Top Banner
(Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Volume 2, No.2, November 2020 (28-59) htttp://e-journal.sttaw.ac.id/index.php/kaluteros TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus Parinussa STT Tabernakel Indonesia Surabaya [email protected] ABSTRACT The research has a purpose to understand the problem in kubu’s tribe society with their values of live and how they formulated their trabsformatif ministry for a miision ministryto improve the balance of lives with God’s will. Qualitative descriptive research through social phenomena trying to interpret the meaningin the daily live. The goal of the research is: (1) the eternity value from a mission transformation process to represent Christ inKubu tribe’s society context. (2) facing with culture, the changing of mission transformation to improve the test, (3) a comprehensive Bible perpective to undertand a comprehensive culture’s contex of Kubu tribe to avoid subjective assessment Key word: miision transformation, context, culture, communicating gospel
32

TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Oct 15, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

(Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen)

Volume 2, No.2, November 2020 (28-59)

htttp://e-journal.sttaw.ac.id/index.php/kaluteros

TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU

KUBU

Stevanus Parinussa

STT Tabernakel Indonesia Surabaya

[email protected]

ABSTRACT

The research has a purpose to understand the problem

in kubu’s tribe society with their values of live and how they

formulated their trabsformatif ministry for a miision

ministryto improve the balance of lives with God’s will.

Qualitative descriptive research through social phenomena

trying to interpret the meaningin the daily live. The goal of

the research is: (1) the eternity value from a mission

transformation process to represent Christ inKubu tribe’s

society context. (2) facing with culture, the changing of

mission transformation to improve the test, (3) a

comprehensive Bible perpective to undertand a

comprehensive culture’s contex of Kubu tribe to avoid

subjective assessment

Key word: miision transformation, context, culture,

communicating gospel

Page 2: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 29

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk memahami

permasalahan yang ada di lingkup kehidupan masyarakat

suku Kubu dengan aneka ragam nilai yang dianut, dan

bagaimana merumuskan pelayanan bersifat transformatif

bagi terwujudnya pelayaan misi yang mampu memberikan

tatanan nilai yang bermartabat demi tercapainya

keselarasan hidup dengan tujuan agenda Allah bagi manusia.

Pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan

penekanan pada fenomena sosial berupaya

menginterpretasikan dan memahami makna yang disusun

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang

diperoleh dari kajian ini, yaitu: 1) adanya nilai kekekalan

dari proses transformasi misi untuk menghadirkan Kristus

dalam konteks yang dapat dimengerti dan diterima oleh

masyarakat Kubu. 2) dalam perjumpaannya dengan

kebudayaan, dinamika perubahan dalam pelaksanaan

transformasi misi perlu mempunyai prinsip atau kaidah

yang mutlak untuk menguji kebudayaan tersebut. Alkitab

adalah satu-satunya tolok ukur untuk menguji suatu

kebudayaan, dan 3) diperlukan perspektif yang Alkitabiah

dan komprehensif untuk memahami konteks budaya suku

Kubu agar terhindar dari penilaian bersifat subyektivitas.

Kata kunci: Transformasi Misi, Kontekstual, Kebudayaan,

Mengomunikasikan Injil

PENDAHULUAN

Keberadaan suku terasing yang tersebar di beberapa

wilayah kabupaten di propinsi Jambi memiliki pola hidup

berpindah tempat. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh

kepercayaan animisme yang di dalamnya memiliki konsep

berkat dan kutuk yang bersumber dari kebaikan dan

kemarahan dewa-dewa atas respon masyarakat Kubu untuk

mematuhi tradisi adat nenek moyang. Gaya hidup nomaden

Page 3: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 30

menyebabkan pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh

pemerintah bagi masyarakat ini terasa sulit untuk dicapai.

Demikian pula dengan upaya misi dalam membantu

masyarakat mengalami dinamika perubahan yang lebih baik

sebagai perwujudan transformasi misi yang arif dan

bijaksana. Permasalah suku Kubu adalah bagaimana

merumuskan transformasi misi bagi masyarakat Kubu

dirasakan penting agar memberikan tatanan nilai yang

mengubah kehidupan menjadi lebih baik dan bermatabat,

yang tentunya dengan menggunakan pendekatan terhadap

elemen budaya suku Kubu, filosofi dan pola pikir

masyarakat Kubu.

Nilai kebudayaan merupakan suatu obyektifikasi,

suatu ekspresi dalam bentuk perkataan dan pekerjaan, dari

roh masyarakat (semangat zaman) yang hidup dalam ruang

dan waktu tertentu untuk mengekspresikan diri dengan cara

mewujudkan kepercayaan dan nilai-nilai melalui

kebebasan.1 Lebih lanjut dijelaskan bahwa kebudayaan

adalah sistem yang menghasilkan dan mengomunikasikan

tatanan sosial melalui berbagai praktek bermakna yang

mencakup karya monumental manusia.2

Berkenaan dengan pergulatan paradigma di atas,

dimensi transformasi misi berkesempatan dan bertanggung

jawab untuk masuk ke dalam kancah perdebatan

interpretasi mengenai arti keberadaan manusia dan cara

terbaik untuk mencapai pemenuhannya. Dalam taraf

masyarakat inilah studi mengenai kebudayaan dan teori

sosial bersinggungan dan kehadiran transformasi misi

1Herman Dooyeweerd mengatakan, Aktivitas

kebudayaan selalu mencakup pemberian bentuk pada materi dalam kontrol bebas terhadap materi (Roots of Western Culture: Pagan, Secular, and Christian Options. Toronto: Wedge, 1979, 64) dalam D. A. Carson & John D. Woodbridge (ed), God and Culture, (Grand Rapids, Michigan: William. B. Eerdmans Publishing Co.T.th.), 6.

2Raymond Williams, Culture (London: Fontana, 1981),

13.

Page 4: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 31

sangat diperlukan karena semakin banyak orang yang

menyangkal adanya hal-hal yang perlu dilestarikan dalam

kebudayaan. Transformasi misi harus berani memasuki

perdebatan dengan kekuatan Firman Tuhan dan mandat

budaya, lalu menyuarakan pandangannya mengenai

kebudayaan bersama. Interpretasi kebudayaan mempelajari

bagaimana dan apa arti ekspresi tersebut sebenarnya.

Melalui interpretasi kebudayaan manusia berusaha

menemukan roh dari suatu budaya. Interpretasi kebudayaan

mempelajari kepercayaan manusia tentang arti hidup dan

jati diri.3

Kebudayaan adalah dunia makna manusia, yaitu

totalitas karya manusia yang secara obyektif

mengekspresikan kepercayaan, nilai dan harapan manusia

yang tertinggi atau mengekspresikan pandangan manusia

tentang manusia seutuhnya. Konflik interpretasi

kebudayaan melibatkan perbedaan metode dan

ketidaksepakatan tentang motif dasar kebudayaan.

Gagasan dan nilai-nilai akan lenyap jika tidak

diteruskan secara budaya dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Tradisi adalah semacam kesinambungan

interpretasi budaya atas karya-karya dasar. Dengan

demikian, jika manusia ingin memiliki manfaat dari sejarah,

maka harus menginterpretasikannya agar dapat mengatasi

jarak kebudayaan. Semangat zaman dapat dilihat secara

obyektif dalam berbagai media kebudayaan. Karena itu

beberapa ahli menginterpretasikan kebudayaan dengan

mencari tema atau motif yang muncul berulang-ulang dalam

berbagai cabang kebudayaan. Kritik kebudayaan seperti ini

sangat populer di kalangan pemikir Kristen.

3D. A. Carson & John D. Woodbridge (ed), God and

Culture, 18.

Page 5: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 32

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif, yaitu penelitian yang menekankan pada

penafsiran fenomena sosial yang muncul di masyarakat yang

menjadi obyek, selanjutnya fenomena di analisis dan

diinterpretasikan. Moleong mengutip pendapat Bogdan dan

Taylor bahwa pengertian dari kualitatif ialah suatu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari perilaku yang diamati.4 Oleh

karena menekankan pada penafsiran fenomena sosial, maka

penelitian ini juga melihat dengan pendekatan fenomenologi

yang berupaya memahami makna peristiwa secara interaksi

pada orang-orang dalam situasi tertentu. Pendekatan ini

membawa masuk dalam dunia konseptual subyek agar dapat

memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subyek

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

PEMBAHASAN

Transformasi Misi

Transformation sebagai dampak supranatural yang

progresif dan berkelanjutan yang terukur dari kehadiran

dan kuasa Allah yang bekerja di dalam, melalui dan terpisah

dari gereja pada masyarakat dan struktur manusia. Di

gereja, ini ditandai dengan meningkatnya kekudusan hidup,

rekonsiliasi dalam hubungan, dan keinginan untuk berdoa

dan beribadah. Dalam budaya, ini dapat ditandai dengan

kesadaran yang meluas akan realitas Allah, koreksi radikal

dari penyakit sosial, penurunan tingkat kejahatan yang

sepadan, berkah supranatural dalam perdagangan lokal,

penyembuhan yang patah hati (yang teralienasi dan

kehilangan hak pilih), dan regeneratif tindakan memulihkan

produktivitas tanah.

4Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 3.

Page 6: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 33

Menilik dari artinya kata transformasi memiliki arti

berubah bentuk. Ada dua kata dalam Perjanjian Baru yang

sepadan dengan kata ini, yaitu: Pertama, kata alaso

(KPR.6:14; 1 Korintus15:51-52) artinya mengubah atau

membuat berbeda. Transformasi adalah hasil proses

perubahan, buah dari kerja keras. Perubahan luar biasa

Eropa dan belahan Asia pada zaman Paulus adalah hasil dari

penginjilannya yang tak kenal lelah, bukan hanya karena

pergumulan doa dan harapan (KPR.6:14). Dalam sejarah,

setiap perubahan selalu melalui mekanisme proses, bukan

sesuatu yang instan. Transformasi adalah perubahan yang

bersifat menyeluruh, biasanya menjadi sesuatu yang lebih

baik dan lebih berguna. Kedua, kata metamorfoo (Roma

12:2) artinya berubah, berganti sosok, dan perubahan secara

bertahap.

Transformasi adalah perubahan dari kondisi

keberadaan manusia yang bertentangan dengan tujuan

Tuhan menjadi kondisi di mana orang dapat menikmati

kepenuhan hidup yang selaras dengan Tuhan. Menurut

pandangan alkitabiah tentang kehidupan manusia, maka

transformasi adalah perubahan dari kondisi keberadaan

manusia yang bertentangan dengan tujuan Allah menjadi

kondisi di mana manusia dapat menikmati kepenuhan hidup

selaras dengan Allah (Yohanes 10:10; Kolose 3:8-15; Efesus

4:13). Transformasi merupakan perubahan secara bertahap

dalam proses pembaruan pikiran atas orang-orang yang

sudah percaya. Orang percaya dipanggil untuk menjadi tidak

serupa dengan dunia ini. Pembaruan pikiran di sini sama

artinya dengan pembaruan pengertian atau pemahaman

secara berkesinambungan, melalui perubahan cara berpikir.

Pikiran dalam Roma 12, digunakan kata nus yang berarti

budi, pikiran, pengertian, bertalian dengan kesadaran

terhadap kebenaran yang membangun persepsi dalam diri

seseorang.

Sejalan dengan pengertian di atas terkait dengan

misi, Bosch memberikan pendapatnya bahwa transformasi

Page 7: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 34

misi adalah suatu kegiatan mengubah yang obyeknya adalah

misi.5 Dalam hal ini, misi bukan sebagai usaha yang

mengubah realitas, melainkan sesuatu yang sedang diubah

atau berubah. Upaya untuk mendefinisikan pendekatan

komprehensif untuk transformasi harus “berakar pada

teologi misi Kerajaan Allah dan berupaya untuk

mengekspresikan KeTuhanan Yesus atas setiap aspek

kehidupan, ekonomi, agama, pribadi, dan politik. Itu tidak

memberikan prioritas pada bidang kehidupan apa pun

sebagai bidang misi … tetapi perubahan ini akan dilakukan

kapan pun orang mengatasi masalah kehidupan secara

langsung, berakar pada perspektif Injil.”6

Jadi, proses transformasi ini akan membangun

manusia batiniah yang cemerlang seperti yang dikemukakan

oleh Paulus dalam 2 Korintus 4:16-18. Hamba Tuhan bukan

saja mengalami perubahan secara moral, perilaku menjadi

baik tetapi juga perubahan filosofi hidup secara menyeluruh,

dari logika duniawi menjadi logika rohani, artinya pola pikir

yang memiliki, memperhatikan dan menghargai nilai

kekekalan.7

Konsep Budaya

Secara umum kata kebudayaan berasal dari bahasa

Sansekerta buddhaya ialah bentuk jamak dari kata buddhi

yang berarti akal atau pandangan. Asal kata kebudayaan

bahwa kata itu merupakan suatu perkembangan dari kata

majemuk budi-daya, artinya daya dari budi atau kekuatan

5David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2016), xiii. 6T.p., Mission as Trasnformation-Transform World

dalam https://www.transform-world.net/vision-mission/ (diakses

3 Oktober 2020 pukul 19.45 WIB).

7Berdasarkan Majalah Truth: Mengungkap Kebenaran

Edisi 20, (Jakarta: Rehobot Ministry, T.th.), 15.

Page 8: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 35

akal sebagai hasil cipta, karsa dan rasa. Koentjaraningrat

mendefinisikan kata kebudayaan sebagai keseluruhan

gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya

dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan

karyanya itu.8 Budaya atau kultur dimaksudkan juga untuk

menyebut nilai-nilai yang digumulkan oleh masyarakat

dalam bertindak dan berperilaku.9 Manusia berusaha untuk

memenuhi hasrat terhadap keindahan itu dengan

menciptakan kebudayaan sebagai media yang dianggap

dapat mencapai kesempurnaan hidup. Yang dimaksud

dengan kata ‘menyempurnakan hidup’ adalah manusia

merasa lengkap di dalam hidupnya karena terpenuhi

kebutuhannya.

Bernard T. Adeney mengatakan bahwa segala adat-

istiadat atau kebudayaan yang merupakan pedoman hidup

yang berlaku di dalam persekutuan suatu masyarakat atau

suku haruslah dikonfrontasikan dengan Injil Allah, kepada

Yesus Kristus. Segala sesuatu dalam adat, kebudayaan yang

bermaksud mengabdi kepada Allah dan memiliki kebaikan

bagi sesama manusia berasal dari Allah sedang segala

sesuatu dalam kebudayaan yang dengan sadar atau tidak

sadar menghujat nama Allah dan merusak prikemanusiaan

adalah dari Iblis asalnya.10 Adat-istiadat itu yang

menyangkut suatu masyarakat bersama, memiliki jati diri,

martabat, keamanan dan kesinambungan. Kebudayaan ada

disebabkan alam beserta lingkungan cenderung

memberikan ketegangan-ketegangan dalam kehidupan

8Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan

Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1985), 9 mengatakan bahwa budaya sebagai suatu kumpulan gagasan. Konsepsi, nilai, norma dan peraturan dapat disamakan dengan adat, tata kelakuan atau adat-istiadat.

9P. Hariyono, Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu

Budaya Dasar, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 45.

10Bernard T. Adeney, Etika Sosial Lintas Budaya,

(Yogyakarta: Kanisius, 2000), 19 dan J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 9.

Page 9: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 36

manusia baik yang memberikan rasa puas dalam kehidupan,

juga ketegangan yang mengancam hidup manusia. Reaksi

manusia menghadapi peristiwa di luar dirinya adalah

mengupayakan kebudayaan sebagai proses pembebasan

kesulitan hidupnya. Reaksi manusia tersebut tertuju pada

alam, sesama manusia maupun alam adikodrati. Pada sisi

lain, seiring dengan perubahan hidup kelompok masyarakat

terjadi karena pengenalan baru, pengetahuan baru,

teknologi baru, kadangkala terjadi pula perubahan atau

pergeseran kebudayaan dalam masyarakat bersangkutan.

Hal itu berakibat bahwa kebudayaan menjadi bersifat

penyesuaian terhadap cara hidup dan kebiasaan kepada

pergeseran situasi baru. Namun demikian, tidak setiap

perubahan dapat dianggap suatu kemajuan budaya.11

Berkaitan dengan pandangan di atas, ada beberapa

unsur kebudayaan universal yang dilakukan manusia, yaitu:

1) bahasa, 2) pranata-pranata sosial, 3) sistem peralatan

hidup dan teknologi, 4) sistem mata pencaharian atau

ekonomi, 5) sistem religius, yaitu gagasan-gagasan abstrak

dan keyakinan tentang roh nenek moyang, 6) kesenian, dan

7) sistem ilmu pengetahuan.12 Sistem nilai budaya (ukuran,

batasan yang ditetapkan) merupakan tingkat yang paling

tinggi dari kebudayaan, yang tidak bisa diraba dan diamati.

