UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KANDUNGAN BIOAKTIF PADA DAUN DAN KULIT BATANG MANGROVE Sonneratia caseolaris DARI PESISIR PANTAI SERANG, KABUPATEN BLITAR SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN Oleh : TANTI YUSILIA RIZKY RUSTAMAJI NIM : 135080601111038 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
70
Embed
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KANDUNGAN BIOAKTIF PADA …repository.ub.ac.id/609/1/Rustamaji, Tanti Yusilia Rizky.pdf · 2020. 7. 29. · uji aktivitas antioksidan dan kandungan bioaktif
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KANDUNGAN BIOAKTIF PADA
DAUN DAN KULIT BATANG MANGROVE Sonneratia caseolaris DARI
PESISIR PANTAI SERANG, KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh :
TANTI YUSILIA RIZKY RUSTAMAJI
NIM : 135080601111038
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KANDUNGAN BIOAKTIF PADA
DAUN DAN KULIT BATANG MANGROVE Sonneratia caseolaris DARI
PESISIR PANTAI SERANG, KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
TANTI YUSILIA RIZKY RUSTAMAJI
NIM : 135080601111038
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
CURRICULUM VITAE
IDENTITAS DIRI
Nama : Ir. Bambang Semedi, M.Sc., Ph.D.
NIP. : 19621220 198803 1 004
No. Sertifikat Pendidik : 101107607683
Tempat dan Tanggal Lahir : Blitar, 20 Desember 1962
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Golongan / Pangkat : IV.a/ Pembina
Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Bidang Keahlian : Marine Environment and Resources
19. Cotton bud - Membantu pengambilan dan penimbangan sampel
3.3 Alur Penelitian
Alur penelitian meliputi pengambilan sampel, preparasi sampel, ekstraksi
sampel dengan metode maserasi, uji aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH. Proses penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 3.
16
3.4 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian terdiri dari beberapa
tahapan. Tahapan tersebut dimulai dengan pengambilan sampel daun dan kulit
batang mangrove S. caseolaris di lapang, dan dilanjutkan dengan proses
Gambar 2. Alur Penelitian Uji Aktivitas Antioksidan dan Senyawa Bioaktif
Sampel Soneratia caseolaris
Sampel dikeringkan
Ekstraksi
Uji DPPH Uji Fitokimia
Uji Alkaloid, Uji Flavonoid, Uji
Saponin, Uji Tanin
Kualitatif Kuantitatif
Nilai IC50
Aktivitas Antioksidan
Analisa Data
Hasil
Penghalusan sampel
17
ekstraksi yang bertujuan untuk mendapatkan ekstrak daun dan kulit batang,
selanjutnya uji antioksidan dengan metode DPPH, dan yang terakhir uji fitokimia
yang bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang terdapat di
dalam daun dan kulit batang S. caseolaris. Prosedur kerja secara lengkap
dijelaskan di bawah ini.
3.4.1 Pengambilan Sampel di Lapang
Pengambilan sampel daun dan kulit batang mangrove S.caseolaris
dilakukan di Pantai Serang, Blitar. Daun yang diambil yaitu berwarna hijau tua
dengan ukuran panjang 6 cm dan berbentuk bulat memanjang (Jacoeb et al.,
2011). Kulit batang S. caseolaris yang diambil yaitu berwarna coklat dengan
warna paling luar yaitu abu-abu dengan diameter batang berkisar 10-20 cm. Hal
ini dikarenakan semakin besar diameter kulit batang maka semakin besar pula
kandungan tanin pada batang tersebut (Hamidah dan Iskanawaty, 2007).
3.4.1.1 Perlakuan Sampel
Sampel yang telah dikumpulkan ditimbang berat basahnya. Sampel daun
yang sudah dikumpulkan dicuci dengan air mengalir. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan epifit yang berada pada daun S. caseolaris. Setelah itu di
keringkan dengan menggunakan tisu untuk menghilangkan sisa air. Pada kulit
batang S. caseolaris dilakukan pemotongan menjadi potongan kecil untuk
mempermudah pada saat pengeringan. Proses pengeringan dilakukan di bawah
sinar matahari selama 7 hari. Tujuan dilakukan pengeringan sampel yaitu untuk
menghilangkan kadar air yang terkandung dalam sampel.
Proses berikutnya adalah daun dan kulit batang S. caseolaris yang sudah
kering ditimbang berat keringnya. Sampel yang sudah ditimbang dihaluskan
dengan menggunakan blender. Serbuk kasar yang didapatkan diayak untuk
memisahkan serbuk kasar dan serbuk halus dari sampel. Setelah diperoleh
18
serbuk maka berat serbuk tersebut ditimbang beratnya. Proses selanjutnya yaitu
maserasi.
3.4.1.2 Ekstraksi Sampel
Proses yang dapat dilakukan selanjutnya adalah ekstraksi. Ekstraksi
merupakan proses penarikan zat aktif atau komponen aktif yang terdapat pada
simplisia dengan menggunakan pelarut. Pada penelitian ini proses ekstraksi yang
dilakukan adalah dengan maserasi.
Maserasi adalah proses perendaman menggunakan pelarut. Menurut
Harborne (1987), pelarut yang bersifat polar dapat mengekstrak senyawa
alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino, dan
glikosida. Penggunaan pelarut semi polar dapat mengekstrak senyawa fenol,
terpenoid, alkaloid, aglikon, dan glikosida, sedangkan pelarut non polar dapat
mengekstrak senyawa kimia lilin, lipid dan minyak. Pada proses ini pelarut yang
digunakan adalah methanol yang merupakan pelarut polar. Sebanyak 200 gram
pada masing-masing sampel dimaserasi dengan 1800 ml pelarut methanol.
