Top Banner
Bagian Ilmu Kesehata n Anak Tutorial Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman MARASMUS + HIPOKALEMIA + LIMFADENITI S TB KRONIK Disusun oleh : Dhiya Husna Izzati (0708015042) Rina Zubaidah (08080150 1) Kristanti Andarini (080801504 2) Pembimbing : dr. William S. Tjeng, Sp. A Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepanitera an Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie 2013
64

Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

Jun 04, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 1/64

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

MARASMUS + HIPOKALEMIA + LIMFADENITIS TB KRONIK

Disusun oleh :

Dhiya Husna Izzati (0708015042)

Rina Zubaidah (080801501)

Kristanti Andarini (0808015042)

Pembimbing :

dr. William S. Tjeng, Sp. A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie

2013

Page 2: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 2/64

2

BAB I

PENDAHULUAN

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi

dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun

2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi

 buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak

sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini

 berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih

dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh

karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.

Malnutrisi dapat terjadi akibat dari konsumsi makanan yang tidak sesuai

atau tidak cukup akibat dari penyerapan makanan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode makanan dan faktor-faktor

emosi dapat membatasi konsumsi. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi

masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh

Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat.

Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada

Balita. Penyebabnya multifaktorial antara lain asupan makanan yang kurang,

faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih

makanan yang bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diagnosis berdasarkan

gambaran klinis yaitu untuk menentukan penyebab dari perlunya anamnesis

makanan dan penyakit lain. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan kepada

 penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan, serta penyuluhan yang baik.

Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein.Penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian

dan rehabilitasi.

Marasmus adalah permasalahan gizi serius yang terjadi di negara-negara

 berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian di negara

 berkembang pada anak-anak dibawah usia 5 tahun berkaitan dengan defisiensi

energi dan protein. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006

angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72 juta jiwa dan gizi kurang

Page 3: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 3/64

3

sebanyak 11,4 juta jiwa terjadi di Indonesia. Tujuan dari pembautan laporan yang

 berjudul marasmus pada anak adalah untuk membahas definisi, gejala, penyebab,

 patofisiologi, pengobatan, dan anjuran gizi pada marasmus anak.

Page 4: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 4/64

4

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

   Nama : An. P

  Jenis kelamin : Perempuan

  Umur : 11 tahun 6 bulan

  Alamat : Desa Sedulang RT. 19, Muara Kaman

  Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

  MRS : 27 April 2013

Identitas Orang Tua

   Nama Ayah : Tn. T

  Umur : 50 tahun

  Alamat : Desa Sedulang RT. 19, Muara Kaman

  Pekerjaan : Nelayan

  Pendidikan Terakhir : SD

  Ayah perkawinan ke : 1

  Riwayat kesehatan ayah : Tidak ada penyakit

   Nama Ibu : Ny. A

  Umur : 30 tahun

  Alamat : Desa Bunga Jadi RT. 22, Muara Kaman

  Pekerjaan : IRT

  Pendidikan Terakhir : SD

  Ibu perkawinan ke : 1

  Riwayat kesehatan ibu : Tidak ada penyakit

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 27 April 2013

dengan Ibu kandung pasien.

Page 5: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 5/64

5

Keluhan Utama :

Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Muntah dialami pasien 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi

makanan, berwarna hijau dan tidak ada darah, muntah ± 10 kali dalam 1 hari

dengan konsistensi ± ½ kantong plastik gula. Pasien mulai mengeluhkan badan

terasa lemas dan mulai tidak mau makan. Sebenarnya pasien sudah mengeluhkan

malas makan sejak 20 hari SMRS dengan sebab yang tidak jelas. Biasanya pasien

makan 3 kali dalam sehari dengan porsi makan 1 piring berisi nasi, sayur, ikan

goreng ataupun sop. Namun selama sakit pasien hanya makan 2-3 suap sekali

makan dan selalu dimuntahkan. Pasien juga mengeluhan demam sejak 1 minggu

SMRS. Demam terus menerus dan tidak turun jika diberikan obat penurun

demam. Pasien sempat 2 hari di rawat inap di puskesmas muara Kaman karena

keluhan tersebut namun tidak berkurang dan akhirnya dirujuk ke RSUD AWS

Samarinda. Pasien juga merasakan nyeri pada perutnya dan nyeri otot serta tulang

selama 1 minggu ini dirawat di Rumah sakit. Selama dirawat di RS, pasien

mengalami batuk berdahak namun tidak sering. Selama sakit, ibu pasien mengaku

anaknya mengalami penurunan berat badan 10 kg selama 1 bulan terakhir ini.

Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sakit sebelum masuk rumah

sakit yang sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.

Riwayat Sosio-Ekonomi Keluarga :

•  Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.

•  Dalam satu rumah dihuni oleh 4 orang, yaitu: ayah, ibu, dan kakak pasien.

Page 6: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 6/64

6

•  Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah. Ventilasi rumah

tercukupi.

•  Sumber air: Sungai Mahakam, namun untuk minum dan memasak

membeli air bersih.

•  Listrik: PLN

•  Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

Riwayat Saudara-Saudaranya :

Hamil

ke

Kondisi

saat

Lahir

Jenis

PersalinanUsia

Sehat/

Tidak

Umur

Meninggal

Sebab

Meninggal

1

2

3

Aterm

Aterm,

IUFD

Aterm,

BBLR

Spontan

Spontan

Spontan

17

-

11,5

Sehat

-

Sehat

-

-

-

-

-

-

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :

Berat badan lahir : 3000 gr

Panjang badan lahir : lupa

Berat badan sekarang : 20 kg (tgl 27-04-2013)

Tinggi badan sekarang : 105 cm

Gigi keluar : Lupa

Tersenyum : Lupa

Miring : LupaTengkurap : Lupa

Duduk : Lupa

Merangkak : Lupa

Berdiri : Lupa

Berjalan : Lupa

Berbicara 2 suku kata : Lupa

Masuk TK : 5 tahun

Page 7: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 7/64

7

Sekarang kelas : 5 SD

Makan Minum anak :

ASI : diberikan sampai usia 2 tahun

Susu sapi/buatan : diberikan sejak usia 1 tahun

Jenis susu : Dancow

Takaran : 3-4 botol ukuran 100 ml

Buah : 1 ½ tahun

Bubur susu : 1 ½ tahun (3 kali sehari  5-6 sendok)

