BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian (Mangunnegoro, 2004). Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor (Lenfant and Khaltaev, 2002). Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dan penderita asma di dunia diperkirakan 300 juta anak-anak dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian
(Mangunnegoro, 2004).
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai
pada anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju
maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan
dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi
baik indoor maupun outdoor (Lenfant and Khaltaev, 2002).
Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dan penderita
asma di dunia diperkirakan 300 juta anak-anak dan dewasa (GINA, 2012).
Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi asma di suatu
tempat, antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan.
Faktor- faktor tersebut mempengaruhi prevalensi asma, terjadinya serangan
asma, berat ringannya serangan, derajat asma dan kematian karena penyakit
asma (Warner et al, 2001).
1
Penatalaksanaan asma pada anak bertujuan untuk mencegah terjadinya
serangan asma seminimal mungkin sehingga memungkinkan anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai dengan usianya. Serangan asma
biasanya mencerminkan kegagalan pencegahan asma, kegagalan tatalaksana
asma jangka panjang dan kegagalan penghindaran dari faktor pencetus
(Stempel, 2003).
Tatalaksana asma dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu saat serangan
asma dan diluar serangan asma. Pada saat serangan dilakukan prediksi derajat
serangan kemudian diberikan tatalaksana sesuai dengan derajatnya. Tujuan
tatalaksana serangan asma akut adalah untuk mengurangi atau menghilangkan
hipoksemia dan gejala secepatnya. Sedangkan tatalaksana asma jangka
panjang bertujuan untuk mencegah terjadinya serangan asma dan
mengendalikan asma secara menyeluruh. Medikamentosa yang digunakan
dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu obat yang diberikan pada saat serangan
disebut sebagai pereda (reliever) sedangkan terapi untuk penanganan jangka
panjang disebut pengendali (controller) (Rahajoe et al, 2004).
2
BAB 2
ASMA PADA ANAK
2.1 Definisi
GINA mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronis saluran
nafas yang ditandai oleh obstruksi jalan napas total atau parsial, dengan banyak
elemen selular yang berperan. Inflamasi kronis berhubungan dengan
hiperresponsivitas jalan napas yang menyebabkan episode berulang dari
wheezing, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam
atau dini hari. Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
napas yang luas namun bervariasi, yang biasanya bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan (GINA, 2012).
Pedoman Nasional Asma Anak di dalam batasan operasionalnya
menyepakati kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau
mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi
pada penderita atau keluarganya (Rahajoe et al, 2004).
2.2 Epidemiologi
Walaupun banyak tulisan tentang epidemiologi asma pada anak, data
yang ada sangat heterogen karena tidak adanya kesamaan definisi dan metode
pengambilan data. Prevalensi terjadinya wheezing selama 12 bulan terakhir
bervariasi dari 1,6% - 36,7% pada anak-anak usia 13-14 tahun di negara
3
berbeda. Dan dilaporkan kejadian wheezing pada usia 6-7 tahun berkisar antara
0,8% - 32,1% (van Aalderen, 2012). Pada tahun 2011 di seluruh AS diperkirakan
sebanyak 7,1 juta anak kurang dari 18 tahun menderita asma, dan sebanyak 4,1
juta anak mengalami serangan asma sepanjang tahun 2011 (American Lung
Association, 2011).
Di AS asma diderita sekitar 8,5% anak-anak dan merupakan penyebab
utama perawatan RS dan tidak masuk sekolah pada anak. Meningkatnya
prevalensi asma pada kulit hitam dibandingkan kulit putih (3,0% pada kulit putih
dan 7,2% pada anak kulit hitam) berhubungan dengan usia maternal yang lebih
muda, kehidupan di pusat kota, pendapatan keluarga, berat badan lahir rendah,
dan overweight atau obesitas (Herzog and Cunningham-Rundles, 2011).
Pada anak-anak laki-laki lebih besar risiko asma dibanding perempuan.
Sebelum usia 14 tahun prevalensi asma pada anak laki-laki hampir 2 kali anak
perempuan. Namun pada usia yang lebih tua prevalensi asma antara anak laki-
laki dan perempuan hampir sama. Sedang pada usia dewasa perempuan lebih
banyak menderita asma dibanding laki-laki. Penyebab pengaruh jenis kelamin ini
belum jelas (GINA, 2012).
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta
disability-adjusted life years (DALYs) yang hilang karena asma, menunjukkan
beban 1% total beban penyakit global. Kematian diseluruh dunia akibat asma
diperkirakan sekitar 250.000 diseluruh dunia dan mortalitas nampaknya tidak
berhubungan dengan prevalensi (GINA, 2012).