Hal ini terletak pada pemikiran sekelompok orang atau

masyarakat, sehingga jika terjadi perbedaan orientasi nilai

budaya tanpa pemahaman yang benar akan menimbulkan

konflik di antara penganutnya.13

Perbedaan orientasi nilai budaya terjadi karena

adanya multikulturalisme kebudayaan, meminta setiap

manusia untuk saling mengenal, mengetahui, mempelajari,

11

P. Hariyono, Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar, 45.

12Koentjaraningrat, Seri Etnografi Masyarakat Terasing

Di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1993), 20-34. 13

J.W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 113.

Page 10: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 37

menghayati, menghormati antara masyarakat satu dengan

masyarakat lain, sehingga terjalin suatu keharmonisan

hidup antara umat berbudaya.14

Korelasi Transformasi Misi dengan Budaya

Unsur budaya penerima maupun budaya asal

pemberita tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masing-

masing di dalam upaya transformasi misi. Transformasi misi

pekabaran Injil juga terbungkus dalam kebudayaan Yunani,

yaitu hebraic-helenistik.15 Obyek transformasi misi adalah

manusia budaya, sehingga untuk transformasi misi manusia

budaya harus memahami situasi manusia budaya yang akan

diInjili dengan tidak terlepas dari kebudayaannya.

Seorang pelaku perubahan harus dapat

menyesuaikan diri, berupaya memahami secara serius

kebudayaan yang akan diInjili dan menggunakan dengan

sebaik-baiknya prinsip kebenaran Alkitab agar mampu

memengaruhi dan memberikan perubahan pada

kebudayaan itu.16 Sejalan dengan pendapat tersebut,

Fridolin Ukur menjelaskan tentang pemanfaatan sarana

budaya dalam transformasi misi sebagai berikut:

“Pemanfaatan sarana budaya dalam pemahaman

oikumenis pemberita Injil haruslah mencakup

keinginan, kemampuan mengekspresikan iman

melalui pola-pola budaya yang dihayati, sehingga jika

iman kristiani diungkapkan melalui budaya sendiri

yang telah diberi isi baru, maka penyampaian iman

tersebut bersifat komunikatif terhadap orang-orang

yang ingin disentuh.17

14

J.C. Vergoumen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak, (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2004), 19.

15Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, (Malang:

Gandum Mas, 2001), 19. 16

Peter Wongso, Tugas Gereja dan Misi Masa Kini, (Malang: SAAT, 1999), 138.

17Daniel Damaledo (editor), Gereja Dalam Pendakian

Puncak Sejarah Dunia, (Yogyakarta: Andi, 1987), 90.

Page 11: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 38

Identitas Kehidupan Suku Kubu

Identitas kehidupan masyarakat terasing18 Kubu

oleh Pemerintah Jambi disebut dengan istilah Suku Anak

Dalam untuk memperhalus pengertian dari sebutan Kubu.19

Terkait dengan kehidupan nomaden, asal-usul suku Kubu

juga menghasilkan pendapat yang berbeda-beda dari para

peneliti budaya, yaitu: Pertama, ada yang mengatakan suku

Kubu berasal dari Rejang Lebong (satu daerah di Bengkulu).

Kedua, para peneliti menyebut suku Kubu dari Minangkabau

karena dialek bahasanya mirip orang Padang. Ketiga,

berpendapat suku Kubu sejarahnya memiliki kaitan erat

dengan Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya pada masa

lampau, sedangkan antropolog Swedia, Oyvind Sandbukt,

mengatakan suku Kubu berasal dari ras Melayu, tepatnya

proto Melayu atau Melayu Tua.20

Suku Kubu tersebar dalam empat wilayah daerah

tinggkat II Jambi, yaitu Kabupaten Batanghari, Tanjung

Jabung, Bungo Tebo dan Sarolangun bangko. Wilayah ini

juga dibagi dalam dua bagian besar, yaitu: Pertama, suku

Kubu bagian Timur daerah Jambi, kira-kira berpusat di

18

Masyarakat terasing adalah masyarakat yang terisolir, memiliki kemampuan terbatas untuk berkomunkasi dengan masyarakat lain yang lebih maju, sehingga bersifat terbelakang, tertinggal dalam proses mengembangkan kehidupan ekonomi, politik, sosial-budaya, keagamaan dan ideolog, dalam Sudarto, Informasi Bina Masyarakat Terasing, (Jakarta: Depsos RI, 1989), 3.

19Kubu dalam bahasa Melayu Jambi berasal dari kata

Ngubu menyembunyikan diri ke hutan sebagai sikap bertahan demi pandangan hidup suku yang turun-temurun, dalam Hasan Basri Madjid, Kondisi dan Permasalahan Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Suku Anak Dalam di Daerah Jambi, (Jambi: Kanwil Depsos-UNJA Jambi, 1993), 4. Namun pandangan orang Kubu sendiri tidak mau disebut ‘Kubu’ karena menurut mereka artinya ‘kebodohan’ (suatu penghinaan), komunitas ini lebih senang disebut Orang Rimbo, Orang Kelam atau Sanak (Data Museum Negeri Propinsi Jambi, 2005).

20Fahcruddin Saudagar, Kebudayaan Melangun Suku

Anak Dalam Jambi, (Jambi: FKIP-UNJA, 1993), 4.

Page 12: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 39

daerah Tempino (perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan),

yaitu desa Palempang, desa Nyogan, Bayung Lincir dan Ulu

Sekayu di Sumatera Selatan. Kedua, suku Kubu bagian Barat

dan Tengah tersebar di hutan belukar yang sukar dan sulit

dijamah kehidupan pedesaan yang ada di sekitarnya.

Keterangan hasil survei penduduk menunjukkan

bahwa perkembangan populasi dan sebaran orang Rimba

terbagi dari, yaitu: Orang Rimba, hidup secara berkelompok

di hulu-hulu sungai di dalam hutan. Konsentrasi terbesar

orang Rimba di Jambi berada di kawasan Taman Nasional

Bukit Dua Belas (TNBD) yang secara geografis terletak

antara 102° 30o - 102° 55o BT dan 10° 45o - 20° LS, dengan

jumlah 2.546 jiwa (survei 2017) dan sebagian kecil ada di

wilayah Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) sebanyak

474 jiwa (survei 2013). Orang Rimba juga dapat ditemukan

di hutan-hutan sekunder dan perkebunan kelapa sawit

sepanjang jalur lintas Sumatera hingga ke batas Sumatera

Selatan, dengan jumlah populasi 1.373 jiwa (survei 2013).21

Hukum Adat sebagai Pengendali Sosial22

Hukum adat sebagai aspek kebudayaan yang

praktiknya dapat diamati dari perilaku sehari-hari dimana

berfungsi sebagai pedoman bertingkah laku. Ketaatan

masyarakat Kubu terhadap norma-norma yang berlaku

sangat tinggi.23 Undang-undang adat yang menjadi norma

hidup disebut dengan nenek moyang delapan, pucuk undang

delapan, pucuk teliti duabelas. Empat moyang adalah

21

KKI Warsi, The Indonesian Conservation Communit, Orang Rimba, Kubu dan Suku Anak Dalam (SAD), http://warsi.or.id/content/showing/55/content (diakses, 4 Oktober 2020, pukul 16.50 WIB).

22Sutomo Muntholib, Orang Rimbo: Kajian Fungsional

Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi, (Bandung: Universitas Padjajaran, 1995), 133.

23Permono, Hubungan Hukum Adat Dengan Status

Tanah Dan Hutan Bagi Masyarakat Suku Anak Dalam Di Propinsi Jambi, (Jambi: Fakultas Hukum – UNJA, 1993), 2.

Page 13: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 40

undang-undang yang seringkali diisyaratkan dengan seloka

adat. Keempatnya mengenai ketaatan tradisi nenek moyang

untuk hidup di hutan, tradisi adat yang harus ditegakkan

terus dan tentang musyawarah dalam pengambilan

keputusan.

Undang-undang delapan dibagi menjadi dua bagian,

yaitu: empat di atas dan empat di bawah. Empat di atas

berisi tentang aturan norma kesusilaan. Hukuman dahulu

adalah hukuman mati. Empat di bawah berisi peraturan

yang menyikapi pelanggaran kemasyarakatan, misalnya

menyakiti orang hingga terluka, menipu, dan sebagainya.

