Top Banner
DASAR HUKUM DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN 1. DASAR HUKUM a. Undang – Undang Undang-undang yang dipergunakan sebagai Pedoman dalam Hukum Tenaga Kerja antara lain: Ø Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Ø Undang-Undang No. 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Ø Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 Ttg Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan Ø Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Ø Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO CONVENTION NO. 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak) Ø Undang-Undang No. 19 TAHUN 1999 Tentang Pengesahan ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (Konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa) Ø Undang-Undang No. 03 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Ø Undang-undang No. 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. b. Peraturan Pemerintah
29

Tugas hukum

Apr 09, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tugas hukum

DASAR HUKUM DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

1. DASAR HUKUM

a. Undang – Undang

Undang-undang yang dipergunakan sebagai Pedoman dalam Hukum Tenaga Kerja antara lain:

Ø Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Ø Undang-Undang No. 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Ø Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 Ttg Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan

Ø Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan PerlindunganTenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Ø Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO CONVENTION NO. 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak)

Ø Undang-Undang No. 19 TAHUN 1999 Tentang Pengesahan ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (Konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa)

Ø Undang-Undang No. 03 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Ø Undang-undang No. 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

b. Peraturan Pemerintah

Page 2: Tugas hukum

Ø Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2008 : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2005 Tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit.

Ø Peraturan Pemerintah No.76 Tahun 2007 Tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Ø Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun. 2007 Tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan Dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja

Ø Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2005 Tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit

Ø Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas PP No. 14 Tahun 1989 Tentang Penyelenggaraan Program Jamsotek.

Ø Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

c. Peraturan Presiden

Ø Keppres No. 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan

Ø Keppres No. 25 Tahun 2004 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan, Perantara Hubungan Industrial dan Pengantar Kerja

Ø Kepres No. 29 Tahun 1999 Tentang Badan Koordinasi Penempatan TenagaKerja Indonesia.

Ø Keppres No. 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 87 Mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi.

Ø Keppres No. 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

d. Instruksi Presiden

Page 3: Tugas hukum

Instruksi Presiden No. 06 Tahun. 2006 Tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

e. Keputusan Menteri

Ø Kepmenakertrans : KEP. 355/MEN/X/2009 Tentang Tata Kerja Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit Nasional

Ø Kepmenakertrans. No. KEP. 113/MEN/IV/2009 Tentang Pembentukan TIM Teknis Pengelolaan Dan Pengembangan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Di Luar Negeri TA. 2009

Ø Kepmenakertrans Nomor : KEP. 49/MEN/2004 Tentang Ketentuan Strukturdan Skala Upah

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 250/MEN/XII/2008 Tentang Klasifikasi dan Karakteristik Data Dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan

Ø Kepmennakertrans No. KEP. 268/ MEN/ XII/ 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun 2009

Ø Kepmenakertrans No. KEP 201/MEN/IX/2008 Tentang Penunjukan Pejabat Penerbitan Persetujuan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri.

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 14/MEN/I/2005 Tentang Tim Pencegahan Pemberangkatan TKI Non Prosedural dan Pelayanan dan Pelayanan Pemulangan TKI

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 11/MEN/I/2005 Tentang Pembentukan dan susunan keanggotaan Lembaga Akreditas Lembaga Pelatihan Kerja

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lemburdan Upah Kerja Lembur.

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 101/MEN/VI/2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/ Buruh.

Page 4: Tugas hukum

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 51/MEN/2004 Tentang Istirahat Panjang padaPerusahaan Tertentu.

Ø Kepmenakertrans No. KEP.48/MEN/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 255/MEN/2003 Tentang Tata Cara Pembentukandan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.235/MEN/2003 Tentang Jenis - Jenis Pekerjaanyang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 234/MEN/2003 Tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Meneral pada DaerahTertentu.

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 233/MEN/2003 Tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus.

Ø Kepmenakertrans No. KEP. 232/MEN/2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah.

Ø Kepmenakertrans No. KEP.231/MEN/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Ø Kepmenakertrans No. KEP.230/MEN/2003 Tentang Golongan dan Jabatan Tertentu Yang Dapat dipungut Biaya Penempatan Tenaga Kerja.

Ø Kepmenakertrans No. KEP.227/MEN/2003 Tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.225/MEN/2003 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Akreditasi lembaga Pelatihan Kerja.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.224/MEN/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara Pukul 23.00 s/d 07.00

Ø Kepmenakertrans No. KEP.223/MEN/2003 Tentang Jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.

Page 5: Tugas hukum

Ø Kepmenakertrans No.KEP.49/MEN/2004 Tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.67/MEN/2004 Tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing

Ø Kepmenakertrans No.KEP.68/MEN/2004 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.92/MEN/VI/2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.115/MEN/VII/2004 Tentang Perlindungan Bagi Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat dan Minat

Ø Kepmenakertrans No. KEP.187/MEN/IX/2004 Tentang Iuran Anggota Serikat Pekerja / Serikat Buruh

Ø Kepmenakertrans No. KEP.261/MEN/XI/2004 Tentang Perusahaan Yang Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja.

Ø Kepmenakertrans No.KEP.220/MEN/X/2004 Tentang Syarat - Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Ø Kepmenakertrans No. KEP.261/MEN/XI/2004 Tentang Perusahaan Yang Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja.

Ø Kepmenakertrans No. KEP.14/MEN/I/2005 Tentang Tim Pencegahan Pemberangkatan TKI Non Prosedural dan Pelayanan Pemulangan TKI

Ø Kepmenakertrans No. 16/MEN/2001 Tentang Cara Pencatatan Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

Ø Kepmendagri No. KEP. 05/MENDAGRI/2001 Tentang Penanggulangan Pekerja Anak.

Ø Kepmen Tenaga Kerja No. KEP. 173/MEN/2000 Tentang Jangka Waktu IjinMempekerjakan TKW Negara Asing Pendatang.

Ø Kepmen Tenaga Kerja No. KEP. 172/MEN/2000 Tentang Penunjukan Pejabat Pemberi Ijin Mempekerjakan TKW Negara Asing Pendatang untuk pekerjaan yang bersifat sementara atau mendesak.

Page 6: Tugas hukum

f. Peraturan Menteri

Ø Permenakertrans No. PER-23/MEN/IX/2009 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Ø Permenakertrans Nomor PER-18/MEN/VIII/2009 Tentang Bentuk, Persyaratan, dan Tata Cara Memperoleh Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri

Ø Permenakertrans No. PER-17/MEN/VIII/2009 Tentang Penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri

Ø Permenakertrans No :10/MEN/V/2009 Tentang Tata Cara Pemberian, Perpanjangan dan Pencabutan Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia

Ø Permenakertrans No PER-05/MEN/III/2009 Tentang Pelaksanaan Penyiapan Calon TKI Untuk Bekerja Di Luar Negeri.

