REFERAT TONSILEKTOMI PADA TONSILOFARINGITIS DISUSUN OLEH: ANDRIANI KEMALA SARI – 1410221070 – FK UPN JAKARTA ASIS MIRCHANDANI – 20110710051 – FK UPH JESSICA GABRIELLE IDNANI – 112013049 – FK UKRIDA WURI PREWITA DEWI – 1102010294 – FK YARSI PEMBIMBING: DR. SUSILANINGRUM, Sp.THT
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REFERAT
TONSILEKTOMI PADA TONSILOFARINGITIS
DISUSUN OLEH:
ANDRIANI KEMALA SARI – 1410221070 – FK UPN JAKARTA
ASIS MIRCHANDANI – 20110710051 – FK UPH
JESSICA GABRIELLE IDNANI – 112013049 – FK UKRIDA
WURI PREWITA DEWI – 1102010294 – FK YARSI
PEMBIMBING:
DR. SUSILANINGRUM, Sp.THT
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 25 MEI 2015 – 26 JUNI 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilofaringitis merupakan radang pada tenggorokan yang mengenai faring dan tonsil
yang dapat disebabkan oleh infeksi berbagai mikroorganisme. Radang pada faring hampir selalu
melibatkan organ disekitarnya, sehingga infeksi pada faring juga dapat mengenai tonsil atau
diawali oleh adanya radang pada tonsil. Dengan kata lain, tonsilofaringitis adalah tonsilitis dan
faringitis yang ditemukan secara bersamaan.1
Tonsilitis dikenal oleh masyarakat sebagai penyakit amandel yang sering diderita oleh
anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang dewasa. Faringitis seringkali
disebut oleh masayarakat awam sebagai radang tenggorokan. Dewasa ini masih banyak
masyarakat yang belum bahkan tidak tahu mengenai penyebab, gejala-gejala serta penanganan
penyakit ini.
Secara umum, penatalaksanaan tonsilofaringitis dibagi menjadi dua, yaitu konservatif dan
operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi penyebab, yaitu infeksi dan
mengatasi keluhan yang mengganggu. Terapi operatif dapat dilakukan pada kasus
tonsilofaringitis adalah tonsilektomi. Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan
tonsil palatina. Terapi operatif pada tonsilofaringistis dapat dilakukan apabila terdapat adanya
indikasi. Indikasi dari operasi tonsil atau tonsilektomi dibagi menjadi dua, yaitu indikasi absolut
dan indikasi relatif yang akan diuraikan pada tinjauan pustaka referat ini.2
Di Indonesia data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun
terakhir (1993-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun
sampai tahun 2003 (152 kasus).
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.1. Anatomi Tonsil
Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Palatum mole terdiri dari otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa dan diluarnya dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya menjadi 2 (dua) bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak di bagian sentral yang kita kenal dengan uvula. Batas lateral palatum pada setiap sisinya terbagi menjadi pilar anterior dan pilar posterior fausium. Pada pilar anterior teradapat m. palatoglosus. Pilar posterior terdiri m. palatofaringeus. Diantara kedua pilar terdapat celah, tempat kedudukan tonsil fausium.3
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur yang lain yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar – kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa rosenmuller dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.3
Gambar 1.1 Anatomi Tonsil
Tonsil Fausium
Tonsil fausium atau disebut juga tonsil palatine, terdapat masing – masing sebuah pada tiap sisi orofaring, adalah jaringan limfoid yang berbentuk seperti buah kenari dibungkus oleh kapsul
fibrosa. Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Plika triangularis adalah lipatan mukosa yang tipis, terbentang kebelakang dari pilar anterior dan menutupi sebagian permukaan anterior tonsil yang timbul dalam kehidupan embrional. Plika semilunaris (supra tonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan kedua pilar pada pertautannya. Fosa supra tonsilar merupakan celah yang ukurannya bervariasi, bias juga terletak diatas tonsil dan diantara pilar anterior dan pilar posterior.
Tonsil dibatasi oleh:
Lateral – muskulus konstriktor faring superior
Anterior – muskulus palatoglosus
Posterior – muskulus palatofaringeus
Superior – palatum mole
Inferior – tonsil lingual
Tonsil Lingual
Tonsil lingual merupakan bentuk yang tidak bertangkai, terletak pada dasar lidah diantara kedua tonsil fausium dan meluas kearah anteroposterior dari papila sirkumvaklata ke epiglottis dipisahkan dari otot – otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar yang mengandung jaringan limfoid dan di sekelilingnya terdapat jaringan ikat.
Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.3
Kapsul Tonsil
Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam parenkim. Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf – saraf dan pembuluh limfe eferen.3
Kripta Tonsil
Terdiri dari 8 – 20 kripta, biasanya tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul pada permukaan luarnya. Kripta tersebut tidak bercabang – cabang tetapi merupakan saluran yang sederhana. Jaringan ikat sub epitel yang terdapat dengan jelas dibawah permukaan epitel segera hilang ketika epitel membentuk kripta. Hal ini menyebabkan sel – sel epitel dapat menempel pada struktur limfatik tonsil. Sering kali tidak mungkin untuk membuat garis pemisah antara epitel kripta dengan jaringan interfolikuler. Epitel kripta tidak sama dengan epitel asalnya yang menutupi permukaan tonsil, tidak membentuk sawar pelindung yang kompak dan utuh.3
Fossa Tonsilaris
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.3,4
Pilar anterior berisi m. palatoglosus dan membentuk batas anterior, pilar posterior berisi m. palatofaringeus dan membentuk batas posterior sinus. Palatoglosus mempunyai origo berbentuk seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun verikal dan diatas melekat pada palatum mole, tuba Eustachius dan pada dasar tenggorok. Otot ini meluas kebawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada otot palatoglosus. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan dinding lateral faring. Dinding luar fosa tonsilaris terdiri dari m. konstriktor faringeus superior. M. konstriktor superior mempunyai serabut melintang yang teratur, membentuk otot sirkularfaring. Fowler dan Todd menggambarkan otot keempat yang dinamakan m. tonsilofaringeus yang dibentuk oleh serabut – serabut lateral dari m. palatofaringeus. Otot ini melekat pada kapsul tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah.
Sistem Pembuluh Limfe Faring dan Tonsil
Kelenjar limfe menerima pembuluh aferen dari bagian bawah oksipital. Kelenjar limfe ini dibagi oleh eferen yang berjalan menuju bagian atas kelenjar mstoid substernal. Kelenjar mastoid atau kelenjar retroaurikular (biasanya berpasangan) terdapat di dekat insersi m. sternokleidomastoid, menerima pembuluh aferen dari bagian temporal kepala, permukaan dalam telinga dan bagian posterior liang telinga. Aliran pembuluh limfe jaringan tonsil ini tidak mempunyai pembuluh aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung aferen yang terletak pada trabekula. Dari sini menembus kapsula ke otot konstriktor superior pada dinding belakang faring. Beberapa cabang didaerah ini berjalan ke belakang menembus fasia bukofaringeal kemudian kelenjar – kelenjar pada daerah leher dan bermuara ke nodus limfatikus leher bagian dalam dibawah otot sternokleidomasoideus. Salah satu dari nodus limfatikus ini terletak disebelah mandibula yang sering juga disebut nodus limfatikus tonsiler, karena sering mengalami pembesaran pada proses infeksi atau proses keganasan tonsil.
Sistem Aliran Darah
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu :
arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri
palatina asenden
Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden
Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal
Arteri faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian
posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri
tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.
Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. 3,4
Persarafan dan Tonsil
Tonsil disarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus
mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina yaitu
nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat
mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring4
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40%
dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon,
lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular,
mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. 4,5
1.2. Fisiologi Tonsil
Tonsila palaitna adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris dikedua
sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih
padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di
permukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007). Tonsila palatina merupakan jaringan
limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein
asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan
dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel - sel
fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen. 5,6
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing
dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik. Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada kedua
sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi.
Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke
tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi
antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan
patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh,
maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas
imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 5,6
1.3. Anatomi Faring
Gambar 2.1. Anatomi Faring
Atlas of Human Anatomy 4th Edition
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum vertebra
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra
servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang
dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian
dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir,
fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal Faring terbagi atas
nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut
lendir (mukosa blanket) dan otot.4,7,8
Faring terdiri atas :
Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur
penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring
yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus
dan n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan
foramen laserum dan muara tuba Eustachius. Adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain8 :
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual dan foramen sekum.8
Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu8 :
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Struktur
pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan
yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika
lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets) sebab pada beberapa
orang, kadang – kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ. Di bawah valekula terdapat
epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih
melebar, meskipun kadang – kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai
dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya.
Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus. Dengan
batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu8 :
- batas atas : epiglotis- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring- batas belakang : vertebra servikalis
Ruang Faringal :
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis mempunyai arti
penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang retrofaring( Retropharyngeal
space), dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring,
fasia faringobasilaris dan otot – otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia
prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah
dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra.Di
sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.8
Ruang parafaring (Pharyngomaxillary Fossa), ruang ini berbentuk kerucut dengan
dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu
mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas
luarnya adalah ramus asenden mandibula yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian
posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os
stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih
luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk
mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior
(post stiloid) berisi a.karotis interna, v. jugularis interna, n. vagus yang dibungkus dalam suatu
sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang
retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang tipis. 8
Gambar 2.2 Anatomi Faring Bagian Posterior
Otot Pharynx :
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal).
Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media daninferior. Otot-
otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian
bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot
ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot
konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh
Nervus Vagus. 8,9
Gambar 2.3 Anatomi Muskulus Faring
Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan M.Palatofaring,
letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan
menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan
bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini
penting padawaktu menelan. M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan
M.Palatofaringdipersarafi oleh Nervus Vagus.8,9
Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia
dari mukosa yaitu8,9 :
M. Levator veli palatine : membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya
untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot
ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.
M. Tensor veli palatine : membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatummole dan membuka tuba Eustachius dan otot
ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.
M. Palatoglosus : membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan
ismus faring.
M.Palatofaring : membentuk arkus posterior faring.
M.Azigos uvula :merupakan otot yang kecil dan kerjanyaadalah memperpendek dan
menaikkan uvula ke belakang atas.
Otot pada pharynx terdiri atas 3 otot konstriktor pharyngeus dan 3 otot yg berorigo pd
proc. Styloideus. Otot-otot ini berperan dalam proses deglutition atau menelan. Hubungan
Pharynx Cavum pharyngeum berhubungan dengan organ-organ disekitarnya, antara lain
melalui8 :
Choanae (nares posterior) menghubungkan dengan cavum nasi
Ostium pharyngeum tuba auditiva eustachii dengan cavum tympani
Isthmus faucium dengan cavum oris propia
Additus laryngis dengan larynx
Portae oesophagus dengan oesophagus
Perdarahan dan Sistem Limfatik Faring :
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan, yang
utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial)
serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. 7,8
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan inferior.
Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening
servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan
kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening
servikal dalam bawah. 7,8
Persarafan Faring :
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari Nervus
Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi serabutmotorik.
Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali
M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus.9
2.2 Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansisuara dan artikulasi. 6
a) Fungsi Menelan
Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus
yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-
hal sebagai berikut6 :
Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan
Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laringe.Kerjasama
yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan kearah
lambung
Usaha untuk membersihkan kembali esofagus
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut melalui
dorsumlidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah. Kontraksi M.Levator
veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole
terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus
terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan
nasofring sebagai akibat kontraksi M.Levator veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi
M.Paltoglossus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi
M.Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 6
Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan
dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi M.Stilofaring,
M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga
sfingter laring, yaitu plika ariepligotika, plika ventrikularis dan plika
vokalis tertutup karena kontraksi M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan
dengan ini terjadi juga penghentian aliran darah ke laring karena reflex yang menghambat
pernapasan, sehingga bolus makanan akanmeluncur kea rah esophagus, karena valekula dan
sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. 6
Fase esophageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke
lambung.Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi M.Krikofaring,
sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esophagus. Setelah
bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus
esophagus pada saatistirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke
faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas
masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. 6
Selanjutnya bolus makanan akan di dorong ke distal oleh gerakan peristaltic
esophagus. Dalam keadaan istirahta sfingter esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan didalam lambung sehingga tidak akan terjadi
regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagalsfingter ini akan terbuka secara reflex ketika
dimulainya peristaltic esophagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya
setelah bolus makanan lewat maka sfingter iniakan menutup kembali. 6
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum danfaring.
Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring.
Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula M.Salpingofaring dan
M.Palatofaring, kemudian M.Levator veli palatine bersama-sama dengan M.Konstriktor
faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine
menarik paltum mole ke atas belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang
tersisa ini diisi oleh tonjolan ( fold of). 6
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakan M.Palatofaring
(bersama M.Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M.Konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan. Ada yang
berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi tetapi ada pula
pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan
dengan gerakan palatum. 6
BAB III
FARINGITIS DAN TONSILITIS
3.1 Faringitis Akut
Gambar 1. Faringitis Akut
3.1.1 Faringitis viral
Virus merupakan penyebab tersering faringitis akut. Rinovirus menimbulkan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis.10,11,12
Gejala
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan dan konjungtivitis.
Pemeriksaan fisik
Tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa muculopapular rash. Epstain Bar virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai
produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa diseluruh tubuh
terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.11,.12
Terapi
Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat,tidak dianjurkan memberilan
obat kumur antiseptic tidak dianjurkan, analgetik jika perlu. Anti virus metisoprinol
Faringitis dapat terjadi pada segala umur, terjadi secara akut ataupun kronis serta pada
kasus yang spesifik seperti faringitis leutika dan faringitis TB.penyebab tersering dari faringitis
adalah infeksi virus serta infeksi bakteri yang sering disebabkan oleh Streptococcus Grup A yang
umumnya menyerang usia 5-15 tahun. Manifestasi faringitis tergantung pada lamanya infeksi
dan etiologinya.
Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, penyebaran terbanyak melalui udara
(air borne droplets). Tonsilitis disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri. Penyebab
infeksi virus tersering adalah Epstein Barr Virus (EBV). Sedangkan bakteri penyebab tersering
adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A.
Tonsilektomi merupakan tindakan operasi yang sering dilakukan pada bidang THT.
Tonsilektomi dikerjakan dengan indikasi yang tepat sehingga didapatkan keuntungan yang
nyata, mengingat peranan tonsil sebagai bagian sistem pertahanan tubuh. Indikasi tonsilektomi
dibagi menjadi 2, yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif. Kontraindikasi tonsilektomi antara
lain adalah gangguan perdarahan, risisko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia dan
infeksi akut yang berat.
Diskusi terkini dalam memilih jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti
nyeri, perdarahan perioperatif dan pascaoperatif serta durasi operasi. Selain itu juga ditentukan
oleh kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta ketersediaan teknologi yang mendukung.
Beberapa teknik dan peralatan baru ditemukan dan dikembangkan di samping teknik
tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah
teknik Guillotine dan diseksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, dkk. Tenggorok dalam KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Jilid I. Edisi
ketiga. Media Aescalapius FKUI. Jakarta. 2001.
2. Boies, Lawrence R., et al. BOIES : Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1997.
3. Viswanatha, B., Tonsil and Adenoid Anatomy. Sri Venkateshwara ENT Institute, Victoria
Hospital, Bangalore Medical College and Research Institute, India. Feb 2 2013. Diakses
melalui: http://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview pada tanggal 5 Juni
2015.
4. Rosse C Rosse P, Hollinshead WH. Hollinshead's textbook of anatomy. 5th ed. Philadelphia, PA: Lippincott-Raven; 1997.
5. Kenna MA, Amin A. Anatomy and physiology of the oral cavity. In: Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th ed. Shelton: BC Decker Inc; 2009:769-774. . Diakses melalui : http://emedicine.medscape.com pada tanggal 5 Juni 2015.
6. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:EGC.
7. Rosse C Rosse P, Hollinshead WH. Hollinshead's textbook of anatomy. 5th ed. Philadelphia, PA: Lippincott-Raven; 1997.
8. Susan S, Harold E, Jermiah CH, David J, Andrew W. Pharynx (chapter 35). In: Gray's Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th ed. Philadelphia: Elsevier; 2005:619-631. Diakses melalui: http://emedicine.medscape.com pada tanggal 5 Juni 2015.
9. Joshi, A., Pharynx Anatomy. George Washington University School of Medicine and Health Sciences, USA. Nov 13 2013. Diakses melalui: http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview pada tanggal 5 Juni 2015.
10. de Carlos F, Cobo J, Macías E, Feito J, Cobo T, Calavia MG, et al. The Sensory Innervation of the Human Pharynx: Searching for Mechanoreceptors. Anat Rec (Hoboken). Oct 4 2013; Diakses melalui: http://reference.medscape.com/medline/abstract/24123994 pada tanggal 5 Juni 2015.
10. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225