Manifestasi Oral Pada Penyakit Sistemik
1. Manifestasi Oral Pada Penyakit Ginjal KronisApabila aspek
fungsional ginjal terganggu pada tahap terminal, maka fungsi ginjal
hampir tidak ada sehingga glomerulus filtration rate terus menurun
dan retensi dari berbagai produk buangan sistemik akan memberikan
gambaran penyakit ginjal kronis pada rongga mulut apabila kondisi
tubuh dari azotemik menjadi uremik. Berikut merupakan manifestasi
penyakit ginjal kronis pada rongga mulut, yaitu :(a). Oral Malodor
/ Bau Mulut Tak SedapGejala yang paling sering muncul dan paling
awal terjadi apabila ginjal gagal berfungsi adalah oral malodor
atau timbulnya rasa kecap logam akibat alterasi sensasi pengecapan,
terutama pada pagi hari. Rasa kecap logam ini berupa bau ammonia,
dan kondisi ini sering dialami oleh penderita yang menjalani
hemodialisis. Uremic fetor atau ammoniacal odor ini terjadi karena
konsentrasi urea yang tinggi dalam rongga mulut, dan pecah menjadi
ammonia pada penderita dengan gejala uremia.(b).
SerostomiaSerostomia adalah kondisi mulut kering. Pada penderita
ginjal kronis dan penderita yang menjalani hemodialisis, gejala ini
sangat sering dan signifikan. Hal ini sering terjadi sebagai hasil
dari manifestasi beberapa faktor seperti inflamasi kimia,
dehidrasi, pernafasan melalui mulut (Kussmauls respiration) dan
keterlibatan langsung kelenjar salivarius, restriksi konsumsi
cairan, dan efek samping dari obat.Serostomia cenderung menambah
kerentanan penderita terhadap karies dan inflamasi gusi,
kandidiasis, serta menyebabkan kesulitan berbicara, penurunan
retensi gigi palsu, kesulitan mastikasi, disfagia, dan gangguan
penciuman.(c). Plak, Kalkulus dan Karies.Terdapat berbagai teori
yang menentang hubungan antara efek dari penyakit ginjal kronis
terhadap pembentukan plak dan kalkulus. Dalam satu penelitian,
serostomia akan meningkatkan predisposisi penderita terhadap karies
karena retensi produk urea serta pengaliran dan produksi saliva
yang sedikit. Proses dialisis dapat memperburukkan kondisi rongga
mulut di mana jumlah kalkulus meningkat, dan banyaknya dijumpai
lesi karies. Deposit kalkulus dapat bertambah akibat dari
hemodialisis.Namun menurut beberapa penelitian, hidrolisis urea
akan menghasilkan konsentrasi ammonia yang tinggi dan mengubah pH
saliva menjadi basa pada penderita penyakit ginjal kronis sehingga
meningkatkan substansi fosfat dan ammonia dalam saliva dan hasilnya
kapasitas buffer yang tinggi disertai risiko karies menurun. Hal
ini turut didukung oleh peneliti, di mana hidrolisis urea mampu
meningkatkan kapasitas antibakteri akibat peningkatan urea nitrogen
dalam saliva. Kebenaran teori ini terus diperkuat terutama pada
anak-anak walaupun konsumsi gula yang tinggi dan kurang penjagaan
kesehatan rongga mulut, risiko karies tetap rendah dan
terkontrol.Pembentukan kalkulus pada jaringan keras gigi berkaitan
erat dengan gangguan homeostasis kalsium-fosfor. Presipitasi
kalsium dan fosfor yang didorong oleh pH yang buruk pada penderita
penyakit ginjal kronis karena hidrolisis urea saliva menjadi
ammonia, dimana ammonia berperan dalam menyebabkan pH menjadi basa.
Secara langsung, retensi urea akan menfasilitasi alkanisasi plak
gigi, dan meningkatkan pembentukan kalkulus terutama pada penderita
yang menjalani hemodialisis. Selain itu, penderita yang menjalani
hemodialisis memiliki jumlah magnesium saliva yang sangat rendah.
Pada kalkulus penderita yang menjalani hemodialisis mengandung
oksalat, dan pada kondisi uremia turut menyebabkan retensi
oksalat.
