TUGAS PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
PERBANDINGAN ANALISIS MANAJEMEN AGROEKOSISTEM KOMODITAS TEBU
PADA DAERAH LAMPUNG DAN MALANG
Disusun Oleh :Nadia Kusuma FardanyMuthia Rinjani WillisDella
Vira Putri MayangsariNia TrihayuningTyasAde Hari MaskarAdi
SuwandonoM. Iqbal BM. Al-Ikhlas Wayik D.K
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS
BRAWIJAYAMALANG2014RINGKASAN mana??BAB IPENDAHULUANDi daerah
lampung sendiri, sektor pertanian masih masih menjadi tulang
punggung perekonomian. Komoditi yang menjadi unggulan di Lampung
yaitu kopi dan lada namun begitu masih banyak komoditi-komoditi
lain yang dibudidadayakan disini salah satunya yaitu tebu.
Berdasarkan data yang bersumber dari Ditjen Perkebunan, produksi
tebu di Lampung menduduki tempat ke-dua tertinggi di Indoneseia
dibawah provensi Jawa Timur. Sedangkan untuk di Malang sendiri,
sektor pertanian ternyata juga merupakan salah satu yang sangat
dominan terhadap perekonomian sebesar 28,59% Sedangkan sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 26,68%; industri pengolahan
18,86%; jasa-jasa 12,91% serta 5 sektor lainnya sebesar 12,96%.
Beberapa komoditas yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian
masyarakat yang terus didorong pertumbuhannya antara lain, tanaman
pangan (seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan
sayur-sayuran), kemudian komoditas perkebunan seperti tebu, kelapa
dan kopi.Para petani tebu di Kabupaten Malang juga diketahui meraup
untung besar dari budidaya tebu. Pasalnya, harga lelang di pabrik
gula (PG) rata-rata mencapai Rp8.900/kilogram (kg).Padahal biaya
perawatannya untuk sampai BEP (break event point) hanya berkisar
Rp6.800 untuk 1 kg gula. Dengan harga lelang semahal itu,keuntungan
petani mencapai Rp2.100/kg. Melihat fakta-fakta tersebut, kelompok
kami memilih tebu sebagai komoditi yang akan ditinjau dan
dibandingkan. Tugas Manajemen Agroekosistem aspek BP kali ini yaitu
mengetahui megenai manajement agroekositem di daerah Lampung yang
kemudian dibandingkan dengan manajement agroekosistem di daerah
Malang. Untuk menunjang tugas tersebut, kami melakukan studi
literatur terhadap budidaya tebu di daerah Lampung dan peninjauan
lapang pada lahan tebu di daerah Malang. Pada lahan tebu didaerah
Malang, kelompok kami melakukan pengamatan di daerah Oma Kampus,
kecamatan Dau, kabupaten Malang. Lahan tebu ini dimiliki dan
dikelola oleh Bapak Sumarno dengan total luasan lahan yaitu 5 Ha.
Lahan ini ditanami tebu dengan sistem monokultur, dengan budidaya
menggunakan bibit rayungan. Varietas yang digunakan yaitu PS 881
dengan jumlah 20.000 bibit per Ha. Bibit-bibit ini didapat dari
PT.PG Kebon Agung Malang. Kemudian bibit ditanam dengan menggunakan
jarak tanaman antar baris tanaman 50cm sehingga dibutuhkan 100.000
bibit untuk 5 Ha lahan yang dikelola.
BAB IIPROBLEMATIKA WILAYAH
2.1 Lahan MalangDeskripsi WilayahKota Malang yang terletak pada
ketinggian antara 440 - 667 meter diatas permukaan air laut.
