Page 1
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 1/64
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
MARASMUS + HIPOKALEMIA + LIMFADENITIS TB KRONIK
Disusun oleh :
Dhiya Husna Izzati (0708015042)
Rina Zubaidah (080801501)
Kristanti Andarini (0808015042)
Pembimbing :
dr. William S. Tjeng, Sp. A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie
2013
Page 2
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 2/64
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi
dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi
buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak
sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini
berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih
dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Malnutrisi dapat terjadi akibat dari konsumsi makanan yang tidak sesuai
atau tidak cukup akibat dari penyerapan makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode makanan dan faktor-faktor
emosi dapat membatasi konsumsi. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi
masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh
Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat.
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada
Balita. Penyebabnya multifaktorial antara lain asupan makanan yang kurang,
faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diagnosis berdasarkan
gambaran klinis yaitu untuk menentukan penyebab dari perlunya anamnesis
makanan dan penyakit lain. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan kepada
penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan, serta penyuluhan yang baik.
Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein.Penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian
dan rehabilitasi.
Marasmus adalah permasalahan gizi serius yang terjadi di negara-negara
berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian di negara
berkembang pada anak-anak dibawah usia 5 tahun berkaitan dengan defisiensi
energi dan protein. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006
angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72 juta jiwa dan gizi kurang
Page 3
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 3/64
3
sebanyak 11,4 juta jiwa terjadi di Indonesia. Tujuan dari pembautan laporan yang
berjudul marasmus pada anak adalah untuk membahas definisi, gejala, penyebab,
patofisiologi, pengobatan, dan anjuran gizi pada marasmus anak.
Page 4
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 4/64
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : An. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 11 tahun 6 bulan
Alamat : Desa Sedulang RT. 19, Muara Kaman
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
MRS : 27 April 2013
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. T
Umur : 50 tahun
Alamat : Desa Sedulang RT. 19, Muara Kaman
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan Terakhir : SD
Ayah perkawinan ke : 1
Riwayat kesehatan ayah : Tidak ada penyakit
Nama Ibu : Ny. A
Umur : 30 tahun
Alamat : Desa Bunga Jadi RT. 22, Muara Kaman
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu perkawinan ke : 1
Riwayat kesehatan ibu : Tidak ada penyakit
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 27 April 2013
dengan Ibu kandung pasien.
Page 5
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 5/64
5
Keluhan Utama :
Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Muntah dialami pasien 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi
makanan, berwarna hijau dan tidak ada darah, muntah ± 10 kali dalam 1 hari
dengan konsistensi ± ½ kantong plastik gula. Pasien mulai mengeluhkan badan
terasa lemas dan mulai tidak mau makan. Sebenarnya pasien sudah mengeluhkan
malas makan sejak 20 hari SMRS dengan sebab yang tidak jelas. Biasanya pasien
makan 3 kali dalam sehari dengan porsi makan 1 piring berisi nasi, sayur, ikan
goreng ataupun sop. Namun selama sakit pasien hanya makan 2-3 suap sekali
makan dan selalu dimuntahkan. Pasien juga mengeluhan demam sejak 1 minggu
SMRS. Demam terus menerus dan tidak turun jika diberikan obat penurun
demam. Pasien sempat 2 hari di rawat inap di puskesmas muara Kaman karena
keluhan tersebut namun tidak berkurang dan akhirnya dirujuk ke RSUD AWS
Samarinda. Pasien juga merasakan nyeri pada perutnya dan nyeri otot serta tulang
selama 1 minggu ini dirawat di Rumah sakit. Selama dirawat di RS, pasien
mengalami batuk berdahak namun tidak sering. Selama sakit, ibu pasien mengaku
anaknya mengalami penurunan berat badan 10 kg selama 1 bulan terakhir ini.
Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sakit sebelum masuk rumah
sakit yang sekarang.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat Sosio-Ekonomi Keluarga :
• Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.
• Dalam satu rumah dihuni oleh 4 orang, yaitu: ayah, ibu, dan kakak pasien.
Page 6
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 6/64
6
• Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah. Ventilasi rumah
tercukupi.
• Sumber air: Sungai Mahakam, namun untuk minum dan memasak
membeli air bersih.
• Listrik: PLN
• Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.