Ø Permenakertrans No. PER. 31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit

Ø Permenakertrans Nomor PER.25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosisdan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja

Ø Permenakertrans Nomor PER. 23/MEN/XII/2008 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia

Ø Peraturan Menteri No.07 Tahun 2008 Tentang Penempatan Tenaga Kerja

Ø Peraturan Menteri Nomor. PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Ø Peraturan Menteri No. PER.18/MEN/IX/2007 entang Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

Ø Peraturan Menteri No. PER.17/MEN/VI/2007 Tentang Tata Cara Perizinan dan Pendaftaran Lembaga Pelatihan Kerja.

Ø Peraturan Menteri No. PER.12/MEN/VI/2007 Tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jamsostek.

Page 7: Tugas hukum

Ø Peraturan Menteri No. PER. 21/MEN/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Program Pemagangan.

Ø Peraturan Menteri No. PER. 07/MEN/IV/2005 Tentang Standar Tempat Penampungan Calon TKI.

Ø Peraturan Menteri No. PER. 06/MEN/IV/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Keangggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

Ø Peraturan Menteri No. 04 Tahun 1993 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.

Ø Peraturan Menteri No. 06 Tahun 1998 Tentang Pencabutan Permenaker No. PER-01/MEN/1994 Tentang Serikat Pekerja di Tingkat Perusahaan.

Ø Peraturan Menteri No. 02 Tahun 1993 Tentang Usia Pensiun Normal danBatas Usia Pensiun Maksimum Bagi Peserta Peraturan Dana Pensiun.

Ø Peraturan Menteri No. PER-14/MEN/ IV/2006 Tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan di Perusahaan

g. Kebiasaan

Kebiasaan dalam hal ini adalah kebiasaan yang terjadi antara pekerja dan pemberi kerja yang dilakukan berulang-ulang dan diterima masyarakat (para pihak baik pekerja maupun pemberi kerja), Contoh : Perkerutan Pegawai tanpa pelatihan terstruktur (usaha kecil dan menengah)

h. Yurisprudensi/ Putusan

Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial maka putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht) akan menjadi dasar hukum bagi hakim untuk memutus perkara serupa.

i. Traktat/ Perjanjian

Kaitannya dengan masalah perburuhan, perjanjian yang merupakan sumber hukum tenaga kerja ialah perjanjian kerja. perjanjian kerja mempunyai

Page 8: Tugas hukum

sifat kekuatan hukum mengikat dan berlaku seperti undang-undang pada pihak yang membuatnya.

SEJARAH HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

Politik peburuhan setelah kemerdekaan Indonesia 1945 (periode 1945-1965), hanya dapat dilihat dalam konstitusi tertulis (UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3). Periode sesudah kemerdekaan, pemerintah Orde Lama (Orla) dan telah melihat kaum buruh hanya diperuntukkan untuk kepentingan kebutuhan fisiknySa untuk bekerja padapabrik yang dipergunakan untuk pemakaian untuk menjalankan. Tidak pernah diperhatikan hak hakikinya yaitu pemberian kesejahteraan termasuk di dalamnya masalah upah kerja yang diberikan oleh pengusaha yang terlebih duhulu diproses pemerintah periode Orla.

Sebenarnya penyebab terjadinya gonjang ganjing hukum perburuhan disebabkan oleh;

1. Pertama, pengaruh politik hukum perburuhan, karena pemahaman kesepakatan bersama antara buruh dengan majikan yang melahirkan perjanjian perburuhan baik yang dilakukan secara individu maupun secara kolektif. Elemen perjanjian kerja harus jelas dan tegas antara perjanjian kerja hanya waktu tertentu, dan perjanjian kerja dimana buruh bekerja dibawah kemauan majikan. Asumsi yang terjadi adalah buruh yang bekerja pada perusahaan hanya bekerja dibawah kemauan memberi kerja yaitu majikan, sehingga majikanlah yang menentukan upah buruhnya.

2. Kedua, pemogokan buruh menuntut perbaikan penghasilan (1945-1949) pada periode ini, dimana masalah perburuhan memang kurang mendapat perhatian, karena pihak pemerintah pada waktu itu, masih bergulat masalah politik. Pada pemerintahan RIS (1949-1950), merupakanpergolakan politik yang merobah sistem perburuhan tentunya juga otomatis perubahan sistem pengaturan buruh. Periode UUDS (1950-1950)

Page 9: Tugas hukum

melakukan pemogokan besara-besaran (950.000 buruh didukung oleh SBSI, KABM, SBPU, SBPI SBKA).

3. Ketiga, dalam kondisi politik-ekonomi mempengaruhi pendapatan buruh (1950-1965), sehingga ILO mendesak Indonesia untuk meratifikasi Konvensinya No.98 Tahun 1949 yang kemudian menjadi UU No.18 Tahun 1956dalam masalah jamian dan perlindungan kaum buruh. Dengan kembali pemberlakukan UUD 1945 untuk kedua kalinya melalui Dektri Presiden 5 Juli 1959, masalah perburuhan secara umum dan masalah pengupahan secara khusus masih belum ada secara konkrit pengupahan buruh untuk memberikan perlindungan buruh yang datangnya dari pemerintah dan pengusaha. Bahkan periode ini telah memberikan peluang bagi partai komunis yang memanfaatkan kondisi buruh sektor pertanian sebagai alat propoganda untuk memojokkan perjuangan buruh, karena melahirkan "Demokrasi Terpimpin" termasuk terpimpin mengingat belum profesional kinerja segala bidang sehingga pengendalian harga melalui komando, danancaman-ancaman sanksi dari perundang-undangan dibuat untuk kepentingan penguasa, misalnya undang-undang anti subversi, dan mahkamah-khusus untuk kejahatan-kejahatan ekonomi berjalan sesuai dengan kemauan pemerintah.

a. Masa Orde Lama

Dalam merebut kemerdekaan Indonesia, gerakan buruh memainkan peranan yang penting. Peran baru dengan keterlibatannya dalam gerakan kemerdekaan nasional, melalui yang disebut dengan “ Lasykar Buruh, Kaum Buruh, dan Serikat Buruh di Indonesia”, aktif dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.

Sumbangan bagi keberhasilan mencapai kemerdekaan pada masa revolusi fisik ( 1945-1949 ), menjamin gerakan buruh tempat atau posisi yang baik setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Hal ini tampak khususnya dalam pembentukan kebijakan dan hukum perburuhan di Indonesia. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bahwa pada masa awalkemerdekaan Indonesia ada beberapa peraturan hukum perburuhan yang bisa disebut progresif atau maju, dalam arti amat protektif atau melindungi kaum buruh.

Page 10: Tugas hukum

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Keselamatan di Tempat Kerja diterbitkan oleh pemerintah sementara di bawah Sjahrir, Undang-undang ini member sinyal beralihnya kebijakan dasar perburuhan dari negara baru ini, yang mana sebelumnya diatur dalam pasal 1601 dan 1603 BW yang cenderung liberal atau dipengaruhi perkembangan dasar dengan prinsip seperti “ no work no pay”.