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2008 tercatat rata-rata suhu
udara berkisar antara 22,7C - 25,1C. Sedangkan suhu maksimum
mencapai 32,7C dan suhu minimum 18,4C . Rata kelembaban udara
berkisar 79% - 86%. Dengan kelembaban maksimum 99% dan minimum
mencapai 40%.Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang
mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan, dan musim
kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso
Curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Pebruari,
Nopember, Desember. Sedangkan pada bulan Juni dan September Curah
hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi di bulan
Mei, September, dan Juli. Jenis tanah di wilayah Kota Malang ada 4
macam, antara lain : Alluvial kelabu kehitaman dengan luas
6,930,267 Ha, Mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha, Asosiasi
latosol coklat kemerahan grey coklat dengan luas 1.942.160 Ha,
Asosiasi andosol coklat dan grey humus dengan luas 1.765,160 Ha
(Diskominfo Malang, 2011)Kecocokan LahanLahan tebu yang kami
datangi berada di daerah Kecamatan Dau yang berada dekat dengan
kota Batu yang umunya bersuhu rendah dan bercurah hujan tinggi.
Keadaan lahan ini tidak terlalu cocok karena tanah yang cocok untuk
tebu adalah bersifat kering-kering basah, yaitu curah hujan kurang
dari 2000 mm per tahun. Tanah tidak terlalu masam, pH diatas 6,4.
Ketinggian kurangdari 500 m dpl. Menurut Kurniawan (2005) Secara
umum, keberhasilan budidaya tebu sangat ditentukan oleh kondisi
agroklimat (iklim, topografi dan kesuburan tanah). Tanaman tebu
akan tumbuh optimal di wilayah tropis yang lembab, yaitu : berada
di antara 350 LS - 390 LS, ketinggian tanah 0 - 1.500 mdpl, suhu
udara 28 - 340C, kelembaban minimal 70%, sinar matahari 7 - 9
jam/hari, dan curah hujan 200 mm/bulan.Pertumbuhan tebu juga
didukung oleh sifat-sifat fisik dan kimia dari tanah, seperti :
drainase/permeabilitas, tingkat kemasaman, tekstur, serta kandungan
organik dan hara tanah. Meskipun tanaman tebu dapat tumbuh pada
hampir semua jenis tanah, namun pertumbuhannya akan optimal apabila
ditanam pada tanah yang subur, memiliki drainase yang baik (cukup
air tetapi tidak tergenang) dan tingkat kemasaman (pH) sekitar 6-7.
Sementara tekstur tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tebu adalah
sedang sampai berat atau menurut klasifikasi tekstur tanah (Buckman
and Brady, 1960) adalah lempung, lempung berpasir, lempung berdebu,
liat berpasir, liat berlempung, liat berdebu dan liat atau yang
tergolong bertekstur agak kasar sampai halus. Ketersediaan unsur
hara minimal yang dibutuhkan oleh tanaman tebu, antara lain adalah
: kadar N total 1,5 ppm; kadar P2O5 75 ppm; dan kadar K2O 150
ppm.Kerena ketidak cocokan lahan inilah produktifitas semakin
menurun. Selain itu tidak adanya pergantian komoditas serta pola
tanam monokultur dalam lahan yang dikelola oleh petani menyebabkan
bahan organic pada lahan tersebut semakin berkurang. Petani pemilik
lahan juga tidak mengolah lahannya sebelum penanaman sehingga
produktifitas menjadi tidak optimal.
Tabel 1. Kesesuaian Lahan Tebu
Sebuah studi kasus di Kabupaten Malang menunjukan daerah yang
cocok untuk komoditas ini adalah wilayah selatan kabupaten malang
yaitu kecamatan Kromeng. Syarat tumbuh serta jenis tanah pada
daerah ini sangat cocok untuk Komoditas Tebu.Pada Kecamatan
Kromengan jenis tanah yang mendominasi adalah Inceptisol dan
Asosiasi Alfisol, dengan nama great group Typic Tropudalf dan
Fluventic Ustropept. Berdasarkan peta topografi yang ada, kecamatan
Kromengan termasuk dataran rendah dengan ketinggian tempat 220 -
400 m di atas permukaan laut. Jika dilihat dari letaknya secara
topografis, daerah ini terletak di lereng bawah Gunung Pitrang
dengan bahan induk penyusun tanahnya didominasi oleh bahan aluvium
dan fluvent. Daerah ini memiliki landform datar hingga bergelombang
dengan kemiringan berkisar antara 0 - 60%. Suhu udara pada daerah
ini berkisar antara 13 -31oC dengan curah hujan per tahun 1600-5000
mm (Soemarmo, 2000)
2.2 Lahan LampungDeskripsi WilayahKondisi Fisiografi Provinsi
Lampung adalah Dataran rendah dengan ketinggian 0 200 meter dpl,
Daerah perbukitan dengan ketinggian 200 - 1000 meter dpl, Daerah
pegunungan dengan ketinggian 1000 2000 meter dpl. Lanform utama di
daerah ini yaitu: Marin (M), Fluvial (F), Denudasional (D),
Struktural (S), Vulkanik (V), Kars (K). Batuan yang umum dijumpai
di Kabupaten Lampung Barat adalah endapan gunung api, batu pasir
Neogen, granit batu gamping, metamorf, tufa Lampung, dan Alluvium.
