbuatan yang dimurkai Allah serta
tidak mempertahankan kebenaran dan keadilan.
Banyak mufasir yang mengemukakan bahwa ayat di
atas diturunkan berkenaan dengan Al-Wahid bin Uqbah bun
Abi Mu’ith yang diutus oleh Rosulullah untuk
mengumpulkan zakat dari bani al-Mustahiq. Ibnu Kaysir
mengatakan bahwa Mujahid dan Qatadah berkata,
“Rasulullah mengutus al-Walid bin Uqbah kepada bani
Mustahiq untuk mengambil zakat mereka. Dia menjumpai
mereka telah berkerumun dengan zakatnya. Al-Wlid
kembali seraya berkata, ‘Bani Mustahiq telah berkumpul
untuk memerangimu.’ (Dalam riwayat Qatadah dikatakan
295
bahwa al-Walid menambah dengan, ‘Mereka telah keluar
dari agama Islam.’)
Maka, Rasulullah mengutus halid ibnu-Walid untuk
menemui mereka. Beliau menyuruhnya untuk berhati-hati
dan tidak tergesa-gesa. Berangkatlah Khalid dan tiba di
tempat mereka pada malam hari. Dia menyebarkan mata-
mata. Setah tiba, mereka melapor kepada Khalid bahwa
bani Mustahiq adalah orang-orang yang tetap memegang
teguh Islam. Mata-mata masih mendengar azan dan bacaan
shalat mereka.
Keesokan harinya, Khalid menemui mereka dan
melihat sesuatu yang mengesanannya. Khalid pun kembali
kepa Rasulullah seraya menyampaikan berita yang
sebenarnya. Lalu Allah menurunkan ayat di atas.
(Qatadah berkata, “Saat itu Rasulullah saw.bersabda.
‘Kehati-hatian dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan dari setan.”).
Riwayat di atas tidak hanya dikemukakan oleh ulama
salaf. Tetapi, dikemukakn oleh yang lainnya seperti
Ibnu Abi Laila, Yazid bin Rauman, adh-Dhahhak, Muuqatil
bin Hayyann, dan ulama lainnya yang mengatakan bahwa
296
ayat itu berkaitan dengan Al-Walid bin ‘Uqbah. Wallahu
a’lam.
Ayat di atas bermakna umum, yaitu mengandung
prinsip selektif dan hati-hati informasi dari orang
fasik. Adapun berita dari orang shaleh dapat diambil,
sebab dialah pangkal di dalam kelompok mukmin.
Sedangkan, berita orang fasik dikecualikan. Mengambil
berita orang sshaleh merupakan bagian dari manhaj
kehati-hatian, sebab dia merupakan salah satu sumber
berita. Adapun keraguan yang tersebar semua sumber dan
semua informasi adalah bertentangan dengan pangkal
kepercayaan yang semestinya berada dalam kelompok
mukmin. Keraguan juga dapat menghambat gerak kehidupan
dan keteraturannya di kalangan kelompok mukmin.
Islam menghendaki kehidupan itu berjalan pada
jalur yang alamiah. Islam hanya memasang pagar dan
jaminan demi memelihara kehidupan itu, bukan untuk
melantarkannya. Inilah model kebebasan untuk mengambil
berita dari sumbernya, yang disertai dengan
pengecualian.
297
Dari riwayat di atas jelaskan bahwa sebagian kaum
muslimin beraksi atas berita yang disampaikan oleh al-
Walid bin Uqbah begitu mereka mendengarnya serta mereka
menyarankan agar Nabi saw.segera menindak mereka.Reaksi
sedemikian sebagian wujud pemeliharaan kelompok ini
terhadap agamanya dan wujud kemarahan kepada orang yang
menolak zakat. Kemudian ayat berikutnya tampil
mengingatkan mereka akan kebenaran yang hakiki dan
nikmat yang besar yang ada ditengah-tengah mereka.
Tujuannya supaya mereka memahami nilainya dan
senantiasa ingat terhadap keberadaan nikmat yang besar
itu, “Dan ketahuilah olehmu bahwa dikalangan kamu ada Rasulullah.”
Itulah kebenaran yang dilukiskan dengan mudah
karena ia benar-benar terjadi dan realistis. Namun,
tatkala berita itu direnungkan, tampaklah sesuatu yang
mencengangkan dan nyaris tak dapat dilukiskan. Apakah
sesuatu yang mudah bagi manusia untuk menuliskan
pertautan antara langit dan bumi secara
berkesinambungan dalam kehidupan nyata?
Langit megatakan kepada bumi dan menginformasikan
kepada penduduknya ihwal keadaan mereka dan perilakunya
298
yang nyata dan bersembunyi. Langit meluruskan langkah
mereka selangkah-demi selangkah. Langit mengarahkan
mereka pada urusan pribadi dan urusan-urusan yang
lainnya. Lalu, salah satu diantara mereka melakukan
suatu tindakan dan melontarkan suatu pernyataan dan
adapula yang berjalan dengan was-was. Tiba-tiba langit
menatap.
Maka, tiba-tiba Allah yang mahaagung
memberitahukan kepada Rasul-Nya tentang apa yang telah
terjadi. Kemudian mengarahkannya kepada apa yang
semestinya dilakukan dan dikatakan dalam dunia nyata
ini. Itulah suatu perkara. Itulah suatu berita yang
sangat besar. Itulah hakikat yang mengejutkan sehingga
orang yang melihat hakikat itu berada dihadapannya,
justru dia tidak mengetahui kebesarannya. Karena itu,
diingatkanlah akan keberadaan hakikat tersebut melalui
reaksi ini,
“Dan ketahuilah olehmu bahwa dikalangan kamu ada Rasulullah….”
299
Kethuilah beliau dan hormatilah berliau dengan
sungguh-sungguh. Beliau merupakan perkara yang besar.
132
Salah-satu dari tuntutan dari pengetahuan tentang
adanya perkara yang besar ini ialah kaum mukminin tidak
mendahului Allah dan Rasul-Nya. Namun, pengarahan itu
semakin menambah kejelasan dan kekuatan bagi mereka.
Allah memberitahukan kepada mereka bahwa pengaturan
Rasulullah kepada mereka itu didasarkan pada wahyu
Allah atau ilham-Nya yang mengandung kebaikan, kasih
saying, dan kemudahan bagi mereka. Jika dia menaati
sesuatu yang menurut mereka itu penting, niscaya
peroalan yang dihadapinya menjadi sulit. Allah lebih
mengetahui daripada mereka mengenai apa yang terbaik
bagi mereka Rasulullah merupakan rahmat bagi mereka
melalui apa yang diatur dan dipilihkan untuk mereka,
“ ….Kalau beliau menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan,
benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan …”
Ayat diatas memberitahukan bahwa hendaklah merea
menyerahkan persoalannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
132 Ibid. hlm. 413-415
300
Hendaknya mereka memasuki Islam secara kaffah serta
berserah diri kepada takdir Allah dan pengaturan-Nya.
Juga menerima apa yang disampaikan-Nya dan tidak
menyarankan apa-pun Kepada-Nya.
Kemudian Allah mengarahkan pandangan mereka pada
nikmat keimanan yang di tunjukkan oleh-Nya,
menggerakkan hatinya supaya mencintai keimanan,
menyingkapkan keindahan dan keutamaan keimanan kepada
mereka, mengaitkan ruhnya kepada keimanan, dan
membuatnya benci atas kekafiran, kefasikan, dan
kemaksiatan. Semua ini merupakan rahmat dan karunia-
Nya.
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikaniman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepadakekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yangmengikuti jalan yang lurus,sebagai karunia dan nikmat dari Allah. DanAllah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (al-Hujuraat : 7-8)133
Allah memilih sekelompok orang d antara
hamba-Nya agar kalbunya terbuka untuk menerima
keimanan, menggerakan hatinya kepada keimanan tersebut,
dan menjadikannya indah dalam pandangan mereka. Lalu,
ruhnya bertebangan menyambut keimanan serta meraih
133 Ibid. hlm. 415
301
keindahan dan kebaikannya. Pemilihan ini merupakan
karunia dan nikmat dari Allah. Tidak ada karunia dan
nikmat yang lebih besar daripada itu, bahkan jika
dibandingkan dengan nikmat keberadaan dan kehidupan
sekalipun. Kenikmatan ini lebih sedikit dan lebih
rendah darpada nikmat iman.
Kami akan menerangkan firman Allah, “Tetapi Allahmemberikan anugerah kepadamu dengan menunjukkanmu kepadakeimanan.”
Inya Allah kami akan menerangkan karunia ininanti.
Suatu hal yang perlu dicermati disini ialah
peringatan kepada mereka bahwa Allahlah yang
berkehendak atas kebaikan bagi mereka dan dialah yang
membersihkan kalbu mereka dari keburukan; kekafiran,
kefasikan, dan kemakasiatan. Dialah yang menjadikan
mereka, dengan cara seperti itu, beroleh petunjuk
sebagai karunia dan nikmat dari-Nya. Semua itu
didasarkan atas pengetahuan dan nikmat-Nya.