Kemudian menyusul lagi Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 Tentang Perlindungan Buruh dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan, undang-undang ini mencakup banyak aspek perlindungan bagi buruh, seperti larangan diskriminasi di tempat kerja, ketentuan 40 jam kerja dan 6 hari kerja seminggu, kewajiban perusahaan untuk menyediakan fasilitas perumahan, larangan mempekerjakan anak di bawah umur 14 tahun, termasuk juga menjamin hak perempuan untuk mengambil cuti haid 2 hari dalam sebulan dan cuti melahirkan 3 bulan. Undang-undang ini bisa dikatakan paling maju di regional Asia pada waktu itu, yang kemudian menjadi dasar utama kebijakan legislasi hukum perburuhan di Indonesia yang prospektif.

Pada tahun 1950-an, masih dalam suasana gerakan buruh yang sedang dinamis, dihasilkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, disusul Undang-Undang Tahun 1964Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang memberikan proteksi yang amat kuat kepada para buruh atau pekerja dengan kewajiban meminta ijin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) untuk Pemutusan Hubungan Kerja.

Sebelumnya sudah ada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan yang sungguh amat terasa nuansa demokratis dalam ketentuan pasal-pasalnya, termasuksebuah Undang-Undang tahun 1956 yang meratifikasi Konvensi ILO N0. 98 Tentang Hak Berorganisasi sekaligus menjamin lebih jauh lagi memberi serikat buruh status hukum.

b. Pada Masa Orde Baru

Pada Masa Orde Baru adalah merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk kepentingan Pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu

Page 11: Tugas hukum

pulalah, telah terjadinya pembelengguan disegala sektor, dimulai dari sektor Hukum/undang-undang, perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain sebagainya.

Untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai Negara Hukum terutama dalam dibidang hukum dan Politik, untuk meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh.

Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum RepublikIndonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila.

Orde Baru diawali oleh peristiwa-peristiwa dramatis, khususnya pembantaian dan penghancuran elemen PKI tahun 1965, yang mengubah secara permanen konstelasi kekuatan politik dan berdampak secara mendalam atas nasib organisasi buruh. Pasca tahun 1965, posisi buruh lebih rendah daripada yang pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya.

Orde Baru memang mewarisi kondisi ekonomi yang porak-poranda. Karena itu, salah satu tugas utama yang diemban oleh Orde Baru di bawah komando Soeharto adalah menggerakkan kembali roda ekonomi. Tujuan pertumbuhan ekonomi merupakan faktor paling penting untuk menjelaskan kebijakan perburuhan Orde Baru.

Rejim Soeharto menerapkan strategi modernisasi difensif (defensive modernisation) dimana penguasa berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Disamping pendekatan ekonomis ini, pertimbangan-pertimbangan politik yang mendasarinya juga merupakan aspek yang penting dalam kebijakan-kebijakan perburuhan pada masa Orde Baru.

Agenda utama rejim Orde Baru yang didominasi oleh militer adalah mencegah kebangkitan kembali gerakan berbasis massa yang cenderung radikal, seperti gerakan buruh yang terlihat selama Orde Lama. Jadi, motif utama Orde Baru sejak awal adalah kontrol terhadap semua jenis

Page 12: Tugas hukum

organisasi yang berbasis massa, entah partai politik maupun serikat buruh yang dianggap penyebab kerapuhan dan kehancuran Orde Lama.

Meskipun stabilitas diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, kontrol politik penguasa terhadap buruh terutama dimaksudkan untuk menghapuskan pengaruh aliran Kiri dari gerakan buruh dan arena politiksecara luas. Ciri utama akomodasi buruh-majikan-negara selama Orde Baru adalah kontrol negara yang sangat kuat atas organisasi buruh dan pengingkaran terus-menerus kelas buruh sebagai kekuatan sosial.

Kondisi perburuhan di Indonesia selama Orde Baru dapat dijelaskan dalam terang model akomodasi di atas. Kontrol negara terhadap serikat buruh berlangsung terus-menerus dengan dukungan militer. Kontrol itu mengalami penguatan signifikan sejak dekade 1980 bersamaan dengan berakhirnya era boom minyak dan pemerintah harus mengarahkan industri ke orientasi ekspor. Peraturan tentang ketenagakerjaan yang menjadi kontroversi pada masa ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 yang kental dengan militerisme.

Pada periode ini, pendekatan militeristik atas bidang perburuhan menjadi semakin kuat dengan diangkatnya Laksamana Soedomo menjadi Menteri Tenaga Kerja. Salah satu contoh paling tragis pengendalian buruh yang militeristik adalah kasus Marsinah yang hingga kini masih menjadi misteri.

Selain sebagai alat kontrol di tangan rejim orde baru untuk meredam gerakan massa buruh yang kuat, militer juga telah menjadi pelaku utamadalam bisnis sejak tahun 1958, suatu peran yang hingga saat ini dipertahankannya. James Castle menilai bahwa hubungan industrial selama 30 tahun di bawah Orde Baru ditandai oleh kontrol pusat yang otoriter, saling curiga, dan bahkan kebrutalan.

Seperti yang kita ketahui, Hukum perburuhan adalah perjuangan politis untuk menegaskan bahwa paham liberalisme dengan doktrin laissez-faire tidak dapat diterapkan secara mutlak. Dari sini sebenarnya sudah terlihat bahwa hukum perburuhan senantiasa dalam bahaya intrusi paham liberalisme yang menganggap hukum perburuhan sebagai intervensi atau diskriminasi yang melemahkan perekonomian karena melanggar doktrin laissez-faire.

Page 13: Tugas hukum

Bahaya intrusi ini semakin besar lagi jika hubungan antara majikan danburuh dipahami semata-mata atau terutama merupakan hubungan hukum, jika pemerintah atau siapapun berpikir bahwa cara terbaik "membina" atau "mendisplinkan" buruh dan majikan adalah melalui hukum.

Hukum modern mengharuskan struktur, format dan prosedur yang kaku (rigid). Ia menuntut birokrasi dan cara berpikir yang khas. Dibutuhkanorang dengan pendidikan khusus untuk mengetahui seluk beluk hukum modern. Hukum menjadi wilayah esoterik yang tidak bisa ditangani oleh sembarang orang. Para ahli/sarjana hukum dan pengacara saja yang bisa bermain dengan hukum.

Dalam alam hukum modern, sering terjadi bahwa formalitas dan prosedur dapat menghilangkan keadilan yang substansial. Hukum perburuhan tidak bisa lepas dari kepungan logika dasar hukum modern yang formalistik dan individualistik itu. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa pada masa ini Hukum Perburuhan tidak dapat dengan efektif digunakan karena pada masa ini hukum berada di bawah intervensi pemerintah yang memerintah secara Diktator.

c. Masa Reformasi

Sejak berakhirnya masa Orde Baru, peluang untuk lahirnya gerakan buruhdimulai dengan dibukanya kebebasan berserikat meskipun tetap hanya satu serikat yang diakui pemerintah. Pada masa ini SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) melahirkan jaringan perburuhan yang dimotori oleh LSM dengan aksi-aksi menolak militerisme dan menolak Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun 1997.