(d). Pembesaran GusiPembesaran gusi skunder akibat penggunaan
obat adalah manifestasi oral pada penyakit ginjal yang paling
sering dilaporkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh cyclosporine
dan/atau calcium channel blockers. Prinsipnya mempengaruhi papila
interdental labia, walaupun kadang dapat menjali lebih luas, yaitu
dengan melibatkan tepi gusi dan lidah serta permukaan palatum.(i)
Pembesaran Gusi akibat CyclosporinPrevalensi pembesaran gusi pada
orang yang mengkonsumsi cyclosporin masih belum jelas, dan
dilaporkan memiliki rentang yang luas dari 6 sampai 85%. Hal ini
dapat terlihat pada pemakaian cyclosporin dalam 3 bulan. Anak-anak
dan remaja mungkin lebih rentan terkena pembesaran gusi akibat
cyclosporin dibandingkan dengan dewasa. Jika higienitas mulut
jelek, orang yang lebih tua juga rentan terkena pembesaran
gusi.Perbaikan pada higienitas mulut dan pembersihan secara
profesional menghasilkan pengurangan pembesaran gusi berhubungan
dengan cyclosporin. Akan tetapi, ini mungkin dikarenakan
berkurangnya peradangan yang berhubungan dengan plak bukan karena
pembesaran gusi yang berhubungan dengan obat.(ii) Pembesaran Gusi
akibat Calcium Channel-blockerPrevalensi yang dilaporkan pembesaran
gusi akibat penggunaan nifedipin bervariasi dan terjadi pada 10
sampai 83% pada yang mengkonsumi obat ini. Tidak ada data
penelitian mengenai frekuensi pembesaran gusi yang diakibatkan oleh
calcium channel-blocker lainnya. Keberadaan plak gigi mungkin
merupakan predisposisi terjadinya pembesaran gusi akibat
nifedipine. Tetapi itu tidak sangat berpengaruh dalam
perkembangannya. Dosis dan durasi pengobatan tidak berkaitan dengan
prevalensi terjadinya pembesaran gusi. Beberapa penelitian telah
melaporkan penurunan pembesaran gusi setelah penggantian nifedipin
dengan calcium channel-bocker lain, tetapi obat-obat ini juga
sebagian masih dapat menyebabkan pembesaran gusi.
Gambar 1: Pembesaran Gusi akibat Cyclosporin(e). Lesi
MukosaSpektrum lesi mukosa yang luas dapat timbul pada rongga mulut
tetapi lebih cenderung terjadi plak atau ulserasi keputih-putihan,
yang sering didapat pada penderita yang menjalani transplantasi dan
hemodialisis (Tabel 1). Plak ini disebut uremic frost (Gambar.2),
dan terjadi apabila sisa kristal urea terdeposit pada permukaan
epitel dari evaporasi respirasi, juga karena aliran saliva yang
berkurang. Penyakit lichenoid juga dapat terjadi akibat efek dari
terapi obat, dan oral hairy leukoplakia yang juga dapat
bermanifestasi sekunder dari efek imunosupresi obat.
Stomatitis uremik perlu diperhatikan dan dapat muncul sebagai
daerah berpigmentasi putih, merah maupun keabuan pada mukosa oral.
Pada stomatitis uremik tipe eritematous, suatu lapisan
pseudomembran keabuan yang akan melapisi lesi eritema dan lesi ini
selalu menyakitkan. Stomatitis uremik tipe ulseratif memiliki
gambaran merah dan ditutupi lapisan yang pultaceous. Secara
umumnya, gambaran stomatitis uremik amat luas tetapi unik dan tidak
paralel secara klinis. Manifestasi klinis ini dapat terjadi akibat
peningkatan nitrogen yang membentuk trauma kimia secara langsung
akibat gagal ginjal.
Gambar 2 : Uremic Frost pada penderita penyakit ginjal kronis
pada sublingual.