2.3 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko asma dapat dibagi menjadi faktor
yang menyebabkan berkembangnya asma dan faktor yang memicu gejala asma
4
atau keduanya. Faktor tersebut meliputi faktor pejamu (host) dan faktor
lingkungan. Bagaimanapun mekanisme hal tersebut mempengaruhi
perkembangan dan ekspresi asma merupakan hal yang rumit dan menarik
(GINA, 2012).
Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi
untuk berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi), atau
hipereaktivitas bronkus, faktor jenis kelamin dan ras, serta obesitas. (GINA,
2012).
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala menetap. Yang merupakan
faktor lingkungan yaitu alergen baik dalam ruangan maupun di luar ruangan,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, adanya infeksi
pernapasan terutama virus, diet, serta status ekonomi (GINA, 2012)
2.4 Patogenesis Asma
Asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan
dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan
peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran
respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit. T pada
mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun
asmanya ringan atau tidak bergejala (Warner, 2001).
Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma
dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada
populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40 % penderita
asma anak dan dewasa (Setiawati dan Makmuri, 2006).
5
Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada
awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel
plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan basofil. Bila
ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat
( immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-
Gangguan fungsi paru yang sudah ada, paparan asap rokok, prematuritas, atopi
Inflamasi eosinofilik
Terapi dengan ICS kontinyu Sedikit atau tidak ada manfaat Berkurangnya gejala secara signifikan
Terapi dengan montelukast Manfaat sedang Penurunan sedang eksaserbasi
Outcome jangka panjang Menurun seiring waktu (<6 tahun) dapat berlanjut pada usia sekolah sebagai “episodic viral wheeze” dan dapat berubah menjadi “multiple trigger wheeze”
Dapat berlanjut hingga dewasa sebagai asma
(Dikutip dari VanAalderen, 2012)
Kategori gejala yang sugestif kuat untuk diagnosis asma: episode
berulang wheezing yang sering (lebih dari sekali sebulan), wheezing dipicu oleh
aktivias, batuk malam hari pada periode tanpa infeksi virus, tidak adanya variasi
musim pada wheezing, dan gejala yang menetap hingga 3 tahun (GINA, 2012).
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil.,
khususnya anak di bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat
bronkodilator dan steroid sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran penyakit lain
diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun)
pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana
dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji
provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering
dan dingin atau dengan NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara
yaitu didapatkannya (Lenfant and Khataev, 2002).
12
1. Variabilitas pada PFR atau FEVI > 15 %
Variablitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan / penurunan) hasil
PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas
mingguan yang pemeriksaan berlangsung > 2 minggu.
2. Reversibilitas pada PFR atau FEVI > 15%
Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEVI setelah
pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan > 20 % pada FEVI (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus
dengan metakolin atau histamin.
Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons
terhadap pemberian obat bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan
diagnostik lebih lanjut. Bila respons terhadap obat asma tidak baik, sebelum
memikirkan diagnosis lain, maka perlu dinilai dahulu beberapa hal. Hal yang
perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran terhadap pencetus sudah
dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara dan waktu pemberiannya
sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila semua aspek tersebut sudah
dilakukan dengan baik dan benar. Maka perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis
bukan asma (Rahajoe et al, 2004).
Di Indonesia, tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit yang banyak
dijumpai dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang. Oleh karena itu
uji tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma
maupun yang bukan asma (lihat alur diagnosis asma, ). Dengan cara tersebut di
atas, maka penyakit tuberkulosis yang mungkin bersamaan dengan asma akan
terdiagnosis dan diterapi. Pasien TB yang memerlukan steroid untuk pengobatan
asmanya, steroid sistemik jangka pendek atau steroid inhalasi tidak akan
13
memperburuk tuberkulosisnya karena sudah dilindungi dengan obat TB. Menurut
pengamatan di lapangan,sering terjadi overdiagnosis TB dan underdiagnosis
asma, karena pada pasien anak dengan batuk kronik berulang sering kali yang
pertama kali dipikirkan adalah TB, bukan asma (Rahajoe et al, 2004).
Berbagai model prediktif indikator klinis untuk membantu diagnosis asma
pada anak telah diusulkan. Castro-Rodriguez et al (2000) mengusulkan Asthma
Predictive Index (API) untuk menilai wheezing pada anak yang akan berlanjut
hingga usia dewasa (Tabel 2.2) (VanAalderen, 2012).