Riwayat Saudara-Saudaranya :
Hamil
ke
Kondisi
saat
Lahir
Jenis
PersalinanUsia
Sehat/
Tidak
Umur
Meninggal
Sebab
Meninggal
1
2
3
Aterm
Aterm,
IUFD
Aterm,
BBLR
Spontan
Spontan
Spontan
17
-
11,5
Sehat
-
Sehat
-
-
-
-
-
-
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 3000 gr
Panjang badan lahir : lupa
Berat badan sekarang : 20 kg (tgl 27-04-2013)
Tinggi badan sekarang : 105 cm
Gigi keluar : Lupa
Tersenyum : Lupa
Miring : LupaTengkurap : Lupa
Duduk : Lupa
Merangkak : Lupa
Berdiri : Lupa
Berjalan : Lupa
Berbicara 2 suku kata : Lupa
Masuk TK : 5 tahun
Page 7
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 7/64
7
Sekarang kelas : 5 SD
Makan Minum anak :
ASI : diberikan sampai usia 2 tahun
Susu sapi/buatan : diberikan sejak usia 1 tahun
Jenis susu : Dancow
Takaran : 3-4 botol ukuran 100 ml
Buah : 1 ½ tahun
Bubur susu : 1 ½ tahun (3 kali sehari 5-6 sendok)
Tim saring : 2 tahun (3 kali sehari 8-9 sendok)
Makanan padat, lauknya : 2 ½ tahun
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Puskesmas, bidan, rumah sakit
Penyakit Kehamilan : -
Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Zat Besi
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah sakit, ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : spontan, langsung menangis
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Posyandu
Keadaan anak : Sehat
Keluarga berencana : Tidak
IMUNISASI
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio (+) (+) (+) (+) - -
Campak (+) - //////////// //////////// //////////// ////////////
Page 8
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 8/64
8
DPT (+) (+) (+) //////////// - -
Hepatitis B (+) (+) (+) ////////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 27 April 2013
Kesan umum : sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 64 x/menit
Frekuensi napas : 40 x/menit
Temperatur : 36,9o C
Berat badan : 20 kg
Panjang Badan : 115 cm
Status Gizi : Gizi Kurang (kurva CDC pada -3 SD)
BMI : 15,1 kg/m2
Page 9
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 9/64
9
Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), Pupil isokor (3mm/3mm).
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-), PCH (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis (-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (T2/T2), tonsil merah
Kulit : Badan gatal (+), plak eritema, multiple
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB colli (-/-) konsistensi kenyal, mobile,
berukuran 1 cm, turgor kurang
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan asimetris, retraksi ICS (+)
Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : bronkovesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Page 10
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 10/64
10
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba,
Perkusi : Batas jantung
Kanan : ICS III, 3 cm dari right parasternal line
Kiri : ICS V left midclavicular line
Auskultasi : S1,S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kulit
baik.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
Status Neurologicus
Kesadaran
Composmentis, GCS E4V5M6
Kepala
Bentuk normal, simetris, ubun-ubun cekung (-), nyeri tekan (-)
Leher
Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Okulomotorius (III)
Sela mata
Pergerakan mata kearah superior,
medial, inferior
Strabismus
Refleks pupil terhadap sinar
Normal
Normal
(-)
(+)
Normal
Normal
(-)
(+)
Page 11
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 11/64
11
Pupil besarnya 3 mm 3 mm
Troklearis (IV)
Pergerakan mata torsi superior Normal Normal
Trigeminus (V)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Abdusens (VI)
Pergerakan mata ke lateral Normal Normal
Fasialis (VII)
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Vestibulokoklearis (VIII)
Fungsi pendengaran (Subjektif) (+) (+)
Vagus (X)
Bicara
Menelan
(+)
(+)
(+)
(+)
Assesorius (XI)
Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah (+) (+)
Anggota Gerak Atas
Anggota Gerak Atas Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
(+) ↓
3
(+) ↓
3
Refleks fisiologis
Biseps
Triceps
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks patologis
Page 12
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 12/64
12
Tromner
Hoffman
(-)
(-)
(-)
(-)
Anggota Gerak Bawah
Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
(+) ↓
3
(+) ↓
3
Refleks fisiologis
Patella
Achilles
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
(-)
(-)
(-)
(-)
Pemeriksaan tambahan
Tes Kernig
Tes Brudinzki I
Tes Brudinzki II
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Koordinasi, Gait, Keseimbangan: Pasien tidak bisa berjalan karena lemas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skor TB
Parameter Skor
Kontak TB -
Uji Tuberkulin -
Status Gizi 2
Demam tanpa sebab yang jelas -
Batuk -
Pembesaran KGB -
Pembengkakan tulang/sendi -
Page 13
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 13/64
13
Foto Rotngen Paru -
Total 2
Konsultasi Psikiatri (30 April 2013)
Kesimpulan : saat ini pada pasien tidak ditemukan gangguan psikiatri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
DL 27-04-
2013
28-04-
2013
29-04-
2013
01-05-
2013
03-05-
2013
Hb 11,4 8,2 8,4 - 9,3
Leukosit 13.400 13.300 12.640 - 8.410
Trombosit 545.000 397.000 385.000 - 393.000
Hematokrit 34,4 % 24,6% 23,4% - 26,5%
LED - - 65 - 10
GDS 133 - - - -
SGOT - - 54 - -
SGPT - - 40 - -
Ureum - - 29,8 - -
Creatinin - - 0,5 - -
Natrium 127 125 - 123 124
Kalium 1,1 1,2 - 2,0 1,6
Chloride 87 89 - 82 85
T3 - - 0,74 - -
T4 - - 6,60 - -
TSH - - 3,16 - -
DDR - - Negatif - -
HbSAg
stick
negatif - - - -
112 Non
reaktif
- - - -
Page 14
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 14/64
14
DL 06-05-
2013
10-05-
2013
11-05-
2013
13-05-
2013
20-05-
2013
Hb - - 9,4 - -
Leukosit - - 7.030 - -
Trombosit - - 295.000 - -
Hematokrit - - 26,8% - -
LED - - 3 - -
Natrium 129 133 - 133 146
Kalium 1,9 2,3 - 2,7 5,3
Chloride 93 103 - 102 103
DDR - - Negatif - -
29 April 2013 11 Mei 2013 20 Mei 2013
1/80 1/160 1/320 1/80 1/160 1/320 1/80 1/160 1/320
Salmonella
typhi – O
+ - + - + -
Salmonellatyphi – H
+ + - - - - + + -
Salmonella
parayphi A
- O
- - - - - - - - -
Salmonella
parayphi A
- H
- - - - - - - - -
Salmonella
parayphi B
- O
- - - - - - - - -
Salmonella
parayphi B
– H
+ + - + + + + -
Salmonella - - - + + - -
Page 15
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 15/64
Page 16
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 16/64
16
Kesan : Bronchitis
Pemeriksaan Kultur (13 Mei 2013) : Tidak ada pertumbuhan bakteri
Diagnosis Kerja : Marasmus + Hipokalemia
Diagnosis Lain : Limfadenitis Tuberkulosis
Terapi Awal Tanggal 27 April 2013 :
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10 cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV skin test
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Bila minum susu, ditambahi KCl 5 cc tiap minum susu
Terapi Tanggal 18 Mei 2013 :
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10 cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Bila minum susu, ditambahi KCl 5 cc tiap minum susu
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Page 17
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 17/64
17
Prognosis : Dubia
Lembar Follow-Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan
29-04-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati (+), mual (-),
muntah (-), demam (+), batuk
berdahak (-), nafsu makan
berkurang.