(f). Perubahan Warna MukosaMukosa rongga mulut penderita gagal
ginjal sering terlihat lebih pucat. Hal ini disebabkan karena
pengaruh anemia dari penderita tersebut dan kondisi ini disebut
pallor. Gejala lain yang sering terlihat adalah warna kemerahan
pada mukosa akibat deposit beta-karotin.(g). Keganasan Rongga
MulutRisiko karsinoma sel skuamosa pada mulut pada pasien yang
menerima hemodialisis adalah sama dengan risiko pada populasi orang
yang sehat, walaupun telah ada laporan yang menunjukkan bahwa
terapi yang menyertai tranplantasi ginjal merupakan predisposisi
kejadian displasia epitelial dan karsinoma pada bibir. Mungkin,
Sarkoma Kaposi dapat muncul pada mulut resipien transplantasi
ginjal yang mengalami imunosupresi. Ada beberapa laporan kejadian
karsinoma sel skuamosa di daerah pembengkakan gusi yang disebabkan
penggunaan siklosporin. Tiap peningkatan risiko keganasan mulut
pada pasien gagal ginjal kronis mungkin menunjukkan efek
imunosupresan iatrogenik, yang meningkatkan kejadian tumor yang
berhubungan dengan virus seperti sarkoma Kaposi atau limfoma Non
Hodgkin. Perkembangan tumor juga bisa berkaitan erat dengan
penderita AIDS yang menderita penyakit ginjal kronis, sebagai
faktor risiko primer maupun sekunder.(h). Infeksi Rongga
MulutInfeksi rongga mulut pada penyakit ginjal kronis biasa lebih
banyak terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal
akibat menurunnya imunitas tubuh oleh obatobatan imunosupresan,
juga pada beberapa pasien hemodialisis. Infeksi yang sering terjadi
adalah infeksi jamur dan virus. Angular cheilitis merupakan salah
satu manifestasi infeksi jamur dan terjadi 4% pada pada pasien yang
menjalani transplantasi ginjal dan hemodialisis yang dilaporkan
pada suatu penelitian, dan juga lesi jamur lainnya pada rongga
mulut, seperi pseudomembranous (1.9%), erythemoatous (3.8%), dan
chronic atrophic candidiosis (3.8%).(3, 12) Sedangkan Infeksi virus
pada penyakit ginjal kronis biasannya berupa infeksi hepres yang
pernah dilaporkan pada pasien yang menerima transplantasi ginjal,
tetapi sekarang ini penggunaan rejimen anti herpes telah mengurangi
frekuensi kejadian tersebut.
Gambar 3. a. Angular Chelitis, b. Peudomembranous, c.
Erythematosus, d.Chronic Atropic Candidosis(i). Kelainan
GigiBeberapa kelainan struktur gigi seperti hipoplasia enamel,
erosi gigi, peningkatan mobiliti gigi, dan maloklusi dapat terjadi
pada penderita penyakit ginjal kronis. Gigi lambat tumbuh
dilaporkan pada anak-anak dengan gagal ginjal kronis. Hipoplasi
enamel pada gigi susu maupun permanen dengan atau tanpa warnanya
berubah menjadi coklat juga dapat timbut akibat dari perubahan
metabolisme kalsium dan fosfor. Selain itu, pada gigi penderita
tampak juga adanya erosi. Menurut beberapa penelitian, erosi yang
parah pada gigi tersebut merupakan hasil mual dan muntah setelah
menjalani perawatan dialisis.Manifestasi klinis lain termasuk
mobiliti gigi, maloklusi, dan kalsifikasi jaringan lunak.
Peningkatan mobiliti dan drifting pada gigi tanpa pembentukan
kantung periodontal yang patologis bisa terjadi dan dapat
mengakibatkan pelebaran pada ligamen periodontal. Apabila keadaan
ini semakin berlanjut maka dapat terjadi maloklusi.(j). Lesi Tulang
AlveolarBeragam jenis kelainan tulang dapat dijumpai pada penyakit
ginjal kronis. Ini menunjukkan bermacam jenis kelainan metabolisme
kalsium, termasuk hidroksilasi dari 1-hidroksikolekalsiferol
menjadi vitamin D aktif, penurunan ekskresi ion hidrogen (dan
asidosis yang diakibatkannya), hiperpospatemia, hipokalsemia,dan
hiperparatiroidisme sekunder yang diakibatkan, dan terakhir
gangguan biokimiawi pospat oleh proses dialisis.