Pada masa ini telah dapat dipastikan bahwa LSM memegang peranan penting dalam membangun jaringan dan menggerakkan (isu-isu) buruh . Gerakan LSM perburuhan ini sama sekali terpisah dari SPSI sebagai institusi akan tetapi berjaringan dengan aktivis-aktivisnya yang tidakpuas terhadap kinerja SPSI.

Dua belas LSM perburuhan bergabung dalam jaringan yang dinamai KPHP (Komisi Pembaruan Hukum Perburuhan) secara sistematis dan substansial melakukan aksi penolakan Undang-Undang tersebut ditandai dengan keluarnya buku yang berisi pemikiran para ahli mengenai mengapa Undang-Undang itu harus ditolak.

Page 14: Tugas hukum

Dalam pandangan KPHP Undang-Undang tersebut belum memuat hak-hak dasarburuh seperti jaminan atas pekerjaan, kebebasan bebasan berorganisasi dan mogok, lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang adil. Aksi penolakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 ini juga dilengkapi dengan aksi massa oleh kelompok-kelompok buruh.

Situasi politik yang rentan, awal krisis ekonomi dan aksi-aksi penolakan yang konsisten yang menyebabkan kepala-kepala pemerintahan silih berganti dalam kurun waktu amat pendek mengambil sikap aman dengan penundaan pemberlakuan Undang-Undang tersebut menunjukkan bahwapenolakan ini sangat berhasil. Dan selama lima tahun Undang-Undang untuk mengatur perburuhan kembali ke Undang-Undang lama sebelum akhirnya dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

d. Masa Sekarang

Perkembangan hukum perburuhan ditandai oleh lahirnya 4 undang-undang yaitu:

ü Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh;

ü Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

ü Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial;

ü Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri.

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah mengubah sistem keserikatburuhan di Indonesia. Dengan diundangkannya UU ini maka sistem keserikatburuhan di Indonesia berubah dari single union system menjadi multi union system. Hal ini disebabkan menurut menurut UU No.21/2000, sekurang-kurangnya 10 orang buruh dapat membentuk serikat buruh di suatu perusahaan. Meskipun sedikit menyimpang dari konvensi inti ILO No.87 namun UU No.21/2000 ini mendorong berjalannya demokratisasi di tempat kerja melalui serikat pekerja/serikat buruh, buruh diberikan kesempatan untuk

Page 15: Tugas hukum

berpartisipasi dalam menentukan syarat-syarat kerja dan kondisi kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan hukum perburuhan yangmengatur keserikatburuhan mempunyai nilai positif.

UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti UU No.25/1997 yang sempat diundangkan namun tidak pernah efektif. UU No. 13/ 2003 ini juga mengandung banyak permasalahan, misalnya masalah inkonsistensi antara pasal yang satu dengan pasal yang lain sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasal-pasal yang inkonsisten tersebut antara lain sebagai berikut:

Ø Perjanjian Kerja Waktu tertentu: Di satu sisi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dapat dibuat berdasarkan jangka waktu yang berarti tidak mempersoalkan apakah pekerjaan itu bersifat tetap atau tidak. Dilain pihak, ada pasal lain dalam UU No.13/2003 ini yang melarang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Bahkan apabila ketentuan terakhir ini dilanggar, maka perjanjian kerjawaktu tertentu tersebut akan berubah secara otomatis menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Ketidakpastian hukum dalam masalah ini menjadi persoalan yang sering muncul ke permukaan karenapihak pengusaha cenderung untuk mempekerjakan pekerjanya dengan perjanjian kerja waktu tertentu, sedangkan pekerja lebih memilih perjanjian kerja waktu tidak tertentu karena lebih menjamin job security. Kenyataan ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja tetap untuk kemudian direkrut kembali dengan perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak). Dalam situasi demikian, pekerja tidak ada pilihan lain kecuali menerima tawaran itu.

Ø Outsourcin: Sejak diundangkannya UU No.13/2003, outsourcing pekerjamenjadi menjamur. Hal ini disebabkan pengusaha dalam rangka efisiensi merasa aman jika buruh yang dioutsource adalah buruhnya perusahaan jasa pekerja. Sehingga yang bertanggung jawab terhadap buruh outsourcetadi adalah perusahaan jasa pekerja. Perusahaan-perusahaan ini merasa diback up oleh pasal 6 ayat 2 a yang menyatakan bahwa antara perusahaan jasa pekerja harus ada hubungan kerja dengan buruh yang ditempatkan pada perusahaan pengguna. Di lain pihak, pihak buruh yang dioutsource juga merasa diback up oleh pasal 1 butir 15 yang

Page 16: Tugas hukum

menyatakan bahwa hubungan kerjanya bukan dengan perusahaan jasa pekerja melainkan dengan perusahaan pengguna. Hal ini disebabkan unsuradanya upah, pekerjaan, dan perintah hanya ada dalam hubungannya dengan perusahaan pengguna bukan dengan perusahaan jasa pekerja. Keduapasal ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengusaha dan buruh apalagi outsourcing pekerja pada saat ini lagi ngetren. Banyak perusahaan memutuskan hubungan kerjanya dengan buruhnya untuk selanjutnya direkrut kembali melalui perusahaan jasa pekerja (outsourcing pekerja). Hal ini berarti bahwa melalui pasa; 6 ayat 2 a UU No.13/2003 Pemerintah melagalkan bukan sekedar perbudakan modern melainkan juga termasuk human-trafficking. Suatu pelanggaran hak asasimanusia.

Page 17: Tugas hukum

PERKEMBANGAN HUKUM PERBURUHAN

1. Perkembangan Hukum Perburuhan Sebelum Kemerdekaan

Hukum perburuhan pada masa ini adalah hukum perburuhan asli indonesia , dengan demikian disebut hukum perburuhan adat dan hukum perburuhan adat.

Hukum perburuhan adat ada karena bentuknya tidak tertulis , maka sangat sulit perkembangannya diuraikan dengan penandaan tahun tahun atau bulan bulan , kenytaanya sebelum belanda datang ke indonesia sudah ada orang yang memiliki budak artinya ada orang yang memberikan pekerjaan , memimpin pekerjaan , meminta pekerjaan dan ada orang yang melakukan pekerjaan. Meskipun secara hukum budak bukan merupakan subjek hukum tetapi faktanya ia melakukan pekerjaan sebagaimana layaknya subjek hukum.