O: CM, TD 100/60mmHg, N 92 x/i,
RR 22 x/i, T 36,1oC, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
skin test
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Bila minum susu, ditambahi
KCl 5 cc tiap minum susu
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Mantoux test
HDT, Widal, Malaria,
SGOT/SGPT, urinalisis, T3,
T4, TSH
30-04-2013
BB 20 kg
S: kepala terasa berputar (+), nyeri
perut (+), demam (+), makan
berkurang, minum (+).
O: CM, TD 100/60mmHg, N 100
x/i, RR 24 x/i, T 37,2oC, an -/-, ikt -
/-, rh -/-, wh -/-, BU (+) dbn, soefl,
NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Cek elektrolit
Konsul psikiatri
01-05-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati (+), demam (+),
makan sedikit, minum (+).
O: CM, TD 110/60mmHg, N 98 x/i,
RR 24 x/i, T 37,5o
C, an -/-, ikt -/-,
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Page 18
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 18/64
18
rh -/-, wh -/-, BU (+) dbn, soefl,
NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
02-05-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati berkurang, demam
(-), makan sedikit, minum (+).
O: CM, N 96 x/i, RR 22 x/i, T
37,1oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
03-05-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati berkurang, demam
(-), makan (+), minum (+), BAB
(+).
O: CM, N 94 x/i, RR 22 x/i, T
36,9oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Cek ulang elektrolit
04-05-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati berkurang, demam
(+), makan sedikit, minum (+).
O: CM, N 118 x/i, RR 22 x/i, T
37,1oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
06-05-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati berkurang, demam
tadi malam, makan (+), minum (+),
BAB & BAK (+).
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Page 19
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 19/64
19
O: CM, N 108 x/i, RR 24 x/i, T
36,8oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Cek ulang elektrolit
07-05-2013
BB 20 kg
S: nyeri ulu hati (+), demam (-),
makan (+), minum (+), BAB &
BAK (+).
O: CM, N 96 x/i, RR 24 x/i, T
36,5oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
08-05-2013
BB 20,5 kg
S: keluhan (-), nyeri ulu hati (-),
mual (-).
O: CM, N 120 x/i, RR 22 x/i, T
36,5oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (-)
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Urinalisis
AGD
10-05-2013
BB 20,5 kg
S: demam tadi malam, mual (-),
nyeri perut (-)
O: CM, N 108 x/i, RR 24 x/i, T
37,1oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (-)
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Cek elektrolit
11-05-2013 S: demam tadi malam, makan (+) IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
Page 20
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 20/64
20
BB 21 kg
O: CM, N 144 x/i, RR 28 x/i, T
39,2oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (-)
A: Hipokalemia + Marasmus
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Cek DL, widal, malaria
Senin cek ulang elektrolit
13-05-2013
BB 21 kg
S: demam (+), mual (-), muntah (-),
nafsu makan (+).