Penegasan hakikat ini mengisayaratkan bahwa mereka
mesti pasrah atas pengarahan dan pengaturan Allah. Juga
merasa tentram atas kebaikan dan berkah atas yang ada
di pengaturan-Nya, tidak emmberikan saran.ersesa-gesa
302
dan bereaksi terhadap apa yang menurut dugaanya senagai
kebaikan, sebelum Allah member pilihan. Karena Allahlah
yang memilihkan kebaikan untuk mereka, sedang
Rasulullah pun berada di tengah-tengah mereka. Allah
akan menuntut mereka kepada kebikan ini. Inilah yang
dimaksud dengan pengarahan.
Manusia itu suka tergesa-gesa, sedangkan dia tidak
mengetahui apa yang ada dibalik langkahnya. Manusia
suka memberikan saran kepada dirinya dan orang lain,
padahal dia tidak tahu apakah sarannya itu baik atau
buruk.
“Dan manusia berdoa untuk keburukan sebagaimana dia berdoa untukkebaikan, adalah manusia itu bersifat tergesa-gesa.” (al-Israa : 11)134
Jika dia berserah diri kepada Allah, masu kedalam
Islam secara kaffah, rela atas kebaikan yang dipilihkan
Allah untuknya, dan merasa tentram karena pilihan Allah
itu lebih lebih baik dari pada pilihannya serta karena
Dia lebih mencintainya dan lebih banyak memberikan
kebaikan, …nisccaya dia merasa tenang dan nyaman. Dia
akan melintasi perjalanan singkat di atas planet ini
134 Ibid. hlm. 415
303
dalam ketenteraman dan dan kerelaan. Namun, semua ini
pun merupakan karunia dan anugerah dari Allah yang
diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. 135
Menyelesaikan Perselisihan di antara Kaum Mukminin
“Jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berrperang, makadamaikanlah diantara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan ituberbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golonganyang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintahAllah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), makadamakanlah diantara keduanya dengan adil dan berlau adillah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.Sesungguhnya orang-orang yang mukmin adalah bersaudara. Karena itu,damaikanlah diantara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allahsupaya kamu mendapat rahmat.” (al-Hujuraat : 9-10) 136
Inilah kaidah hokum yang praktis untuk memelihara
masyarakat mukmin dari permusuhan dan perpecahan
dibawah kekuatan dan perpecahan. Kaidah ini disajikan
setelah menerangkan berita dari orang fasik dan tidak
tergersa-gesa mempercayainya. Juga setelah menerangkan
perintah agar berlindung dibalik pemeliharaan diri dari
semangat tanpa hati-hati dalam meyakini persoalan.
Baik ayat diatas diturunkan karena alas an
tertentu seperti dikemukakan oleh sejumlah riwayat,
maupun sebagai tatanan belaka seperti pada kondisi ini,
135 Ibid. hlm. 415136 Ibid. hlm. 416
304
ayat itu mencerminkan kaidah umum yang ditetapkan untuk
memelihara kelompok Islam dari perpecahan dan
perceraiberaian. Kaidah itu pun bertujuan meneguhkan
kebenaran, keadilan, dan perdamaian. Yang menjadi pilar
bagi semua ini ialah ketakwaan kepada Allah dan harapan
akan rahmat-Nya dengan menegakkan keadilan dan
perdamaian.
Al-Qur’an menghadapi atau mengantisipasi
kemungkinan terjadinya perang antara dua kelompok
mukmin. Mungkin salah satu kelompok itu berlaku zalim
atas kelompok lain, bahkan mungkin keduanya berlaku
zalim dalam salah satu segi. Namun, Allah mewajibkan
kaum mukminin lain, tentu saja bukan dari kalangan yang
bertikai supaya menciptakan perdamaian diantara kedua
kelompok yang berperang. Jika salah satunya melampaui
btas dan tidak mau kemali kepada kebanaran, misalnya
kedua kelompok itu berlaku zalim dengan menolak dengan
berdamai atau menolak untuk menerima hokum Allah dalam
menyelesaikan aneka masalah yang diperselisihkan, maka
kaum mukminin hendaknya memerangi kelompok yang zalim
305
tersebut dan terus memeranginya hingga mereka kembali
kepada ‘perkara Allah”.
Adapun yang dimaksud dengan “ Perkara Allah” ialah
menghentikan permusuhan diantara kaum mikminin dan
menerima hokum Allah dalam menyelesaikan apa yang
mereka perselisihkan. Jika pihak yang zalim telah
menerima hokum Allah secara penuh, kaum mukminin
hendaknya menyelenggarakan perdamaian yang berlandaskan
keadilan yang cermat sebagai wujud kepatuhan kepada
Allah dan pencarian keridhaan-Nya.
“….Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Hujuraat : 9) 137
Seruan dan hokum diatas diikuti dengan sentuhan
atas kalbu orang-orang yang beriman dan tuntutan supaya
menghidupkan ikatan yang kuat diantara mereka. Yaitu,
ikatan yang menyatukan mereka setelah bercerai-berai,
yang menautkan kalbu mereka setelah permusuhan,
mengingatkan mereka supaya bertakwa kepada Allah, dan
mengisaratkan perolehan rahmat-Nya yang diraih dengan
ketakwaan,
137 Ibid. hlm. 416
306
”Sesungguhnya orang-orang yang mukmin adalah bersaudara. Karenaitu, damaikanlah diantara kedua saudaramu dan bertakwalah kepadaAllah supaya kamu mendapat rahmat.” (al-Hujuraat : 10) 138
Implikasi dari persaudaraan ini adalah hendaknya
rasa cinta perdamaian ,kerjasama, dan persatuan menjadi
landasan utama masyarakat muslim. Hendaklah
perselisihan atau perang merupakan anomali yang mesti
dikembalikan kepada landasan tersebut begitu suatu
kasus terjadi. Dibolehkan memerangi kaum mukminin yang
lain yang bertindak zalim kepada saudaranya agar mereka
kembali kepada barisan muslim. Juga agar mereka
melenyapkan anomali itu berdasarkan prinsip dan kaidah
Islam. Itulah penanganan yang tegas dan tepat.
Di anatara tuntutan kaidah di atas ialah tidak
bermaksud melukai orang dalam kancah penegakan hokum,
tidak membunuh kawanan, tidak menghukum orang yang
melarikan diri dari perang dan menjatuhkan senjata, dan
tidak mengambil harta pihak yang melampaui batas
sebagai ghanimah. Sebab, tujuan memerangi mereka
bukanlah untuk menghancurkannya. Tetapi, untuk
138 Ibid. hlm. 416
307
mengembalikan mereka ke barisan dan merangkulnya
dibawah bendera ersaudaraan Islam.
Prinsip utama dalam system umat Islam ialah
hendaknya am muslimin diberbagai belahan dunia memiliki
satu kepemimpinan. Sehingga, jika telah berbaiat kepada
seorang imam, maka imam yang kedua wajib di bunuh,
sebab dia dan para pendukungnya dianggap sebagai
kelompok yang memberontak terhadap kelompok lain
(bughat). Kaum mukminin hendaknya memerangi kelompok
itu dibawah pimpinan imam. Berdasarkan atas prinsip
inin, imam Ali r.a. bangkit untuk memerangi bughat dalam
Peristiwa Unta dan Peristiwa Shifin.
Ali memerangi mereka bersama kelompok sahabat Nabi
saw. lainnya yang mulia. Namun, sebagian mereka tidak
ikut berperang, di antaranya Sa’ad, Muhammad bin
Malamah, Usman bin Zaid, dan Ibnu Umar. Mereka tidak
ikut serta mungkin karna bagi mereka belum jelas sisi
kebenarannya pada saat itu, sehingga mereka
memandangnya sebagai fitnah. Atau, karena mereka
beralasan seperti yang dikemukakan oleh imam al-
jashshash, ‘Mungkin karena mereka memandang cukup
308
dengan Imam Ali dan tentaranya, sehingga tidak
membutuhkan kesertaan dirinya, lalu mereka memilih
berpangku tangan dari masalah itu.”
Kemungkinan pertama lebih sahih. Hal ini
ditunjukan oleh sejumlah riwayat tentang pernyataan
mereka. Juga ditunjukan oleh keterangan yang
meriwayatkan bahwa Ibnu Umar menyesal karena tidak ikut
berperang bersama Imam Ali.
Meskipun prinsip di atas telah di tegakkan, nash
Al-Qur’an memungkinkan penerapan prinsip ini dalam
berbagai situasi dengan beberapa pengecualian yang
memungkinkan adanya dua imam atau lebih diwilayah
Negara umat Islam yang berlainan dan yang berjauhan.