Untuk hal-hal di luar empat di atas biasanya dikarenakan

hukuman denda kain atau denda hasil buruan atau meramu.

Undang-undang duabelas pada dasarnya sama dengan

undang-undang delapan, tetapi memiliki aturan-aturan

tambahan dan materi yang bertambah. Sedangkan teliti

adalah norma yang telah diperkuat dengan tambahan

peraturan khusus atas dasar kesepakatan tokoh adat. Fungsi

teliti adalah untuk meninjau kembali berat atau besar

hukuman yang dapat diperkecil kembali.

Nilai Kerohanian/Spiritualitas Budaya Suku Kubu

Konsep Allah

Suku Kubu menganut kepercayaan animisme.

Komunitas ini meyakini adanya alam dunia yang tidak

nampak dalam arti di luar batas pencaindera dan di luar

batas akal. Dunia gaib itu menurut sistem kepercayaan

masyarakat Kubu mengandung bayangan tentang wujudnya

dewa (baik dan jahat).24 Pada sebagian masyarakat Kubu

24

Sutomo Muntholib, Orang Rimbo: Kajian Fungsional Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi, 158. Muntholib cenderung mengaitkan nama dewa sebagai nama lain dari malaikat-malaikat, sesuai dengan beberapa bagian suku Kubu yang menerima pengaruh ajaran Islam dari penyiar-penyiar Islam yang difasilitasi pemerintah.

Page 14: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 41

juga mengenal istilah rajo nyawo sebagai pemiliki nyawa

manusia.

Masyarakat Kubu memiliki pengertian tentang roh-

roh halus lain yang dikenal dengan sebutan mambang,

hantu, peri, yang dapat berhubungan dengan dukun (alim)

melalui upacara keagamaan, dan kekuatan-kekuatan

supranatural yang dapat berguna atau menimbulkan

bencana. Hantu merupakan mahkluk gaib yang dapat

bersatu dengan angin ribut atau puting beliung, hujan deras

yang lama yang merusak sarana kehidupan yang berupa

hutan, rumah dan ladang. Hantu jahat ini dikenal dengan

sebutan nyaru atau raja brail.

E.B. Tailor25 seorang antorolog Inggris mengatakan

bahwa mahkluk-mahkluk yang berupa dewa itu dipahami

suku primitif berasal dari jiwa yang sudah lepas dari tubuh

manusia dan hidup terus sepanjang masa. Pemunculan dewa

ditandai datangnya malapetaka atau sebaliknya ditandai

datangnya suatu keberhasilan dalam menghadapi

kehidupan. Masyarakat Kubu memuja raoh yang berasal dari

dewa baik agar memberkati hidup dan usaha mereka,

sedangkan sebagai bentuk pendamaian dengan dewa yang

murka, masyarakat Kubu akan melakukan adat basale yang

dipimpin oleh dukun (alim).

Pandangan tentang Keselamatan

Masyarakat Kubu meyakini bahwa manusia yang

berbuat jahat dan melanggar adat nenek moyang tidak

hanya sengsara di dunia tetapi juga mengakibatkan

kesengsaraan kaum kerabatnya dan sengsara di akhirat

(dunia lain) yang berarti masuk neraka.26 Sedangkan

25

Sagimun M.D., Adat Istiadat Daerah Jambi, (Jambi: Depdikbud, 1985), 127.

26Pemahaman ini akibat dari masuknya ajaran Islam

yang memberikan pengertian kepada sebagian masyarakat

Page 15: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 42

manusia baik dan menaati adat-istiadatnya akan masuk

surga, namun pada sebagian besar masyarakat Kubu tidak

tahu akan ke mana setelah meninggal dan mereka tidak

terlalu peduli. Hal tersebut menyebabkan masyarakat Kubu

selalu berusaha menaati adat dan bila terpaksa

melanggarnya akan berusaha secepatnya membayar denda

adat yang dianggap dapat mengurangi dosa.27

Pada umumnya masyarakat Kubu percaya roh nenek

moyang atau anggota keluarga yang telah meninggal dapat

mengawasi kehidupan dan ketaatan masyarakat Kubu dalam

melaksanakan tradisi adatnya. Hal itu dapat berhubungan

dengan keluarga yang masih hidup melalui upacara sale atau

basale melalui dukun. Orang yang telah meninggal tersebut

telah menjadi mambang atau pelayan dewa penyebab

kematiannya.

Upacara Keagamaan

Pengertian klasik mengenai magi adalah ritual yang

menerapkan kepercayaan bahwa kekuatan supranatural itu

ada dan dapat dipaksa aktif untuk tujuan baik dengan cara

tertentu. Membedakan magi dengan ajaran agama menurut

Sutomo Muntholib dilihat sebagai cara untuk mengambil

hati atau memenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan

manusia yang dipercayai dapat membimbing dan

mengendalikan nasib dan kehidupan manusia, sedangkan

magi adalah usaha memanipulasi hukum alam tertentu.

Ritual magi sebagai upacara keagamaan tersebut.28 Secara

umum upacara basale meliputi tiga fungsi, yaitu: Pertama,

upacara kelahiran bayi. Kedua, upacara pernikahan; dan

ketiga, upacara menolak atau menyembuhkan penyakit.

Kubu bahwa neraka adalah api yang panasnya tujuh kali panas api di dunia.

27Kharinal, Tata Kehidupanh Yang Layak

Dikembangkan Bagi Masyarakat Terasing Di Dwi Karya Bhakti Bungo Tebo, (tk: tp, t.th), 25-26.

28Sutomo Muntholib, Orang Rimbo: Kajian Fungsional

Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi, 159.

Page 16: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 43

Nilai Tradisi Pernikahan

Upacara pernikahan dipimpin oleh dukun dengan

mengucapkan mantera dan syair adat. Janji pernikahan

dilakukan dengan cara memegang kedua tangan pengantin

sambil mengucapkan kalimat: ‘seko sianu kembali kepada

seko sianu, selanjutnya semalam iko sianu nikah sampai

menyeluat betingkat tebu seruas, lah lengkok nyawo yang

jantan maupun betino, nak sedingin air nak sepanjang rotan’

(disebut nama laki-laki dan wanitanya, si wanita atau

[nama], kembali kepada si pria [nama], selanjutnya malam

ini mereka akan nikah atau menjadi suami isteri sampai

seterusnya, sampai masa tua, sampai ajal keduanya

menjemput). Kemudian kedua tangan pengantin ditepuk

sebanyak tujuh kali, serta kedua keningnya diperadukan

tujuh kali. Upacara ini dilakukan juga dengan menari

mengelilingi cawan yang berisi tujuh macam bunga hutan

yang harum, dan setiap tamu bergantian menari semalam

suntuk. Tujuan upacara agar kedua mempelai selamat,

banyak rejeki dan cepat dikaruniakan anak.29

Ada hal yang khas sebagai syarat pernikahan yaitu

kelulusan calon pengantin pria dalam ketangkasan

keterampilan bekerja. Tujuannya untuk membuktikan

kemampuan kerja dan perilaku. Sedangkan calon mempelai

wanita dipandang baik perilakunya jika mau mengantar

makanan dan membuat tikar anyaman sendiri untuk calon

mertua. Mas kawin masyarakat Kubu berupa sejumlah kain

(harta kekayaan). Umumnya mas kawin sekitar dua ratus

lembar kain.30

Masyarakat Kubu memandang fungsi pernikahan

adalah: Pertama, untuk meneruskan generasi baru nenek

29

Aswinar Mahmud, Lingkaran Hidup Suku Anak Dalam Jambi, (Jambi: Kanwil Depdikbud, 1978), 19.

30Hasan Basri Madjid, Kondisi dan Permasalahan

Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Suku Anak Dalam di Daerah Jambi, 9.

Page 17: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 44

moyang atau keturunan. Kedua, agar keberadaan seseorang

di kalangan adat masyarakat Kubu mendapat perhatian. Pria

dan wanita yang belum menikah dianggap ‘belum sebagai

masyarakat penuh’. Hal ini terkait dengan adat yang berlaku

bahwa isteri berhak mendapat perlindungan suami dan

suami berhak memeroleh pelayanan dari isteri sesuai

dengan pepatah adat ‘bini sekato laki’ (pria dalam rumah

tangga adalah kepala keluarga yang patut dihormati

wanita).31 Pernikahan juga menjadi bentuk ikatan baru,

menjadi kelompok yang sama ‘urang kito’ yang menyatu

dengan kelompok yang lain. Ketiga, mengatur perilaku

seksualitas seseorang. Keempat, pernikahan juga sebagai

bentuk perlindungan terhadap anak-wanita yang tidak

memiliki orangtua atau sanak saudara, atau bagi janda muda

yang masih memiliki anak yang kecil.32 Pada masyarakat

Kubu adanya larangan pernikahan sekandung, larangan

perceraian, larangan poligami (meskipun ada juga yang

melakukannya, namun akan berhadapan dengan ketentuan

adat yang berlaku).