Pada Awal abad ke 19 pemerintah kolonial mulai ikut cmapur masalah budak tersebut, meskpiun dalam hal yang sangat terbatas, peraturan tersebut tidak mempebaiki secara langsung keadaan kehidupan budak padasaat itu.

Pada awal tahun 1920 hingga jepang datang keindonesia dikelaukan peraturan yang lebih diilhami pada konvensi konvensi internasional dibidang perburuhan , pendudukan jerman dibelanda pada tahun 1940 menyebabkan banyak perusahaan perusahaan belanda yang berada diindonesia putus hubunganya dengan induk dibelanda dan mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja besar besaran.

2. Perkembangan Hukum Perburuhan setelah kemerdekaan

Page 18: Tugas hukum

Sebelum kemerdekaan arah hukum perburuhan banyak diwarnai oleh politikhukum pemerintah kolonial maka setelah kemerdekaan arah yang mendasarinya jelas yaitu UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang berbunyi; ‘’Tiap tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’’. Meskipun arah dasar yang sangat berlainan tetapi perubahan hukum perburuhan tidak terjadi dengan serta merta. baru pada tahun 1984 lahir UU yakni UU Nomor 12 Tahun 1948 yang disebut undang undang kerja. Dalam UU ini diatur tentang pekerjaan anak dan orang muda, pekerjaan orang wanita, waktu kerja dan waktu istirahat, tanggung jawab majikan dan tempat kerja perumahan buruh.

UU yang paling Monumental adalah Undang undang Nomor 22 Tahun 1957 didalmnya mengatur mekanisme pelaksanaan perselisihan perburuhan dalamundang undang ini masih berlaku secara efektif hingga kini.

Undang undang yang lahir terkahir adalah undang undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang jaminan sosial tenaga kerja, Undang undang ini diikuti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang penyelenggaraan Program jaminan sosial tenaga kerja , dalam pasal 54 peraturan pemerintah ini ditegaskn bahwa pada sat mulai berlakunya peraturan pemerintah ini , maka perturan pemerintah nomor 3 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya perturan kecelakaan tahun 1947 dan peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 Tentang Asuransi Sosial tenaga kerja dinyatkan sudah tidak berlaku lagi.

Kondisi Sosial Ekonomi Buruh di Indonesia mulai dari Masa Kolonial sampai Masa Reformasi

Kondisi Sosial Ekonomi Buruh di Indonesia mulai dari Masa Kolonial sampai Masa Reformasi

Oleh: Usman Hutagalung

Page 19: Tugas hukum

Pendahuluan

Secara umum, gerakan buruh dunia termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan yang sangat berat. Pakar perburuhan Richard Hyman menjelaskan, tantangan yang sedang dihadapi ini meliputi lingkup eksternal aksi dan internal organisasi buruh. Pengaruh eksternal ditandai dengan semakin meningkatnya kompetisi di tingkat global yang meletakkan tekanan-tekanannya pada relasi industri di tingkat nasional. Situasi semacam itu mendorong pemerintah untuk lebih beradaptasi dan gerakan buruh menjadi tidak diinginkan terutama di negara-negara yang gerakan buruhnya cukup mapan.

Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah gerakan buruh: pemogokan. Salah satu pemogokan pertama dalam sejarah Indonesia tercatat di tahun 1882 di Yogyakarta, di mana pada puncak gelombang pemogokan ini 21 pabrik gulaterpaksa menghentikan produksinya karena pemogokan. Isu yang diangkat adalah 1) Upah; 2) kerja gugur-gunung yang terlalu berat; 3) kerja jaga 1 hari tiap 7 hari; 4) kerja moorgan yang tetap dijalankan padahal tidak lazim lagi; 5) upah tanam sering tidak dibayar; 6) banyak pekerjaan tidak dibayar padahal bukan kerja wajib; 7) harga yang dibayar pengawas terlalu murah dibandingkan harga pasar; 8) pengawas Belanda sering memukul petani.

Kasus-kasus perburuhan, seperti aksi unjuk rasa dan PHK terhadap buruhkerap mewarnai pemberitaan media-media massa. Dari tahun ke tahun persoalan tersebut terus muncul dan tak pernah terselesaikan. Kondisi buruh di Indonesia terus memburuk terutama di sektor-sektor padat karya yang banyak memberlakukan tenaga kerja tidak tetap. Hal ini mau tidak mau menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan masalah perburuhan dan mencerminkan tidak berkembangnya gerakan buruh di Indonesia.

Dalam tulisan ini penulis hanya berkeinginan untuk memaparkan pembabakan yang telah ditempuh oleh gerakan buruh Indonesia, situasi sosial ekonomi yang sedang berkembang dan akibat yang dirasakan oleh kaum buruh Indonesia dalam tiap babak pergerakan. Pembabakan ini mulaidari masa kolonial sampai pada masa reformasi. semata ditujukan untuk membedakan kehidupan sosial ekonomi buruh, unsur-unsur yang berfungsi

Page 20: Tugas hukum

sebagai tulang punggung gerakan dan manfaat yang dirasakan kaum buruh Indonesia ketika babak tersebut berlangsung.

1. Masa Kolonial

Kapitalisme perkebunan awal di Indonesia muncul sejak abad 17-18 di Jawa dan Sumatra Timur. Kapitalisme perkebunan ini merupakan kolonisasi resmi Belanda, yang sebelumnya dirintis oleh kapitalisme dagang Belanda, yakni VOC. Berkembang biaknya kapitalisme perkebunan di Jawa dan Sumatra Timur akibat berkurangnya peran negara kolonial dalam memaksa penduduk-penduduk pribumi menyediakan produk komoditi tertentu, yang dikerjakan secara paksa. Setelah mengalami pergeseran politik di negeri Belanda, akibat banyaknya kritikan dari tanah jajahan dan dari Belanda sendiri, di samping mulai bangkrutnya VOC, maka kaum kapitalis Belanda memaksa menghapuskan monopoli negara kolonial atas sistem kapitalis dagang. Kaum borjuis baru ini mengusulkan untuk mengembangkan sistem kapitalis perkebunan di tanah jajahan, seperti Jawa dan Sumatra Timur, yang cocok untuk sejumlah komoditi ekspor dan ditemukan sumber energi baru, seperti minyak bumi.

Pada masa kolonial Belanda kehidupan buruh sangat terkekang, sebagai contoh kehidupan kaum buruh yang terdapat pada perkebunan di Sumatera Timur. Dimana para buruh sering ditipu oleh para pemilik kebun saat memberikan gaji. Kuli ditempatkan dalam barak sebagai tempat tidur bersama. Barak itu tidak dilengkapi dengan perabotan yang memadai. Barak hanya berdinding papan, berlantai tanah dan beratap daun rumbia.Untuk kasus biasanya kuli menggali lubang disekitar barak. Kondisi barak yang demikian menyebabkan kuli sangat rentan terkena penyakit. Ordonansi kuli pada waktu itu mewajibkan perusahaan membrikan pelayanan kesehatan bagi kuli. Namun realitasnya perawatan kesehatan yang memadai kuli tidak pernah ada. Rumah sakit perkebunan tidak dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, tidak ada kamar mandi, tidak ada penerangan di malam hari, tidak ada ruang khusus untuk pasien penyakit menular, tidak ada bantal atau kasur, dokter yang jarang memeriksa keadaan pasien dan sebagainya. Kondisi demikian menyebabkan kuli sering tidak mau dirujuk ke rumah sakit. Rumah sakit dianggap sebagai pintu menuju kematian.

