UJI FIKSASI KOMPLEMEN Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis. Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua, secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang diperiksa. Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal. Oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UJI FIKSASI KOMPLEMEN
Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam
serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut, dan bahwa
komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan
eritrosit tersebut melisis.
Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk
penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2
tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks
antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada)
menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak
dikonsumsi pada reaksi tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi
tahap kedua, secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang
diperiksa.
Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji ini
harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal.
Oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu
dilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang
dipakai pada sistem uji ini.
Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang masih dapat
melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada komplemen. Titer hemolisin
ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.
Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagai
reaktan, disamping titrasi hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji
terhadap ada tidaknya faktor penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi
komplemen (antikomplemen atau prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi
komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada pemeriksaan sampel
selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun negatif. Suatu hasil pemeriksaan,
baru bisa dipercaya apabila semua reaktan pada sistem ini terkontrol dengan baik.
Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser dan Bruck untuk
menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi kemudian prinsip pengujian
yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik berbagai penyakit lain, diantaranya
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh parasit, seperti Trypanosoma, Schistosoma, serta
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus,
Rubella dan lain-lain.
Uji Fiksasi Komplemen untuk penetapan antibodi terhadap virus
Peralatan dan bahan yang diperlukan (cara mikro)
1. Peralatan yang dipakai sama seperti untuk teknik mikrohemaglutinasi
2. Kit reagens (Behring) terdiri atas antigen virus, komplemen, eritrosit domba, hemolisin
dan larutan penyangga.
Cara kerja :
I. Uji Pendahuluan
1. Titrasi hemolisin
a. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama dan seterusnya larutan
penyangga dengan volume seperti pada gambar.
b. Masukkan 1,0 ml hemolisin yang telah diencerkan 1:100 kedalam tabung pertama, lalu
campur kemudian pindahkan 1 ml kedalam tabung berikutnya, demikian seterusnya hingga
tabung terakhir.
c. Sediakan 12 tabung, kemudian kedalam 9 tabung pertama dimasukkan masing-masing 0,2
ml larutan hemolisin dari tabung-tabung permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk kontrol
erithrosit.
d. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang sudah diencerkan 1:30, 0,2 ml
suspensi eritrosit 2% dan 0,5 ml larutan penyangga.
e. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,8 ml larutan
penyangga.
f. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu 37OC selama 30 menit.
g. Perhatikan adanya hemolisis dan tentukan tabung dengan pengenceran hemolisis
tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap. Pengenceran ini disebut 1 unit dan untuk
pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.
h. Pembuatan sistem hemolitik
Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang titernya 2 unit. Biarkan dalam suhu
kamar selama minimal 10 menit sebelum dipakai.
2. Titrasi Komplemen
a. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya masing-masing 8 buah. Kedalam tabung-tabung
baris I masukkan larutan penyangga, komplemen dan larutan antigen, lalu campur
b. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya sebagai pengganti antigen,
kedalam tabung baris II dimasukkan antigen kontrol dan kedalam tabung baris ke III
dimasukkan larutan penyangga.
c. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37OC selama 30 menit.
d. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2 ml. Campur dan
inkubasikan lagi pada suhu 37OC selama 30 menit.
e. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran komplemen tertinggi yang
menyebabkan hemolisis lengkap. Apabila hemolisis lengkap pada ketiga baris tabung terjadi
pada pengenceran komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada sistem ini baik.
f. Pengenceran tertinggi komplemen yang dapat menyebabkan hemolisis lengkap disebut 1
unit dan dipakai 2 unit untuk pengujian.
II. Pemeriksaan sampel
Pada setiap pemeriksaan selalu harus diikutsertakan kontrol antigen, kontrol sistem
hemolitik, kontrol eritrosit dan kontrol komplemen.
Serum penderita terlebih dahulu diinaktifkan dalam penangas air dengan suhu 56OC untuk
menghilangkan komplemen yang ada dalam serum, sehingga satu-satunya sumber
komplemen hanya yang dibubuhkan pada pengujian dan diketahui titernya.
1. Sampel
Pakai satu baris sumur untuk sampel pertama (sampel akut) dan satu baris lain untuk sampel
kedua (konvalesen).
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan sumur 4-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul.
b. Masukkan ke dalam sumur 1-4 sampel yang terlebih dahulu telah diencerkan 1:5 sebanyak
25 ul.
c. Buat pengenceran serum mulai sumur 4 sampai 12 dengan mikrodiluter.
d. Masukkan kedalam sumur 2, sebanyak 25 ul antigen kontrol dan ke dalam sumur 3-12
sebanyak 25 ul antigen virus (2 unit).
e. Campur, kemudian masukkan kedalam sumur 1-2 komplemen 2 unit sebanyak 25 ul, lalu
campur lagi.
2. Kontrol antigen
Pakailah satu baris sumur.
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan 4-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul.
b. Masukkan kedalam sumur 1-4 serum kontrol positif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak
25 ul, dan ke dalam sumur 11-12 serum kontrol negatif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak
25 ul.
c. Buat pengenceran serum mulai sumur 10 dengan mikrodiluter.
d. Ke dalam sumur 2-12 dimasukkan 25 ul antigen virus (2 unit) kemudian campur.
e. Masukkan ke dalam sumur 1-12 komplemen (2 unit) sebanyak 25 ul, kemudian campur
(kocok dengan alat pengocok).