Nilai Tradisi Kelahiran

Proses dan peristiwa kelahiran bagi masyarakat

Kubu dianggap sebagai awal kehidupan manusia yang

merupakan karunia bagi keluarga, sebab kelanjutan hidup

nenek moyang berlanjut dengan adanya generasi baru yang

akan memelihara hutan. Pandangan ini menimbulkan

aturan-aturan yang membimbing calon ibu mulai dari

kondisi kehamilan hingga melahirkan dalam keadaan baik.

Suku Kubu memandang kehidupan manusia berasal

dari dewa dan sebagai bentuk permohonan agar proses

31

Aswinar Mahmud, Lingkaran Hidup Suku Anak Dalam Jambi, 5-20.

32Pernikahan suku Kubu dengan masyarakat luar (desa

biasa) jarang terjadi, karena orang desa akan merasa sangat terhina dan malu, jikalaupun ada biasanya orang Kubu tersebut harus mengikuti agama mayoritas.

Page 18: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 45

kelahiran berlangsung dengan lancar. Peranan dukun dan

ayah sang bayi akan melakukan ritual doa permohonan

dengan cara dukun membaca mantera dan sang ayah

membuat bunyi-bunyian dari peralatan dapur yang dipukul-

pukul.33 Masyarakat Kubu juga memiliki pengertian bahwa

sejak kelahiran, manusia telah diperhadapan dengan

kekuatan gaib yang berusaha mengganggu kehidupannya.

Sebagai usaha perlindungan, diadakan upacara basale untuk

bayi dan sang ibu.

Ritual penyambutan bayi dilakukan dengan

mengoleskan ramuan yang telah dimanterai pada sekujur

tubuh bayi dan ibu. Bahan ramuan tersebut terdiri dari

dedaunan hutan, kulit kayu, akar-akaran, getah-getahan

yang diletakkan dalam wadah yang berisi air. Jika diamati, isi

ramuan tersebut sebenarnya berfungsi untuk pengobatan

dan perawatan paska melahirkan, karena beberapa tanaman

hutan dimanfaatkan masyarakat Kubu untuk obat-obatan,

sedangankan ari-ari bayi ditanam di bawah pohon ketubung

dan dikeramatkan.34

Nilai Tradisi Kematian

Kematian bagi masyarakat Kubu dipandang bukan

hanya sebagai peristiwa kemalangan, namun lebih jauh

merupakan suatu bentuk kesialan akibat kemarahan dewa

setempat atau kutuk. Kesialan tersebut dikaitkan pada

tempat tinggal dan cara mereka hidup (berhuma, berburu

dan menangkap ikan). Dengan meninggalnya anggota

keluarga mereka percaya tempat tersebut juga membawa

hal buruk. Untuk menghindari kesialan, maka harus

melangun, pindah dari tempat itu. Upacara atau ritual tradisi

33

Yang TR, Basale: Upacara Ritual Suku Kubu, (Jambi: Perpustakaan Jambi, 1997), 10.

34Siswoyo (editor), Kembali ke Alam, Manfaatkan Obat-

obatan Tradisional, (Jakarta: Penelitian Biota Medika Depkes-IPB-UI-LIPI, 1999), 47-50.

Page 19: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 46

kematian adalah upaya akhir yang dapat dilakukan untuk

menghindari kondisi yang terburuk.35

Upacara dipimpin oleh dukun yang mampu

berhubungan dengan roh-roh gaib melalui mantera yang

diucapkannya. Roh-roh gaib yang dipanggil dalam upacara

tersebut disebut mambang atau pembantu rajo nyawo atau

dewa nyawa yang mampu mengambil nyawa manusia. Orang

Kubu percaya bahwa orang-orang yang telah meninggal

rohnya akan dijadikan pelayan dewa nyawa dan dapat

menjadi perantara dukun untuk berhubungan dengan dewa

nyawa. Persiapan yang dalam upacara kematian mencakup

aneka rupa kembang, burung-burungan ondan yang terbuat

dari anyaman daun enau sebagai lambang kendaraan roh

halus, ramuan dan kemenyan dan rumah-rumahan atau bale

pengasuh untuk persinggahan roh gaib yang akan

dipanggil.36

Tanda kematian yang dimengerti masyarakat Kubu

yaitu apabila lidah si sakit ditetesi air garam atau bagian

kulit luar tubuhnya digores dengan benda tajam tidak

bereaksi.37 Orang Kubu yang meninggal tidak ditanam, tetapi

diletakkan di dalam pondok yang dibuat khusus dengan

lokasinya tidak berjauhan dari pemukimannya semasa

hidup. Beberapa barang milikinya akan disertakan agar

dapat digunakan di alam rohnya. Upacara pemakaman

dilaksanakan dalam suasana berkabung dan tangisan yang

sangat memilukan hati. Selesai upacara pemakaman,

keluarga kerabat akan pergi jauh melangun untuk

menghindari kesialan yang semakin meluas dan melupakan

35

Dalam kehidupannya, suku Kubu sering menjumpai masalah serius yang menimbulkan kegelisahan. Mereka bertindak mengatasinya sesuai cara sebagaimana mereka ketahui, namun tindakan tersebut seringkali tidak menyelesaikan masalahnya.

36Yang TR., Basale: Upacara Ritual Suku Kubu, 12-30.

37Isi mantera basale yang mengandung unsur magi

sangat tabu untuk diketahui masyarakat luar karena jika diucapkan sembarangan dapat menyebabkan kutuk.

Page 20: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 47

kesedihan. Bagi yang tidak melaksanakan tradisi melangun

akan kena kutuk dan masyarakat Kubu sangat takut akan

kutuk.38

Transformasi Misi Mengomunikasikan Injil

Fungsi transformasi misi yang utama dalam

eksistensinya di dunia ini adalah mengomunikasikan Injil

melalui perkataan dan tindakan. Hal ini harus dipahami oleh

setiap pelaku perubahan karena transformasi misi

merupakan inti dari fungsi keberadaannya untuk

mengomunikasi Injil di tengah-tengah budaya masyarakat

Kubu. Misi dengan memberitakan Firman Allah dan

memperkenalkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat,

sehingga mengalami dinamika perubahan yang signifikan

adalah tujuan transformasi misi, tetapi tidak melakukan

sesuatu untuk mengatasi keadaan sosial yang tragis, adalah

ibarat imam orang Lewi dalam perumpamaan Yesus tentang

orang Samaria yang murah hati.39

Jadi, dalam melaksanakan transformasi misi sebagai

perwujudan dari amanat agung Yesus Kristus, setiap pelaku

perubahan harus menyatukan secara harmoni antara

perkataan dan tindakan. Iman tanpa perbuatan adalah mati.

Pertanyaannya adalah bagaimana caranya

mengimplementasikan fungsi tersebut dalam konteks

masyarakat Kubu yang sangat kompleks?

Beberapa hal yang penting diketahui dari kultur

masyarakat Kubu adalah:

1) Orang Kubu sangat mencintai keseniannya. Hal ini dapat

menjadi pintu bagi pemberitaan Injil Kristus dan Injil Kerajaan

38

Kebiasaan tidak menanam jenazah disebabkan beberapa hal, yaitu: Pertama, zaman dahulu lahan hutan masih sangat luas, tidak dihuni dan masyarakat Kubu tidak mengenal sistem penguburan. Kedua, alasan belas kasihan dan harapan kecil dari keluarga bahwa jika anggota keluarga yang sakit kondisinya tiba-tiba membaik.

39Tissa Balasurya, Teologi Ziarah, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1994), 210.

Page 21: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 48

Allah. Transformasi misi dalam mengomunikasikan Injil

dengan menggunakan perangkat kebudayaan haruslah

dilaksanakan secara bijak.

2) Orang Kubu memiliki hubungan sosial yang baik. Sehingga

transformasi misi di tanah suku Kubu harus menjadi misi yang

memasyarakat. Dalam keberadaannya, fungsi transformasi

misi harus mampu menjadi garam dan terang. Sebagai garam,

kehadirannya dibutuhkan banyak orang. Sebagai terang,

dinamika perubahan harus menuntun orang Kubu kepada

Kristus.