Tim saring : 2 tahun (3 kali sehari  8-9 sendok)

Makanan padat, lauknya : 2 ½ tahun

Pemeliharaan Prenatal 

Periksa di : Puskesmas, bidan, rumah sakit

Penyakit Kehamilan : -

Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Zat Besi

Riwayat Kelahiran :

Lahir di : Rumah sakit, ditolong oleh : Bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

Jenis partus : spontan, langsung menangis

Pemeliharaan postnatal :

Periksa di : Posyandu

Keadaan anak : Sehat

Keluarga berencana : Tidak

IMUNISASI

Imunisasi Usia saat imunisasi

I II III IV Booster I Booster II

BCG (+) ////////////  //////////// //////////// //////////// ////////////

Polio (+) (+) (+) (+) - -

Campak (+) - //////////// //////////// //////////// ////////////

Page 8: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 8/64

8

DPT (+) (+) (+) //////////// - -

Hepatitis B (+) (+) (+) ////////// - -

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 27 April 2013

Kesan umum : sakit sedang

Kesadaran : E4M6V5

Tanda Vital

  Frekuensi nadi : 64 x/menit

  Frekuensi napas : 40 x/menit

  Temperatur : 36,9o C

Berat badan : 20 kg

Panjang Badan : 115 cm

Status Gizi : Gizi Kurang (kurva CDC pada -3 SD)

BMI : 15,1 kg/m2 

Page 9: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 9/64

9

Kepala

Rambut : Hitam

Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks

Cahaya (+/+), Pupil isokor (3mm/3mm).

Hidung : Sumbat (-), Sekret (-), PCH (-)

Telinga : Bersih, Sekret (-)

Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis (-), mukosa bibir basah,

 pembesaran Tonsil (T2/T2), tonsil merah

Kulit : Badan gatal (+), plak eritema, multiple

Leher

Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB colli (-/-) konsistensi kenyal, mobile,

 berukuran 1 cm, turgor kurang

Thoraks

Pulmo

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan asimetris, retraksi ICS (+)

Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi : bronkovesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Page 10: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 10/64

10

Cor:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba,

Perkusi : Batas jantung

Kanan : ICS III, 3 cm dari right parasternal line

Kiri : ICS V left midclavicular line

Auskultasi : S1,S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kulit

 baik.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)

Status Neurologicus

  Kesadaran

Composmentis, GCS E4V5M6

  Kepala

Bentuk normal, simetris, ubun-ubun cekung (-), nyeri tekan (-)

  Leher

Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-)

 Pemeriksaan Saraf Kranialis

Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri

Okulomotorius (III)

  Sela mata

  Pergerakan mata kearah superior,

medial, inferior

  Strabismus

  Refleks pupil terhadap sinar

 Normal

 Normal

(-)

(+)

 Normal

 Normal

(-)

(+)

Page 11: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 11/64

11

  Pupil besarnya 3 mm 3 mm

Troklearis (IV)

  Pergerakan mata torsi superior Normal Normal

Trigeminus (V)

  Membuka mulut

  Mengunyah

  Menggigit

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Abdusens (VI)

  Pergerakan mata ke lateral Normal Normal

Fasialis (VII)

  Menutup mata

  Memperlihatkan gigi

  Sudut bibir

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Vestibulokoklearis (VIII)

  Fungsi pendengaran (Subjektif) (+) (+)

Vagus (X)

  Bicara

  Menelan

(+)

(+)

(+)

(+)

Assesorius (XI)

  Memalingkan kepala (+) (+)

Hipoglossus (XII)

  Pergerakan lidah (+) (+)

  Anggota Gerak Atas

Anggota Gerak Atas Kanan Kiri

Motorik

  Pergerakan

  Kekuatan

(+) ↓ 

3

(+) ↓ 

3

Refleks fisiologis

  Biseps

  Triceps

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks patologis

Page 12: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 12/64

12

  Tromner

  Hoffman

(-)

(-)

(-)

(-)

  Anggota Gerak Bawah

Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri

Motorik

  Pergerakan

  Kekuatan

(+) ↓ 

3

(+) ↓ 

3

Refleks fisiologis

  Patella

  Achilles

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks patologis

  Babinski

  Chaddock

(-)

(-)

(-)

(-)

Pemeriksaan tambahan

  Tes Kernig

  Tes Brudinzki I

  Tes Brudinzki II

(-) 

(-)

(-)

(-) 

(-)

(-)

Koordinasi, Gait, Keseimbangan: Pasien tidak bisa berjalan karena lemas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Skor TB

Parameter Skor

Kontak TB -

Uji Tuberkulin -

Status Gizi 2

Demam tanpa sebab yang jelas -

Batuk -

Pembesaran KGB -

Pembengkakan tulang/sendi -

Page 13: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 13/64

13

Foto Rotngen Paru -

Total 2

Konsultasi Psikiatri (30 April 2013)

Kesimpulan : saat ini pada pasien tidak ditemukan gangguan psikiatri.

Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan Laboratorium

DL 27-04-

2013

28-04-

2013

29-04-

2013

01-05-

2013

03-05-

2013

Hb 11,4 8,2 8,4 - 9,3

Leukosit 13.400 13.300 12.640 - 8.410

Trombosit 545.000 397.000 385.000 - 393.000

Hematokrit 34,4 % 24,6% 23,4% - 26,5%

LED - - 65 - 10

GDS 133 - - - -

SGOT - - 54 - -

SGPT - - 40 - -

Ureum - - 29,8 - -

Creatinin - - 0,5 - -

 Natrium 127 125 - 123 124

Kalium 1,1 1,2 - 2,0 1,6

Chloride 87 89 - 82 85

T3 - - 0,74 - -

T4 - - 6,60 - -

TSH - - 3,16 - -

DDR - - Negatif - -

HbSAg

stick

negatif - - - -

112 Non

reaktif

- - - -

Page 14: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 14/64

14

DL 06-05-

2013

10-05-

2013

11-05-

2013

13-05-

2013

20-05-

2013

Hb - - 9,4 - -

Leukosit - - 7.030 - -

Trombosit - - 295.000 - -

Hematokrit - - 26,8% - -

LED - - 3 - -

 Natrium 129 133 - 133 146

Kalium 1,9 2,3 - 2,7 5,3

Chloride 93 103 - 102 103

DDR - - Negatif - -

29 April 2013 11 Mei 2013 20 Mei 2013

1/80 1/160 1/320 1/80 1/160 1/320 1/80 1/160 1/320

Salmonella

typhi –  O

+ - + - + -

Salmonellatyphi –  H

+ + - - - - + + -

Salmonella

 parayphi A

- O

- - - - - - - - -

Salmonella

 parayphi A

- H

- - - - - - - - -

Salmonella

 parayphi B

- O

- - - - - - - - -

Salmonella

 parayphi B

 –  H

+ + - + + + + -

Salmonella - - - + + - -

Page 15: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 15/64

Page 16: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 16/64

16

Kesan : Bronchitis

  Pemeriksaan Kultur (13 Mei 2013) : Tidak ada pertumbuhan bakteri

Diagnosis Kerja :  Marasmus + Hipokalemia

Diagnosis Lain : Limfadenitis Tuberkulosis 

Terapi Awal Tanggal 27 April 2013 :

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10 cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV skin test

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Bila minum susu, ditambahi KCl 5 cc tiap minum susu

Terapi Tanggal 18 Mei 2013 :

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10 cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Bila minum susu, ditambahi KCl 5 cc tiap minum susu

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

Page 17: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 17/64

17

Prognosis : Dubia

 

Lembar Follow-Up

Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan

29-04-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati (+), mual (-),

muntah (-), demam (+), batuk

 berdahak (-), nafsu makan

 berkurang.

O: CM, TD 100/60mmHg, N 92 x/i,

RR 22 x/i, T 36,1oC, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

skin test

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Bila minum susu, ditambahi

KCl 5 cc tiap minum susu

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Mantoux test

  HDT, Widal, Malaria,

SGOT/SGPT, urinalisis, T3,

T4, TSH

30-04-2013

BB 20 kg

S: kepala terasa berputar (+), nyeri

 perut (+), demam (+), makan

 berkurang, minum (+).

O: CM, TD 100/60mmHg, N 100

x/i, RR 24 x/i, T 37,2oC, an -/-, ikt -

/-, rh -/-, wh -/-, BU (+) dbn, soefl,

 NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Cek elektrolit

  Konsul psikiatri

01-05-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati (+), demam (+),

makan sedikit, minum (+).

O: CM, TD 110/60mmHg, N 98 x/i,

RR 24 x/i, T 37,5o

C, an -/-, ikt -/-,

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

Page 18: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 18/64

18

rh -/-, wh -/-, BU (+) dbn, soefl,

 NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

02-05-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati berkurang, demam

(-), makan sedikit, minum (+).

O: CM, N 96 x/i, RR 22 x/i, T

37,1oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

 Susu 8 x 200 cc

03-05-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati berkurang, demam

(-), makan (+), minum (+), BAB

(+).

O: CM, N 94 x/i, RR 22 x/i, T

36,9oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  Cek ulang elektrolit

04-05-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati berkurang, demam

(+), makan sedikit, minum (+).

O: CM, N 118 x/i, RR 22 x/i, T

37,1oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

06-05-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati berkurang, demam

tadi malam, makan (+), minum (+),

BAB & BAK (+).

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

Page 19: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 19/64

19

O: CM, N 108 x/i, RR 24 x/i, T

36,8oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  Cek ulang elektrolit

07-05-2013

BB 20 kg

S: nyeri ulu hati (+), demam (-),

makan (+), minum (+), BAB &

BAK (+).

O: CM, N 96 x/i, RR 24 x/i, T

36,5oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

 Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

08-05-2013

BB 20,5 kg

S: keluhan (-), nyeri ulu hati (-),

mual (-).

O: CM, N 120 x/i, RR 22 x/i, T

36,5oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (-)

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  Urinalisis

  AGD

10-05-2013

BB 20,5 kg

S: demam tadi malam, mual (-),

nyeri perut (-)

O: CM, N 108 x/i, RR 24 x/i, T

37,1oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (-)

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  Cek elektrolit

11-05-2013 S: demam tadi malam, makan (+)  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

Page 20: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 20/64

20

BB 21 kg

O: CM, N 144 x/i, RR 28 x/i, T

39,2oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (-)

A: Hipokalemia + Marasmus

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

 Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  Cek DL, widal, malaria

  Senin cek ulang elektrolit

13-05-2013

BB 21 kg

S: demam (+), mual (-), muntah (-),

nafsu makan (+).

O: CM, N 100 x/i, RR 23 x/i, T

37,3oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  Kultur darah

  Cek elektrolit

14-05-2013

BB 21 kg

S: demam (+), nafsu makan (+),

nyeri leher (+)

O: CM, N 92 x/i, RR 22 x/i, T

36,7oC, an -/-, ikt -/-, pembesaran

KGB (+/-), nyeri (+) rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, NTE (+)

A: Hipokalemia + Marasmus +

Limfadenitis Colli

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

  FNAB

15-05-2013

BB 21 kg

S: demam (+), nafsu makan (+),

nyeri leher (+)

O: CM, N 90 x/i, RR 22 x/i, T

36,6oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

skin test

 Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

Page 21: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 21/64

21

BU (+) dbn, soefl, benjolan pada

leher kiri (+), nyeri (+)

A: Hipokalemia + Marasmus +

Limfadenitis Colli

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

16-05-2013

BB 21 kg

S: kadang demam (+), nafsu makan

(+), mual muntah (-) nyeri leher (+)

O: CM, N 92 x/i, RR 24 x/i, T

36,2oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, benjolan pada

leher kiri (+), nyeri (+)

A: Hipokalemia + Marasmus +

Limfadenitis Colli

  IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10

cc

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

 Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu 8 x 200 cc

17-05-2013

BB 21 kg

S: demam (-), nafsu makan (+),

nyeri leher kiri (+)

O: CM, N 96 x/i, RR 25 x/i, T

36,3oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, benjolan pada

leher kiri (+), nyeri (+)

A: Hipokalemia + Marasmus +

Chronic Limfadenitis TB

  IVFD Kaen 3B

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  Susu F100 8 x 200 cc

  Rawat bersama Pulmonologi

Terapi :