O: CM, N 100 x/i, RR 23 x/i, T
37,3oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
Kultur darah
Cek elektrolit
14-05-2013
BB 21 kg
S: demam (+), nafsu makan (+),
nyeri leher (+)
O: CM, N 92 x/i, RR 22 x/i, T
36,7oC, an -/-, ikt -/-, pembesaran
KGB (+/-), nyeri (+) rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, NTE (+)
A: Hipokalemia + Marasmus +
Limfadenitis Colli
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
FNAB
15-05-2013
BB 21 kg
S: demam (+), nafsu makan (+),
nyeri leher (+)
O: CM, N 90 x/i, RR 22 x/i, T
36,6oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
skin test
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Page 21
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 21/64
21
BU (+) dbn, soefl, benjolan pada
leher kiri (+), nyeri (+)
A: Hipokalemia + Marasmus +
Limfadenitis Colli
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
16-05-2013
BB 21 kg
S: kadang demam (+), nafsu makan
(+), mual muntah (-) nyeri leher (+)
O: CM, N 92 x/i, RR 24 x/i, T
36,2oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, benjolan pada
leher kiri (+), nyeri (+)
A: Hipokalemia + Marasmus +
Limfadenitis Colli
IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10
cc
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu 8 x 200 cc
17-05-2013
BB 21 kg
S: demam (-), nafsu makan (+),
nyeri leher kiri (+)
O: CM, N 96 x/i, RR 25 x/i, T
36,3oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, benjolan pada
leher kiri (+), nyeri (+)
A: Hipokalemia + Marasmus +
Chronic Limfadenitis TB
IVFD Kaen 3B
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
Susu F100 8 x 200 cc
Rawat bersama Pulmonologi
Terapi :
INH 1 x 210 mg
Rifampisin 1 x 300 mg
Pirazinamid 1 x 500 mg
B complex 1 x 1 tab
Diet 2000 kal
As. Folat 1 x 1 tab
Vit. A 200.000 IU
Page 22
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 22/64
22
KCl 3% 3 x 1 fl
18-05-2013
BB 21 kg
S: demam (-), nafsu makan (+),
nyeri leher kiri (+)
O: CM, N 99 x/i, RR 24 x/i, T
36,0oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, benjolan pada
leher kiri (+), nyeri (+)
A: Hipokalemia + Marasmus +
Chronic Limfadenitis TB
IVFD Kaen 3B
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
INH 1 x 210 mg
Rifampisin 1 x 300 mg
Pirazinamid 1 x 500 mg
B complex 1 x 1 tab
Diet 2000 kal
F100 8 x 200 ml
As. Folat 1 x 1 tab
Vit. A 200.000 IU
KCl 3% 3 x 1 fl
Cek elektrolit
20-05-2013
BB 21 kg
S: demam (-), nafsu makan (+),
nyeri leher kiri (+)
O: CM, N 99 x/i, RR 24 x/i, T
36,0oC, an -/-, ikt -/-, rh -/-, wh -/-,
BU (+) dbn, soefl, benjolan pada
leher kiri (+), nyeri (+)
A: Hipokalemia + Marasmus +Chronic Limfadenitis TB
IVFD D5 ½ NS 15 tpm
Inj. Cefotaxime 3 x 700 mg IV
skin test
Inj. Ranitidin 2 x 20 mg
Inpepsa 3 x 1 C
Inj. Ondancentron 3 x 20 mg
INH 1 x 210 mg
Rifampisin 1 x 300 mg
Pirazinamid 1 x 500 mg
B complex 1 x 1 tab
Diet 2000 kal
F100 8 x 200 ml
As. Folat 1 x 1 tab
Vit. A 200.000 IU
KCl 3% 3 x 1 fl
Tes widal
Page 23
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 23/64
Page 24
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 24/64
24
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal
pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Selain menurunnya berat badan < 60% dari normal,
pada penderita ditemukan pula tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit dan kelainan biokimiawi.
2. Patofisiologi Gizi Buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin
C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan
cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein
maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Page 25
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 25/64
25
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal
ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak
ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk
reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada
penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan
maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran
sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik.
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori
protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat
seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan
orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,
deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI
kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia,
lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus. Kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang
akan menimbulkan marasmus
Page 26
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 26/64
26
3. Dampak Gizi Buruk
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi
buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien
lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan menurunkan sistem pertahanan
tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena
infeksi. Karena berbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi
karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika
fase akut tertangani namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch
up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk
terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan penampilan anak akibat
kondisi ” stunting ” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak
pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan
derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap
pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan
perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.
4. Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak
langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung terbagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
1) Penilaian secara langsung
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa
indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam
Page 27
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 27/64
27
keadaan normal, di mana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan
gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak misalnya terserang
infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil menyebabkan indeks ini
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status).
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U di samping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih
erat kaitannya dengan status ekonomi.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu.
2) Penilaian secara tidak langsung
a) Survei konsumsi makanan
b) Statistik vital
c) Faktor ekologi
5. Klasifikasi KEP
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP.
Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP
berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Untuk
menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas.
Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi
di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.
Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999
dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP II
(sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan
indeks berat badan menurut umur.
Klasifikasi KEP menurut Depkes RI
Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)
Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U
Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U
KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U
Page 28
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 28/64
Page 29
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 29/64
29
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering
sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan
untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita
hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.
Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa
atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui
NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2 – 3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)
sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.
Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit.
Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa
atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar guladarah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu, lakukan
rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.
b. Hipotermia (suhu aksilar <35,50C)
Tatalaksana
Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau
letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru).
Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari
tubuh anak.
Beri antibiotik sesuai pedoman.
Page 30
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 30/64
30
Pemantauan
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau lebih.
Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.
Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari
Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan
Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebasangin dan
pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut
Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidurtetap kering
Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelahmandi, atau selama
pemeriksaan medis)
Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,terutama di malam hari
Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang
hari, siang danmalam.
Jangan menghangati anak dengan air panas dalam botol
c. Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh
sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan
menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak
jelas, anggap dehidrasi ringan. Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP
berat/gizi buruk dengan dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tatalaksana
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Page 31
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 31/64
31
Beri ReSoMal , secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5 – 10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar
dan apakah anak muntah.
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap
buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.
*ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter.
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2
jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala
kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan
kematian.
Periksalah:
• frekuensi napas
• frekuensi nadi
• frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
• frekuensi buang air besar dan muntah
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis.
Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit
membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak
memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat
penting untuk memantau berat badan.
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi
nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang
setelah 1 jam.