Page 21: Tugas hukum

Pemaksaan terhadap kuli agar mau bekerja tidak hanya dilakukan lewat mekanisme hukuman. Cara lain yang dipakai adalah dengan memberi hadiahpada kuli yang rajin dan tunduk pada perusahaan. Bentuk hadiahnya seperti diangkat jadi pengawas atau diberi sepetak lahan kebun. Untuk menjamin kuli tidak melarikan diri, pemilik kebun membangun tembok sekeliling kebunnya. Pemilik kebun juga membentuk senacam tim untuk mengawasi tindak-tanduk para kuli. Ada juga tim pelacak yang dibentuk untuk melacak kuli yang melarikan diri. Para pemilik kebun memanfaatkan kekuasannya dengan sesuka hatui menghukum kuli. Bentuk-bentuk hukuman yang sering diterima kuli seperti disekap satu hari, dipenjara, dicambuk, diikat pada tiang selama beberapa hari, dipukul, ditendang, ditampar, dipasung, diborgol, dirantai, dijemur selama 2 minggu, dibenamkan ke air, digosok kemaluannya dengan merica halus, ditusuk bagian bawah kukunya, diseret dengan kuda, dipukuli dengan jekatang dan setelahnya disiram air. Kesemua bentuk hukuman ini dilakukan di tempat terbuka dan sengaja diperlihatkan pada semua kuli dengan maksud agar kuli tidak melakukan pelanggaran lagi.

Wilayah pelarian yang paling sering dituju adalah pedalaman sumatera timur. Untuk melacak kuli yang melarikan diri, maka pemilik kebun menggunakan orang Batak yang sudah lama dikenal sebagai pemburu premi atau hadiah. Menjalin kontrak dengan perusahaan lain juga merupakan salah satu tujuan kuli melarikan diri. Namun bentuk perlawanan yang paling ekstrim yang dilakukan kuli adalah bunuh diri. Kuli perempuan adalah golongan kuli yang paling sering mengalami kekerasan seksual dan fisik. Banyak kuli perempuan yang terjebak pada ikatan tanpa pernikahan dengan sesame kuli. Perempuan juga dipaksa untuk menjadi gundik staf perusahaan, pemilik kebun atau mandor.

2. Masa Orde Lama

Sebelum memasuki orde lama telah banyak terdapat organisasi – organisasi pergerakan buruh, seperti serikat kereta api negeri tahun 1905, serikat buruh gula tahun 1906, serikat pengawas perkebunan Deli tahun 1907, serikat buruh kereta api dan trem tahun 1908. Sekalipun pada awalnya serikat-serikat buruh ini dibangun oleh buruh-buruh kulitputih, namun semangat internasionalis dari gerakan buruh, yang saat itu sedang kuat di Eropa, meluber juga ke Hindia Belanda. Banyak

Page 22: Tugas hukum

serikat buruh yang tadinya eksklusif untuk kulit putih ini perlahan-lahan membuka pintu untuk bergabungnya buruh-buruh pribumi. Selain itu, persinggungan antara buruh-buruh pribumi dengan buruh-buruh kulitputih telah menularkan pula keinginan untuk membangun serikat buruh sendiri di kalangan pribumi.

Di antara serikat-serikat buruh yang dibangun oleh pribumi, layak disebut Perkoempoelan Boemipoetera Pabean (1911), Persatoean Goeroe Bantoe (1912) dan Personeel Fabriek Bond (1917). PFB adalah sebuah serikat buruh yang dibentuk oleh Soerjopranoto, yang kelak akan dikenal sebagai salah seorang “radja mogok” Hindia Belanda.pemogokan yang dilakukan PFB tertuju pada 3 sasaran, yaitu: ‘Berusaha mendapat kuasa dalam pemerintahan negeri supaya negeri terperintah oleh rakyat sendiri mengurus jalannya rejeki, mengeratkan kaum buruh dalam pekerjaannya guna merubah nasibnya, mengadakan perdagangan oleh dan buat rakyat (koperasi).”

Pada masa soekarno memerintah, pada tahun 1950 Soekarno memutuskan untuk mengundang unsur-unsur progresif dalam pembentukan kabinetnya, SOBSI telah kembali berdiri dan semakin menguat dalam dasawarsa tersebut. Pada dasawarsa tersebut, SOBSI adalah serikat buruh terbesar dan terkuat di Indonesia, dengan 2,5 juta anggota dan 34 serikat buruh anggota. Selain SOBSI, ada dua lagiserikat buruh beraliran progresif yang patut disebut. Yang pertama adalah GASBRI (Gabungan Serikat Buruh Revolusioner Indonesia) yang dekat dengan Partai Murba. Partai Murba sendiri adalah hasil pengembangan dari sekelompok orang yang di tahun 1946 memisahkan diri dari SOBSI. Dalam kongresnya tahun 1951, GASBRI berubah nama menjadi SOBRI (Sentral Organisasi Buruh Revolusioner Indonesia). Yang kedua adalah SARBUPRI (Sarekat Buruh Perkebunan Republik Indonesia) yang didirikan tahun 1947. SARBUPRI memiliki kedekatan dengan SOBSI dan ormas-ormas lain yang juga dekat dengan PKI.

Ketiga serikat buruh ini kerap mengadakan pemogokan besaryang berujung pada kemenangan bagi buruh. Statistik menunjukkan bahwa antara tahun 1921-1955 terjadi 11.763 pemogokan yang melibatkan 918.739 buruh. Aksi-aksi nasionalisasi yang dilancarkan oleh serikat-serikat ini menghasilkan kemenangan besar di mana-mana, sekalipun

Page 23: Tugas hukum

kemudian kemenangan ini tidak banyak mereka nikmati malah banyak perusahaan Belanda yang berhasil dinasionalisasi kemudian malah diambil alih oleh Angkatan Darat. Tuntutan untuk dilibatkan dalam proses produksi juga berhasil dimenangkan. Presiden Soekarno mendukungprogram ini dan memerintahkan membentuk Dewan Perusahaan di tahun 1960, di mana buruh berkedudukan dalam Dewan Pertimbangan.