Perendaman dilakukan selama 1x24. Sampel selanjutnya disaring dengan
menggunakan kertas saring Whatman no. 42, kemudian didapatkan filtrat dan
residu. Prosedur mendapatkan filtrat ini diulang lagi 2x24 jam sehingga total
menjadi 3x24 jam. Filtrat ekstrak methanol kemudian dievaporasi menggunakan
Rotary Evaporator pada suhu 44°C, sehingga di dapatkan pelarut dan ekstrak
yang terpisah (Herawati, 2012).
3.4.1.3 Uji Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol
dan dilakukan dengan metode DPPH. DPPH digunakan untuk menguji
kemampuan senyawa yang bereaksi sebagai penangkap radikal bebas. Hasil
pengukuran metode DPPH tidak berdasarkan jenis radikal yang dihambat. Hal ini
19
karena metode DPPH merupakan pengukuran kemampuan antioksidan sampel
secara umum (Putranti, 2014). Larutan DPPH yang dipakai dalam pengujian
antioksidan yaitu konsentrasi 0,5 mM dengan cara melarutkan kristal DPPH
sebanyak 7,68 mg dalam pelarut methanol sebanyak 39 ml (Pramesti, 2013).
Pada pembuatan larutan DPPH dilakukan pada suhu ruang terhindar dari sinar
matahari. Perhitungan lengkap DPPH disajikan pada Lampiran 1.
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan uji kualitatif dan uji
kuantitatif. Pada uji kualitatif diawali dengan pembuatan larutan stok 1000 ppm
yaitu menimbang masing-masing ekstrak sebanyak 50 mg kemudian
ditambahkan dengan 50 ml methanol (Sami dan Rahimah, 2015). Dari larutan
stok 1000 ppm ekstrak daun dan kulit batang mangrove dibuat menjadi 4
konsentrasi yang berbeda yaitu 31,25 ppm, 62,5 ppm, 125 ppm, dan 250 ppm.
Perhitungan lengkap konsentrasi disajikan pada Lampiran 1. Konsentrasi
tersebut diambil untuk mengetahui perbedaan aktivitas antioksidan pada setiap
klasifikasi dari tabel penggolongan kategori antioksidan. Menurut Tristanto
(2014), penggolongan kategori antioksidan dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai
berikut.
Tabel 3. Penggolongan Kategori Antioksidan
Nilai Klasifikasi
<50 ppm Sangat Kuat
50 – 100 ppm Kuat
100 – 150 ppm Sedang
151 – 200 ppm Lemah
>200 ppm Sangat Lemah
20
Selanjutnya pemberian larutan DPPH 0,5 mM pada 4 konsentrasi tersebut
masing-masing 1 ml. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang dan gelap. Menurut Molyneux
(2004), adanya senyawa antioksidan pada ekstrak ditandai dengan berubahnya
wana ungu pada larutan menjadi warna kuning. Kontrol pembanding atau kontrol
positif yang digunakan adalah vitamin C atau asam askorbat dengan konsentrasi
2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm dari pengenceran larutan stok vitamin C 1000
ppm. Pemilihan konsentrasi tersebut karena vitamin C sudah diketahui memiliki
antioksidan yang sangat kuat sehingga pemilihan konsentrasi yang rendah.
Menurut Hanani et al. (2005) konsentrasi yang digunakan pada kontrol positif
dengan menggunakan vitamin C yaitu 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm, dan
hasil nilai IC50 yaitu 3,45 ppm.
Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan Spektrofotometer UV-
Vis dengan panjang gelombang 517 nm (Herawati, 2012). Larutan blanko dibuat
dengan cara mencampurkan 4 ml methanol dengan 1 ml larutan DPPH 0,5 mM.
3.4.2 Uji Fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji yang dilakukan untuk menguraikan senyawa
kimia yang terdapat pada suatu tanaman. Analisis fitokimia dilakukan untuk
mengetahui dan menentukan komponen bioaktif dari ekstrak kasar (Putranti,
2014). Pengujian fitokimia terdiri dari uji alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin.
Metode uji pada pengujian fitokimia berdasarkan Sapri et al. (2013), dilakukan
pada beberapa senyawa sebagai berikut.
3.4.2.1 Alkaloid
Pada uji kandungan alkaloid ekstrak daun dan kulit batang mangrove S.
caseolaris diambil sebanyak 10 tetes dari pelarut methanol. Dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditetesi sebanyak 2 tetes pereaksi Dragendorf, dan
21
diamati perubahannya. Terbentuknya warna kuning, jingga sampai merah coklat
menandakan adanya senyawa alkaloid pada sampel yang sedang diuji.
3.4.2.2 Flavonoid
Pada uji kandungan flavonoid, hal pertama yang dilakukan adalah
mengambil larutan ekstrak daun dan kulit batang mangrove dengan pelarut
methanol sebanyak 10 tetes, dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Kemudian
di tambahkan dengan 2 tetes HCl pekat dan sedikit serbuk magnesium.
Terbentuknya warna sampel menjadi kuning, jingga, sampai merah menandakan
adanya kandungan senyawa flavonoid pada sampel yang diujikan.