3. Kontrol sistem hemolitik
Pakailah baris terakhir untuk kontrol sistem hemolitik, eritrosit dan komplemen dengan
prosedur seperti yang diuraikan dibawah ini :
Masukkan ke dalam sumur 1 dan 2 larutan penyangga sebanyak 50 ul dan komplemen
sebanyak 25 ul.
4. Kontrol eritrosit
Masukkan ke dalam sumur 3 dan 4 larutan penyangga sebanyak 75 ul dan sistem hemolitik
sebanyak 50 ul.
5. Kontrol komplemen
a. Masukkan ke dalam sumur 5-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 5-8
antigen virus sebanyak 25 ul dan kedalam sumur 9-12 antigen kontrol sebanyak 25 ul.
b. Buat pengenceran komplemen dalam tabung terpisah sehingga memperoleh larutan
komplemen 2 unit, 1,5 unit, 1,0 unit dan 0,5 unit.
c. Masukkan ke dalam sumur 5 dan 9 komplemen 2 unit sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 6
dan 10 komplemen 1,5 unit sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 7 dan 11 komplemen 1,0 unit
sebanyak 25 ul dan ke dalam sumur 8 dan 12 komplemen 0,5 unit sebanyak 25 ul.
d. Campurlah reaktan dalam setiap sumur.
6. Plate ditutup dengan plate lain kemudian diinkubasikan pada suhu 4-6OC selama 18 jam
dalam kotak yang lembab (diberi kain basah).
7. Keesokkan harinya, biarkan plate dalam suhu kamar selama 15 menit, kemudian
masukkan ssitem hemolitik ke dalam semua sumur.
8. Kocok, lalu inkubasikan pada suhu 37OC selama 15-30 menit.
9. Reaksi dianggap selesai bila telah timbul hemolisis lengkap dalam sumur yang berisi
komplemen 2 dan 1,5 unit, hemolisis tak lengkap dalam sumur berisi komplemen 1 unit dan
tidak ada hemolisis dalam sumur berisi komplemen 0,5 unit.
10. Perhatikan hemolisis yang terjadi pada sumur-sumur berisi sampel dan nyatakan
pengenceran tertinggi sampel yang tidak menyebabkan hemolisis.
Penafsiran
1. Adanya reaksi positif (tidak ada hemolisis) berarti dalam serum terdapat antibodi
terhadap virus bersangkutan.
2. Titer antibodi dalam serum tunggal belum memastikan apakah ada infeksi atau pernah
divaksinasi.
3. Untuk mengetahui adanya infeksi diperlukan pemeriksaan serum ganda, yaitu 2 sampel
yang diperoleh pada masa akut dan masa konvalesen dengan jarak waktu 2 minggu. Suatu
kenaikan titer sebanyak 4 kali merupakan indikasi adanya infeksi.
4. Reaksi positif pada kontrol antigen berarti dalam serum antibodi terhadap zat-zat
nonspesifik yang menyertai antigen. Untuk memastikan, titrasi terhadap serum diulang
dengan menggunakan kedua jenis antigen secara paralel. Adanya antibodi spesifik dapat
dipastikan bila titernya terhadap antigen virus 4 kali titer terhadap antigen kontrol.
5. Serum kontrol yang diperoleh dari binatang, kadang-kadang mengandung antibodi
terhadap antigen kontrol hingga dapat menimbulkan hemolisis.
alice athecnthe
Selasa, 13 Desember 2011
UJI SEROLOGIS KHUSUS ELISA
ELISA ( Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-
enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium
imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang
relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA
diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk
menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan
menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang
menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-
competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive
assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik
kedua ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik
"Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi:
Well dilapisi atau ditempeli antigen.
Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti
peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel
sebelumnya.
Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.
Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader
hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata
kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil
positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan
hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya.
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang
besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang
satu dengan antigen lain. Hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini
dilakukan pada window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu
virus baru dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan
tidak dapat terdeteksi
1. Pengujian Secara Serologi (ELISA)
1.1 Secara langsung (baku) (Double Antibody Sandwich) (DAS ELISA)
Dalam uji ini digunakan konjugat gamma globulin murni dari antibody virus yang telah
dilabel dengan enzim. Konjugat ini hanya dapat digunakan untuk virus tertentu
saja.
Cara kerja
Gamma globulin (pengenceran yang telah disiapkan) dimasukkan ke dalam sumur-sumur
cawan elisa, masing-masing sebanyak 100-200 ul.
Selanjutnya diinkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC, lalu buang larutannya dan
cawan ELISA dibilas dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing 3 menit.
Contoh antigen (dilarutkan dalam PBST + PVP atau ekstrak buffer) dimasukkan ke dalam
sumur-sumur cawan ELISA, masing-masing 100 – 200 ul.
Inkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan Elisa
dibilas kembali dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
Enzim konjugat yang telah dlarutkan dengan konjugat buffer dengan perbandingan
tertantu dimasukkan dalam lubang-lubang cawan masing-masing sebanyak 100 – 200
ul.
Inkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan Elisa
dibilas kembali dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
Siapkan substrat buffer kemudian larutkan PNPP ke dalamnya dengan perbandingan 1:1