Ini adalah kondisi darurat dan pengecualian dari
prinsip di atas. Kewajiban kaum muslimin adalah
memerangi kelompok pemberontak jika kelompok ini
memerangi kelompok imam yang satu dan jika sekelompok
muslim membangkang kelompok muslim yang lain, tetapi
tidak memeranginga. Kewajiban kaum musimin ialah
memerangi pemberontak, jika mereka unjuk kekuatan
kepada salah seorang imam muslim lain tatkala adanya
309
beberapa imam sebagai bentuk kecualian. Para imam
hendaknya bersatu untuk memerangi kelompok itu hingga
dia kembali kepada hokum Allah. Demikianlah perlakuan
nash Al-Qur’an dalam segala situasi dan kondisi.
Jelaslah bahwa system ini merupakan system
penegakan hokum dan penyerangan terhadap kelompok
pemberontak agar dia kembali kepada hukum Allah. Ia
merupakan system yang mendahului upaya-upaya manusia
lainnya dalam bidang ini. System itu memiliki
kesempurnaan dan jauh dari kekurangan dan cela yang
justru tampak jelas pada berdagai upaya manusia yang
telah di upayakannya dalam berbagai eksperimen yang
lumpuh.
Di samping itu, system ini pun bersih, amanah, dan
benar-benar adil. Sebab, penetapan keputusan kepada
hokum Allah tidaklah terkontaminasi oleh kepentingan
pribadi dan hawa nafsu, dan tidak terkait dengan
kekurangan dan keterbatasan. Tetapi umat manusia pada
ini malah mencari-cari jalan, terpincang-pincang,
tergelincir, dan tersungkur, padahal didepannya ada
jalan terang yang telah disiapkan lagi lurus.
310
Haram Mengolok-olok, Mencela, dan Memanggil denganPanggilan yang Buruk “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkaum yan lain (karena) boleh jadi mereka (yang di olok-olokan) lebih baikdari pada mereka (yang mengolok-olokan). Janganlah pula wanita-wanita(mengolok-olokan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yangdiolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan), janganlahkamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu pangil-memanggildengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah(panggilan) yang buru sesudah iman. Dan, barangsiapa yang tidakbertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(al-Hujuraat:11) 139
Masyarakat unggul yang hendak ditegakkan Islam
dengan petunjuk Al-Qur’an ialah masyarakat yang
memiliki etika yang luhur. Pada masyarakat itu setiap
individu memiliki kehormatan yang tidak boleh di
sentuh. Ia merupakan kehormatan kolektif. Mengolok-olok
individu mena pun berarti mengolok-olok pribadi umat.
Sebab, seluruh jemaah itu satu dan kehormatannya pun
satu.
Melalui umat ini, Al-Qur’an memberitahukan etika
tersebut melalui panggilan kesayangan, “Hai orang-orang
yang beriman.” Dia melarang suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain, sebab boleh jadi laki-laki yang diolok-olok
itu lebih baik dalam pandangan Allah dari pada yang
139 Ibid. hlm. 416-417
311
menolok-olok. Mungkin juga wanita yang diolok-olok itu
lebih bai dalam pertimbangan Allah dari pada yang
mengolok-olok.
Ungkapan ayat mengisyaratkan secara halus bahwa
nilai-nilai lahiriah yang dilihat laki-laki dan wanita
pada dirinya bukanlah nilai hakiki yang dijadikan
pertimbangan oleh manusia. Disana ada sejumlah nilai
lain yang tidak mereka ketahui dan hanya diketahui
Allah serta djadikan pertimbangan oleh seagian hamba.
Karena itu, kadang-kadang orang kaya menghina orang
miskin,orang kuat menghina orang lemah, dan orang yang
sempurna menghina otang yang cacat. Kadang-kadang orang
yang professional menghina orang lugu yang hanya
menjadi pelayan. Kadang-kadang orang yang beranak
menghina orang yang mandul dan yang hanya dapat megurus
anak yatim. Kadang wanita cantik menghina wanita buruk,
pemudi menghina nenek-nenek, wanita yang sempurna
menghina wanita yang cacat, dan wanita yang kaya
menghina yang miskin. Hal-hal di atas dan perkara
lainnya merupakan nilai duniawi yang tidak dapat
312
dijadikan ukuran. Timbangan Allah dapat naik dan turun
bukan oleh timbangan duniawi itu.
Al-Qur’an tida cukup dengan menyampaikan isyarat
ini, bahkan menyentuh emosi persaudaraan atas keimanan.
Al-Qur’an menceritakan bahwa orang-orang yang beriman
itu seperti satu tubuh. Barang siapa yang mengolok-
oloknya, berarti negolok-olok keseluruhannya, “Janganlah
kamu mencela dirinya sendiri.” Al-Lumzu berarti aib. Tetapi,
kata itu memiliki gaung dan cakupan yang menegaskan
bahwa ia yang bersifat lahiriah, bukan aib yang
bersifat maknawiah.
Termasuk mengolok-olok dan mencela aialah
memanggil dengan panggilan yang tidak disukai
pemiliknya serta ia merasa terhina dan ternoda dengan
panggilan itu. Di antara hak seorang mumin yang wajib
diberikan mukmin lain ialah dia tidak memanggilnya
dengan sebutan yang tidak disukai. Diantara kesantunan
seorang mukmin ialah ia tidak menyakiti saudaranya
dengan hal semacam ini. Rasulullah telah menubah
beberapa nama dan panggilan yang dimiliki orang sejak
jahiliah, karena nama atu panggilan itu menyinggung,
313
dan mencela perasaannya yang lembut dan hatinya yang
mulia.
Setelah ayat di atas mengisyaratkan nilai-nilai
yang hakiki menurut pertimbangan Allah dan setelah
menyentuh rasa persaudaraanya, bahkan perasaan bersatu
dengan diri yang satu, ayat selanjutnya mengusik konsep
keimanan dan mewanti-wanti kaum mukminin agar jangan
sampai kehilangan sifat yang mulia, menodai sifat itu,
dan menyalahinya dengan melakukan olok-olok, cacian,
pemanggilan yang buruk.
“Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah
iman.” Pemanggilan itu bagaikan murtad dari keimanan.
Ayat ini mengancam dengan memandangnya sebagai
kezaliman, padahal kezaliman itu kata lain dari syirik,
“Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-
orang yang zalim.” Demikianlah ayat-ayat di atas telah
mencanangkan prinsip-prinsip kesantunan diri dari
masyarakat yang unggul dan mulia tersebut.
Haram Berburuk Sangka, Ghibah, dan Mencari-cariKesalahan Orang Lain
314
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Janganlah kamumencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamumenggunjing sebagaian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamumemakan daging saudaranya yang sudah mati? Maa, tentulah kamumerasa jijik kepadanya . Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya AllahMaha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujuraat : 12).140
Ayat ini pun menegakkan jalinan lain pada
masyarakat yang utama lagi mulia ini seputar kemuliaan
individu, kehormatannya, dan kebebasannya sambil
mendidik manusia dengan ungkapan yang menyentuh dan
menakjubkan tentang cara membersihkan perasaan dan
kalbunya.
Untaian surah dimulai dengan panggilan kesayangan,
“Hai orang-orang yang beriman.” Lalu ayat menyuruh mereka
menjauhi banyak berprasangka. Sehingga, mereka tidak
membiarkan dirinya dirampas oleh setiap dugaan,
kesamaran dan keraguan yang dibisikan orang lain
disekitarnya. Ayat itu memberikan alas an,
“Sesungguhnya sebagaian prasangka itu adalah dosa.”
Tatkala larangan disadarkan atas banyak
berprasangka, sedang aturannya menyebutkan bahwa
140 Ibid. hlm. 417-418
315
sebagian prasangka itu merupakan dosa, maka
pemberitahuan dengan ungkapan ini intinya agar manusia
menjauhi buruk sangka apa pun yang akan
menjerumuskannya ke dalam dosa. Sebab, dia tidak tahu
sangkaanya dengan manakah yang menimbulkan dosa.
Dengan cara inilah, Al-Qur’an membersihkan kalbu
dari dalam agar tidak terkontaminasi dengan prasangka
buruk, sehingga seseorang terjerumus kedalam dosa.
Tetapi Al-Qur’an membiarkannya agar tetap bersih dan
terbebas dari bisikan dan keraguan sehingga menjadi
putih. Dia menyayangi saudara-saudaranya tanpa
dibarengi prasangka buruk. Hatinya bersih tanpa
terkotori keraguan dan kesangsian; dan hatinya tenteram
tanpa terkotori kegelisahan dan gundah. Alangkah
nyamannya kehidupan dalam masyarakat yang terbebas dari
aneka prasangka.
Namun, persoalannya dalam Islam tidak berhenti
sampai disana pada atmosfer yang mulia dan elok tatkala
membina hati dan perasaan. Bahkan, nash diatas
menegakkan prinsip berinteraksi dan jalinan seputar
hak-hak orang lain yang hidup dalam masyarakatnya yang
316
bersih. Sehingga, mereka tidak memeperlakukannya dengan
prasangka dan menghukuminya dengan keraguan.