3) Masyarakat Kubu cukup terbuka pada hal-hal baru asalkan

tidak memaksa mereka untuk meninggalkan keseniannya.

Dalam hal ini, fungsi transformasi misi bukan mengharuskan

menganggap kebudayaan sebagai sesuatu yang jahat, tetapi

memberitakan kebenaran kepada suku Kubu dan membiarkan

terang Firman Allah menerangi kebudayaan mereka.

4) Injil harus diberitakan dengan kasih Ilahi, tanpa sikap

menggurui dan mempersalahkan keadaan yang sudah ada

sebelum Injil diberitakan.

5) Pusat transformasi misi adalah Yesus Kristus dan karyaNya.

Sehingga orang-orang yang dimenangkan adalah bagi

kemuliaan nama Kristus dan bukan untuk kebesaran para

pelaku transformasi misi tersebut.

Dengan memahami kelima hal di atas, maka fungsi

pelayanan transformasi misi di tanah Kubu memiliki nilai

yang kekal. Dengan nilai kekekalan inilah transformasi misi

mampu menghadirkan Kristus dalam konteks yang dapat

dimengerti dan diterima oleh masyarakat Kubu.

Interpretasi Injil terhadap Budaya Suku Kubu

Transformasi misi di tengah budaya suku Kubu, bukan

supaya suku Kubu membentuk komunitas tertentu yang terpisah

dari dunia dan menyingkirkan diri dari pengaruh kebudayaan di

mana transformasi misi dilaksanakan serta memandang

kebudayaan sebagai sesuatu yang jahat. Sebaliknya, transformasi

misi dalam konteks budaya harus membawa masyarakat Kubu

Page 22: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 49

kepada Kristus. Hal ini juga, tidak berarti dalam dinamika

perubahan dari pelaksanaan transformasi misi harus menerima

semua pengaruh kebudayaan tanpa pertimbangan terhadap

dampak yang ditimbulkan oleh kebudayaan tersebut. Dalam hal

ini diperlukan sikap kritis dan bijaksana sangat diperlukan untuk

dapat memandang kebudayaan itu dalam terang Firman Allah.

Interpretasi Injil di masyarakat Kubu berhadapan

langsung dengan kebudayaan Kubu yang unik dan kuat.

Kebudayaan ada karena Allah yang menciptakannya.40

Oktavianus menjelaskan bahwa: ‘Amanat kebudayaan

berasal dari Allah Sang Pencipta, Penopang dan Tuhan

semesta alam. Amanat itu diberikan kepada manusia yang

diciptakan menurut gambar dan rupaNya.’41

Kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa

kebudayaan itu adalah jelas karena diciptakan Allah dan

amanat kebudayaan itu diberikan kepada manusia sebelum

manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 1:26-28). Dan tujuan

semula dari mandat kebudayaan ini ialah supaya manusia

dapat berhubungan dengan Allah dan memuliakanNya. Allah

memakai kebudayaan itu untuk menyatakan diriNya kepada

manusia. Manusia dapat mengerti penyataan Allah dalam

konteks budayanya. Bahkan manusia dapat menggunakan

budaya untuk memuji dan memuliakan Allah, misalnya

dengan musik, nyanyian dan tari-tarian.42

Ketika manusia jatuh dalam dosa, kebudayaan

dicemari oleh dosa manusia. Namun demikian, amanat

kebudayaan tidak pernah ditarik kembali. Dalam

perjumpaannya dengan kebudayaan, dinamika perubahan

dalam pelaksanaan transformasi misi perlu mempunyai

prinsip atau kaidah yang mutlak untuk menguji kebudayaan

tersebut. Alkitab adalah satu-satunya tolok ukur untuk

40

Leland Ryken, Culture in Christian Perspective, (Portland, Oregon: Multomah Press, 1986), 65.

41Petrus Octavianus, Identitas Kebudayaan Asia Dalam

Terang Firman Allah, (Malang: Gandum Mas, 1985), 11. 42

Leland Ryken, Culture in Christian Perspective, 42.

Page 23: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 50

menguji suatu kebudayaan. Segala kebudayaan yang dibawa

kepada terang Firman Allah dapat diubah dan dibersihkan

dari segala kecemaran dosa, sehingga dinamika perubahan

ke arah yang lebih baik dapat tercapai.

Prespektif Injil dalam Budaya Suku Kubu

Penentuan sikap misi terhadap kebudayaan Kubu

merupakan salah satu unsur penting bagi prospek

mengomunikasikan Injil di lingkungan masyarakat Kubu. Di

dalam bersikap tersebut terhadap kebudayaan Kubu,

transformasi misi tetap harus berpegang pada kebenaran

Firman Allah. Hal ini menuntut setiap pelaku perubahan

bersikap selektif dan bijaksana dalam menentukan sikap dan

pandangannya untuk menghindari gap atau konflik dari

pandangan yang salah dan menjadikan jerat bagi

keberadaan misi itu sendiri. Sebab transformasi misi dalam

konteks budaya atau cross culture bukan perkara mudah

untuk dilakukan, namun juga bukan perkara teramat sulit

untuk dicapai. Diperlukan perspektif yang Alkitabiah dan

komprehensif terhadap budaya Kubu tersebut.

Merumuskan Transformasi Misi terhadap Budaya Suku

Kubu

Pendekatan Transformasi Misi terhadap Konsep Allah

Perkenalkan konsep Allah yang benar melalui

pendekatan konsep kepercayaan suku Kubu tentang

penguasa tertinggi di atas segala dewa, sebagai Pencipta dan

Pemilik alam semesta, termasuk manusia, hewan dan

tumbuhan. Kemudian, menggunakan istilah ‘penguasa

tertinggi atau dewa tertinggi’ diberi pengertian baru yang

bernama Yesus Kristus.

Pendekatan Transformasi Misi terhadap Pandangan

tentang Keselamatan

Upaya yang bersifat dialogis dengan memberikan

penjelasan tentang cara memeroleh keselamatan, yaitu: 1)

Page 24: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 51

pertobatan, berpaling pada Allah dan menerima Kristus

sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dibaptiskan dan hidup

merdeka, bebas dari pengaruh cara penebusan dosa dengan

membayar denda adat-istiadat. 2) memiliki iman kepada

Kristus. 3) kelahiran baru. 4) dibenarkan. 5) penyucian atau

pengudusan, dan 6) doa. Dengan demikian, tradisi

membayar adat untuk penebusan dosa, ditiadakan, karena

keselamatan merupakan kasih karunia Allah semata, bukan

usaha manusia. Pembayaran denda adat hanya dimaksudkan

sebagai ketaatan kepada tatanan hukum atau ketentuan

yang berlaku di masyarakat Kubu, berfungsi untuk mengatur

keseimbangan kehidupan sosial masyarakat.

Pendekatan Transformasi Misi terhadap Upacara

Keagamaan

1) Untuk tradisi basale ini dapat dilakukan dengan dua tahap

pendekatan, yaitu: (a) pendekatan diaologis dengan

memberikan penjelasan bahwa Allah memang menghendaki

manusia untuk mengenang secara hikmat anggota keluarga

yang telah meninggal dengan rasa hormat dan terima kasih

atas segala kebaikan yang telah dilakukan semasa hidupnya,

akan tetapi Allah melarang untuk memper’allah’ atau memuja

mereka. Hal semacam itu disamakan dengan tindakan

bersekutu dan pemujaan kepada arwah dan dikategorikan

‘zina’ secara rohani. Jadi, posisi mambang harus dialihkan

untuk berpaling kepada posisi Yesus Kristus. (b) pendekatan

bentuk dan isi, upacara basale (bentuk) tetap berlangsung,

namun (isi) basale perlu ditransformasi. Upacara tersebut

ditujukan untuk memuja dan menyembah Allah. Konsep dewa

atau allah suku Kubu perlu ditransformasi beralih kepada

konsep Allah yang benar, Allah yang hidup, Yang Maha kuasa,

Maha hadir dan mampu memberikan pertolongan.

2) Membuang pemakaian alat-alat sebagai simbol upacara seperti

balai pengasuh (tempat hadirnya roh/arwah) dan simbol

ondan. Transformasi misi dalam memperkenalkan ‘Allah yang

hidup’ harus dapat ditangkap oleh pemikiran suku Kubu

Page 25: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 52

sebagai sosok Pribadi yang Maha Kuasa bukan dalam konsep

allah yang terbatas dalam ruang dan waktu.