Jenis tanah dominan di Provinsi Lampung adalah Entisol, Inseptisol,
dan Ultisol.Iklim daerah Lampung adalah sangat panas pada musim
kemarau antara bulan-bulan Mei-September, sedang antara bulan-
bulan Nopember - Mei banyak turun hujan. Pada bulan November sampai
dengan bulan Maret angin bertiup dari arah barat dan barat laut,
bulan Juli sampai dengan Agustus angin bertiup dari arah timur dan
tenggara dengan kecepatan angin rata-rata 70 km/hari. Temperatur
udara maksimum 33C dan temperatur minimum 22C. Rata-rata kelembaban
udara sekitar 80-88 persen, akan semakin tinggi pada daerah yang
lebih rendah (Bappeda Bandar Lampung, 2014)Kecocokan LahanSentra
gula terbesar kedua di Indonesia adalah Lampung. Di wilayah ini,
terdapat PG Bungamayang yang dikelola PTPN VII dengan kapasitas
giling 6.250 TCD, dan 4 buah PG berskala besar yang dikelola
perusahaan swasta, yaitu PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo
Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan PT Gunung Madu Plantation,
dengan kapasitas produksi total sebesar 650.000 ton/tahun. Saat
ini, telah beroperasi sebuah pabrik etanol berskala besar yaitu PT
Indo Lampung Distillery, dengan kapasitas produksi sebesar 50 juta
liter/tahun (Pusdatin, 2013). Hal ini telah menunjukan bahwa tanah
di Lampung cocok ditanami Komoditas Tebu. Dengan produksi sebesar
itu pertahunnya menunjukan bahwa Komoditas Tebu dapat tumbuh
optimal. Selain itu juga dapat dilihat kecocokan syarat daerah
tumbuh tebu dengan wilayah di Lampung yang juga menjadi penyebab
tingginya produksi.
2.2 Analisis Pendapatan2.3 Analisis usaha tani2.4 Daya
Dukung
BAB IIIPELAKSANAAN ATAU PRAKTIK BUDIDAYA
3.1 Analisis Kesesuaian Lokasi Untuk Tanaman yang Akan Ditanam
Berdasarkan Kompoen Biotik dan Abiotik Suatu Kawasan
Menurut Wikipedia (2014), Komponen abiotik adalah segala yang
tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban,
cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang
bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia danmikro-organisme(virus
dan bakteri).Komponen biotik yang ada pada ekosistem tebu yaitu
meliputi rantai makanan, dimana tanaman tebu berperan sebagai
produsen, sedangkan serangga dan hewan yang ada di ekosistem
tersebut berperan sebagai konsumen, serta pengurai sebagai
decomposer.Selain itu, komponen abiotik juga mempengaruhi kegiatan
budidaya pada tanaman. Komponen-komponen tersebut seperti tanah,
udara, air, iklim, kelembaban dan cahaya. Tanaman tebu dapat hidup
mulai dataran rendah hingga dataran tinggi 1400 mdpl. Tanah yang
sesuai untuk tanaman tebu adalah tanah yang menjamin ketersediaan
air secara optimal, dan ketersediaan unsur haranya cukup untuk
mendukung pertumbuhannya (Indriani, 1992). Oleh karena itu, jika
memperhatikan kesesuaian lahan dengan komponen abiotik maupun
komponen biotik, maka diharapkan produksi juga akan menghasilkan
hasil yang bermutu dan berkualitas tinggi.Kedudukan gula sebagai
bahan pemanis utama di Indonesia belum dapat digantikan oleh bahan
pemanis lainnya yang digunakan baik oleh rumah tangga maupun
industri makanan dan minuman. Dengan luas areal tebu rakyat sebesar
252.166 ha dan areal tebu swasta 198.131 ha, kemampuan produksi
gula Indonesia hanya 2,1 juta ton gula Kristal putih (GKP) per
tahun. Angka ini belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri yang
hampir berada di angka 3 juta ton/tahun.