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan
gizi baik, kecualipenggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar.
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI.
Pemberian F-75 sesegera mungkin.
Page 32
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 32/64
32
Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit di
antaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Hal ini dapat memicu
terjadinya edema.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Jangan obati edema dengan pemberian diuretika. Pemberian Natrium berlebihan dapat
menyebabkan kematian.
Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam (NaCl).
- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah
terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan kedalam F-75, F-100 atau
ReSoMal
- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
e. Infeksi
Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.
Oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi buruk dianggap mengalami infeksi saat datang ke
RS dan diberikan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
Antibiotik spektrum luas
Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika
anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda
imunisasi jika anak syok.
Pil ihan antibiotik spektrum luas
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.
Page 33
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 33/64
33
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak
sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
- Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU,jika tidak tersedia
amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap6 jam selama 5 hari) sehingga
total selama 7 hari, DITAMBAH:
- Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai
ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB
IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
Umur
Atau
Berat Badan
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari
AMOKSISILIN
Beri 3 Kali
Sehari Untuk 5
Hari
Tablet dewasa
80 mg trimeto
prim + 400 mg
sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100 mg
sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200 mg
sulfametok
sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml4 sampai 12
bulan
(6 - < 10 Kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi, maka lakukan
pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau
terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya
pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama
7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut atau memburuk, anak
segera dirujuk ke rumah sakit.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.
Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri,
infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.
Page 34
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 34/64
34
Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. Walaupun
tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan
bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.
Pengobatan terhadap parasit cacing
Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari
atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan,
walaupun belum terbukti adanya infestasi cacing.
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai
seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang
menyeluruh pada anak.
f. Defisiensi zat gizi mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada
minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
Multivitamin
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir,
beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
Page 35
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 35/64
35
UMUR DAN BERAT
BADAN
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg + 0,25
mg Asam Folat
Berikan 3 kali sehari
SIRUP BESI
Sulfas ferosus 150 ml
Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal
sebagai berikut :
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
g. Pemberian makanan awal
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab
keadaan fisiologis anak masih rapuh.
Tatalaksana
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa
• Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
• Energi: 100 kkal/kgBB/hari
• Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Page 36
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 36/64
36
• Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
• Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
ditentukan harus dipenuhi.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama tanpa
pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian).
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80
kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada
fase awal ini.
Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra
air/cairan.
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
• Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
• Muntah
• Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
• Berat badan.
g. Tumbuh kejar
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang.
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabi l i tasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari
risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengankandungan energi dan protein yang sama.
Page 37
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 37/64
37
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga
kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.Pemantauan pada fase transisi:
1. Frekwensi nafas
2. Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Page 38
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 38/64
38
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
Tahapan Pemberian Diet
Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti
Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau pengganti
Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)
Makanan keluarga
h. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
Page 39
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 39/64
39
i. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di
rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan
selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak
selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI) sesuai
umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
MARASMUS
Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang utama di
Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui
berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama denganmasyarakat. Menurut Survei Kesehatan tahun 1986 angka kejadian gizi buruk pada anak
balita 1,72% dan gizi kurang sebanyak 11,4%.
Berbeda dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak
balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. Rani di RSU Dr. Pirngadi Medan
mendapat 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat. Mereka terdiri
dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk.
Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari
241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi
buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).
Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi
kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita
gizi kurang.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS.
Dr.Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%.
Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan
Page 40
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 40/64
40
penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta
terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
1. Definisi
Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anak mengalami defisiensi energi dan
protein sekaligus. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan.
Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara berkembang. Menurut
data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia
lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energy dan protein sekaligus.
2. Etiologi
Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menyebabkan maramus antara lain :
1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis
pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang
kurang kuat.
5. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
6. Gangguan metabolik
Misalnya : renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
7. Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah
disingkirkan.
8. Penyapihan
Page 41
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 41/64
Page 42
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 42/64
42
Mula-mula bayi mungkin cengeng dan rewel, walaupun telah mendapat minum atau
disusui, sering bangun pada waktu malam, kemudian menjadi lesu, dan nafsu makan
hilang.
Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama padawajah, akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old
man face).
Vena superficialis tampak lebih jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol, mata tampak besar dan dalam.
Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka
anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang, dan kulit kehilangan turgornya
sehingga menjadi kerut dan longgar atau keriput.
Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding abdomen dapat kembung/membuncit, cekung atau datar, dengan gambaran
usus yang jelas.
Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya.
Diare atau konstipasi.
Kadang-kadang tampak rambut yang kering, tipis, dan mudah rontok.
Baggy pant
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak
didiagnosis marasmus apabila : BB/TB < -3 SD atau <70% dari median. Jika BB/TB atau
BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus ( visible
severe wasting ) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu,
lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas, tanpa adanya edema.
6. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang
baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
Page 43
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 43/64
43
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke
atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
7. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat
berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan
penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu
mendapat perawatan di rumah sakit.
Pada dasarnya, tatalaksana penderita marasmus sama dengan tatalaksana gizi buruk
secara umum. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap.
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer
Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60
ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam
berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan
koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberian makanan.
Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg
BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini
dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg
BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi
kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg
BB/hari.
Page 44
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 44/64
Page 45
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 45/64
45
8. Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi
atau karena malnutrisi sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam
beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian
tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh
akibat under nutrition.