Kehadiran tiga serikat buruh besar yang beraliran progresif ini menyebabkan partai-partai politik lainnya juga berusaha untuk membangun serikat buruhnya sendiri. PNI membangun Kesatuan Buruh Marhaen (KBM, berdiri 1952), NU membentuk Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi, berdiri 1956), PSII membentuk GOBSI di tahun 1959, orang-orang Katolik membangun Ikatan Buruh Pantjasila dan Masjumi mendirikan Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII). SBII inilah yang kelak memainkan peranan penting dalam mengubah wajah gerakan serikat buruh, terutama memasuki era Orde Baru. SBII menganut ideologi harmoni. Bagi mereka, jangan sampai ada permusuhan antara buruh dengan majikan. Jadi, apabila ada perselisihan perburuhan, SBII akan mengusahakan bantuan materiil pada buruh yang menjadi korban, baik berupa uang ataupun bentuk lainnya. Ini supaya lambat-laun akan terjadi perdamaian dan harmoni di setiap pusat-pusat buruh.

3. Masa Orde Baru

Orde Baru bergerak cepat merekonstruksi perekonomian Indonesia sementara para aktivis buruh progresif tengah meregang nyawa di tanganpara pembunuh yang sampai sekarang tidak pernah diadili. Orde Baru membuka pintu lebar-lebar kepada perusahaan-perusahaan asing. Soehartojuga membuka pintu bagi mengalirnya pinjaman luar negeri untuk berbagai proyek yang kemudian dikelola oleh mitra-mitra dan kerabat dekatnya. Dengan bantuan Frederich Ebert Stiftung, sebuah yayasan milik Partai Sosial Demokrat Jerman yang pro pasar bebas, pemerintahanmiliter ini juga merekonstruksi gerakan buruh. Melalui sebuah seminar yang disponsori FES di tahun 1971, disusunlah konsep baru serikat buruh Indonesia yang akan didukung oleh Orde Baru

1. Gerakan Buruh harus sama sekali lepas dari kekuatan politik manapun;

Page 24: Tugas hukum

2. Keuangan organisasi tidak boleh tergantung dari pihak luar;

3. Kegiatan serikat buruh dititikberatkan pada soal-soal sosial ekonomis;

4. Penataan ulang serikat-serikat buruh yang mengarah pada penyatuan;

5. Perombakan pada struktur keserikatburuhan, mengarah pada serikat sekerja untuk masing-masing lapangan pekerjaan[1].

Di beberapa negara, termasuk di Indonesia, banyak pengusaha yang tidakmenerima serikat buruh (SB) sebagai representasi kolektif buruh. Manajemen perusahaan lebih memilih melakukan komunikasi dengan buruh secara personal daripada tawar-menawar kolektif dengan SB. Namun perusahaan masih memberikan ruang bagi SB-SB yang bisa dikontrol oleh pengusaha. Dalam pengertian ini, SB lebih menjadi kepanjangan tangan perusahaan ketimbang organisasi yang memperjuangkan kepentingan buruh.

Di lingkup internal, terjadi perubahan karakteristik konstituen yang dimobilisasinya yang ditandai dengan maraknya sistem kontrak, borongan, kerja paruh waktu, jangka pendek, dan pekerjaan kasual, penggunaan agen tenaga kerja atau pun outsourcing, dan self employment. Perubahan sistem kerja yang menjadi lebih fleksibel mendorong terjadinya diferensiasi angkatan kerja dan pekerjaan menjadilebih heterogen. Hal inilah yang membentuk agenda perjuangan SB terfokus pada kondisi kerja, upah, dan menghalangi kemampuan perusahaan untuk mempekerjakan dan memecat buruh sesuka hati.

Setidaknya, itulah prinsip yang dicanangkan secara teoritik. Kenyataannya, rekonstruksi serikat buruh dilaksanakan dalam bentuk FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) yang diketuai Agus Sudono,

Page 25: Tugas hukum

mantan ketua Gasbiindo, dan sekjennya adalah Suwarto, seorang mantan perwira Opsus (Operasi Khusus, pendahulu Kopkamtib). Di bawah komando dua orang petinggi Golkar ini, serikat buruh memang dilepaskan dari kekuatan politik manapun—dan jatuh ke dalam cengkeraman Golkar. Jajaran pengurus FBSI selalu diambil dari kader-kader Golkar. Walau demikian, FBSI tetap tidak dapat sepenuhnya mengendalikan perselisihanperburuhan. Terlebih sejak Soeharto mengeluarkan Keputusan 15 Nopember1978 (KNOP 15) yang mendevaluasi nilai rupiah terhadap dolar, dari Rp 415 per dolar menjadi Rp 625 per dolar. Devaluasi ini melambungkan harga-harga kebutuhan pokok—dan mereka yang upahnya tetap, seperti buruh, adalah yang paling terpukul oleh keadaan ini. Perlawanan buruh berlangsung di mana-mana.

Di tahun 1985, FBSI diganti menjadi SPSI, keadaan menjadi bertambah parah karena SPSI dijadikan sebuah “wadah tunggal”—sebuah penghalusan istilah bagi dijalankannya sistem korporatisme negara oleh Orde Baru. Untuk memperhalus kenyataan bahwa pemberangusan gerakan buruh dilakukan secara lebih sistematis, Soeharto menunjuk Cosmas Batubara, seorang mantan aktivis ’66, menjadi Menteri Tenaga Kerja. Cosmas memperkenalkan konsep Upah Minimum dan Jamsostek sebagai sogokan bagi buruh yang sekarang tidak lagi memiliki kebebasan untuk berorganisasi.

Pada masa pemerintahan Soeharto, laju migrasi internasional meningkat pesat. Artinya, semakin banyak orang terutama perempuan dan berasal dari keluarga tani miskin di desa yang menjadi buruh migran di negeri lain seperti Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea dan sebagainya. Pada prakteknya, para buruh migran mengalami penderitaan dan penindasan semenjak direkrut oleh calo, penyalur atau agen, saat berada di penampungan, selama bekerja di luar negeri dan sesampainya kembali di Indonesia. Masih berlakunya ekonomi kolonial di Indonesia telah membuat angkatan kerja yang ada memiliki tingkat pendidikan dan kecakapan yang sangat rendah. Dengan keadaan seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa sebagian besar buruh migran Indonesia hanya mengisi jenis pekerjaan dengan tingkat ketrampilan rendah dan upah yang sangat murah seperti misalnya pembantu rumah tangga. Pemerintah yang telah menjadi frustasi karena tidak mampu memecahkan masalah pengangguran lantas menjadikan ekspor manusia sebagai andalan. Pemerintah beranggapan bahwa buruh migran

Page 26: Tugas hukum

menjadi salah satu pemecahan masalah penyediaan lapangan pekerjaan danpada saat yang sama peningkatan pendapatan negara. Sesungguhnya mengapa pemerintah sangat bersemangat menggalakkan ekspor buruh migran, salah satunya karena merupakan ladang emas bagi para aparatusnya yang korup.