Hiperparatiroidisme sekunder mempengaruhi 92% pasien yang menerima
hemodialisis. Hiperparatiroidisme dapat berakibat antara lain
menjadi tumor coklat maksila, pembesaran tulang basis skeletal dan
mempengaruhi mobilitas gigi. Beberapa kelainan pada tulang yang
lain antara lain adalah demineralisasi tulang, fraktur rahang, lesi
fibrokistik radiolusen, penurunan ketebalan korteks tulang, dan
lain-lain. Sedang pada gigi dan jaringan periodonsium antara lain,
terlambat.
2. Manifestasi Oral Pada Penyakit Diabetes Melitusa. Xerostomia
(Mulut Kering)Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan
aliran saliva (air liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva
memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi
sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut.
Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya
rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka),
lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk
tumbuh dan berkembang.b. Gingivitis dan PeriodontitisPeriodontitis
ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain
merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah
menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan
produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan
kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini
menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita
Diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau
yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak,
kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh
secara umum.Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi
melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi
menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat
cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini
merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.Dari
seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan
komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit
dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus
di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes Melitus
memiliki gusi yang bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara
lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi
mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi
menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien
mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas. c. Stomatitis Apthosa
(Sariawan)Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun
penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh
penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan terkena
infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan
penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang
berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur
penderita diabetes.d. Rasa mulut terbakarPenderita diabetes
biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada
mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati
rasa pada bagian wajah. e. Oral thrushPenderita diabetes yang
sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat
rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi
penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur
jauh lebih besar.Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di
dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur
candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes Melitus kronis
dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan
antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang
mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga
menyebabkant thrush. f. Dental Caries (Karies Gigi)Diabetes
Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan
terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan
karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa
yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies gigi dapat
terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman
dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa
jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan
gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan
karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan
tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam
mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau
caries gigi.
3. Manifestasi Oral Pada Penyakit Rheumatologia. Sjogrens
syndromePasien Sjogrens syndrome (SS) sering mengalami xerostomia
dan pembengkakan kelenjar parotis. SS sering dihubungkan dengan
arthritis reumatoid. Pada suatu penelitian, 88% pasien dengan SS
mengalami abnormalitas aliran ludah pada submandibular/sublingual,
dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar parotis.
Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular ditemukan
pada 35% pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan dengan fissure
tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah,
cheilitis, dan candidiasi. Fungsi menelan dan bicara menjadi sulit
karena adanya xerostomia persisten. Parotitis bakterial yang
biasanya disertai demam dan discharge purulen dari kelenjar juga
dapat terjadi. Hal tersebut meningkatkan karies gigi, terutama pada
servik gigi. Penting untuk mengenal SS dengan cepat dan merujuk ke
dokter gigi karena karies gigi dapat berkembang cepat. Diagnosa
sering dipastikan dengan biopsi glandula salivarius labialis minor.
Secara histologik, terdapat infiltrat limfosit periduktal.b.
Scleroderma (Sclerosis sistemik progresif)Scleroderma merupakan
penyakit kronis yang ditandai dengan adanya sklerosis difus dari
kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan
ginjal. Bibir pasien scleroderma tampak berkerut karena konstriksi
mulut, menyebabkan kesulitan membuka mulut. Fungsi stomatognatik
termasuk mulut dan rahang juga mengalami kesulitan. Fibrosis
esophageal menyebakan hipotensi sphincter esophageal bawah dan
gastroesophageal reflux, terjadi pada 75% pasien scleroderma.
Disfagia dan rasa terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak
pucat dan kaku. Telangietacsias multiple dapat terjadi. Lidah dapat
kehilangan mobilitasnya dan menjadi halus seperti rugae palatal
yang menjadi datar. Fungsi glandula saliva dapat menurun walaupun
tidak separah Sjogrens syndrome. Ligamen periodontal sering tampak
menebal pada gambaran radiografik.