Prasangka tidak menjadi landasan bagi keputusan
mereka. Bahkan, ia mesti lenyap dari masyarakat
tersebut dari sekitar mereka. Rasulullah bersabda,
“Jika kamu berprasangka, ia takkan terwujud.” (HR Thabrani) 141
Hadits ini berarti manusia senantiasa bebas dan
terpelihara hak-haknya, kebebasannya, sebelum nyata
benar perbuatan yang berisikoo hokum. Sangkaan yang
beredar di kalangan mereka tidaklah cukup untuk
dijadikan landasan penetapan sanksi.
Adakah pemeliharan kemanusiaan manusia.
Kebebasannya, hak-haknya, dan ungkapannya seperti yang
ditegaskan nash ini? Sejauhmanakah kekaguman orang
terhadap Negara yang paling demokratis dan bebas serta
paling menjaga hak-hak manusia, jika dibandingkan
dengan apa yang diberitahukan oleh Al-Qur’anul-Karim
kepada orang-orang yang beriman yang dijadikan landasan
dan diaktualisasikan oleh masyarakat Islam setelah
sebelumnya menjadi realitas dalam kalbu?
141 Ibid. hlm. 419
317
Kemudian berkaitan dengan penjaminan terciptanya
masyarakat tersebut, disajikanlah prinsip lain yang
erkaitan dengan manjauhi prasangka, “Dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain.” Tajassus kadang-kadang
merupakan kegiatan yang mengiringi dugaan dan kadang-
kadang sebagai kegiatan awal untuk menyingkap aurat dan
mengetahui keburukan. Al-Qur’an memberantas praktis
yang hina ini dari segi akhlak guna membersihkan kalbu
dari kecendrungan yang buruk itu, yang hendak
nmengungkap aib dan keburukan orang lain.
Pemberantasan ini sejalan dengan tujuan Al-Qur’an
yang hendak membersihkan akhlak dan kalbu. Namun,
persoalan itu memiliki dampak yang lebih jauh daripada
hal tersebut. Yaitu, menjadi salah satu prinsip Islam
yang utama dalam system kemasyarakatan dan dalam
peneraan serta aplikasi hokum.
Manusia memiliki kebebasan, kehormatan, dan
kemuliaan yang tidak boleh dilanggar dengan cara apa
pun dan tidak boleh disentuh dalam kondisi apa pun.
Pada masyarakat Islam yang adil dan mulia, hiduplah
manusia dengan rasa aman atas dirinya, rasa aman atas
318
rumahnya, rasa aman atas kerahasiaannya, dan rasa aman
rahasia, dan aib. Bahkan, jika terjadi pembunuhan yang
berimplikasi pada penegakan hukum, maka tidak
diperbolehkan mencari-cari kesalahan manusia.
Manusia hendaklah dipandang lahiriahnya. Tidak ada
seorang pun yang berhak menghukum atas batiniahnya.
Tidak ada seorang pun yang dapat menghukum manusia
kecuali berdasarkan penyimpangan dan kesalahan yang
tampak. Seseorang tidak boleh menyangka atau
mengharapkan, atau bahkan mengetahui bahwa mereka
melakukan suatu penyimpangan secara sembunyi-sembunyi,
lalu diselidiki untuk memastikannya. Yang boleh
dilakukan atass manusia ialah menghukum mereka saat
kesalahannya terjadi dan terbukti disertai jaminan lain
yang telah ditetapkan oleh nash berkaitan dengan setiap
kesalahannya.
Abu Dawud meriwayatkan bahwa Abu Bakar bin Abi
Syaibah menceritakan dari Abu Mu’ awiyah, dari
al-‘Amasy, dari Zaib bin Wahab bahwa Ibnu Mas’ud
319
datang. Tiba-tiba dikatakan kepadanya,” Dari janggut
orang ini menetes khamar.” Abdullah bin Mas’ud berkata,
“Kita dilarang mencari-cari kesalahan orang. Jika
jelaslah kepada kita kesalahannya, barulah kita
menghukumnya.”
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa dia berkata,
“janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.
Peganglah apa yang terlihat olehmu dengan jelas dan
biarkanlah apa yang disembunyikan Allah.”
Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dengan
sanadnya dan Dijin, sekretaris Uqbah, ia berkata kepada
Uqbah, “Kami punya tetangga yang suka meminum khamar.
Lalu aku memunta bukti untuk dapat menghukum mereka.”
Uqbah berkata, “Jangan berbuat demikian, tetapi
nasihatilah mereka dan berilah ancaman.” Diijin
melaksanakan sarannya, tetapi mereka tetap
melakukannya. Akhirnya, diijinkan menemui Uqbah kembali
seraya berkata, “Aku telah melarang mereka, namun
mereka tidak berhenti. Karena itu, aku meminta bukti
untuk menghukumnya.” ‘Uqbah berkata, “Hus, jangan
lakukan itu, karena aku mendengar Rasulullah bersabda,
320
‘Barang siapa yang menutupi aib seorang mukmin, dia bagaikan
menggali anak yang di kubur hidup-hidup dari kuburnya.”
Sufyan ats-Tsauri meriwayatkan dari Rasyid bin
Sa’ad , dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwa Rasulullah
bersabda, “Jika kamu menyelidiki aib manusia, berarti kamu
mencelakakan mereka atau kamu nyaris mencelakakan mereka.” Abu
Dharda berkata, “Itulah ungkapan yang didengar
Mu’awiyah dari Rasulullah. Semoga Allah member manfaat
baginya melalui ungkapan itu.”
Demikianlah nash Al-Qur’an menggambil jalannya
dalam tatanan praktis bagi masyarakat Islam. Tatanan
itu tidak hanya membina hati dan membersihkan kalbu.
Namun, menjalin aneka kehormatan manusia, hak-haknya,
dan kemerdekaannya. Sehingga, tidak boleh disentuh,
baik dari dekat maupun dari jauh, karena suatu
kekeliruan atau kesamaran.
Alangkah jauhnya tatanan itu, alangkah tinggi
cakrawalanya, dan alangkah mengagumkannya jika
dibandingkan dengan system demokrasi dan kebebasan
Negara manapun dalam memelihara hak-hak manusia setelah
14 abad yang lalu.
321
Setelah itu, ditampilkanlah larangan ghibah dalam
ungkapan yang menakjubkan yang diciptakan Al-Qur’anul-
Karim,”Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain. Lalu, tergelarlah pemandangan yang mengusik diri
yang paling tebal sealipun dan mengusik perasaan yang
paling kuat sekalipun. Yaitu, pemandangan dimana
seorang saudara memakan daging saudaranya yang sudah
mati. Kemudian dengan cepatnya menyeruak bahwa mereka
tidak menyukai perbuatan yang menjijikan ini. Dan jika
demikian, berarti mereka membenci umpatan.
Kemudian rangkaian larangan berprasangka, mencari-
cari kesalahan, dan ghibah diakiri degan mengusik
perasaan ketakwaan mereka. Juga mengisyaratkan barang
siapa yang melakukan sebagian dari perbuatan ini,
hendaknya dia segera bertobat dan menjemput rahmat-Nya,
“Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerma
tobat lagi Maha Penyayang.”
322
Nash ini merambat kedalam kehidupan masyarakat
muslim. Lalu, mengikat kemuliaan manusia dan
menjadikannya sebagai etika yang merasuk kedalam jiwa
dan kalbu. Kemusian Rasulullah menegaskan hal ini
sejalan dengan uslub Al-Qur’an yang menakjubkan guna
menimbulkan kebencian dan rasa jijik terhadap wujud
ghibah yang tidak disukai itu melalui hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud. Disebutkan oleh Abu Dawud
bahwa al-Qa’nabi menceritakan dari Abdul Aziz bin
Muhammad, dar al-‘Ula’, dar ayahnya, dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah ditanya ,”Hai Rasulullah, apakan
ghibah itu?” Nabi saw. menjawab, “Kamu menceritakan
saudaramu mengenai apa yang tidak disukainya.”Beliau
ditanya,”Bagaimana menurut engkau jika yang dikemukakan
itu ada pada dirinya?”Nabi saw. menjawab,
“Jika yang kamu katakana itu ada pada dirinya, berarti kamumengumpatnya. Jika tidak ada pada dirinya, berarti kamu telah berdustatentang dia.” (HR Tirmidzi) 142
Abu Dawud mengatakan bahwa Musaddad dari
Yahya, dari Sufyan, Ali ibnul-Aqmar, dari Abu
Hudzaifah, dari Aisyah r.a bahwa ia berkata kepada Nabi
142 Ibid. hlm. 419-420
323
saw., “Cukuplah anu dan anu untuk meninggalkan
Shafiyah.” (Menurut Musaddad, maksudnya tubuh Shafiyah
yang pendek). Makam Nabi saw. bersabda, “Engkau telah
melontarkan sebuah pernyatan yang apabila dicampurkan
dengan air samudera, niscaya berbaur dengannya.” Aisyah
berkata, “aku mengisahkan seseorang kepada beliau.” Nai
bersabda, “Aku tida suka menceritakan seseorangpadahal
diriku anu dan anu.”