3.2 Metode yang Akan Kami Gunakan Untuk Praktik Budidaya
Lahan yang dimiliki pak Sumarno memiliki luas lahan dalam satu
hamparan yaitu 5 ha. Pada lahan yang kami amati ini menggunakan
sistem monokultur rayungan, dimana pada tiap hektarnya ditanami
20.000 bibit tebu, yaitu tanaman tebu. Varietas tebu yang ditanam
pada lahan pak Sumarno adalah varietas jenis tebu PS 881. Benih
tebu tersebut sudah bersertifikat keunggulannya. Pak Sumarno
mendapatkan benih tersebut dengan cara membeli di PT PG Kebon Agung
Malang. Sistem tanam yang diterapkan bapak Sumarno dengan sistem
monokultur rayungan dimana jarak tanam tanam antar baris tanaman
padi sekitar 50 cm. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organic
dan pupuk N. Dimana pemupukan dilakukan dua kali yaitu (1) saat
tanam atau sampai 7 hari setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8
gram TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg TSP dan
300 kg KCl/ha).dan (2) pada 30 hari setelah pemupukan ke satu
dengan 10 gram urea per tanaman atau 200 kg urea per hektar. Pupuk
diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm
dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera
disiram supaya pupuk tidak keluar dari daerah perakaran tebu.
Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam satu hari.beliau juga
melakukan pemupukan dengan cara penyemprotan pupuk organic cair DI
Grow Hijau. Pemupukan dengan pupuk organic cair ini dapat dilakukan
sampai umur tanaman kurang lebih 5 bulan. Bulan pertama hingga
bulan ketiga lakukan penyemprotan pupuk organic cair DI Grow hijau
dengan dosis 50 cc/15 liter dengan interval semprot 1 bulan. Bulan
keempat dan bulan kelima lakukan penyemprotan dengan pupuk organic
cair DI Grow merah dengan dosis 75 cc/15 liter air dengan interval
semprot 1 bulan. pengairan pada lahan tersebut dengan menggunakan
tadah hujan saja.Menurut kelompok kami metode yang akan kami
gunakan unutk praktik budidaya adalah dengan cara monokultur dengan
rayungan dengan bibit tebu budchip/stek bagal. Keunggulan bibit
tebu budchip bagaikan pendekar satu mata karena bud chips setelah
dipindahkan kelapang tebu mampu membentuk anakan 10-20 anakan.
Anakan tersebutakan tumbuh sempurna sampai panen 8-10 batang per
rumpun sedangkan bibit dari bagal anakan yang terbentuk 1-4 anakan
saja. Yang lebih membanggakan bahwa bibit budchip dalam pembentukan
anakan serempak pada umur 1-3 bulan. Pertumbuhan tanaman tebu sejak
awal tumbuh seragam menjadikan tingkat kemasakan tebu dilapang sama
mampu meningkatkan rendemen dan produksi persatuan luas tanam.
Penanaman tebu diwilayah pengembangan dari bibit bud chips ini
ditekankan pada areal yang berpengairan teknis atau daerah yang
sebaran curah hujannya jelas dengan harapan dapat menekan resiko
kematian dan jumlah penyulaman akibat mati kekeringan diawal tanam.
selanjutnya dilakukan dengan pemeliharaan tanaman seperti
penyiraman, penyulaman, penyiangan, pembumbunan, memupuk, dan
kletekan.