3.4.2.3 Saponin
Pada uji saponin, dilakukan dengan uji busa dalam air panas. Sampel dari
pelarut methanol diambil sebanyak 10 tetes dimasukkan kedalam tabung reaksi
dan ditambahkan dengan air panas sebanyak 5 tetes, dikocok selama 15 menit.
Busa akan terbentuk secara stabil terlihat selama 5 menit dan tidak hilang
apabila ditambahkan dengan 1 tetes HCl 2N menandakan adanya senyawa
saponin pada sampel tersebut.
3.4.2.4 Tanin
Uji tanin dilakukan dengan cara mengambil 10 tetes ekstrak daun dan
kulit batang S. caseolaris dari pelarut methanol dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Ekstrak kemudian ditambahkan dengan 2 tetes larutan besi (III) klorida
(FeCl3) 1%. Terbentuknya warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman
menunjukkan adanya senyawa tanin pada ekstrak yang sedang diujikan.
3.4.3 Pengukuran Kuantitatif menggunakan Spektrofotometer
Hasil pengujian antioksidan dan senyawa bioaktif yang tergolong positif
akan dilakukan pengujian lanjutan yaitu pengukuran secara kuantitatif
menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 517
22
nm. Menurut Neldawati (2013), spektrofotometer merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Apabila radiasi
atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna, maka radiasi
dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorbsi) secara selektif dan
radiasi yang lain akan diteruskan (transmisi). Nilai absorbsi bergantung terhadap
kadar zat yang terkandung dalam sampel dimana semakin banyak molekul yang
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi
semakin besar. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang
terkandung di dalam sampel. Absorbansi sebagai analisa kuantitatif dilakukan
berdasarkan Hukum Lambert-Beer.
Pada pengukuran kuantitatif, hal pertama yang dilakukan yaitu dengan
pembuatan larutan standar. Larutan standar merupakan larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya, dari larutan standar tersebut kemudian dilakukan
pembuatan kurva standar. Kurva standar menunjukkan hubungan konsentrasi
larutan dengan absorbansi larutan, konsentrasi larutan tersebut yaitu 31,25 ppm,
62,5 ppm, 125 ppm, dan 250 ppm kemudian dihasilkan suatu persamaan yang
dapat diregresi linierkan. Cara mengetahui nilai konsentrasi pada uji fitokimia
ditentukan dengan rumus yaitu nilai konsentrasi hasil uji fitokimia sebagai X dan
nilai absorbansi sebagai Y ke dalam persamaan garis linier.
3.5 Analisa Data
Persentase penghambatan radikal bebas diperoleh dari nilai absorbansi
sampel. Hubungan antara konsentrasi sampel dengan persentase
penghambatan radikal bebas digunakan untuk mengetahui hasil regresi.
Persentase inhibisi pada masing-masing sampel dapat diperoleh dengan
formulasi sebagai berikut :
23
Menurut Herawati (2011), nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan
konsentrasi sampel uji (µg/ml) pada kemampuan peredaman atau
penghambatan DPPH sebesar 50%. Nilai 0% berarti sampel tidak memiliki
aktivitas antioksidan. Nilai 100% berarti terjadi peredaman total oleh sampel
terhadap DPPH. Pada hasil 100% perlu diadakan pengujian lanjutan yaitu
dengan pengenceran larutan uji. Hal ini bertujuan untuk mengetahui batas
konsentrasi aktivitasnya. Selanjutnya dibuat kurva linear konsentrasi larutan uji
dengan persentase peredaman dan ditentukan nilai IC50. Cara mengetahui nilai
IC50 ditentukan dengan rumus yaitu nilai konsentrasi larutan uji (µg/ml) sebagai
absis (sumbu X) dan nilai persen peredaman (%) sebagai ordinat (sumbu Y) ke
dalam persamaan garis linier.
24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Ekstraksi Daun dan Kulit Batang S. caseolaris
Jumlah berat basah sampel daun yang digunakan dalam penelitian ini
sekitar 1095 gram dan berat kering daun yaitu 320 gram. Pada sampel kulit
batang berat basah yang digunakan yaitu 2035 gram, dan berat kering kulit
batang yaitu 852 gram. Hasil filtrat yang diperoleh masing-masing sebanyak
1400 ml untuk daun dan kulit batang yang kemudian dilakukan evaporasi.
Pengurangan volume dari 1800 ml menjadi 1400 ml disebabkan oleh adanya
proses penguapan dan terserapnya pelarut pada bahan yang digunakan. Hasil
ekstraksi dari daun S. caseolaris diperoleh ekstrak sekitar 18,25 gram,
sedangkan hasil ekstrak kulit batang sekitar 25,91 gram. Ekstrak basah pada
daun berwarna hijau tua, dan ekstrak basah pada kulit batang berwarna coklat
tua.
Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut menghasilkan rendemen
ekstrak. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan jumlah berat ekstrak yang
dihasilkan dengan berat sampel awal yang diekstrak, hal ini untuk mengetahui
nilai komponen bioaktif yang terkandung dalam bahan. Hasil rendemen ekstrak
daun S. caseolaris adalah 9,12%, sedangkan hasil rendemen ekstrak kulit
batang S. caseolaris adalah 12,95%. Hal ini hampir sama dengan penelitian
Yulianis (2015), hasil rendemen daun mangrove S. caseolaris sebesar 3,008 % .
Nilai rendemen yang diperoleh dari penelitian ini lebih besar daripada Yulianis
(2015) karena pada metode maserasi yang digunakan berbeda, diduga pelarut
yang digunakan dalam penelitian (methanol) mampu mengikat lebih banyak
senyawa dalam daun S. caseolaris. Perhitungan lengkap rendemen disajikan
pada Lampiran 2.
