Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumor hati dapat berbentuk primer atau sekunder. Tumor hati primer
dapat berbentuk jinak atau ganas dan dapat timbul dari sel parenkim hati,
epitel duktus biliaris atau dari jaringan penunjang mesenkim atau bisa berasal
lebih dari satu sel-sel tersebut tumor hati sekunder (metastase dihati) paling
sering berasal dari metastase tumor saluran cerna, mamma atau paru.1
Walaupun jenis tumor hati amat banyak, namun dalam kenyataannya
yang terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah bentuk karsinoma hati
primer/karsinoma hepatoseluler/hepatoma. Tumor ganas hati lainnya,
kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier,
sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim.
Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan
hepatoma; 10% kolangiosarkoma; dan 5% adalah jenis lainnya.1-4
Karsinoma hepatoselular (KH) atau Hepatoma merupakan keganasan
primer pada hepar yang paling sering ditemui, 90-95% dari seluruh tumor
hepar primer. Kanker ini menduduki peringkat keempat terbanyak di dunia
dan menyebabkan hampir 250.000 kematian per tahun. Di Asia dan Sub-
Sahara Afrika insidensi tahunan KH mencapai 500 kasus per 100.000
penduduk. Sehingga pembahasan selanjutnya akan ditujukan terhadap
karsinoma hati primer. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang
cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan pada modalitas
terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada
kualitas hidup pasien.3,4 Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau
C.5
Tampaknya virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan
timbulnya hepatoma.5,6 Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis
hati.7,8
Page 2
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi, factor resiko, patologi pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
system staging, standar diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan
prognosis dari karsinoma hepatoselular.
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada
hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang
dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis).
Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun
ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.1,3,4
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa
yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena
konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa.
Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun
menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat
setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat
menyebabkan kematian dalam 6 – 20 bulan.1,3
B. ETIOLOGI
Hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor
dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses
banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama
yang terkait dengan timbulnya hepatoma.2-4
1. Virus hepatitis1-6
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya
hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun
eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
Page 4
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein
spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma
pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien
penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval
antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati.
Gambar 1. Hepatocellular carcinoma in an individual that was
hepatitis C positive. Autopsy specimen.4
2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi
pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.1-6
3. Pencemaran air minum
Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air
minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi
hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi Jiangshu,
Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong menunjukkan peminum air
Page 5
saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas
lebih tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air
sumur dalam, mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae
biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai
salah satu karsinogen utama.3
C. FAKTOR RISIKO
Factor risiko terjadinya HCC adalah:2-4
1. Jenis kelamin
Dimana laki-laki lebih rentan dibandingkan perempuan. Hal ini
diduga karena laki-laki lebih sering terpajan oleh factor risiko HCC seperti
virus hepatitis dan alkohol.
2. Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia
dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien
SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor
utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan
kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya
aktifitas proliferasi sel hati.
3. Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk
non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.
4. Diabetes Melitus (DM)
DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik
maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis
non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
5. Alkohol
Page 6
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik,
peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko
untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik
alcohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alcohol tidak
meningkatkan risiko terjadinya HCC.
6. Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang
merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan,
antara lain : penyakit hati autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier
primer), penyakit hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi
antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa
kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam
tanik), tembakau.2-4
D. PATOLOGI
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang
nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di
dalam vena hepatika atau porta intrahepatik. 1-4
Gambar 2. Makroskopis hati dengan karsinoma hepatoselullar3,5
Pembagian atas tipe morfologisnya adalah:2
1. ekspansif, dengan batas yang jelas,
2. infilttratif, menyebar/menjalar;
Page 7
3. multifokal.
Menurut WHO secara histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasa
organisasi struktural sel tumor sebagai berikut:2
1) Trabekuli (sinusoidal),
2) Pseudoglandular (asiner),
3) Kompak (padat),
4) Sirous
Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor;
diameternya lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor
terdiri semata-mata dari karsinoma yang berdiferensiasi baik, deng sedikit
atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi, berbagai variasi
histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama.
Nodul kanker yang berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari
jaringan kanker yang berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3
cm, 40% dari nodulnya terdiri atas lebih; 1 dari 2 jaringan kanker dengan
derajat diferensiasi yang berbeda-beda.4
Gambar 3. Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular
carcinoma.1
E. PATOGENESIS2,4-6,8
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus
berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan
Page 8
proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien–pasien dengan
hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan
dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga
memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel
hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein
tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi
diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari
keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan
proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen–gen yang berubah dalam
perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53,
PIKCA, dan β-Catenin.
Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul–nodul di
hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif
menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul–nodul diatas
yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa
nodul yang terbentuk dari sel-sel yang kecil meningkatkan proses
pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.
Sel–sel ini meregenrasi sel-sel hati yang rusak tetapi sel–sel ini juga
berkembang sendiri menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus. Nodul-
nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.
Page 9
Gambar 4. Patobiologi karsinoma hepatoseluler
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Hepatoma fase subklinis 3-6
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah
pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya
ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya
adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik
pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat
digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi
hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi
hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma
primer.
2. Hepatoma fase klinis 3-6
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut
sering dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri
samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul
(dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian merasa
area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat
hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen
bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur
hepatoma.
2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas
atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali
di bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma segmen inferior
lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus
kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah
prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri.
3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan
Page 10
gangguan fungsi hati.
4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak
saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam
jumlah banyak karena terasa begah.
5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya masukan makanan dan lain-lain, yang parah dapat
sampai kakeksia.
6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit
tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak
disertai menggigil.
7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat
karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran
empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan
perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua
tungkai.
9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri
bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan
lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar
eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen dll.
Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang
dan banyak organ lain.3-6
G. DIAGNOSIS
a) Pemeriksaan laboratorium 1-6
1) Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit
dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus
2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang
normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit
Page 11
berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma testes atau
ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster paru dan
lain-lain) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita
hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam
serum mereka juga dapat meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma
hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/
L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat
disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi,
maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih
awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat
dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar
AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya
pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika
belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi,
maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2) Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak
spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan
gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai
rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama
karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-
glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA,
dan lain-lain.
3) Fungsi had dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis
dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan
fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya
terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu
dalam diagnosis.1-6
Page 12
b) Pemeriksaan pencitraan 2,6,9
1) Ultrasonografi (USG) 9
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam
diagnosis hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai
berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati;
dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai
metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma.
Secara umum pada USG tumor primer hati sering
diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang
bergelombang, dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko
yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukan
struktur eko yang lebih tinggi disertai dengan nekrosis sentral berupa
gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepi
ireguler. Yang sangat sulit ialah menentukan hepatoma pada stadium
awal dimana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan
parenkim hati normal.
Gambar 5. Karsinoma hepatoselular 3
2) CT-Scan
CT telah menj adi parameter pemeriksaan rutin terpenting
untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu
memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan
Page 13
ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah
penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting.
Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam
arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan
lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan
hepatoma sekecil 0,5 cm.3,4
Gambar 6. CT-Scan karsinoma hepatoselular 3,4
3) MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak
memakai zat kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan
struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup
baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma,
sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat
kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang
dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%. 3,4
4) Angiografi arteri hepatika
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode
kateterisasi arteri femoralis perkutan untuk membuat angiografi
organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau
supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam
diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif,
penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang
Page 14
baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau
AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai
teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi penempat
ruang tersebut.4
5) Tomografi emisi positron (PET)
Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang
ideal, namun karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular
berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang
relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi
metabolisme tinggi.4
c) Pemeriksaan lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi,
biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel
ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu
pada diagnosis hepatoma primer.4
d) Prinsip diagnosis hepatoma
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang
dalam hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus
diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin.
Teknik pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya
dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan
pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan berbagai pemeriksaan
masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau ditindaklanjuti
secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif. 1,3,5,6
H. SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-
kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis,
biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal
seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan
Page 15
fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar
pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup.
Sistem yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan
prediksi prognosis pasien sirosis adalah sistem klasifikasi Child-ltorcotte-
Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging HCC.
Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah: 1-6
Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
Okuda Staging System
Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
Chinese University Prognostic Index (CUPI)
Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System 1-6
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :1,3
Page 16
I. STANDAR DIAGNOSIS
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China
telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma
primer.3-6
a) Standar diagnosis klinis hepatoma primer.3-6
1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional
sistem repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu
teraba hati mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau
pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma.
2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional
sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu
terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat
ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma
(DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll) positif serta satu pemeriksaan
pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau
di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan
hepatoma metastatic
b) Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer3-6
Ia : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di
separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A.
IIa : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm,
di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di
Page 17
kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
IIb : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di
separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di
kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor
di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau
Child B.
IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh
utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe
peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B.
IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;
Child C.