3.3 Praktik Budidaya yang Khas dan Spesifik Di Oma Kampus ,
Kecamatan Dau
Pada lahan tebu yang kami amati, dengan luasan lahan yang luas
hanya ditanami tanaman tebu dengan system monokultur. Menurut
petani tebu disana sudah hampir 5 tahun lahan tersebut tidak
dilakukan rotasi tanaman. Sistem tanam tersebut dianggap lebih
menghasilkan produksi yang lebih tinggi daripada menggunakan sistem
lainnya. Maka dari itu, petani di daerah tersebut semuanya
menggunakan metode seperti itu karena sudah membudaya dan agar
tetap menjaga hasil produksinya. Menurut kelompok kami penerapan
yang baik untuk tanaman tebu tersebut dengan monokultur rayungan
dengan menggunakan bibit budchip/stek bagal.
3.1 Analisis Kesesuian Lokasi untuk Tanaman yang akan Ditanam
Berdasar Komponen Biotic Dan Abiotik 3.2 Metode yang akan Digunakan
untuk Paktek Budidaya dan Alasan Mengapa Mengunakan Metode Tersebut
(mulai dari cara tanam seperti apa, waktu tanam, penyiraman,dsb
jika ingin merubah ke sistem agroforestri jelaskan alasannya dan
rekomendasi kalian)
BAB IVANALISIS USAHATANI- dari Pembukaan Lahan, Teknik
Penanaman, Pemeliharaan Tanaman, penyiangan, pembubunan, pengairan,
pemumukan, panen, pasca panen.(jelaskan satu persatu),analisis itu
tidak hanya dilihat dari aspek sosial ekonomi, namun cara budidaya
suatu komoditas itu juga merupakan analisis usaha tani.
Lahan yang dimiliki Pak Sumarno seluas 5 Ha sepenuhnya ditanami
Tebu dengan sistem monokultur. Panen tebu kemudian baru dapat
dilaukan 14 bulan setelah tnam dengan hasil panen perhektarnya 50
ton. Untuk harga jual hasil panennya didapat Rp 20.000.000,- tiap
hektarnya. Namun nilai ini bukanlah keuntungan bersih yang didapat
petani, untuk tiap hektarnya keuntungan yang didapat yaitu sebesar
Rp 5.000.000,-. Hal ini terjadi karena terdapat biaya lain yang
harus dikeluarkan petani tersebut untuk mendapatkan hasil produksi
diantaranya untuk bibit, pupuk, tenaga kerja, pestisida dan lain
sebagainya. Beberapa kendala lain yang dihadapi petani untuk
mengembangkan usaha nya yaitu berkaitan dengan modal. Kurangnya
modal yang dimiliki menyebabkan petani tidak mampu membeli bibit
yang lebih bagus. Padahal peubah pemakaian bibit unggul tebu
berpengaruhnyata terhadap inefisiensi usaha tani tebu.
Produktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh penggunaan bibit yang
bermutu unggul. Namun kondisi lapang menunjukkan bahwa sebagian
besar petani menggunakan bibit bukan unggul sehingga berpengaruh
terhadap inefisiensi usaha tani.Selain itu kelangkaan pupuk di
pasaran dan apabila produk tersebut ada harganya relative mahal.
Kandungan unsur hara di lahan ini juga semakin berkurang sehingga
menyebabkan produktifitasnya makin hari makin menurun. Hal ini
terjadi karena pengolahan anah yang kurang baik serta tidak adanya
rotasi tanaman. Serta masalah lain seperti mahalnya tenaga kerja
karena susah untuk menemukan orang yang bersedia untuk mengurusi
tanaman di lahan tersebut. Hal lain yang mengganggu petani yaitu
harga tebu yang tidak menentu tiap musim panennya sehingga
terkadang pendapatan mereka pun mengalami penurunan.
BAB IVKESIMPULAN
Pada tinjauan mengenai manajement agroekosotem tebu di daerah
Malang dan Lampung diketahui beberapa hal yaitu baik Lampung maupun
Jawa Timur merupakan penghasil tebu terbesar di Indonesia. Untuk di
Malang juga , tebu juga menjadi komoditi pertanian yang turut serta
menyokong perekonomian daerah. Sebenarnya tebu merupakan salah satu
komoditi yang memiliki prospek bagus dan dapat menghasilkan
keuntungan yang lebih besar dibanding beberapa komoditi lain karena
perawatannya yang terbilang mudah. Oleh karena itu pengembangan
budidaya tebu kedapannya dapat ditingkatkan melihat konsumsi gula
dalam negeri yang juga sangat tinggi dan produksi dalam negeri
belum mampu untuk memenuhinya.Ditinjau dari kondisi lingkungannya,
baik di Malang maupun di Lampung di beberapa tempatnya memang
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai lahan budidaya tebu.