Tabel 2.2 Asthma Predictive Index
(1) Riwayat periode wheezing > 4 episode dan setidaknya 1 kali didiagnosis dokter
(2) Ditambah anak memiliki setidaknya 1 kriteria mayor dan > kriteria minor
Kriteria mayor Kriteria minor
(i) Riwayat asma pada orang tua (i) Sensitisasi alergi terhadap susu, telur, atau kacang
(ii) Didiagnosis dermatitis alergi (ii) Wheezing yang tidak berhubungan dengan flu
(iii) Sensitisasi alergi terhadap > aero-alergen
(iii) Eosinofil darah > 4%
(Dikutip dari VanAalderen, 2012)
2.7 Klasifikasi Asma
Pedoman Nasional Asma Anak membagi asma anak menjadi 3 derajat
penyakit, dengan kriteria seperti dapat dilihat dalam Tabel 2.3. Sedangkan GINA
(2009) membagi klasifikasi asma berdasarkan tingkat kontrol asma menjadi 3,
yaitu Terkontrol, Terkontrol Sebagian, dan Tidak Terkontrol (Tabel 2.4) (GINA,
2009).
14
Tabel 2.3 Klasifikasi Derajat Asma pada Anak Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak
Parameter klinis, kebutuhan obat dan
faal paru
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten
Frekuensi serangan < 1 x/bulan > 1 x/bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang tahun, hampir tidak ada remisi
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biaanya beratDi antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malamTidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisik di luar seranga
Keluarga pasien sebaiknya diberi penjelasan tentang penanganan
serangan asma di rumah. Yang dilakukan saat serangan asma adalah (GINA,
2009):
- Pengobatan awal dengan 2 semprot Beta-2 agonis kerja cepat inhalasi,
diberikan sekaligus via masker atau spacer.
- Observasi anak dan pelihara tempat sekitar anak agar dapat bernapas
dengan leluasa selama 1 jam atau lebih.
- Cari pertolongan medis hari itu juga bila bronkodilator inhalasi diperlukan
sebagai pelega lebih dari tiap 3 jam atau lebih dari 24 jam.
26
Penggunaan glukokortikosteroid oral di rumah diperbolehkan untuk
penanganan serangan asma akut hanya jika keluarga dapat menggunakan obat
tersebut dengan benar (GINA, 2009).
Beberapa indikasi untuk segera membawa ke rumah sakit dapat dilihat
pada tabel 2.7. untuk anak kurang dari 2 tahun, pertolongan rumah sakit segera
harus dilakukan karena besarnya risiko dehidrasi dan fatig pernapasan (GINA,
2009).
Tabel 2.7 Indikasi untuk Pertolongan Rumah Sakit Segera
Indikasi Pertolongan Rumah Sakit Segera Apabila ada salah satu gejala berikut:
Tidak berespon terhadap pemberian 3 kali beta-2 agonis kerja cepat inhalasi dalam 1-2 jam
Takipnea walaupun sudah diberikan 3 semprot beta-2 agonis kerja cepat inhalasi (RR normal untuk 0-2 bulan < 60 x/mnt, 2-12 bulan < 50 x/mnt, 1-5 tahun < 40 x/mnt)
Anak tidak dapat berbicara atau minum atau sesak
Sianosis
Retraksi subkostal
Saturasi oksigen < 92% pada udara ruangan
Lingkungan sekitar tidak dapat memberi pengobatan serangan akut; tidak dapat menangani serangan akut di rumah
(Dikutip dari GINA, 2009)
Terapi yang diberikan pada anak dengan serangan asma akut dapat
dilihat pada Tabel 2.8.
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan untuk terapi serangan asma
antara lain obat-obatan sedatif, obat-obatan mukolitik, fisioterapi dada,
pemberian epinefrine (adrenaline) dapat dindikasikan untuk pengobatan
anafilaksis akut dan angioedema tetapi tidak diindikasikan selama serangan
asma. Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) belum diteliti pada anak-anak
(GINA, 2009).
27
Tabel 2.8 Manajemen Awal Serangan Asma Akut Berat
Terapi Dosis dan Pemberian
Oksigen Diberikan 24% masker (sesuai instruksi penggunaan, biasanya 4L/menit)
Beta-2 agonis kerja singkat a 2 semprot salbutamol dengan spaceratau
2,5 mg salbutamol dengan nebulizerTiap 20 menit pada 1 jam pertama
Ipatropium 2 semprot tiap 20 menit hanya pada 1 jam pertama Glukokortikosteroid sistemik Prednisolone oral (1-2 mg/kg daily sampai 5 hari)
AtauMetilprednisolon intravena 1 mg/kg tiap 6 jam pada hari ke-1; tiap 12 jam pada hari ke-2; selanjutnya tiap hari
Aminophylline b Pertimbangan di ICU: loading dose 6-10 mg/kg BBMaintenance awal: 0,9 mg/kg/jamPenyesuaian berdasarkan kadar theophylline plasma
Beta-2 agonis oral TidakBeta-2 agonis jangka lama Tidak
a) Jika tidak memungkinkan pemberian inhalasi, suatu bolus intravena 5 ug/kg diberikan selama 5 menit, dilanjutkan dengan infus kontinyu 5 ug/kg/jam.Dosis sebaiknya disesuaikan berdasarkan efek klinis dan efek samping
b) Loading dose sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang telah mendapat theophylline
(Dikutip dari GINA, 2009)
2.9 Prognosis
Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing
tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi
kelompok tersebut berkisar antara 45 hingga 85%, tergantung besarnya sampel
studi, tipe studi kohort, dan lamanya pemantauan. Adanya asma pada orang tua
dan dermatitis atopik pada anak dengan wheezing merupakan salah satu
indikator penting untuk terjadinya asma dikemudian hari. Apabila terdapat kedua
hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma lebih besar atau terdapat salah
satu di atas disertai dengan 2 dari 3 keadaan berikut yaitu eosinofia, rinitis
alergika, dan wheezing yang menetap pada keadaan bukan flu (Rahajoe et al,
2004).