3) Membuang pemakaian mantera yang mengandung unsur magi.

Menurut Kraemer magi selalu bersifat egosentris bukan

Teosentris.43 Mantera dapat diganti menjadi doa kepada Allah

dalam bentuk syair yang dilantunkan (mirip dengan simbol

seloka adat yang dikenal mereka) yang isinya doa

pengampunan dosa dan kutuk.44 Semua aspek upacara basale

sebaiknya dijadikan upaya transformasi misi.

4) Mengubah makna syair, tari-tarian, dan bunyi-bunyian dari

pengiring (simbol) dengan memberi pengertian baru yang

isinya bertujuan untuk penyembahan dan pengagungan

kepada Allah yang hidup dengan pengharapan yang baru

dalam iman Kristen. Bentuk atau simbol tersebut hanyalah

bagian dari ekspresi doa seperti ibadah Daud yang diwarnai

dengan pujian dan penyembahan, sorak-sorai serta alat musik.

5) Pelajari secara baik makna (isi) yang terkandung dari simbol-

simbol upacara basale, seloka adat (yang dilantunkan dengan

syair, pantun dan ungkapan-ungkapan) dengan makna

menyangkut pandangan hidup suku Kubu serta bahasa asli

mereka. Dengan demikian, suku Kubu lebih mudah merasa

menyatu dengan isi Injil yang dikomunikasikan dalam upaya

transformasi misi.

6) Arahkan pengharapan masyarakat Kubu kepada kehidupan

kekal, iman pengharapan dalam Yesus Kristus, karena seperti

Paulus katakan ‘jika pengharapan manusia kepada Kristus

terbatas dalam kehidupan di bumi saja, maka mereka adalah

orang yang paling malang di dunia. Karena iman kepada

Kristus tidak dibatasi oleh kematian yang menandai

berakhirnya kehidupan jasmani, namun pengharapan itu juga

ada sesudah kematian.

43

Kraemer dalam J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta, 51.

44Derek Prince, Berkat atau Kutuk: Pilihan ada di

Tangan Anda, 85.

Page 26: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 53

Pendekatan Transformasi Misi terhadap Tradisi

Pernikahan

1) Menggunakan tradisi mahas (bentuk) namun mengubah

maknanya (isi),45 yaitu mendialogkan tentang pandangan baru

mengenai nilai manusia dalam pandangan Alkitab.

2) Mengubah nilai-nilai adat dalam tujuan pernikahan suku Kubu

yang diarahkan pada konsep pernikahan Kristen yang

merupakan lembaga kudus sebagai gambaran relasi antara

Allah dengan umatNya. Dengan demikian, rumah tangga yang

akan dibina haruslah mencerminkan nilai-nilai kristiani.46

Tentunya hla ini dengan sikap tidak memaksakan pandangan

tradisi lama yang mengatakan status menikah lebih terhormat

daripada tidak menikah.

3) Mengubah konsep suami kepala rumah tangga dan bini sekato

laki dengan cara memberi nilai baru pada isi pernikahan

masyarakat Kubu yang diarahkan pada konsep pernikahan

dalam iman Kristen yang bersumber pada penjabaran ajaran

kasih.47 Jadi, baik hak dan kewajiban suami harus diarahkan

pada keteladanan kasih Kristus dalam bentuk memelihara,

mengambil keputusan yang bijaksana demi orang-orang yang

dikasihinya.

4) Membuang (tidak membenarkan apalagi memakai) tradisi

poligami dan perceraian, karena bertentangan dengan konsep

awal Allah tentang rumah tangga yang monogami dan prinsip

kasih.

5) Menggunkan upacara pernikahan (bentuk) seperti menari

mengelilingi cawan yang berisi berbagai bunga hutan (sebagai

bentuk wewangian yang dikenal masyarakat Kubu), mengubah

syair-syair adat (yang maknanya telah diganti dengan nilai

kristiani), serta mengubah mantera dengan doa pemberkatan

45

David J. Hesselgrave, Edward Rommen, Kontekstualisasi Makna, Metode dan Model, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 54.

46Billy Joe Dauherty, Pernikahan yang Kokoh, (Jakarta:

Metanoia, 2004), 24-25. 47

Dave & Neta Jackson, Memulai Membangun Keluarga Bersama, (Malang SAAT, 2001), 63.

Page 27: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 54

nikah dan penyampaian Firman Tuhan yang dilakukan oleh

pendeta yang melayani upacara pernikahan tersebut.

6) Mengubah isi dari bentuk pemberkatan pernikahan asli

masyarakat Kubu yang dapat saja disisipkan secara teknis saat

penrtanyaan janji iman kedua calon mempelai. Sangat

disarankan lebih baik bahasa pengantar yang digunakan

pendeta adalah bahasa asli suku Kubu.

Pendekatan Transformasi Misi terhadap Tradisi

Kelahiran

1) Pendekatan dialogis, memberikan penjelasan bahwa hidup

manusia adalah berasal dari Allah, anugerah Allah dan

kewajiban orangtua adalah merawat, mengasuh, mendidik

anak-anak yang dipercayakan kepada mereka. sejak kelahiran,

manusia telah diperhadapkan dengan kekuatan si jahat yang

berlawanan dengan kehendak Allah.

2) Mengubah isi tradisi yang bersifat larangan seperti meniti

titian licin, mandi subuh, memakan buah nenas, berkumpul

dengan suami saat kehamilan tua, dengan pengertian baru dari

segi pengetahuan, seperti titian licin dapat membuat orang

jatuh tergelincir dan sang ibu dapat mengalami kecelakan

bahkan kematian.

3) Membuang atau tidak membenarkan larangan membuat tikar

di dapur, menancapkan kayu bulat dalam tanah, karen tidak

didukung kebenaran Alkitab dan cenderung dari pengertian

mistis, maka pendekatan transformasi misi mampu

menawarkan hal baru seperti bersama-sama membuat tikar di

tempat yang tidak monoton, sehingga aktivitas tersebut

perlahan mengalami perubahan hanya di anggap sebagai

aktivitas kerja biasa yang tidak memiliki nilai mistis.

4) Mengubah isi dari larangan membunuh binatang dan

bermenung di depan pintu (hal ini cenderung bersifat

psikologis bagi ibu dan ayah) dengan memberikan pandangan

baru untuk mengasihi makhluk ciptaan Tuhan dan

menjelaskan bahwa hati yang gembira Tuhan senang. Arahkan

keyakinan mereka kepada perlindungan Allah yang hidup.

Page 28: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 55

5) Memakai tradisi sirih gading sebagai bentuk penghargaan

kepada kepada dukun yang membantu proses kelahiran

sebagai sikap saling menolong, menghormati dan mengasihi

sesama.

6) Pada proses kelahiran, mantera dapat diganti menjadi doa

kepada Allah agar ibu dan anak selamat dan sehat. Kekuatan

gaib cukup diusir dalam nama Yesus yang memiliki otoritas,

sehingga tidak perlu membunyikan perabotan dapur. Bunyi

perabotan dapur dapat digantikan dengan pujian lagu rohani

atau musik yang lembut sebagai salah satu bentuk terapi.

7) Mengubah isi ritual mengusir setan selesai melahirkan, sebab

ramuan yang dipakai pun memiliki khasiat bagi perawatan

setelah kelahiran disertai dengan doa kepada Allah sumber

kehidupan yang memberkati dan melindungi ibu dan anaknya.

8) Mengubah tradisi memandikan bayi yang sering dilakukan

setelah beberapa hari (hal ini sebenarnya terjadi karena

lingkungan hutan sekitar mereka letak sumber air sangat

jarang). Perubahan yang dilakukan dengan membersihkan bayi

menggunakan kain basah dengan air hangat sebagai antiseptik

(tentunya perlu diberikan pengarahan tentang kebersihan).

Untuk masyarakat Kubu yang bertempat tinggal dekat dengan

sumber air, tentu tradisi tersebut dapat ditinggalkan secara

penuh.

9) Mengubah isi proses pemandian anak pertama kali yang

kebiasaan tradisinya diiringi dengan ritual doa oleh dukun.

Pola ini diganti maknanya menjadi prosesi penyerahan anak

kepada Allah.