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanadnyadari Anas
bin Malik bahwa Rassulullah bersabda, “Takala
dimikrajkan, aku melihat suatu kaum yang berkuku
tembaga. Mereka mencakari wajah dan dadanya. Aku
bertanya, ‘Jibril, siaakah mereka itu?’ Jibril
menjawab, ‘Mereka adalah orang yang suka memakan daging
manusia dan menodai kehormatannya.’”
Takala Ma’iz mengakui perzinaannya dengan al-
Ghamidiyah, Rasulullah lalu merajam keduanya setelah
pengakuan itu guna membersihkan keduany. Nabi saw.
mendengar seseorang yang berkata kepada temannya,
“Apakah kamu tidak melihat orang yang telah ditutupi
Allah, lalu tidaak menyerahkan dirinya untuk dilempari
seperti kepada anjing?” Nabi saw. melanjutkan
324
perjalanannya hingga melihat bangkai keledai. Beliau
bersabda, “Di mana si Fulan dan si Fulan? Turunlah, dan
Rasulullah, semoga Allah mengampuni engkau. Apakah ini
boleh dimakan?” Nabi saw. bersabda,
“Apa yang kamu raih dari saudaramu barusan (maksudnya ghibah, lebihburuk daripada bangkai ini. Demi Zat yang menguasai Muhammad,sungguh dia (Ma’iz)sekarang telah menyelam di salah satu sungai surga.”(HR Ibnu Katsir)
Melalui penanganan yang kokoh inilah, Al-Qur’an
membersihkan dan meninggikan masyarakat muslim.
Sehingga, berbuah dengan kehiliman yang menjalar di
muka bumi dan contoh yang mewujud dalam realitas
sejarah. 143
Islam dan Iman serta Dampaknya dan Karunia yangTerkandung di Dalamnya
Setelah menyampaikan seruan-seruan yang berulang-
ulang kepada orang yang beriman ini; membawa mereka ke
cakrawala etika individual serta social yang tinggi dan
elok; menegakkan tradisi yang kuat seputar jaminan
kemuliaan, kebebasan, dan kehormatan; dan menjamin
semua ini dengan perasaan yang ditebarkan ke dalam jiwa
mereka melalui pengharapan kepada Allah dan ketakwaan
kepada-Nya, .. maka diserulah seluruh umat manusia
143 Ibid. hlm. 421
325
dengan segala ras dan warna kulitnya untuk dikembalikan
ke pangkal yang satu dan kepada timbangan yang satu.
Yaitu, timbangan yang digunakan untuk menilai kelompo
terpilih yang naik ke puncak yang tinggi,
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dariseorang laki-laki dan seorang wanita serta menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu salingmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamudi sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(al-Hujuraat: 13) 144
Hai manusia! Hai orang-orang yang berbeda ras dan
warna kulitnya, yang berbeda-beda suku dan kabilahnya,
sesungguhnya kalian berasal dari pokok yang satu. Maka,
janganlah berikhtilaf, janganlah bercerai-berai,
janganlah bermusuhan, dan janganlah centang-perenang.
Hai manusia, Zat yang menyerumu dengan seruan ini
adalah Zat Yang Telah menciptakan kamu dari jenis laki-
laki dan wanita. Dialah yang memperlihatkan kepadamu
tujuan dari menciptakanmu bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa. Tujuannya bukan untuk saling menjenggal dan
bermusuhan, tetapi supaya harmonis dan saling mengenal.
144 Ibid. hlm. 421
326
Adapun perbedaan bahasa dan warna kulit, perbedaan
watak dan akhlak, serta perbedaan bakat dan potensi
merupakan keragaman yang tidak perlu menimbulkan
pertentangan dan perselisihan. Namun, justru untuk
menimbulkan kerja sama supaya bangkit dan memikiul
segala tugas dan memenuhi segala kebutuhan.
Warna kulit, ras, bahasa, Negara, dan lainnya
tidak ada dalam pertimbangan Allah. Di sana hanya ada
satu timbangan untuk menguji seluruh nilai dan
mengetahui keutamaan manusia. Yaitu, “Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu.”Orang paling mulia yang hakiki
ialah yang mulia menurut pandangan Allah. Dialah yang
menimbangmu, berdasarkan pengetahuan dan berita dengan
aneka nilai dan timbangan. “Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dengan demikian, berguguranlah segala perbedaan,
gugurlah segala nilai. Lalu, dinaikanlah satu timbangan
dengan satu penilaian. Timbangan inilah yang digunaan
manusia untuk menetapkan hokum. Nilai inilah yang harus
dirujuk oleh umat manusia dalam menimbang.
327
Demikianlah seluruh sebab pertengkaran dan
permusuhan telah dilenyapkan di bumi dan seluruh nilai
dipertahankan manusia telah dihapuskan. Lalu, tampaklah
dengan jelas sarana utama bagi terciptanya kerja sama
dan keharmonisan. Yaitu, ketuhanan Allah bagi semua dan
terciptanya mereka dari asal tang satu.
Kemudian naiklah satu panji yang diperebutkan
semua orang agar dapat bernaung di bawahnya. Yaitu,
panji ketakwaan di bawah naungan Allah. Inilah panji
yang dikerek Islam untuk menyelamatkan umat manusia
dari fanatisme ras, fanatisme daerah, fanatisme daerah,
fanatisme kabilah, dan fanatisme rumah. Semua ini
merupakan kejahiliahan yang kemudian dikemas dalam
berbagai model dan dinamai dengan berbagai istilah.
Semuanya merupakan kejahiliahan yang tidak berkaitan
dengan Islam.
Islam memerangi fanatisme jahiliah ini serta
segala sosok dan bentuknya agar sistem Islam yang
manusiawi dan mengglobal ini tegak di bawah satu panji,
yaitu panji Allah. Bukan panji Negara, bukan panji
nasionalisme, bukan panji keluarga, dan bukan panji
328
ras. Semua itu merupakan panji palsu yang tida di kenal
Islam.
Rasulullah bersabda,“Kamu semua merupakan keturunan Adam dan Adam diciptakan daritanah. Hendaklah suatu kaum menahan diri dari membanggakan nenekmoyangnya, atau jadilah kalian makhluk yang lebih remeh bagi Allahdaripada ju’lan.” (HR Abu Bakar al-Bazzar)
Nabi saw. bersabda ihwal fanatisme jahiliah,“Tingalkanlah ia karena merupakan bangkai.” (HR Muslim)
Inilah prinsip yang menjadi pondasi masyarakat
Islam. Yaitu, masyarakat yang manusiawi dan mendunia,
yang senantiasa dibayangkan aktualisasinya dalam suatu
warna. Tetapi, kemudian ia memudar sebab tidak menempuh
satu-satunya jalan yang mengantarkan ke jalan lurus,
yaitu jalan menuju Allah. Juga karena masyarakat itu
tidak berdiri di bawah satu-satunya panji yang
mempersatukan, yaitu panji Allah. 145
Pada akhir surah disajikan penjelasan ihwal
hakikat keimanan dan nilainya dalam membantah orang-
orang badui yang berkata,”Kami beriman”, padahal mereka
tidak beriman tidak memahami hakikat keimanan. Juga
membantah orang-orang yang memberikan harapan kepada
Rasulullah bahwa mereka akan masuk Islam, padahal
145 Ibid. hlm. 421-422
329
mereka tidak akan memberikan harapan itu. Karena,
Allahlah yang menganugerahkan keimanan kepada hamba-
hamba-Nya.
“Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami tidakberiman.’katakanlah (kepada mereka),”Kamu belum beriman, tetapikatakanlah,’Kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk kedalamhatimu. Jika kamu tat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akanmengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu. Sesungguhnya Allah MahaPengampunlagi Maha Penyayang. ‘Sesungguhnya orang-orang yangberiman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad denganharta dan jiwa mereka pada jalan Allah, merela itulah orang-orang yangbenar. Katakanlah (kepada mereka), ‘Apakah kamu akanmemberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu),padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada dibumi serta Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?’ mereka telah merasamemberi nikmat kepadamu dengan keIslaman mereka. Katakanlah,‘Janganlah kamu merasa telah member nikmat kepadaku dengankeIslamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmatkepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalahorang-orang yang benar. ‘Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaibdi langit dan di bumi. Dan, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,”(al-Hujuraat: 14-18) 146
Ayat itu diturunkan berkenaan dengan orang Badui
dari bani Asad. Pada awal mereka masuk Islam, mereka
berkata,”Kami beriman.”Mereka juga memberikan harapan
kepada Rasulullah. Mereka berkata, “Kami telah masuk
Islam”. Orang-orang Badui memerangimu, padahal kami
tidak memerangimu.”
146 Ibid. hlm. 422-423
330
Allah hendak member tahu mereka akan hakikat
perkara yang ada dalam dirinya saat mereka melontarkan
penyataan itu. Allah menjelaskan bahwa mereka masuk
Islam karena kalah, dan Islamnya itu belum sampai ke
kalbunya hingga mencapai martabat keimanan. Hal ini
menunjukan bahwa hakikat keimanan belum lagi mengendap
dalam hati mereka dan belum terserap oleh nyawa mereka,
“…Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah,
‘Kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.’ ….”