25
4.2 Hasil Uji Golongan Senyawa Bioaktif
Komponen yang terdapat dalam ekstrak S. caseolaris diuji dengan
menggunakan tes warna. Pengujian tersebut dengan menggunakan pereaksi
pada masing-masing senyawa yang diuji. Pengujian fitokimia yang dilakukan
yaitu untuk menguji metabolit sekunder meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, dan
tanin. Hasil uji fitokimia yang dilakukan pada ekstrak daun dan kulit batang S.
caseolaris dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 1. Hasil uji fitokimia daun dan kulit batang S. caseolaris
No. Senyawa Bioaktif
Ekstrak Ada Tidak Karakteristik Konsentrasi
(ppm)
1. Alkaloid
Daun √ Terbentuk warna kuning, jingga sampai merah
coklat.
73,22
Kulit Batang √ 69,51
2. Flavonoid Daun √ Terbentuk warna
kuning, jingga, atau merah.
56,25
Kulit Batang √ 233,75
3. Saponin
Daun √ Terbentuk busa
permanen setelah dikocok
15 menit.
-
Kulit Batang √ -
4. Tanin
Daun √ Terbentuk warna biru kehitaman
atau hijau kehitaman.
19,28
Kulit Batang √ 65,59
Berdasarkan hasil pengujian fitokimia pada ekstrak daun dan kulit batang
S. caseolaris terhadap pelarut metanol menghasilkan 3 komponen bioaktif,
dimana senyawa ini merupakan senyawa yang dapat larut oleh methanol dan
bersifat polar.
4.2.1 Alkaloid
Hasil uji fitokimia pada ekstrak daun dan kulit batang S. caseolaris
menunjukkan hasil positif dengan menggunakan pereaksi dragendrof. Hal ini
26
ditandai dengan terbentuknya warna kuning. Bakshi et al. (2014) kandungan
alkaloid pada ekstrak daun dan kulit batang mangrove dapat digunakan sebagai
antibakteri. Hasil positif alkaloid juga diperoleh pada penelitian Avenido et al.
(2012), ekstrak daun S. caseolaris memiliki hasil positif pada uji alkaloid,
karbohidrat, dan flavonoid . Hasil uji fitokimia alkaloid dapat dilihat pada Gambar
4.
Hasil positif tersebut kemudian diabsorbansi dan nilai absorbansi
dimasukkan kedalam regresi linier kurva standar yang sebelumnya telah dibuat,
untuk memperoleh hasil nilai konsentrasinya. Grafik kurva standar alkaloid dapat
disajikan pada Gambar 5.
Gambar 1. Hasil uji alkaloid
27
Dari kurva standar alkaloid tersebut diperoleh persamaan regresi yaitu y =
0,0035x + 0,0147, sehingga dari persamaan tersebut pada absorbansi sampel
daun diperoleh nilai x sebesar 73,22 ppm. Nilai alkaloid pada kulit batang
sebesar 69,51 ppm. Konsentrasi alkaloid pada daun lebih besar dibandingkan
dengan konsentrasi alkaloid pada kulit batang. Hal tersebut sama dengan hasil
penelitian yang dilakukan Avenido et al. (2012) daun pada mangrove S.
caseolaris memiliki hasil positif terhadap alkaloid. Perhitungan lengkap
konsentrasi alkaloid disajikan pada Lampiran 3.
4.2.2 Flavonoid
Hasil uji flavonoid pada penelitian ini adalah adanya perubahan warna
menjadi warna kuning pada ekstrak daun dan kulit batang S. caseolaris. Uji
positif flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning, jingga, atau
merah pada ekstrak yang diuji. Hasil positif flavonoid juga diperoleh pada
penelitian Avenido et al. (2012), ekstrak daun S. caseolaris memiliki hasil positif
pada uji alkaloid, karbohidrat, dan flavonoid. Herawati (2011), golongan flavonoid
pada tumbuhan mangrove memiliki aktivitas antioksidan. Golongan flavonoid
meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, dan kalkon. Hasil uji flavonoid dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 2. Kurva Standar Alkaloid
28
Hasil positif tersebut kemudian diabsorbansi dan nilai absorbansi
dimasukkan kedalam regresi linier kurva standar yang sebelumnya telah dibuat,
untuk memperoleh hasil nilai konsentrasinya. Grafik kurva standar flavonoid
dapat disajikan pada Gambar 7.
Dari kurva standar flavonoid tersebut diperoleh persamaan regresi yaitu y
= 0,0004x + 0,0005, sehingga dari persamaan tersebut pada absorbansi sampel
daun diperoleh nilai x sebesar 56,25 ppm. Nilai flavonoid pada kulit batang
sebesar 233,75 ppm. Konsentrasi flavonoid pada kulit batang lebih besar
dibandingkan dengan daun. Hasil tersebut didukung dengan Panjaitan (2014),
yang menyatakan bahwa flavonoid merupakan golongan fenol alam dan
penyebarannya flavonoid sebagian besar terdapat pada kulit batang tanaman.
Perhitungan lengkap konsentrasi flavonoid disajikan pada Lampiran 3.