Page 46
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 46/64
46
HIPOKALEMIA
1. Definisi
Hipokalemia diartikan saat level kalium kurang dari 3,5 mEq/L. Hipokalemi berat
terjadi saat kalium tubuh menurun di bawah 2,5-3 mEq/L. Hipokalemia ini dapat terjadi
akibat beberapa keadaan seperti kehilangan kalium via ginjal atau sistem pencernaan, diet
yang tidak adekuat, pertukaran transeluler (ke dalam intraselulerar), dan medikasi.
2. Patofisiologi
a. Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-
faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain
beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dan sebagainya. Insulin dan obat
katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.
Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K + ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di
tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium.
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K
serum sebesar 0,2 — 0,4 mmol/L, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu
jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat
kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5mmol per liter setelah
pemberian intravena selama 6 jam. Teofilin dan kafein bukan merupakan obat
simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta
meningkatkan aktivitas Na+/K +ATPase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan
gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa
menurunkan kalium serum sebesar 0,4mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam
sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum.
Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau
selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum.
Page 47
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 47/64
Page 48
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 48/64
48
b. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh.
Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma
3,5-5 mEq/L. Asupan K + yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan
kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi
K +, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium
berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat
moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/harimenghasilkan defisit kumulatif sebesar
250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7-10 hari. Setelah periode
tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi
sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah
mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.
Page 49
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 49/64
49
c. Kehilangan K + Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien
yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi
kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
d. Kehilangan K + Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras
cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan
menyebabkan hipokalemia.
3. Etiologi
Malnutrisi, atau intake kalium yang kurang (asupan K + normal adalah 40-120 mmol/hari).
Kehilangan kalium pada traktus gastrointestinal :
o Muntah
o Diare
o Penggunaan enema/laksatif
Efek dari obat-obatan :
o Diuretic
o Agonist beta-adrenergik
o Steroid
o Teofilin
o Aminoglikosida
Pergeseran kalium intraseluler :
o Insulin
o Alkalosis
Kehilangan Kalium pada ginjal :
o Asidosis Tubular Renalis
o Hiperaldoteronism
o Deplesi magnesium
o Leukemia
Page 50
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 50/64
Hipokalemia
SpuriousPotassiumdepletion
Extrarenal etiology
(urine K < 20 mEq/L)
Normal acid-base
Inadequate intake
Anorexia nrvosa
Tea and toast diet
Relative
Increase in cell mass
Copious Perspiration
Laxative abuse
Metabolic acidosis
G tract losses
diarrhea
fistula
villous adenoma
Renal K loss
(urine K > 20 mEq/L)
Metabolic acidosis
Renal tubular acidosis
Distal (type I)
Proximal (type II)
Acetazolamide
DKA
Ureterosigmoidoscopy
Metabolic alkalosis
See algorithm 2
Variable acid base
Magnesium depletion
Acquired
Hereditary renal wasting
Antibiotics
Penicillins
Aminoglicosides
Leukemia
Redistribution
Page 51
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 51/64
51
Algorithm number 2
Metabolicalkalosis
Low urine chloride
(urine cl < 10 mEq/L)
Normotensive
- vomiting
- gastric drainage
- diuretic use
- post-hypercapnea
- cl-losing diarrhea
High urine chloride
(urine cl > 10 mEq/L)
Hypertensive
HighAldosterone
Low renin
- primaryhyperaldoseronism
- adenoma
- hyperplasia
High renin
- renovascularhypertension
- malignant hypertension
- renin secreting tumor
Low aldosterone and lowrenin
- glycyrrhizic
- carbenoxolone
- exogenousmineralocoticoids
- Liddle's syndrome
- Apparentmineralocorticoid excess
NormalAldosterone and
low renin
- Cushingsyndrome
Normotensive
- diuretics
- Bartter's syndrome
- severe K depletion
- Gittelman'ssyndrome
Page 52
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 52/64
Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung bersifat kompleks. Bila
cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa nasogastrik), NaHCO3 yang
meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na+ ditukar dengan K + dengan akibat peningkatan
ekskresi K +. Kehilangan K + melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah faktor
utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan kandungan K + dalam sekresi lambung
sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke tubulus. H+ bersama K +
bertukar dengan Na+, sehingga ekskresi K + meningkat.
Risiko yang dapat terjadi
Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat digoksin.
Ileus paralitik berkepanjangan akibat penurunan motilitas saluran cerna.
Kelemahan otot.
Keram.
4. Manifestasi Klinis
Karena hipokalemia berat jarang terjadi, pasien sering asimptomatis. Gejala penyakit
dasar jauh lebih nyata dibandingkan hipokalemianya sendiri. Beberapa gejala yang dapat
dijumpai pada hipokalemia di antaranya : palpitasi, kelemahan otot skeletal, paralisis,
arefleksia, hipotensi ortostatik, konstipasi, mual-muntah, kram abdomen, poliuria-nokturia-
polidipsi, halusinasi, depresi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui tanda ileus, hipotensi, aritia ventrikel, cardiac
arrest, bradikardi atau takikardi, hipoventilasi, letargi atau perubahan status mental,
penurunan kekuatan otot, tetani, penurunan refleks tendon, edema.