Meskipun begitu, karunia Allah menghendaki untuk
membalas setiap amal saleh yang mereka lakukan tanpa
dikurangi sedikit pun. Inilah Islam yang nyata, yang
menyatu dengan kalbu, lalu mengendap menjadi keimanan
yang kuat dan menentramkan. Cukup Islam inilah untuk
menilai amal saleh mereka. Sehingga, tidak disia-siakan
seperti disia-siakannya amal kaum kafir dan pahalanya
yang ada di sisi Allah tidak dikurangi sedikit pun
selama mereka berada dalam ketaatan dan kepasrahan,
“…Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu….”
Hal itu karena Allah lebih dekat dengan ampunan
dan rahmat. Maka, diterimalah hamba mulai dari langkah
331
pertama, diridhai pula ketaatan dan kepasrahan, hingga
kalbunya merasakan keimanan dan ketentraman,
“…Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Lagi MahaPenyayang….”(al-Hujurat: 14).
Kemudian Allah menjelaskan hakikat keimanan kepada
mereka.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yangberiman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian kepada ragu-ragu danmereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, merekaitulah orang-orang yang benar.” (al-Hujuraat: 15). 147
Iman berarti membenarkan kalbu terhadap Allah dan
Rasul-Nya; membenarkan yang tidak bercampur dengan
keraguan dan kebimbangan; membenarkan yang
menentramkan, kokoh, sempurna, dan tidak menimbulkan
kegelisahan; membenarkan yang dapat mendorong seeorang
berjihad dengan harta dan nyawanya di jalan Allah. Jika
kalbu telah merasakan lezatnya keimanan dan
kegandrungan kepadanya serta telah mengakar, niscaya
akan mendorong untuk mewujudkan kebenaran itu di luar
kalbu. Yakni, dalam aneka praktik persoalan dan dalam
realitas kehidupan.
147 Ibid. hlm. 423
332
Seseorang takkan sanggup menahan pemisahan antara
gambaran keimanan yang ada dalam perasaannya dan
gambaran realitas yang ada disekitarnya. Sebab,
pemisahan ini akan menyakitinya dan menohoknya setiap
saat. Karena itu, dia pun bergerak untuk berjihad dei
jalan Allah dengan harta dan nyawa. Itulah gerakan
murni yang bersumber dari hati seorang mukmin. Gerakan
ini dimaksudkan untuk merealisasikan sosok cemerlang
yang ada dalam kalbunya agar tampak terejawantah dalam
realitas kehidupan dan di kalangan manusia.
Permusuhan antara kaum mukminin dengan kehidupan
jahiliah yang ada di sekitarnya merupakan permusuhan
yang esensial yang tumbuh dari ketidakmampuan
menciptakan kehidupan yang menyatukan sosok keimanan
dan realitas kehidupan nyata. Juga disebabkan
ketidakmampuan seseorang untuk menjabarkan sosok
keimanan yang sempurna, elok, dan lurus ke dalam
dunianya yang nyata, praktis, berkekurangan, tercela,
dan menyimpang. Karena itu, dia mesti melakukan perang
antara dirinya dan jahiliah yang ada di sekitarnya
333
sehingga kejahiliahan ini menyukai sosok keimanan dan
kehidupan imani.
“mereka itulah orang-orang yang benar.” Orang-orang yang
benar akidahnya. Orang-orang yang benar takala mereka
berkata, “sesungguhnya mereka itulah orang yang
beriman.” Jika perasaan-perasaan tersebut belum
tertanam dalam kalbu dan damaknya belum terwujud dalam
realitas kehidupan, berarti keimanan itu belum ada.
Maka, kebenaran akidah dan pengakuan atasnya belum lagi
tercipta.
Kita berhenti sejenak di depan penjagan yangmelintang pada ayat.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orangyang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian mereka tidakragu-ragu….”(al-hujuraat: 15) 148
Ia bukan sekedar ungkapan. Namun, merupakan
sentuhan terhadap pengalaman perasaan yang nyata dan
penanganan terhadap kondisi yang ada pada dirinya,
bahkan setelah diri itu beriman, “Kemudian mereka tidak
ragu-ragu.”
Penjagaan ini mirip dengan penjagaan pada firman
Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata,’Rabb kami adalah
148 Ibid. hlm. 423-424
334
Allah…’, kemudian mereka beristiqamah.” ‘tidak adanya keraguan
dan keteguhan dalam memegang pernyataan, “Rabb kami
adalah Allah”, mengisyaratkan sesuatu yang kadang-kadang
menggoyahkan jiwa seorang mukmin yang berada di bawah
pengaruh pengalaman yang keras dan ujian yang sulit,
yaitu keagamaan dan kekacauan. Juga diisyaratkan bahwa
dalam kehidupan ini orang mukmin dihantam dengan
berbagai kesulitan yang dapat menggoyahkan dalam
peristiwa yang menggundahkan. Adapun jiwa yang kokoh,
percaya dengan penuh tanpa ragu-ragu, dan senantiasa
berjalan lurus yang mengantarkan ke tujuan, maka itulah
jiwa yang berhak meraih derajat di sisi Allah.
Pengungkapan semacam ini mengingatkan kalbu yang
beriman akan licin dan bahayanya perjalanan supaya
kalbu itu membulatkan tekadnya, penuh perhitungan, dan
konsisten. Juga agar tidak gampang tatkala ditunjukan
oleh ufuk, dibuat gelap oleh atmosfer, dan diguncang
dengan angin dan badai.
Kemudian disajikan pemberitahuan kepada orang
Badui bahwa Allah lebih mengetahui kalbu mereka dan
isinya. Allahlah yang memberitahukan sesuatu kedalam
335
kalbu mereka, bukanlah Dia yang menerima pemberitahuan
dari mereka,
“Katakanlah (kepada mereka),’Apakah kamu akan memberitahukankepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allahmengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi serta AllahMaha Mengetahui segala sesuatu.’’’(al-Hujuraat: 16). 149
Manusia suka mengaku tahu. Padahal, dia tidak
mengetahui dirinya, tidak mengetahui aneka perasaannya,
tidak memahami hakikat dirinya, dan tidak mengetahui
hakikat perasaannya. Akal sendiri tidak mengetahui
bagaimana ia bekerja sebab dia tidak memiliki kemampuan
untuk memantau dirinya saat akal bekerja. Tatkala
memantau dirinya, dia menghentikan pekerjaannya yang
alamiah, sehingga di sana tiada lagi sesuatu yang
dipantaunya. Tatkala dia melakukan pemantauan pada saat
yang sama.
Karena itu, akal takkan mampu mengetahui
karakteristik dirinya dan cara kerja dirinya. Akal
hanyalah instrument yang digunakan manusia untuk meraih
sesuatu. Namun, “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gain di
langit dan di bumi.” Allah mengetahui substansinya. Allah
149 Ibid. hlm. 424
336
tidak hanya mengetahui lahiriyah dan jejaknya semata.
Tetapi, mengetahui hakikat dan substansinya secara
menyeluruh dan komprehensif serta tidak terbatas dan
tidak temporer. “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Dia
mengetahui keseluruhan dari semua itu secara
komprehensif dan integral.
Setelah menerangkan hakikat keimanan yang belum
diraih dan dicapai oleh kaum Badui, Allah mengerahkan
sapaan kepada Rasulullah ihwal nikmat masuk Islam yang
diberikan mereka kepadanya. Nikmat itu sendiri
menunjukan bahwa hakikat keimanan belum mengendap dalam
kalbu mereka. Juga menunjukan bahwa lezatnya keimanan
belum dirasakan oleh ruh mereka.
“mereka merasa telah member nikmat kepadamu dengan keIslamanmereka. Katakanlah, ‘Janganlah kamu merasa telah member nikmatkepadaku dengan keIslamanmu, sebenarnya Allah Dialah yangmelimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepadakeimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.’’’(al-Hujuraat:17). 150
Mereka telah memberikan nikmat kepada Nabi saw.
dengan masuknya mereka ke dalam Islamdan mereka
menduganya sebagai keimanan. Lalu, datanglah bantahan
150 Ibid. hlm. 424
337
bahwa tidak boleh memberikan nikmat dengan Islam. Juga
datang bantahan bahwa nikmat itu milik Allah yang
dianugrahkan kepada mereka, jika pengakuan mereka akan
keimanan itu tulus.
Kita berhenti dulu di depan bantahan yang
mengandung kebenaran yang besar ini, yang dilupakan
oleh banyak orang, bahkan dilupakan oleh sebagian
mukmin. Yaitu, bahwa keimanan merupakan anugerah
terbesar yang diberikan Allah kepada salah seorang
hamba-Nya di bumi. Nikmat keimanan lebih besar daripada
nikmat kebenaran diri yang dianugerahkan pertama kali
kepada hamba. Juga lebih besar daripada nikmat rezeki,
kesehatan, kehidupan, dan harta benda yang terkait
dengan keberadaan diri.