Pendekatan Transformasi Misi terhadap Tradisi

Kematian

1) Pendekatan dialog, suku Kubu perlu dituntun untuk mengerti

asal kematian dimulai dari kejatuhan manusia dalam dosa

‘kutuk’ karena berpaling dari perintah Allah, yaitu: (a) manusia

diciptakan Allah dengan amat baik, sebagai gambar dan rupa

Allah. (b) kejatuhan manusia dalam dosa merupakan

pelanggaran perintah dan kehendak Allah yang membuat

Page 29: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 56

manusia dan keturunannya mengalami kematian, baik fisik

maupun rohani. Manusia terpisah dari Allah dan gambar dan

rupa Allah rusak. (c) kematian Kristus merupakan cara Allah

mengalahkan Iblis, sebagai dasar pengampunan dan pemulihan

relasi antara Allah dengan manusia serta untuk melepaskan

atau menebus manusia dari dosa kematian. (d) kebangkitan

Kristus menandakan maut tidak berkuasa terhadap kematian

orang-orang percaya, pindah dari maut ke dalam hidup, dan

membaharui manusia atau kelahiran kembali.

2) Membuang tradisi melangun, untuk menghindari kesialan atau

kutuk, dan cara keluarga untuk menghapus rasa pilu.

Pendekatan dialog, yaitu: (a) memberi pengertian bahwa

tradisi melangun bukan cara yang tepat untuk melepaskan diri

dari kutuk kematian, usaha tersebut hanyalah kesia-siaan.

Disinilah transformasi misi dapat kreativitasnya untuk

mengomunikasikan Injil dengan pemberitaan karya penebusan

dan pembebasan yang dilakukan oleh Kristus yang tersalib

sebagai bentuk analogi penebusan dan pembebasan suku Kubu

dari kutuk-kutuk nenek moyang.48 (b) arahkan pemikiran

kutuk kepada berkat-berkat Allah bagi orang-orang yang

percaya dalam Kristus. Hal tersebut mencakup; dosa, kutuk,

nasib buruk, kesulitan, kemiskinan, kebinasaan yang semuanya

telah selesai, dan yang baru dialami seperti: kesucian, berkat,

nasib baik, kesehatan, kekayaan dan kehidupan.49 (c) suku

Kubu juga perlu diberikan penyuluhan pola hidup sehat untuk

memperkecil tingkat sakit penyakit, mengelola sumber bahan

makanan sederhana namun bergizi dan memanfaatkan fasilitas

kesehatan. Allah sendiri mau umatNya dalam keadaan sehat.

3) Memakai tradisi adat masyarakat Kubu untuk memelihara

hutan dan lingkungan ekosistemnya sebab tidak bertentangan

48

Lihat metode yang dilakukan oleh Don Richarson, Anak Perdamaian, (Bandung: Kalam Hidup, 1974), 212-222 dan Penguasa-penguasa Bumi, (Bandung: Kalam Hidup, 1995), 112.

49Abraham Alex Tanuseputera, Batu Penjuru,

(Surabaya: House of Blessing, 2005), 179.

Page 30: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 57

karena Alkitab yang mengajarkan manusia untuk menguasai,

menghargai dan memelihara kehidupan semesta.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, maka kesimpulan yang

dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1) Transformasi misi adalah suatu upaya mengomunikasikan Injil

dengan memahami konteks kehidupan manusia dalam hal ini

suku Kubu secara lebih luas dalam pandangan hidup, dimensi

budaya, agama, tataran sosial, ekonomi, dan politik dalam

hubunganya dengan keseluruhan situasi, dan bertujuan agar

pemberitaan Injil dapat dilaksanakan dalam konteksnya.

2) Dinamika perubahan dengan pendekatan budaya suku Kubu

memiliki nilai baik apabila dilakukan secara arif dan bijaksana

dengan tidak menghilangkan jati diri masyarakat Kubu dengan

segala potensi budaya yang bersentuhan langsung dengan

kehidupan mereka.

3) Nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh suku Kubu harus

diarahkan kepada nilai keselamatan di dalam Yesus Kristus,

sehingga nilai-nilai dalam kebudayaan dan tradisi-tradisi adat

yang semula menjadi pandangan hidup dapat dimurnikan oleh

nilai iman kepada Kristus.

4) Merumuskan transformsi misi yang efektif untuk suku Kubu

yang disampaikan dengan prinsip memakai/menggunakan,

membuang dan mengubah baik bentuk dan isi perlu

dikembangkan secara tepat. Pendekatan dialogis terhadap

aspek-aspek kerohanian, pandangan tentang keselamatan,

pernikahan, kelahiran, kematian maupun tradisi lainnya perlu

disikapi dengan benar agar tidak terjadi dualisme yang bersifat

sinkretisme.

DAFTAR PUSTAKA

Adeney, Bernard T. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta:

Kanisius, 2000.

Bakker, J.W.M. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984.

Page 31: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 2 Nov. 2020

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 58

Balasurya, Tissa. Teologi Ziarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1994.

Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2016.

Carson, D. A. & Woodbridge, John D. (ed), God and Culture.

Grand Rapids, Michigan: William. B. Eerdmans

Publishing Co.T.th.

D. Sagimun M. Adat Istiadat Daerah Jambi. Jambi: Depdikbud,

1985.

Damaledo, Daniel (editor). Gereja Dalam Pendakian Puncak

Sejarah Dunia. Yogyakarta: Andi, 1987.

Dauherty, Billy Joe. Pernikahan yang Kokoh. Jakarta:

Metanoia, 2004.

Dave & Jackson, Neta. Memulai Membangun Keluarga

Bersama Malang SAAT, 2001.

Hariyono, P. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya

Dasar. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Hesselgrave, David J. & Rommen, Edward. Kontekstualisasi

Makna, Metode dan Model. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1996.

KKI Warsi. The Indonesian Conservation Communit, Orang

Rimba, Kubu dan Suku Anak Dalam (SAD),

http://warsi.or.id/content/showing/55/content.

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan

Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1985.

Koentjaraningrat. Seri Etnografi Masyarakat Terasing Di

Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1993.

Madjid, Hasan Basri. Kondisi dan Permasalahan Pendidikan

dan Kesehatan Masyarakat Suku Anak Dalam di

Daerah Jambi. Jambi: Kanwil Depsos-UNJA Jambi,

1993.

Mahmud, Aswinar. Lingkaran Hidup Suku Anak Dalam Jambi.

Jambi: Kanwil Depdikbud, 1978.

Muntholib, Sutomo. Orang Rimbo: Kajian Fungsional

Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi.

Bandung: Universitas Padjajaran, 1995.

Page 32: TRANSFORMASI MISI DALAM KONTEKS BUDAYA SUKU KUBU Stevanus ...

Stevanus Parinussa: Transformasi Misi dalam Konteks Budaya Suku Kubu…

Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 59

Octavianus, Petrus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang

Firman Allah. Malang: Gandum Mas, 1985.

Permono. Hubungan Hukum Adat Dengan Status Tanah Dan

Hutan Bagi Masyarakat Suku Anak Dalam Di Propinsi

Jambi. Jambi: Fakultas Hukum – UNJA, 1993.

Prince, Derek. Berkat atau Kutuk: Pilihan Ada Di Tangan

Anda. Jakarta: YPI Imanuel, 1994.

Richarson, Don. Anak Perdamaian. Bandung: Kalam Hidup,

1974.

Richarson, Don. Penguasa-penguasa Bumi. Bandung: Kalam

Hidup, 1995.

Ryken, Leland. Culture in Christian Perspective. Portland,

Oregon: Multomah Press, 1986.

Saudagar, Fahcruddin. Kebudayaan Melangun Suku Anak

Dalam Jambi. Jambi: FKIP-UNJA, 1993.

Siswoyo (editor). Kembali ke Alam, Manfaatkan Obat-obatan

Tradisional. Jakarta: Penelitian Biota Medika Depkes-

IPB-UI-LIPI, 1999.

Sudarto. Informasi Bina Masyarakat Terasing. Jakarta:

Depsos RI, 1989.

Tanuseputera, Abraham Alex. Batu Penjuru. Surabaya: House

of Blessing, 2005.

Tenney, Merril C. Survey Perjanjian Baru. Malang: Gandum

Mas, 2001.

Vergoumen, J.C. Masyarakat dan Hukum Adat Batak.

Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2004.

Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2005.

Verkuyl, J. Etika Kristen Kapita Selekta. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1989.

Williams, Raymond. Culture. London: Fontana, 1981.

Wongso, Peter. Tugas Gereja dan Misi Masa Kini. (Malang:

SAAT, 1999.