Tanda dan gejala hipokalemia antara lain :
Pernapasan yang lambat dan sulit untuk bernafas
Tekanan darah meningkat
Denyut nadi melemah
Aritmia
Cepat merasa pusing ketika berdiri
Bingung
Anxietas
Kelemahan otot
Kekakuan otot
Mual
Page 53
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 53/64
53
Muntah
Konstipasi
Distensi abdomen
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : serum kalium < 3,5 mEq/L, level BUN dan kreatinin, analisa
gas darah (sering terjadi alkalosis)
EKG : Gelombang T mendatar atau inversi, pemanjangan gelombang QT, depresi segmen
ST
6. Tatalaksana
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan,
perludisingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan
hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi
kadar kalium serum.
Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan
tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien.
Namun, 40 — 100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.Pada hipokalemia ringan (kalium 3 — 3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari
dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang
ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak
dan menyediakan 60 mmol kalium.
Kecepatan Pemberian Kalium Intravena
Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum >
2mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal
20mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5-1 mEq/kg/dosis dalam 1
Page 54
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 54/64
54
jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa. Pada kadar < 2 mEq/L, bisa
diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk
koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru
mencetuskan hipokalemia lebih berat.
Kalium iv
KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia
berat.
Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai
dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl,
bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum
sebesar 0,2 — 1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+/L.Ini harus
menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jikaada
aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui venasentral
dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak
sebelum memberikan > 20 mmol K+ /jam.
Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karenacenderung
menyebabkan nyeri dan sklerosis vena
Koreksi kalium : Berat badan x 0,6 (K diinginkan-K saat ini)
Dosis KCl
Oral : 60-80 mEq/L
IV : perifer 8 mEq/L/jam, sentral 10-20 mEq/L/jam, maksimal 240 mEq/L/hari
Page 55
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 55/64
55
LIMFADENITIS TB
1. Definisi
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Apabila peradangan terjadi
pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula dan merupakan limfadenitis yang paling
sering terjadi. Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung
tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis
disebut dengan scrofuloderma.
Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi dini dari TB primer, umumnya terjadi
dalam 5 bulan pertama setelah infeksi. Sebagian besar infeksi kelenjar limfe superfisialis
terjadi akibat penyebaran limfogen dan hematogen. Pada awal perjalanan penyakit TB,
kuman TB yang mencapai aliran darah dapat bersarang di satu kelompok atau lebih kelenjar
limfe. Dalam beberapa bulan, penyebaran hematogen dapat terlihat dengan adanya
pembesaran sepintas (transient ) semua kelenjar superfisialis. Sebagian besar lesi di kelenjar
akan sembuh total, tetapi sebagian kecil kuman TB tetap berkembang biak. Manifestasi klinis
TB kelenjar dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.
2.
Manifestasi KlinisLimfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner.
Manifestasi klinis sering terjadi di kelenjar leher (cervical adenitis, limfadenitis koli),
kemudian lebih sedikit di daerah aksila dan inguinal. Tuberkulosis kelenjar leher umumnya di
bagian anterior. Tuberculosis kelenjar supraklavikula dapat terjadi bersama dengan TB
kelenjar leher. Tuberkulosis kelenjar supraklavikula umumnya berkaitan dengan TB kelenjar
mediastinum atau pleura. Tuberkulosis kelenjar submandibula jarang terjadi. Pembesaran
kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak sakit, dan tidak nyeri tekan.
Limfadenitis ini paling sering ter jadi unilateral, tetapi infeksi bilateral dapat terjadi
karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-bawah saling bersilangan. Seiring
berlanjutnya penyakit, kelenjar yang terinfeksi semakin banyak, sehinggaterbentuk massa
dari nodus yang saling berlekatan. Gejala dan tanda sistemik yang muncul biasanya hanya
berupa demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Uji tuberculin biasanya menunjukkan
hasil yang positif, sedangkan gambaran foto thoraks terlihat normal pada 70% kasus. Awitan
penyakit kadang-kadang berlangsung lebih akut, dengan demam tinggi dan pembearan
kelenjar limfe yang cepat disertai nyeri tekan dan terdapat fluktuasi. Gejala awal dapat berupa
Page 56
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 56/64
56
massafluktuasi dengan selulitis atau perubahan warna pada kulit di atasnya, tetapi hal ini
jarang terjadi.
Limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium :
Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena
adanya periadenitis.
Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan
abses.
Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.
Stadium 5, pembentukan traktus sinus.
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar limfe
yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali (i) terjadi infeksi sekunder bakteri, (ii) pembesaran
kelenjar yang cepat atau (iii) koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat
pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis
dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadenitis TB
servikalis.
Limfadenitis TB dapat sembuh jika tidak diobati, tetapi lebih sering berkembang
menjadi nekrosis dan perkijuan. Kapsul kelenjar dapat pecah, mengakibatkan terjadinya penyebaran infeksi ke kelenjar di sekitarnya. Pecahnya kelenjar menyebabkan timbulnya
traktus sinus yang mengeluarkan cairan dan mungkin memerlukan terapi bedah. Limfadenitis
TB biasanya memberikan respons yang baik terhadap pemberian OAT, tetapi kelenjar limfe
tidak mengecil kembali ke ukuran normal selama beberapa bulan bahkan tahun.