Keimanan merupakan karunia yang membuat wujud
manusia itu memiliki hakikat yang istimewa dan yang
memberinya peran utama yang besar pada tatanan alam
semesta ini.
Hal yang pertama kali dilakukan oleh keimanan di
alam manusia ini, tatkala hakikatnya mengendap dalam
kalbu, ialah kelapangan alam nyata ini yang dilukiskan
338
kepada si pemilik kalbu karena keterkaitan dia dengan
alam ini dan karena perannya di alam ini. Keimanan akan
memberikan gambaran yang sahih tentang aneka nilai,
perkara, manusia, dan peristiwa yang ada di sekitarnya.
Keimanan akan memberikannya ketentraman tatkala
pemiliknya melakukan pelancongan di planet bumi ini
hingga dia bersua dengan Allah. Keimanan membuatnya
lupa akan segala yang ada disekitarnya; membuatnya
gandrung akan Allah Yang telah menciptakan dirinya dan
Yang menciptakan wujud ini; serta membuat dirinya
merasa bernilai dan mulia. Juga memberinya rasa mampu
untuk menjalankan peran di bawah naungan keridhaan
Allah, dan kemampuan untuk mewujudkana kebaikan di alam
nyata ini dengan segala potensi yang tersedia dan
manusia yang ada di alam ini.
Melalui gambaran yang lapang ini, seseorang dapat
keluar dari wilayah dirinya yang terkungkungoleh waktu
dan tempat, alam mikro, dan keterbatasan daya menuju
seluruh lautan wujud dengan segala potensinya yang
terpendam dan aneka rahasianya yang tersimpan. Dia
339
keluar tanpa terhambat oleh batas dan ikatan apa pun
sepanjang mata memandang.
Jika dikaitkan dengan jenisnya, manusia meruakan
bagian dari kemanusiaannya yang berasal dari satu
pangkal. Pangkal ini meraih kemanusiaannya untuk
pertama kali dari ruh Allah. Yaitu, melalui tiupan
adiluhung yang mempertautkan alam tanah ini dengan nur
Ilahiah. Maksudnya, cahaya yang bebas merambat, yang
tidak terhambat oleh langit dan bumi. Rambatan cahaya
ini tidak bermula dan tidak berujung serta tidak
terbatas oleh tempat dan waktu.
Unsur yang bebas inilah yang menjadikan makhluk
manusia ini sebagai insan. Jika cahaya ini mengendap
dalam kalbu insan, dia pun memandang dirinya mulia,
merasa terhormat, dan merasa keelokan dan kebebasan.
Kedua kakinya tetap melangkah di bumi, tetapi kalbunya
mengepakkan sayap cahaya menuju sumber cahaya utama
yang telah menganugerahkan jenis kehidupan ini
kepadanya.
Jika dikaitkan dengan kelompoknya, manusia
merupakan bagian dari umat mukmin, umat yang satu, umat
340
yang merentang sepanjang zaman, yang berjalan bersama
rombongan yang mulia dibawah piminan Nuh, Ibrahim,
Musa, Isa, Muhammad, dan para nabi lainnya. Semoga
rahmat Allah dilimpahkan atas mereka. Jika gambaran ini
mengendap dalam kalbu manusia, dia merasa bahwa dirinya
merupakan cabang dari pohon yang baik, rimbun,
menjulang, akarnya menghunjam, dahannya rindang, dan
menyentuh langit karena usianya yang panjang.
Jika gambaran ini mengendap dalam kalbunya,
niscaya orang itu mengecap kehidupan ini bercitarasa
lain. Kehidupan ini dirasakannya dengan cita rasa yang
baru. Dia merasakan kehidupan yang berlipatganda yang
diraihnya dari ikatan keturunannya.
Kemudian gambarannya semakin meluas dan melebar.
Sehingga, manusia itu melampaui dirinya sendiri,
umatnya, dan jenisnya yang lain. Manusia itu melihat
seluruh wujud ini sebagai wujud yang bersumber dari
Allah, yang berasal dari Dia, dari tiupan ruh-Nya, lalu
menjadi manusia. Keimanannya memberitahukan bahwa
seluruh wujud ini ada dan hidup serta tersusun dari
341
wujud-wujud yang hidup pula; setiap perkara mengandung
ruh; dan seluruh alam semesta ini merupakan ruh.
Ruh segala perkara dan ruh alam yang besar ini
menuju kepada Penciptanya Yang Agung, demikian pula ruh
dirinya melalui doa dan tsbih yang bertaut dengan
pujian dan ketaatan. Lalu, berakhir dalam pengakuan dan
kepasrahan.
Tiba-tiba dia berada di ala mini sebagai bagian
dari keseluruhannya yang tak dapat dipisahkan, yang
bersumber dari Penciptanya, yang menuju kepada-Nya
dengan ruhnya, dan yang menjadi pelabuhan terakhir.
Tiba-tiba dia menjadi lebih besar daripada dirinya yang
terbatas dan lebih besar daripada gambarnya sendiri
tentang wujud raksasa yang mengharukan ini. Tiba-tiba
dia menjadi familiar dengan ruh segala benda yang ada
di sekitarnya.
Setelah itu semua, dia menjadi familiar dengan ruh
Allah yang memeliharanya. Pada saat itulah dia merasa
mampu untuk berkomunikasi dengan seluruh wujud ini;
merambah ke bidang panjang dan lebarnya alam; membuat
banyak hal dan menciptakan aneka peristiwa yang besar;
342
dan mempengaruhi segala sesuatu dari menerima pengaruh
dirinya. Juga mampu untuk mengambil secara langsung
dari kekuatan besar yang telah membebaskannya serta
yang telah membebaskan segala daya dan potensi dari
seluruh perkara yang ada di alam ini. Yaitu, daya
raksasa yang tidak berkurang, melemah, dan sirna.
Dari gambaran yang luas dan lapang ini, diambilah
timangan-timbangan yang baru lagi benar untuk menimbang
segala perkara, aneka peristiwa, individu, nilai,
kepentingan dan tujuan. Dia melihat perannya yang
hakiki di alam nyata ini dan tugasnya yang hakiki dalam
kehidupan ini sebagai salah satu bagian dari takdir
Allah di alam semesta. Allah mengarahkannya agar dia
menjadi sarana bagi terwujudnya kebenaran-Nya di ala
mini. Lalu, dia meneruskan perjalanannya di palanet
bumi ini dengan langkah yang kokoh, mata terbuka, dan
kalbu yang antusias.
Melalui pengetahuan akan hakikat wujud yang ada
disekitarnya, hakikat peran yang diembannya, dan
hakikat daya yang disiapkan untuknya agar dapat
melaksanakan peran ini, dia meraih ketenanga,
343
ketentraman, dan kenyamanan terhadap apa yang terjadi
dan berlangsung disekitarnya. Dia mengetahui darimana
ia datang? Mengapa dia datang? Keman dia pergi? Apa
yang dia temukan disana?
Tiba-tiba dia mengetahui bahwa dia berada disana
untuk suatu urusan. Juga mengetahui bahwa segala
sesuatu yang terjadi memiliki takdir guna menuntaskan
urusan itu. Dia mengetahui bahwa dunia itu merupakan
lading akhirat. Dia akan mendapat balasan atas
erbuatannya, baik kecil maupun besar. Dia tidak
diciptakan untuk main-main, tidak dibiarkannya
terlunta-lunta, dan tidak melintas sendirian.
Karena adanya engetahuan ini, memudarlah rasa
gamang, ragu-ragu dan bingung yang muncul dari ketidak
tahuan akan permulaan dan akhir kejadian, dari ketidak
jelasan dalam melihat jalan , dan dari ketidak
percayaan akan hikmah yang tersembunyi di balik
kedatangan dan kepergian dirinya serta di balik
penelusurannya dijalan itu. Memudarlah aneka perasaan
seperti perasaan Umar Khayyam berikut ini.
344
“Kukenakan busana usia yang tak kuperintahkan,
dalam busana itu, aku etrombang ambing dalam aneka
pikiran. Busanaku kelak ‘kan using dan terlepas Aku
tidak tahu, mengapa aku datang dan kemana aku pulang.”
Orang beriman mengetahui bahwa dia mengenakan
pakaian usia dengan takdir Allah yang mengatur seluruh
wujud melalui pengaturan yang Mahabijaksana lagi Maha
Mengetahui. Dia (orang beriman tadi) mengetahui bahwa
tangan yang memakaikan pakaian kepadanya lebih
bijaksana dari pada dia dan lebih menyayanginya
sehingga tidak perlu meminta pendapatnya. Sebab, tangan
tidak dimaksudkan untuk emmberikan pendapat sebagaimana
yang diberikan oleh pemilik tangan, yaitu yang Maha
Mengetahui dan Maha Melihat.
Allah mengenakan pakaian kepadanya untuk
melaksanakan peran tertentu di alam semesta ini.