  INH 1 x 210 mg

  Rifampisin 1 x 300 mg

  Pirazinamid 1 x 500 mg

  B complex 1 x 1 tab

  Diet 2000 kal

  As. Folat 1 x 1 tab

  Vit. A 200.000 IU

Page 22: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 22/64

22

  KCl 3% 3 x 1 fl

18-05-2013

BB 21 kg

S: demam (-), nafsu makan (+),

nyeri leher kiri (+)

O: CM, N 99 x/i, RR 24 x/i, T

36,0oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, benjolan pada

leher kiri (+), nyeri (+)

A: Hipokalemia + Marasmus +

Chronic Limfadenitis TB

  IVFD Kaen 3B

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  INH 1 x 210 mg

  Rifampisin 1 x 300 mg

  Pirazinamid 1 x 500 mg

  B complex 1 x 1 tab

  Diet 2000 kal

  F100 8 x 200 ml

  As. Folat 1 x 1 tab

  Vit. A 200.000 IU

  KCl 3% 3 x 1 fl

  Cek elektrolit

20-05-2013

BB 21 kg

S: demam (-), nafsu makan (+),

nyeri leher kiri (+)

O: CM, N 99 x/i, RR 24 x/i, T

36,0oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,

BU (+) dbn, soefl, benjolan pada

leher kiri (+), nyeri (+)

A: Hipokalemia + Marasmus +Chronic Limfadenitis TB

  IVFD D5 ½ NS 15 tpm

  Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV

skin test

  Inj. Ranitidin 2 x 20 mg

  Inpepsa 3 x 1 C

  Inj. Ondancentron 3 x 20 mg

  INH 1 x 210 mg

  Rifampisin 1 x 300 mg

  Pirazinamid 1 x 500 mg

  B complex 1 x 1 tab

  Diet 2000 kal

  F100 8 x 200 ml

  As. Folat 1 x 1 tab

  Vit. A 200.000 IU

  KCl 3% 3 x 1 fl

  Tes widal

Page 23: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 23/64

Page 24: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 24/64

24

 b)  Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

 penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c)  Wajah membulat dan sembab

d)  Pandangan mata anak sayu

e)  Pembesaran hati. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

 pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f)  Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas

  Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi

untuk pertumbuhan yang normal. Selain menurunnya berat badan < 60% dari normal,

 pada penderita ditemukan pula tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit dan kelainan biokimiawi.

2.  Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi

karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan

dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin

C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.

Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan

 protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan

cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu

 protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut

akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.

Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran

adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella

negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf

motorik akibat dari kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.

Sedangkan hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein

maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan

LDL. Karena penurunan HDL dan LDL maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke

 jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Page 25: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 25/64

25

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah  pitting edema.  Pitting edema 

disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal

ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak

ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk

reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada

 penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan

maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran

sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.

Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan

hidrostatik dan onkotik.

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori

 protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat

seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau

malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan

makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri

anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a.  Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,

 pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan

orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

 b.  Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus terutama infeksi enteral misalnya

infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,  pielonephiritis dan sifilis kongenital.

c.  Kelainan struktur bawaan misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit  Hirschpurng,

deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.  Hiatus hernia,

hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d.  Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI

kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e.  Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup

f.  Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia,

lactose intolerance

g.  Tumor hypothalamus. Kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab

maramus yang lain disingkirkan

h.  Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang

akan menimbulkan marasmus

Page 26: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 26/64

26

3.  Dampak Gizi Buruk

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi

 buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien

lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan menurunkan sistem pertahanan

tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena

infeksi. Karena berbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi

karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika

fase akut tertangani namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch

up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk

terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan penampilan anak akibat

kondisi ” stunting ” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak

 pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan

derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap

 pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

 perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan

 perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,

 penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan

 perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.

4.  Penilaian status gizi secara Antropometri

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak

langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu

antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak

langsung terbagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

1)  Penilaian secara langsung

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

 pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa

indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

 badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

a)  Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam

Page 27: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 27/64

27

keadaan normal, di mana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan

gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).

Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak misalnya terserang

infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih

menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil menyebabkan indeks ini

lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status).

 b)  Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks TB/U di samping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih

erat kaitannya dengan status ekonomi.

c)  Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan

kecepatan tertentu.

2)  Penilaian secara tidak langsung

a)  Survei konsumsi makanan

 b)  Statistik vital

c)  Faktor ekologi

5.  Klasifikasi KEP

Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP.

Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP

 berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Untuk

menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas.

Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi

di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.

Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999

dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP II

(sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan

indeks berat badan menurut umur. 

Klasifikasi KEP menurut Depkes RI

Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)

Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U

 Normal Gizi Baik 80 % –  120 % Median BB/U

KEP I Gizi Sedang 70 % –  79,9 % Median BB/U

Page 28: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 28/64

Page 29: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 29/64

29

glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering

sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan

untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita

hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.

Tatalaksana

  Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.

  Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa

atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui

 NGT.

  Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2 – 3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.

  Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.

  Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)

sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.

  Beri antibiotik.

Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit.

  Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa

atau gula 10%.

  Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia

disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar guladarah dan tangani sesuai

keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu, lakukan

rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.

b.  Hipotermia (suhu aksilar <35,50C)

Tatalaksana

  Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

  Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan

letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau

letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru).

Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari

tubuh anak.

  Beri antibiotik sesuai pedoman.

Page 30: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 30/64

30

Pemantauan

  Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau lebih.

Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.

  Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C

  Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari

  Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

  Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebasangin dan

 pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

  Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidurtetap kering

  Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelahmandi, atau selama

 pemeriksaan medis)

  Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,terutama di malam hari

  Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang

hari, siang danmalam.

  Jangan menghangati anak dengan air panas dalam botol

c.  Dehidrasi

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan

mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh

sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan

menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak

 jelas, anggap dehidrasi ringan. Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP

 berat/gizi buruk dengan dehidrasi adalah :

  Ada riwayat diare sebelumnya

  Anak sangat kehausan

  Mata cekung

   Nadi lemah

  Tangan dan kaki teraba dingin

  Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tatalaksana

   Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.

Page 31: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 31/64

31

  Beri  ReSoMal , secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika

melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

-   beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

-  setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5 – 10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75

dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar

dan apakah anak muntah.

  Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

  Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap

 buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.

*ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter.

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2

 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala

kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan

kematian.

Periksalah:

•  frekuensi napas

•  frekuensi nadi

•  frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

•  frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis.

Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit

membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak

memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat

 penting untuk memantau berat badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi

nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang

setelah 1 jam.

Pencegahan

  Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan

gizi baik, kecualipenggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar.

  Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI.

  Pemberian F-75 sesegera mungkin.

Page 32: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 32/64

32

  Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

d.  Gangguan keseimbangan elektrolit

Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit di

antaranya :

  Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Hal ini dapat memicu

terjadinya edema.

  Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.

Jangan obati edema dengan pemberian diuretika. Pemberian Natrium berlebihan dapat

menyebabkan kematian.

Berikan :

-  Makanan tanpa diberi garam/rendah garam (NaCl).

-  Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah

terkandung di dalam larutan  Mineral-Mix yang ditambahkan kedalam F-75, F-100 atau

ReSoMal

-  Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

e.  Infeksi

Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti

demam seringkali tidak tampak, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.

Oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi buruk dianggap mengalami infeksi saat datang ke

RS dan diberikan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

  Antibiotik spektrum luas

  Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika

anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda

imunisasi jika anak syok.

Pil ihan antibiotik spektrum luas

   Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25

mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.

Page 33: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 33/64

33

   Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak

sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

-  Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan

Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU,jika tidak tersedia

amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap6 jam selama 5 hari) sehingga

total selama 7 hari, DITAMBAH:

-  Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.

Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai

ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin

   Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB

IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.

spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :

Umur

Atau

Berat Badan

KOTRIMOKSASOL

(Trimetoprim + Sulfametoksazol)

  Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari

AMOKSISILIN

  Beri 3 Kali

Sehari Untuk 5

Hari

Tablet dewasa

80 mg trimeto

 prim + 400 mg

sulfametok

sazol

Tablet Anak

20 mg trimeto

 prim + 100 mg

sulfametok

sazol

Sirup/5ml

40 mg trimeto

 prim + 200 mg

sulfametok

sazol

Sirup

125 mg

 per 5 ml

2 sampai 4 bulan

(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml4 sampai 12

 bulan

(6 - < 10 Kg)

½ 2 5 ml 5 ml

12 bln s/d 5 thn

(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml

Catatan :

  Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi, maka lakukan

 pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau

terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.

  Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya

 pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama

7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut atau memburuk, anak

segera dirujuk ke rumah sakit.

Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan

Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.

Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri,

infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.

Page 34: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 34/64

34

Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. Walaupun

tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan

 bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.

Pengobatan terhadap parasit cacing

Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari

atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan,

walaupun belum terbukti adanya infestasi cacing.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai

seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang

menyeluruh pada anak.

f.  Defisiensi zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering

ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak

mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada

minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

  Multivitamin

  Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

  Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

  Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

  Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

  Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum

dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir,

 beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

Page 35: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 35/64

35

UMUR DAN BERAT

BADAN 

TABLET BESI/FOLAT

Sulfas ferosus 200 mg + 0,25

mg Asam Folat

  Berikan 3 kali sehari

SIRUP BESI

Sulfas ferosus 150 ml

  Berikan 3 kali sehari

6 sampai 12 bulan

(7 - < 10 Kg)

¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)

12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)

  Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal

sebagai berikut :

  Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

g.  Pemberian makanan awal

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab

keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Tatalaksana

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:

•  Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah

laktosa

•  Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral

• Energi: 100 kkal/kgBB/hari

•  Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet)

(DOSIS TUNGGAL)

4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet

9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet

1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet

3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet

Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A

200.000 IU 100.000 IU

6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul

12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

Page 36: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 36/64

36

•  Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)

•  Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang

ditentukan harus dipenuhi.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama tanpa

 pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian).

Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80

kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT.  Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada

 fase awal ini.

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra

air/cairan.

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

•  Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

•  Muntah

•  Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

•   Berat badan. 

g.  Tumbuh kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

•  Kembalinya nafsu makan

•  Edema minimal atau hilang.

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabi l i tasi :  

Fase Transisi (minggu ke 2)

  Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari

risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah

 banyak secara mendadak.

  Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan

formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka

waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengankandungan energi dan protein yang sama.

Page 37: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 37/64

37

  Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,

 biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

  Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga

kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.Pemantauan pada fase transisi:

1. Frekwensi nafas

2. Frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit

dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah

normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.

3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

-  Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

-  Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

-  Protein 4-6 gram/kg bb/hari

-  Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO

100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk

tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :

-  Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering

-  Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

-  Protein 4-6 g/kgbb/hari

-  Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula

karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

-  Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Page 38: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 38/64

38

Pemantauan fase rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

-  Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

-  Setiap minggu kenaikan bb dihitung.

  Baik bila kenaikan bb  50 g/Kg bb/minggu.

  Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Tahapan Pemberian Diet

Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti

Fase transisi : Formula who 75  formula who 100 atau pengganti

Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)

 

Makanan keluarga

h.  Stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

karenanya berikan :

-  Kasih sayang

-  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

-  Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 –  30 menit/hari

-  Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh

-  Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

Page 39: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 39/64

39

i.  Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di

rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.

 Nasehatkan kepada orang tua untuk :

-  Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas

-  Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan

selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak

selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.

-   pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat

-   penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu

-  Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

-  Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI) sesuai

umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

MARASMUS

Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang utama di

Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui

 berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama denganmasyarakat. Menurut Survei Kesehatan tahun 1986 angka kejadian gizi buruk pada anak

 balita 1,72% dan gizi kurang sebanyak 11,4%.

Berbeda dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak

 balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. Rani di RSU Dr. Pirngadi Medan

mendapat 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat. Mereka terdiri

dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk.

Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari

241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi

 buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).

Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi

kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita

gizi kurang.

Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS.

Dr.Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%.

Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan

Page 40: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 40/64

40

 penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta

terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

1.  Definisi

Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anak mengalami defisiensi energi dan

 protein sekaligus. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan.

Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara berkembang. Menurut

data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia

lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energy dan protein sekaligus.

2.  Etiologi

Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menyebabkan maramus antara lain :

1. Masukan makanan yang kurang

Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak

sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya

 pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

2. Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.