4.2.3 Saponin
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dikocok selama 15
menit, ekstrak daun dan kulit batang S. caseolaris tidak menghasilkan busa yang
mengindikasikan bahwa kandungan saponin adalah negatif. Namun hasil positif
Gambar 3. Hasil uji flavonoid
Gambar 4. Kurva Standar Flavonoid
29
ditemukan pada penelitian Avenido et al. (2012), ekstrak aseton pada daun
memberi hasil positif pada uji saponin. Perbedaan hasil pada uji saponin tersebut
dikarenakan adanya perbedaan pelarut pada saat proses ekstraksi. Pelarut yang
digunakan dalam penelitian Avenido et al. (2012) adalah aseton sedangkan
pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah methanol. Hasil uji saponin
dapat dilihat pada Gambar 8.
4.2.4 Tanin
Hasil uji fitokimia senyawa tanin ditandai dengan terbentuknya warna
hijau kehitaman atau biru kehitaman pada ekstrak daun dan kulit batang S.
caseolaris. Menurut Mani et al. (2012), adanya kandungan senyawa tanin pada
sampel yang diuji mengindikasikan bahwa adanya kandungan antioksidan pada
sampel tersebut. Hasil uji tanin pada ekstrak daun dan kulit batang S. caseolaris
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 5. Hasil uji saponin
30
Hasil positif tersebut kemudian diabsorbansi dan nilai absorbansi
dimasukkan kedalam regresi linier kurva standar yang sebelumnya telah dibuat,
untuk memperoleh hasil nilai konsentrasinya. Grafik kurva standar pada uji tanin
dapat disajikan pada Gambar 10 sebagai berikut.
Dari kurva standar tanin tersebut diperoleh persamaan regresi yaitu y =
0,0057x – 0,0159, sehingga dari persamaan tersebut pada absorbansi sampel
daun diperoleh nilai x sebesar 19,28 ppm. Nilai tanin pada kulit batang sebesar
65,59 ppm. Konsentrasi senyawa tanin pada daun lebih kecil daripada
konsentrasi senyawa tanin pada kulit batang. Menurut Herawati (2011), sifat
antioksidan pada ekstrak tumbuhan ditimbulkan oleh senyawa fenolat, yang
meliputi flavonoid, asam fenolat, dan tannin. Menurut Sulistijowati (2017),
kandungan tanin pada kulit batang dipengaruhi oleh ukuran diameter pohon.
Semakin besar diameter pohon maka semakin lama proses pertumbuhan
berlangsung, sehingga kulit yang dibentuk semakin tebal dan tanin yang dibentuk
semakin banyak. Perhitungan lengkap konsentrasi tanin disajikan pada Lampiran
3.
Gambar 6. Hasil uji tanin
Gambar 7. Kurva Standar Tanin
31
4.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat atau
mencegah radikal bebas dengan memotong reaksi berantai dari radikal bebas
(Castilo, 2015). Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan untuk
mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan pada daun dan kulit batang
S. caseolaris.
Perubahan warna terjadi karena senyawa pada ekstrak memberikan atom
hidrogen kepada DPPH sehingga DPPH tersebut menjadi stabil. Hasil uji
aktivitas antioksidan konsentrasi 31,25 ppm sampai dengan 250 ppm pada daun
dan kulit batang menunjukkan adanya perubahan warna menjadi kuning,
sehingga ekstrak daun dan kulit batang tersebut dapat meredam radikal DPPH.
Hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif pada daun S. caseolaris dapat
dilihat pada Gambar 11, sedangkan hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif
pada kulit batang S. caseolaris dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 8. Hasil uji antioksidan pada daun S. caseolaris
32
Pengukuran nilai absorbansi dari warna yang terbentuk dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517nm.
Setelah itu dilakukan perhitungan nilai persen inhibisi dan nilai IC50 dari aktivitas
antioksidan dengan kontrol positif yaitu vitamin C dan ekstrak daun dan kulit
batang S. caseolaris. Nilai IC50 diketahui setelah dilakukan perhitungan inhibisi.
Persen inhibisi merupakan kemampuan bahan dalam menghambat aktivitas
suatu radikal bebas. Nilai inhibisi tersebut akan berhubungan dengan konsentrasi
bahan yang digunakan, sedangkan nilai IC50 merupakan nilai untuk mengetahui
apakah bahan uji tersebut dapat meredam radikal bebas sebesar 50%. Hasil uji
aktivitas antioksidan pada daun S. caseolaris dapat dilihat pada Tabel 5, dan
hasil uji aktivitas antioksidan pada kulit batang S. caseolaris dapat dilihat pada
Tabel 6. Hasil absorbansi pada setiap perlakuan di sajikan pada Lampiran 4.
Tabel 2. Hasil uji aktivitas antioksidan pada daun S. caseolaris
Tabel 3. Hasil uji antioksidan kulit batang S. caseolaris
Sampel Konsentrasi
(ppm)
Rata-rata
Absorbansi % Inhibisi
IC50
(ppm)
Sampel Konsentrasi
(ppm)
Rata-rata
Absorbansi % Inhibisi
IC50
(ppm)
S. caseolaris
Daun
31,25 0,0957 88,37
4065,52
62,5 0,0967 88,24
125 0,0927 88,73
250 0,1130 86,26
Gambar 9. Hasil uji antioksidan pada kulit batang S. caseolaris
33
S. caseolaris
Kulit Batang
31,25 0,1073 86,95
-10286,86 62,5 0,1030 87,47
125 0,1390 83,10
250 0,0977 88,12
Hasil uji berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai inhibisi pada
ekstrak daun mengalami penurunan pada konsentrasi 62,5 ppm, namun terjadi
peningkatan pada konsentrasi 125 ppm, dan kembali menurun pada konsentrasi
250 ppm. Nilai inhibisi pada ekstrak kulit batang terdapat peningkatan pada
konsentrasi 62,5 ppm, terjadi penurunan pada konsentrasi 125 ppm, dan terjadi
peningkatan pada konsentrasi 250 ppm. Nilai inhibisi pada ekstrak daun paling
tinggi diperoleh dari konsentrasi 125 yaitu sebesar 88,73%, sedangkan nilai
inhibisi paling rendah terdapat pada konsentrasi 250 yaitu sebesar 86,26%. Nilai
inhibisi pada ekstrak kulit batang terendah pada konsentrasi 125 yaitu sebesar
83,10%, sedangkan nilai inhibisi tertinggi pada konsentrasi 250 yaitu sebesar
88,12%. Perhitungan lengkap nilai inhibisi disajikan pada Lampiran 4.