Page 18
J. DIAGNOSIS BANDING
a) Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif 6,10
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan,
tumor embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran
digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada
tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda
fisik tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster,
kanker pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas
kadang kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya
relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT
serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat
memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai
peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan
pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi
penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi
hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.
b) Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif 6,10
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari
hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada
wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar
belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT
tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati,
sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya
negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran
bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan
tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi
atau nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang,
tanpa riwayat penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan
fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan
menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering
disertai ginjal polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering
Page 19
dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang
hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat
membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll.
sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer.
K. PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang.2,7
1) Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi
terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya
adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi
efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai
terapi pertama.
2) Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum dapat
mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma
memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel
sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan,
agar semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor, tapi
juga semaksimal mungkin mempertahankan fisik, memper-panjang
survival.
3) Terapi berulang. Terapi satu kali terhadap hepatoma sering kali tidak
mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi ulangan sampai berkali-
kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi perkutan arteri
hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi
ulangan pada rekurensi pasca operasi dan lain-lain.
A. Terapi operasi 2,7
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih
ada kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik,
diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi
operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi
Page 20
hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung
trombus kanker; rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain,
diperkirakan tak tahan operasi.
Metode-metode operasi yang sering digunakan:2,7
1. Metode hepatektomi.
2. Transplantasi hati
3. Terapi operatif nonreseksi
B. Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal
dan injeksi obat intratumor.1,2,7
C. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan 7
Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE)
merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium
sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan
untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi
tapi diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat
direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan
bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati, fungsi hati terganggu
berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua iru
merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.7
D. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang
relatif terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu
sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi
umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri
hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll.
Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang, radiasi
local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah
gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat
menyelesaikan seluruh dosis terapi. dapat juga memakai biji radioaktif
untuk radioti internal terhadap hepatoma.2,7
Page 21
E. Terapi biologis
Meliputi imunoterapi aktif nonspesifik, imunoterapi sekunder,
terapi terpandu dll. tapi efektivitasnya belun cukup meyakinkan.2,6,7
F. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-
lanjut (intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya.
Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE
(transarterialembolization / chemo embolization) saja yang menunjukkan
penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup
pasien dengan HCC yang tidak resektabel. 2,6,7
L. PROGNOSIS
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah
4,3 bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan
saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi
prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus
kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. 1,2
Studi yang dilakukan oleh Yeung dkk. (1996) mendapatkan nilai
median angka harapan hidup pasien hepatoma dengan meggunakan sistem
Okuda yaitu:4
Okuda stadium I 5.1 bulan
Okuda stadium II 2.7 bulan
Okuda stadium III 1.0 bulan 4
Page 23
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada
hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang
dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis).
Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun
ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. 3 faktor utama yang terkait dengan
timbulnya hepatoma yaitu virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air
minum. Manifestasi dari hepatoma dapat berupa hepatoma fase subklinis dan
hepatoma fase klinis. Penegakan diagnosis dari hepatoma dapat dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium (Alfa-fetoprotein (AFP), Petanda tumor
lainnya, Fungsi had dan sistem antigen antibodi hepatitis B), pemeriksaan
pencitraan (Ultrasonografi (USG), CT-Scan, MRI, Angiografi arteri
hepatica, Tomografi emisi positron (PET)).
DAFTAR PUSTAKA
Page 24
1. Desen, Wan. “ Onkologi Klinik: Edisi 2”. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal 408-23.
2. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K,
Siti Setiati. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I, Edisi IV”. Jakarta: Pusat
Penererbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal: 455-59
3. Axelrod, David, MD,MBA. “Hepatocellular Carcinoma” diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 3
April 2014.
Anonym. “Hepatocllular Carsinoma” diunduh dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hepatoma last up date: 3 April 2014.
4. Mith CS, Paauw DS. Hepatocellular carcinoma identifying and screening
populations at increased risk. Postgrad. Med. 1993 ; 94 : 71-4
5. Sallie R, Di Bisceglie AM. Viral hepatitis and hepatocellular carcinoma.
Gastroenterol. Clin. N. Am.1994, 23 : 567-9
6. Schafer DF, Sorrell MF. Hepatocellular carcinoma. Lancet 1999; 353 : 1253-7
7. Khakko Salim I, Grellier Leonie FL et al. Etiology, screening and treatment of
hepatocellular carcinoma. Med. Clin. N. Am. 1996 ; 88 : 1121-45
8. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. hal 467-79.
Media Medika Muda . “Hubungan Kadar Alfa Fetoprotein Serum Dan Gambaran
Usg Pada Karsinoma Hepatoseluler” diunduh dari:
http://www.m3undip.org/ed2/artikel_09_full_text_01.htm last up date : 3
April 2014.