3. Kelainan struktur bawaan

Misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,

 palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis

 pancreas.

4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus

Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang

kurang kuat.

5. Pemberian ASI

Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

6. Gangguan metabolik

Misalnya : renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

7. Tumor hypothalamus

Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah

disingkirkan.

8. Penyapihan

Page 41: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 41/64

Page 42: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 42/64

42

  Mula-mula bayi mungkin cengeng dan rewel, walaupun telah mendapat minum atau

disusui, sering bangun pada waktu malam, kemudian menjadi lesu, dan nafsu makan

hilang.

 Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama padawajah, akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old

man face).

  Vena superficialis tampak lebih jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu

kelihatan menonjol, mata tampak besar dan dalam.

  Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka

anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang, dan kulit kehilangan turgornya

sehingga menjadi kerut dan longgar atau keriput.

  Tulang rusuk tampak lebih jelas.

  Dinding abdomen dapat kembung/membuncit, cekung atau datar, dengan gambaran

usus yang jelas.

  Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya.

  Diare atau konstipasi.

  Kadang-kadang tampak rambut yang kering, tipis, dan mudah rontok.

  Baggy pant

5.  Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak

didiagnosis marasmus apabila : BB/TB < -3 SD atau <70% dari median. Jika BB/TB atau

BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus ( visible

 severe wasting ) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu,

lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas, tanpa adanya edema.

6.  Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila

 penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang

 baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.

1.  Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang

 paling baik untuk bayi.

Page 43: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 43/64

43

2.  Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke

atas.

3.  Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan.

4.  Pemberian imunisasi.

5.  Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

6.  Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan

usaha pencegahan jangka panjang.

7.  Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis

kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

7.  Pengobatan

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan

tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat

 berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan

 penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu

mendapat perawatan di rumah sakit.

Pada dasarnya, tatalaksana penderita marasmus sama dengan tatalaksana gizi buruk

secara umum. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap.

Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk

menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan

 pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer

Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60

ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam

 berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan

koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap

 pemberian makanan.

Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg

BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini

dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg

BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi

kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg

BB/hari.

Page 44: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 44/64

Page 45: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 45/64

45

8.  Prognosis

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering

disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi

atau karena malnutrisi sendiri.

Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam

 beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian

tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh

akibat under nutrition.

Page 46: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 46/64

46

HIPOKALEMIA

1.  Definisi

Hipokalemia diartikan saat level kalium kurang dari 3,5 mEq/L. Hipokalemi berat

terjadi saat kalium tubuh menurun di bawah 2,5-3 mEq/L. Hipokalemia ini dapat terjadi

akibat beberapa keadaan seperti kehilangan kalium via ginjal atau sistem pencernaan, diet

yang tidak adekuat, pertukaran transeluler (ke dalam intraselulerar), dan medikasi.

2.  Patofisiologi

a.  Perpindahan Trans-selular

Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-

faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain

 beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dan sebagainya. Insulin dan obat

katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.

Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K + ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di

tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium.

Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K

serum sebesar 0,2 — 0,4 mmol/L, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu

 jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat

kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5mmol per liter setelah

 pemberian intravena selama 6 jam. Teofilin dan kafein bukan merupakan obat

simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta

meningkatkan aktivitas Na+/K +ATPase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan

gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa

menurunkan kalium serum sebesar 0,4mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam

sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum.

 Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau

selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum.

Page 47: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 47/64

Page 48: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 48/64

48

 b.  Deplesi Kalium

Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh.

Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma

3,5-5 mEq/L. Asupan K +  yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan

kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi

K +, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium

 berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat

moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/harimenghasilkan defisit kumulatif sebesar

250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7-10 hari. Setelah periode

tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi

sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah

mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.

Page 49: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 49/64

49

c.  Kehilangan K + Melalui Jalur Ekstra-renal

Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat

menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien

yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi

kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.

d.  Kehilangan K + Melalui Ginjal

Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras

cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan

menyebabkan hipokalemia.

3.  Etiologi

  Malnutrisi, atau intake kalium yang kurang (asupan K + normal adalah 40-120 mmol/hari). 

  Kehilangan kalium pada traktus gastrointestinal :

o  Muntah

o  Diare

o  Penggunaan enema/laksatif

  Efek dari obat-obatan :

o  Diuretic

o  Agonist beta-adrenergik

o  Steroid

o  Teofilin

o  Aminoglikosida

  Pergeseran kalium intraseluler :

o  Insulin

o  Alkalosis

  Kehilangan Kalium pada ginjal :

o  Asidosis Tubular Renalis

o  Hiperaldoteronism

o  Deplesi magnesium

o  Leukemia

Page 50: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 50/64

 

Hipokalemia

SpuriousPotassiumdepletion

Extrarenal etiology

(urine K < 20 mEq/L)

 Normal acid-base

Inadequate intake

Anorexia nrvosa

Tea and toast diet

Relative

Increase in cell mass

Copious Perspiration

Laxative abuse

Metabolic acidosis

G tract losses

diarrhea

fistula

villous adenoma

Renal K loss

(urine K > 20 mEq/L)

Metabolic acidosis

Renal tubular acidosis

Distal (type I)

Proximal (type II)

Acetazolamide

DKA

Ureterosigmoidoscopy

Metabolic alkalosis

See algorithm 2

Variable acid base

Magnesium depletion

Acquired

Hereditary renal wasting

Antibiotics

Penicillins

Aminoglicosides

Leukemia

Redistribution

Page 51: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 51/64

51

Algorithm number 2

Metabolicalkalosis

Low urine chloride

(urine cl < 10 mEq/L)

 Normotensive

- vomiting

- gastric drainage

- diuretic use

- post-hypercapnea

- cl-losing diarrhea

High urine chloride

(urine cl > 10 mEq/L)

Hypertensive

HighAldosterone

Low renin

- primaryhyperaldoseronism

- adenoma

- hyperplasia

High renin

- renovascularhypertension

- malignant hypertension

- renin secreting tumor

Low aldosterone and lowrenin

- glycyrrhizic

- carbenoxolone

- exogenousmineralocoticoids

- Liddle's syndrome

- Apparentmineralocorticoid excess

 NormalAldosterone and

low renin

- Cushingsyndrome

 Normotensive

- diuretics

- Bartter's syndrome

- severe K depletion

- Gittelman'ssyndrome

Page 52: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 52/64

Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung bersifat kompleks. Bila

cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa nasogastrik), NaHCO3  yang

meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na+  ditukar dengan K +  dengan akibat peningkatan

ekskresi K +. Kehilangan K +  melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah faktor

utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan kandungan K + dalam sekresi lambung

sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke tubulus. H+ bersama K + 

 bertukar dengan Na+, sehingga ekskresi K + meningkat.