Sebagai akibat berlakunya ekonomi kolonial, maka terjadi perkembangan ekonomi yang tidak merata : antara desa dengan kota, antar daerah dalam satu propinsi, antar propinsi, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Di daerah-daerah yang ekonominya lebih terbelakang terdapat surplus (jumlah berlebih) tenaga kerja yang lebih besar dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Hal ini mendorong penduduk untuk melakukan migrasi guna mencari pekerjaan termasuk dengan bekerjadi luar negeri, baik secara resmi maupun tidak resmi. NTT, NTB, dan Kalbar menjadi contoh konkret dari keadaan tersebut, di mana dengan tingkat perkembangan ekonomi yang sangat lambat, ketiga propinsi tersebut menjadi penyumbang besar bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri.

4. Masa Reformasi

Perisriwa setelah bergulirnya presiden Suharto dan jatuhnya rezim ordebaru tidak membawa dampak perubahan kondisi kaum buruh. Apalagi saat peristiwa yang terjadi pada tahun 1998 bangsa Indonesia justru mengalami krisis ekonomi yang berakibat pada PHK pada buruh – buruh indistri. Perubahan ekonomi masih sulit untuk pulih.

Pada masa reformasi kondisi sosial ekonomi buruh tidak mengalami perubahan. Sebagai contoh kasus pada kehidupan buruh di PT Tapian Nadenggan, Kutai Timur, Kalimantan Timuar pada awal 2008. Dari kasus tersebut buruh kelapa sawit masih hidup dengan tingkat kesejahteraan yang minim. Berikut beberapa masalah yang dihadapi buruh kelapa sawit di PT Tapian Nadenggan, Kutai Timur antara lain[2] :

1. Tingkat upah yang minim

Gaji mandor dengan dua strip per bulannya adalah sebesar Rp. 970.000 per bulan. Gaji ini dipergunakan untuk menghidupi istri dengan tiga

Page 27: Tugas hukum

anak. Tak hanya itu, berdasarkan pengakuan seorang buruh perempuan, ketika mereka tidak masuk bekerja, upah mereka dipotong. “gaji untuk satu bulan sebesar Rp. 810.000 tidak pernah saya terima total. Saya selama bekerja hanya mendapatkan Rp. 600.000. Ini dikarenakan kami dihitung tidak masuk bekerja walaupun sudah mengajukan ijin,” tutur seorang buruh berusia 37 tahun.

2. Asuransi kesehatan yang tidak pernah terjamin

Jika seorang buruh sakit, perusahaan tidak akan menanggung biaya pengobatan. Seorang buruh menuturkan bahwa dia pernah sakit selama 2 bulan dan semua biaya ditanggung sendiri. Selama sakit, perusahaan tidak memperhatikan keadaannya sama sekali.

3. Keselamatan kerja

Pihak perusahaan juga tidak menyediakan perlengkapan bagi para buruh semprot seperti sarung tangan, masker, baju plastik dan sepatu boot. Salah seorang buruh menuturkan pernah mengalami keracunan saat menyemprot. Selain keracunan, buruh lainnya pun pernah mengalami kecelakaan berupa tertimpa kayu hingga pingsan. Dalam kasus ini, perusahaan tidak memberikan sama sekali biaya pengobatan selama beradadi rumah sakit[3].

4. Buruh anak

Menurut pengakuan salah seorang mantan buruh, perusahaan mempekerjakanburuh berusia sekitar 15 tahun. Jumlah ini adalah jumlah yang dominan.Tugas mereka sama dengan orang dewasa yakni membersihkan anak-anak kayu. Dari segi upah dan jam kerja pun sama, berangkat dan pulang berbarengan dengan yang dewasa.

5. Ancaman saat bekerja

Selama bekerja, para buruh kerap mendapat ancaman bila tidak bekerja dengan produktif. Mereka menuturkan bahwa ancaman berupa pemecatan danmembanding-bandingkan kinerja dengan suku lain. Konsekuensi dari hal ini, mereka sangat takut bila tidak masuk bekerja karena khawatir akandipecat atau digantikan oleh orang lain.

Page 28: Tugas hukum

Padahal jumlah produksi minyak sawit mentah 5 juta ton digunakan untukkonsumsi dalam negeri dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional dengan tujuan Negara impor China (24,6%), India (17,6%) dan benua Eropa (10,6%). Sayangnya angka statistic tersebut hanya mencerminkan gambaran kasar saja, kenyataan dilapangan buruh kelapa sawit masih hidup serba kekurangan.

Penutup

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dinamika perkembangan gerakan burub dan serikat pekerja di Indonesia pada masa kolonial sampai masa eformasi pergerakan buruh sangat dipengaruhi oleh kelas menengah terpelajar yang mulai tumbuh pada saat itu. Kelas menengah tersebut telah membawa ide-ide dan gagasan-gagasan baru baik dalam pola organisasi maupun pola perjuangan. Sepanjang sejarahnya, gerakan buruh telah mengalami pasang-surut yang tiada hentinya. Setiap kali gerakan buruh mengalami pasang surut, itu pasti karena pengorganisiranyang militan di basis-basis, dan disertai dengan semangat berpolitik. Dan setiap kali gerakan buruh mengalami pukulan balik, itu disebabkan oleh ketergesa-gesaan, oleh keterlenaan akibat politik parlementarisme.

Gerakan buruh berlandaskan pada kolektivisme, pada pengorganisiran, pada propaganda yang sabar dan pendidikan yang tidak kenal menyerah, dan penggabungan antara perlawanan sosial-ekonomi dengan perlawanan politik untuk berkuasa. Jika gerakan buruh mengingat ini, dan konsisten melaksanakannya, dia akan kuat dan bugar. Tapi, jika dilupakan, maka gerakan buruh akan letih-lesu, dan akan tercengkeram oleh politiknya kaum pemodal.

Daftar Pustaka

· Amaluddin, M. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial. UI Press. Jakarta

Page 29: Tugas hukum

· Amrullah, Afif. 2008. Nasib Gerakan Buruh Di Indonesia. Jakarta

· Budha Kusumadaru, Ken. 2008. Tinjauan ringkas gerakan buruh Indonesia : Manifasto Front Revolusioner Pendudukan Pabrik (FRETECO).Makalah sejarah buruh. Jakarta

· Gideon Saragih, Jefri. 2008. “ Investigasi terhadap buruh PT Tapian Nadenggan Kutai Timuar. Kalimantan Timur “. Dokumentasi saeitwatch PT Tapian Nadenggan

· Kertonegoro, Sentosa. 1999. Gerakan Serikat Pekerja (Trade Unionism) Studi Kasus Indonesia dan Negara-Negara Industri. Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI). Jakarta

· Sandra. 2007. Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia. PT TURC. Jakarta

· Sukino. 2010. “ Dulu Kurang, Sekarang Tak Cukup”. Kompas, Oktober 3, 2010.