Sehingga, dia menerima pengaruh dari segala hal yang
ada di dalamnya dan memberinya pengaruh kepada
semuanya. Peran ini sejalan dengan seluruh peran yang
dilaksanakan oleh setiap perkara dan makhluk hidup
sejak awal hingga dikembalikan.
345
Dengan demikian, orang beriman mengetahui mengapa
dia datang sebagaimana dia mengetahui dimana dia
menetap. Dia tidak merasa bimbang diantara berbagai
gagasan. Tetapi, dia melangkah dengan pasti dan
melaksanakan perannya dengan tenang, penuh kepercayaan,
dan penuh keyakinan. Kadang-kadang pengetahuan
keimanannya itu meningkat. Sehingga, dia dapat menempuh
jarak dan melaksanakan peran dengan ceria, bebas, dan
penuh dengan suka cita disertai perasan indahnya
anugerah dan agungnya karunia. Yaitu, anugerah usia
atau pakaian yang diberikan kepadanya dari tangan yang
Maha Pemurah, Maha Pemberi Karunia, Mahaindah,
Mahalembut, Maha Menyayangi, dan Maha Mengasihi.
Anugerah peran yang dimainkan nya, betapapun sulitnya
peran itu sehingga dengan peran itu dia sampai kepada
Rabbnya dalam kerinduan cinta.
Memudarlah aneka rasa yang pernah dialaminya di
masa ketercampakan dan kegalauan sebelum Allah
memberinya kehidupan dibawah anugerah Al-Qur’an dan
sebelumAllah menuntunya kenaungan-Nya yang mulia.
Perasaan itulah yang telah merengaut jiwaku yang penat
346
dalam mengahadapi seluruh smesta ini, lalu aku
ungkapkan dengan,
“Semesta terpadu bingung, ke mana dia hendakberlalu?
Kalaulah mamu, bagaimana dan mengapa dia berlalu?Dia adalah permainan yang terlantar dan upaya sis-
siaTempat kembali yang memuaskan tidak lah disukai.”Kini aku tahu, segala puji dan karunia hanya
kepunyaan Allah bahwa di sana tidak ada upaya yang sia-
sia. Seluruh upaya pasti terbalas. Disana tidak ada
kepenatan yang disepelekan, sebab setiap kepenatan
membuahkan hasil. Tempat kembali itu laksana penyakit,
sedang si sakit berada di tangan yang Maha Adil lagi
Maha Penyayang.
Kini aku merasa bahwa alam semesta tida terhenti
dalam satu nestapa untuk selamanya. Nyawa semesta
beriman kepada Rabbnya, menuju kepadaNya, dan bertasbih
memuji-Nya. Alam semesta berlalu selaras dengan prinsip
yang dipilihkan Allah untuknya dalam ketaatan,
keridhaan, dan kepasrahan.
Inilah upaya raksasa di dunia rasa dan di dunia
perenungan. Ia pun merupakan upaya raksasa di alam raga
dan saraf yang melebihi upaya raksasa manapun dalam
347
keindahan kerja, aktivitas, penerimaan pengaruh, dan
pemberian pengaruh.
Jadi, keimanan merupakan daya pendorong dan
kekuatan penyatu. Begitu hakikat keimanan mengendap
dalam kalbu, ia un bergerak untuk berkarya dan
merealisasikan esensinya dalam realita agar tercipta
keserasian antara sosok keimanan yang tersembunyi
dengan sosok keimanan yang nyata. Hakikat keimanan itu
pun menatap sumber-sumber gerakan diseluruh alam
manusia dan mendorongnya agar berjalan.
Itulah rahasia kekuatan akidah di dalam diri dan
rahasia kekuatan diri dengan adanya akidah. Rahsia yang
luar biasa itulah yang telah dilakukan akidah dibumi
ini dan yang senantiasa dilakukannya setiap hari.
Yaitu, keluar biasaan yang mengubah wajah kehidupan
dari hari ke hari dan mendorong individu serta
mendorong jamaah untuk mengorbankan usianya yang fana
lagi terbatas itu dalam lapangan kehidupan yang besar
dan tidak fana. Rahsia yang luar biasa itu menempatkan
individu yang minoritas dan sedikit di depan kekuatan
penguasa, kekuatan harta, dan kekuatan besi dan api.
348
Tiba-tiba keluruh kekuatan tersebut kalah dalam
menghadapi akidah yang meletup dalam spirit individu
yang beriman. Buanlah individu yang fana lagi terbatas
itu yang mengalahkan seluruh kekuatan tersebut. Namun,
kekuatan yang besar dan mencengangkan, yang diambil
oleh run itu sebagai sumber yang memancar, yang tidak
pernah kering, yang tidak pernah berkurang, dan yang
tidak pernah melemah … itulah yang mengalahkan individu
yang fana tersebut.
Daya luar biasa yang dibawa oleh akidah agama
dalam kehidupan individu dan kehidupan kelompok itu
tidakah tegak di atas khurafah yang rumit dan tidak
bertopang pada ketakutan dan pikiran. Namun, ia
bertopang pada sarana yang nyata dan pondasi yang
kokoh. Aidah agama merupakan gagasan universal yang
mengikatkan manusia dengan kekuatan alam semesta, baik
yang nyata maupun yang tersembunyi. Gagasan yang
universal yang mengokohkan ruh nya dengan kepercayaan
dan ketenangan. Juga yang menganugerahinya kemampuan
untuk menghadapi kekuatan palsu dan situasi yang batil
349
dengan kuatnya keyakinan untuk menang dan kuatnya
kepercayaan kepada Allah.
Akidah itulah yang menujelaskan kepada individu
yang ihhwal hubungannya dengan manusia, peristiwa, dan
perkara yang ada disekitarnya. Juga menjelaskan tujuan,
arah, dan jalan manusia; menghimpun kekuatannya dan
seluruh kekuatan yang lainnya; dan mendorong kekuatan
itu hingga terarah. Dari sana pun muncul kekuatan
akidah yang lain. Yaitu, kekuatan yang menghimpun
segala daya dan upaya yang memiliki satu pusat dan
mengarahkannya kearah yang satu. Kemudian kekuatan itu
membawanya kesasaran yang jelas dengan penuh kekuatan,
kepercayaan, dan keyakinan.
Kekuatan akidah it uterus bertambah. Emudian
bergerak dengan langkah mantap dan juga dimiliki oleh
seluruh alam semesta, baik yang zahir maupun yang
samar. Seluruh kekuatan yang tersimpan diseluruh bagian
alam ini bergerak dengan keimanan. Lalu, diperjalanan
bertemu dengan kekuatan akidah seorang mukmin. Maka dia
bergabung dengan rombongan alam yang menabjubkan agar
kebenaran dapat mengalahkan kebatilan, meskipun
kebatilan itu memiliki kekuatan nyata dengan mata yang
berkilat.
350
Mahabenar Allah yang berfirman, “Mereka merasa telahmember nikmat kepadamu dengan keIslaman mereka. Katakanlah,‘Janganlah kamu merasa telah member nikmat kepadaku dengankeIslamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmatkepadamu dengan menunjiki kamu kepada keimanan jika kamu adalahorang-orang yang benar.” 151
Itu karunia terbesar yang tida dapat dimiliki dan
diberikan kecuali oleh Allah Yang Maha Pemurah kepada
orang yang diketahuai-Nya bahwa dia memang berhak
menerima anugerah yang besar ini.
Maha Benar Allah yang Mahaagung. Apa yang dialami
oleh orang yang telah menemukan keakraban dengan aneka
hakikat, pemahaman, makna, dan perasaan tersebut, lalu
dia hidup dengan dan bersama semua itu serta menempuh
perjalanan di planet ini di bawah anugerah dan petunjuk
hakikat tersebut? Bagaimana dengan orang yang
kehilangan hakikat, walaupun dia bergelimang dalam
limpahan nikmat, sedang dia bersenang-senang dan
bersantap seperti halnya binatang? Sebenarnya binatang
itu lebih lurus. Sebab, denga fitrahnya, ia mengetahui
keimanan dan beroleh petunjuk menuju penciptanya yang
Maha Pemurah.
151 Ibid. hlm. 424-427
351
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan dibumi. Dan, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-Hujurat :18) 152
Zat yang mengetahui apa yang gaib di langit dan di
bumi, beartti Dia mengetahui apa yang Ghaib di dalam
diri, yang etrsimpan dalam hati, dan mengetahui hakikat
perasaan. Dia melihat apa yang diketahui manusia.
Pengetahuan-Nya tentang mereka tidak bersumber dari
kata-kata yang dilontarkan lidah mereka. Tetapi, dari
perasaan yang bergejolak dalam kalbu mereka dan dari
aktivitas yang membuktikan apa yang bergejolak dalam
kalbu tersebut.
Waba’du. Inilah surah yang agung. Setiap ayat yang
berjumlah 18 ini nyaris melukiskan tanda-tanda ilmuan
yang mulai bersih tinggi, dan sehat secara mandiri. Di
samping itu, masing-masing ayat pun menyingkapkan aneka
hakikat yang besar dan mengokohkan pangkalnya di lubuk