Risiko yang dapat terjadi

  Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat digoksin.

  Ileus paralitik berkepanjangan akibat penurunan motilitas saluran cerna.

  Kelemahan otot.

  Keram.

4.  Manifestasi Klinis

Karena hipokalemia berat jarang terjadi, pasien sering asimptomatis. Gejala penyakit

dasar jauh lebih nyata dibandingkan hipokalemianya sendiri. Beberapa gejala yang dapat

dijumpai pada hipokalemia di antaranya : palpitasi, kelemahan otot skeletal, paralisis,

arefleksia, hipotensi ortostatik, konstipasi, mual-muntah, kram abdomen, poliuria-nokturia-

 polidipsi, halusinasi, depresi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui tanda ileus, hipotensi, aritia ventrikel, cardiac

arrest, bradikardi atau takikardi, hipoventilasi, letargi atau perubahan status mental,

 penurunan kekuatan otot, tetani, penurunan refleks tendon, edema.

Tanda dan gejala hipokalemia antara lain :

  Pernapasan yang lambat dan sulit untuk bernafas

  Tekanan darah meningkat

  Denyut nadi melemah

  Aritmia

  Cepat merasa pusing ketika berdiri

  Bingung

  Anxietas

  Kelemahan otot

  Kekakuan otot

  Mual

Page 53: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 53/64

53

  Muntah

  Konstipasi

  Distensi abdomen

5.  Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan laboratorium : serum kalium < 3,5 mEq/L, level BUN dan kreatinin, analisa

gas darah (sering terjadi alkalosis)

  EKG : Gelombang T mendatar atau inversi, pemanjangan gelombang QT, depresi segmen

ST

6.  Tatalaksana

Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan,

 perludisingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan

hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi

kadar kalium serum.

Jumlah Kalium

Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan

tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien.

 Namun, 40 — 100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.Pada hipokalemia ringan (kalium 3 — 3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari

dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang

ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak

dan menyediakan 60 mmol kalium.

Kecepatan Pemberian Kalium Intravena

Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum >

2mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal

20mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5-1 mEq/kg/dosis dalam 1

Page 54: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 54/64

54

 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa. Pada kadar < 2 mEq/L, bisa

diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk

koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru

mencetuskan hipokalemia lebih berat.

Kalium iv

  KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia

 berat.

  Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai

dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl,

 bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum

sebesar 0,2 — 1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.

  Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+/L.Ini harus

menjadi standar dalam cairan pengganti K+.

  Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jikaada

aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui venasentral

dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak

sebelum memberikan > 20 mmol K+ /jam.

  Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karenacenderung

menyebabkan nyeri dan sklerosis vena

Koreksi kalium : Berat badan x 0,6 (K diinginkan-K saat ini)

Dosis KCl

Oral : 60-80 mEq/L

IV : perifer 8 mEq/L/jam, sentral 10-20 mEq/L/jam, maksimal 240 mEq/L/hari

Page 55: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 55/64

55

LIMFADENITIS TB

1.  Definisi

Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah

 bening yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Apabila peradangan terjadi

 pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula dan merupakan limfadenitis yang paling

sering terjadi. Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung

tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis

disebut dengan scrofuloderma.

Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi dini dari TB primer, umumnya terjadi

dalam 5 bulan pertama setelah infeksi. Sebagian besar infeksi kelenjar limfe superfisialis

terjadi akibat penyebaran limfogen dan hematogen. Pada awal perjalanan penyakit TB,

kuman TB yang mencapai aliran darah dapat bersarang di satu kelompok atau lebih kelenjar

limfe. Dalam beberapa bulan, penyebaran hematogen dapat terlihat dengan adanya

 pembesaran sepintas (transient ) semua kelenjar superfisialis. Sebagian besar lesi di kelenjar

akan sembuh total, tetapi sebagian kecil kuman TB tetap berkembang biak. Manifestasi klinis

TB kelenjar dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.

2. 

Manifestasi KlinisLimfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner.

Manifestasi klinis sering terjadi di kelenjar leher (cervical adenitis, limfadenitis koli),

kemudian lebih sedikit di daerah aksila dan inguinal. Tuberkulosis kelenjar leher umumnya di

 bagian anterior. Tuberculosis kelenjar supraklavikula dapat terjadi bersama dengan TB

kelenjar leher. Tuberkulosis kelenjar supraklavikula umumnya berkaitan dengan TB kelenjar

mediastinum atau pleura. Tuberkulosis kelenjar submandibula jarang terjadi. Pembesaran

kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak sakit, dan tidak nyeri tekan.

Limfadenitis ini paling sering ter jadi unilateral, tetapi infeksi bilateral dapat terjadi

karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-bawah saling bersilangan. Seiring

 berlanjutnya penyakit, kelenjar yang terinfeksi semakin banyak, sehinggaterbentuk massa

dari nodus yang saling berlekatan. Gejala dan tanda sistemik yang muncul biasanya hanya

 berupa demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Uji tuberculin biasanya menunjukkan

hasil yang positif, sedangkan gambaran foto thoraks terlihat normal pada 70% kasus. Awitan

 penyakit kadang-kadang berlangsung lebih akut, dengan demam tinggi dan pembearan

kelenjar limfe yang cepat disertai nyeri tekan dan terdapat fluktuasi. Gejala awal dapat berupa

Page 56: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 56/64

56

massafluktuasi dengan selulitis atau perubahan warna pada kulit di atasnya, tetapi hal ini

 jarang terjadi.

Limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium :

Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.

Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena

adanya periadenitis.

Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan

abses.

Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.

Stadium 5, pembentukan traktus sinus.

Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar limfe

yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali (i) terjadi infeksi sekunder bakteri, (ii) pembesaran

kelenjar yang cepat atau (iii) koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat

 pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis

dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadenitis TB

servikalis.