28
BAB 3
PENUTUP
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama pada malam dan dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible
dengan atau tanpa pengobatan (GINA, 2012).
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta
disability-adjusted life years (DALYs) yang hilang karena asma, menunjukkan
beban 1% total beban penyakit global. Kematian diseluruh dunia akibat asma
diperkirakan sekitar 250.000 diseluruh dunia dan mortalitas nampaknya tidak
berhubungan dengan prevalensi (GINA, 2012).
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Obat asma dapat
dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali
(controller). Relievers merupakan obat yang digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma jika sedang timbul, sedangkan controller untuk
mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respitorik kronik (Lenfant and
Khaltaev, 2002).
29
DAFTAR PUSTAKA
American Lung Association Research Centers for Disease Control and Prevention: National Center for Health Statistics, National Health Interview Survey Raw Data, 2011. Available in http://www.lung.org/lung-disease/asthma/resources/facts-and-figures/
Bisgaard H, Zielen S, Garcia ML, Johnston SL, Gilles L, Menten J, et al. Montelukast Reduces Asthma Exacerbations in 2-to-5-year-old Children with Intermittent Asthma. Am J Respir Crit Care Med 2005;171(4):315-22
Bruzzese JM, Sheares BJ, Vincent EJ, Du Y, Sadeghi H, Levison MJ, et al. Effects of a school-based intervention for urban adolescents with asthma. A controlled trial. Am J Respir Crit Care Med. 2011; 183(8): 998-1006.
Clark NM, Shah S, Dodge JA, Thomas LJ, AndridgeRR, Little RJ. An Evaluation of Asthma Interventions for Preteen Students. J Sch Health 2010;80(2):80-7
GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Updated 2012, http://www.ginasthma.org/.
GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention in Children 5 Years and Younger. 2009, Available in http://www.ginasthma.org/
Herzog R and Cunningham-Rundles S. Pediatric Asthma: Natural History, Assessment and Treatment. Mt Sinai J Med. 2011. 78(5): 645–660
Kemp J, Armstrong L, Wan Y, Alagappan VK, Ohlssen D, Pascoe S. Safety of Formoterol in Adults and Children with Asthma: A Meta-Analysis. Ann Allergy Asthma Immunol. 2011; 107(1):71-8.
Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Workshop Report 2002.
Mangunnegoro, dkk. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit FKUI. 2004
Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB, eds. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak Edisi I. UKK Pulmonologi 2004. Hal. 1-51
Sharma GD. Pediatric Asthma. [Internet] Medscape Reference eMedicine Pediatrics. Updated April 9 2013. Assesed November 5 2013. Available at http://emedicine.medscape.com/article
Stempel DA. The pharmacologic management of childhood asthma. Pediatr Clin N Am 2003;50:609-29.
Strunk RC, Bacharier LB, Phillips BR, Szefler SJ, Zelger RS, Chincilli VM, et al. Azithromycin or Montelukast as Inhaled Corticosteroid-Sparing Agents in Moderate to Severe Childhood Asthma Study. J Allergy Clin Immunol. 2008; 122(6):1138-44
Sundaru H. United Allergic Airway Disease: Konsep Baru Penyakit Alergi Saluran Napas. Dalam: Naskah lengkap Penedidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. FKUI: Jakarta 2001:21-30
Van Aalderen WM. Childhood Asthma: Diagnosis and Treatment; Review. Scientifica. 2012
Warner JO. Asthma- basic mehanisms. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO,Eds. Textbook of Pediatric Asthma; edisi ke 1. Martin Dunitz Ltd, London2001;19-33.
Warner JO. Asthma-basic mehanisms. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO, Eds. Textbook of Pediatric Asthma; edisi ke 1. Martin Dunitz Ltd, London 2001; 19-33.