Nilai IC50 dari ekstrak daun S. caseolaris adalah 4065,52 ppm sehingga
tergolong ke dalam kategori sangat lemah. Hasil penelitian antioksidan daun S.
caseolaris berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yulianis et
al. (2015) pada ekstrak daun pedada (S. caseolaris) yang memiliki nilai IC50 yaitu
39,89 ppm sehingga dikategorikan sangat kuat. Hal ini karena adanya perbedaan
metode ekstraksi, perbedaan konsentrasi perlakuan yang digunakan pada
pengujian aktivitas antioksidan, dan perbedaan lokasi pengambilan sampel. Nilai
IC50 dari ekstrak kulit batang S. caseolaris adalah -10286,86 ppm, sehingga nilai
tersebut tidak dapat terdefinisikan. Pada Gambar 12 tampak bahwa pada semua
konsentrasi perlakuan hasil uji antioksidan mengandung antioksidan, akan tetapi
34
diperoleh hasil pada IC50 yang negatif. Hal ini diduga dikarenakan konsentrasi
pada saat uji aktivitas antioksidan terlalu besar, sehingga nilai menjadi tidak
signifikan. Hal ini didukung dengan pernyataan Herawati (2011), bahwa
peningkatan aktivitas antioksidan seiring pertambahan konsentrasi pada kulit
batang Sonneratia alba setelah melewati konsentrasi 5-20 µg/mL tidak signifikan.
Tristanto (2014), melakukan pengujian antioksidan pada daun lamun Thalassia
hemprichii dengan menggunakan beberapa pelarut yang berbeda. Hasil ekstraksi
menggunakan pelarut methanol tidak menunjukkan aktivitas antioksidan yang
baik, hal ini diduga dikarenakan proses penguapan melalui vacum rotary
evaporator ekstrak kasar yang dihasilkan masih mengandung pelarut methanol.
Pada penelitian ini kontrol positif yang digunakan adalah vitamin C. Nilai
IC50 pada vitamin C juga tergolong ke dalam kategori sangat kuat dari penelitian
Herawati (2012) tentang pengujian antiradikal bebas terhadap kulit batang S.
alba dengan nilai 17,64 ppm. Hasil uji aktivitas antioksidan kontrol positif dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 4. Hasil uji aktivitas antioksidan kontrol positif
Hasil persentase inhibisi pada vitamin C meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi. Persentase inhibisi paling rendah terdapat pada
konsentrasi 2 ppm dengan hasil inhibisi 22,09%. Persentase paling tinggi
Sampel Konsentrasi
(ppm) Rata-rata % Inhibisi
IC50
(ppm)
Vit. C
2 0,6407 22,09
4.42
4 0,4507 45,19
6 0,2147 73,89
8 0,1350 83,58
35
terdapat pada konsentrasi 8 ppm dengan hasil inhibisi 83,58%. Nilai IC50 pada
vitamin C yaitu 4,42. Nilai tersebut termasuk ke dalam golongan sangat kuat.
Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb
(2013) pada antioksidan buah lindur (B. gymnorrhiza) yang memiliki nilai IC50
yaitu sebesar 2,09 ppm. Hubungan nilai inhibisi dengan konsentrasi pada ekstrak
daun dan kulit batang S. caseolaris dapat disajikan dalam Gambar 13, dan
hubungan nilai inhibisi dengan konsentrasi pada vitamin C dapat disajikan dalam
Gambar 14.
Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi dan %inhibisi ekstrak daun dan kulit
batang S. caseolaris
Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi dan %inhibisi vitamin C
36
Persamaan regresi dari ekstrak daun S. caseolaris adalah y = -0,0096x +
89,029 dan diperoleh nilai x sebesar 4065,52. Persamaan regresi dari ekstrak
kulit batang S. caseolaris adalah y = 0,0035x + 86,004 dan diperoleh nilai x
sebesar -10286,86 dan persamaan regresi pada vitamin C adalah y = 10,659x +
2,8943 dan diperoleh nilai x sebesar 4,42. Nilai x pada persamaan regresi
tersebut merupakan hasil dari nilai IC50. Cara menyelesaikan persamaan regresi
yaitu dengan memasukkan angka 50 kedalam variabel y, sehingga nilai x dapat
diperoleh. Nilai dengan variabel x seperti -0,0096x pada ekstrak daun, 0,0035x
pada ekstrak kulit batang, dan 10,659x pada vitamin C merupakan slope yang
menentukan arah regresi linier. Perhitungan lengkap nilai IC50 ekstrak daun dan
kulit batang S. caseolaris beserta vitamin C disajikan pada Lampiran 5.
Gambar 13 menunjukkan hasil regresi linier daun dan kulit batang. Pada
hasil ekstrak daun S. caseolaris nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7.
