Hafiz Arqursoy 1102011115 Pembimbing dr. Edi Sp.P Tuberkulosis Paru
Hafiz Arqursoy1102011115
Pembimbingdr. Edi Sp.P
Tuberkulosis Paru
Definisi
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). (DepKes, 2011).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). (DepKes, 2011)
Klasifikasi
• TB Pulmonal• TB Ekstra Pulmonal
Berdasarkan Anatomi
• Tuberkulosis Primer • Tuberculosis Sekunder
Berdasarkan Patologi
• Tuberculosis BTA (+)• Tuberculosis BTA (-)
Berdasarkan BTA
Klasifikasi
Epidemiologi
Menurut WHO dalam Global Tb Control Report (2009) : Prevalensi TB di indonesia pada tahun 2008 adalah 296.514 kasus baru maupun relaps.
Angka insiden kasus baru TB BTA (+) berdasarkan hasil survei Depkes RI tahun 2007 pada 33 propinsi adalah 104 per 100.000 penduduk.
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis• Bentuk batang• Dinding terdiri atas asam lemak (lipid),
prptidoglikan, dan arabinomannan• Tahan asam, kimia, dan fisis• Bertahan hidup pada udara kering maupun dingin.• Di jaringan, hidup di dalam sitoplasma makrofag• Aerob
Patogenesis
Patogenesis Tuberkulosis Primer
Patogenesis Tuberkulosis Primer
Kompleks primer ini selanjutnya akan menjadi :• Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
(restitution ad integrum) • Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain
sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) • Menyebar dengan cara :
– Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya– Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus – Penyebaran secara hematogen dan limfogen
Patogenesis Tuberkulosis Post-Primer
Patogenesis Tuberkulosis Post-Primer
Manifestasi Klinis
Gejala respiratorik
• Batuk ≥ 3 minggu• Batuk darah• Sesak napas• Nyeri dada
Gejala sistemik
• demam• malaise• Keringat malam• anoreksia• BB menurun
Pemeriksaan Fisik• Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior
• Suara napas bronkial, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
• Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura
• Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher kadang-kadang di daerah ketiak
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan BakteriologikCara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara: • Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan) • Dahak Pagi ( keesokan harinya ) • Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : • 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif • 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif,
2 kali negatif → Mikroskopik positif • 3 kali negatif → Mikroskopik negatif
Pemeriksaan BakteriologikSkala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : - Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif - Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan - Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) - Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan RadiologikGambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : • Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah • Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular • Bayangan bercak milier • Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Pemeriksaan RadiologikGambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif • Fibrotik • Kalsifikasi • Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) : • Atelektasis• Ektasis/ multikaviti • Fibrosis parenkim paru• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktivitas proses penyakit
Pemeriksaan RadiologikLuas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan : • Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau
dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal
Alur Diagnosis TB Paru
Alur Diagnosis TB Paru
Pengobatan TB Paru
Pengobatan TB Paru
PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
• Sama dengan penobatan TB Umumnya.
• Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Kehamilan
• tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya.
• Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya
Ibu menyusui
dan bayinya
• Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Pasien TB pengguna
kontrasepsi
• Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
Pasien TB dengan
hepatitis akut
• Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb.
• Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan.
• Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.
• Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
Pasien TB
dengan kelainan
hati kronik
• Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik.
• OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal.
• Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
• Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
Pasien TB
dengan gagal ginjal
• Diabetes harus dikontrol.• Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan.
• Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral.
• Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.
Pasien TB
dengan Diabetes Melitus
• Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:• Meningitis TB• TB milier dengan atau tanpa meningitis• TB dengan Pleuritis eksudativa• TB dengan Perikarditis konstriktiva.
• Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
Pasien TB yang perlu mendapat tambahan
kortikosteroid
Pemantauan Pengobatan
Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif• Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negative pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya
Sembuh
• Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan Lengkap
• pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.Meninggal
• pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Putus berobat (Default
• Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Gagal
• Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
Pindah (Transfer out)
• Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA+ atau biakan positif.