3. Diagnosis
Untuk mendiagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi, di
mana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun
dengan kemajuan teknik laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap,
pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu
dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan
pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Juga penting
untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :
Page 57
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 57/64
57
a. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk
pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB
agar perwarnaan dapat positif.
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB.
Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Berbagai media dapat
digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu
beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis
adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis.
b. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya
reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen
yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-
10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm,
intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm.
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi
kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk
menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%. CT scan dapat digunakan untuk
membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal. Pada
pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.
d. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis
limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB paru
pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan dewasa.
USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel
hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pemeriksaan dengan USG juga dapat
dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik,
lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi
TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes.
Page 58
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 58/64
Page 59
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 59/64
59
Gambar Paduan OAT Anak
Tabel OAT yang biasa dipakai dan dosisnya (Buku Ajar IDAI)
Page 60
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 60/64
60
Page 61
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 61/64
61
BAB III
PEMBAHASAN
Teori (Hipokalemia) Kasus (Hipokalemia)
Gejala klinis : palpitasi, kelemahan otot
skeletal, paralisis, arefleksia, hipotensi
ortostatik, konstipasi, mual-muntah, kram
abdomen, poliuria-nokturia-polidipsi,
halusinasi, depresi.
Pemeriksaan Fisik : tanda ileus,
hipotensi, aritia ventrikel, cardiac arrest,
bradikardi atau takikardi, hipoventilasi,
letargi atau perubahan status mental,
penurunan kekuatan otot, tetani,
penurunan refleks tendon, edema.
Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan laboratorium : serum
kalium < 3,5 mEq/L, level BUN dan
kreatinin, analisa gas darah (sering
terjadi alkalosis)
- EKG : Gelombang T mendatar atau
inversi, pemanjangan gelombang QT,
depresi segmen ST
Penatalaksanaan :
- Hipokalemia ringan (kalium 3 — 3,5
mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol
per hari dan pasien dianjurkan banyak
makan makanan yang mengandung
kalium.
- Pada koreksi hipokalemia berat (< 2
mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl,
bukan dekstrosa. Infus yang
mengandung KCl 0,3% dan NaCl
Mual (+)
Muntah (+)
Badan lemas sehingga susah untuk berjalan
Laboratorium : kalium 1,1 mEq/L
EKG tidak dilakukan
Terapi : IVFD Kaen 3B + Drip KCl 10 cc
Page 62
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 62/64
62
0,9% menyediakan 40 mmol K+/L.Ini
harus menjadi standar dalam cairan
pengganti K+.
Teori (Linfadenitis Tuberkulosa) Kasus (Linfadenitis Tuberkulosa)
Gejala : Pembengkakan kelenjar
unilateral atau bilateral, gejala sistemik
yaitu seperti demam, penurunan berat
badan, fatigue dan keringat malam.
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan
Mikrobiologi, tes tuberculin, serologis,
pemeriksaan serta pemeriksaan radiologis
Penatalaksanaan :
- Fase intensif : Isoniazid, rifampisin
dan pirazinamid diberikan selama 2
bulan pertama
- Fase lanjut : rifampisin dan isoniazid
hingga 6 bulan.
- Dosis :
INH 5-15 mg/kgBB/hari
Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari
Pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari
Pembengkakan pada kelenjar limfe di leher
ukuran ± 1 cm x 1 cm, padat lunak,
immobile, melekat dengan jaringan sekitar
dan nyeri saat ditekan.
Demam (+)
Penurunan berat badan (+)
Pemeriksaan serologis berupa FNAB
menunjukkan limfadenitis TB kronik
Tes tuberculin, Pemeriksaan mikrobiologi
dan pemeriksaan radiologis tidak dilakukan.
Tatalaksana yang diberikan :
INH 1 x 210 mg
Rifampisin 1 x 300 mg
Pirazinamid 1 x 500 mg
Page 63
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 63/64
63
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI 2011. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik jilid I . Jakarta
2. Nelson, behrman, & kliegman. 2000. Nelson teks book of pediatric. vol. 1. Ed 15. alih
bahasa A Samik Wahab. Jakarta. EGC.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak . Jilid I. FKUI.
Jakarta.; 360-66.
4. WHO. 2008. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit . Jakarta. Depkes RI.
5. WHO. 2006. Child Growth Standards: Methods and development . Geneva: World Health
Organization.
6. Rusmil, K. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan
RI
7. Zwanger M. Hypokalemia.emedicine.com/emerg/topic273.html.
8. Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for
potassiumReplacement in Clinical Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.
9. Gennari F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New England Journal of Medicine
1998Aug 13;339(7): 451-458
10. Tannen R.L. Potassium Disorders. In Kokko & Tannen. Fluid and ELectrolytes.
WBSaunders Company 3rd ed., p.123
11. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A problem-
basedapproach. WB Saunders Co. 2nd ed., p 3586.Sunil Gomber and Viresh Mahajan.
Clinico-Biochemical Spectrum of Hypokalemia. IndianPediatrics 1999;36:1144-1146
12. AJ Nicholls & IH Wilson. Perioperative Medicine : managing surgical patients
withmedical problems. OXFORD University Press; 2000.
13. Salah E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby. Hypokalemia
and Potassium Excretion in Stroke Patients. Journal of the American Geriatrics
Society1997;45(12)
Page 64
8/13/2019 Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
http://slidepdf.com/reader/full/tutorial-kasus-gizi-dr-will-terbaruuu 64/64