Limfadenitis TB dapat sembuh jika tidak diobati, tetapi lebih sering berkembang

menjadi nekrosis dan perkijuan. Kapsul kelenjar dapat pecah, mengakibatkan terjadinya penyebaran infeksi ke kelenjar di sekitarnya. Pecahnya kelenjar menyebabkan timbulnya

traktus sinus yang mengeluarkan cairan dan mungkin memerlukan terapi bedah. Limfadenitis

TB biasanya memberikan respons yang baik terhadap pemberian OAT, tetapi kelenjar limfe

tidak mengecil kembali ke ukuran normal selama beberapa bulan bahkan tahun.

3.  Diagnosis

Untuk mendiagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi, di

mana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun

dengan kemajuan teknik laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap,

 pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu

dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan

 pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Juga penting

untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis.

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :

Page 57: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 57/64

57

a. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur.

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk

 pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat

memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB

agar perwarnaan dapat positif.

Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB.

Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Berbagai media dapat

digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu

 beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis

adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis.

 b. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya

reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen

yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-

10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm,

intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm.

c. Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi

kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk

menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%. CT scan dapat digunakan untuk

membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal. Pada

 pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.

d. Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis

limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB paru

 pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak

dibandingkan dewasa.

USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel

hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pemeriksaan dengan USG juga dapat

dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik,

lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi

TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes.

Page 58: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 58/64

Page 59: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 59/64

59

Gambar Paduan OAT Anak

Tabel OAT yang biasa dipakai dan dosisnya (Buku Ajar IDAI)

Page 60: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 60/64

60

Page 61: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 61/64

61

BAB III

PEMBAHASAN

Teori (Hipokalemia) Kasus (Hipokalemia)

  Gejala klinis : palpitasi, kelemahan otot

skeletal, paralisis, arefleksia, hipotensi

ortostatik, konstipasi, mual-muntah, kram

abdomen, poliuria-nokturia-polidipsi,

halusinasi, depresi.

  Pemeriksaan Fisik : tanda ileus,

hipotensi, aritia ventrikel, cardiac arrest,

 bradikardi atau takikardi, hipoventilasi,

letargi atau perubahan status mental,

 penurunan kekuatan otot, tetani,

 penurunan refleks tendon, edema.

  Pemeriksaan Penunjang :

-  Pemeriksaan laboratorium : serum

kalium < 3,5 mEq/L, level BUN dan

kreatinin, analisa gas darah (sering

terjadi alkalosis)

-  EKG : Gelombang T mendatar atau

inversi, pemanjangan gelombang QT,

depresi segmen ST

  Penatalaksanaan :

-  Hipokalemia ringan (kalium 3 — 3,5

mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol

 per hari dan pasien dianjurkan banyak

makan makanan yang mengandung

kalium.

-  Pada koreksi hipokalemia berat (< 2

mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl,

 bukan dekstrosa. Infus yang

mengandung KCl 0,3% dan NaCl

Mual (+)

Muntah (+)

Badan lemas sehingga susah untuk berjalan

Laboratorium : kalium 1,1 mEq/L

EKG tidak dilakukan

Terapi : IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10 cc

Page 62: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 62/64

62

0,9% menyediakan 40 mmol K+/L.Ini

harus menjadi standar dalam cairan

 pengganti K+.

Teori (Linfadenitis Tuberkulosa) Kasus (Linfadenitis Tuberkulosa)

  Gejala : Pembengkakan kelenjar

unilateral atau bilateral, gejala sistemik

yaitu seperti demam, penurunan berat

 badan, fatigue dan keringat malam.

  Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan

Mikrobiologi, tes tuberculin, serologis,

 pemeriksaan serta pemeriksaan radiologis

  Penatalaksanaan :

-  Fase intensif : Isoniazid, rifampisin

dan pirazinamid diberikan selama 2

 bulan pertama

-  Fase lanjut : rifampisin dan isoniazid

hingga 6 bulan.

-  Dosis :

  INH 5-15 mg/kgBB/hari

  Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari

  Pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari

Pembengkakan pada kelenjar limfe di leher

ukuran ± 1 cm x 1 cm, padat lunak,

immobile, melekat dengan jaringan sekitar

dan nyeri saat ditekan.

Demam (+)

Penurunan berat badan (+)

Pemeriksaan serologis berupa FNAB

menunjukkan limfadenitis TB kronik

Tes tuberculin, Pemeriksaan mikrobiologi

dan pemeriksaan radiologis tidak dilakukan.

Tatalaksana yang diberikan :

  INH 1 x 210 mg

  Rifampisin 1 x 300 mg

  Pirazinamid 1 x 500 mg

Page 63: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 63/64

63

DAFTAR PUSTAKA

1.  IDAI 2011. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik jilid I . Jakarta

2.   Nelson, behrman, & kliegman. 2000.  Nelson teks book of pediatric. vol. 1. Ed 15. alih

 bahasa A Samik Wahab. Jakarta. EGC.

3.  Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985.  Ilmu Kesehatan Anak . Jilid I. FKUI.

Jakarta.; 360-66.

4.  WHO. 2008. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit . Jakarta. Depkes RI.

5.  WHO. 2006. Child Growth Standards: Methods and development . Geneva: World Health

Organization.

6.  Rusmil, K. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan

RI

7.  Zwanger M. Hypokalemia.emedicine.com/emerg/topic273.html.

8.  Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for

 potassiumReplacement in Clinical Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.

9.  Gennari F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New England Journal of Medicine

1998Aug 13;339(7): 451-458

10. Tannen R.L. Potassium Disorders. In Kokko & Tannen. Fluid and ELectrolytes.

WBSaunders Company 3rd ed., p.123

11. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A problem-

 basedapproach. WB Saunders Co. 2nd ed., p 3586.Sunil Gomber and Viresh Mahajan.

Clinico-Biochemical Spectrum of Hypokalemia. IndianPediatrics 1999;36:1144-1146

12. AJ Nicholls & IH Wilson. Perioperative Medicine : managing surgical patients

withmedical problems. OXFORD University Press; 2000.

13. Salah E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby. Hypokalemia

and Potassium Excretion in Stroke Patients. Journal of the American Geriatrics

Society1997;45(12)

Page 64: Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu

http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 64/64