c. Lupus erythematosus (LE)Lupus erythematosus terbagi menjadi
discoid lupus erythematosus (DLE) dan sistemik lupus erythematosus
(SLE). Lesi-lesi mulut terjadi pada 25-50% pasien DLE dibandingkan
dengan 7-26% pasien SLE. Pada DLE, lesi ini biasanya mulai tampak
sebagai area keputihan irregular yang kemudian meluas kearah
perife.Setelah lesi ini meluas, bagian tengah daerah ini menjadi
merah dan menjadi ulcer sedangkan bagian tepi meninggi dan
hyperkeratotik. Lesi mulut lichen planus mirip lesi mulut pada DLE
baik secara klinis maupun histologi. Kriteria histologik yang jelas
harus dilakukan untuk membedakan keduanya.Ulserasi mulut dan
nasopharyngeal diketahui sebagai manifestasi diagnostik mayor pada
SLE oleh American Rheumatism Association Commite on Diagnostic and
Therapeutic Criteria. Ulserasi-ulserasi ini biasanya tidak
menimbulkan nyeri dan melibatkan palatum. Lesi-lesi purpurik
seperti ecchymosis dan petechiae juga dapat terjadi. Lebih dari 30%
pasien SLE, sering melibatkan glandula saliva, yang mendorong
terjadinya Sjogrens syndrome sekunder dan xerostomia yang parah. d.
Arthritis RheumatoidSendi Temporomandibular (TMJ) sering terlibat
dalam arthritis rheumatoid. Hal ini sering dicirikan dengan erosi
pada condylus yang mengakibatkan berkurangnya gerakan mandibula dan
disertai nyeri ketika digerakkan. Mulut kering dan pembengkakan
kelenjar ludah dapat juga ditemukan pada pasien arthritis
rheumatoid. Pada pasien-pasien tersebut dapat juga timbul SS
sekunder. Fungsi rahang yang menurun penting untuk dilakukan
rekonstruksi TMJ segera setelah penyakit utamanya terkontrol. Sendi
prosthetik dapat menjadi solusi sementara pada pasien tersebut.
4. Manifestasi Oral Pada Penyakit Daraha. AnemiaAnemia
defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum. Manifestasi
pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan
angular cheilitis. Atropik glossitis, hilangnya papila lidah,
menyebabkan lidah lunak dan kemerahan yang menyerupai migratori
glossitis. Migratori glossitis, dikenal juga dengan sebutan
geographic tongue, merupakan suatu kondisi lidah yang tidak
diketahui penyebabnya yang mempengaruhi 1-2% populasi. Hal tersebut
mengakibatkan lesi kemerahan, non- indurasi, atropik dan dibatasi
dengan sedikit peninggian pada lidah, pinggir yang nyata dengan
warna yang bermacam-macam dari abu-abu sampai putih. Pada atropik
glossitis, area-nya tidak mempunyai batas keratotik putih dan
cenderung meningkat ukurannya daripada perubahan posisinya. Pada
kasus yang lebih parah, lidah menjadi lunak. Angular cheilitis,
terjadi pada sudut bibir, yang disebabkan karena infeksi candida
albicans menyebabkan kemerahan dan pecah-pecah, serta rasa ketidak
nyamanan. Manifestasi Plummer-Vinson syndrome juga termasuk disfagi
akibat ulserasi pharyngoesophageal. Komplikasi-komplikasi rongga
mulut muncul bersamaan dengan anemia sickle sel berupa
osteomyelitis salmonella mandibular yang tampak sebagai area
osteoporosis dan erosi yang diikuti oleh osteosklerosis. Anesthesia
atau paresthesia pada nervus mandibular, nekrosis pulpa
asymptomatik mungkin juga dapat terjadi. Kondisi-kondisi tersebut
semakin parah apabila terjadi proliferasi sumsum tulang yang hebat.
Deformitas dentofacial yang berhubungan dicirikan secara
radiograpfik sebagai area dengan penurunan densitas dan pola
trabekular kasar yang paling mudah dilihat diantara puncak akar
gigi dan batas bawah mandibula. Osteosklerosis dapat terjadi
bersamaan dengan trombosis dan infarksi.b. LeukemiaKomplikasi oral
leukemia sering berupa hipertrofi gingiva, petechie, ekimosis,
ulkus mucosa dan hemoragik. Keluhan yang jarang berupa neuropati
nervus mentalis, yang dikenal dengan numb chin syndrome. Ulserasi
palatum dan nekrosis dapat menjadi pertanda adanya mucormycosis
cavum nasalis dan sinus paranasalis. Enam belas persen dan 7% anak
dengan leukimia akut dilaporkan mengalami gingivitis dan mucositis.
Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat menjadi sumber
septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi
dan diobati secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen
kemoterapi dapat mengakibatkan reaktivasi Herpes Simplex Virus
(HSV) yang dapat mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun
mukositis akibat kemoterapi dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV,
karena penipisan permukaan mukosa dan/atau supresi sumsum tulang
yang mengakibatkan invasi organisme oportunistik pada mukosa c.
Multiple Myeloma (MM)Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya
berupa manifestasi sekunder pada rahang, terutama mandibula, yang
dapat mengakibatkan pembengkakan rahang, nyeri, bebal, gigi goyah,
fraktur patologik. Punched out lesions pada tengkorak dan rahang
merupakan gambaran radiografik yang khas. Insidensi keterlibatan
rahang pada MM sekitar 15 % (8). Karena MM mengakibatkan
immunosupresi, maka timbul beberapa infeksi seperti oral hairy
leukoplakia dan candidiasis. Timbunan amyloid pada lidah
menyebabkan macroglossia.
5. Manifestasi Oral Pada Penyakit Onkologia. Kanker
MetastaseTumor metastase rongga mulut dapat menyerang pada jaringan
lunak atau keras. Namun hal ini sangat jarang, hanya sekitar 1%
neoplasma maligna rongga mulut. Tumor lebih sering bermetastase ke
rahang daripada jaringan lunak rongga mulut. Tumor pada rahang
sering terdeteksi bila timbul keluhan bengkak, nyeri, paresthesia,
atau setelah menyebar ke jaringan lunak. Secara keseluruhan, tempat
tumor primer metastase ke rahang berasal dari payudara, sedangkan
paru-paru merupakan tempat tumor primer tersering untuk metastase
ke jaringan lunak rongga mulut. Pada laki-laki, paru-paru merupakan
tempat primer tersering baik untuk metastase ke rahang dan jaringan
lunak rongga mulut. Regio molar mandibula merupakan tempat
metastase tersering. Pada 30% kasus, lesi metastase rongga mulut
merupakan indikasi pertama adanya malignansi yang tidak terdeteksi
dari tubuh.Manifestasi awal metastase ke attached gingiva dapat
menyerupai satu dari 3 macam lesi hyperplastik reaktif pada gingiva
dan harus ditegakkan dengan biopsi. Fibroma ossifikasi perifer
biasanya muncul dengan bentuk kecil, berbatas tegas, bermassa padat
dengan dasar berbentuk sessile atau pedunculated pada margin
gingiva bebas.Lesi merah muda pucat sampai merah diatas dapat
menjadi besar dan dapat terjadi pada semua umur (insidensi puncak
pada umur 20 th). Tumor pyogenik atau pregnancy tumor yang
mempunyai kecenderungan berdarah, juga dapat terjadi pada attached
gingiva. Lesi ini biasanya kecil (diameter kurang dari 1cm), merah,
dan berulserasi. Lesi lain yang juga kecil, berbatas tegas,
bermassa padat merah gelap, sessile atau pedunculated pada attached
gingiva adalah granuloma giant cell perifer. Sebagai kesimpulan,
penting untuk mengetahui macam-macam tumor yang bermetastase ke
rongga mulut.
b. Histiocytosis sel Langerhans (Histiocytosis X)Histiocytosis
sel Langerhans (HSL) mewakili spectrum ganguan klinik dari yang
sangat agresive dan penyakit mirip leukemia parah pada bayi sampai
lesi soliter pada tulang. Hilangnya tulang alveolar pada anak-anak
dengan eksfoliasi prekok gigi susu harus diduga adanya HSL. HSL
dapat juga terjadi pada usia remaja dan dewasa. Dari tulang-tulang
rahang, mandibula yang paling sering terlibat. Tanda-tanda yang
muncul adalah nyeri, pembengkakan, ulserasi, gigi tanggal (ompong).
Gambaran radiografik menunjukkan gigi tampak melayang di udara
(floating in air) dikelilingi daerah radiolusen yang luas. Hal ini
berkaitan dengan hilangnya tulang alveolar yang cepat. Istilah
granuloma eosinofilik tulang (eosinophilic granuloma of bone)
digunakan bila lesi soliter ditemukan, namun lesi multipel dapat
muncul kemudian.