Seperti halnya dilihat dari ketinggian daerah yang < 1500 mdpl,
suhu, curah hujan dan jenis tanah dan lain sebagainya. Baik pada
lahan budidaya tebu di Lampung maupun lahan tebu di Malang milik
Bapak Sumarno sama-sama menggunakan sistem pola tanam monokultur
dengan bibit rajungan. Sistem monokultur dinilai lebih menghasilkan
dibandingkan menggunakan sistem pola tanam yang lain seperti
tumpang sari. Pada lahan milik Bapak Sumarno di Malang, bibit yang
dibutuhkan yaitu 2000 bibit/ Ha dan bibit-bibit ini diperoleh dari
PT. PG Kebon Agung Malang kemudian tebu baru dapat dipanen setelah
14 bulan setelah tanam. Hasil panen tiap hektarnya mencapai 50 ton
dengan harga pasaran Rp 20.000.000, namun keuntungan bersih yang
didapat petani setelah dikurangi biaya produksi yaitu sekitar Rp
5.000.000,- / Ha. Pendapatan petani tebu di Malang dan di Lampung
bisa jadi berbeda karena tebu dihargai berbeda-beda oleh
masing-masing pengepulnya. Harga tebu juga tiap musim panennya
dapat berubah-ubah. Meskipun budidaya tebu terbilang mudah secara
teknis namum masih saja terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi
produksi tebu petani, salah satunya yaitu permodalan. Kekurangan
modal dapat mengakibatkan petani tidak mampu untuk membeli bibit
unggu yang kemudian berpengaruh terhadap produksi tebu. Selain itu,
tebu biasanya ditanam tanpa adanya rotasi tanaman sehingga
menyebabkan kualitas tanah menurun yang juga dapat mempengaruhi
produktivitas. Kendala-kendala lain seperti kelangkaan pupuk
dipasaran, mahalnya harga pupuk serta upah pekerja yang tinggi dan
lain sebagainya juga menjadi hambatan tersendiri bagi petani.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, Lilis dan Suryani, Erma. 2013. Analisis Faktor
Produktivitas Gula Nasional Dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula
Domestik Dan Permintaan Gula Impor Dengan Menggunakan Sistem
Dinamik. Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jurnal Teknik Pomits
Vol. 1, No. 1, 1-7.Indriyani, Y. H. dan E. Sumiarsih.
1992.Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar
Swadaya.JakartaKurniawan, Y, Susmiadi, A. dan Toharisman, A. 2005.
Potensi Pengembangan Industri Gula sebagai Penghasil Energi di
Indonesia. Pengembangan Bioetanol. Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia (P3GI).Sumarmo, 2000. Analisis Kesesuaian Lahan Bagi
Usahatani Tebu Dan Kedelai Di Wilayah Kecamatan Kromengan,
Kabupaten Malang. Jurusan Ilmu Tanah, FAPERTA, UNIBRAW,
MalangSaskia, 2012. Biaya dan Pendapatan Usahatani Tebu Menurut
Status Kontrak (Studi Kasus Di PT IGN Cepiring, Kab. Kendal).
Diponegoro Journal of Economics. Vol. 1 Hlm 1- 12Susilowati, 2012.
Analisis Efisiensi Usaha Tani Tebu Di Jawa Timur (Analysis of Sugar
CaneFarming Efficiency in East Java). Jurnal Littri 18
Hlm.162-172
Bappeda Bandar Lampung. Online : www.bappeda-bandarlampung.org
diakses tanggal 10 April 2014Pusat Data dan Informatika Kabupaten
Malang. 2013. Online: http://www.malangkota.go.id/halaman/1606076
diakses tanggal 10 April2014Pusat Data dan Informasi Pertanian.
2013. Online:
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/A2_Jan_Tebu.pdf
diakses tanggal 10 April 2014Dokumentasi