Keberhasilan pengobatan
(treatment success)
• Tn. SNama• Laki-lakiJenis Kelamin• 52 tahun 8 bulanUSIA• KedondongALAMAT• Tidak BekerjaPEKERJAAN• IslamAGAMA• Sudah menikahSTATUS • 16 Oktober 2015MASUK RS• 22 Oktober 2015KELUAR RS
IDENTITAS PASIEN
Anamnesis
KELUHAN UTAMA
Batuk Berdahak
Sejak ± 10 hari
Riwayat Penyakit
Pasien datang ke RS dengan batuk berdahak sejak 10 hari disertai
sesak
Batuk disertai dahak berwarna putih, mual dan muntah disangkal.
Sesak dirasakan pasien sejak 7 hari, memberat pada saat
berbaring dan mereda pada saat duduk
Sesak tidak disertai nyeri dada. Sesak dirasakan memberat pada
malah hari, saat ingin tidur.
Pasien mengeluh sering keringat pada malam hari. Tidak ada
keluhan seperti nyeri kepala dan panas badan tinggi.
Pasien merasa berat badan menurun. Pasien pernah menjalani pengobatan paru selama 1 tahun.
Riwayat penyakit dahulu• Riwayat hipertensi tidak diakui pasien• Riwayat penyakit jantung disangkal• Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit keluarga• Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : ComposmentisKeadaan umum : Tampak sakit sedangKeadaan sakit : SedangBerat badan : 49 kgTinggi badan : 167 cm Tekanan darah : 120/80 mmHgNadi : 88 x/menitPernafasan : 40 x/menitSuhu : 36,6 ˚C
Kepala • Bentuk : Normal, simetris• Mata : CA-/-, SI -/-, reflex
cahaya ( + ), pupil isokor kanan =
kiri
Leher• Kelenjar getah bening tidak
teraba• Trachea berada di tengah• Tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid• JVP tidak meningkat
Paru- paru
• Inspeksi• Bentuk dada simetris kanan
dan kiri, Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, Tidak terdapat retraksi otot-otot intracostal
• Palpasi• Fremitus taktil dan vocal
simetris kanan dan kiri, Tidak ada krepitasi
• Perkusi• Sonor seluruh lapang paru,
Peranjakan paru (+)• Auskultasi• VBS ka=ki, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis terlihat
• Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni regular, murmur ( - ), gallop ( - )
Abdomen
• Inspeksi: Bentuk abdomen datar, lembut
• Auskultasi: Bising usus ( + ) normal
• Perkus : Terdengar suara timpani
mendominasi lapang abdomen
• Palpasi • Hepar tidak teraba• Lien tidak teraba• Ballotment ( - )• Vesica urinaria tidak teraba• Nyeri tekan ( - )
Ektremitas
• Superior• Akral hangat • Udema -/-• CRT < 2”
• Inferior • Akral hangat• Udema -/-• CRT < 2”
• Tidak diperiksa
Genitalia
Result Flags Unit Normal Limits
WBC 14,0 10ˆ3/µl 4,0 – 11,0
LYM % 7,1 % 20,0 – 40,0
MON % 6,0 % 2,0 – 8,0
NEU% 82,5 % 50,0 -70,0
Eritrosit 5,32 mm3 4,4 - 6,0
HGB 15,0 g/dL 13,0 – 18,0
HCT 43,8 % 39,0 – 54,0
MCV 82,2 µmˆ3 79,0 – 99,0
MCH 28,3 Pq 27,0 – 31,0
MCHC 34,4 g/dL 33,0 – 37,0
PLT 315 10ˆ3/µl 150 – 450
GDS 84 mg/dL mg/dl 70 - 140
PEMERIKSAANDARAH RUTIN17 Oktober 2015
•Hili normal•Corakan paru bertambah•Noda dan garis keras disertai perbecekan lunak di sekitarnya pada kedua lapang paru
TB Paru Aktif dengan Efusi Pleura bilateral dan penebalan pleura kiri
Pasien datang dengan keluhan utama batuk berdahak sejak 10 hari. Dahak berwarna putih, sesak dirasakan pasien, sesak berkurang ketika duduk dan memberat ketika berbaring, Pasien tidak merasakan demam, pasien mengeluh sering berkeringat pada malah hari. Berat badan dirasakan pasien menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan rhonki +/+
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan SPS negatif dan radiologi dengan gambaran paru aktif dengan efusi pleura
RESUME
•DIAGNOSIS KERJATuberculosis paru BTA (-) dengan efusi pleura
•DIAGNOSIS BANDINGPneumoniaBronkhitis kronik
Terima kasih