Hasil perhitungan koefisien korelasi (R) ekstrak daun yaitu 0,836. Hasil ekstrak
kulit batang nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,022. Hasil perhitungan
koefisien korelasi (R) ekstrak kulit batang yaitu 0,148. Gambar 14 menunjukkan
hasil regresi linier vitamin C dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9679.
Hasil perhitungan koefisien korelasi (R) yaitu 0,9838. Hasil perhitungan koefisien
korelasi yang mendekati angka 1 memiliki arti bahwa antara konsentrasi dan
%inhibisi memiliki korelasi yang kuat. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7
pada ekstrak daun S. caseolaris memiliki arti bahwa sebanyak 70% nilai inhibisi
dipengaruhi oleh konsentrasi sedangkan sisanya yaitu 30% dipengaruhi oleh
faktor lain. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,022 pada ekstrak kulit
batang S. caseolaris memiliki arti bahwa sebanyak 2,2% nilai inhibisi dipengaruhi
oleh konsentrasi sedangkan sisanya yaitu 97,8% dipengaruhi oleh faktor lain.
Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9679 vitamin C memiliki arti bahwa
37
sebanyak 96% nilai inhibisi dipengaruhi oleh konsentrasi sedangkan sisanya
yaitu 4% dipengaruhi oleh faktor lain.
Lemahnya kandungan aktivitas antioksidan memiliki beberapa
kemungkinan salah satunya adalah tidak murninya ekstrak yang digunakan pada
saat pengujian. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Putri (2015) tentang
aktivitas antioksidan kulit buah pidada merah (S. caseolaris), hasil nilai IC50
sebesar 25,72 ppm. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan bagian
tumbuhan yang digunakan dan adanya perbedaan metode maserasi. Pada
penelitian Putri (2015), metode maserasi yang digunakan yaitu dengan pelarut
methanol selama 5 hari. Selain itu lokasi pengambilan sampel juga berbeda.
Meskipun pada penelitian ini nilai aktivitas antioksidan yang tergolong lemah,
namun ekstrak daun dan kulit batang S. caseolaris memiliki potensi sebagai
antioksidan. Senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya seperti alkaloid,
flavonoid dan tanin merupakan senyawa antioksidan. Hasil penelitian Wibowo et
al. (2009), menunjukkan daun dan kulit batang A. marina mengandung senyawa
aktif alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid lebih besar dibandingkan dengan
bagian tubuh tumbuhan yang lain, senyawa-senyawa tersebut sangat potensial
digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan antibiotik. Hal ini
didukung dengan hasil uji senyawa bioaktif yang terkandung dalam masing-
masing ekstrak daun dan kulit batang S. caseolaris. Senyawa alkaloid pada daun
lebih tinggi daripada kulit batang. Senyawa flavonoid dan tanin pada kulit batang
lebih tinggi daripada daun, sehingga diduga pada kulit batang memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi daripada daun.
38
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat aktivitas
antioksidan pada daun dan kulit batang mangrove S. caseolaris. Hal ini didukung
dengan hasil pengujian golongan senyawa bioaktif diperoleh bahwa daun dan
kulit batang mangrove S. caseolaris mengandung 3 senyawa yaitu alkaloid,
flavonoid, dan tanin.
Terdapat perbedaan aktivitas antioksidan pada daun dan kulit batang,
pada daun mangrove S. caseolaris menunjukkan aktivitas antioksidan tergolong
sangat lemah dengan nilai IC50 4065,52 ppm, dan pada kulit batang mangrove S.
caseolaris aktivitas antioksidan tergolong tidak terdefinisikan dengan nilai IC50 -
10286,86 ppm.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan
pelestarian terhadap S. caseolaris di Pantai Serang, Blitar. Selain itu juga perlu
pemurnian senyawa bioaktif yang memiliki potensi antioksidan pada ekstrak kulit
batang S. caseolaris sehingga didapat ekstrak murni dan di uji aktivitas
antioksidan secara murni, selain itu dilakukan penurunan konsentrasi ekstrak S.
caseolaris yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan sehingga diharapkan
hasil pengujian diperoleh yang lebih signifikan.
39
Daftar Pustaka
Asad, S., Hamiduzzaman, M., Azam, A.Z., Ahsan, M., Mehedi, M., 2013. Lupeol, Oleanic Acid & Steroids from Sonneratia alba Je Sm (Sonneratiaceae) and Antioxidant, Antibacterial & Cytotoxic Activities of Its Extracts. Int. J. Adv. Res. Pharm. Bio Sci. 3.
Avenido, P. and Serrano,A.E. 2012. Effects of The Apple Mangrove (Sonneratia
Caseolaris) on Growth, Nutrient Utilization and Digestive Enzyme Activities of The Black Tiger Shrimp Penaeus monodon Postlarvae. European Journal of Experimental Biology. Vol. 2. No. 5. ISSN: 2248-9215
Bakshi, M., Chaudhuri, P., 2014. Antimicrobial Potential of Leaf Extracts of Ten
Mangrove Species from Indian Sundarban. Int. J. Pharm. Biol. Sci. 5, 294–304.
Herawati, Netti. 2012. Pengujian Antiradikal Bebas Difenilpikril Hidrazil (DPPH)
Kulit Batang Sonneratia alba. Jurnal Kimia. Vol. 13. No. 1. Hal. 63-67 Herwinda S. Amir, Muh. 2013. Aktivitas Ekstrak dan Fraksi Daun Pidada Merah
(Sonneratia Caseolaris) sebagai Antioksidan. Prosiding Seminar Nasional Kimia. ISBN: 978-602-19421-0-9
Ismarani. 2012. Potensi Senyawa Tanin dalam Menunjang Produksi Ramah
Lingkungan. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. Vol. 3. No. 2 Jacoeb, Agus Mardiono., Purwaningsih, Sri., Rinto. 2011. Anatomi, Komponen
Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Daun Mangrove Api-api (Avicennia marina). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol.14. No.2. Hal.143-152.
Jacoeb, Agus Mardiono., Suptijah, Pipih., Zahidah. 2013. Komposisi Kimia,
Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol.16. No.1
Jayanegara, A., Sofyan, A. 2008. Penentuan Aktivitas Biologis Tanin Beberapa
Hijauan secara in Vitro menggunakan Hohenheim Gas Test dengan Polietilen Glikol sebagai Determinan. Media Perikanan. Vol.31. No.1. Hal 44-52. ISSN: 0126-0472.
Bioaktif dari Rumput Laut sebagai Antiksidan. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Neldawati., Ratnawulan., Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Pillar of physic. Vol. 2. Hal. 76-83.
41
Noor, Yus Rusila., Khazali, M., Suryadiputra, I N. N. 2012. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Cetakan ke 3. ISBN: 979-95899-0-8 Nurjanah, Nurjanah., Jacoeb, Agoes M., Hidayat, Taufik., Shylina, Annisa. 2015.
Bioactive Compounds and Antioxidant Activity of Lindur Stem Bark (Bruguiera gymnorrhiza). Internasional Journal of Plant Science and Ecology. Vol.1. No.5. pp. 182-189
Ekstrak Kasar Keong Bakau (Telescopium telescopium) dengan Pelarut yang Berbeda terhadap Metode DPPH (Diphenyl Picril Hidrazil). Journal of Marine Research. Vol.2. No.4. Hal 36-45
Redha, A., 2013. Flavonoid: struktur, sifat antioksidatif dan peranannya dalam
sistem biologis. Jurnal Belian. Vol. 9. No. 2. Hal 196-202.
beberapa Jenis Tumbuhan Lokal yang sering dimanfaatkan sebagai Bahan Baku Obat di Pulau Lombok. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Vol. 1. No. 2. ISSN: 2407-8050. DOI: 10.13057/psnmbi/m010237.
Bunga Brokoli (Brassica oleraca L. Var. Italica) dengan Metode DPPH (2,2 difenil-1-pikrilhidrazil) dan Metode ABTS (2,2 azinobis (3-etilbenzotiazolin)-6-asam sulfonat)
Metanol Tumbuhan Singgah Perempuan (Loranthus sp) dengan Metode DPPH ( 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Prosiding Seminar Nasional Kimia. ISBN : 978-602-19421-0-9
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Adas (Foeniculum vulgare) menggunakan Metode DPPH. Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 13. No. 2
Sayuti, Kesuma., Yenrina, Rina. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas
University Press. Padang. ISBN : 978-602-8821-97-1 Simlai, Aritra., Rai, Archana., Mishra, Saumya., Mukherjee, Kalishankar., Roy,
Amit. 2014. Antimicrobial and Antioxidative Activities in the Bark Extracts of Sonneratia caseolaris, a Mangrove Plant. Jurnal EXCLI. Vol. 13. Hal. 997-1010. ISSN: 1611-2156.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung,
Bandung. Sithranga Boopathy, N., Kathiresan, K., Jeon, Y.J., 2011. Effect of Mangrove
Black Tea Extract from Ceriops decandra (griff.) on Hematology and Biochemical Changes in Dimethyl Benz[a]anthracene-induced Hamster Buccal Pouch Carcinogenesis. Environ. Toxicol. Pharmacol. 32, 193–200. doi:10.1016/j.etap.2011.05.003
Sulistijowati, Rieny. 2017. Kandungan Tanin dan Flavonoid yang Terdapat pada
Buah, Batang, dan Daun Tumbuhan Mangrove (Sonneratia alba) melalui Proses Ekstraksi. Aksara Jurnal Pendidikan Nonformal. Vol.3. No.2. ISSN: 2407-8018
Senyawa Antioksidan dari Rumput Laut Halmenia harveyana dan euchema cottonii. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Vol. 1. No. 1
43
Tamat, Swasono R., Wikanta, Thamrin., Maulina, Lina S. 2007. Aktivitas
Antioksidan dan Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Hal 31-36. ISSN: 1693-1831
Tristantini D., Ismawati A., Pradana B. T., Jonathan J. G. (2016). Pengujian
Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung (Mimusops elengi L). In Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan.
Optimalisasi Pemanfaatan Daun Lamun Thalassia hemprichii sebagai Sumber Antioksidan Alami. Jurnal Saintek Perikanan. Vol.10. No.1. Hal. 26-29. ISSN: 1858-4787
Wibowo C., Kusmana C., Suryani A., Hartati Y., Oktadiyani P. 2009.
Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia Spp.) sebagai Bahan Pangan dan Obat. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor.
Yuliani, Ni Nyoman., Dienina, Desmira Primanty. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan
Infusa Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Jurnal Info Kesehatan. Vol 14. No.2.
Yulianis., Latief, Madyawati., Redho, M. 2015. Isolasi Senyawa dari fraksi Etil
Asetat Daun Pedada (Sonneratia caseolaris L.) dan Uji Aktifitas Antioksidan. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik 5”. Padang